Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PENANGANAN PENCEGAHAN INFEKSI


PADA LUKA DENGAN MENGGUNAKAN MADU

disusun oleh:
Azis Kurniawan 317038
Hidayatul Fitri 317046
Intan Naomi Marpaung 317047
Isromaita 317049
Juan Carlo Triatmaka 317050

KELAS B
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PERSATUAN
PERAWAT NASIONAL INDONESIA
JAWA BARAT
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah kami selaku tim
perawat dapat menyelesaikan Satuan Acara Penyuluhan Penanganan
Pencegahan Infeksi Pada Luka Dengan Menggunakan Madu ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Penulis berterima kasih
kepada Perawat CI Ruang Fresia 1 dan Dosen pembimbing akademik Bapak
Herdiman yang telah memberikan tugas ini kepada tim perawat.
Penyuluhan ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu melalui kata pengantar ini tim penulis sangat
terbuka menerima kritik serta saran yang membangun sehingga tim perawat
dapat memperbaikinya.
Tim perawat sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan bagi pembacanya metode penanganan
pencegahan infeksi pada luka dengan menggunakan madu di Rumah Sakit
Umum Daerah Hasan Sadikin Bandung. Tim perawat juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan
jauh dari apa yang diharapkan.
Laporan penyuluhan ini membahas mengenai perawatan luka dalam
mencegah infeksi yang diperuntukkan bagi penderita kanker yang mengalami
luka, dimulai dari cara kerja madu pada luka, hingga manfaat dari madu pada
luka. Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekali lagi tim perawat mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan serta memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.
Bandung, 7 Februari 2018

Tim Perawat
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB 1 Pendahuluan ...................................................................................... 1
A. Latar belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................... 2
C. Pelaksanaan Kegiatan .......................................................................... 2
D. Kegiatan Penyuluhan .......................................................................... 4
E. Kriteria Evaluasi .......................................................................... 5
BAB 2 Pembahasan ...................................................................................... 7
A. Manfaat perawatan luka dengan menggunakan madu .......................... 7
B. Cara kerja madu terhadap luka ……...…………………..….……...... 10
C. Aplikasi penggunaan madu pada luka …...………....…….………… 11
BAB 3 Penutup .................................................................................... 13
Daftar Pustaka ................................................................................................ 14
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


PENANGANAN PENCEGAHAN INFEKSI
PADA LUKA DENGAN MENGGUNAKAN MADU

A. Latar belakang
Madu merupakan cairan kental, dengan kandungan gula jenuh, berasal dari
nektar bunga yang dikumpulkan dan dimodifikasi oleh lebah madu Apis mellifera.
Secara umum, madu memiliki kandungan utama ± 30% glukosa, 40% fruktosa, 5%
sukrosa, dan 20% air; selain itu, terkandung pula sejumlah senyawa asam amino,
vitamin, mineral, dan enzim.
Penggunaan madu sebagai bahan perawatan luka, sebagai suatu pengobatan
kuno yang ditemukan kembali dan hal itu meningkatkan ketertarikan terhadap madu,
dan banyak laporan tentang keefektifannya yang sudah dipublikasikan. Hasil temuan
klinis didapatkan bahwa infeksi dapat sembuh lebih cepat, inflamasi “swelhing” dan
nyeri dapat segera dikurangi odor (baupun) berkurang, slough, jaringan nekrotik
dapat terangkat, granulasi dan epitelisasi menjadi lebih cepat sehingga terjadi
pembentukan jaringan scar yang minimal.
Asam anti microbial dalam madu mencegah pertumbuhan mikroba pada luka
yang lembab (basah). Tidak seperti antiseptik tropikal lainnya, madu tidak
menyebabkan kerusakan jaringan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan didapatkan
hasil bahwa secara histology madu dapat meningkatkan proses penyembuhan luka.
Hal itu adalah efek langsung nutrient yang “drowing limple out” dari sel dengan
mekanisme osmosis. Stimulasi proses penyembuhan juga disebabkan oleh asiditas /
keasaman dari nadi itu sendiri. Osmosis menyebabkan cairan madu yang kontak
dengan permukaan luka dapat mencegah “dressing sticking” sehingga tidak terasa
nyeri atau terjadi kerusakan jaringan ketika dressing diganti. Begitu banyak bukti-
bukti yang mendukung penggunaan madu, dan dari hasil penelitian dengan teknik
randomized controlled clinical trial menunjukkan bahwa ternyata madu lebih efektif
dari pada silver sulva diazine dan poly urethane film (opsite) untuk menyembuhkan
luka bakar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan pasien dan keluarga mampu memahami tentang
metode penanganan pencegahan infeksi pada luka dengan menggunakan madu.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan 75% peserta dapat menyebutkan :
a. Manfaat dari pemberian madu pada pasien kanker yang mengalami luka;
b. Cara kerja madu dalam mencegah infeksi pada pasien kanker yang mengalami
luka;
c. Cara atau metode pemberian madu pada luka akibat kanker;
d. Menyebutkan 2 dari 3 kriteria dilakukannya metode ini; dan
e. Mampu melakukan minimal 2 kategori dari 3 hal di atas.

C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik : Metode penanganan pencegahan infeksi pada luka
dengan menggunakan madu
2. Sasaran : keluarga dan pasien yang memiliki luka akibat
kanker
3. Metoda : presentasi dan diskusi
4. Media : ppt, leaflet
5. Waktu Tempat : disesuaikan, ruang Fresia
6. Pengorganisasian
A. Moderator : Intan Naomi Marpaung
B. Pemateri : Juan Carlo Triatmaka
C. Fasilitator. : Isromaita dan Azis Kurniawan
D. Notulen : Hidayatul Fitri
E. Pengawas : CI Ruang Fresia dan Pembimbing Akademik

Uraian Tugas
a) Moderator
- Membuka acara
- Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
- Menjelaskan tujuan dan topik
- Menjelaskan kontrak waktu
- Menyerahkan jalannya penyuluhan pada pemateri
- Mengarahkan alur diskusi
- Memimpin jalannya diskusi
- Menutup acara
b) Pemateri
mempresentasikan materi untuk penyuluhan.
c) Fasilitator
o Memotivasi peserta untuk berperan aktif dalam jalannya penyuluhan.
o Membantu dalam menanggapi pertanyaan dari peserta.
d) Observer
Mengamati proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir.

7. Setting Tempat

F F

O
Keterangan :
= Pemateri M = Moderator
O = Observer = Klien
F = Fasilitator
Catatan : Setting tempat disesuaikan dengan kondisi anak dan mengikut
sertakan peserta tambahan
D. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta
1. 10 menit Pembukaan
 Perkenalan mahasiswa  Memperhatikan
 Perkenalan dosen/CI  Memperhatikan
 Menjelaskan tujuan  Memperhatikan
 Menjelaskan kontrak waktu  Memperhatikan
2. 20 menit Pelaksanaan
 Menggali pengetahuan peserta tentang  Menjelaskan
perawatan luka pada pasien kanker
 Memberi reinforcement positif  Memperhatikan
 Menjelaskan manfaat dari pemberian  Memperhatikan
madu pada luka pasien kanker
 Menjelaskan cara kerja madu pada luka  Memperhatikan
 Memberi kesempatan pada peserta untuk  Memberi
bertanya pertanyaan
 Memberi reinforcement positif  Memperhatikan
 Menjawab pertanyaan yang diajukan  Memperhatikan
 Menjelaskan cara melakukan perawatan  Memperhatikan
luka dengan madu
 Memberi kesempatan pada peserta untuk  Memperhatikan
bertanya dan mencoba mempraktekkannya
 Memberi reinforcement positif  Memperhatikan
 Menjawab pertanyaan yang diajukan  Memperhatikan
3. 10 menit Penutup
 Meminta peserta untuk memberikan  Memberi
pertanyaan atas penjelasan yang tidak pertanyaan
dipahami
 Menjawab pertanyaan yang diajukan  Memperhatikan
 Menyimpulkan diskusi  Berpartisipasi
 Melakukan evaluasi  Menjawab
pertanyaan
 Mengucapkan salam  Menjawab
salam

E. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
b. 60% peserta mengikuti penyuluhan
c. Tempat dan media serta alat penyuluhan sesuai rencana
2. Evaluasi Proses
a.Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
b. Waktu yang direncanakan sesuai pelaksanaan
c.70% peserta aktif dan tidak meninggalkan ruangan selama penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
Peserta mampu :
a. Mengetahui manfaat dari pemberian madu pada pasien kanker yang
mengalami luka;
b. Mengetahui cara kerja madu dalam mencegah infeksi pada pasien kanker
yang mengalami luka;
c. Mengetahui dan melakukan cara atau metode pemberian madu pada luka
akibat kanker;
d. Menyebutkan 2 dari 3 kriteria dilakukannya metode ini; dan
e. Mampu melakukan minimal 2 kategori dari 3 hal di atas.
BAB II
PEMBAHASAN

Materi penyuluhan
METODE PENANGANAN PENCEGAHAN INFEKSI
PADA LUKA DENGAN MENGGUNAKAN MADU

A. Manfaat perawatan luka dengan menggunakan madu


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2017) terdapat
beberapa manfaat dari pengolesan luka dengan menggunakan madu, seperti:
1) Kemampuan Menstimulasi Proses Pengangkatan Jaringan Mati / Debridemen
Manfaat madu dalam pengangkatan jaringan mati atau debridemen tidak
lepas dari potensi anti inflamasinya. Pada luka kronis, sering dijumpai adanya
slough (lapisan pada permukaan dasar luka yang merupakan akumulasi
jaringan nekrotik, sel darah putih mati, bakteri mati, dan jaringan ikat) yang
dapat menghambat proses penyembuhan luka dan meningkatkan risiko
kolonisasi bakteri. Perlekatan slough pada permukaan dasar luka yang sehat
tersebut diperantarai oleh fibrin yang akan terurai apabila terdapat cukup
plasmin pada area luka tersebut.
Namun, pada saat terjadi peradangan justru akan terbentuk lebih banyak
plasminogen activator inhibitor (PAI); PAI itu sendiri pada dasarnya berfungsi
menghambat aktivator plasminogen yang bertugas mengonversi plasminogen
(prekursor plasmin inaktif) menjadi plasmin.
Penggunaan madu akan menghambat produksi PAI, sehingga akhirnya
akan terbentuk lebih banyak plasmin yang bertugas mengurai fibrin dan
melepaskan perlekatan slough pada permukaan dasar luka yang sehat tanpa
penguraian matriks kolagen yang diperlukan untuk perbaikan jaringan.
Manfaat madu dalam membantu debridemen telah terbukti dalam sejumlah uji
coba klinis luka bakar.
Madu terbukti mampu mencegah pembentukan scar pada luka bakar; di
lain pihak, pada luka yang dirawat menggunakan silver sulfadiazine justru
dijumpai pembentukan skar. Luka bakar yang mendapat intervensi madu
waktu penyembuhannya lebih singkat dibandingkan dengan luka yang dirawat
menggunakan silver sulfadiazine. Tetapi, bila dibandingkan dengan metode
eksisi dini dan tandur kulit untuk luka bakar derajat II dan III, perawatan luka
dengan madu justru akan menghambat penyembuhan. Keunggulan madu
terbukti dalam uji coba klinis lain yang melibatkan fasitis nekrotikans regio
genital, disimpulkan bahwa madu mampu berperan sebagai alternatif terhadap
metode debridemen secara pembedahan.

2) Mengurangi Bau Tidak Sedap pada Luka


Hipotesis mekanisme madu menghilangkan bau tidak sedap terkait pada
kandungan glukosa yang cukup tinggi dan cenderung disukai bakteri. Pada
dasarnya, bau tidak sedap pada luka bersumber pada amonia dan sulfur yang
dibentuk dari proses metabolisme bakteri terhadap asam amino baik pada
jaringan mati maupun serum.
Saat digunakan balut madu, bakteri akan lebih banyak memetabolisme
glukosa, sehingga pada akhirnya akan dihasilkan asam laktat.

3) Mempercepat Penyembuhan Luka


Secara umum, madu bersifat asam dan memiliki kisaran pH 3,2 – 4,5.
Kondisi luka yang asam akan meningkatkan pelepasan oksigen dari
hemoglobin, sehingga dapat mendukung proses penyembuhan luka. Selain itu,
pada rentang pH tersebut, aktivitas protease dalam menghancurkan matriks
kolagen yang diperlukan bagi perbaikan jaringan pun akan dihambat.
Osmolaritas madu yang tinggi akibat tingginya kandungan gula akan
menimbulkan efek osmotik, sehingga akan menarik cairan dari permukaan
luka; jika sirkulasi darah jaringan di bawah luka baik, efek osmotik gula justru
akan memperlancar aliran keluar cairan limfe. Mekanisme ini dapat
dianalogikan dengan perawatan luka menggunakan tekanan negatif (negative
pressure wound therapy / NPWT) yang dinilai bermanfaat mempercepat
penyembuhan luka.

4) Imunomodulasi
Pengendalian infeksi pada luka diduga tak hanya diperantarai oleh
aktivitas antibakterial madu; namun juga didukung pula oleh potensi
imunomodulasi madu. Hal ini terbukti dalam beberapa uji coba klinis dengan
mengoleskan madu pada luka bakar derajat II yang sengaja dibuat dalam
kondisi steril; luka yang terbentuk bebas dari kontaminasi bakteri dan laju
penyembuhan pada luka yang mendapat intervensi perawatan madu terbukti
lebih cepat bila dibandingkan dengan luka yang tidak mendapat intervensi.
Secara in vitro, madu terbukti mampu menginduksi produksi sitokin oleh
leukosit yang pada akhirnya akan menstimulasi pertumbuhan sel. Madu
dengan konsentrasi 1% mampu menstimulasi pelepasan TNF-α, IL-1β, dan
IL-6 dari monosit – sitokin yang terbukti secara in vivo berperan dalam
perbaikan jaringan.
Meskipun stimulasi produksi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α dinilai
berbahaya, namun tidak perlu dikhawatirkan karena pada penggunaan madu,
respons inflamasi tersebut akan tetap diregulasi oleh aktivitas anti-inflamasi
madu. Oleh sebab itu, jika madu dengan konsentrasi 1% diberikan pada luka
yang meradang, tidak akan ada peningkatan stimulasi produksi TNF-αdan
madu justru akan menekan pembentukan senyawa ROS. Selain itu, madu juga
berperan merangsang pembentukan matrix metallopeptidase 9 (MMP-9),
enzim protease yang berperan dalam pelepasan sel keratinosit dari membran
basalis, sehingga memungkinkan terjadinya migrasi keratinosit untuk
reepitelisasi.
Terdapat beberapa hipotesis yang menjelaskan mekanisme potensi
imunomodulasi madu; namun hipotesis yang paling mungkin adalah adanya
komponen molekuler tertentu dengan berat 5.8 kDa yang masih belum
teridentifikasi. Tonks, dkk. menyimpulkan bahwa komponen molekuler
tersebut mampu menstimulasi produksi TNF-α oleh makrofag melalui
stimulasi pada TLRs 4 (Toll-like receptors 4).

B. Cara kerja madu terhadap luka


Di dalam madu terdapat berbagai aktivitas yang membantu proses pencegahan
infeksi pada luka, diantaranya ialah:
1) Aktivitas Anti inflamasi
Secara klinis, aplikasi madu pada luka terbukti dapat mengurangi edema
dan pembentukan eksudat, meminimalisasi pembentukan jaringan parut, dan
mengurangi sensasi nyeri pada luka bakar atau jenis luka lainnya. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2017) di RS PGI Cikini
diperoleh temuan biokimiawi bahwa madu mampu menurunkan kadar
malondialdehid dan lipid peroxide serta secara histologis menurunkan jumlah
sel radang pada jaringan. Komponen fenol dalam madu mampu menghambat
produksi sitokin proinflamasi TNF-α.
2) Aktivitas Antibakterial
Potensi antibakterial madu diperoleh melalui:
a) Tingginya osmolaritas madu akibat kandungan gula yang cukup tinggi
akan menarik cairan intraseluler bakteri, sehingga akhirnya terjadi
plasmolisis.
b) Kandungan hidrogen peroksida, senyawa kimia yang dibentuk secara
lambat oleh glukosa oksidase yang secara alami ditambahkan oleh lebah
selama pembuatan madu.
c) Kandungan senyawa kimia tertentu (phytochemical) dari nektar tumbuh-
tumbuhan tertentu.
Aktivitas antibakterial dari aktivitas senyawa fitokimia yang terkandung
dalam madu dinilai lebih superior dibandingkan aktivitas antibakterial umum
yang diperantarai oleh hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida pada dasarnya
merupakan agen anti bakterial yang dibentuk oleh glukosa oksidase, glukosa
oksidase akan tetap inaktif bila madu hanya mengandung sedikit air; oleh
sebab itu, untuk mengaktifkannya diperlukan proses dilusi misalnya oleh
eksudat luka.
3) Aktivitas Antioksidan
Potensi anti oksidan madu diduga berkaitan erat dengan potensi anti
inflamasinya. Radikal bebas yang dibentuk dari oksigen, atau dikenal dengan
istilah reactive oxygen species (ROS), diproduksi pada rantai respirasi
mitokondria dan oleh leukosit saat terjadi inflamasi. ROS berperan sebagai
pembawa pesan (messenger) yang menghantarkan umpan balik positif saat
timbul inflamasi dan proses ini dapat dihambat oleh antioksidan. Berbagai
jenis senyawa antioksidan dalam madu antara lain adalah flavonoid,
monofenol, polifenol, dan vitamin C, dimana vitamin C dapat menekan
produksi peroksida (salah satu golongan ROS) dan berperan penting sebagai
anti oksidan.

C. Aplikasi penggunaan madu pada luka


Berikut ini merupakan cara atau prosedurnya perawatan luka dengan
menggunakan madu, sebagai berikut:
1) Mencuci tanga terleih dahulu
2) Bersihkan luka dengan menggunakan caian NaCl 0,9% atau bisa
menggunakan air mendidih yang di dinginkan sesuai dengan suhu ruangan.
3) Setelah luka dbersihkan degan menggunakan NaCl 0,9% atau air DTT,
keringkan luka dengan menggunakan kain kassa.
4) Madu dioleskan bisa menggunakan kassa menyeluruh menutupi luka,
Jumlah madu yang digunakan bervariasi, tegantung luas permukaan luka.
5) Madu yang digunakan yaitu madu asli karena memiliki antioksidan yang
tinggi untuk melawan inflamasi.
6) Setelah madu dioleskan menyeluruh, tutup lka dengan menggunakan kassa.
7) Penyembuhan luka dengan madu bisa dlaukan 1-2 kali dalam sehari.
Selain itu pemberian madu diberikan untuk dressing kemudian ditempatkan
pada luka. Madu akan menyebar dipermukaan luka (ga
uze) atau soaked madu. Madu impregnated gause dapat digunakan untuk pack
cavities of wounds. Setelah luka terbungkus maka luka akan terbungkus.
Kebanyakan dressing luka dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali atau
2-3 hari sekali. Hasil penelitian menyatakan bahwa dressing dilakukan 1 hari
atau lebih tergantung dari kebutuhan agar luka tampat bersih dan kering.
Laporan lain menyebutkan bahwa dressing diganti 1 atau 2 kali sehari sampai
luka bersih dan terjadi granulasi, kemudian dressing sehari sekali dapar dibanti.
Laooran lain menyatakan penggantian dressing madi dilakukan sehari dua kali
dan dilakukuan 3 kali sehari jika luka terkontaminasi dengan urine atau feses.
Beberapa laporan menyatakan bahwa campuran antara lipid dan madu
ternyata lebih mudah menyebar di permukaan luka, selain lipid dengan
menggunakan castor oil atau 20% vaselin.

D. Jeis-jenis yang boleh dilakuakan perawatan dengan menggunaka madu


1. Luka dekubitus
2. Luka ulkus
3. Luka bakar
- Luka bakar akibat listrik
- Luka bakar akibat zat kimia
- Luka bakar akibat api
4. Luka terbuka seperti sayatan pisau, luka karna kecelakaan dan lain
sebainya.
5. Luka kanker terbuka
BAB III
PENUTUP

Madu merupakan cairan kental dengan komponen utama fruktosa yang diperoleh
dari nektar bunga dan dimodifikasi oleh lebah madu (Apis mellifera). Madu telah
digunakan sejak dahulu kala untuk perawatan luka; meskipun kini mulai digantikan
dengan modalitas perawatan luka modern, madu memiliki keunggulan yakni salah
satunya mampu melawan infeksi kuman yang resisten terhadap antibiotik.
Pada pasien-pasien yang mengalami kanker, biasanya terdapat bagian kulit yang
mengalami perlukaan. Dimana jika terdapat luka pastilahh akan beresiko infeksi yang
jika dibiarkan dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat mengancam
nyawa penderitanya, untuk itulah diperlukan perawatan luka yang memadai untuk
mencegah infeksi, salah satunya dengan menggunakan madu.
Penggunaan madu sebagai salah satu materi perawatan luka bersifat
menguntungkan karena madu mengandung sekaligus berbagai potensi anti-inflamasi,
anti-bakterial, serta anti-oksidan; ditambah dengan sifat madu yang anti-resisten. Tak
hanya karena bioaktivitasnya tersebut, madu juga mampu mempertahankan
kelembapan luka serta menstimulasi pengangkatan jaringan mati, sehingga dapat
mendukung penyembuhan luka; madu dapat mengurangi bau tidak sedap pada luka
dapat memberikan kenyamanan. Meskipun demikian, salah satu penyulit yang patut
dipertimbangkan adalah perlunya penggantian balut madu setiap hari untuk madu
lokal agar MIC tetap tercapai. Selain itu, madu yang digunakan untuk perawatan luka
sebaiknya sudah terstandarisasi dan sudah steril.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, N.A. (2017). Madu: Efektivitasnya untuk Perawatan Luka. Jakarta Pusat
[internet]. [Jakarta, 6 Feb 2018]. Available from: http://www./21_249CPD-Madu-
Efektivitasnya%20untuk%20Perawatan%20Luka.pdf.

Jones VE. (2016). Essential Microbiology For Wound CCare. United Kingdom:
Oxford University Press.

Sudjatmiko G. (2011). Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. 3rd ed.
Jakarta: Yayasan Khasanah Kebajikan.

Sussman C, Bates-Jensen BM. (2007). Wound Care: A Collaborative Practice


Manual. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Yaghoobi R, Kazerouni A, Kazerouni O. (2013). Evidence for Clinical Use of Honey


in Wound Healing As an anti-bacterial, anti-inflammatory anti-oxidant and anti-
viral agent: A review. Jundishapur J Nat Pharm Prod [Internet]. [cited 2018 Feb
6];8(3):100–4. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24624197
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai