Anda di halaman 1dari 52

GEOLOGI DASAR

Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi. Bumi merupakan salah satu planet
yang ada di sistem tatasurya kita. Bumi didiskripsikan berbentuk bulat pepat dan berputar
pada poros pendeknya. Jari-jari bumi  6.370 km, yang terdiri dari benda padat (batuan),
benda cair, dan gas (udara).
Secara umum interior bumi terdiri dari daratan (benua, pulau-pulau, lembah-lembah, dan
pegunungan), serta lautan (lembah, palung, serta pegunungan bawah laut). Puncak
gunung tertinggi  8.000 m dpl (Pegunungan Himalaya), sedangkan palung yang
terdalam mencapai kedalaman  10.000 meter di bawah muka laut (Palung Philipina).
Informasi utama dari susunan dalam bumi diketahui berdasarkan informasi seismologi.
Berdasarkan penyelidikan oleh H. Jeffreys dan K.E. Bullen (1932-1942) yang mengacu
pada penyelidikan E. Wiechert (1890-an) dengan menggunakan cepat rambat gelombang
P dan S, didefinisikan pembagian bentuk dalam (lapisan-lapisan) dari interior bumi, yaitu
terdiri dari inti dalam, inti luar, mantel bawah, dan mantel atas, serta kerak bumi (Gambar
1 dan 2), dimana :
ñ Inti bumi (paling dalam), terdiri dari inti dalam (kedalaman 5.140-6.371 km, padat,
berat, dan sangat panas), inti luar (kedalaman 2.883-5.140 km, cair atau lelehan lebih
ringan, dan sangat panas).
ñ Mantel, terdiri dari mesosfer (kedalaman 350-2.883 km, padat, bertekanan tinggi,
panas, dan keras), astenosfer (kedalaman 100-350 km, lemah, mudah terdeformasi
oleh panas dan tekanan, serta plastis).
ñ Litosfer (kerak bumi), kedalaman 0-100 km, padat, dingin, kaku, rapuh, dan ringan,
yang terdiri dari kerak benua (tebal), dan kerak samudera (tipis).
Gambar 1. Interior dalam kerak bumi.

Kerak benua didominasi oleh batuan yang kaya Silikat, dekat permukaan kaya dengan
alumunium (SiAl), dan pada kedalaman yang besar kaya akan magnesium (SiMa), lihat
Gambar 2.

Gambar 2. Komposisi (susunan) irisan dalam bumi.

Pada batas bawah kerak bumi, terjadi penambahan cepat rambat gelombang dan disebut
dengan bidang diskontinuitas Mohorivicic, dan ini juga berarti terjadinya perubahan
komposisi mineral batuan (spesies mineral), yang diinterpretasikan sebagai perubahan
komposisi dari gabbro menjadi suatu batuan ultrabasa (mineral dunit atau eklogit).
Kerak bumi yang merupakan bagian teratas dari interior bumi yang langsung kontak
dengan oksigen dan merupakan tempat akumulasi mineral-mineral batuan merupakan
sasaran utama dari ilmu genesa endapan bahan galian untuk dapat mengetahui sebaran
mineral-mineral berharga. Keterdapatan mineral-mineral berharga tersebut sangat
bergantung pada jumlah (konsentrasi) mineral-mineralnya, serta letak dan bentuk
endapannya.

1. Kerak Bumi
Kerak bumi (earthcrust) merupakan padatan yang relatif dingin, rapuh, dan kaku (rigid)
dengan BJ lebih rendah sehingga seolah-olah mengapung di atas mantel. Ini adalah
bagian yang berada di permukaan bumi sampai kedalaman 100 km.
Karena adanya perbedaan panas yang sangat tinggi antara bagian bumi yang tengah
dengan bagian bumi yang lebih luar, maka akan terjadi perbedaan tekanan dimana
tekanan pada bagian dalam lebih besar, sehingga pergerakan magma akan menghasilkan
aliran konveksi di dalam mantel. Lelehan magma yang lebih panas akan bergerak ke atas
dan lelehan magma yang lebih dingin tenggelam (seperti gerakan air panas dan air dingin
pada waktu kita menjerang air di atas kompor, Gambar 3).

Gambar 3. Sketsa aliran panas pada pemanasan air di atas kompor, dan
sketsa aliran konveksi magma.

Akibat aliran konveksi lelehan magma tersebut lapisan kerak bumi yang padat dan relatif
rapuh yang ada di atasnya (mengapung) ikut bergerak sesuai dengan gerakan lelehan
magma. Pada suatu tempat tertentu lapisan kerak bumi akan retak dan bergerak saling
menjauh, dan rekahan yang ditinggalkannya akan segera terisi oleh lelehan magma yang
kemudian juga akan membeku (disebut sebagai daerah regangan dimana lempengan
kerak bumi yang saling berdekatan menjauh), contohnya pada laut yang dalam di tengah
samudera (Atlantik, Pasifik, dll).
Pada bagian bumi lain akan terjadi tumbukan antara lempeng-lempeng yang saling
mendekat sehingga akan terjadi penunjaman dari salah satu lempeng tersebut. Lempeng
yang lebih tipis (lempeng samudera) akan menunjam di bawah lempeng benua yang
relatif lebih tebal, dan sering disebut sebagai sebagai zona subduksi (subduction zone).
Pada bagian yang menunjam akan meleleh menjadi magma dan bagian dari lempeng
yang lain akan mengalami perlipatan, pengangkatan, dan pensesaran (Gambar 4).
Dengan adanya retakan/bukaan akibat terbentuknya sesar-sesar tersebut maka pada
bagian-bagian tertentu pada zona tersebut kadang-kadang diterobos oleh lelehan batuan
panas dari mantel (magma) dan membentuk kantong-kantong lelehan batuan panas yang
disebut sebagai dapur magma (magma chamber).

Gambar 4. Sketsa terbentuknya zona subduksi

Kalau penerobosan tersebut berlangsung sampai mencapai permukaan bumi, maka


terjadilah pembentukan deretan gunung berapi. Magma yang keluar akan menghasilkan
material hasil letusan gunung api, yang berupa tufa, lahar, maupun menghasilkan aliran
lava panas yang akan membentuk batuan lava di permukaan. Magma yang tidak
mencapai permukaan akan membeku di dalam bumi membentuk bermacam-macam jenis
batuan beku.

2. Pembentukan Batuan
Batuan merupakan suatu bentuk padatan alami yang disusun oleh satu atau lebih mineral,
dan kadang-kadang oleh material non-kristalin. Kebanyakan batuan merupakan heterogen
(terbentuk dari beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang merupakan
homogen (disusun oleh satu mineral atau monomineral). Tekstur dari batuan akan
memperlihatkan karakteristik komponen penyusun batuan, sedangkan struktur batuan
akan memperlihatkan proses pembentukannya (dekat atau jauh dari permukaan).
Batuan kristalin terbentuk dari tiga proses (fisika-kimia) dasar, yaitu kristalisasi dari
suatu larutan panas (magma), presipitasi dari larutan, serta rekristalisasi dari suatu bentuk
padatan. Proses-proses tersebut akan menghasilkan tipe atau produk akhir dari batuan
sesuai dengan kondisi atau tahapan pembentukannya, dan kadang-kadang muncul sebagai
suatu produk residual. Berdasarkan proses pembentukannya batuan dapat dikelompokkan
sebagai batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.

2.1 Batuan Beku


Batuan beku merupakan produk akhir dari magma, yang merupakan suatu massa larutan
silikat panas, kaya akan elemen-elemen volatil, dan terbentuk jauh di bawah permukaan
bumi melalui reaksi panas (fusion) dari massa padatan. Bagian dari pelarutan pada bagian
tengah lapisan kerak bumi (hasil dari magma primer), biasanya mempunyai komposisi
basaltik, dan muncul di permukaan bumi melalui proses erupsi membentuk batuan
volkanik atau ekstrusif, atau melalui pen-injeksian pada perlapisan atau rekahan-rekahan
dalam kerak bumi pada kedalaman yang bervariasi membentuk batuan hipabissal
(hypabyssal rocks). Magma-magma lain yang berasal dari larutan basaltik yang melalui
proses differensiasi kadang-kadang juga muncul ke permukaan bumi.
Mineral-mineral yang pertamakali mulai mengkristal dari basalt (pada temperatur 11000C
– 12000C) membentuk mineral spinels (kromit) & sulfida, mineral-mineral jarang, serta
logam-logam berharga (spt platinum), yang sering dikenal sebagai mineral-mineral
aksesoris yang terbentuk dalam jumlah yang sedikit pada tipe batuan tersebut. Kadang-
kadang pada temperatur terendah (pada range temperatur pembentukan), mengkristal
silikat yang kaya akan besi & magnesium (olivin), sodium & kalsium (piroksen), serta
kadang-kadang juga mengandung potasium & air (mika dan amfibol). Seri (reaksi-reaksi)
pembentukan mineral pada batuan beku (basaltis) dipelajari oleh N.L. Bowen, dan
urutannya dikenal dengan Deret (Series) Reaksi Bowen seperti yang terlihat pada
Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Deret (Series) Reaksi Bowen

Gambar 6. Deret reaksi Bowen, yang memperlihatkan sekuen kristalisasi dari larutan
magma
Pada deret ini dapat dipresentasikan dua urutan pararel, yaitu :
ñ Seri kontinious, dimana tipe plagioklas berupa feldspar (mineral-mineral felsik) yang
terbentuk setelah kristalisasi, dan dengan proses yang berkesinambungan dengan
turunnya temperatur terbentuk komposisi yang kaya akan kalsium (anortit) s/d komposisi
yang kaya akan sodium (albit).
ñ Seri diskontinious, dimana mineral-mineral besi dan magnesium terbentuk pada awal
kristalisasi dari larutan dan terendapkan dengan sempurna membentuk mineral-mineral
baru dengan suatu sekuen reaksi yaitu :

Olivine  hypersthene  augit  hornblende  biotit


Berdasarkan letak dan bentuknya, batuan beku dapat digambarkan seperti yang terlihat
pada Gambar 7.

Gambar 7. Sketsa pembentukan, letak, dan bentuk batuan beku

Batuan beku juga dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan susunan kimianya, yaitu :
ñ Batuan beku asam, dengan kandungan SiO2 > 55% (granit, monzonit).
ñ Batuan beku sedang, dengan kandungan SiO2 50-55% (granodiorit, diorit, andesit).
ñ Batuan beku basa, dengan kandungan SiO2 < 50% (basalt, gabro).
ñ Batuan beku sangat basa (ultra basa), tidak mengandung SiO2, tetapi mengandung
banyak plagioklas dan ortoklas (peridotit, hazburgit).

2.2 Batuan Sedimen


Karena adanya perubahan iklim (panas, dingin, kering, hujan) dan reaksi dengan zat-zat
lain yang ada di permukaan bumi, termasuk juga pembuatan manusia dan makhluk hidup
lainnya, maka batuan yang ada di permukaan bumi dapat berubah (terombak) sehingga
menjadi tidak kuat dan kompak lagi. Akibatnya batuan tersebut akan mudah tererosi dan
ter-transport oleh aliran sungai.
Secara umum proses-proses penghancuran pada bagian yang tinggi (lapuk, longsor, dan
erosi), proses-proses pengangkutan dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah
oleh media air, serta proses-proses pengendapan (sedimentasi) pada bagian yang lebih
rendah atau tenang (danau, sungai, lembah, rawa, dan laut), selalu berlangsung di muka
bumi. Kegiatan atau proses-proses tersebut akan terus berlangsung sampai ribuan atau
jutaan tahun, sehingga akan terjadi pengompakan sehingga membentuk batuan-batuan
sedimen yang kompak (batupasir, batulanau, batulempung, breksi, batugamping, dll),
lihat Gambar 8.
Kekuatan batuan sedimen sangat bervariasi, tergantung dari tingkat konsolidasi (umur),
tingkat pelapukan, dan kandungan materialnya. Batuan sedimen akan berkekuatan tinggi
dan keras jika terkonsolidasi kuat, berumur sudah tua (tersier atau lebih), masih segar,
mengandung material/mineral keras dan kuat (kuarsa, fragmen batuan beku, dll).
Sedangkan kalau masih muda (belum terkonsolidasi dengan baik), sudah lapuk, dan
mengandung banyak air atau terdiri dari material lunak, akan bersifat lemah dan mudah
digali/dibongkar.

Gambar 8. Sketsa proses-proses pelapukan, erosi, transportasi, dan


pengendapan batuan sedimen (atas). Sketsa perlapisan pada batuan
sedimen (bawah).

Batuan sedimen dapat tersebar sangat luas atau terbatas, tergantung pada luas cekungan
pengendapan dan material pembentuk yang tersedia, juga pada kestabilan cekungan pada
masa yang bersangkutan, serta dapat juga bersamaan dengan pembentukan cebakan
endapan berharga/bahan tambang misalnya :
ñ pada proses pelapukan  endapan nikel, laterit, bauksit, dll.
ñ pada proses pengendapan  pasirbesi, timah, besi, batubara, pasir, kaolin, batugamping,
dll
2.3 Batuan Hasil Aktivitas Gunung Api
Magma yang merupakan lelehan panas, pijar, dan relatif encer, dapat bergerak dan
menerobos ke permukaan bumi melalui rongga-rongga yang terbentuk oleh proses
tektonik (bidang sesar). Selain berupa padatan, magma juga mengandung uap air dan gas
yang bervariasi komposisinya.
Pada saat menerobos ke permukaan bumi, magma yang agak kental dan bertekanan
rendah maka akan muncul berupa lelehan lava panas yang mengalir dari kepundan/kawah
ke lereng gunung, dan secara pelan-pelan membeku mulai dari bagian ujung dan luarnya,
sedangkan bagian tengahnya masih akan mengalir dan meninggalkan rongga-rongga di
dalam lava (lava berongga).
Kalau magma tersebut encer dan bertekanan tinggi, maka akan terjadi letusan gunung api.
Sumbat kepundan akan hancur dan terlempar ke sekitarnya dan bersamaan dengan itu
sebagian magma panas juga akan terlempar ke udara. Akibat dari letusan tersebut terjadi
proses pendinginan yang cepat, sehingga magma akan membeku dengan cepat dan
membentuk gelas (obsidian), tufa atau abu halus, lapili dan bom (berupa batuapung
dengan rongga-rongga gas). Material yang halus (tufa) akan terlempar jauh dan terbawa
angin ke tempat yang lebih jauh, sedangkan bom, lapili, dan gelas, dan material-material
lain yang berukuran pasir dan kerikil akan jatuh di sekitar puncak gunung.

2.4 Batuan Metamorf


Batuan yang sudah ada/terbentuk, dapat juga mengalami perubahan menjadi batuan lain
oleh proses metamorfosa (suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas panas dan tekanan
yang tinggi). Karena perubahan temperatur, tekanan, atau temperatur dan tekanan (secara
bersama) akan merubah struktur dalam (kristal) dari mineral-mineral yang menyusun
batuan tersebut. Dalam proses metamorfosa ini dianggap tidak ada penambahan unsur
dari luar.
AB + CD  AC + BD
Misalnya suatu batuan mengandung 2 mineral yang masing-masing mempunyai unsur
AB dan CD. Setalah proses metamorfosa yang terbentuk adalah mineral baru dengan
susunan unsur AC dan BD.
Contoh lain : CaCO3  CaCO3
(batugamping) (marmer)
Secara umum pada batuan metamorf dikenal mempunyai 3 macam struktur, yaitu :
ï gneis, yang terdiri dari gabungan mineral-mineral pipih (mika) dengan mineral bulat
(kuarsa, garnet, silimanit, dll).
ï sekis, yang terdiri dari susunan mineral-mineral pipih (terutama mika).
ï filit, yang terdiri dari mineral-mineral sangat halus (batu sabak).

2.5 Siklus Batuan


Secara alami semua batuan bisa berubah menjadi batuan lain seperti yang terlihat pada
Gambar 9.

Gambar 9. Skema siklus batuan di alam

Keterangan :
1. Magma membeku membentuk batuan beku pada kerak bagian dalam.
2. Kerak dalam kalau terangkat —> di permukaan bumi.
3. Aktivitas atmosfir akan merubah batuan menjadi lapuk, tererosi, tertransportasi dan diendapkan menjadi
sedimen.
4. Karena beban dan konsolidasi serta penyemenan, sedimen berubah menjadi batuan sedimen yang
kompak dan keras.
5. a. Batuan sedimen dapat terangkat ke permukaan bumi.
b. Atau mengalami proses metamorfosa menjadi batuan metamorf.
c. Batuan sedimen juga bisa tenggelam (penunjaman) dan meleleh menjadi magma baru
(mantel).
6. a. Batuan metamorf dapat terangkat ke permukaan bumi.
b. Atau tenggelam menjadi magma baru (mantel).
7. Batuan beku juga dapat mengalami metamorfosa menjadi batuan metamorf.

3. Stratigrafi
Secara umum stratigrafi diartikan sebagai suatu kesatuan ciri batuan yang berbeda
dengan di atas dan di bawahnya. Stratum dibatasi dari stratum lainnya oleh bidang
perlapisan atau ciri-ciri lain yang membedakannya dari yang berbatasan.
Penggolongan batuan berdasarkan lapisan-lapisan batuan di bumi menjadi satuan-satuan
batuan berdasarkan ciri-ciri litologinya disebut dengan litostratigrafi.
Beberapa konsep stratigrafi yang perlu diketahui antara lain :
ñ Superposisi (Steno, 1669), yaitu lapisan yang lebih muda selalu berada di atas lapisan
batuan yang lebih tua.
ñ Kedataran (Steno, 1669), yaitu susunan lapisan yang kedudukannya tidak horizontal
berarti telah mengalami proses geologi lain setelah pengendapannya.
ñ Kesinambungan (Steno, 1669), yaitu pada dasarnya batas hasil suatu pengendapan
berupa bidang perlapisan akan menerus sampai penyebab kejadiannya menghilang
pada suatu tempat.
Perubahan-perubahan posisi muka air laut (transgresi dan regresi) sangat mempengaruhi
proses pembentukan batuan sedimen tersebut sehingga batuan sedimen yang terbentuk
sangat tergantung pada kondisi lingkungan pengendapan pada waktu tersebut (sekuen
stratigrafi). Jika hubungan antar lapisan tidak normal (karena urutannya tidak menerus,
atau karena sebagian lapisan hilang akibat proses geologi) dikenal dengan istilah
ketidakselarasan (unconformity).
Secara umum yang dapat dipelajari dari penampang stratigrafi suatu daerah antara lain :
mengetahui urutan-urutan pengendapan batuan di daerah tersebut, mengetahui susunan
batuan, ketebalan, dan hubungan setiap lapisan, dapat memberikan gambaran dalam
melakukan interpretasi lingkungan pengendapan daerah tersebut.
4. Mineralogi
Mineral didefinisikan sebagai bahan/zat anorganik padat yang homogen, terbentuk di
alam dan mempunyai susunan kimia dan sistem kristal tertentu. Beberapa contoh mineral
dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel 1. Contoh beberapa mineral


Komposisi kimia Sistem kristal Nama mineral
Ca Co3 Rombohedral Kalsit
Ca Co3 Ortorombik Aragonit
PbS Isometrik Galena
Fe2O3 Rombohedral Hematit
Fe2O4 Isometrik Magnetit
NaCl Isometrik Halit
CaSO4 Ortorombik Anhidrit
CaSO4 . 2H2O Monoklin Gipsum
C Isometrik Intan
C Heksagonal Grafit
FeS2 Isometrik Pyrit
FeS Heksagonal Pyrotit

Ada bahan lain yang tidak dapat disebut sebagai mineral, misalnya : SiO2 (opal, karena
amorf), C (batubara, karena merupakan bahan organik), H2O (air, karena bukan benda
padat).
Mineral dapat merupakan bahan berharga/bahan tambang seperti : Cu5FeS4 (bornit,
merupakan bijih tembaga), CuFeS4 (kalkopirit, merupakan bijih tembaga), Fe2O3
(hematit, merupakan bijih besi), Fe3O4 (magnetit, merupakan bijih besi), dll. Atau dapat
merupakan gangue (pengotor) bahan tambang (dibuang), misalnya : SiO2 (kuarsa, pada
tambang timah), FeS2 (pirit, pada tambang tembaga, emas), Na-Ca Si3O8 (felspar, pada
tambang timah primer), dll.
5. Struktur Geologi
Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada di suatu daerah
sebagai akibat dari terjadinya perubahan-perubahan pada batuan oleh proses tektonik atau
proses lainnya. Dengan terjadinya proses tektonik, maka batuan (batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorf) maupun kerak bumi akan berubah susunannya dari
keadaannya semula. Struktur geologi (makro) yang penting untuk diketahui antara lain ;
bidang perlapisan, sistem sesar, sistem perlipatan, sistem kekar, dan bidang
ketidakselarasan.

5.1 Bidang Perlapisan


Bidang perlapisan hanya ditemukan pada batuan sedimen, yaitu suatu bidang yang
memisahkan antara suatu jenis batuan tertentu dengan batuan lain yang diendapkan
kemudian, misalnya batas antara lapisan batupasir dengan batugamping, atau batas
lapisan batupasir yang satu dengan batupasir lainnya yang dapat dibedakan (Gambar 10).
Biasanya batuan sedimen terdiri dari banyak sekali lapisan-lapisan yang berurutan dari
tua ke muda, sehingga banyak pula bidang perlapisannya. Bidang perlapisan tersebut
merupakan bagian yang lemah dibandingkan dengan kekuatan batuan sedimennya,
karena itu dalam analisis kemantapan posisinya menjadi sangat penting.

Gambar 10. Skema susunan perlapisan batuan sedimen

5.2 Sistem Sesar


Sesar atau patahan (fault) adalah suatu bidang yang terbentuk karena kekuatan batuan
tidak dapat menahan lagi tekanan/beban yang ada sehingga akhirnya batuan tersebut
patah. Setelah terjadinya sesar tersebut, kedua bagian yang tadinya berhubungan dapat
bergeser naik, turun, atau bergeser secara mendatar (Gambar 11).
Sesar yang terbentuk karena proses tektonik yang kuat umumnya tidak berdiri sendiri
(tunggal), tetapi akan menghasilkan sesar-sesar lain yang lebih kecil di sekitarnya
sehingga dapat membentuk suatu sistem sesar yang kompleks (Gambar 12).

Gambar 11. Sketsa beberapa tipe sesar tunggal

Gambar 12. Sketsa sistem sesar.

5.3 Sistem Perlipatan


Karena aktivitas tektonik, lapisan batuan sedimen yang relatif elastis akan mengalami
tekanan yang tinggi dan terlipat, dan membentuk sistem sinklin-antiklin. Pada sistem
perlipatan maka lapisan batuan yang tadinya mendatar akan berubah posisinya menjadi
miring dengan sudut kemiringan (dip) dan jurus (strike) yang bervariasi (Gambar 13 dan
14).

Gambar 13. Sketsa sistem perlipatan

Gambar 14. Sketsa bidang perlipatan

Apabila besarnya tegangan yang bekerja pada batuan sedimen tersebut melampaui batas
elastisnya, maka sistem tersebut akan mengalami penyesaran dan pergeseran (Gambar
15). Sedangkan kalau tidak terlalu besar, maka pada bagian-bagian tertentu mungkin
akan terbentuk sistem kekar tarik (pada batuan yang rapuh/getas).
Gambar 15. (a). Sketsa macam-macam perlipatan,
(b). Sketsa Perlipatan yang tersesarkan normal

Perlipatan menghasilkan bagian punggungan perlipatan yang disebut sebagai antiklin dan
bagian lembah yang disebut sebagai sinklin. Jarak antara antiklin dengan sinklin di
dekatnya juga bervariasi, tergantung pada besarnya gaya yang membentuknya. Demikian
juga mengenai kemiringan yang terbentuk pada perlipatan tersebut, yaitu tergantung pada
amplitudo dan frekuensi yang terjadi.
Lapisan batuan yang tidak mendatar lagi (miring) posisinya dinyatakan dalam jurus dan
kemiringannya (strike/dipnya), sehingga dibutuhkan interpretasi untuk
mengkorelasikannya (Gambar 16).

Gambar 16. Beberapa kemungkinan interpretasi singkapan yang telah mengalami


perlipatan.

5.4 Sistem Kekar


Seperti juga pada sesar dan perlipatan, kekar umumnya terbentuk karena proses tektonik
yang terjadi pada suatu daerah tertentu. Dalam hal ini kekar merupakan akibat lanjutan
dan proses pembentuk sesar atau perlipatan. Kalau kekuatan suatu batuan (kuat tekan
atau kuat tarik) tidak sanggup lagi melawan tegangan yang ada, maka batuan tersebut
akan pecah atau retak. Jika ukuran dari retakan tersebut besar dan terjadi pergeseran yang
besar disebut terjadi sesar, sedangkan dalam ukuran retakan tersebut kecil (hanya sampai
beberapa meter) dan relatif tidak terjadi pergeseran disebut sebagai kekar (Gambar 17).
Pada suatu batuan yang sama dalam daerah yang relatif kecil sering terdapat beberapa
pasang kekar yang berbeda (sistem kekar). Kekar-kekar yang mempunyai orientasi (jurus
dan kemiringan) sama disebut sebagai satu set kekar. Dalam suatu sistem kekar bisa
terdapat lebih dari satu set kekar.

Gambar 17. Sketsa sistem kekar dan bidang kekar.

Permukaan bidang kekar ada yang halus, kasar, bergelombang, licin, dll, tergantung pada
jenis batuan, kekuatan batuan, besarnya gaya, dan jenis gaya yang bekerja padanya.
Dalam analisis kekar yang perlu diperhatikan adalah : ukuran kekar (persistensi),
kekasaran bidang kekar, bukaan kekar (separation), isi bukaan kekar (infilling),
ada/tidaknya air pada kekar, besar aliran air pada sistem kekar, orientasi bidang kekar
(jurus dan kemiringan), jumlah set kekar pada daerah yang sama, dan kerapatan/jarak
kekar

5.5 Pengaruh Struktur


5.5.1 Terhadap kekuatan/kestabilan batuan
Adanya struktur sangat mempengaruhi kekuatan batuan, karena bidang-bidang struktur
tersebut jelas mengganggu kontinuitas kekuatan batuan, baik dalam skala besar maupun
kecil. Misalnya : batuan beku yang utuh kuat sekali dan karena itu stabil tetapi apabila
ada kekar atau sesar kekuatannya akan berkurang (Gambar 18), sedimen berlapis
(Gambar 19), dan batuan terkekarkan (Gambar 20).

Gambar 18. Pengaruh kekar pada blok batuan.

Gambar 19. Pengaruh kekar pada bidang perlapisan.


Gambar 20. Batuan yang terkekarkan memberikan indikasi longsoran membaji

5.5.2 Terhadap mineralisasi


Struktur (terutama sesar dan sistem kekar), yang terbentuk sebelum mineralisasi sangat
penting artinya karena merupakan saluran dan tempat berkumpulnya mineral berharga,
terutama dalam pembentukan endapan hidrothermal (Gambar 21). Contoh : endapan-
endapan hidrothermal Au, Cu, Pb, Zn, dll.

Gambar 21. Sketsa cebakan hidrothermal


Struktur yang terbentuk sesudah mineralisasi atau terbentuknya suatu cebakan bahan
galian akan memindahkan bahan galian tersebut ke tempat lain, sehingga sulit dicari atau
hilang (Gambar 22).
Gambar 22. Sketsa perpindahan cebakan bahan galian
METODE GEOLOGI LAPANGAN

PENDAHULUAN

1. Ahli geologi dan pekerjaan lapangan


Ahli geologi adalah seseorang yang dengan bekal ilmunya, yakni geologi, mampu
memberikan evaluasi tentang kondisi suatu wilayah, menyangkut tentang :

a. Gejala dan proses geologi saat diteliti : Gejala dan proses geologi apa saja yang
ada dan terjadi atau masih berlangsung di wilayah tersebut pada waktu evaluasi
dilakukan. Apakah daerah tersebut masih dalam proses terbentuk, misalnya
daerah bantaran sungai, delta, ataukah daerah tersebut telah tererosi sehingga
terbentuk lembah-lembah curam, gua di bawah tanah dsb . Apakah ada
kegunungapian akfif, kegempaan aktif, banjir musiman. Apakah daerah tersusun
oleh batuan yang homogen, heterogen atau kompleks dan apakah di daerah
tersebut terdapat rekahan, sesar, lipatan.
b. Gejala dan proses geologi di masa lalu : Gejala dan proses geologi apa saja
yang pernah ada dan pernah terjadi di wilayah tersebut sepanjang waktu geologi,
semenjak waktu pernbentukan batuan yang tertua di daerah tersebut hingga saat
evaluasi dilakukan. Misalnya saja apakah daerah tersebut pernah menjadi laut,
laut dalam atau dangkal, proses pengendapan apa yang terjadi. Pernahkah terjadi
genanglaut atau susutlaut. Berapa kali peristiwa tektonik bekerja di daerah
tersebut, apakah tektonik yang pernah ada bersifat regangan atau tekanan atau
berulang dan berganti-ganti. Apakah pernah terjadi kegiatan magma atau kegiatan
kegunungapian ditempat itu. Apakah pernah terjadi pengangkatan dan erosi,
berapa kali dan apa yang terlibat. Kapan terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
c. Potensi geologi daerah tersebut : Potensi geologi apa saja yang dimiliki oleh
wilayah tersebut, baik potensi positip maupun potensi negatip. Potensi positip
berupa sumberdaya geologi, misalnya bahan tambang yang sudah atau belum
digali, air tanah yang sudah dan belum dimanfaatkan, tanah yang dapat berfungsi
sebagai lahan pertanian, perkebunan, pemukiman atau sebagai bahan urugan, baik
yang sudah digali maupun yang belum dsb. Sedangkan potensi negatip berupa
potensi bencana alam, misalnya : tingkat kegempaan, daerah yang sudah maupun
yang belum pernah tetapi berpotensi terjadinya tanah longsor, daerah mana yang
rentan akan bahaya banjir, daerah mana yang sudah pernah atau berpotensi
terkena akibat aktifitas gunung api misalnya aliran awan panas, aliran lahar, aliran
lava.

Berdasar kondisi geologinya tersebut, maka wilayah tersebut dapat dikembangkan


dan ditata secara bijaksana, sehingga secara optimal dapat memberikan kesejahteraan,
keamanan dan kenyamanan kepada para penghuninya, baik manusia maupun makhluk
hidup yang lain secara berkesinambungan.
Untuk dapat mengetahui kondisi geologi di suatu daerah, ahli geologi harus
memiliki dasar geologi yang kuat, menyeluruh dan terintegrasi, serta mampu
memanfaatkan pengetahuan dasar tersebut untuk melakukan pemetaan geologi.
Kemahiran dalam melakukan pemetaan geologi hanya dapat dicapai apabila yang
bersangkutan mengerti dan memahami Metode Geologi Lapangan (MGL).

2. Maksud dan Tujuan Mempelajari Metoda Geologi Lapangan.


Maksud MGL adalah memberikan uraian tentang:

a. Teknik penggunaan peralatan lapangan baku.


b. Teknik dan metoda lapangan yang diperlukan untuk pembuatan peta geologi.
c. Macam-macam peta geologi dan prosedur penyusunannya.
d. Metoda pemetaan pada berbagai macam batuan.

Tujuan MGL
Setelah menyelesaikanmata pelajaran ini siswa dapat :

a. Menguasai penggunaan peralatan lapangan baku.


b. Menguasai teknik geologi lapangan yang terpenting.
c. Merencanakan dan melakukan pemetaan geologi.
d. Menyiapkan laporan sesuai dengan peta geologi yang dihasilkan dengan
mengikuti pembakuan.

3. MGL membutuhkan penguasaan yang baik dari :


a. Mineralogi/Petrologi/Petrografi.
b. Geomorfologi/Geologi Foto Udara.
c. Paleontologi Makro & Mikro.
d. Stratigrafi/Sedimentologi.
e. Geologi Struktur/Tektonik.
f. Geologi Teknik/Lingkungan.
MGL merupakan dasar untuk :
a. Kuliah Kerja Lapangan.
b. Eksplorasi Mineral.
c. Geologi Tata Lingkungan.
d. Studi Cekungan.

4. Peta Geologi dan Pemetaan Geologi

Peta Geologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi suatu daerah dan
berujud suatu proyeksi dan pelamparan Satuan / Kelompok batuan yang ada, urutan
penumpukan dari satuan-satuan tersebut serta susunan atau arsitektur perlapisan batuan
yang ada pada daerah yang terwakili oleh peta geologi tersebut.
Kerja lapangan yang memanfaatkan metoda geologi lapangan dengan tujuan
menghasilkan peta geologi disebut pekerjaan pemetaan geologi.

5. Hakekat pemetaan geoiogi


Hakekat pernetaan geologi adalah menampilkan segala macarn kondisi geologi
yang ada di lapangan (yang bersifat tiga dimensionil) ke dalam peta (yang bersifat dua
dimensionil). Gejala geologi yang nampak di lapangan terutama adalah batuan, urutan
batuan, struktur batuan serta bangun bentang alam yang dibangun oleh batuan tersebut.
a. Pengelompokan atau Penyatuan

Pengelompokan dan penyatuan aneka ragam batuan yang ada di lapangan


(pengelompokan stratigrafis) didasarkan atas :
 ciri khas batuan litostratigrafi
 ciri khas kandungan fosilnya biostratigrafi
 umur dari batuan kronostratigrafi

Pengelompokan yang paling sering digunakan dalam proses pemetaan geologi :


litostratigrafi. Pengelompokan juga dilakukan terhadap kondisi morfologi yang
nampak di lapangan, terutama berdasar pada kondisi relief.

b. Pengurutan posisi Kelompok / Satuan :

Penentuan posisi dan hubungan stratigrafis antara satuan yang satu terhadap yang lain,
sehingga dapat diperoleh sejarah pembentukan batuan yang ada di daerah pernetaan.
 Posisi : apakah suatu satuan itu lebih muda, lebih tua, berumur sama dengan satuan yang
lain.
 Hubungan selaras, tidak selaras, menyilang jari, intrusi.

c. Rekonstruksian struktur geologi


Rekonstruksi ini akan memberikan gambaran tentang struktur geologi yang ada
di daerah tersebut, hubungan antar struktur yang ada, sedemikian rupa sehingga dapat
diperoleh sejarah tektonik yang pernah terjadi di daerah pernetaan.

6. Metode dan Teknik Geologi Lapangan :


Metoda Geologi Lapangan : Pembahasan tentang teknik dan metoda geologi yang
terpakai untuk pelaksanaan pekerjaan lapangan yang disebut sebagai pekerjaan yang
menghasilkan peta geologi.
Metode : merupakan pendekatan sistematis berupa himpunan yang terdiri dari
serangkaian prosedur untuk mencapai tujuan tertentu.
Teknik (technique) : adalah prosedur, cara atau proses keda yang menggunakan sarana
atau alat, yang dimanfaatkan oleh suatu metoda untuk mencapai tujuan.

PETA GEOLOGI DAN PERALATAN PEMETAAN GEOLOGI

1. Peta Geologi : Peta Geologi adalah suatu peta tematik yang menggambarkan kondisi
geologi suatu daerah. Peta tersebut merupakan hasil dari proses pemetaan geologi.
Pemetaan geologi adalah suatu kerja lapangan yang memanfaatkan metode geologi
lapangan untuk menghasilkan Peta Geologi dari daerah tersebut.

2. Tujuan Umum Pemetaan Geologi :

a. Memberikan gambaran tentang Gejala dan Proses Geologi yang ada/terjadi di


daerah yang dipetakan pada saat pemetaan.
b. Memberikan tafsiran tentang Kondisi dan Proses Geologi apa saja yang
pernah terjadi di daerah yang dipetakan sepanjang waktu geologi terhitung
sejak terbentuknya batuan yang tertua di daerah pemetaan sampai saat pemetaan
berlangsung.
c. Memberikan evaluasi tentang Potensi Geologi yang bersifat positip dan
negatip yang ada atau mungkin ada.

3. Macam Peta Geologi : Berdasarkan atas tujuannya: tujuan ilmiah umum untuk
explorasi bahan galian untuk eksplorasi air tanah untuk explorasi hidrokarbon untuk
pengembangan wilayah.
a. Berdasarkan skalanya :
 Skala kecil 1 : 250.000, 1 : 100.000
 Skala sedang 1 :50.000
 Skala besar 1 : 25.000
 Skala detail 1: 10.000, 1 : 5000
b. Berdasarkan peta dasar yang digunakan :
 Peta dasar peta topografi berkontur : geomorfologi ditampilkan.
 Peta dasar peta planimetri : geomorfologi tidak dipentingkan.
c. Berdasarkan cara penggambarannya :
 Penggambaran dengan warna.
 Penggambaran dengan tanda.
4. Kelengkapan baku suatu Peta Geologi
Suatu Peta Geologi dibuat dengan berbagai variasi, sesuai dengan kondisi medan, tujuan
utama pemetaan serta ketentuan umum pemetaan yang berlaku di instansi dimana pemeta
bekerja. Walaupun variasi itu besar, namun dalam suatu peta geologi ada komponen-
komponen utama yang bersifat universil. Komponen tersebut adalah :

a. Judul Peta

Judul Peta mencakup :


 Nama daerah.
 Skala peta, sebaiknya skala angka maupun skala grafis.
 Nama penyusun Instansi penerbit.
 Tahun penerbitan peta tersebut. Untuk peta yang tidak diterbitkan, dicantumkan tahun
dimana laporan pernetaan tersebut dianggap selesai.

b. Penyebaran Satuan-Satuan Peta :

 Umumnya adalah Satuan Batuan, baik resmi (Formasi, Anggauta) maupun tak resmi
(Satuan A, Satuan B).
 Setiap Satuan diberi tanda atau warna atau kombinasi tanda dan warna khusus, biasanya
berkait dengan batuan penyusun utamanya.
 Dua satuan yang berdekatan berbatasan yang dinyatakan dengan garis batas, baik berupa
batas tegas (garis menerus) maupun batas diperkirakan (garis putus-putus).
c. Penyebaran unsur geologi yang berupa bidang :
 Unsur geologi yang berupa bidang (batas Satuan Batuan, aliran lava, sisipan batubara)
yang mempunyai kedudukan mendatar (horisontal) atau kemiringan yang kecil (kurang
dari 9° ) pola penyebarannya akan sejajar mengikuti garis kontur.
 Unsur yang mempunyai kemiringan antara 10° hingga 79° , pada daerah lembah
penyebarannya akan membentuk huruf V dengan arah meruncing mengikuti arah
kemiringan perlapisan tersebut.
 Unsur geologi yang berupa bidang (batas Satuan Batuan, dike, sesar, urat kuarsa) yang
mempunyai kedudukan tegak (vertikal) atau kemiringan yang besar (lebih besar dari 80° )
pola penyebarannya akan merupakan garis lurus, memotong garis kontur.

d. Penyebaran tanda-tanda struktur.


Tanda struktur disini dapat berupa :
 Tanda jurus & kerniringan : perlapisan batuan sedimen, foliasi (pada batuan metamorf).
 Tanda jurus & kemiringan kekar dan sesar.
 Tanda sesar, baik sesar turun, sesar naik, sesar sesar mendatar. Tanda tersebut dapat
bersifat sesar pasti (garis menerus), sesar diperkirakan (garis putus-putus) maupun sesar
tertimbun air atau sedimen muda (titik-titik).
 Tanda perlipatan antiklin dan sinklin, perlu disertakan arah penunjamannya.

e. Legenda atau Keterangan


Legenda atau keterangan biasanya ditaruh disamping atau di bawah peta geologi. Pada
Legenda diberikan :
 Penjelasan tentang warna atau tanda yang dipakai pada Peta Geologi.
 Urutan stratigrafi dari satuan yang ada di peta disusun secara superposisi.
 Hubungan antar satuan, ditunjukkan terutama mana yang merupakan hubungan tidak
selaras.
Di bawah Legenda warna atau tanda diberikan Legenda tentang simbul struktur maupun
simbul gejala geologi lain yang ada di Peta Geologi.
f. Indeks lokasi daerah pemetaan :
 Indeks geografis/administratif.
 Indeks terhadap lembar peta yang berdampingan (adjoining sheets).

g. Beberapa profil :
 Dibuat memotong Satuan Peta dan struktur terbanyak.
 Arahnya sedapat mungkin tegak lurus jurus perlapisan atau sumbu lipatan.
 Sebaiknya lurus, kalau harus berbelok, sudut pembelokannya tidak lebih dari 30°.

5. Prinsip dasar Pemetaan Geologi :


a. Pengamatan, pengukuran dan perekaman unsur geologi secara teliti, menyeluruh dan
tepat.
b. Hasil pengamatan sejumlah titik dalam suatu lintasan dirangkai menjadi peta geologi
lintasan.
c. Sejumlah peta lintasan dihubungkan menjadi peta geologi areal.

PERALATAN PEMETAAN GEOLOGI

1. Peralatan Lapangan Baku dan Penggunaaannya : Untuk pekerjaan lapangan, seorang


pekerja geologi perlu melengkapi dirinya dengan peralatan pokok dan pendukung, peta-
peta topografi terbaru dan sebagainya. Untuk pelaksanaan lapangan geologi, termasuk
juga pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan, diperlukan peralatan baku seperti tersebut di
bawah ini :

1. Kompas geologi : jenis kuadran (4 x 900) maupun jenis azimuth (0 - 360).


2. Peralatan GPS, untuk penentuan koordinat secara otomatis.
3. Palu geologi : berupa jenis palu batuan beku dan palu batuan sedimen.
4. Komparator butir.
5. Kaca pembesar : usahakan yang berkekuatan ganda (lOx dan 15x) atau (Sx dan
15x).
6. Peta topografi : usahakan dari edisi terbaru, dengan skala 1 : 12.500 atau 1 :
25.000.
7. Foto udara dan citra satelit yang meliput daerah yang akan dipetakan.
8. Clipboard. untuk menjepit peta lapangan, dilengkapi dengan plastik lebar untuk
melindungi peta dari air hujan.
9. Larutan asam chlorida (HCI Oj n) secukupnya isikan pada botol yang praktis
dipakai, tidak mudah pecah maupun tumpah, contohnya botol plastik bekas
tempat obat mata.
10. Pita ukur dari logam atau plastik 2 atau 3 meter.
11. Jacob Staff (1,5 m dengan klinometer).
12. Kantong-kantong plastik untuk tempat contoh batuan.
13. Tas lapangan yang tahan air.

2. Peralatan tulis dan sejenisnya, terdiri dari :

a. Buku Catatan Lapangan (Field Notes).


b. Pensil H dan HB Karet penghapus.
c. Pensil benvarna, sedapat mungkin lebih dari 12 warna.
d. Spidol besar waterproof, 1 atau 2 warna.
e. Penggaris segitiga.
f. Penggaris panjang (30 cm).
g. Busur derajat (siapkan sekurang-kurangnya 2 buah).
h. Jangka besar.
i. Peruncing pensil.
j. Kalkulator, usahakan yang memiliki kemampuan statistis clan trigonometris.
k. Plester untuk memberi label pada contoh batuan.
3. Peralatan pribadi, terdiri dari :
a. Tas pinggang.
b. Peralatan makan : terdiri dari ompreng makan dan tempat air minum (veldples atau
botol plastik).
c. Pisau saku.
d. Jas hujan : sebaiknya tipe ponco.
e. Kotak PPPK kecil : berisi obat untuk untuk luka kecil atau gigitan serangga di
lapangan maupun obat-obat pribadi.
f. Kamera dengan film secukupnya.
g. Peralatan hiburan yang layak untuk Kerja Lapangan, misainya : radio kecil, walkman
dll.

4. Kompas Geologi dan penggunaannya.


Ada dua tipe kompas geologi yang dikenal, yaitu kompas empat kuadran dimana
lempengan skala dibagi menjadi empat kuadran, kuadaran NE (North-East), NW
(North-West), SW (South-West) dan SE (South-East), masing-masing besamya 0 0 s/d
90° diukur dari North (Utara) dan South (Selatan) balk ke arah East (Timur) maupun
West (Barat). Sedangkan tipe yang kedua adalah kompas tipe azimuth atau tipe 360 °,
dimana lempengan skala dibagi menjadi 360 ° diukur dari North ke East.

a. Koreksi Deklinasi. Karena jarum kompas adalah jarum magnet, maka arah
utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas adalah arah utara magnetik. Arah
utara magnetik ini tidak berimpit dengan arah utara sebenarnya (arah utara
geografis). Mereka membentuk sudut yang besarnya berbeda -beda dari suatu
lokasi geografis dengan lokasi geografis lainnya, dan kadang berubah dari satu
waktu ke lain waktu, meskipun lokasi geografisnya tetap. Perbedaan suclut ini
dinamakan deklinasi. Supaya jarum kompas menunjukkan arah yang sesuai
dengan arah utara geografis maka harus dilakukan koreksi deklinasi. Misalkan,
besamya harga deklinasi di daerah Bojonegoro pada tahun 1930 adalah 2 ° 15'E
dan bertambah 3' setiap tahun. Keterangan tersebut dapat dibaca pada peta
topografi yang digunakan.
Jika kita akan bekerja di daerah itu pada tahun 1980, maka besarnya deklinasi
adalah 2° 15' + 50 x 3' = 4° 45' E, artinya arah utara magnetik tedetak 4° 45' di
sebelah timur dari utara sebenarnya (true north). Jadi lingkaran harus kita putar
sehingga index pin menunjuk 4° 45' di sebelah timur dari titik 0.

b. Cara Membaca Arah.

Arah dari suatu titik ke titik lain dapat dinyatakan dengan dua cara, tergantung jenis/tipe
kompas geologi yang digunakan. Kedua cara tersebut adalah :

 Dengan hanya menggunakan satu mata angin yaitu North (N) memutar melewati East
(E). Setelah arah diukur dengan cara tersebut, ditulis dengan notasi N E (misalnya N 45°
E, N 100° E, N 286° E). Arah yang diukur dengan metode ini disebut sebagai dinamakan
Azimuth, besarnya 0° s/d 360°. Penulisan arah Azimuth dinyatakan dengan NE,
maksudnya pengukuran mulai dari arah North ke East, misainya N 160 E, N 340" E, N
150" E dan sebagainya. Perhatikan, NE disini tidak menunjukkan kuadran North-East.
Kompas geologi yang digunakan juga disebut sebagai kompas tipe azimuth (360°).
Kompas geologi dari Eropa dan Jepang pada umumnya dibuat mengikuti tipe ini.
 Dengan menggunakan empat mata angin, yaitu North, East, South dan West. Arah-arah
diukur dari : North ke arah East untuk yang berada pada kuadran NE, misalnya N 60° E,
N 35° E dsb. , North ke arah West untuk yang berada pada kuadran NW, misainya N 45 °
W, N 25 ° W dsb. , South ke arah East untuk yang berada pada kuadran SE, misalnya S
12° E, S 6° E, dsb., South ke arah West untuk yang berada pada kuadran SW, misainya S
20° W, S 48° W.
Dengan cara ini maka besamya arah hanya akan berkisar dari 0 0 - 90 0 saja. Kompas
geologi yang digunakan dalam cara ini adalah kompas jenis empat kuadran, atau sering
disebut sebagai kompas tipe Brunton. Kompas geologi buatan Amerika kebanyakan
menggunakan sistem kuadran. Setiap ahli geologi harus dapat menggunakan kedua cara
tersebut di atas sama baiknya, tergantung dari jenis kompas geologi yang digunakannya.
Kedua cara tersebut tidak boleh dicampur aduk.
c. Cara Menentukan Arah dengan Menembak (Shooting)

Kalau kita berada di suatu tempat yang posisinya di peta tidak diketahui, tetapi dari
tempat kita berada kita dapat melihat 1 atau lebih titik yang lokasinya di peta diketahui
dengan tepat, misainya puncak bukit, perpotongan dua sungai dan sebagainya, maka
lokasi tempat kita berada dapat ditentukan dengan jalan menembak (shooting) titik-titik
yang sudah diketahui posisinya tersebut (dalam hal ini disebut sebagai target). Cara
menembak dilakukan dengan jalan mengarahkan kompas ke target, kemudian bacalah
jarum selatan. Arah ini merupakan arah dari target ke penembak.

d. Cara Mengukur Jurus dan Kemiringan.

Ada beberapa cara dalam pengukuran jurus dan kemiringan lapisan batuan. Disini akan
dijelaskan cara yang paling aman supaya tidak terbalik dalam membaca kemiringan.
Terbaliknya penggambaran kemiringan dapat menimbulkan kesalahan yang serius. Cara
pertama yang dibaca adalah arah dari jurusnya, sedangkan cara kedua yang dibaca adalah
arah dari kemiringannya.
 Pengukuran dilakukan dari bagian atas lapisan, kalau yang tersingkap bagian bawah maka
sambunglah bidang perlapisan tersebut dengan clipboard saudara dan pengukuran
dilakukan di atas clipboard.
 Tempelkan sisi E dari kompas pada lapisan batuan sambil kompas dihorisontalkan dengan
cara gelembung horisontal (horizontal bubble) diusahakan berada di tengah. Kalau
kompas sudah horisontal bacalah ujung utara, maka arah ini adalah arah jurus dari
lapisan. Arah kemiringannya adalah 90° dari arah ini searah jarum jam.
 Ukurlah besar kemiringan dengan klinometer. Caranya : kompas diletakkan miring pada
sisinya yang ada skala klinorneter dalam arah tegak lurus, kemudian bacalah besarnya
sudut kemiringannya.
Jika arah kemiringannya yang dibaca maka:
 Pengukuran tetap dilakukan pada bagian atas lapisan batuan.
 Tempelkan sisi S dari kompas sambil kompas dihorisontalkan seperti pada cara pertama.
 Setelah kompas horisontal, bacalah ujung jarum utara, maka arah ini adalah arah
kemiringan dari lapisan.
 Ukurlah besamya kemiringan dengan klinometer.
 Arah jurusnya tentu saja tegak lurus arah kemiringan tersebut.
Kedua cara pengukuran jurus dan kemiringan yang telah diuraikan di atas berlaku untuk
kompas empat kuadran maupun kompas azimut

PETA TOPOGRAFl DAN KEGUNAANNYA DALAM PEMETAAN GEOLOGI

1. Pengertian dasar peta topografi


Peta topografi adalah peta yang menunjukkan penyebaran, ukuran dan bentuk
kenampakkan roman muka bumi. Kenampakkan topografi tersebut pada umumnya
dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu relief, penyaluran dan hasil budaya manusia.
Relief dan penyaluran merupakan manifestasi kondisi geologi daerah tersebut,
sedangkan hasil budaya manusia memberikan gambaran pemanfaatan dan
pengembangan dari daerah tersebut.
Peta topografi Indonesia terdiri dari 2 macam, masing-masing :

a. Peta topografi yang disusun dan diterbitkan oleh Dinas Topografi Hindia
Belanda yang berdasarkan pada pengukuran teristris, terbit sebelum tahun 1945.
Peta-peta ini kemudian diteruskan penerbitannya oleh Dinas Topografi
Angkatan Darat.
b. Peta topografi yang disusun dan diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), yang disebut sebagai peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI). Peta ini disusun berdasarkan pada analisa citra indra jauh yang
dikombinasikan dengan pengecekan teristris, terbit setelah tahun 1990.

2. Bagian-bagian peta topografi

a. Kode atau nama peta topografi.


b. Index ke peta-peta disekitamya (index to adjoining sheets).
c. Tahun pengukuran dan tahun penerbitan.
d. Skala, bisa berupa sekala perbandingan misalnya 1 : 25.000, 1 : 50.000 ; atau
skala Grafis dalam bentuk garis. Skala ini menunjukkan perbandingan antara
jarak di peta dengan keadaan sesungguhnya, misaInya pada peta berskala 1 :
25.000, 1 cm di peta sama dengan 25.000 cm di alam , atau 250 m.
e. Garis kontur, yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang sama
ketinggiannya.
f. Kenampakan lapangan yang terbentuk oleh alam (nature) : misalnya perbukitan,
gunungapi, pegunungan, lembah, sungai, danau, pantai dsb.
g. Kenampakan lapangan yang dibangun oleh peradaban manusia (culture),
misalnya jalan kereta api, jalan raya, jalan setapak, saluran air, bendungan, desa,
kota, lapangan terbang dsb.
h. Legenda dari kenampakan yang ada di peta topografl.
i. Koordinat dari titik-titik sudut peta.
j. Deklinasi daerah peta serta perubahannya setiap tahun.

3. Beberapa sumber untuk update peta topografi


a. Peta yang diterbitkan oleh Bappeda Kabupaten atau Propinsi.
b. Peta Jalan Raya dari Dinas atau Proyek Pekerjaan Umum.
c. Peta Hutan dari Perhutani.
d. Peta turis.

4. Gejala geologi yang tampak pada peta topografi


a. Daerah deposisi atau agradasi berkontur jarang dan sungai berkelok-kelok.
b. Daerah erosi berkontur rapat dengan kelokan huruf V cukup banyak.
c. Daerah mengalami peremajaan, berkontur jarang, sungai berkelok tetapi terdapat kontur
rapat sepanjang aliran sungai.
d. Tubuh intrusi membentuk kontur relatif konsentris pada daerah dengan pola kontur yang
lain.
e. Daerah kars ditunjukkan oleh kumpulan kontur yang membentuk lingkaran-lingkaran.
f. Monadnock ditunjukkan oleh kumpulan kontur konsentris, tidak begitu luas ditengah-
tengah daerah dengan kontur yang sangat renggang.
5. Penggunaan peta tografi untuk pemetaan geologi suatu daerah

a. Peta kontur menjadi peta dasar untuk mengeplotkan data geologi yang dijumpai
dilapangan.
b. Konfigurasi pola kontur menunjukkan gejala morfologi tempat tersebut.
Pengelompokan morfologi atas dasar pola kontur menghasilkan peta relief, yang
dalam banyak hal mencerminkan penyebaran batuan dan struktur yang ada di
daerah tersebut.
c. Aliran sungai menggambarkan arah umum kelerengan daerah, daerah yang lemah
akibat batuan yang lunak dan atau terpotong oleh struktur kekar atau sesar.

Pada proses pernetaan geologi, peta topografi digunakan untuk peta dasar dalam
menggambarkan kondisi geologi daerah tersebut. Kondisi tersebut terutama terdiri dari
penyebaran macam batuan yang ada, kedudukan setiap macam batuan serta struktur yang
ada di daerah tersebut. Disamping sebagai peta dasar, peta topografi juga digunakan
untuk penentuan lokasi dari titik-titik pengamatan di lapangan. Pada pekerjaan geologi
lapangan diperlukan sedikimya 3 lembar peta topografi, yaitu satu lembar dipakai sebagi
peta lapangan (field map atau working map), satu lembar dipakai sebagai peta pangkalan
(base sheet), dan satu lembar lagi sebagai peta petunjuk lokasi pengamatan.
Peta topografi yang paling baik untuk dipakai dalam penyelidikan geologi adalah
peta kontur. Peta jenis ini dilengkapi dengan garis kontur, yaitu garis khayal yang
menghubungkan titik-titik yang sama tingginya. Garis kontur ini digambar dengan
interval ketinggian tertentu yang biasanya dinyatakan pada lembar peta yang
bersangkutan. Dengan demikian, dengan melihat lokasi suatu titik pada atau di antara
garis kontur dengan nilai ketinggian tertentu, ketinggian titik tersebut sangat mudah
ditentukan. Peta kontur ini menunjukkan sifat kuantitatif, artinya disamping dapat untuk
mengetahui ketinggian dapat pula digunakan untuk mengetahui jarak sebenarnya antara
ua titik, besarnya sudut lereng, menghitung volume dsb.
Dalam pekerjaan geologi lapangan, salah satu kegunaan utama peta topografi
adalah untuk mengeplot lokasi pengamatan. Apabila di lapangan ditemukan suatu
singkapan atau stasiun pengamatan yang balk, maka sangatlah penting lokasi tersebut
diplot dengan benar (tepat) ke dalam peta lapangan. Kesalahan dalam pengeplotan lokasi
dapat menimbulkan permasalahan yang serius.
Ada beberapa cara untuk mengeplot lokasi, antara lain sebagai berikut:

a. Dengan membaca medan berdasarkan landmark yang jelas, seperti muara sungai,
pinggir kali di kaki bukit dan sebagainya. Untuk memudahkan cara ini peta
sebaiknya diorientasikan dulu, artinya peta diletakkan menurut mata angin yang
sebenarnya, kemudian medan dibaca.
b. Dengan satu penembakan arah dan dipotongkan dengan landmark misaInya
sungai,
c. Dengan dua atau lebih penembakan arah, contoh :

d. Dengan penggunaan koordinat yang dihitung dengan menggunakan GPS, contoh :


PERSIAPAN UNTUK PEMETAAN GEOLOGI

1. Pemetaan Geologi sebagai pekerjaan Penelitian

a. Penelitian : Usaha bersistem dengan menggunakan perangkat dan kaidah ilmiah


untuk mengetahui sesuatu hal yang belum diketahui atau ingin tahu lebih lanjut
dari sesuatu yang secara garis besar sudah diketahui.

b. Pemetaan geologi : suatu usaha bersistem dengan menggunakan peralatan dan


hukum dasar geologi untuk mengetahui kondisi geologi di suatu tempat.

c. Pemetaan geologi merupakan suatu pekerjaan penelitian yang bersifat penelitian


survey.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan untuk merencanakan pemetaan berupa:

a. Data tentang daerah yang akan dipetakan tersebut


Data ini menyangkut peta geologi yang pernah dibuat orang lain di daerah tersebut perlu
dikumpulkan, walaupun yang ada dibuat pada skala yang berbeda. Harus diusahakan
diperoleh lebih dari satu sumber, sehingga bisa diketahui perbedaan apa yang masih ada,
sehingga masalah pemetaan apa yang bakal dihadapi dapat diantisipasi.

b. Data tentang faktor atau masalah geologi yang ada di daerah tersebut
Setelah peta geologi yang pernah dibuat telah ditemukan, perlu ditelaah apa yang ada di
daerah tersebut. Misalnya dari pemeta terdahulu disebutkan bahwa di daerah tersebut
terdiri dari 5 Formasi batuan, masing-masing breksi vulkanis, lempung hitam, batupasir,
napal dan batugamping, maka pemeta berkewajiban untuk mencari informasi yang
terperinci tentang breksi vulkanis dan batuan yang lain. Misalnya saja dalam breksi
vulkanis disebutkan adanya breksi autoklastik maka perlu dicari uraian dalam buku-buku
petrologi dan volkanologri tentang breksi autoklastik. Misalnya batupasirnya merupakan
distal turbidite, maka perlu dicari informasi umum tentang apa itu turbidit dan apa yang
dimaksud dengan distal turbidite beserta ciri-cirinya. Selanjutnya misalnya
batugampingnya sebagian berupa batugamping terumbu, maka perlu dlikumpulkan
informasi tentang terumbu itu apa, apa bagian-bagiannya, apa penyusun utamanya, apa
cirri-cirinya dan bagaimana cara mengenalinya di lapangan.

3. Penyusunan Buku Pintar lapangan (Field Library)


Setelah data sekunder terkumpul, maka data tersebut perlu disalin, dicopy, baik
yang berupa gambar, tabel maupun uraian singkatnya. Kumpulan tersebut supaya
disatukan dalam bentuk yang sistematis, apakah dijilid atau dimasukkan pada map khusus
yang sedapat mungkin tahan air dan tidak mudah rusak, sehingga akan praktis dan aman
untuk dibawa ke lapangan.
Disamping kumpulan data sekunder, pada kumpulan tersebut supaya ditambahkan
copy dari gambar gambar hal-hal lain yang mungkin diperlukan selama dilapangan,
misalnya gambar tentang berbagai macam struktur sedimen, fosil penciri umur, model
pengendapan suatu .lingkungan dan lain-lain yang relevan dengan pekerjaan pemetaan.
Dengan demikian. sebelum.pemeta berangkat ke lapangan telah terkumpul "senjata" yang
siap digunakan di lapangan nantinya.

4. Analisa Peta Topografi & Foto Udara


Sebelum berangkat kelapangan dan sesudah peta topografi kerja diperoleh, maka
perlu segera dibuat analisa yang berupa prakiraan-prakiraan pada peta topografi. Analisa
ini berupa pembuatan sejumlah overlay pada kertas kalkir atau lebih balk lagi pada
plastik transparensi dengan menggunakan marker tahan air yang berukuran halus (F).
Overlay yang perlu dibuat adalah :
a. Peta jalan : menggambarkan seluruh lintasan jalan, mulai jalan raya , jalan desa, jalan
kampung hingga jalan setapak. Peta ini akan memberi garnbaran kesampaian daerah
tersebut.
b. Peta alur : menggambarkan semua jalur aliran air, baik yang berisi air misalnya sungai
besar, kecil kecil dan lembah-lembah kering, yang berisi air hanya pada waktu hujan.
Peta ini akan menggambarkan peta pengetusan (drainage), juga memungkinkan untuk
dapat terlihatnya suatu pola aliran tertentu baik yang terkontrol struktur/litologi maupun
yang tidak, serta kerapatan aliran (drainage density) yang memberikan garnbaran tentang
intensif atau tidaknya penorehan (dissection) di daerah tersebut. Bersama dengan Peta
Jalan, Peta Alur ini dapat digunakan untuk merencanakan lintasan pengamatan yang
paling efisien di lapangan nantinya.
c. Peta Satuan Relief : didasarkan pada perbedaan konfigurasi kontur. Oleh karena relief
salah satu pengontrolnya adalah ketahanan batuan terhadap erosi, maka dengan melihat
jumlah satuan relief dapat diduga berapa satuan batuan yang bakal dihadapi di lapangan
dan bagaimana perkiraan batas-batasnya. Namun jumlah satuan dan batas-batas prakiraan
ini masih harus dicek kebenarannya di lapangan.
d. Peta Kelurusan : dibuat berdasarkan kenarnpakan kelurusan yang ditunjukkan oleh aliran
sungai, konfigurasi kontur. Peta ini mernberikan gambaran kemungkinan adanya struktur
sesar atau kekar, yang kebenarannya masih harus dicek di lapangan pada waktu pemetaan
nantinya.
e. Peta Prakiraan Bencana, yang berupa peta yang menunjukkan daerah yang berpotensi
terkena bencana banjir maupun gerakan tanah. Untuk peta daerah berpotensi banjir dapat
dibuat dengan melihat dataran sekitar sungai yang ketinggiannya tidak melebihi satu
kontur diatas permukaan sungai yang ada. Sedangkan untuk kemungkinan gerakan tanah
dibuat pada daerah yang menunjukkan kontur yang rapat.
5. Persiapan Administratif:
Persiapan administratif yang diperlukan untuk pernetaan geologi adalah ijin dari
instansi yang bersangkut paut. dengan kerja lapangan. Ijin harus diurus ditingkat
Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa (Kelurahan). Pada waktu pengurusan ijin,
disamping ke instansi yang langsung terkait (Pernda Propinsi atau Kabupaten) supaya
disempatkan untuk mencari informasi tambahan ko Bappeda, Dinas PU, Dinas Kehtanan,
Dinas Pariwisata dan lain-lain yang berkaitan untuk memperoleh data sekunder.
RECONNAISSANCE DAN FUNGSINYA PADA PEMETAAN GEOLOGI

1. Pengertian dasar tentang Reconnaissance:


Pada awal pekerjaan lapangan geologi, terutama pada daerah baru, sebelum suatu
pekerjaan pemetaan detail dimulai, selalu dilakukan pekerjaan orientasi atau pengenalan.
Pekerjaan geologi yang disebut orientasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengenal
dari dekat daerah yang akan dipetakan atau diteliti, dilakukan dengan cara mengikuti
jalur yang tertentu. Pengenalan ini dilakukan dengan cara menjelajah dan mengamati
kondisi medan dan kondisi geologi secara umum dari daerah yang dilewati oleh jalur
tersebut.
Orientasi atau yang sering disebut sebagai survei pendahuluan (reconnaissance
survey) dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi medan kerja,
pencapaiannya serta kondisi geologi secara umum. Setelah gambaran umum tersebut
diperoleh, maka dapat segera diketahui tingkat kesulitan pencapaian daerah serta tingkat
kesulitan dalam pengamatan singkapan. Pengetahuan ini sangat diperlukan agar dalam
pekerjaan sesungguhnya nanti dapat dipilih metode, teknik dan peralatan yang tepat,
sehingga pekerjaan pemetaan geologi di daerah tersebut dapat berlangsung secara efektif
dan efisien.
Adapun kondisi geologi yang perlu dikenali meliputi kondisi morfologi, litologi
& paleontologi, struktur serta potensi geologi positip (sesumber geologi) dan potensi
negatip (bencana alam). Pekerjaan orientasi yang dilaksanakan dengan balk akan sangat
berguna dalam :
a. Penentuan lintasan survei yang tepat dan mewakili kondisi daerah tersebut.
b. Penentuan cara yang paling tepat untuk mengatasi kesulitan yang mungkin timbul dalam
pengamatan singkapan.
c. Pemilihan peralatan lapangan maupun peralatan lain yang akan digunakan.
d. Pemilihan tempat-tempat yang bisa digunakan sebagai pangkalan kerja utama (Base
Camp) maupun pangkalan kerja tambahan (Flying Camp).
e. Perencanaan teknik penempuhan untuk lokasi yang jauh atau sulit, misalnya apakah
perlu dengan sepeda motor, mobil, bis, angkudes, naik truk, naik sampan atau jalan kaki.
f. Perencanaan waktu kerja yang optimal agar dicapai hasil yang baik dengan jalan
membagi daerah menjadi beberapa daerah prioritas kerja.
g. Perencanaan biaya yang diperlukan guna penyelesaian pekerjaan tersebut.
h. Perencanaan hal-hal lain yang dipandang penting dan berkaitan dengan pencapaian
tujuan kerja lapangan tersebut.

2. Lintasan Reconnaissance
Reconnaissance atau orientasi dilaksanakan dengan jalan melakukan perjalanan
yang mengikuti lintasan tertentu. Agar pekerjaan memberikan hasil yang optimal, maka
beberapa kriteria penentuan lintasan di bawah ini perlu diperhatikan dan sejauh mungkin
diusahakan pelaksanaannya di lapangan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan
medan yang ada. Kriteria tersebut adalah :

a. Dengan mempertimbangkan kondisi morfologi, keamananan dan keselamatkan


kerja serta tersedianya jaringan jalan, jalur sungai yang bisa dilalui, maka lintasan
orientasi agar diusahakan untuk mewakill seluruh batuan yang ada serta dapat
diselesaikan dengan cepat. Oleh karena itu untuk tahap orientasi sebaiknya jangan
mengambil jalur yang sulit penempuhannya.
b. Apabila batuan yang tersingkap menunjukkan kemiringan perlapisan yang jelas,
maka dengan memperhatikan jaringan jalan maupun sungai yang ada, jalur
lintasan agar diusahakan untuk melalui arah yang memotong jurus umum dari
perlapisan batuan, sehingga ketebalan dari setiap batuan dapat ditentukan.
c. Lintasan agar diusahakan sedemikian rupa sehingga dalam waktu singkat dapat
dilalui semua jenis, macam dan variasi batuan yang ada. Untuk ini diperlukan
bantuan peta geologi regional yang meliputi daerah penelitian sebagai garnbaran
garis besar.
d. Lintasan agar diusahakan untuk rnelewati ternpat yang banyak singkapannya,
misalnya tebing sungai, perpotongan jalan dengan bukit dan sebagainya. Untuk ini
dapat dilihat pada peta topografi yang berskala besar ( 1:25.000 atau 1:12.500 )
serta kalau dimungkinkan ditetapkan berdasar foto udara.
Suatu lintasan (traverse) merupakan rangkaian titik pengamatan di lapangan.
Arah lintasan ini sangat ditentukan oleh variasi kondisi geologi dan kondisi medan
setempat. Dalam praktek dikenal dua macam lintasan. Pertama adalah jalur lintasan
tertutup, dimana lintasan dibuat sedemikian rupa sehingga jalur lintasan berakhir pada
titik pertama. Yang kedua adalah lintasan terbuka, dimana titik akhir berada di suatu
tempat tertentu dan tidak kembali ke titik awal. Untuk pekerjaan orientasi sebaiknya
diambil pola lintasan tertutup.

3. Base Camp dan Flying Camp:

a. Base Camp: pangkalan kerja utama tempat semua kegiatan utama berawal. Base
Camp yang baik memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :

 Letaknya sedapat mungkin di tengah daerah kerja, sehingga kesampaiannya ke segala


penjuru daerah kerja kurang lebih sama.
 Mudah dicapai oleh kendaraan bermotor, paling tidak kendaraan roda dua.
 Dekat dengan tempat pernbelanjaan (toko, warung, pasar) sehingga kemungkinan untuk
menambah perbekalan lebih dimungkinkan.
 Mudah mencapai fasilitas kesehatan, Puskesmas, tempat praktek Dokter.
 Mudah mencapai fasilitas telekomunikasi misalnya adanya kiospon, wartel atau daerah
tersebut terjangkau oleh sinyal telepon seluler.

b. Flying Camp: pangkalan kerja sementara / darurat, yaitu pangkalan untuk daerah
yang terlalu jauh atau terlalu sulit dicapai dari pangkalan kerja utama, misalnya
daerah yang berupa pegunungan tinggi atau ber-relief kuat, daerah yang terpisah
dari daerah lain oleh sungai besar tanpa jembatan, daerah yang sebagian besar
merupakan hutan dsb.
PENGAMATAN DATA LAPANGAN

1. Maksud dan Tujuan Pengamatan


Pengamatan lapangan adalah suatu proses pekerjaan melihat secara saksama, teliti
dan menyeluruh dari gejala geoiogi di lapangan. Gejala geologi ini tidak hanya berupa
batuan di singkapan saja, melainkan juga gejala lain misalnya : kenampakan bentang
alam dari suatu wilayah dilihat dari suatu titik ketinggian, erosi dari kaki bukit,
pembentukan endapan point bar pada suatu kelokan sungai, adanya proses longsoran atau
gerakan tanah yang lain dan sebagainya. Agar pengamatan menjadi efektif, dalam proses
pengarnatan perlu diingat dan dicari jawaban dari beberapa pertanyaan dasar yakni :
dimana, ada apa, dalam keadaan bagaimana, tersusun oleh apa, seberapa, bagaimana
dan kapan terjadinya, apa potensinya.
a. Dimana dilakukan pengamatan :
Ini merupakan pertanyaan tentang Lokasi pengamatan dan harus dijawab dengan
pemerian lokasi yang tepat dan teliti seperti contoh berikut ini :
 Di kaki barat laut bukit. Jonggol, dipinggir jalan desa antara Kebon dan Plombangan, 15
meter di selatan jembatan Sungai Tinalah : terdapat...
 Tebing barat Sungai Brantas. N 2-17 0 E dari puncak Gunung Penanggungan dijumpai...
 Di kaki selatan perbukitan Jiwo Timur, N 24' E dari puncak Baturagung, terdapat...
 53 meter arah N 325' E dari puncak Gunung Gambar terdapat...
 Pada jalan setapak antara Dowo dan puncak Pendul, 53 m dari pinggir utara desa Dowo
terdapat...
b. Apa yang diamati
Ini merupakan gambaran garis besar dari obyek geologi utama yang ada di tempat itu,
misalnya
 Singkapan batupasir...
 Suatu daerah perbukitan...
 Suatu gosong melintang (transversal bar), di tengah sungai...
 Kenampakan sesar yang memisahkan tubuh andesit dengan batupasir.
c. Dalam keadaan bagaimana obyek yang diamati tersebut, misalnya :
 Sebagian besar segar berlapis baik.
 Lapuk lanjut menjadi soil berwarna coklat.
 Singkapan batuan sebagian segar sebagian lapuk, berwarna hitam.
 Segar berwarna abu-abu kecoklatan, terkekarkan.
 Batuan terkekarkan dan terlipat kuat.
 Sesar bersifat lurus, tertutup dan terisi gerusan halus.
 Berpuncak runcing, terbiku kuat.

d. Tersusun oleh apa obyek tersebut :


Pertanyaan ini menyangkut tentang segi kualitatip komponen batuan atau obyek geologi
lain, misainya struktur, tekstur, kemas dan sebagainya, sebagai contoh :
 Tersusun oleh kuarsa dan ortoklas yang holokristalin
 Tersusun oleh partikel meruncing yang bersifat grain-supported
 Terdiri dari lanau gampingan dan napal berlapis baik dengan foraminifera besar
 Perulangan gradasi normal antara batupasir menjadi serpih
 Tersusun oleh fragmen andesit, kuarsa dan filit yang membundar tanggung.

e. Seberapa :
Pertanyaan ini menyangkut segi kuantitatip kornponen batuan atau obyek geologi yang
lain, misainya :
 kuarsa 35 %, mika 25 %, partikel sebagian besar terdiri dari bioklast (> 70 %) sedang
sisanya berupa ooid dan litoklast.
 Lebar singkdpan 60 m, sedang total ketebalan batuan 45 m.
 Lereng dari perbukitan kerucut berkisar antara 35° di sebelah timur, semakin ke arah
barat semakin curam hingga mencapai 43°.
 Tebal perlapisan batupasir dibagian bawah rata-rata 45 cm, semakin keatas menebal
menjadi rata-rata 95 cm.
f. Bagaimana / kapan terjadinya :
Pertanyaan ini menyangkut waktu geologi nisbi terjadinya obyek geologi tersebut
dibandingkan dengan obyek lain yang berada di dekatnya, misalnya :
 Breksi menumpang secara tidak selaras di alas napal.
 Batupasirnya menumpang selaras di atas balulempung.
 Batugamping tufan diterobos oleh tubuh diorit porfir.
 Napal merupakan xenolith dalam basalt.

g. Apa potensinya:

Potensi positip:
 Bagian yang segar dan setengah lapuk dari breksi autoklastik di utara Gejayan
berpotensi untuk ditambang sebagai sumber batupecah.
 Dataran di selatan desa Pengkol dikelilingi perbukitan di bagian barat, utara dan timur,
dengan kondisi airtanah dangkal (sumur gali kedalaman airnya hanya berkisar dari 2
hingga 5 meter) yang potensiil sebagai sumberdaya air irigasi.
Potensi negatip :
 Bagian atas tebing jalan di selatan desa Cengklik tersusun oleh breksi yang lapuk lanjut
menjadi soil yang tebainya berkisar antara 5 hingga 7 meter, tanpa pelindung sehingga
pada saat hujan sangat mudah longsor.
Selain tujuh pertanyaan tersebut di atas tentu saja pengamat boleh mengajukan
pertanyaan yang lain yang berkaitan. Yang pasti adalah bahwa semua bentuk aspek
geologi dari obyek pengamatan harus tidak boleh terlewatkan. Hal ini sangat memerlukan
pengalaman teknik pengamatan, seringnya melakukan pengamatan, serta sangat
tergantung dari kelengkapan dan tingkat pemahaman dasar ilmu geologi yang dimiliki
oleh pengamat. Kecermatan dari pengamatan sangat menentukan kelengkapan dari
rekaman dan catatan data lapangan tersebut.

2. Tempat yang layak untuk melakukan Pengamatan


Suatu lintasan diharapkan dapat memberikan data yang lengkap dan teliti dari
daerah yang diteliti. Untuk itu, setiap titik pengamatan atau stasiun pengamatan perlu
dipilih secara tepat pula.
Adapun kriteria dari titik-titik di lapangan yang layak untuk dijadikan Stasiun
Pengamatan (STA) atau Lokasi Pengamatan (LP = bagian dari suatu STA yang lokasinya
masih terlalu dekat dengan STA sehingga tidak bisa diberdirilkan sebagai suatu STA)
adalah :

a. Tempat dimana dijumpai kontak antara dua macam/jenis batuan : Kontak


seperti ini boleh jadi merupakan kontak antara dua satuan batuan, ataupun sekedar
menunjukkan variasi yang dijumpai pada satu satuan batuan.

b. Tempat. dimana dijumpai perubahan morfologi yang mendadak: Tempat


seperti ini boleh jadi merupakan kontak antara dua satuan batuan (selaras, tidak
selaras, intrusi) atau adanya strukrtur kekar atau sesar pada daerah perubahan
morfologi tersebut.

c. Tempat dimana dijumpai struktur yang cukup jeias, misalnya sesar, kekar, lipatan
dan sebagainya.

d. Tempat dimana dijumpai singkapan batuan yang jelas, walau tidak ada kontak,
perubahan morfologi maupun struktur.

e. Tempat dimana dijumpai proses alam atau kegiatan manusia yang bersangkutan
dengan potensi geologi.

 Daerah teralterasi hydrotherrnal yang memungkinkan adanya mineralisasi logam.


 Daerah yang rentan longsor, walau belum terjadi.
 Daerah yang tersusun seluruhnya oleh batugamping dengan kadar kalsit tinggi.

f. Tempat dimana dari titik itu bisa diamati dan diukur kondisi bentang alam sekitar
tempat. seperri ini misalnya di puncak suatu bukit dimana justru tidak ada
singkapan batuan maupun struktur tetapi justru dari situ bisa dibuat sketsa
morfologi daerah sekitar.
g. Tempat yang letaknya di peta topografi yang digunakan sebagai dasar kerja,
sudah lebih dari 4 cm dari STA terdekat.
PROSEDUR KERJA PENGAMATAN DAN PEREKAMAN DATA

1. Prosedur Kerja di suatu tempat Pengamatan.

a. Penetapan tempat yang akan diamati.

Tentukan lokasi pengamatan di lapangan berdasar kenampakan yang ada di sekitamya.


Lokasi tersebut dicoba dicari letaknya di peta dasar kerja.

b. Tetapkan kriteria kelayakan titik tersebut.

Pastikan bahwa calon titik pengamatan tersebut memenuhi satu atau lebih dari 7 kriteria
kelayakan suatu titik pengamatan.

c. Dekati calon titik pengamatan tersebut.

Amati dengan seksama segala unsur, gejala dan proses geologi yang ada di tempat itu,
periksa apa yang ada di sekelilingnya untuk melihat kemungkinan pelamparan gejala
yang ada.

d. Jauhi calon titik pengamatan.

Kalau mungkin ke tempat yang lebih tinggi agar pandangan ke arah titik tersebut serta
daerah sekitamya menjadi lebih lapang/jelas. Dari jauh perhatikan apakah titik yang
dijauhi tersebut sudah merupakan lokasi yang terbaik, ataukah ada titik lain yang labih
baik atau lebih lengkap. Kalau ada coba dari jauh diusahakan untuk menentukan
hubungan antara apa yang ada di titik pertama dan titik kedua.

e. Datangi titik kedua yang lebih baik tadi.

Amati dengan teliti sernua gejala geologi yang ada. Pengamatan ini harus dilakukan
secara menerus hingga mencapai titik pertama.
f. Kalau masih ada keraguan tentang gejala geologi yang ada, ulangi prosedur
menjauhi dan mendekati kembali tersebut, sehingga diperoleh gambaran yang
lengkap tentang apa yang sedang dihadapi.
g. Setelah diperoleh keyakinan, kembalilah ke titik pengamatan yang terpilih,
betulkan posisinya di peta topografi dan mulai melakukan pengamatan dan
pengukuran secara teliti dan cermat.
h. Amati semua fakta yang ada.
METODE GEOLOGI LAPANGAN

TEKNIK OBSERVASI SINGKAPAN DAN PEMERIAN BATUAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan Metode geologi lapangan ini, didasarkan studi terhadap batuan. Yaitu
dengan mengetahui bagaimana batuan itu terbentuk, terubah, kemudian bagaimana
hingga batuan itu menempati bagian dari pegunungan, dataran-dataran di benua hingga
didalam cekungan dibawah permukaan laut. Batuan juga memiliki sifat-sifat, warna,
tekstur, dan lain-lain yang dimiliki pada setiap batuan yang di identifikasi, serta tidak
semua batuan dapat memiliki singkapan batuan.

Berdasarkan persamaan dan perbedaan batuan, maka kita berupaya untuk


mengelompokannya. Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis batuan tersebut, kita
dapat mengelompokkannya menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) batuan beku, (2)
batuan sedimen, dan (3) batuan malihan atau metamorfis. Penelitian-penelitian yang
dilakukan oleh para ahli Geologi terhadap batuan, menyimpulkan bahwa antara ketiga
kelompok tersebut terdapat hubungan yang erat satu dengan lainnya. Dari sejarah
pembentukan Bumi, diperoleh gambaran bahwa pada awalnya seluruh bagian luar dari
Bumi ini terdiri dari batuan beku. Dengan perjalanan waktu serta perubahan keadaan,
maka terjadilah perubahan-perubahan yang disertai dengan pembentukan kelompok-
kelompok batuan yang lainnya. Proses perubahan dari satu kelompok batuan ke
kelompok lainnya, merupakan suatu siklus yang dinamakan “daur batuan.

Pada teknik observasi batuan ini, maka kita harus mengetahui Pemetaan geologi. Yaitu
suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan
suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai
penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala
struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah
tersebut. Selain itu, pemetaan informasi geologi, dapat memetakan tanda-tanda
mineralisasi yang berupa alterasi mineral.

Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-
informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi
ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan.

Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan
dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi
lapangan atau dengan cara tali-kompas.Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail,
pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode lain seperti
uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan
dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau
dengan teodolit

B. Tujuan

Tujuan dari makalah ini, yaitu untuk mengetahui singkapan dan pemerian pada batuan
serta struktur-struktur batuan.

C. Rumusan Masalah

Menjelaskan tentang singkapan batuan serta proses akibat terjadinya singkapan batuan.

Menjelaskan tentang pengukuran jurus dan kemiringan (strike dan dip) pada batuan

Menjelaskan tentang struktur-struktur geologi pada batuan

Menjelaskan tentang pengukuran kedudukan lapisan pada batuan

II. PEMBAHASAN

Pengertian Singkapan Batuan

Singkapan batuan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan yang masih utuh,
(belum terubah oleh pelapukan ). Proses singkapan batuan diakibatkan oleh adanya erosi
(pengikisan) oleh gaya-gaya yang bekerja pada lapisan penutupnya. Oleh karena itu,
singkapan pada batuan biasanya tidak menerus dan jarang atau kurang, karena tertutup
oleh tanah pelapukan yang tebal, hutan tropis yang lebat dan tanah garapan.

Strike dan Dip

Dalam teknik penelitian lapisan dan struktur geologi kita harus mengetahui kedudukan
batuan di permukaan bumi dengan mengukur arah penyebarannya dan juga kemiringan
pada batuan. Dalam ilmu Geologi, kedua elemen tersebut dinamakan Strike dan Dip.
Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan
bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip adalah derajat yang dibentuk
antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike.
Bidang planar ialah bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidangperlapisan, bidang
kekar, bidang sesar.Strike Dip pada batuan umumnya muncul pada batuan hasil
pengendapan (sedimen). tetapi juga dapat ditemukan pada batuan metamorf
yang berstruktur foliasi. Penulisan strike dan dip N (Derajat Strike) E/ (Derajat Dip) dan
dibaca North to East (Nilai Strike) and (Nilai Dip).

Strike dip pada perlapisan batuan dapat diukur dengan menggunakan kompas
Geologi. Kompas Geologi mempunyai kemampuan untuk mengukur strike dip karena
memiliki klinometer juga bulls eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang berguna untuk
mengukur kemiringan dan Bulls eye adalah tabung isi gelembung udara berguna untuk
memposisikan kompas geologi agar menjadi horizontal. Disamping menggunakan
kompas Geologi, strike dip bidang dapat ditentukan dengan metode 3 titik. Intinya adalah
mengetahui pelamparan batuan berikut kemiringannya di lapangan.

Struktur Geologi

1. Kekar

Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang berarti
(bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Jenis-jenis kekar :

 Kekar Pengerutan (shrinkage joint) merupakan kekar yang terbentuk karena


adanya gaya pengerutan yang timbul dari pendinginan (pada batuan beku : kekar
tiang) atau pengeringan (pada batuan sedimen). Biasanya berbentuk poligon yang
memanjang.
 Kekar Lembaran (sheet joint) merupakan sekumpulan kekar yang kira-kira
sejajar dengan permukaan tanah, terutama pada batuan beku. Terbentuknya kekar
ini disebabkan oleh penghilangan beban batuan yang tererosi.
 Kekar Karena Tektonik merupakan kekar yang terbentuk karena proses
endogen, yang berupa pasangan garis yang lurus.

2. Sesar

Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa Bidang Sesar (Fault Plane), atau
rekahan tunggal. Tetapi lebih sering berupa Jalur Sesar (Fault Zone), yang terdiri dari
lebih dari satu sesar. Jalur sesar atau gerusan (shear), mempunyai dimensi panjang dan
lebar yang beragam, dari skala minor atau sampai puluhan kilometer. Jenis-jenis sesar :

 Bidang sesar merupakan bidang rekahan tempat terjadinya pergeseran, yang


kedudukannya dinyatakan dengan jurus dan kemiringan.
 Hanging wall merupakan bagian terpatahkan yang berada diatas bidang sesar.
 Foot wall merupakan bagian terpatahkan yang berada dibawah bidag sesar.
 Throw merupakan besaran pergeseran vertikal pada sesar.
 Heave merupakan besaran pergeseran horisontal pada sesar.
 Slip merupakan pergeseran relatif sebenarnya.
 Separation merupakan pergeseran relatif semu.
3. Lipatan

Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan

sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis bidang di dalam
bahan

tersebut. Jenis-jenis lipatan :

 Lipatan simetri merupakan lipatan dimana axial plannya vertikal.


 Lipatan asimetri merupakan lipatan dimana axial plane nya condong.
 Overtuned fold merupakan lipatan dimana axial planenya condong dan kedua
sayapnya miring pada arah yang sama tapi dengan sudut yang berbeda.
 Recunbebt fold merupakan lipatan dimana axial plane nya horizontal.
 Vertical isoclinal fold merupakan lipatan dimana axial plane nya vertikal.

Kejadian Lipatan

Pembentukan lipatan dapat terjadi melalui ;

 Buckling yaitu karena proses penekanan lateral dari suatu bidang planar. Proses
pelengkungan terjadi pada kedua sisi selama terjadi pemendekan.
 Bending yaitu karena pengaruh gerakan vertikal pada suatu lapisan, misalnya
penurunan lapisan, pergeseran pada jalur gerus, atau pelengseran suatu masa
batuan pada bidang yang tidak rata.

Pengukuran Kedudukan Lapisan Batuan

Untuk korelasi ini, kita harus mengetahui kedudukan lapisan batuan. Kita perlu
mengukur jurus (strike) dan kemiringan (dip). Pertama kita ukur strike-nya. Tempelkan
bagian kompas yang bertuliskan arah east pada top lapisan. Posisikan bubbles pada
tengah lingkaran. Baca angka yang berimpit dengan arah north. Itulah strike lapisan yang
kita ukur. Goreskan kompas sehingga didapatkan garis lurus.Tempelkan bagian kompas
berarah west tegak lurus dengan garis yang telah kita buat tadi (sehingga tangan penunjuk
mengarah searah dip). Ubah klinometer sehingga bubbles di tengah. Baca sudut yang
berimpit dengan angka 0. Cara pengukuran ini adalah default agar kita mendapat besaran
standar sesuai aturan tangan kanan.

Penulisan kedudukan lapisan batuan, terdiri dari dua cara yaitu : cara pertama dengan
menggunakan azimuth strik, dituliskan pada beberapa derajat dari utara berputar ke
timur, dan dip bisa ditulis dengan menggunakan arah atau aturan tangan kanan. Aturan
tangan kanan yaitu jika kita berdiri searah strike, maka dip selalu berada disebelah kanan,
sedangkan cara kedua, dengan menggunakan kuadran. Yaitu arah dibagi menjadi empat
kuadran N-E, N-W, S-E, S-W, penulisan dip-nya menggunakan yang berarah.

Anda mungkin juga menyukai