Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi. Bumi merupakan salah satu planet
yang ada di sistem tatasurya kita. Bumi didiskripsikan berbentuk bulat pepat dan berputar
pada poros pendeknya. Jari-jari bumi 6.370 km, yang terdiri dari benda padat (batuan),
benda cair, dan gas (udara).
Secara umum interior bumi terdiri dari daratan (benua, pulau-pulau, lembah-lembah, dan
pegunungan), serta lautan (lembah, palung, serta pegunungan bawah laut). Puncak
gunung tertinggi 8.000 m dpl (Pegunungan Himalaya), sedangkan palung yang
terdalam mencapai kedalaman 10.000 meter di bawah muka laut (Palung Philipina).
Informasi utama dari susunan dalam bumi diketahui berdasarkan informasi seismologi.
Berdasarkan penyelidikan oleh H. Jeffreys dan K.E. Bullen (1932-1942) yang mengacu
pada penyelidikan E. Wiechert (1890-an) dengan menggunakan cepat rambat gelombang
P dan S, didefinisikan pembagian bentuk dalam (lapisan-lapisan) dari interior bumi, yaitu
terdiri dari inti dalam, inti luar, mantel bawah, dan mantel atas, serta kerak bumi (Gambar
1 dan 2), dimana :
ñ Inti bumi (paling dalam), terdiri dari inti dalam (kedalaman 5.140-6.371 km, padat,
berat, dan sangat panas), inti luar (kedalaman 2.883-5.140 km, cair atau lelehan lebih
ringan, dan sangat panas).
ñ Mantel, terdiri dari mesosfer (kedalaman 350-2.883 km, padat, bertekanan tinggi,
panas, dan keras), astenosfer (kedalaman 100-350 km, lemah, mudah terdeformasi
oleh panas dan tekanan, serta plastis).
ñ Litosfer (kerak bumi), kedalaman 0-100 km, padat, dingin, kaku, rapuh, dan ringan,
yang terdiri dari kerak benua (tebal), dan kerak samudera (tipis).
Gambar 1. Interior dalam kerak bumi.
Kerak benua didominasi oleh batuan yang kaya Silikat, dekat permukaan kaya dengan
alumunium (SiAl), dan pada kedalaman yang besar kaya akan magnesium (SiMa), lihat
Gambar 2.
Pada batas bawah kerak bumi, terjadi penambahan cepat rambat gelombang dan disebut
dengan bidang diskontinuitas Mohorivicic, dan ini juga berarti terjadinya perubahan
komposisi mineral batuan (spesies mineral), yang diinterpretasikan sebagai perubahan
komposisi dari gabbro menjadi suatu batuan ultrabasa (mineral dunit atau eklogit).
Kerak bumi yang merupakan bagian teratas dari interior bumi yang langsung kontak
dengan oksigen dan merupakan tempat akumulasi mineral-mineral batuan merupakan
sasaran utama dari ilmu genesa endapan bahan galian untuk dapat mengetahui sebaran
mineral-mineral berharga. Keterdapatan mineral-mineral berharga tersebut sangat
bergantung pada jumlah (konsentrasi) mineral-mineralnya, serta letak dan bentuk
endapannya.
1. Kerak Bumi
Kerak bumi (earthcrust) merupakan padatan yang relatif dingin, rapuh, dan kaku (rigid)
dengan BJ lebih rendah sehingga seolah-olah mengapung di atas mantel. Ini adalah
bagian yang berada di permukaan bumi sampai kedalaman 100 km.
Karena adanya perbedaan panas yang sangat tinggi antara bagian bumi yang tengah
dengan bagian bumi yang lebih luar, maka akan terjadi perbedaan tekanan dimana
tekanan pada bagian dalam lebih besar, sehingga pergerakan magma akan menghasilkan
aliran konveksi di dalam mantel. Lelehan magma yang lebih panas akan bergerak ke atas
dan lelehan magma yang lebih dingin tenggelam (seperti gerakan air panas dan air dingin
pada waktu kita menjerang air di atas kompor, Gambar 3).
Gambar 3. Sketsa aliran panas pada pemanasan air di atas kompor, dan
sketsa aliran konveksi magma.
Akibat aliran konveksi lelehan magma tersebut lapisan kerak bumi yang padat dan relatif
rapuh yang ada di atasnya (mengapung) ikut bergerak sesuai dengan gerakan lelehan
magma. Pada suatu tempat tertentu lapisan kerak bumi akan retak dan bergerak saling
menjauh, dan rekahan yang ditinggalkannya akan segera terisi oleh lelehan magma yang
kemudian juga akan membeku (disebut sebagai daerah regangan dimana lempengan
kerak bumi yang saling berdekatan menjauh), contohnya pada laut yang dalam di tengah
samudera (Atlantik, Pasifik, dll).
Pada bagian bumi lain akan terjadi tumbukan antara lempeng-lempeng yang saling
mendekat sehingga akan terjadi penunjaman dari salah satu lempeng tersebut. Lempeng
yang lebih tipis (lempeng samudera) akan menunjam di bawah lempeng benua yang
relatif lebih tebal, dan sering disebut sebagai sebagai zona subduksi (subduction zone).
Pada bagian yang menunjam akan meleleh menjadi magma dan bagian dari lempeng
yang lain akan mengalami perlipatan, pengangkatan, dan pensesaran (Gambar 4).
Dengan adanya retakan/bukaan akibat terbentuknya sesar-sesar tersebut maka pada
bagian-bagian tertentu pada zona tersebut kadang-kadang diterobos oleh lelehan batuan
panas dari mantel (magma) dan membentuk kantong-kantong lelehan batuan panas yang
disebut sebagai dapur magma (magma chamber).
2. Pembentukan Batuan
Batuan merupakan suatu bentuk padatan alami yang disusun oleh satu atau lebih mineral,
dan kadang-kadang oleh material non-kristalin. Kebanyakan batuan merupakan heterogen
(terbentuk dari beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang merupakan
homogen (disusun oleh satu mineral atau monomineral). Tekstur dari batuan akan
memperlihatkan karakteristik komponen penyusun batuan, sedangkan struktur batuan
akan memperlihatkan proses pembentukannya (dekat atau jauh dari permukaan).
Batuan kristalin terbentuk dari tiga proses (fisika-kimia) dasar, yaitu kristalisasi dari
suatu larutan panas (magma), presipitasi dari larutan, serta rekristalisasi dari suatu bentuk
padatan. Proses-proses tersebut akan menghasilkan tipe atau produk akhir dari batuan
sesuai dengan kondisi atau tahapan pembentukannya, dan kadang-kadang muncul sebagai
suatu produk residual. Berdasarkan proses pembentukannya batuan dapat dikelompokkan
sebagai batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.
Gambar 6. Deret reaksi Bowen, yang memperlihatkan sekuen kristalisasi dari larutan
magma
Pada deret ini dapat dipresentasikan dua urutan pararel, yaitu :
ñ Seri kontinious, dimana tipe plagioklas berupa feldspar (mineral-mineral felsik) yang
terbentuk setelah kristalisasi, dan dengan proses yang berkesinambungan dengan
turunnya temperatur terbentuk komposisi yang kaya akan kalsium (anortit) s/d komposisi
yang kaya akan sodium (albit).
ñ Seri diskontinious, dimana mineral-mineral besi dan magnesium terbentuk pada awal
kristalisasi dari larutan dan terendapkan dengan sempurna membentuk mineral-mineral
baru dengan suatu sekuen reaksi yaitu :
Batuan beku juga dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan susunan kimianya, yaitu :
ñ Batuan beku asam, dengan kandungan SiO2 > 55% (granit, monzonit).
ñ Batuan beku sedang, dengan kandungan SiO2 50-55% (granodiorit, diorit, andesit).
ñ Batuan beku basa, dengan kandungan SiO2 < 50% (basalt, gabro).
ñ Batuan beku sangat basa (ultra basa), tidak mengandung SiO2, tetapi mengandung
banyak plagioklas dan ortoklas (peridotit, hazburgit).
Batuan sedimen dapat tersebar sangat luas atau terbatas, tergantung pada luas cekungan
pengendapan dan material pembentuk yang tersedia, juga pada kestabilan cekungan pada
masa yang bersangkutan, serta dapat juga bersamaan dengan pembentukan cebakan
endapan berharga/bahan tambang misalnya :
ñ pada proses pelapukan endapan nikel, laterit, bauksit, dll.
ñ pada proses pengendapan pasirbesi, timah, besi, batubara, pasir, kaolin, batugamping,
dll
2.3 Batuan Hasil Aktivitas Gunung Api
Magma yang merupakan lelehan panas, pijar, dan relatif encer, dapat bergerak dan
menerobos ke permukaan bumi melalui rongga-rongga yang terbentuk oleh proses
tektonik (bidang sesar). Selain berupa padatan, magma juga mengandung uap air dan gas
yang bervariasi komposisinya.
Pada saat menerobos ke permukaan bumi, magma yang agak kental dan bertekanan
rendah maka akan muncul berupa lelehan lava panas yang mengalir dari kepundan/kawah
ke lereng gunung, dan secara pelan-pelan membeku mulai dari bagian ujung dan luarnya,
sedangkan bagian tengahnya masih akan mengalir dan meninggalkan rongga-rongga di
dalam lava (lava berongga).
Kalau magma tersebut encer dan bertekanan tinggi, maka akan terjadi letusan gunung api.
Sumbat kepundan akan hancur dan terlempar ke sekitarnya dan bersamaan dengan itu
sebagian magma panas juga akan terlempar ke udara. Akibat dari letusan tersebut terjadi
proses pendinginan yang cepat, sehingga magma akan membeku dengan cepat dan
membentuk gelas (obsidian), tufa atau abu halus, lapili dan bom (berupa batuapung
dengan rongga-rongga gas). Material yang halus (tufa) akan terlempar jauh dan terbawa
angin ke tempat yang lebih jauh, sedangkan bom, lapili, dan gelas, dan material-material
lain yang berukuran pasir dan kerikil akan jatuh di sekitar puncak gunung.
Keterangan :
1. Magma membeku membentuk batuan beku pada kerak bagian dalam.
2. Kerak dalam kalau terangkat —> di permukaan bumi.
3. Aktivitas atmosfir akan merubah batuan menjadi lapuk, tererosi, tertransportasi dan diendapkan menjadi
sedimen.
4. Karena beban dan konsolidasi serta penyemenan, sedimen berubah menjadi batuan sedimen yang
kompak dan keras.
5. a. Batuan sedimen dapat terangkat ke permukaan bumi.
b. Atau mengalami proses metamorfosa menjadi batuan metamorf.
c. Batuan sedimen juga bisa tenggelam (penunjaman) dan meleleh menjadi magma baru
(mantel).
6. a. Batuan metamorf dapat terangkat ke permukaan bumi.
b. Atau tenggelam menjadi magma baru (mantel).
7. Batuan beku juga dapat mengalami metamorfosa menjadi batuan metamorf.
3. Stratigrafi
Secara umum stratigrafi diartikan sebagai suatu kesatuan ciri batuan yang berbeda
dengan di atas dan di bawahnya. Stratum dibatasi dari stratum lainnya oleh bidang
perlapisan atau ciri-ciri lain yang membedakannya dari yang berbatasan.
Penggolongan batuan berdasarkan lapisan-lapisan batuan di bumi menjadi satuan-satuan
batuan berdasarkan ciri-ciri litologinya disebut dengan litostratigrafi.
Beberapa konsep stratigrafi yang perlu diketahui antara lain :
ñ Superposisi (Steno, 1669), yaitu lapisan yang lebih muda selalu berada di atas lapisan
batuan yang lebih tua.
ñ Kedataran (Steno, 1669), yaitu susunan lapisan yang kedudukannya tidak horizontal
berarti telah mengalami proses geologi lain setelah pengendapannya.
ñ Kesinambungan (Steno, 1669), yaitu pada dasarnya batas hasil suatu pengendapan
berupa bidang perlapisan akan menerus sampai penyebab kejadiannya menghilang
pada suatu tempat.
Perubahan-perubahan posisi muka air laut (transgresi dan regresi) sangat mempengaruhi
proses pembentukan batuan sedimen tersebut sehingga batuan sedimen yang terbentuk
sangat tergantung pada kondisi lingkungan pengendapan pada waktu tersebut (sekuen
stratigrafi). Jika hubungan antar lapisan tidak normal (karena urutannya tidak menerus,
atau karena sebagian lapisan hilang akibat proses geologi) dikenal dengan istilah
ketidakselarasan (unconformity).
Secara umum yang dapat dipelajari dari penampang stratigrafi suatu daerah antara lain :
mengetahui urutan-urutan pengendapan batuan di daerah tersebut, mengetahui susunan
batuan, ketebalan, dan hubungan setiap lapisan, dapat memberikan gambaran dalam
melakukan interpretasi lingkungan pengendapan daerah tersebut.
4. Mineralogi
Mineral didefinisikan sebagai bahan/zat anorganik padat yang homogen, terbentuk di
alam dan mempunyai susunan kimia dan sistem kristal tertentu. Beberapa contoh mineral
dapat dilihat pada Tabel I.
Ada bahan lain yang tidak dapat disebut sebagai mineral, misalnya : SiO2 (opal, karena
amorf), C (batubara, karena merupakan bahan organik), H2O (air, karena bukan benda
padat).
Mineral dapat merupakan bahan berharga/bahan tambang seperti : Cu5FeS4 (bornit,
merupakan bijih tembaga), CuFeS4 (kalkopirit, merupakan bijih tembaga), Fe2O3
(hematit, merupakan bijih besi), Fe3O4 (magnetit, merupakan bijih besi), dll. Atau dapat
merupakan gangue (pengotor) bahan tambang (dibuang), misalnya : SiO2 (kuarsa, pada
tambang timah), FeS2 (pirit, pada tambang tembaga, emas), Na-Ca Si3O8 (felspar, pada
tambang timah primer), dll.
5. Struktur Geologi
Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada di suatu daerah
sebagai akibat dari terjadinya perubahan-perubahan pada batuan oleh proses tektonik atau
proses lainnya. Dengan terjadinya proses tektonik, maka batuan (batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorf) maupun kerak bumi akan berubah susunannya dari
keadaannya semula. Struktur geologi (makro) yang penting untuk diketahui antara lain ;
bidang perlapisan, sistem sesar, sistem perlipatan, sistem kekar, dan bidang
ketidakselarasan.
Apabila besarnya tegangan yang bekerja pada batuan sedimen tersebut melampaui batas
elastisnya, maka sistem tersebut akan mengalami penyesaran dan pergeseran (Gambar
15). Sedangkan kalau tidak terlalu besar, maka pada bagian-bagian tertentu mungkin
akan terbentuk sistem kekar tarik (pada batuan yang rapuh/getas).
Gambar 15. (a). Sketsa macam-macam perlipatan,
(b). Sketsa Perlipatan yang tersesarkan normal
Perlipatan menghasilkan bagian punggungan perlipatan yang disebut sebagai antiklin dan
bagian lembah yang disebut sebagai sinklin. Jarak antara antiklin dengan sinklin di
dekatnya juga bervariasi, tergantung pada besarnya gaya yang membentuknya. Demikian
juga mengenai kemiringan yang terbentuk pada perlipatan tersebut, yaitu tergantung pada
amplitudo dan frekuensi yang terjadi.
Lapisan batuan yang tidak mendatar lagi (miring) posisinya dinyatakan dalam jurus dan
kemiringannya (strike/dipnya), sehingga dibutuhkan interpretasi untuk
mengkorelasikannya (Gambar 16).
Permukaan bidang kekar ada yang halus, kasar, bergelombang, licin, dll, tergantung pada
jenis batuan, kekuatan batuan, besarnya gaya, dan jenis gaya yang bekerja padanya.
Dalam analisis kekar yang perlu diperhatikan adalah : ukuran kekar (persistensi),
kekasaran bidang kekar, bukaan kekar (separation), isi bukaan kekar (infilling),
ada/tidaknya air pada kekar, besar aliran air pada sistem kekar, orientasi bidang kekar
(jurus dan kemiringan), jumlah set kekar pada daerah yang sama, dan kerapatan/jarak
kekar
PENDAHULUAN
a. Gejala dan proses geologi saat diteliti : Gejala dan proses geologi apa saja yang
ada dan terjadi atau masih berlangsung di wilayah tersebut pada waktu evaluasi
dilakukan. Apakah daerah tersebut masih dalam proses terbentuk, misalnya
daerah bantaran sungai, delta, ataukah daerah tersebut telah tererosi sehingga
terbentuk lembah-lembah curam, gua di bawah tanah dsb . Apakah ada
kegunungapian akfif, kegempaan aktif, banjir musiman. Apakah daerah tersusun
oleh batuan yang homogen, heterogen atau kompleks dan apakah di daerah
tersebut terdapat rekahan, sesar, lipatan.
b. Gejala dan proses geologi di masa lalu : Gejala dan proses geologi apa saja
yang pernah ada dan pernah terjadi di wilayah tersebut sepanjang waktu geologi,
semenjak waktu pernbentukan batuan yang tertua di daerah tersebut hingga saat
evaluasi dilakukan. Misalnya saja apakah daerah tersebut pernah menjadi laut,
laut dalam atau dangkal, proses pengendapan apa yang terjadi. Pernahkah terjadi
genanglaut atau susutlaut. Berapa kali peristiwa tektonik bekerja di daerah
tersebut, apakah tektonik yang pernah ada bersifat regangan atau tekanan atau
berulang dan berganti-ganti. Apakah pernah terjadi kegiatan magma atau kegiatan
kegunungapian ditempat itu. Apakah pernah terjadi pengangkatan dan erosi,
berapa kali dan apa yang terlibat. Kapan terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
c. Potensi geologi daerah tersebut : Potensi geologi apa saja yang dimiliki oleh
wilayah tersebut, baik potensi positip maupun potensi negatip. Potensi positip
berupa sumberdaya geologi, misalnya bahan tambang yang sudah atau belum
digali, air tanah yang sudah dan belum dimanfaatkan, tanah yang dapat berfungsi
sebagai lahan pertanian, perkebunan, pemukiman atau sebagai bahan urugan, baik
yang sudah digali maupun yang belum dsb. Sedangkan potensi negatip berupa
potensi bencana alam, misalnya : tingkat kegempaan, daerah yang sudah maupun
yang belum pernah tetapi berpotensi terjadinya tanah longsor, daerah mana yang
rentan akan bahaya banjir, daerah mana yang sudah pernah atau berpotensi
terkena akibat aktifitas gunung api misalnya aliran awan panas, aliran lahar, aliran
lava.
Tujuan MGL
Setelah menyelesaikanmata pelajaran ini siswa dapat :
Peta Geologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi suatu daerah dan
berujud suatu proyeksi dan pelamparan Satuan / Kelompok batuan yang ada, urutan
penumpukan dari satuan-satuan tersebut serta susunan atau arsitektur perlapisan batuan
yang ada pada daerah yang terwakili oleh peta geologi tersebut.
Kerja lapangan yang memanfaatkan metoda geologi lapangan dengan tujuan
menghasilkan peta geologi disebut pekerjaan pemetaan geologi.
Penentuan posisi dan hubungan stratigrafis antara satuan yang satu terhadap yang lain,
sehingga dapat diperoleh sejarah pembentukan batuan yang ada di daerah pernetaan.
Posisi : apakah suatu satuan itu lebih muda, lebih tua, berumur sama dengan satuan yang
lain.
Hubungan selaras, tidak selaras, menyilang jari, intrusi.
1. Peta Geologi : Peta Geologi adalah suatu peta tematik yang menggambarkan kondisi
geologi suatu daerah. Peta tersebut merupakan hasil dari proses pemetaan geologi.
Pemetaan geologi adalah suatu kerja lapangan yang memanfaatkan metode geologi
lapangan untuk menghasilkan Peta Geologi dari daerah tersebut.
3. Macam Peta Geologi : Berdasarkan atas tujuannya: tujuan ilmiah umum untuk
explorasi bahan galian untuk eksplorasi air tanah untuk explorasi hidrokarbon untuk
pengembangan wilayah.
a. Berdasarkan skalanya :
Skala kecil 1 : 250.000, 1 : 100.000
Skala sedang 1 :50.000
Skala besar 1 : 25.000
Skala detail 1: 10.000, 1 : 5000
b. Berdasarkan peta dasar yang digunakan :
Peta dasar peta topografi berkontur : geomorfologi ditampilkan.
Peta dasar peta planimetri : geomorfologi tidak dipentingkan.
c. Berdasarkan cara penggambarannya :
Penggambaran dengan warna.
Penggambaran dengan tanda.
4. Kelengkapan baku suatu Peta Geologi
Suatu Peta Geologi dibuat dengan berbagai variasi, sesuai dengan kondisi medan, tujuan
utama pemetaan serta ketentuan umum pemetaan yang berlaku di instansi dimana pemeta
bekerja. Walaupun variasi itu besar, namun dalam suatu peta geologi ada komponen-
komponen utama yang bersifat universil. Komponen tersebut adalah :
a. Judul Peta
Umumnya adalah Satuan Batuan, baik resmi (Formasi, Anggauta) maupun tak resmi
(Satuan A, Satuan B).
Setiap Satuan diberi tanda atau warna atau kombinasi tanda dan warna khusus, biasanya
berkait dengan batuan penyusun utamanya.
Dua satuan yang berdekatan berbatasan yang dinyatakan dengan garis batas, baik berupa
batas tegas (garis menerus) maupun batas diperkirakan (garis putus-putus).
c. Penyebaran unsur geologi yang berupa bidang :
Unsur geologi yang berupa bidang (batas Satuan Batuan, aliran lava, sisipan batubara)
yang mempunyai kedudukan mendatar (horisontal) atau kemiringan yang kecil (kurang
dari 9° ) pola penyebarannya akan sejajar mengikuti garis kontur.
Unsur yang mempunyai kemiringan antara 10° hingga 79° , pada daerah lembah
penyebarannya akan membentuk huruf V dengan arah meruncing mengikuti arah
kemiringan perlapisan tersebut.
Unsur geologi yang berupa bidang (batas Satuan Batuan, dike, sesar, urat kuarsa) yang
mempunyai kedudukan tegak (vertikal) atau kemiringan yang besar (lebih besar dari 80° )
pola penyebarannya akan merupakan garis lurus, memotong garis kontur.
g. Beberapa profil :
Dibuat memotong Satuan Peta dan struktur terbanyak.
Arahnya sedapat mungkin tegak lurus jurus perlapisan atau sumbu lipatan.
Sebaiknya lurus, kalau harus berbelok, sudut pembelokannya tidak lebih dari 30°.
a. Koreksi Deklinasi. Karena jarum kompas adalah jarum magnet, maka arah
utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas adalah arah utara magnetik. Arah
utara magnetik ini tidak berimpit dengan arah utara sebenarnya (arah utara
geografis). Mereka membentuk sudut yang besarnya berbeda -beda dari suatu
lokasi geografis dengan lokasi geografis lainnya, dan kadang berubah dari satu
waktu ke lain waktu, meskipun lokasi geografisnya tetap. Perbedaan suclut ini
dinamakan deklinasi. Supaya jarum kompas menunjukkan arah yang sesuai
dengan arah utara geografis maka harus dilakukan koreksi deklinasi. Misalkan,
besamya harga deklinasi di daerah Bojonegoro pada tahun 1930 adalah 2 ° 15'E
dan bertambah 3' setiap tahun. Keterangan tersebut dapat dibaca pada peta
topografi yang digunakan.
Jika kita akan bekerja di daerah itu pada tahun 1980, maka besarnya deklinasi
adalah 2° 15' + 50 x 3' = 4° 45' E, artinya arah utara magnetik tedetak 4° 45' di
sebelah timur dari utara sebenarnya (true north). Jadi lingkaran harus kita putar
sehingga index pin menunjuk 4° 45' di sebelah timur dari titik 0.
Arah dari suatu titik ke titik lain dapat dinyatakan dengan dua cara, tergantung jenis/tipe
kompas geologi yang digunakan. Kedua cara tersebut adalah :
Dengan hanya menggunakan satu mata angin yaitu North (N) memutar melewati East
(E). Setelah arah diukur dengan cara tersebut, ditulis dengan notasi N E (misalnya N 45°
E, N 100° E, N 286° E). Arah yang diukur dengan metode ini disebut sebagai dinamakan
Azimuth, besarnya 0° s/d 360°. Penulisan arah Azimuth dinyatakan dengan NE,
maksudnya pengukuran mulai dari arah North ke East, misainya N 160 E, N 340" E, N
150" E dan sebagainya. Perhatikan, NE disini tidak menunjukkan kuadran North-East.
Kompas geologi yang digunakan juga disebut sebagai kompas tipe azimuth (360°).
Kompas geologi dari Eropa dan Jepang pada umumnya dibuat mengikuti tipe ini.
Dengan menggunakan empat mata angin, yaitu North, East, South dan West. Arah-arah
diukur dari : North ke arah East untuk yang berada pada kuadran NE, misalnya N 60° E,
N 35° E dsb. , North ke arah West untuk yang berada pada kuadran NW, misainya N 45 °
W, N 25 ° W dsb. , South ke arah East untuk yang berada pada kuadran SE, misalnya S
12° E, S 6° E, dsb., South ke arah West untuk yang berada pada kuadran SW, misainya S
20° W, S 48° W.
Dengan cara ini maka besamya arah hanya akan berkisar dari 0 0 - 90 0 saja. Kompas
geologi yang digunakan dalam cara ini adalah kompas jenis empat kuadran, atau sering
disebut sebagai kompas tipe Brunton. Kompas geologi buatan Amerika kebanyakan
menggunakan sistem kuadran. Setiap ahli geologi harus dapat menggunakan kedua cara
tersebut di atas sama baiknya, tergantung dari jenis kompas geologi yang digunakannya.
Kedua cara tersebut tidak boleh dicampur aduk.
c. Cara Menentukan Arah dengan Menembak (Shooting)
Kalau kita berada di suatu tempat yang posisinya di peta tidak diketahui, tetapi dari
tempat kita berada kita dapat melihat 1 atau lebih titik yang lokasinya di peta diketahui
dengan tepat, misainya puncak bukit, perpotongan dua sungai dan sebagainya, maka
lokasi tempat kita berada dapat ditentukan dengan jalan menembak (shooting) titik-titik
yang sudah diketahui posisinya tersebut (dalam hal ini disebut sebagai target). Cara
menembak dilakukan dengan jalan mengarahkan kompas ke target, kemudian bacalah
jarum selatan. Arah ini merupakan arah dari target ke penembak.
Ada beberapa cara dalam pengukuran jurus dan kemiringan lapisan batuan. Disini akan
dijelaskan cara yang paling aman supaya tidak terbalik dalam membaca kemiringan.
Terbaliknya penggambaran kemiringan dapat menimbulkan kesalahan yang serius. Cara
pertama yang dibaca adalah arah dari jurusnya, sedangkan cara kedua yang dibaca adalah
arah dari kemiringannya.
Pengukuran dilakukan dari bagian atas lapisan, kalau yang tersingkap bagian bawah maka
sambunglah bidang perlapisan tersebut dengan clipboard saudara dan pengukuran
dilakukan di atas clipboard.
Tempelkan sisi E dari kompas pada lapisan batuan sambil kompas dihorisontalkan dengan
cara gelembung horisontal (horizontal bubble) diusahakan berada di tengah. Kalau
kompas sudah horisontal bacalah ujung utara, maka arah ini adalah arah jurus dari
lapisan. Arah kemiringannya adalah 90° dari arah ini searah jarum jam.
Ukurlah besar kemiringan dengan klinometer. Caranya : kompas diletakkan miring pada
sisinya yang ada skala klinorneter dalam arah tegak lurus, kemudian bacalah besarnya
sudut kemiringannya.
Jika arah kemiringannya yang dibaca maka:
Pengukuran tetap dilakukan pada bagian atas lapisan batuan.
Tempelkan sisi S dari kompas sambil kompas dihorisontalkan seperti pada cara pertama.
Setelah kompas horisontal, bacalah ujung jarum utara, maka arah ini adalah arah
kemiringan dari lapisan.
Ukurlah besamya kemiringan dengan klinometer.
Arah jurusnya tentu saja tegak lurus arah kemiringan tersebut.
Kedua cara pengukuran jurus dan kemiringan yang telah diuraikan di atas berlaku untuk
kompas empat kuadran maupun kompas azimut
a. Peta topografi yang disusun dan diterbitkan oleh Dinas Topografi Hindia
Belanda yang berdasarkan pada pengukuran teristris, terbit sebelum tahun 1945.
Peta-peta ini kemudian diteruskan penerbitannya oleh Dinas Topografi
Angkatan Darat.
b. Peta topografi yang disusun dan diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), yang disebut sebagai peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI). Peta ini disusun berdasarkan pada analisa citra indra jauh yang
dikombinasikan dengan pengecekan teristris, terbit setelah tahun 1990.
a. Peta kontur menjadi peta dasar untuk mengeplotkan data geologi yang dijumpai
dilapangan.
b. Konfigurasi pola kontur menunjukkan gejala morfologi tempat tersebut.
Pengelompokan morfologi atas dasar pola kontur menghasilkan peta relief, yang
dalam banyak hal mencerminkan penyebaran batuan dan struktur yang ada di
daerah tersebut.
c. Aliran sungai menggambarkan arah umum kelerengan daerah, daerah yang lemah
akibat batuan yang lunak dan atau terpotong oleh struktur kekar atau sesar.
Pada proses pernetaan geologi, peta topografi digunakan untuk peta dasar dalam
menggambarkan kondisi geologi daerah tersebut. Kondisi tersebut terutama terdiri dari
penyebaran macam batuan yang ada, kedudukan setiap macam batuan serta struktur yang
ada di daerah tersebut. Disamping sebagai peta dasar, peta topografi juga digunakan
untuk penentuan lokasi dari titik-titik pengamatan di lapangan. Pada pekerjaan geologi
lapangan diperlukan sedikimya 3 lembar peta topografi, yaitu satu lembar dipakai sebagi
peta lapangan (field map atau working map), satu lembar dipakai sebagai peta pangkalan
(base sheet), dan satu lembar lagi sebagai peta petunjuk lokasi pengamatan.
Peta topografi yang paling baik untuk dipakai dalam penyelidikan geologi adalah
peta kontur. Peta jenis ini dilengkapi dengan garis kontur, yaitu garis khayal yang
menghubungkan titik-titik yang sama tingginya. Garis kontur ini digambar dengan
interval ketinggian tertentu yang biasanya dinyatakan pada lembar peta yang
bersangkutan. Dengan demikian, dengan melihat lokasi suatu titik pada atau di antara
garis kontur dengan nilai ketinggian tertentu, ketinggian titik tersebut sangat mudah
ditentukan. Peta kontur ini menunjukkan sifat kuantitatif, artinya disamping dapat untuk
mengetahui ketinggian dapat pula digunakan untuk mengetahui jarak sebenarnya antara
ua titik, besarnya sudut lereng, menghitung volume dsb.
Dalam pekerjaan geologi lapangan, salah satu kegunaan utama peta topografi
adalah untuk mengeplot lokasi pengamatan. Apabila di lapangan ditemukan suatu
singkapan atau stasiun pengamatan yang balk, maka sangatlah penting lokasi tersebut
diplot dengan benar (tepat) ke dalam peta lapangan. Kesalahan dalam pengeplotan lokasi
dapat menimbulkan permasalahan yang serius.
Ada beberapa cara untuk mengeplot lokasi, antara lain sebagai berikut:
a. Dengan membaca medan berdasarkan landmark yang jelas, seperti muara sungai,
pinggir kali di kaki bukit dan sebagainya. Untuk memudahkan cara ini peta
sebaiknya diorientasikan dulu, artinya peta diletakkan menurut mata angin yang
sebenarnya, kemudian medan dibaca.
b. Dengan satu penembakan arah dan dipotongkan dengan landmark misaInya
sungai,
c. Dengan dua atau lebih penembakan arah, contoh :
b. Data tentang faktor atau masalah geologi yang ada di daerah tersebut
Setelah peta geologi yang pernah dibuat telah ditemukan, perlu ditelaah apa yang ada di
daerah tersebut. Misalnya dari pemeta terdahulu disebutkan bahwa di daerah tersebut
terdiri dari 5 Formasi batuan, masing-masing breksi vulkanis, lempung hitam, batupasir,
napal dan batugamping, maka pemeta berkewajiban untuk mencari informasi yang
terperinci tentang breksi vulkanis dan batuan yang lain. Misalnya saja dalam breksi
vulkanis disebutkan adanya breksi autoklastik maka perlu dicari uraian dalam buku-buku
petrologi dan volkanologri tentang breksi autoklastik. Misalnya batupasirnya merupakan
distal turbidite, maka perlu dicari informasi umum tentang apa itu turbidit dan apa yang
dimaksud dengan distal turbidite beserta ciri-cirinya. Selanjutnya misalnya
batugampingnya sebagian berupa batugamping terumbu, maka perlu dlikumpulkan
informasi tentang terumbu itu apa, apa bagian-bagiannya, apa penyusun utamanya, apa
cirri-cirinya dan bagaimana cara mengenalinya di lapangan.
2. Lintasan Reconnaissance
Reconnaissance atau orientasi dilaksanakan dengan jalan melakukan perjalanan
yang mengikuti lintasan tertentu. Agar pekerjaan memberikan hasil yang optimal, maka
beberapa kriteria penentuan lintasan di bawah ini perlu diperhatikan dan sejauh mungkin
diusahakan pelaksanaannya di lapangan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan
medan yang ada. Kriteria tersebut adalah :
a. Base Camp: pangkalan kerja utama tempat semua kegiatan utama berawal. Base
Camp yang baik memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
b. Flying Camp: pangkalan kerja sementara / darurat, yaitu pangkalan untuk daerah
yang terlalu jauh atau terlalu sulit dicapai dari pangkalan kerja utama, misalnya
daerah yang berupa pegunungan tinggi atau ber-relief kuat, daerah yang terpisah
dari daerah lain oleh sungai besar tanpa jembatan, daerah yang sebagian besar
merupakan hutan dsb.
PENGAMATAN DATA LAPANGAN
e. Seberapa :
Pertanyaan ini menyangkut segi kuantitatip kornponen batuan atau obyek geologi yang
lain, misainya :
kuarsa 35 %, mika 25 %, partikel sebagian besar terdiri dari bioklast (> 70 %) sedang
sisanya berupa ooid dan litoklast.
Lebar singkdpan 60 m, sedang total ketebalan batuan 45 m.
Lereng dari perbukitan kerucut berkisar antara 35° di sebelah timur, semakin ke arah
barat semakin curam hingga mencapai 43°.
Tebal perlapisan batupasir dibagian bawah rata-rata 45 cm, semakin keatas menebal
menjadi rata-rata 95 cm.
f. Bagaimana / kapan terjadinya :
Pertanyaan ini menyangkut waktu geologi nisbi terjadinya obyek geologi tersebut
dibandingkan dengan obyek lain yang berada di dekatnya, misalnya :
Breksi menumpang secara tidak selaras di alas napal.
Batupasirnya menumpang selaras di atas balulempung.
Batugamping tufan diterobos oleh tubuh diorit porfir.
Napal merupakan xenolith dalam basalt.
g. Apa potensinya:
Potensi positip:
Bagian yang segar dan setengah lapuk dari breksi autoklastik di utara Gejayan
berpotensi untuk ditambang sebagai sumber batupecah.
Dataran di selatan desa Pengkol dikelilingi perbukitan di bagian barat, utara dan timur,
dengan kondisi airtanah dangkal (sumur gali kedalaman airnya hanya berkisar dari 2
hingga 5 meter) yang potensiil sebagai sumberdaya air irigasi.
Potensi negatip :
Bagian atas tebing jalan di selatan desa Cengklik tersusun oleh breksi yang lapuk lanjut
menjadi soil yang tebainya berkisar antara 5 hingga 7 meter, tanpa pelindung sehingga
pada saat hujan sangat mudah longsor.
Selain tujuh pertanyaan tersebut di atas tentu saja pengamat boleh mengajukan
pertanyaan yang lain yang berkaitan. Yang pasti adalah bahwa semua bentuk aspek
geologi dari obyek pengamatan harus tidak boleh terlewatkan. Hal ini sangat memerlukan
pengalaman teknik pengamatan, seringnya melakukan pengamatan, serta sangat
tergantung dari kelengkapan dan tingkat pemahaman dasar ilmu geologi yang dimiliki
oleh pengamat. Kecermatan dari pengamatan sangat menentukan kelengkapan dari
rekaman dan catatan data lapangan tersebut.
c. Tempat dimana dijumpai struktur yang cukup jeias, misalnya sesar, kekar, lipatan
dan sebagainya.
d. Tempat dimana dijumpai singkapan batuan yang jelas, walau tidak ada kontak,
perubahan morfologi maupun struktur.
e. Tempat dimana dijumpai proses alam atau kegiatan manusia yang bersangkutan
dengan potensi geologi.
f. Tempat dimana dari titik itu bisa diamati dan diukur kondisi bentang alam sekitar
tempat. seperri ini misalnya di puncak suatu bukit dimana justru tidak ada
singkapan batuan maupun struktur tetapi justru dari situ bisa dibuat sketsa
morfologi daerah sekitar.
g. Tempat yang letaknya di peta topografi yang digunakan sebagai dasar kerja,
sudah lebih dari 4 cm dari STA terdekat.
PROSEDUR KERJA PENGAMATAN DAN PEREKAMAN DATA
Pastikan bahwa calon titik pengamatan tersebut memenuhi satu atau lebih dari 7 kriteria
kelayakan suatu titik pengamatan.
Amati dengan seksama segala unsur, gejala dan proses geologi yang ada di tempat itu,
periksa apa yang ada di sekelilingnya untuk melihat kemungkinan pelamparan gejala
yang ada.
Kalau mungkin ke tempat yang lebih tinggi agar pandangan ke arah titik tersebut serta
daerah sekitamya menjadi lebih lapang/jelas. Dari jauh perhatikan apakah titik yang
dijauhi tersebut sudah merupakan lokasi yang terbaik, ataukah ada titik lain yang labih
baik atau lebih lengkap. Kalau ada coba dari jauh diusahakan untuk menentukan
hubungan antara apa yang ada di titik pertama dan titik kedua.
Amati dengan teliti sernua gejala geologi yang ada. Pengamatan ini harus dilakukan
secara menerus hingga mencapai titik pertama.
f. Kalau masih ada keraguan tentang gejala geologi yang ada, ulangi prosedur
menjauhi dan mendekati kembali tersebut, sehingga diperoleh gambaran yang
lengkap tentang apa yang sedang dihadapi.
g. Setelah diperoleh keyakinan, kembalilah ke titik pengamatan yang terpilih,
betulkan posisinya di peta topografi dan mulai melakukan pengamatan dan
pengukuran secara teliti dan cermat.
h. Amati semua fakta yang ada.
METODE GEOLOGI LAPANGAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan Metode geologi lapangan ini, didasarkan studi terhadap batuan. Yaitu
dengan mengetahui bagaimana batuan itu terbentuk, terubah, kemudian bagaimana
hingga batuan itu menempati bagian dari pegunungan, dataran-dataran di benua hingga
didalam cekungan dibawah permukaan laut. Batuan juga memiliki sifat-sifat, warna,
tekstur, dan lain-lain yang dimiliki pada setiap batuan yang di identifikasi, serta tidak
semua batuan dapat memiliki singkapan batuan.
Pada teknik observasi batuan ini, maka kita harus mengetahui Pemetaan geologi. Yaitu
suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan
suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai
penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala
struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah
tersebut. Selain itu, pemetaan informasi geologi, dapat memetakan tanda-tanda
mineralisasi yang berupa alterasi mineral.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-
informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi
ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan
dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi
lapangan atau dengan cara tali-kompas.Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail,
pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode lain seperti
uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan
dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau
dengan teodolit
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini, yaitu untuk mengetahui singkapan dan pemerian pada batuan
serta struktur-struktur batuan.
C. Rumusan Masalah
Menjelaskan tentang singkapan batuan serta proses akibat terjadinya singkapan batuan.
Menjelaskan tentang pengukuran jurus dan kemiringan (strike dan dip) pada batuan
II. PEMBAHASAN
Singkapan batuan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan yang masih utuh,
(belum terubah oleh pelapukan ). Proses singkapan batuan diakibatkan oleh adanya erosi
(pengikisan) oleh gaya-gaya yang bekerja pada lapisan penutupnya. Oleh karena itu,
singkapan pada batuan biasanya tidak menerus dan jarang atau kurang, karena tertutup
oleh tanah pelapukan yang tebal, hutan tropis yang lebat dan tanah garapan.
Dalam teknik penelitian lapisan dan struktur geologi kita harus mengetahui kedudukan
batuan di permukaan bumi dengan mengukur arah penyebarannya dan juga kemiringan
pada batuan. Dalam ilmu Geologi, kedua elemen tersebut dinamakan Strike dan Dip.
Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan
bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip adalah derajat yang dibentuk
antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike.
Bidang planar ialah bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidangperlapisan, bidang
kekar, bidang sesar.Strike Dip pada batuan umumnya muncul pada batuan hasil
pengendapan (sedimen). tetapi juga dapat ditemukan pada batuan metamorf
yang berstruktur foliasi. Penulisan strike dan dip N (Derajat Strike) E/ (Derajat Dip) dan
dibaca North to East (Nilai Strike) and (Nilai Dip).
Strike dip pada perlapisan batuan dapat diukur dengan menggunakan kompas
Geologi. Kompas Geologi mempunyai kemampuan untuk mengukur strike dip karena
memiliki klinometer juga bulls eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang berguna untuk
mengukur kemiringan dan Bulls eye adalah tabung isi gelembung udara berguna untuk
memposisikan kompas geologi agar menjadi horizontal. Disamping menggunakan
kompas Geologi, strike dip bidang dapat ditentukan dengan metode 3 titik. Intinya adalah
mengetahui pelamparan batuan berikut kemiringannya di lapangan.
Struktur Geologi
1. Kekar
Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang berarti
(bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Jenis-jenis kekar :
2. Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa Bidang Sesar (Fault Plane), atau
rekahan tunggal. Tetapi lebih sering berupa Jalur Sesar (Fault Zone), yang terdiri dari
lebih dari satu sesar. Jalur sesar atau gerusan (shear), mempunyai dimensi panjang dan
lebar yang beragam, dari skala minor atau sampai puluhan kilometer. Jenis-jenis sesar :
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis bidang di dalam
bahan
Kejadian Lipatan
Buckling yaitu karena proses penekanan lateral dari suatu bidang planar. Proses
pelengkungan terjadi pada kedua sisi selama terjadi pemendekan.
Bending yaitu karena pengaruh gerakan vertikal pada suatu lapisan, misalnya
penurunan lapisan, pergeseran pada jalur gerus, atau pelengseran suatu masa
batuan pada bidang yang tidak rata.
Untuk korelasi ini, kita harus mengetahui kedudukan lapisan batuan. Kita perlu
mengukur jurus (strike) dan kemiringan (dip). Pertama kita ukur strike-nya. Tempelkan
bagian kompas yang bertuliskan arah east pada top lapisan. Posisikan bubbles pada
tengah lingkaran. Baca angka yang berimpit dengan arah north. Itulah strike lapisan yang
kita ukur. Goreskan kompas sehingga didapatkan garis lurus.Tempelkan bagian kompas
berarah west tegak lurus dengan garis yang telah kita buat tadi (sehingga tangan penunjuk
mengarah searah dip). Ubah klinometer sehingga bubbles di tengah. Baca sudut yang
berimpit dengan angka 0. Cara pengukuran ini adalah default agar kita mendapat besaran
standar sesuai aturan tangan kanan.
Penulisan kedudukan lapisan batuan, terdiri dari dua cara yaitu : cara pertama dengan
menggunakan azimuth strik, dituliskan pada beberapa derajat dari utara berputar ke
timur, dan dip bisa ditulis dengan menggunakan arah atau aturan tangan kanan. Aturan
tangan kanan yaitu jika kita berdiri searah strike, maka dip selalu berada disebelah kanan,
sedangkan cara kedua, dengan menggunakan kuadran. Yaitu arah dibagi menjadi empat
kuadran N-E, N-W, S-E, S-W, penulisan dip-nya menggunakan yang berarah.