Anda di halaman 1dari 30

MODUL PERKULIAHAN

Mekanika Benda
Tegar

Pokok Bahasan :
Kinematika Rotasi. Momen inersia, Gerak Benda
Tegar, Momentum Putar, Hukum Newton tentang
rotasi

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

14&
Teknik Sipil Teknik Sipil C1A 103 An An Anisarida, ST, MT

15
Abstract Kompetensi
Memberikan gambaran umum definisi Mampu memahami dan menjelaskan
mekanika Benda Tegar definisi mekanika benda tegar
Pembahasan
KULIAH KE 14 (EMPAT BELAS) DAN 15(LIMA BELAS) TANGGAL ..................... 2018
HARI ................................... WIB KAMPUS UNIVERSITAS WINAYA MUKTI BANDUNG

MODUL 9 (SEMBILAN) MEKANIKA BENDA TEGAR

9.1 PENDAHULUAN

9.2 KINEMATIKA ROTASI

9.3 MOMEN INERSIA (KELEMBABAN ROTASI)

9.4 HUKUM-HUKUM ROTASI

9.5 GERAK BENDA TEGAR (RIGID)

9.6 MACAM-MACAM GAYA YANG MENYEBABKAN GERAK BENDA TEGAR

9.7 PEMAKAIAN MOMENTUM PUTAR

9.8 CONTOH SOAL

9.9 LATIHAN SOAL

2
PENDAHULUAN

Definisi : Benda tegar (rigid = kaku) adalah sistem benda yang terdiri dari sistem-sistem
benda titik yang tak hingga banyaknya dan jika ada gaya yang bekerja padanya, jarak
antara titik-titik anggota sistem selalu tetap.

Jadi perbedaan antara sistem benda titik dan benda tegar terletak pada adanya perubahan jarak
pada sistem benda titik yang mengalami gaya :

Pada gambar 1 (a), adalah sistem benda titik, karena 2 titik dihubungkan
dengan pegas yang jarak 2 titik tersebut dapat berubah-ubah jika padanya
bekerja gaya.

Gambar 1 (b) adalah benda tegar karena keduanya dihubungkan dengan


tongkat yang tak dapat berubah panjang jika gaya bekerja padanya. Gerak
sistem benda titik terdiri atas 2 macam :
Gambar 1
a. Gerak pusat massa

b. Gerak relatif

Gerak relatif yang sederhana adalah memilih pusat massa sebagai pusat sistem koordinat,
sedangkan gerak relatif yang mungkin terjadi dalam gerak benda tegar dalam sistem koordinat pusat
massa adalah rotasi terhadap pusat massa dalam keadaan diam.

Gambar 2. Menunjukkan bahwa untuk pusat massa yang


diam gerak relatif benda (1) terhadap benda (2) yang
mungkin terjadi hanyalah gerak rotasi.
Gambar 2

Jadi gerak benda tegar terdiri dari :

a. Gerak pusat massa, yaitu bila lintasan semua titik tersebut sejajar, disebut translasi. Hal
ini mengingatkan kita pada gerak satu benda titik.

b. Rotasi terhadap pusat massa, yaitu bila lintasan semua o1 3 titik dari benda tersebut
berbentuk lingkaran yang sepusat pada sumbu putar yang melalui pusat massanya.

3
Macam – macam gerak benda tegar yang sederhana

1. Gerak rotasi murni (gbr.3a)

Pusat massa diam dan benda-benda bergerak


mengelilingi pusat massa.

2. Gambar 3b

Gerak translasi murni, pusat massa bergerak, sedangkan


benda-benda tidak berubah terhadap pusat massa atau
diam.

3. Gambar 3c

Gerak rotasi dan translasi bersama-sama, pusat massa


bergerak, benda-benda juga berotasi terhadap pusat
massa.

Selanjutnya pembicaraan gerak benda tegar dibahas


Gambar 3
tentang kinematika rotasi.

9.2 KINEMATIKA ROTASI

Benda-benda yang berotasi terhadap sebuah titik yang teteap (sumbu putar) berarti
setiap titik pada benda tersebut akan melakukan gerak melingkar dengan pusat lingkarannya
berada pada sumbu putar. Disini terdapat analog antara besar-besaran dan translasi yaitu :

1. Besaran sudut putar yang dibuat oleh benda, Ɵ analog dengan pergeseran x.

2. Kecepatan putar (sudut) ω, analog dengan kecepatan v

3. Percepatan putar (sudut) α, analog dengan percepatan a.

Hubungan antara besaran-besaran translasi dan rotasi adalah :

s = Ɵr vT = ωr aT = αr

dengan r adalah jarak titik ke sumbu putar.

9.2.1 Besaran-besaran kinematis rotasi

Besaran kinematis untuk rotasi terdiri dari :

Ɵ = sudut putar, ω = kecepatan putar dan α = percepatan putar. Rumus-rumus


kinematika rotasi analog dengan rumus-rumus kinematika translasi yaitu :

Ɵ = Ɵo + Ɵot + ½ αt2

ω = ωo + αt

4
dengan definisi :

dengan satuan adalah rad / det

dengan satuan adalah rad/det 2 dan


satuan radial

9.2.2 Macam-Macam gerak rotasi

1. Gerak melingkar beraturan

ω = konstan atau α = 0

2. Gerak melingkar berubah beraturan

α ≠ 0, α > 0 atau α < 0, berarti gerak melingkar dipercepat atau diperlambat.

9.2.3 Kecepatan dan percepatan sebagai vektor

Arah kecepatan pada suatu gerak melingkar, selalu tegak


lurus pada jari-jari lingkaran.

Kalau gerak melingkar beraturan dengan , maka


arah Δv ke pusat .
Gambar 4

Bila kecepatan sudut gerak melingkar adalah ω, maka :

V = wr

Yang hubungannya secara vektoris dinyatakan :

Dengan ialah vektor satuan di arah tegak lurus jari-jari lingkaran (tangensial).

, dengan arah ke pusat juga dan disebut percepatan santripetal.

aR atau ac.p = ω2r = v2/r yang mempunyai hubungan secara vektoris ialah
Untuk kecepatan yang tidak tetap, pada arah lintasannya akan terdapat percepatan
tangensial (aτ) dengan :

, maka percepatan totalnya :

Atau dapat pula dinyatakan :

Jika adalah vektor satuan pada arah ke pusat lingkaran.

= vektor satuan pada arah gerak lurus jari-jari.

5
9.3 MOMEN INERSIA (KELEMBABAN ROTASI)

Definisi :

1. Untuk 1 benda titik : I = m r2

2. Untuk sistem benda titik : I = Σ m1r12

3. Untuk benda tegar : I = ʃr2 dm

Momen inersia, tergantung pada bentuk benda, artinya pada ukuran-ukurannya, juga
massanya, dan tergantung pada letaknya sumbu putar (r). Apabila bentuk benda tidak beraturan,
maka digunakan besaran lain untuk jarak ke sumbu putar yaitu jari-jari girasi.

Jari-jari girasi

Bila k adalah jarak radial dari tiap sumbu putar, m adalah


massa benda yang dikonsentrasikan, maka akan terdapat
hubungan :

Jadi jari-jari girasi adalah jarak radial dari sumbu putar, ke


suatu titik tempat massa benda dikonsentrasikan, sehingga
momen inersia pada benda tersebut :

Gambar 5

9.3.1 Perhitungan momen inersia untuk benda tegar yang kontinu dan teratur

1. Batang

Batang dengan panjang l, dan massa m, berputar terhadap sumbu melalui pusat massa.
Ambil dm dengan panjang dx, yang terletak sejauh x dari sumbu. Bila λ adalah rapat massa
per satuan panjang, maka :

m = λl dm = λdx

I = ʃr2dm = ʃx2dm

Gambar 6
= 1/12 λl3 = 1/12 m l2

6
2a. Cincin tebal

Misalnya :

R1 menyatakan jari-jari dalam cincin, R2 menyatakan jari-jari


luarnya, f menyatakan rapat jenis dari massa cincin maka :

Dm = ʃ dv = ʃ2π r dr t

t = tebal dari cincin

Gambar 7

= ½ π ʃ t (R24 – R14)

= ½ π ʃ t (R22 – R12) (R22 + R12)

Karena m = π ʃ t (R22 – R12) (R22 + R12) maka :

I = ½ m (R12 + R22)

2b. Silinder berdinding tebal

Silinder berdinding tebal adalah cincin tebal yang ditumpuk-tumpuk dengan jari-jari luar R 2
dan jari-jari R1, maka cara mencari momen inersia sama dan hasilnya adalah :

I = ½ m (R12 + R12)

Gambar 8

3a. Cincin tipis

Untuk cincin tipis R1 = R2

I = ʃ r2 dm

Dengan cara yang sama seperti cara diatas kita dapatkan :

I = ½ m (R12 + R12)

Karena R1 = R2 = R, maka momen inersia untuk cincin tipis :


Gambar 9
I = ½ m (R2 + R2) = m R2

3b. Siliender Kosong

Silinder kosong terdiri dari cincin-cincin berdinding tipis yang ditumpuk-tumpuk (jari-jari luar
= jari-jari dalam).

7
Jadi Isil.kosong = Icincin tipis = m R2, dengan R = jari-jari.

4a. Silinder pejal

R1 = 0, R2 = R, maka I = ½ m (0 + R2) = ½ m R2

Silinder pejal terdiri dari piring-piring yang ditumpuk-tumpuk, berarti I piringan = I silinder pejal =
½ m R2.

4b. Piringan

Bukti (cara II)

Buatlah cincin – cincin pada piringan yang massanya


dm, jari-jari cincin r tebalnya dr. Massa piringan
berbentuk luas, karena tebal diabaikan

dm = σ dA = σ 2π r dr

= 2 π σ ½ R4

Gambar 10
Kalau piringan ini ditumpuk-tumpuk maka akan merupakan silinder pejal yang telah
kita sebutkan pada 4a.

5a. Bola tipis berongga (kosong)

Massa bola ada di kulit dan tipis. Buatlah dm


berbentuk cincin-cincin berjari-jari R sin π tebalnya R

dA = R dπ 2π R sinπ

= 2 π R² sinπ dπ

Dm = σdA = 2π r R2 sinπ dπ

Gambar 11
Ibola = ʃ dIcincin tipis

= ʃ dm (R sinπ)2 = 2π σ R² sinπ R²sin² π dπ

8
π = π, r = -R

Jadi Ibola kosong

5b. Bola Pejal

Bola pejal terdiri dari banyak sekali bola-bola kosong,


berarti dm merupakan bola kosong, berjari-jari r, dm = ʃ
dv = ʃ4 πr2 dr.

Ibola pejal = ʃ dIbola kosong

Ibola pejal = ʃ 2/3 dm r2 = ʃ 2/3 ʃ4πr2 dr r2

Gambar 12 =

5c. Untuk bola berkulit tebal

Jari-jari dalam R1, jari-jari luar = R2. Tebal = R2 – R1

Bola berongga berdinding tebal ini merupakan bola-


bola berongga berdinding tipis dengan massa dm
dan jari-jari r.

Ibola berongga = ʃ dIbola tipis

Gambar 13

9
9.3.2 Dalil sumbu sejajar

Jika sumbu putar tidak terletak pada pusat massa, tapi sejajar dengan sumbu melalaui pusat
massa, maka momen inersia terhadap sumbu terdapat dapat dihitung.

Titik O adalah pusat massa, p adalah titik yang


berjarak a dari pusat massa. Sumbu putar melalui p
dan sejajar dengan sumbu putar melalui O. Pilih dm
yang berjarak R dari pusat massa (O) dari r dari p,
maka :

r2 = R2 + a2 – 2 R a cos Ɵ

Gambar 14
I = ʃ r2 dm = ʃ dm (R2 + a2 – 2 R a cosƟ)

I = ʃ dm R2 + ʃ dm a2 - ʃ 2 a R cos Ɵ dm

= Ipm + m a2 - ʃ 2 a R Cos Ɵ dm

Jika O mempunyai koordinat (0,0,0) maka : R = Cos Ɵ adalah absis dari dm.

2 a R Cos Ɵ dm = 2 a R ʃ x dm

Jadi 2 a R cos Ɵ dm = 0 atau Ip = Ip.m + m a2

9.3.2 Dalil sumbu tegak lurus

Sumbu tegak lurus artinya sumbu putar yang tegak lurus sumbu melalui pusat massa, yang
tegak lurus penampang.

misal bumbu yang saling tegak lurus x, y, z.

I2 = ʃ dm r2

= ʃ dm (x2 +y2)

= ʃ dm x2 + ʃ dm y2

Gambar 15 Iz = Ix + Iy

10
9.3.3 Perluasan

1. Momen inersia sebuah segi empat :

a. Sumbu melalui pusat massa // salah satu sisi.

dm = σ dA = σ d dx

Gambar 16

Jika b << maka segi empat tersebut merupakan sebuah batang yang panjangnya a.

b. Sumbu melalui pusat massa tegak lurus pada bidang

Iz = Ix + Iy

Rumus ini berlaku apabila tebal keping ini tipis


Gambar 16 ataupun tidak.

Gambar 17

2. Momen inersia sebuah kepiting segitiga tipis terhadap sumbu melalui salah satu sisi.

h = tinggi segitiga

BC = alas = a

Buat elemen dm yang sejajar dengan BC pada jarak x


dari sumbu putar dan tebalnya dx.
Gambar 18
dm = σ dA = σ p dx

11
I = ʃ dm x2

= 1/6 m h2

3. Momen inersia sebuah roda gila berporos

Gambar 19

Poros dan roda mempunyai satu sumbu putar, jadi I sistem = Iroda + Iporos

Poros berbentu silinder pejal berjari-jari R 1 misalnya, sedangkan roda berbentuk silinder
berdinding tebal R1 dan R2.

Isilinder = ½ mr (R12 + R22) + ½ mpR12

4. Momen inersia benda berongga

Untuk menentukan momen inersia benda berongga, dihitung dulu momen inersia benda
yang penuh, kemudian dikurangi dengan momen inersia rongganya.

Iberongga = Ipenuh – Irongga

9.4 HUKUM-HUKUM ROTASI

Untuk menentukan rotasi kita kenal 2 macam hukum kekekalan dan hukum Newton untuk gerak
rotasi. Hukum-hukum kekekalan adalah :

1. Hukum kekekalan momentum putar

2. Hukum kekekalan energi putar

12
9.4.1 Momentum putar

Pada gerak translasi momentum sebuah benda adalah perkalian massa dan kecepatan linear
(tranlasi) . Pada gerak rotasi dikenal momentum putar dengan notasi L analog dengan p
adalah perkalian momen inersia dan kecepatan putar. (sumbu putar melalui O).

Momentum putar dinamakan juga momen dari


momentum :

L=mvr
Gambar 20
= m r2 ω

= Iω

Untuk sistem benda titik : L = Σmi vi ri

= Σ miri2ω

= Iω

Jadi momentum putar adalah jumlah momen dari momentum linear. Dari persamaan gerak
rotasi τ = 1α atau

Dengan τ adalah momen gaya luar yang bekerja pada


sumbu yang tetap, dL/dt menyatakan perubahan
momentum per satuan waktu.

Jika sumbu putar pada pusat massa maka :

Pada umumnya :

τ dt = dL atau ʃ τ dt = ʃ dL

= I2ω2 – I1ω1

Ruas kiri = impuls putar

Ruas kanan = perubahan momentum putar

13
9.4.2 Energi Kinetik putar (rotasi)

Dari bab III telah diketahui bahwa pada sistem benda titik berlaku :

E.Ksistem = E.Kp.m + E.Ksistem relatif terhadap pusat massa. Faktor kedua dari ruas kanan adalah
E.K rotasi, karena gerak relatef disini adalah gerak rotasi.

E.K rotasi pada sistem benda titik adalah :

E.K = Σ ½ m1v12 = Σ ½ m1ω2r12

= Σ ½ m1r12ω2 = ½ lω2

(analog dengan E.Ktrans = ½ mv2

ω untuk semua anggota sistem sama. momen inersia dinamakan inersia rotasi (massa adalah
inersia translasi). Massa tak tergantung pada letak sumbu putar, tapi momen inersia justru
sangat tergantung pada letak sumbu putar E.K p.m adalah energi kinetik translasi. Jadi jika
sebuah benda melakukan gerak translasi dan rotasi bersama-sama maka E.K = E.K trans + E.Krot.
Energi kinetik dapat diperbesar dengan cara memperbesar I atau ω. Memperbesar momen
inersia berarti memperbesar massa benda atau jarak ke sumbu putarnya. Sebuah roda
berjari-jari R, massa M mempunyai momen inersia (1/2 M R 2 (dianggap silinder). Roda
dengan momen inersia besar dapat digunakan untuk memperbesar E.K rotasi. Roda seperti
ini dinamakan roda gila.

9.4.3 Hukum Kekekalan momentum putar

Hukum ini merupakan analog dengan hukum kekekalan momentum linear. Dari definisi :

, jika tak ada momen gaya luar (τ = 0) berarti

Tetap Ioωo = Iω, adalah hukum kekekalan momentum putar.

9.4.4 Hukum Kekekalan energi mekanik

Tak ada gaya luar maka ΔE.K = ΔE.P. Untuk gerak rotasi momen gaya luar harus tidak ada
mempunyai syarat untuk berlakunya hukum kekekalan energi.

ΔE.K = ΔE.Ktrans + ΔE.Krot

E.P tak ada yang khusus untuk rotasi

Jadi E.Prot = I g h tak ada

9.4.5 Daya

(linear), maka analognya : p = τω (rotasi)

ωrot = ʃ τ d Ɵ (kerja)

14
9.5 GERAK BENDA TEGAR (RIGID)

Benda tegar melakukan juga G.H.S yaitu G.H.S angular (putar) yaitu G.H.S yang disebabkan
adanya momen (gaya) balik. Gerak-gerak lain adalah :

1. Translasi murni

2. Rotasi murni

3. Translasi dan rotasi

9.5.1 G.H.S angular (ayunan fisis)

Ayunan fisis adalah benda tegar yang diayun (ayunan matematis adalah penyederhanaan
ayunan fisis), berarti gerakannya adalah G.H.S angular.

Poros putar berada pada jarak a dari pusat massa.


Jika benda ini diberi simpangan Ɵ dan dilepaskan
maka karena adanya τ = m g a sinƟ, maka terjadi
G.H.S ini

Τ = I a α = - m g a sinƟ

Gambar 21

9.5.2 Ayunan Torsi

piringan pejal yang tipis dengan massa m digantungkan pada


kawat. Kalau piringan diberi simpangan, berarti kawat
penggantung akan terpuntir dan jika dilepaskan, maka
momen gaya yang menyebabkan puntiran, τ akan
berbanding lurus dengan sudut puntiran Ɵ.

Hukum Hooke untuk rotasi : τ = - kƟƟ

Gambar 22

15
9.6 MACAM-MACAM GAYA YANG MENYEBABKAN GERAK BENDA TEGAR

a. Gaya berat → ayunan fisis

b. Gaya kontak (gaya gesekan, gaya tegang tali, dan gaya normal)

9.6.1 Rotasi dan translasi oleh gaya tegang tali

a. Sumbu putar diam

silinder dapat berputar dengan sumbu melalui pusat


massa silinder. Tali dililitkan pada silinder dan
ujungnya ditarik dengan gaya F

Στ = Iα → F r = Iα

Gambar 23

F diganti dengan gaya tegang tali karena beban m.


Jika beban dilepaskan maka silinder akan berotasi
dan beban akan bertranslasi, silinder berputar
karena

a adalah percepatan beban = percepatan tangensial


pada tepi silinder. Gambar 24 dan c adalah gaya-
gaya pada silinder dan beban.

Pada beban : m g – T = m a.

Jika beban turun sejauh h, kecepatan beban dapat


ditentukan. Jika kita memandang sistem ini secara
keseluruhan (beban + silinder) maka hukum
kekekalan energi mekanik dapat dipakai sebab gaya
Gambar 23 luar tidak ada. T yang ada merupakan gaya dalam.

ΔE.K. = - ΔE.P.grav

ΔE.Ktr + ΔE.Krot = -(ΔE.Pbeban + ΔE.Psilinder)

16
½ m v2 + ½ I ω2 = -(0-mgh)+0

Jika dipandang beban dan silinder secara terpisah maka tak berlaku lagi hukum
kekekanalan energi mekanik sebab gaya T sekarang merupakan gaya luar. Harus digunakan
prinsip kerja energi :

Beban (translasi): Wtotal = Wgrav + WT = ΔE.K

-ΔE.P – T.h = ΔE.K

(0 – mgh)-Th = ½ mv²

½ mv² = m g h – Th

= (mg-T)h

=mah

Silinder (rotasi) : Wtotal = ΔE.K

Wrot = ΔE.Krot

τƟ = ½ Iω²

jadi berlaku dalam persoalan baik untuk sistem yang dipandang secara
keseluruhan maupun silinder dan beban dipandang sendiri-sendiri.

b. Sumbu putar bergerak

Tali dililitkan pada suatu silinder dan ujung tali


dibuat tetap silinder akan jatuh jika dilepaskan.
Gerak silinder ini karena gaya berat, tapi rotasinya
karena T. persamaan gerak translasi :

Σ Fy = m ay

Gambar 24

17
Persamaan gerak rotasi : τ = Iα

T.r = Ipmα

apm = αr, sebab percepatan tranlasi di semua titik termasuk titik singgung dengan tali adalah
sama dengan apm

Jika silinder jatuh sejauh h, kecepatan di tempat ini dapat ditentukan sebagai berikut :

Hukum kekekalan energi mekanis dan silinder tidak berlaku sebab ada T, jadi :

Wtotal = ΔEK

Wtotal = Wrot + wtrans = τƟ + Wgrav + WT

= EKrot + EKtrans

Jadi ternyata lagi bahwa di sini diperoleh

a = apm

18
9.6.2 Translasi dan rotasi karena gaya gesekan

Sebuah silinder yang diletakkan pada bidang miring


akan jatuh sepanjang bidang miring. Jika bidang
miring licin, silinder akan meluncur (sliding) tapi
jika bidang miring tidak licin maka silinder akan
berputar pada sumbu melalui pusat massa.
Gerakan ini disebut menggelinding (rolling =
Gambar 25 bergulir), yaitu kombinasi rotasi terhadap sumbu
putar yang tetap dan translasi pusat massa.

Jika gerak meluncur tanpa putaran sedikitpun dinamakan gerak translasi murni. Jika gerak
berputar tanpa pusat massa berpindah tempat adalah gerak rotasi murni.

Macam-macam menggelinding :

1. Menggelinding tanpa slip

2. Menggelinding dengan slip

Syarat menggelinding tanpa slip adalah jika berlaku hubungan :

s = Ɵ r vt = ωr dan at = αr

artinya jika benda berputar 1 kali, pusat massa berpindah 1 keliling = 2 πr, 2π = sudut satu
kali putar. Jika putaran hanya Ɵ, maka s = Ɵr. Seterusnya ketiga hubungan besaran-besaran
kinematis rotasi dan translasi berlaku. Jika benda berputar dengan slip, 1 kali putaran = 2 πr,
mungkin > 2πr atau < 2πr. Peristiwa menggelinding disebabkan oleh adanya gaya gesekan
antara benda dan bidang tempat benda berada. Kita kenal 2 macam gaya gesekan yaitu :
gaya gesekan statis dan kinetik. Menggelinding tanpa slip disebabkan oleh gaya gesekan
statis, sedangkan menggelinding dengan slip disebabkan oleh gaya gesekan kinetik.

Perhatikan gambar 26

Gambar 26

19
Pandang sebuah silinder berjari-jari r berada pada bidang horizontal.

a. Gerak translasi murni : vA = vB = vC = vpm

b. Gerak rotasi murni terhadap sumbu melalui pusat massa.

Vpm = 0.vA = -ωr.vB = ωr.

c. Gerak translasi dan rotasi

Gerak ini dapat dipandang dengan sumbu putar melalui pusat massa atau sumbu putar
melalui A dinamakan sumbu sesaat, yaitu garis melalui titik kontak dengan bidang
tempat benda berada.

VA = 0, vB = vrot = 2 ωr = 2 vpm vc = vpm = ωr

Menggunakan sumbu sesaat berarti benda bergerak rotasi murni terhadap sumbu
sesaat. Kombinasi gerak translasi dari pusat massa dan rotasi terhadap sumbu melalui
pusat massa adalah ekivalen dnegan gerak rotasi murni dengan kecepatan putar yang
sama terhadap sumbu sesaat.

9.6.3 Rotasi karena gaya normal

Pada gambar 27 terdapat sebuah balok yang


homogen, ditarik oleh gya luar f pada tempat h di
atas lantai. Bila F = 0 → garis kerja gaya N dan gaya
berat berimpit, akan bergeser ke kanana sejauh a
dari pusat massa.

Bila F bertambah garis kerja gaya normal tidak lagi


berimpit, akan bergeser ke kanan sejauh a dari pusat
Gambar 27 massa.

Jumlah momen terhadap A : F.h + N(1/2l – a) – m g 1/2l = 0

N = mg → Fh = N a = m g a

Pada keadaan kritis :

20
9.7 PEMAKAIAN MOMENTUM PUTAR

Setiap benda yang berotasi selalu mempunyai momentum putar, dan selalu berlaku hukum
kekekalan momentum putar. Rotasi dari benda ini dapat terhadap poros yang tetap ataupun
tidak tetap.

9.7.1 Pusat perkusi

Gambar 28

Sebuah tongkat bermassa m dan panjang l berada pada bidang horizontal licin. Pada suatu
tempat berjarak a dari pusat massa diberi impuls J. di sini tidak ada poros yang tetap. Berarti
karena adanya pukulan (impuls) tongkat ini akan melakukan gerak translasi dan rotasi. Pusat
massanya akan bergerak dengan kecepatan y pm. Semua titik akan mempunyai kecepatan
translasi yang sama. Titik-titik lain akan mempunyai kecepatan rotasi di samping kecepatan
translasi yang sama. Titik-titik lain akan mempunyai kecepatan rotasi di samping kecepatan
translasi = vpm. Untuk titik-titik di separo bagian yang terkena impuls mempunyai v rot, tidak
sama di semua bagian tongkat tergantung pada letaknya (jarak terhadap sumbu putar). Jadi
di separoh bagian yang tiddak mendapat impuls adal v tr dan vrot yang sama besar dan
berlawanan arah sehingga di titik tersebut kecepatan = o, berate titik itu diam. Titik ini
disebut pusat perkusi, misal letaknya berjarak r dari pusat massa. Titik yang diam pada saat
tongkat dipukul ini dapat merupakan sumbu putar.

Vpm = vrot = ωr

J = ʃF dt = Δ(mv) = mvpm

J a = ʃ F a dt = impuls putar

21
9.7.2 Pusat osilasi

sebuah batang yang mempunyai sumbu putar tetap,


bila diayun merupakan ayunan fisis, maka ada satu
titik pada batang tersebut, diseparuh bagian batang
yang tidak mempunyai poros yang merupakan letak
massa yang dikonsentrasikan sehingga terhadap
poros, titik tersebut akan merupakan ayunan
sederhana dengan perioda yang sama dengan
perioda yang sama dengan perioda ayunan fisis.
Gambar 29

Titik ini dinamakan pusat osilasi, misal terletak pada jarak r dari pusat massa.

(r + a) m a = Iporos → m a r + m a2 = Iporos

Perhatikan: rumus ini sama dengan rumus pusat perkusi.

Jika r + a = r’ →r’

Ternyata titik poros dan pusat osilasi adalah titik yang sekawan (conjugate). Titik poros di sini
adalah juga pusat perkusi. Jadi juga pusat perkusi dan pusat osilasi adalah titik-titik yang
sekawan.

9.7.3 Gerak presesi

Gerak presesi adalah suatu gerak rotasi dari sumbu putar.


Misalkan sebuah piringan berputar dengan kecepatan putar
ω yang berlawanan dengan perputaran jarum jam, dan
sumbu putar = sumbu y.

Arah Lo = Iω pada y (+). Bila pada sumbu y diberi kopel F dan


F’ maka arah momen kopel ini ke x (-) berarti ada ΔL pada
arah x (-).
Gambar 30

22
Lo + ΔL = L merupakan arah sumbu putar yang baru, berarti sumbu berputar Ɵ dalam waktu
Δt.

Jika Δt << → ΔL = ΔƟLo

τ Δt = ΔLo →

Jadi

Definisi : Kecepatan sudut persepsi adalah kecepatan berputar dari poros terhadap pusat
massa yang diakibatkan oleh poros yang diberi momen kopel. Sebaliknya bila pada
poros dari piringan yang sedang berputar dipaksakan suatu gerak presesi, maka
akan timbul momen kopel pada poros tersebut. Sifat ini merupakan dasar untuk
gyrostabilisator yang dipakai untuk mengurangi keolengan kapal laut. Ω
berbanding terbalik dengan I, jadi ω dan I besar berarti Ω kecil (presisi kecil).

9.7.4 Giroskop

Giroskop merupakan sebuah contoh dari gerak resesi.


Giroskop terdiri dari sebuah piringan dengan sumbu putar
yang dapat berputar terhadap sumbu x,y,z.

Sumbu piringan ini diberi lingkaran penyangga dan sistem ini


semuanya diberi penyangga setengah lingkaran. Pusat massa
sistem piringan, sumbu dan piringan penyangga adalah di
titik O, maka momen gaya terhadap O akan sama dengan
nol. Jika piringan berputar dengan cepat pada sumbunya (A
B), momen gaya yang disebabkan oleh gaya berat sistem = 0.
Misalkan mula-mula sumbu A-B horizontal, piringan diputar
Gambar 31 dengan cepat, kemudian giroskop dibuat bebas berputar
pada 3 arah sumbu koordinat (x,y,z) jika letak giroskop
dirubah, maka sumbu AB akan tetap pada arah semula: Hal
ini dapat diterangkan sebagai berikut :

Akan tetap karena , maka juga tetap berarti arah putar atau sumbu
putar akan tetap, begitu pula laju putarannya. Giroskop banyak dipakai di kapal sebagai giro
kompas, sebab letak AB menunjuk tempat semula.

Jika momen gaya τ ≠ 0 :

23
1) Gambar disamping adalah giriskop sederhana. Rotor t
berputar dengan berat giroskop. G akan menghasilkan
reaksi P yang sama besar dan berlawanan arah hingga
menimbulkan momen kopel dan giroskop tidak jatuh,
melainkan akan melakukan gerak presesi dengan :
Gambar 31

τ = perioda dari gerak presesi

Gerak persesi ini sekali dimulai akan tetap bergerak, karena momen gaya beratnya. Pada Ω
yang diperbesar, maka sumbu putar akan naik, jika Ω diperkecil maka sumbu akan turun.
Naik turunnya sumbu putar atau osilasinya naik turun terhadap posisi setimbang disebut
nutasi.

2) Gasing (top)

τ ≠ 0 diperoleh bila lingkaran penyangga giroskop


dihilangkan. Piringan diputar cepat, maka sumbu
putar akan berpresesi.

Arah putar akan berubah terus dan


gasing berputar terhadap sumbu z.

Sumbu putar pada arah

ΔL << L →

24
r = jarak dari O ke p.m gasing

Ɵ = sudut antara sumbu gasing dan sumbu presesi

25
9.8 CONTOH SOAL

SOAL 1.

Tentukan momen inersia dari 2 buah masing-masing dengan massa 5 kg dan dihubungkan
dengan tongkat yang tak bermassa, panjang 1 m.

Penyelesaian :

a. Sumbu putar melalui pusat massa

Ipm = Σ miri2

= 2.(5 . 0,52) = 2,5 kg m2

b. Sumbu putar melalui pusat massa salah satu bola

IA = 2/5 mArA2 + mB (π – rA)2

Jika rA diketahui, IA dapat dihitung

26
SOAL 2

Sebuah roda mempunyai kecepatan sudut yang tetap , sebuah garis (OP) diam dengan
arah horizontal.

Tentukan :

a. Sudut putaran garis (OP) (=sudut putar roda) sesudah 2 detik.

b. Kecepatan putar roda sesudah 2 detik

Penyelesaian :

a. Ɵ = ω0t + ½ αt2.ω0 = 0, t = 2

Ɵ = ½ 3,4 = 6 rad = 0,96 putaran

b. ω = αt 3.2 = 6 rad/det

27
9.9 SOAL LATIHAN

1. sebuah piringan berputar pada sumbu yang horizontal dengan kecepatan putar ω 1 = 100
rad/det. Sumbu dipasang pada tumpuan. Seluruh piringan dan sumbu berada di atas meja
putar dengan sumbu putarnya vertikal. Meja berputar dengan ω 2 = 30 rad/det, berlawanan
arah dengan jarum jam, dilihat dari atas. Jelaskan tentang putaran piringan dilihat oleh
pengamat di luar meja.

2. Sebuah roda gila dengan massa 100 kg. jari-jari girasi 20 cm dipasang pada poros horizontal
dengan jari-jari 2 cm, poros dipasang pada tumpuan. Gesekan pada poros diabaikan. Tali
dililitkan pada sumbu diberi beban 5 kg diujung tali. Beban dilepaskan dari keadaan diamnya.
Tentukan :

a. Percepatan jatuh dari beban

b. Setelah beban jatuh 2 m, tali terlepas, hitung momen gaya jika roda masih berputar 5 kali
sebelum berhenti.

3. Seutas tali dililitkan sekeliling piringan yang berjari-jari 50 cm dan mempunyai massa 15 kg.
jika tali ditarik dengan gaya 180 N. Tentukan :

a. Percepatan pusat massa piringan

b. Percepatan tali

4. Diketahui : M = 1 kg

m = 0,2 kg

r = 0,2 m

Ɵ = 30o

Tentukan :

a. Percepatan beban m

b. Percepatan sudut dari silinder pejal (M)

c. Gaya tegang tali

5. Sebuah peluru (m = 0,00625 kg) ditembakkan dengan kecepatan 450 m/det, dalam arah 53 o
dengan batang ke arah pusat massa batang yang tergantung vertikal. Batang mula-mula
diam.

Tentukan :

a. Kecepatan sudut batang

b. Reaksi impulsive pada engsel

28
Setelah tumbukan peluru mengeram dalam batang tumbukan terjadi selama 2 x 10 -4 det,
panjang batang 1,20 m massa batang 25 kg.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/fisika/Bab_9.pdf
2. Anonim, 2011. Penuntun Praktikum Mekanika. Kendari : Universitas Haluoleo
3. Tipler, 2011. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid I. Jakarta : Erlangga
4. Giancolli, 1988. Fisika Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
5. Zamansky, 1991. Fisika Untuk Universitas. Jakarta : Trimitra Mandiri.

30

Anda mungkin juga menyukai