Anda di halaman 1dari 22

STUDENT PROJECT

Evaluasi Klinis dan Radiografi Perawatan Pulpotomi pada Gigi Molar Sulu
ng dengan Formokresol, Glutaraldehid dan Ferric Sulfat

Oleh:
SGD 5
Dosen Pembimbing :
drg. I G. A. Sri Pradnyani, M.Biomed

Nur Hikmah 1602551005


Nyoman Mutiara Puspa 1602551010
I Gusti Agung Ayu Rosa Maha Putri 1602551015
Rudy Tantra Gunawan 1602551020
Made Jayadi Mahardika 1602551025
Ni Ketut Sri Adiningsih 1602551030
Ni Kadek Armini 1602551035
Aprilia Rizqi Humaira 1602551040
Ida Ayu Laksmi Pratiwi 1602551045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
HALAMAN JUDUL
Evaluasi Klinis dan Radiografi Perawatan Pulpotomi pada Gigi Molar Sulu
ng dengan Formokresol, Glutaraldehid dan Ferric Sulfat

Oleh:
SGD 5
Dosen Pembimbing :
drg. I G. A. Sri Pradnyani, M.Biomed

Nur Hikmah 1602551005


Nyoman Mutiara Puspa 1602551010
I Gusti Agung Ayu Rosa Maha Putri 1602551015
Rudy Tantra Gunawan 1602551020
Made Jayadi Mahardika 1602551025
Ni Ketut Sri Adiningsih 1602551030
Ni Kadek Armini 1602551035
Aprilia Rizqi Humaira 1602551040
Ida Ayu Laksmi Pratiwi 1602551045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga student project dengan judul “Evaluasi Klinis dan Radiografi Perawatan
Pulpotomi pada Gigi Molar Sulung dengan Formokresol, Glutaraldehid dan Ferri
c Sulfat”ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga student project ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam student project
ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 15 April 2018

Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II BAHAN DAN METODE..........................................................................3

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA.......................................6

BAB IV DISKUSI.................................................................................................10

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................15

5.1 Kesimpulan..............................................................................................15

5.2 Saran........................................................................................................16

BAB VI DAFTAR PUSTAKA..............................................................................17

BAB VII LAMPIRAN..........................................................................................19

4
BAB I
PENDAHULUAN

Karies dan cedera akibat trauma pada gigi masih sangat umum ditemukan
pada anak dan perawatan kerusakan yang ditimbulkannya masih merupakan
bagian utama dari praktek kedokteran gigi anak.Tujuan utama perawatan operatif
pada anak adalah mencegah meluasnya penyakit gigi dan memperbaiki gigi yang
rusak sehingga dapat berfungsi kembali secara sehat, sehingga integritas
lengkung geligi dan kesehatan jaringan mulut dapat dipertahankan.Untuk
mencapai tujuan ini, telah dikembangkan beberapa perawatan endodontik
konservatif sebagai perawatan alternatif selain pencabutan gigi. Salah satu
perawatan pulpa konservatif pada gigi sulung adalah pulpotomi.1
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian
diikuti oleh penempatan obat di atas orifice yang akan menstimulasikan
perbaikan sisa jaringan pulpa vital pada akar gigi. Pulpotomi bertujuan untuk
melindungi bagian akar pulpa, menghindari rasa sakit dan pembengkakan serta
mempertahankan gigi. Pulpotomi dapat dipilih sebagai perawatan pada kasus
yang melibatkan kerusakan pulpa yang cukup serius namun belum saatnya gigi
tersebut untuk dicabut. Perawatan pulpotomi dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan ferric sulphat, glutaraldehid, dan formokresol.2
Formokresol menjadi obat pulpotomi yang popular untuk gigi primer.
Pada bulan Juni 2011, Dinas Kesehatan Amerika Serikat mengeluarkan laporan
yang mengklasifikasikan formaldehid pada formokresol sebagai karsinogen bagi
manusia. Bukti yang cukup tentang karsinogenisitas formaldehid dan mekanisme
karsinogenisitas telah dibuktikan dari studi pada manusia.3
Glutaraldehid telah dianjurkan sebagai alternative untuk formokresol
sebagai medikamen untuk perawatan pulpotomi.4-6 Glutaraldehid adalah reagen
bifungsional kimiawi, yang membentuk ikatan protein intra- dan inter- molecular
yang kuat yang dapat membentuk fiksasi superior melalu ikatan silang. 7
Glutaraldehid kurang nekrotik, distropi, sitotoksik dan antigenik namun lebih
baik sebagai antibakteri dan dapat memperbaiki jaringan secara instan. Tidak
seperti formaldehid, glutaraldehid memperlihatkan ikatan jaringan yang paling

1
rendah dan mudah dimetabolisme.8 Sayangnya, solution buffer pada glutaraldehid
tidak stabil dikarenakan umur penyimpanan yang pendek dan harus digunakan
dengan kondisi yang masih segar.9
Ferric sulfat memproduksi respon inflamasi lokal yang reversible pada
jaringan lunak mulut,10 tapi tidak toksik ataupun menyebabkan efek yang
berbahaya.11,12 Dalam kontak degan darah, ion ferric membentuk kompleks ferric
dan membrane dari kompleks ini menyegel pembuluh darah yang terluka secara
mekanis dan menyediakan hemostatis dan komplek protein yang teraglutinasi,
dimana akan memproduksi klot darah yang dapat menyumbat jalan masuk
kapiler.10,13 Senyawa non-aldehid ini telah direkomendasikan menjadi agen
pulpotomi dalam mekanisme mengontrol pendarahan yang dapat meminimalisir
inflamasi dan resorpsi internal dan dipercaya berhubungan dengan formasi klot
fisis.14Fie et al. (1991) melaporkan hasil klinis yang baik dengan menggunakan
ferric sulfat dalam gigi primer manusia.10 Sejak saat itu, senyawa ini telah
digunakan sebgaai alternative medikamen pulpa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, studi in vivo bertujuan untuk menilai
dan membandingkan pemeriksaan klinis dan radiografi yang sukses dengan
formokresol, glutaraldehid dan ferric sulfat sebagai medikamen molar primer
selama 3 bulan dengan interval 1 tahun.

2
BAB II
BAHAN DAN METODE

Sembilan puluh gigi karies molar primer yang dijadikan sample dalam
studi ini berasal dari 54 anak berusia 3 sampai 9 tahun yang mengunjungi
Department of Pediatric Dentistry, Sri Dharmasthala Manjunatheshwar (SDM)
College of Dental Science and Hospital, Sattur, Dharwad, India (durasi penelitian
dari Januari 2005 dan April 2007). Penelitian ini disetujui oleh The Ethics
Committee of the SDM College of Dental Science.
Kriteria inklusi berdasarkan screening secara klinis dan radiografik:
1. Anak yang sehat dan kooperatif dengan satu atau lebih gigi molar primer
mengalami karies dan melibatkan pulpa vital.
2. Molar primer dengan paparan karies vital yang berdarah saat ekstirpasi pulpa
saat masuk ke ruang pulpa.
3. Tidak ada gejala klinis nekrosis pulpa seperti sakit saat perkusi, sakit yang
terus menerus, riwayat pembengkakan, dan sinus tract.
4. Tidak ada penampakan radiografi dari resorpsi internal dan eksternal, batu
pulpa, dan patologi interradikular atau periapikal.
5. Struktur gigi dapat direstorasi dengan crown stainless steel.
Kemungkinan terjadinya ketidaknyamanan, resiko, dan keuntungan dari
prosedur perawatan dijelaskan pada orang tua/wali pasien. Informed consent
dalam partisipasi sudah didapatkan. Molar primer sebagai sample dipilih secara
random kemudian dibagi menjadi tiga grup sesuai dengan pengobatan pulpotomi
yang digunakan. Teknik pulpotomi meliputi anastesi lokal, pemasangan rubber
dam, dan prosedur perawatan dijelaskan kepada anak. Kepercayaan diri anak
didapatkan sebelum prosedur dilakukan.Teknik pulpotomi konvensional dan
standar dilaksanakan. Pulpa yang teramputasi diobati dengan pengobatan berikut
ini.
Kelompok FC: busa pelet no.4 yang steril (Pele Tim; Voco, Cuxhaven,
Germany), pertama dibasahi dengan formokresol (formalin 20% w/v, cresol
32.0% w/v, glycerine base 0.5; forsol 20 ml; Vishal Dentocare, Ahmedabad,
Gujarat, India), kemudian dikompres dua kali antara kain kasa untuk

3
menghilangkan larutan berlebih (dibasahi), ditempatkan selama lima menit pada
pulp stumps yang diamputasi. Setelah perubahan warna kecoklatan sampai hitam
pada jaringan pulpa radikular pada orifice, tempatkan campuran zinc oxide
eugenol (DPI, Mumbai, India).
Kelompok GA : busa pelet no.4 yang steril (Pele Tim; Voco, Cuxhaven,
Germany), yang disaturasi terlebih dahulu dengan 2% larutan glutaraldehid (satu
liter 2% glutaraldehid dengan aktivator berupa 6.5 g Bioclenz-G; PSK Pharma,
Karnataka, india) disiapkan sesuai dengan instruksi pabrik yang kemudian
dikompres dua kali diantara gauze untuk menghilangkan larutan berlebih
(lembab), kemudian diletakan selama lima menit pada pulpa yang diamputasi.
Campuran zinc oxide eugenol (DPI, Mumbai, India) diletakan saat terjadinya
diskolorasi coklat ke hitam pada jaringan pulpa radikular pada orifice.
Kelompok FS : busa pelet no.4 yang steril (Pele Tim; Voco, Cuxhaven,
Germany), yang disaturasi terlebih dahulu dengan 15.5% ferric sulfat
(Astringedent 60 mL; Ultradent products, South Jordan, UT, USA) dan kemudian
dikompres dua kali diantara gauze untuk menghilangkan larutan berlebih
(lembab), kemudian diletakan selama 15 detik - seperti dikutip dari penelitian Fie
et al. (1991), FS adalah sebuah astringent; mekanisme untuk menyebabkan
pembekuan darah adalah 15 detik - pada pulpa yang telah diamputasi. Setelah
terjadi diskolorasi dari coklat ke hitam dari jaringan pulpa radikular, ferric sulfat
dibilas dari saluran akar dengan air kemudian campuran zinc oxide eugenol (DPI,
Mumbai, India) diletakkan.
Semua gigi pada ketiga kelompok direstorasi dengan crown stainless steel
(3M) direkatkan dengan glass-ionomer cement (GC Fuji I, GC America, Alsip,
IL, USA). Anak-anak dipanggil kembali untuk evaluasi klinis dan radiografis
dalam interval waktu tiga bulan selama satu tahun. Penulis pertama (RH)
melakukan seluruh pengobatan dan penulis kedua dan ketiga (RTA dan KRI)
mengevaluasi semua follow-up post-operatif. Kesuksesan post-operatif secara
klinis dievaluasi melalui rasa sakit (P), kelunakan (T), pembengkakkan (Sw),
pembentukan fistula (Fi), dan mobilitas patologi (PM). Kesuksesan post-operatif
secara radiografis dievaluasi dengan mencari absensi dari periodontal ligament
space yang melebar (WPLS), resorpsi akar internal (IR), resorpsi akar eksternal

4
(PIR) dan kalsifikasi kanal (CC). Jika gigi mengalami salah satu dari hal yang
telah disebutkan diatas, pulpotomi dianggap gagal (F); namun jika tidak,
pulpotomi dianggap sukses (S). Dalam studi ini, semua anak menghadiri evaluasi
follow-up.
Hasil dianalisa dengan statistik deskriptif dan dengan membuat
perbandingan antara kelompok pengobatan dengan mempertimbangkan
demografis dan parameter klinis dan radiografis. Proporsi dibandingkan dengan
tes chi-square. Signifikansi statistik ditetapkan dengan nilai P sama dengan 0.05.15

5
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini dilibatkan 54 anak (27 perempuan, 27 laki-laki),


terdiri dari 90 gigi molar pertama (15 rahang atas dan 75 rahang bawah).
Evaluasi klinis
Di akhir periode follow up selama 12 bulan, kegagalan klinis ditemukan
pada kelompok FC dan FS. Tetapi kelompok GA tidak mengalami kegagalan
klinis. Kelompok FS terdapat satu gigi (3,3%) dan kelompok FC terdapat tujuh
gigi (23,3%) dengan kegagalan klinis. Pada kelompok FC, tingkat kegagalan
terjadi 1/30 (3,3%) gigi dalam waktu tiga bulan, 2/29 (6,9%) gigi dalam waktu
enam bulan, 1/27(3,1%) gigi dalam waktu sembilan bulan, dan 3/2 (11,5%) gigi
dalam waktu dua belas bulan. Kelompok FS, terdapat hanya satu gigi 1/30 (3,3%)
yang menunjukkan kegagalan klinis dalam waktu sembilan bulan. Tingkat
kegagalan klinis terbagi dalam tiga kelompok pada waktu tiga, enam dan
sembilan bulan yang tidak terlalu signifikan secara statistik. Pada waktu 12 bulan
terjadi signifikan secara statistik (P<0,05) (Tabel 1).

6
Evaluasi Radiografi
Kegagalan radiologi terlihat pada ketiga kelompok tersebut. Kelompok
GA memiliki jumlah kegagalan terendah diikuti oleh kelompok FS dan kelompok
FC. Setelah 12 bulan, kelompok GA mengalami kegagalan “radiografi” 5/30
(16,7%) gigi, kelompok FS 11/30 (36,7%) gigi dan kelompok FC13/30 (43,3%)
gigi. Pada kelompok FC, kegagalan radiografi terdapat 6/30 (20%) gigi dalam
waktu tiga bulan, 6/24 (25%) gigi dalam waktu enam bulan, dan 1/18 (5,6%) gigi
dalam waktu sembilan bulan. Pada kelompok FC terdapat total 13 gigi yang
mengalami kegagalan dalam waktu satu tahun terakhir. Kelompok FS, gigi yang
mengalami kegagalan radiografi terdapat 5/30 (16,7%) gigi dalam waktu tiga
bulan, 2/25 (8%) gigi dalam waktu enam bulan dan 2/23 (4,5%) gigi dalam waktu
dua belas bulan. Dengan demikian sembilan gigi pada kelompok FS mengalami
kegagalan radiografi dalam waktu satu tahun terakhir. Kegagalan radiografi
kelompok GA terjadi 3/30 (10%) gigi dalam waktu tiga bulan, dan 2/27 (7,4%)
gigi dalam waktu enam bulan, pada satu tahun terakhir terjadi lima
kegagalan.Tingkat kegagalan radiografi terjadi pada bulan ketiga, sembilan dan
dua belas yang tidak mengalami signifikan secara statistik (P>0,05); tetapi ada
akhir bulan keenam terjadi signifikansecara statistik (P<0,05). Hasil kegagalan
radiografi secara signifikan lebih tinggi daripada kegagalan klinis (P>0,05) (Tabel
2).

7
Kegagalan Klinis dan Radiografi pada Satu Tahun Terakhir
Pada satu tahun terakhir, terjadi gejala kegagalan klinis yaitu
pembengkakkan pasca operasi dengan 4/30 (13,3%) pada kelompok FC, 1/30
(3,3%) pada kelompok FS, dan tidak terjadi pembengkakkan pada kelompok GA.
Mobilitas patologis terjadi di kelompok FC (4/30; 13,3%). Pain, tenderness dan
fistulasi tidak dilaporkan pada seluruh periode follow up (Tabel3).

Pada table 4 terdapat dua kategori (success and failure) yang


membedakan keberhasilan kerja ketiga medikamen yaitu grup Formokresol (FC),
grup Glutaraldehid (GA), dan grup Ferric sulfat (FS). Gigi yang tidak terindikasi
dinyatakan sebagai sukses (success) dan sebaliknya gigi yang terindikasi
dinyatakan sebagai gagal (failure).Variabel yang diukur yaitu pelebaran ligament
periodontal (WPLS), radiolusensi patologis interadikuler (PIR), resorpsi internal
(IR), resorpsi eksternal (ER), dan kalsifikasi kanal (CC).

8
Pada evaluasi radiografi, hal yang paling sering ditemui pada semua
kelompok adalah resorpsi internal. Perbandingannya yaitu 5/30 (16,6 %) pada
kelompok FC, 6/30 (20 %) pada kelompok FS, dan 5/30 (16,6%) pada kelompok
GA. Resorpsi eksternal hanya terlihat pada kelompok FC (5/30; 20%).
Radiolusensi patologis interadikuler terlihat pada kelompok FC (7/30; 23%) dan
kelompok FS (2/30; 6.7%), tapi tidak pada kelompok GA. Kalsifikasi kanal tidak
terlihat pada kelompok FC ataupun kelompok GA tapi terlihat pada kelompok FS
(4/30; 13%). Pembesaran ligament periodontal tidak terlihat di kelompok
manapun. Hasil ini bisa dilihat pada table 4 dimana data yang tersajikan sudah
sesuai dengan deskripsi dari penulis.15

9
BAB IV
DISKUSI

Studi yang dilakukan pada penelitian diatas menunjukan glutaraldehid


memiliki tingkat kesuksesan yang tertinggi baik secara klinis maupun radiografis
sebagai medikamen pulpotomi, diikuti oleh ferric sulfat dan formokresol.Tercatat
bahwa pada satu tahun terakhir tingkat keberhasilan klinis adalah 100% pada
kelompok GA (sebanding dengan Kopel et al, (1980), yang melaporkan
keberhasilan 100%), 96,7% pada kelompok FS sebanding dengan Fuks dan Holan
(1997) dan Erdem dkk. (2011), yang masing-masing melaporkan 92,7% dan
100%, dan 86,7% pada kelompok FC sebanding Huth et al. (2005) dan Ruby et
al. (2012), yang masing-masing melaporkan keberhasilan 96% dan 100%. Pada
studi tersebut, indikator kegagalan seperti pembengkakkan dan mobilitas
patologis ditemukan pada kelompok yang diobati dengan formokresol dan ferric
sulfat, dimana obat ini dapat menyebabkan peradangan kronis pada pulpa dan
jaringan periapikal, sehingga menyebabkan edema dan berlanjut menjadi
mobilitas patologi.
Menurut Chandrashekhar dan Shashidhar, medikamen pulpotomi memang
berkontribusi dalam menyebabkan perubahan inflamasi kronis akibat proses
induksi sel PMN yang tinggi. Begitu pula dengan resorpsi internal yang mungkin
disebabkan karena destruksi parah terhadap jaringan residu, juga kapasitas
jaringan untuk mereabsorpsi yang menjadi berkurang akibat medikamen
pulpotomi. Resorpsi internal merupakan salah satu kegagalan patologis yang ada
pada semua medikamen pulpotomi, salah satunya Formokresol. Formokresol
diketahui merupakan sebuah substansi yang berbahaya dan merupakan toksik
bagi jaringan hidup karena komponen formaldehid yang ada didalamnya,
formokresol yang diaplikasikan pada jaringan pulpa vital diabsorbsi secara cepat
kedalam sirkulasi sistemik dan didistribusikan keseluruh tubuh.20
Formokresol memiliki kandungan formaldehyde, alkylating agents,
cresol, dan fenol yang menginduksi koagulasi protein. Mekanisme kerja dari
formokresol diduga akibat pelepasan uap formaldehyde yang berfungsi sebagai
agen germisidal.16 Banyak terdapat laporan mengenai sifat sitotoksik dari

10
formokresol dimana ditunjukan terjadinya kerusakan ada jaringan yang terpapar
oleh formokresol. Formaldehyde sendiri merupakan komponen utama yang
menyebabkan sitotoksisitas yang menyebabkan kerusakan jaringan.16 Mekanisme
kerusakan jaringan oleh formokresol diawali dari kerusakan jaringan vaskular
yang menyebabkan terganggunya tekanan osmotik dan hidrostatik pada jaringan
yang kemudian menyebabkan absorpsi cairan inflamasi oleh jaringan pulpa yang
menyebabkan pembengkakkan pada pulpa dan terjadinya nekrosis pulpa akibat
tekanan dari ruang pulpa. Kelebihan cairan inflamasi pada pulpa dialirkan
melalui pembuluh limfatik dan pembuluh vena yang menyebabkan tersebarnya
cairan inflamasi ke apikal dan jaringan lainnya sehingga menyebabkan
pembengkakkan pada jaringan tersebut.16
Pada sebuah studi pengujian medikamen pulpotomi dengan formokresol
secara radiografis ditemukan adanya peradangan kronis dan jaringan nekrotik
pada gigi yang ditangani dengan formokresol,16 sama halnya dengan ferric sulfat
meskipun dalam studi menunjukan secara klinis dan radiografis kesuksesan
pengobatannya lebih baik dibandingkan dengan formokresol.16
Glutaraldehid sendiri sudah diajukan sebagai alternatif dari formokresol
sebagai medikamen dalam perawatan pulpotomi karena memiliki sifat fiksatif
yang baik, minimalnya penetrasi sistemik, antigenisitas yang rendah, dan
toksisitas yang rendah.16 Glutaraldehid tidak bersifat nekrotik, distropik,
sitotoksik, dan antigenik dibandingkan formokresol, memiliki sifat bakterisid
yang lebih baik, dan dapat memperbaiki jaringan dengan cepat. 16 Glutaraldehid
dapat menghasilkan fiksasi jaringan tanpa menyebabkan banyak sel mengalami
nekrosis, dan lebih baik dari formokresol dalam fiksasi jaringan dan tidak
setoksik formokresol.16
Secara mengejutkan, tingkat keberhasilan secara radiografis berkurang
secara drastis dibandingkan dengan tingkat keberhasilan secara klinis pada ketiga
kelompok tersebut. Hasil ini sesuai dengan penelitian lainnya. Setelah 12 bulan
tingkat keberhasilan radiografis adalah sebesar 83,3% pada kelompok GA,
sebanding dengan studi oleh Shumayrikh dan Adenubi (1999) yang melaporkan
keberhasilan radiologis 75,8%. Pada kelompok FS, tingkat keberhasilan adalah
63,3%, sebanding dengan studi oleh Fuks dan Holan (1997) dan Odaba, et al.

11
(2012), yang melaporkan keberhasilan radiologis 74,5% dan 78,2%. Dalam
kelompok FC, keberhasilan radiologis adalah 56,7%, dibandingkan dengan
Thaliyath dan Joseph (1996) dan Ansari dan Ranjpour (2010) yang melaporkan
keberhasilan radiologis 67,75% dan 85%.
Kegagalan pada pulpotomi biasanya dapat dideteksi secara radiografi,
karena gigi mungkin asimtomatik secara klinis.Tanda awal kegagalan pulpotomi
dapat berupa resorpsi internal pada akar yang berdekatan dengan medikamen
pulpa. Peristiwa ini dapat terjadi disertai dengan resorpsi akar eksternal. Pada
molar primer, radiolusensi patologis interradikular berkembang di daerah
bifurkasi atau trifurkasi; pada gigi anterior radiolusensi dapat berkembang pada
apeks atau lateral dari akar gigi. Dengan banyaknya kerusakan, gigi menjadi
goyang atau fistula dapat terbentuk.20
Dalam penelitian ini, kelompok glutaraldehid bebas dari radiolusensi
patologis interradikular (PIR) setelah 12 bulan. Namun, tujuh gigi (23,3%) pada
kelompok formokresol dan dua gigi (6,7%) pada kelompok ferric sulfat
menunjukkan adanya PIR. Penyebab kegagalan ini juga telah dilaporkan dalam
berbagai penelitian sebelumnya. Kegagalan PIR pada kelompok formokresol
dapat disebabkan oleh ukuran molekul formokresol yang lebih kecil, yang dapat
meresap ke daerah apikal melalui kanal pulpa atau ke daerah furkasi melalui
kanal aksesori atau lantai pulpa, karena daerah tersebut tipis, berpori dan
permeabel pada molar desidui.16 PIR tidak terlihat dalam kelompok glutaraldehid,
mungkin karena ukuran molekul medikamen yang lebih besar, sehingga tidak
mampu meresap ke daerah furkasi.
Selain itu, resorpsi internal juga tercatat pada ketiga kelompok
medikamen pulpotomi. Respon pulpa ini juga telah ditemukan pada penelitian
sebelumnya. Resorpsi internal mungkin terjadi akibat inflamasi pulpa yang
kronis, adanya variasi pada teknik pulpotomi yang digunakan, atau kurangnya
predentin. Dalam penelitian ini, formokresol berkontak dengan jaringan pulpa
vital selama lima menit. Periode ini mungkin terlalu pendek untuk menghasilkan
mumifikasi sempurna. Hal ini dapat menghasilkan jaringan pulpa yang setengah
mati, setengah vital, dan/atau jaringan pulpa yang terinflamasi kronis. Pulpa
tersebut dapat rentan terhadap pembentukan abses dan resorpsi internal. Dalam

12
kasus kelompok glutaraldehid, penetrasi medikamen terbatas karena terjadi
pengikatan dari protein secara cepat dan dapat menyebabkan fiksasi yang tidak
cukup. Peristiwa ini menyisakan penghalang yang kurang baik terhadap iritasi
sub-base, menghasilkan resorpsi internal. Ferric sulfat bukan agen fiksatif; hal ini
mungkin alasan terjadinya resorpsi internal. Basis zinc oksida eugenol berkontak
langsung dengan permukaan pulpa dan mungkin berperan penting dalam difusi
eugenol ke pulpa vital dan mengiritasi jaringan pulpa. Telah disarankan bahwa
eugenol awalnya menghasilkan perubahan vaskular yang menyebabkan
peradangan dan pembentukan jaringan granula. Hal ini mungkin disertai dengan
metaplasia dari jaringan ikat normal dan makrofag untuk membentuk odontoklas
multinuklear raksasa seperti osteoklas, yang dapat menyebabkan resorpsi
internal.20
Penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya resorpsi akar eksternal pada
kelompok glutaraldehid dan ferric sulfat selama masa follow-up. Hanya
kelompok formokresol yang menunjukkan resorpsi eksternal pada enam gigi.
Kegagalan ini ditunjukkan pada penelitian sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi
karena kandungan formaldehid pada formokresol yang dinyatakan toksik,
merusak jaringan ikat, serta dapat diabsorpsi secara sistemik. Formokresol dapat
menghancurkan protein dan jaringan lain menjadi nekrotik. Nekrosis pulpa dapat
mengaktifkan produksi sitokin sehingga menyebabkan apoptosis odontoblas dan
fibroblas disekitar apeks gigi. Selain itu, infeksi pulpa dapat menstimulasi
peningkatan aktivitas osteoklas sehingga menginisiasi terjadinya resorpsi.
Dengan demikian agar mendapatkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi
dianjurkan untuk meggunakan formokresol yang dicairkan seperlimanya (20%)
pada gigi sulung sehingga efek toksisitas yang dapat menyebabkan resorpsi
internal maupun eksternal dapat dihindari. 17, 18
Resorpsi akar yang terjadi pada penggunaan medikamen glutaraldehid
maupun pada penggunaan ferric sulfat sangat rendah bahkan pada penggunaan
glutaraldehid hanya menunjukkan resorpsi akar internal saja karena glutaraldehid
dan ferric sulfat memiliki tinggat toksisitas yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan formokresol sehingga penggunaan glutaraldehid dan ferric sulfat dapat
dijadikan alternative untuk menggantikan penggunaan formokresol.19

13
Dalam penelitian ini, kalsifikasi kanal tidak terlihat pada kelompok
glutaraldehid dan formokresol. Namun, pada kelompok ferric sulfat, empat gigi
mengalami kalsifikasi kanal, efek samping ini sebelumnya ditunjukan pada
berbagai penelitian lainnya. Kalsifikasi kanal dapat digambarkan sebagai reaksi
dari dentin, yang merupakan usaha perbaikan jaringan pulpa, setelah mengalami
cedera. Alasan lainnya adalah karena eugenol yang lebih cepat meresap daripada
glutaraldehid ke kanal pulpa dan menyebabkan iritasi dan terjadinya aktivitas
odontoblastik berlebih yang menyebabkan kalsifikasi kanal.
Kegagalan pada gigi yang di pulpotomi seperti radiolusensi patologis,
radiolusensi interradicular, resorpsi eksternal, kalsifikasi kanal, pembengkakkan,
nyeri, nyeri tekan, abses dan kista menekankan pentingnya tindak lanjut berkala.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan penurunan tingkat keberhasilan secara
bertahap dengan waktu, seperti yang terlihat dalam penelitian saat ini. Hal ini
dapat dikaitkan dengan resorpsi fisiologis, resorpsi akar yang dipercepat, dan
pendekatan waktu pengelupasan geraham primer.
Besar molekul dari medikamen mempengaruhi kegagalan radiologis pada
perawatan pulpotomi. Umumnya diyakini bahwa eugenol bebas, seperti yang
ditemukan dalam campuran ZnOE yang baru disiapkan dapat menyebabkan
iritasi yang signifikan pada jaringan pulpa vital yang menyebabkan penurunan
tingkat keberhasilan karena ukurannya yang kecil. Untuk mengatasinya, semen
polikarboksilat dapat digunakan sebagai sub-base karena ukuran molekulnya
lebih besar dan sedikit iritasi pada pulp vital.20
Perbandingan dengan penelitian sebelumnya mungkin kadang sulit
karena beragam kriteria seleksi mengenai kasus, klinis, radiografi, metodologi,
bahan, konsentrasi obat-obatan, waktu penerapan dan durasi evaluasi, yang dapat
mempengaruhi hasil akhir.

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Jurnal dengan judul “Evaluasi Klinis dan Radiografi pada Perawatan
Pulpotomi Gigi Molar Primer dengan Formokresol, Glutaraldehid, dan Ferric
Sulfat” ini memiliki beberapa kesenjangan antar kalimat pada bagian diskusi
penelitian. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan bahwa kalsifikasi kanal hanya
terlihat pada grup Ferric Sulfat, namun mengenai mekanisme kalsifikasi kanal
penulis menjelaskan justru menjelaskan bagaimana basis eugenol memiliki
molekul yang lebih kecil daripada Glutaraldehid sehingga penetrasi eugenol
kedalam pulpa saluran akar lebih cepat dan menyebabkan iritasi pulpa yang
kemudian menyebabkan induksi osteoblas secara besar - besaran yang berakhir
dengan terbentuknya kalsifikasi dari kanal pulpa. Selain itu jurnal ini tidak
menjelaskan secara jelas mekanisme mengenai kekurangan medikamen dalam
menyebabkan beberapa patologis radiografi, hal ini dapat disebabkan karena
keterbatasan jumlah kata dalam aturan penerbitan jurnal.
Berikut merupakan ringkasan kesimpulan dari jurnal tersebut :
1. Tidak ada perbedaan yang signifikan yang ditunjukan antara penggunaan
formokresol, glutaraldehid, dan ferric sulfat sebagai medikamen pulpotomi.
Namun dalam pengaplikasian 2% Glutaraldehid menunjukkan hasil yang
lebih menjanjikan dibandingkan dengan formokresol dan ferric sulfat.
2. Gigi yang telah dirawat pulpoktomi harus dikontrol untuk memonitor adanya
perubahan patologi.
3. Resorpi internal merupakan gambaran radiologis yang paling sering
ditemukan dalam semua medikamen pulpotomi.
4. Tingkat keberhasilan pemeriksaan klinis lebih tinggi dibandingkan dengan
pemeriksan radiografis
5. Perawatan pulpotomi dinyatakan berhasil apabila kontrol setelah 6 bulan
tidak ada keluhan, tidak ada gejala klinis, tes vitalitas untuk pulpotomi vital
(+) dan pada gambaran radiografik lebih baik dibandingkan dengan foto awal.
Tanda pertama kegagalan perawatan adalah terjadinya resorpsi internal pada

15
akar yang berdekatan dengan tempat pemberian obat. Pada keadaan lanjut
diikuti dengan resorpsi eksternal.
6. Besar molekul dari medikamen mempengaruhi keberhasilan radiologis pada
perawatan pulpotomi.
7. Basis dengan ZnOE memiliki potensi untuk mengiritasi jaringan pulpa karena
ukuran molekulnya yang kecil. Oleh karena itu semen polikarboksilat dapat
digunakan sebagai alternatif menjadi sub-basis karena ukuran molekulnya
yang lebih besar sehingga lebih rendah dalam mengiritasi pulpa.

5.2 Saran
Diperlukan kajian ulang lebih lanjut mengeni penelitian ini dalam
penulisan serta bukti - bukti dari penelitian serupa sebelumnya. Selain itu
diperlukan untuk memperbaharui informasi mengenai medikamen terbaru yang
dapat digunakan dalam perawatan pulpotomi.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

16
1 Budiyanti, A. 2006.Perawatan Endodontik pada Anak. Jakarta: Penerbit
BukuKedokteran EGC.
2 Kennedy DB. Konservasi Gigi Anak: Paediatric Operative Dentistry. 3rd ed. AlihBahasa.
Narlan Sumawinata. Jakarta: EGC, 1993: 260-26
3 Zarzar PA, Rosenblatt A, Takahashi CS, Takeuchi PL, Costa Junior LA.
Formokresol mutagenicity following primary tooth pulp therapy: an in
vivo study. Journal of Dentistry.2003; 31: 479-485.
4 Srinivasan V, Patchett CL, Waterhouse PJ. Is there life after Buckley’s
formokresol? Part I: A narrative review of alternative interventions and
materials. International Journal ofPaediatric Dentistry.2006; 16: 117-
127.
5 Waterhouse PJ. “New age” pulp therapy: personal thoughts on a hot debate.
Pediatric Dentistry.2008; 30: 247-252.
6 Kopel HM, Bernick S, Zachrisson E, DeRomero SA. The effect of
glutaraldehid on primary pulp tissue following coronal amputation: an
in-vivo histologic study. ASCD Journalof Dentistry for Children.1980;
47: 425-430.
7 Erdem AP, Guven Y, Balli B, Sepet E, Ulukapi I, Aktoren O. Success rate of
mineral trioxide aggregate, ferric sulfate, and formokresol pulpotomies:
A 24-month study. Pediatric Dentistry.2011; 33: 165-170.
8 Gravenmade EJ.Some biochemical considerations of fixation in
endodontics.Journal of Endodontics.1975; 1:233-237.
9 Myers DR, Pashley DH, Lake FT, Burnham D, Kalathoor S, Waters R.
Systemic absorption of 14C-glutaraldehid from glutaraldehid-treated
pulpotomy sites. PediatricDentistry.1986; 8: 134-138.
10 Ranly DM. Glutaraldehid purity and stability: implications for preparation,
storage, and use as pulpotomy agent. Pediatric Dentistry. 1984: 6: 83-
87.
11 Epstein E, Maibach HI. Monsel’s solution; history, chemistry, and
efficacy.Archives of Dermatology.1964; 90: 226-228.
12 Fei A-L, Ydin RD, Johnson R.A clinical study of ferric sulfate as a pulpotomy
agent in primary teeth.PediatricDentistry.1991; 13: 327-332.

17
13 Christensen GJ, Christensen R. Astringedent by Ultradent.Clinical Research
Associates Newsletter. 1979; 3(8):2.
14 Casas MJ, Kenny DJ, Judd PL, Johnston DH. Do we still need formokresol in
pediatric dentistry? Journal of the Canadian Dental Association.2005;
71: 749-751.
15 Havale, Raghavendra, Rajesh T Anegundi, KR Indushekar, P Sudha. 2013.
Clinical and Radiographic Evaluation of Pulpotomies In Primary
Molars with Formokresol, Glutaraldehid and Ferric Sulphat. OHMD -
Vol. 12 – No.1.
16 Chandrashekhar S, Shashidhar J. Formokresol, still a controversial material
for pulpotomy; A critical literature review. J Res Dent 2014;2:114-24.
17 Pediarahma A, Rizal MF. Zinc Oxide Eugenol-Formokresol Root Canal
Treatment Fasils to Treat a Deciduous Tooth with Dentoalveolar
Abcess. 2014; vol. 21, No. 3, 100-104.
18 Noerdin S. Perawatan Pulpotomi Dengan Formokresol yang Dicairkan
Seperlima Pada Gigi Anak : Suatu Studi Kepustakaan. 1997; Vol. 4.No.
2.
19 Panjaitan HFR.Perawatan Pulpotomi Vital Pada Gigi Molar Dua Atas Gigi
Sulung.
20 Havale, Raghavendra, Rajesh T Anegundi, KR Indushekar, P Sudha. 2013.
Clinical and Radiographic Evaluation of Pulpotomies in Primary
Molars with Formokresol, Glutaraldehid and Ferric sulfat.OHMD-Vol.
12 – No. 1 – March, 2013.

BAB VII
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai