Anda di halaman 1dari 94

613.

2
Ind
p
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN KEGIATAN GIZI


DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2012
Daftar Ralat

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Halaman Tertulis Seharusnya


613.2
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat 13 mergencies Emergencies
Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
p Pedoman kegiatan gizi dalam penanggulangan
bencana,-- Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 36 Rusum Ransum
2012.

ISBN 978-602-235-138-2 41 gula untuk selingan gula untuk selingan


sore 0 sore 3/4 p
1. Judul I. NUTRITION
II. FOOD III. EMERGENCY CARE 54 Rangsum Ransum
IV. CIVIL DEFENSE V. DISASTER
613.2
Ind
p

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN KEGIATAN GIZI


DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2012
613.2
Ind
BA

A
AD
TI
p
S
K

HU

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN KEGIATAN GIZI


DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
DIREKTORAT BINA GIZI
2012
Katalog Dalam Terbitan. Kementrian Kesehatan RI
623.2
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Masyarakat,
P Pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi
darurat. - Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010.

I. Judul 1. NUTRITION 2. FOOD 3. EMERGENCY CARE


KATA PENGANTAR

Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya


bencana alam dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat
konflik sosial. Kejadian bencana mengakibatkan korban bencana harus
mengungsi dengan segala keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada
perubahan status gizi korban bencana khususnya kelompok rentan yaitu
bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia.
Untuk mengantisipasi kejadian bencana dengan segala dampaknya,
Direktorat Bina Gizi telah menerbitkan buku “Pedoman Penanggulangan
Masalah Gizi Dalam Keadaan Darurat, 2002” dan telah digunakan selama 1
dekade dalam penanganan kegiatan gizi di berbagai daerah bencana dengan
beberapa revisi sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Buku
“Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana” ini, merupakan
penyempurnaan dari edisi sebelumnya, antara lain dengan melengkapi
bagan kegiatan penanganan gizi mulai dari pra bencana, tanggap darurat
dan pasca bencana.
Pedoman ini merupakan acuan bagi petugas untuk mengelola kegiatan
penanganan gizi dalam situasi bencana. Terima kasih kepada semua pihak
yang telah berpartisipasi aktif dalam pembahasan pedoman edisi revisi ini.
Saran dan masukan konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan
untuk penyempurnaan pedoman ini di masa mendatang.

Jakarta, Mei 2012


Direktur Bina Gizi,

DR. Minarto, MPS

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I iii


iv I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1.
B. Tujuan ............................................................................. 3
1. Tujuan Umum .............................................................. 3
2. Tujuan Khusus .............................................................. 3.
C. Definisi Operasional ........................................................ 4

BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM
PENANGGULANGAN BENCANA ............................................. 7.
A. Pra Bencana .................................................................... 7.
B. Situasi Keadaan Darurat Bencana ..................................... 9.
1. Siaga Darurat ................................................................9.
2. Tanggap Darurat ............................................................9.
3. Transisi Darurat ........................................................ 15.
C. Pasca Bencana ............................................................ 16

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI ..................... 17


A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan ................................. 18
1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 bulan ....................... 18
2. Penanganan Gizi Anak Balita Usia 24-59 bulan ........... 25
3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui .............25
4. Penanganan Gizi Lanjut Usia ..................................... 28
B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa .......................................28

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I v


BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI .............................................. 29
1. Pra Bencana .................................................................. 29 ..
2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut...............29
3. Pasca Bencana ............................................................... 30.

BAB V DAFTAR PUSTAKA...................................................................31.

LAMPIRAN............................................................................................32

vi I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh Ransum Fase II Tahap Tanggap


Darurat Awal dan Cara Perhitungan
Kebutuhan Bahan Makanan Untuk Pengungsi...................32

Lampiran 2 Penyusunan Menu Pemberian Makanan Pada


Bayi Dan Anak (PMBA) Usia 6 – 59 Bulan.........................37

Lampiran 3 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan


Bagi Bangsa Indonesia (Orang/Hari).................................47

Lampiran 4 Formulir I Registrasi Keluarga, Balita


dan Ibu Hamil....................................................................48

Lampiran 5 Formulir II Hasil Pengukuran Antropometri


dan Faktor Penyulit Pada Anak Balita................................49

Lampiran 6 Formulir III Hasil Pengukuran Antropometri


Pada Ibu Hamil..................................................................50

Lampiran 7 Pernyataan Bersama United Nations Childrens


Fund (Unicef), World Health Organization (WHO)
dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)..........................51

Lampiran 8 Rekomendasi Ikatan Dokter Anak


Indonesia (IDAI) Mengenai Air Susu Ibu (ASI)
dan Menyusui....................................................................57

Lampiran 9 Checklist Pemantauan dan Evaluasi..................................76

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I vii


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap
Darurat Awal........................................................................32
Tabel 2 Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan
Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I
Tahap Tanggap Darurat Awal................................................33
Tabel 3 Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II
Tahap Tanggap Darurat Awal .. ..................................... 34
Tabel 4 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk
Dibawa Pulang (Dry Ration) orang/hari..............................35
Tabel 5 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk
Dimakan Ditempat/Dapur Umum ( Wet Ration )
g/orang/hari .......................................................................36
Tabel 6 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi
6-8 Bulan (650 kkal) .................................................................... 38
Tabel 7 Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan
(650 kkal) ..................................................................................... 38
Tabel 8 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk
Bayi 9-11 Bulan (900 kkal).................................................39
Tabel 9 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Bayi 9 - 11
Bulan (900 kkal).................................................................40
Tabel 10 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk
Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)............................................41
Tabel 11 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 12 - 23
Bulan (1250 kkal)...............................................................42
Tabel 12 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk
Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)............................................43
Tabel 13 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 24-47
Bulan (1300 kkal)...............................................................44
Tabel 14 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari
Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)..................................45
Tabel 15 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 48-59
Bulan (1300 kkal)...............................................................46
viii I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan
terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami,
banjir dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia
yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya
bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran
hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur masyarakat
Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang dapat
berakibat terjadi konflik sosial.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI, pada tahun 2009 tercatat 287 kali kejadian bencana
dengan korban meninggal sebanyak 1.513 orang, luka berat/rawat
inap sebanyak 1.495 orang, luka ringan/rawat jalan 56.651 orang,
korban hilang 72 orang dan mengakibatkan 459.387 orang mengungsi.
Selanjutnya, pada tahun 2010 tercatat 315 kali kejadian bencana dengan
korban meninggal sebanyak 1.385 orang, luka berat/rawat inap sebanyak
4.085 orang, luka ringan/rawat jalan 98.235 orang, korban hilang 247
orang dan mengakibatkan 618.880 orang mengungsi. Sementara itu,
pada tahun 2011 tercatat 211 kali kejadian bencana dengan korban
meninggal sebanyak 552 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 1.571
orang, luka ringan/rawat jalan 12.396 orang, korban hilang 264 orang
dan mengakibatkan 144.604 orang mengungsi. Dampak bencana
tersebut, baik bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan
terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi
masalah kesehatan dan gizi.
Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai
sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas
pelayanan umum dan sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya.
Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya
permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 1


bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur
distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan
yang buruk.
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita,
bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari
ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat.
bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan
terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi
yang ada.
Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan
dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa
kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal
serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah
tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam
penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita.
Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok
yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian
makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan
risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko
kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan
gizi terutama apabila bayi dan anak juga menderita kekurangan gizi
mikro. Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak
balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok
umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-
UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana
menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan
tepat.
Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana
merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya
bencana (pra bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap
tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana.
Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah
kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat

2 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan
gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi
masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam
rangka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan
pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan bencana
Kementerian Kesehatan.
Buku ini merupakan acuan bagi petugas gizi dan para pemangku
kepentingan lainnya yang terlibat dalam penanggulangan bencana agar
penanganan gizi dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Petugas memahami kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana
mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara
cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya penurunan status gizi
korban bencana.

2. Tujuan Khusus
a. Petugas memahami kegiatan penanganan gizi pada pra
bencana
b. Petugas memahami pengelolaan penyelenggaraan makanan
pada situasi bencana
c. Petugas mampu menganalisis data hasil Rapid Health
Assessment (RHA) kejadian bencana
d. Petugas mampu menganalisis data status gizi balita dan ibu
hamil korban bencana.
e. Petugas mampu melaksanakan pemantauan dan evaluasi
pasca bencana

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 3


C. Definisi Operasional
a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
manusia disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis.
b. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia
c. Pengungsi (Internal Displaced People) adalah orang atau kelompok
orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggal untuk
jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk
bencana.
d. Kelompok rentan adalah sekelompok orang yang membutuhkan
penanganan khusus dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti
bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia baik dengan
fisik normal maupun cacat.
e. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang
terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta
turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan
manusia.
f. Surveilans gizi pada situasi bencana adalah proses pengamatan
keadaan gizi korban bencana khususnya kelompok rentan secara
terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan
tindakan intervensi.
g. Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan
selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi
kebutuhan gizi.
h. Makanan tambahan bagi balita adalah makanan tambahan yang
diperuntukan bagi balita usia 24 - 59 bulan dengan kandungan gizi
sekitar 1/3 dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu energi 350-400
kkal dan 12 - 15 g protein per hari makan.
4 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
i. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan
bergizi yang diberikan disamping ASI bagi anak usia 6 – 24 bulan
untuk mencapai kecukupan gizi, dengan kandungan yaitu energi
minimum 400 kkal dan 8 - 12 g protein per hari makan.
j. Makanan tambahan bagi ibu hamil adalah makanan tambahan
yang diperuntukan bagi ibu hamil, dengan kandungan gizi sesuai
dengan AKG, yaitu energi 300 kkal dan 17 g protein per hari makan.
k. Keadaan serius (serious situation) adalah keadaan yang ditandai
dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan
15%, atau 10-14,9% dan disertai faktor penyulit.
l. Blanket supplementary Feeding adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu
hamil yang diberikan pada keadaan gawat (serious situation).
m. Keadaan berisiko (risky situation) adalah keadaan yang ditandai
dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan
10-14,9%, atau 5-9,9% dan disertai faktor penyulit.
n. Targetted supplementary feeding adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus
dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5 cm yang diberikan
pada keadaan kritis (risky situation).
o. Faktor penyulit (aggravating factors) adalah terdapatnya satu atau
lebih dari tanda berikut ini:
• Rata-rata asupan makanan pengungsi kurang dari 2100 kkal/
hari.
• Angka kematian kasar >1 per 10.000/hari.
• Angka kematian balita > 2 per 10.000/hari.
• Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) campak atau pertusis.
• Peningkatan kasus ISPA dan diare.
p. Prevalensi balita kurus adalah jumlah anak berusia 0 – 59 bulan
yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5


z score <–2 SD menurut Kepmenkes Nomor 1995 Tahun 2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun
2010 di bagi populasi anak usia 0-59 bulan pada suatu waktu dan
tempat tertentu.
q. Prevalensi balita sangat kurus adalah jumlah anak berusia 0 –
59 bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai
nilai z score <–3 SD menurut Kepmenkes Nomor 1995 Tahun 2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak dibagi
jumlah populasi anak usia 0-59 bulan pada suatu waktu dan tempat
tertentu.
r. Ibu hamil risiko kurang energi kronik (KEK) adalah ibu hamil yang
mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5 cm.

6 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN
BENCANA

Kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana merupakan rangkaian


kegiatan yang dimulai sejak pra bencana, pada situasi bencana dan pasca
bencana, sebagaimana digambarkan pada Bagan 1. Kegiatan Gizi Dalam
Penanggulangan Bencana.

A. Pra Bencana
Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan
antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas
seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kontinjensi
kegiatan gizi, konseling menyusui, konseling Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI), pengumpulan data awal daerah rentan bencana,
penyediaan bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan pendampingan
kepada petugas terkait dengan manajemen gizi bencana dan berbagai
kegiatan terkait lainnya.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7


Bagan 1
Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Sosialisasi dan Pelatihan Petugas

Pra - Bencana
Pembinaan Teknis
Rencana Kontinjensi
Pengumpulan Data Awal
dll

FASE I TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL:


Analisis data pengungsi dari hasil Rapid Health Assessment (RHA)

FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL:


Pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/PB atau BB/TB dan TB/U),
ibu hamil (LiLA)

TAHAP TANGGAP DARURAT LANJUT:


Analisis hasil pengukuran antropometri dan faktor penyulit

Situasi Serius Situasi Berisiko Situasi Normal

Surveilans
(Serious Situation): (Risky Situation): Persentase balita kurus
Bencana

Persentase balita kurus Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) 5,0 -


(<-2SD BB/TB) > 15% (<-2SD BB/TB) > 14,9% 9,9%
atau atau atau
Persentase balita kurus Persentase balita kurus Persentase balita kurus
(<-2SD BB/TB) (<-SD BB/TB) 5,0 - (<-SD BB/TB)
10,0 - 14,9% disertai 9,9% disertai adanya <5% disertai adanya
adanya faktor penyulit faktor penyulit faktor penyulit

Penanganan: Penanganan: Penanganan:

Ransum PMT untuk kelompok Tidak perlu intervensi


PMT untuk semua rentan kurang gizi khusus (Pelayanan rutin)
kelompok rentan terutama terutama balita kurus dan
balita dan ibu hamil ibu hamil risiko KEK
(Blanket Supplementary dengan LiLA <23,5 cm
Feading) (Targetted Suplementary
Feeding)
Pasca - Bencana

Pemantauan dan Evaluasi

Sumber: Diadaptasi dari The Management of Nutrition in Major Emergencies:


WHO, 2000. p.75-77

8 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


B. Situasi Keadaan Darurat Bencana
Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga
darurat, tanggap darurat dan transisi darurat.
1. Siaga Darurat
Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana
yang ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber
daya. Kegiatan penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada dapat dilaksanakan kegiatan
gizi seperti pada tanggap darurat.
2. Tanggap Darurat
Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat
dikelompokkan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat
awal dan tanggap darurat lanjut.
a. Tahap Tanggap Darurat Awal
1) Fase I Tanggap Darurat Awal
Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai
dengan kondisi sebagai berikut: korban bencana bisa
dalam pengungsian atau belum dalam pengungsian,
petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara
lengkap,bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan
adanya penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan.
Lamanya fase 1 ini tergantung dari situasi dan kondisi
setempat di daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari
setelah bencana. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan
adalah:
• Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsi
tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya
• Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan
• Menganalisis hasil Rapid Health Assessment (RHA)
Pada fase ini, penyelenggaraan makanan bagi korban
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 9
bencana mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar
ransum. Rasum adalah bantuan bahan makanan yang
memastikan korban bencana mendapatkan asupan energi,
protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan
beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry
ration) dan basah (wet ration). Dalam perhitungan ransum
basah diprioritaskan penggunaan garam beriodium dan
minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A.
Contoh standar ransum pada Fase I Tahap Tanggap Darurat
Awal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1
Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal
Kebutuhan/Orang/ Ukuran Rumah Tangga
Bahan Makanan
Hari (g) (URT)1
Biskuit 100 10-12 bh
Mie Instan 320 3 gls (4 bks)
Sereal (Instan) 50 5 sdm (2 sachets)
Blended food (MP-ASI) 50 10 sdm
Susu untuk anak balita (1-5 tahun) 40 8 sdm
Energi (kkal) 2.138
Protein (g) 53
Lemak (g) 40

Catatan:
1. Contoh standar ransum di atas hanya untuk keperluan perencanaan secara keseluruhan
2. Perkiraan balita di pengungsian sebesar 10% dari jumlah pengungsi, perlu ada Blended food (MP-ASI)
dan susu untuk anak umur 1-5 tahun di dalam standar perencanaan ransum
3. Penerimaan dan Pendistribusian melalui dapur umum

4. Perhitungan bahan makanan hendaknya ditambahkan 10% untuk hal tak terduga atau kehilangan

1 Ukuran Rumah Tangga (URT): bh = buah; gls = gelas; sdm = sendok makan; bks = bungkus

10 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Contoh perhitungan kebutuhan bahan makanan sesuai standar ransum
berdasarkan jumlah korban bencana dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500
Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal
Kebutuhan Bahan
Makanan
Untuk 1500 Jumlah
Kebutuhan/ Tambahan
Bahan Makanan Pengungsi Kebutuhan
Orang/Hari (g) 10% (kg)
(kg)
Per 3
Per Hari (kg) Hari
(kg)
Biskuit 100 150 450 45 495
Mie Instan 320 480 1440 144 1584
Sereal (Instan) 50 75 225 22,5 247,5
Blended food
50 75 225 22,5 247,5
(MP-ASI)
Susu untuk anak
40 60 180 18 198
balita (1-5 tahun)

2) Fase II Tanggap Darurat Awal


Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah:
a) Menghitung kebutuhan gizi
Berdasarkan analisis hasil Rapid Health Assessment (RHA)
diketahui jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur,
selanjutnya dapat dihitung ransum pengungsi dengan
memperhitungkan setiap orang pengungsi membutuhkan
2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak, serta menyusun
menu yang didasarkan pada jenis bahan makanan yang
tersedia. Contoh menu dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 11


b) Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum
yang meliputi:
• Tempat pengolahan
• Sumber bahan makanan
• Petugas pelaksana
• Penyimpanan bahan makanan basah
• Penyimpanan bahan makanan kering
• Cara mengolah
• Cara distribusi
• Peralatan makan dan pengolahan
• Tempat pembuangan sampah sementara
• Pengawasan penyelenggaraan makanan
• Mendistribusikan makanan siap saji
• Pengawasan bantuan bahan makanan untuk
melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat
bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan dan
lain-lain, yang meliputi:
P Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan
harus dipisah antara bahan makanan umum dan
bahan makanan khusus untuk bayi dan anak
P Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai
termasuk makanan dalam kemasan, susu formula
dan makanan suplemen
P Untuk bantuan bahan makanan produk dalam
negeri harus diteliti nomor registrasi (MD),
tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara
penyiapan dan target konsumen
P Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri
harus diteliti nomor registrasi (ML), bahasa,
tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan
target konsumen
12 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera
melaporkan kepada Koordinator Pelaksana.
b. Tanggap Darurat Lanjut
Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap
darurat awal, dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai
tingkat kedaruratan. Lamanya tahap tanggap darurat lanjut
tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana.
Pada tahap ini sudah ada informasi lebih rinci tentang keadaan
pengungsi, seperti jumlah menurut golongan umur dan
jenis kelamin, keadaan lingkungan, keadaan penyakit, dan
sebagainya. Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini meliputi:
1) A n a l i s i s f a k t o r penyulit berdasarkan hasil Rapid Health
Assessment (RHA).
2) Pengumpulan data antropometri balita (berat badan,
panjang badan/tinggi badan), ibu hamil dan ibu menyusui
(Lingkar Lengan Atas).

Besar sampel untuk pengumpulan data antropometri :


• Populasi korban bencana sampai 3.000 orang, seluruh (total) balita
diukur
• Populasi korban bencana kurang dari 10.000 rumah tangga, gunakan
systematic random sampling dengan jumlah sampel minimal 450
balita
• Populasi korban bencana lebih dari 10.000 rumah tangga, gunakan
cluster sampling, yaitu minimum 30 cluster yang ditentukan secara
Probability Proportion to Size (PPS) dan tiap cluster minimum 30
balita

Sumber :
The Management of Nutrition In Major mergencies,Geneva,WHO,2000. P45.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 13


3) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB
<-2SD) dan jumlah ibu hamil dengan risiko KEK (LILA
<23,5 cm).
4) Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare,
campak, demam berdarah dan lain-lain.
Informasi tentang proporsi status gizi balita selanjutnya
digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi
atau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan tingkat
kedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatan
penanganan gizi mempertimbangkan pula hasil dari
surveilans penyakit. Hasil analisis data antropometri
dan faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang
direkomendasikan adalah sebagai berikut:
• Situasi Serius (Serious Situation), jika prevalensi
balita kurus ≥15% tanpa faktor penyulit atau 10-
14,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini semua
korban bencana mendapat ransum dan seluruh
kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil
diberikan makanan tambahan (blanket supplementary
feeding).
• Situasi Berisiko (Risky Situation), jika prevalensi balita
kurus 10-14,9% tanpa faktor penyulit atau 5-9,9%
dengan faktor penyulit. Pada situasi ini kelompok
rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil
risiko KEK diberikan makanan tambahan (targetted
supplementary feeding).
• Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10%
tanpa faktor penyulit atau <5% dengan faktor penyulit
maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang
melalui pelayanan kesehatan rutin.
Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat
tanda klinis gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan

2. Tanda Klinis = Kwashiorkor, Marasmus dan Marasmik-Kwashiorkor

14 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


kesehatan untuk mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak
Gizi Buruk.
5) Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan
suplemen gizi.
• Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu
diberikan makanan tambahan disamping makanan
keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai energi
350 kkal dan protein 15 g per hari.
• Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari,
selama 90 hari.
• Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A
dosis 200.000 IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1
kapsul lagi hari berikutnya, selang waktu minimal 24
jam)
• Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi
berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah
(200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan, bila
kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30
hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan
Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi
mendapat kapsul vitamin A.
• Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling
perorangan dengan materi sesuai dengan kondisi
saat itu, misalnya konseling menyusui dan MP-ASI.
• Memantau perkembangan status gizi balita melalui
surveilans gizi.
3. Transisi Darurat
Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi
dan rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi
darurat disesusaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat
dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 15


C. Pasca Bencana
Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah
melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans,
untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan (need assessment)
dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut
atau respon dari informasi yang diperoleh secara terintegrasi dengan
kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat (public health response)
untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan
korban bencana.

16 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan


Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan penanggung jawab
utama dalam penanggulangan bencana. Pusat Penanggulangan Krisis
Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan merupakan unsur dari BNPB
dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi akibat bencana. Pengelola
kegiatan gizi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan
bagian dari tim penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang
dikoordinasikan PPKK, PPKK Regional dan Sub regional, Dinas Kesehatan
Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Penanganan gizi pada situasi bencana
melibatkan lintas program dan lintas sektor termasuk Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional.
Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar
efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:
a. Penghitungan kebutuhan ransum;
b. Penyusunan menu 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak;
c. Penyusunan menu untuk kelompok rentan;
d. Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai
pendistribusian;
e. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu
formula bayi;
f. Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi
khususnya balita dan ibu hamil;
g. Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi;
h. Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan
konseling MP-ASI;
i. Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet
besi untuk ibu hamil);

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 17


Penanganan gizi dalam situasi bencana terdiri dari penanganan gizi pada
kelompok rentan dan dewasa selain ibu menyusui dan ibu hamil. Penjelasan
lebih rinci penanganan pada kelompok tersebut sebagai berikut:

A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan


Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23
bulan, anak usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut
usia.
1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan
Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta)
merupakan kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan
penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat
serta kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat meningkatkan
risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada situasi
bencana.
Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak
balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua
kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur
0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi
bagi kelompok ini dalam situasi bencana menjadi bagian penting
untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian
Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut:
a. Prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
1) Pemberian ASI pada bayi/baduta sangat penting tetap
diberikan pada situasi bencana
2) PMBA merupakan bagian dari penanganan gizi dalam
situasi bencana
3) PMBA dalam situasi bencana harus dilakukan dengan
benar dan tepat waktu

18 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


4) Institusi penyelenggara PMBA adalah Pemerintah Daerah
yang dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat yang
mempunyai tenaga terlatih penyelenggara PMBA dalam
situasi bencana
5) Apabila Dinas Kesehatan setempat belum memiliki atau
keterbatasan tenaga pelaksana PMBA dalam situasi
bencana, dapat meminta bantuan tenaga dari Dinas
Kesehatan lainnya
6) PMBA harus di integrasikan pada pelayanan kesehatan
ibu, bayi dan anak
7) Penyelenggaraan PMBA diawali dengan penilaian cepat
untuk mengidentifikasi keadaan ibu, bayi dan anak
termasuk bayi dan anak piatu
8) Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan
yang tepat dan aman dalam memenuhi kecukupan gizi
bayi dan anak
9) Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak
termasuk dalam pengadaan ransum.
b. Pelaksanaan PMBA Pada Situasi Bencana
1) Penilaian Cepat
Penilaian cepat dilakukan sebagai berikut:
a) Penilaian cepat dilakukan untuk mendapatkan data
tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan
anak termasuk bayi piatu
b) Penilaian cepat dilakukan pada tahap tanggap darurat
awal fase pertama sebagai bagian dari menghitung
kebutuhan gizi
c) Penilaian cepat dilakukan oleh petugas gizi yang
terlibat dalam penanganan bencana
d) Penilaian cepat dilakukan dengan mencatat, mengolah

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 19


dan melaporkan data tentang jumlah dan keadaan ibu
menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu
e) Instrumen penilaian cepat meliputi:
• Profil penduduk terutama kelompok rentan dan
anak yang kehilangan keluarga
• Kebiasaan penduduk terkait PMBA, termasuk
pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI serta bayi
piatu
• Keberadaan susu formula, botol dan dot
• Data ASI Eksklusif dan MP-ASI sebelum bencana
• Risiko keamanan pada ibu dan anak
Jika hasil penilaian cepat memerlukan tambahan
informasi, dilakukan pengumpulan data kualitatif dan
kuantitatif sebagai bagian dari analisis faktor risiko
penyebab masalah gizi dalam situasi bencana.
Data kualitatif meliputi:
• Akses ketersediaan pangan terutama bagi bayi
dan anak
• Kondisi lingkungan misalnya sumber air dan
kualitas air bersih, bahan bakar, sanitasi, MCK
(Mandi, Cuci, Kakus), perumahan, fasilitas
penyelenggaraan makanan
• Dukungan pertolongan persalinan, pelayanan
postnatal (ibu nifas dan bayi neonatus) serta
perawatan bayi dan anak
• Faktor-faktor penghambat ibu menyusui bayi dan
PMBA
• Kapasitas dukungan potensial pemberian ASI
Eksklusif dan MP-ASI (Kelompok Pendukung

20 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Ibu Menyusui, nakes terlatih, konselor menyusui,
konselor MP-ASI, LSM perempuan yang
berpengalaman)
• Kebiasaan PMBA termasuk cara pemberiannya
(cangkir/botol), kebiasaan PMBA sebelum situasi
bencana dan perubahannya
Data kuantitatif meliputi:
• Jumlah bayi dan anak baduta dengan atau tanpa
keluarga menurut kelompok umur; 0-5 bulan,
6-11 bulan, 12-23 bulan
• Jumlah ibu menyusui yang sudah tidak menyusui
lagi
• Angka kesakitan dan kematian bayi dan anak di
pengungsian

2) Dukungan Untuk Keberhasilan PMBA


a) Penyediaan tenaga konselor menyusui dan MP-ASI di
pengungsian
b) Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga
Swadaya Masyarakat/Non Government Organization (LSM/
NGO) kesehatan memberikan perlindungan, promosi dan
dukungan kepada ibu-ibu untuk keberhasilan menyusui
termasuk relaktasi
c) Memberikan konseling menyusui dan PMBA di
pengungsian, Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan
kesehatan lainnya yang ada dilokasi bencana
d) Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi
dan baduta
e) Melakukan pendampingan kepada keluarga yang memiliki
bayi atau anak yang menderita masalah gizi

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 21


c. Kriteria Bayi 0-5 bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang
Mendapat Susu Formula atau PASI 3
1) Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai
pertimbangan profesional tenaga kesehatan yang
berkompeten (indikasi medis).
2) Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula
sebelum situasi bencana
3) Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor
ASI)
4) Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras,
ibu sedang menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan
memilih tidak menyusui bayinya serta ibu korban perkosaan
yang tidak mau menyusui bayinya.
d. Cara Penyiapan dan Pemberian Susu Formula
1) Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan
menggunakan sabun
2) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan,
mencuci alat dengan menggunakan sabun
3) Gunakan selalu alat yang bersih untuk membuat susu dan
menyimpannya dengan benar
4) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan
menakar menggunakan botol susu)
5) Sediakan bahan bakar untuk memasak air dan gunakan
air bersih, jika memungkinkan gunakan air minum dalam
kemasan.
6) Lakukan pendampingan untuk memberikan konseling
menyusui.
3. PASI = Penganti Air Susu Ibu seperti : susu formula, makanan/minuman untuk bayi < 6 bulan, botol susu
dot/empeng.

22 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan

• Bayi tetap diberi ASI


• Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat
memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu
susu/donor, dengan persyaratan:
 Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang
bersangkutan
 Identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui
dengan jelas oleh keluarga bayi
 Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi
yang di beri ASI
 Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak
mempunyai indikasi medis
 ASI donor tidak diperjualbelikan
• Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi
diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi
oleh petugas kesehatan

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 23


Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan

• Baduta tetap diberi ASI


• Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan
atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan
• Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum
yang mempunyai nilai gizi tinggi.
• Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia 6-11
bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59
bulan
“ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian
kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak
dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A”.
• Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23
bulan (contoh menu pada lampiran 2)
• Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat
pengungsian

e. Pengelolaan Bantuan Susu Formula atau Pengganti Air Susu


Ibu (PASI)
1) Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa
bahwa bantuan berupa susu formula/PASI, botol dan dot
pada korban bencana tidak diperlukan.
2) Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat
izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat.
3) Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau
PASI harus diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan,
Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat
4) Selalu perhatikan batas kadaluarsa kemasan susu formula
untuk menghindari keracunan dan kontaminasi

24 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


2. Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan
a. Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya
menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena
berisiko terjadinya diare, infeksi dan keracunan.
b. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu
harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana
pengolahan makanan. (contoh menu pada Lampiran 2)
c. Pemberian kapsul vitamin A.
d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan
keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan
pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi, singkong,
jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan yang
dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-kacangan dan
minyak sayur.

3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui


Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak 300 kkal
dan 17 g protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energi
500 kkal dan 17 g protein. Pembagian porsi menu makanan sehari dan
contoh menu makanan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihat
pada tabel berikut:

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 25


Tabel 3
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil dan Ibu
Menyusui (2200 kkal)

Jumlah Selingan Selingan


Bahan Makanan Pagi Siang Malam
Porsi (p) Pagi Sore
Nasi atau bahan 6p+1p 1 p + 1/2 p 1p 2p ½p 1,5 p + ½ p
makanan penukar
Lauk Hewani atau 3p 1p - 1p - 1p
bahan makanan
Penukar
Lauk Nabati atau 3p 1p - 1p - 1p
bahan makanan
Penukar
Sayur atau bahan 3p 1p - 1p - 1p
makanan Penukar
Buah atau bahan 4p - 1p 1p 1p 1p
makanan Penukar
Gula 2p 1p - - 1p -
Minyak 5p 1,5 p 1p 1p - 1,5 p
Susu 1p - - - - 1p

Keterangan:
1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui dengan rincian tambahan ½ p pada makan
pagi dan ½ p pada makan malam

26 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 4
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
(2200 kkal)

Waktu Menu Hari


Makan I II III IV V
Pagi Nasi kuning Nasi Ikan Mie kuah Tumis Nasi goreng Nasi uduk
Abon kalengbumbu daging kaleng Perkedel kornet Bakwan ikan
tomat kaleng
Selingan Bola bola Buah kaleng Biskuit Teh Buah kaleng Biskuit Teh
mie daging manis manis
Tehmanis
Siang Nasi Ikan Nasi Mie Nasi Ikan Nasi Nasi Tumis
asin pedas goreng Opor bumbu kari Dendeng manis
Sup Bola
(cabekering) daging kaleng
daging kaleng
Selingan Buah kaleng Biskuit Teh Buah kaleng Martabak mie Buah kaleng
manis Teh manis
Sore Nasi Tim ikan Nasi gurih Nasi Mie kuah Nasi Sambal Nasi Fuyunghai
kaleng Dendeng siram daging goreng ikanteri mie ikan sarden
balado kaleng saos tomat

Catatan:
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk,
sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Tablet Fe (folat) terus diberikan dan dikonsumsi
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan
siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya
segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan, sayuran dapat
dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 27


Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau
anjuran gizi dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan
konseling MP-ASI serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD)
bagi ibu hamil.
4. Penanganan Gizi Lanjut Usia
Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan
mudah dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus
memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang
disajikan dapat dihabiskan. Dalam kondisi tertentu, kelompok usia
lanjut dapat diberikan bubur atau biskuit.

B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa


1. Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan bahan
makanan
2. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian disesuaikan
dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar Menu Harian ditempel
di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan
3. Pemberian makanan/minuman suplemen harus didasarkan pada
anjuran petugas kesehatan yang berwewenang
4. Perhitungan kebutuhan gizi korban bencana disusun dengan
mengacu pada rata-rata Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan,
sebagai mana terdapat pada Lampiran 3
5. Menyediakan paket bantuan pangan (ransum) yang cukup untuk
semua pengungsi dengan standar minimal 2.100 kkal, 50 g protein
dan 40 g lemak per orang per hari. Menu makanan disesuaikan
dengan kebiasaan makan setempat, mudah diangkut, disimpan dan
didistribusikan serta memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.

28 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pemantauan dan evaluasi kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana


merupakan kegiatan yang dilakukan mulai tahap pra bencana, tanggap
darurat dan pasca bencana secara terus menerus dan berkesinambungan.
Kegiatan ini dilakukan dengan mengevaluasi pencapaian pelaksanaan
kegiatan dengan cara memantau hasil yang telah dicapai yang terkait
penanganan gizi dalam situasi bencana yang meliputi input, proses dan
output.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh pengelola kegiatan
gizi bersama tim yang dikoordinasikan oleh PPKK Kementerian Kesehatan
dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan.

1. Pra Bencana
a. Tersedianya pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi
bencana
b. Tersedianya rencana kegiatan antisipasi bencana (rencana
kontinjensi)
c. Terlaksananya sosialisasi dan pelatihan petugas
d. Terlaksananya pembinaan antisipasi bencana
e. Tersedianya data awal daerah bencana

2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut


a. Tersedianya data sasaran hasil RHA
b. Tersedianya standar ransum di daerah bencana
c. Tersedianya daftar menu makanan di daerah bencana
d. Terlaksananya pengumpulan data antropometri balita (BB/U,
BB/TB dan TB/U)
e. Terlaksananya pengumpulan data antropometri ibu hamil dan ibu
menyusui (LiLA)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 29
f. Terlaksananya konseling menyusui
g. Terlaksananya konseling MP-ASI
h. Tersedianya makanan tambahan atau MP-ASI di daerah bencana
i. Tersedianya kapsul vitamin A di daerah bencana
j. Terlaksananya pemantauan bantuan pangan dan susu formula

3. Pasca Bencana
a. Terlaksananya pembinaan teknis pasca bencana
b. Terlaksananya pengumpulan data perkembangan status gizi korban
bencana.
c. Terlaksananya analisis kebutuhan (need assessment) kegiatan gizi
pasca bencana
Contoh instrumen pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat dilihat pada
Lampiran 9.

30 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana


Edisi Revisi. Jakarta. PPKK-Kemenkes RI. 2011
2. The Management of Nutrition in Major Emergencies. Geneva. WHO.
2000
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Koordinasi Nasional
Penanganan Bencana. 2007
4. Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Penanggulangan Bencana.
Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008
5. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7
Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
2008
6. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
6.A Tahun 2011 Tentang Pedoman Penanggulangan Dana Siap Pakai
Pada Status Keadaan Darurat Bencana. Jakarta. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana. 2008

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 31


Lampiran 1

CONTOH RANSUM FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL DAN


CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN UNTUK
PENGUNGSI

Tabel 1
Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal
Jumlah/Orang/Hari (g)
Bahan Makanan
Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5
Sereal (beras, terigu,
400 420 350 420 450
jagung, bulgur)
Kacang-kacangan 60 50 100 60 50
Minyak goreng 25 25 25 30 25
Ikan/daging kaleng - 20 - 30 -
Gula 15 - 20 20 20
Garam beriodium 5 5 5 5 5
Buah dan Sayur - - - - 100
Blended Food (MP-
50 40 50 - -
ASI)
Bumbu - - - - 5
Energi (kkal) 2113 2106 2087 2092 2116
Protein (g; % kkal) 58 g; 11% 60 g; 11% 72 g; 14% 45 g; 9% 51 g; 10%
Lemak (g; % kkal) 43 g; 18% 47 g; 20% 43 g; 18% 38 g; 16% 41 g; 17%
Sumber: UNHCR, Handbook for Emergencies
Catatan :
Contoh ransum tipe 1, 2, 3, 4, dan 5 merupakan alternatif sesuai dengan faktor-faktor kebiasaan serta ketersediaan
pangan setempat

32 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 2
Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Tipe 1

Ukuran Rumah
Kebutuhan/Orang/Hari
Tangga
Bahan Makanan (g)
(URT)
Sereal (beras, terigu, jagung) 400 2 gls
Kacang-kacangan 60 6-9 sdm
Minyak goreng 25 2-3 sdm
Ikan/daging kaleng -
Gula 15 1-2 sdm
Garam beriodium 5 1 sdm
Buah dan Sayur -
Blended Food (MP-ASI) 50 10 sdm
Energi (kkal) 2.113
Protein (g; % kkal) 58 g; 11%
Lemak (g; % kkal) 43g; 18%
Catatan:
Ukuran Rumah Tangga (URT): gls = gelas; sdm = sendok makan

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 33


Tabel 3
Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap
Darurat Awal

Jika jumlah pengungsi sebanyak 1500 orang, maka perhitungan kebutuhan


bahan makanan pada Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal untuk selama 10
hari adalah sebagai berikut:

Kebutuhan Bahan
Makanan Penambahan
Kebutuhan/
Kebutuhan
Bahan Makanan Orang/Hari Untuk 1500 Pengungsi
Bahan Makanan
(g)
Per Hari Per 10 Hari 10% (kg)
(kg) (kg)
Sereal (beras, terigu,
400 600 6.000 6600
jagung)
Kacang-kacangan 60 90 900 990
Minyak goreng 25 37,5 375 412,5
Ikan/daging kaleng -
Gula 15 22,5 225 247,5
Garam beriodium 5 7,5 75 82,5
Buah dan Sayur -
Blended Food (MP-
50 75 750 825
ASI)
Energi (kkal) 2.113
Protein (g; % kkal) 58 g; 11%
Lemak (g; % kkal) 43g; 18%

34 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 4
Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry
Ration) g/orang/hari

Bahan Makanan Ransum 1 Ransum 2


Blended Food Fortified/MP-ASI 250 200
Sereal
Biskuit tinggi energi
Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A 25 20
Biji-bijian
Gula 20 15
Garam beriodium
Energi (kkal) 1.250 1.000
Protein (g) 45 36
Lemak (g) 30 30

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 35


Tabel 5
Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/
Dapur Umum (Wet Ration) g/orang/hari

Bahan Makanan R1 R2 R3 R4 R5
Blended Food Fortified/MP-ASI bubuk 100 125 100
Sereal 125
Biskuit Tinggi energi 125
Minyak yang sudah difortifikasi dengan
15 20 10 10
vitamin A
Biji-bijian 30 30
Gula 10 10
Garam beriodium 5
Energi (kkal) 620 560 700 605 510
Protein(g) 25 15 20 23 18
Lemak % (kkal) 30 30 28 26 29

Catatan :
R = Rusum

36 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Lampiran 2

PENYUSUNAN MENU PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK


(PMBA) USIA 6– 59 BULAN
 Kebutuhan gizi:
 Bayi 6-11 bulan, 100-120 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari
Air Susu Ibu (ASI) + Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
 Anak 12-23 bulan, 80-90 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari
ASI + MP-ASI/makanan keluarga
 Anak 24-59 Bulan, 80-100 Kal/kg berat badan, makanan terdiri dari
makanan keluarga
 Menu MP-ASI dan makanan keluarga dibawah ini terdiri dari 2 bagian.
Bagian satu adalah menu 5 hari pertama setelah keadaan darurat terjadi,
dimana bantuan bahan makanan masih terbatas. Lima (5) hari berikutnya
diharapkan keadaan sudah mulai teratasi dan bantuan bahan makanan
segar sudah ada, sehingga menu dapat ditambah bahan makanan segar
berupa lauk, sayur dan buah sesuai kebutuhannya
 Bila dari awal keadaan darurat sudah tersedia bahan makanan segar
seperti daging/ikan/telur, sayur dan buah, maka harus diutamakan
untuk diberikan pada bayi dan balita
 Perlu diperhatikan jenis bantuan yang diberikan hendaknya juga meliputi
bumbu dapur, baik yang segar maupun yang sudah diproses atau siap
pakai (dalam kemasan)

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 37


Tabel 6
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari
Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal)
Jumlah Selingan Selingan
Bahan Makanan Pagi Siang Sore
Porsi (p) Pagi Sore
ASI Sekehendak
Nasi/penukar ¾p ¼p - ¼p - ¼p
Lauk/Penukar 1p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 p
Buah 1p - - ½p - ½p
Susu 2/5 p - - 1/5 p - 1/5 p
Minyak - - - - - -
MP-ASI (blended 1-2 sachet(@ 25 g)
food)
Multi vitamin dan 1 sachet
mineral (Taburia) (1 g)

Tabel 7
Contoh Menu Hari I sampai V
Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal)
Waktu Menu Hari
Makan I II III IV V
Setiap
ASI ASI ASI ASI ASI
Waktu
Bubur siap saji Bubur siap saji Bubur siap saji Bubur siap saji Bubur siap saji
Pagi
rasa pisang rasa apel rasa jeruk rasa pisang rasa jeruk
Siang Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi
Bubur siap saji
Bubur siap saji Bubur siap saji Bubur siap saji Bubur siap saji
Sore rasa kacang
rasa ikan rasa ayam rasa kacang hijau rasa daging sapi
merah
Catatan:
• ASI diteruskan sekehendak bayi
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk,
sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar, sehingga menu lebih bervariasi
dengan diberikan makanan selingan berupa buah+biskuit, dan makan sore dilengkapi dengan lauk pauk
dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Lauk hewani dapat diberikan bervariasi sesuai dengan bahan makanan segar yang tersedia, seperti
ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan
• Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
• Tambahkan taburia 1 sachet (1 g) setiap dua hari sekali dalam salah satu makanan pagi

38 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 8
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari
Untuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal)

Jumlah Selingan Selingan


Bahan Makanan Pagi Siang Sore
Porsi (p) Pagi Sore
ASI Sekehendak
Nasi/penukar 2p 1/2 p ½p ¼p ½p ¼p
Lauk/Penukar 1p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 p
Buah 1p - ½p - ½p -
Susu 1p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 p
Minyak ½p - - ¼p - ¼p
Multi vitamin dan 1 sachet
mineral (Taburia) (1 g)

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 39


Tabel 9
Contoh Menu Hari I – Hari V
Untuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal)
Menu Hari
Waktu Makan
I II III IV V
Setiap Waktu ASI ASI ASI ASI ASI
Pagi Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa
pisang apel jeruk pisang jeruk
Selingan Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi
Siang Bubur Sumsum Bubur Sumsum Bubur Sumsum Bubur Sumsum Bubur Sumsum
Selingan Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi
Sore Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa Bubur siap saji rasa
ikan ayam kacang hijau daging sapi kacang merah
Catatan:
• ASI diteruskan sekehendak bayi
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Bubur sumsum dapat dibuat bila tersedia tepung beras, santan/ susu dan gulamerah/ putih
• Setelah hari ke 5-diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/ sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Lauk hewani untuk tim saring dapat diberikan bervariasi sesuai dengan bahan makanan segar yang tersedia, seperti ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan
• Sayuran untuk tim saring dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
• Tambahkan taburia 1 sachet (1 g) setiap dua hari sekali pada salah satu makanan pagi

40 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 10
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari
Untuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)

Jumlah Selingan Selingan


Bahan Makanan Pagi Siang Sore
Porsi (p) Pagi Sore
ASI Sekehendak
Nasi/penukar 2,5 p 3/4 p 1/4 p ½p ¼p ¾p
Lauk/Penukar 3p 1p - 1p - 1p
Buah 2p - 1p - 1p -
Susu 1,5 p 1/2 p - ½p - ½p
Minyak 1pp - - ½p - ½p
Gula 1,5 p - ¾p - - -
Multi vitamin dan - 1 sachet - - - -
mineral (Taburia) (1 g)

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 41


Tabel 11
Contoh Menu Hari I – Hari V
Untuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)
Menu Hari
Waktu Makan
I II III IV V
Setiap Waktu ASI ASI ASI ASI ASI
Pagi Bubur beras Nasi Mie goreng campur Nasi goring Nasi uduk
Abon Ikan kaleng saos tomat daging kaleng Abon Perkedel daging kaleng
Selingan Biskuit Buah kaleng Biskuit Buah kaleng Biskuit
Siang Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi
Sup jamur kaleng dan Tumis dendeng manis Sup daging kaleng Ikan Sarden sambal Tim teri bumbu tomat
teri goreng
Catatan:
• ASI diteruskan sekehendak bayi
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Tambahkan Taburia dalam makanan anak 1 sachet per hari
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperi ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang kacangan
• Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
• Tambahkan taburia 1 sachet (1 g)/hari dalam salah satu makanan anak

42 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 12
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari
Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)

Jumlah Porsi Selingan Selingan


Bahan Makanan Pagi Siang Sore Malam
(p) Pagi Sore
Nasi/penukar 3,25 p ¾p ½p ¾p ½p ¾p -
Lauk/Penukar 3p 1p - 1p - 1p -
Buah 2p - 1p - 1p - -
Susu 2p 1p - - - - 1p
Minyak 1,5 p ½p - ½p - ½p -
Gula 2p ½p ½p - ½p - ½p
Multi vitamin dan - 1 sachet (1 g) - - - - -
mineral (Taburia)

43 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 13
Contoh Menu Hari I – Hari V
Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)
Menu Hari
Waktu Makan
I II III IV V
Pagi Bubur beras Nasi Mie goreng Campur daging Nasi goreng Nasi uduk
Abon Ikan kaleng saus tomat kaleng Abon Perkedel daging kaleng
Susu Susu Susu Susu Susu
Selingan Biskuit Buah kaleng Biskuit Buah kaleng Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup,
jus dll) jus dll) jus dll) jus dll) jus dll)
Siang Nasi Nasi Nasi uduk Nasi Nasi
Ikan tuna kaleng tumis Daging kaleng bumbu Abon ikan Sup jamurkaleng danteri Tumis Dendeng manis
bawang santan
Selingan Buah kaleng Biskuit Buah kaleng Biskuit Buah kaleng
Minuman manis (teh,sirup, Minuman manis (teh,sirup, Minuman manis (teh,sirup, Minuman manis (teh,sirup, Minuman manis (teh,sirup,
jus dll) jus dll) jus dll) jus dll) jus dll)
Sore Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi
Sup jamur kaleng dan teri Tumis Dendeng manis Sup daging kaleng Ikan sarden bumbu sambal Tim teri bumbu tomat
Susu Susu Susu goreng Susu
Susu

Catatan:
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Susu diberikan 2 kali sehari karena anak sudah disapih
• Menu sama dengan makanan usia 12-24 bulan, hanya porsi lebih besar
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan
• Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
• Tambahkan taburia 1 sachet (1 g)/ hari dalam salah satu makanan anak

44 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 14
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari
Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)

Jumlah Selingan Selingan


Bahan Makanan Pagi Siang Sore Malam
Porsi (p) Pagi Sore
Nasi/penukar 4p 1p ½p 1p ½p 1p -
Lauk/Penukar 4,5 p 1p ½p 1,25 p ½p 1,25 p -
Buah 3p - 1p 1p - 1p -
Susu 3p 1p ½p - ½p - 1p
Minyak 1,5 p ½p - ½p - ½p -
Gula 2p ½p ½p - ½p - ½p
Multi vitamin dan mineral - 1 sachet (1 g) - - - - -
(Taburia)

45 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 15
Contoh Menu Hari I – Hari V
Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)
Waktu Menu Hari
Makan I II III IV V
Pagi Bubur beras Nasi Mie goreng Nasi goreng Nasi uduk
Abon Ikan kaleng Campur daging kaleng Abon Perkedel daging kaleng-Susu
Susu saus tomat Susu Susu
Susu
Selingan Biskuit Buah kaleng Biskuit Buah kaleng-Minuman manis Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup, (teh, sirup, jus dll) Minuman manis (teh, sirup,
jus dll) jus dll) jus dll) jus dll)
Siang Nasi Nasi Nasi uduk Nasi Nasi
Ikan tuna kaleng tumis bawang Daging kaleng bumbu santan Abon ikan Sup jamurkaleng danteri Tumis Dendeng manis

Selingan Buah kaleng-Minuman manis Biskuit Buah kaleng Biskuit Buah kaleng
(teh, sirup, jus dll) Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup, Minuman manis (teh, sirup,
jus dll) jus dll) jus dll) jus dll)
Sore Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi
Sup jamur kaleng dan teri Tumis dendeng manis Sup daging kaleng Ikan sarden bumbu sambal Tim teri bumbu tomat
Susu Susu Susu goreng Susu
Susu

Catatan:
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Susu diberikan 2 kali sehari karena anak sudah disapih
• Menu sama dengan makanan usia 12-24 bulan, hanya porsi lebih besar
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan
• Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
• Tambahkan taburia 1 sachet (1 g)/ hari dalam salah satu makanan anak
• Perbedaan dengan anak usia 2-3 tahun terdapat pada jumlah bahan makanan yang diberikan

46 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Lampiran 3 ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA (ORANG/HARI)1

Berat Tinggi Pro- Vit Thia- Ribo- Asam Piri- Kal- Fos- Magne- Sele-
Kelompuk Energi Vit A Vit D Vit K Niacin Vit B12 Vit C Besi Iodium Seng Mangan Fluor
No Badan Badan tein E min flavin Folat doksin sium for sium nium
Umur (kkal) (RE) (mcg) (mcg) (mg) (mcg) (mg) (mg) (mcg) (mg) (mg) (mg)
(kg) (cm) (g) (mg) (mcg) (mg) (mcg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mcg)

Anak
1 0 - 6 bulan 6,0 60 550 10 375 5 4 5 0,3 0,3 2 65 0,1 0,4 40 200 100 25 0,5 90 1,3 5 0,003 0,01
2 7 - 11 bulan 8,5 71 650 16 400 5 5 10 0,4 0,4 4 80 0,3 0,5 40 400 225 55 7 90 7,5 10 0,6 0,4
3 1 - 3 tahun 12,0 90 1000 25 400 5 6 15 0,5 0,5 6 150 0,5 0,9 40 500 400 60 8 90 8,2 17 1,2 0,6
4 4 - 6 tahun 17,0 110 1550 39 450 5 7 20 0,6 0,6 8 200 0,6 1,2 45 500 400 80 9 120 9,7 20 1,5 0,8
5 7 - 9 tahun 25,0 120 1800 45 500 5 7 25 0,9 0,9 10
ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA (ORANG/HARI) 200 1,0 1,5 45 600 400 120 10 1
120 11,2 20 1,7 1,2
Pria
6 10 -12 tahun 35,0 138 2050 50 600 5 11 35 1,0 1,0 12 300 1,3 1,8 50 1000 1000 170 13 120 14 20 1,9 1,7
7 13 - 15 tahunBerat 45,0Tinggi 150 Pro- 60 600 Vit Thia-
1,2 Ribo-
1,2 14 400
Asam 1,3Piri- 2,4 Kal- Fos-220 Magne-
19 150 17,4 30 Sele-
2,2 2,3
Kelompuk Energi2400 Vit A Vit D 5 15 Vit55K Niacin Vit B12 75 Vit1000
C 1000 Besi Iodium Seng Mangan Fluor
No 8 16 - 18 tahun Badan 55,0Badan 160 2600 tein 65 600 E 55 min
1,3 flavin
1,3 16 400
Folat 1,3
doksin 2,4 1000 sium
1000 for 270 sium
15 150 17,0 30 nium
2,3 2,7
Umur (kkal) (RE) (mcg) 5 15 (mcg) (mg) (mcg) 90 (mg) (mg) (mcg) (mg) (mg) (mg)
9 19 - 29 tahun(kg) 56,0(cm) 165 2550 (g) 60 600 5 (mg)
15 65 (mcg)
1,2 (mg)
1,3 16 400
(mcg) 1,3(mg) 2,4 90 800 (mg)
600 (mg)270 (mg)
13 150 12,1 30 (mcg)
2,3 2,7
- 49 tahun
10 30Kelompuk Berat
62,0 Tinggi 2350 Pro-
165 Energi 60 Vit600 5 Vit15 Thia-
1,2 Ribo- 16 Asam 400 Piri- Kal-
800 Fos-
600 Magne-
300 150 13,4 Sele- 2,3 3,0
Anak A Vit D Vit 65
K 1,3 Niacin 1,3 Vit B12
2,4 Vit90C Besi
13 Iodium Seng 30 Mangan Fluor
No11 50 - Umur64 tahun Badan
62,0 Badan 2250 tein
165 (kkal) 60 (RE)600 (mcg) 10 E15 65 min
1,2 flavin 16 Folat400 doksin 90 sium
800 for
600 sium
300 150 13,4 nium30 3,0
(mcg) 1,3 (mg) 1,7 (mcg)2,4 (mg) (mg)
13 (mcg) (mg) (mg)2,3 (mg)
1 0 -126 bulan (kg) (cm) (g) 4 (mcg)
0,3 (mg)0,3 2 (mcg) 65 (mg) 0,1 0,4 (mg)
40 (mg)
200 (mg)
100 25 0,5 (mcg) 0,003 0,01
65 + tahun 6,0 62,0 60 165 5502050 10 60 375600 515 (mg)
15 655 1,0 1,3 16 400 1,7 2,4 90 800 600 300 13 150 13,490 301,3 2,35 3,0
2 Wanita
7 - 11 bulan 8,5 71 650 16 400 5 5 10 0,4 0,4 4 80 0,3 0,5 40 400 225 55 7 90 7,5 10 0,6 0,4
3 1 13
- 3 tahun
10 -12 tahun 12,0 37,0 90 145 10002050 25 50 400600 55 116 35
15 1,0
0,5 1,00,5 12 6 300150 1,2 0,5 1,8 0,9 50 1000 40 500 1000 400180 20
60 1208 12,690 208,2 1,617 1,81,2 0,6
113 - 15 tahun 55 1,0 13 400 1,2 2,4 1000 26 150 15,4 30 1,6 2,4
4 4 14
- 6 tahun 17,0 48,0
Keputusan Menteri 110 153
Kesehatan 15502350
Republik Indonesia 450600
39 57Nomor: 55 157
1593/Menkes/SK/XI/2005 tanggal 0,6
20 241,1
Nopember0,6
2005, tentang 200
8 Angka Kecukupan0,6 1,2 65 1000
Gizi Yang Dianjurkan45 500
Bagi Bangsa 400230
Indonesia 80 9 120 9,7 20 1,5 0,8
15 16 - 18 tahun 50,0 154 2200 50 600 5 15 55 1,1 1,0 14 400 1,2 2,4 75 1000 1000 240 26 150 14,0 30 1,6 2,5
5 - 9 tahun
7 16 19 - 29 tahun
25,0 52,0 120 156 18001900 45 50 500500 55 157 25
55 1,0
0,9 1,10,9 14 10 400200 1,3 1,0 2,4 1,5 75 45 800
600
600
400240 120
26
10
150
120
9,3
11,2
30
20
1,8 2,5
1,7 1,2
Pria
17 30 - 49 tahun 55,0 156 1800 50 500 5 15 55 1,0 1,1 14 400 1,3 2,4 75 800 600 270 26 150 9,8 30 1,8 2,7
6 1018-12 tahun
50 - 64 tahun 35,0 55,0 138 156 20501750 50 50 600500 510 11 15 55
35 1,0
1,0 1,11,0 14 12 400300 1,5 1,3 2,4 1,8 75 50 800 1000600 1000270 12
170 150
13 9,8120 3014 1,820 2,71,9 1,7
7 1319- 15 65
tahun
+ tahun 45,0 55,0 150 156 24001600 60 50 600500 515 15 15 55
55 1,0
1,2 1,11,2 14 14 400400 1,5 1,3 2,4 2,4 75 75 800 1000600 1000270 12
220 150
19 9,8150 30
17,4 1,830 2,72,2 2,3
8 16 - 18 Hamil
tahun 55,0 160 2600 65 600 5 15 55 1,3 1,3 16 400 1,3 2,4 90 1000 1000 270 15 150 17,0 30 2,3 2,7
20 Trimester I + 100 + 17 +300 +0 +0 + 0 + 0,3 + 0,3 + 4 + 200 + 0,4 + 0,2 + 10 +150 +0 + 30 +0 + 50 + 1,7 +5 + 0,2 + 0,2
9 19 - 29 tahun 56,0 165 2550 60 600 5 15 65 1,2 1,3 16 400 1,3 2,4 90 800 600 270 13 150 12,1 30 2,3 2,7
21 Trimester II + 300 + 17 +300 +0 +0 + 0 + 0,3 + 0,3 + 4 + 200 + 0,4 + 0,2 + 10 +150 +0 + 30 +9 + 50 + 4,2 +5 + 0,2 + 0,2
10 3022- 49 Trimester
tahun III 62,0 165 2350+ 300 60+ 17 600 +300 +50 15
+0 +65
0 + 0,3
1,2 + 0,31,3 + 4 16 + 200400 + 0,4 1,3 + 0,2 2,4+ 10 +150 90 800 + 0 600 + 30 +300
13 + 13
50 + 9,0150 +13,4
5 + 0,230 + 0,22,3 3,0
11 tahun
50 - 64 Menyusui 62,0 165 2250 60 600 10 15 65 1,2 1,3 16 400 1,7 2,4 90 800 600 300 13 150 13,4 30 2,3 3,0
12 6 bulan pertama
6523+ tahun 62,0 165 2050+ 500 60+ 17 600 +350 15+ 0 15+4 0 + 0,3
+65 1,0 + 0,41,3 + 3 16 + 100400 + 0,5 1,7 + 0,4 2,4+ 45 +150 90 800 + 0 600 + 30 +6
300 50
+ 13 + 4,6150 + 10
13,4 + 0,830 + 0,22,3 3,0
24 6 bulan kedua + 550 + 17 +350 +0 +4 +0 + 0,3 + 0,4 +3 + 100 + 0,5 + 0,4 + 45 +150 +0 + 30 +6 + 50 + 4,6 + 10 + 0,8 + 0,2

1
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1593/Menkes/SK/XI/2005 tanggal 24 Nopember 2005, tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia

47 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Form I
Lampiran 4
FORMULIR I. REGISTRASI KELUARGA DAN IBU HAMIL

Tanggal : Kecamatan :
Nama Posko : Kabupaten/Kota :
Desa/Kelurahan : Provinsi :

Jumlah Balita Menurut Kelompok Usia


Jumlah Jiwa ≥ 5 Tahun
Jumlah Balita dan Jenis Kelamin
Nama Total Jiwa
0-59 Bulan 0-5 6-11 24-59
No Kepala 12-23 Bulan Perempuan
Bulan Bulan Bulan Laki-
Keluarga Jumlah
laki Tidak
L P L+P L P L P L P L P Hamil L P Jumlah
Hamil
(1) (2) (3) (4) (5=3+4) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17=14+15+16) (18=3+14) (19=4+15+16) (20=18+19)
1 Jumlah Balita Menurut Kelompok Usia
Jumlah Jiwa ≥ 5 Tahun
2 Jumlah Balita dan Jenis Kelamin
Nama Total Jiwa
0-59 Bulan 0-5 6-11 24-59
No
3 Kepala 12-23 Bulan Perempuan
Bulan Bulan Bulan Laki-
4 Keluarga Jumlah
laki Tidak
5 L P L+P L P L P L P L P Hamil L P Jumlah
Hamil
(1)
6 (2) (3) (4) (5=3+4) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17=14+15+16) (18=3+14) (19=4+15+16) (20=18+19)
7
8
9
10
11
12
Jumlah

Catatan: L=Laki-laki; P=Perempuan

Penanggung Jawab, Petugas,

48 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


------------------------------------ -----------------------------------
Lampiran 5 Form II

FORMULIR II. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI DAN FAKTOR PENYULIT PADA ANAK BALITA2
Tanggal : Kecamatan :
Nama Posko : Kabupaten/Kota :
Desa/Kelurahan : Provinsi :
Jenis
Antropometri Faktor Penyulit
Nama Kelamin Klinis
Nama Tanggal Lahir Umur
No Kepala Jenis BB/PB Gizi
Balita (Tgl-Bln-Thn) (Bulan) PB atau TB
LiLA Kategori Antropometri Faktor Penyulit
Keluarga
Nama L P
Kelamin BB (kg) atau Diare ISPA Campak Buruk
Klinis
Form IIMalaria Lain-lain
Nama (cm)
Tanggal Lahir LiLA Umur (cm)
No Kepala BB/TB
BB/PB Gizi
(1) (2) Balita
(3) (4) (Tgl-Bln-Thn)
(6) LiLA
(8) (Bulan)
Kategori
(9) (7) PB atau
(11) TB (12) (14) (16) (17) (18) (13)
Keluarga L (5)
P BB(10)(kg) atau Diare ISPA
(15) Campak Malaria Buruk
Lain-lain
1 (cm)
FORMULIR II. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI (cm)
LiLA DAN FAKTOR PENYULIT PADA
BB/TB ANAK BALITA2
2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
3 Tanggal : Kecamatan :
4 2
Keterangan:
Nama Posko : Kabupaten/Kota :
5 Desa/Kelurahan
L: Laki-laki; P: Perempuan; LiLA: Lingkar Lengan
: Atas Provinsi :
6 Kategori LiLA: <11,5 cm = Severely Acute Malnutrition (SAM); ≥11,5 cm sampai <12,5 cm = Moderate Acute Malnutrition (MAM); ≥12,5 cm = Normal
7 BB/PB atau BB/TB: SangatJenisKurus (Z-Score <-3 SD); Kurus (Z-Score ≥-3 SD sampai <-2 SD); Normal (Z-Score ≥-2 SD sampai <+2 SD); Gemuk (Z-Score ≥+2 SD)
Antropometri Faktor Penyulit
KelaminAkut
NamaISPA: Infeksi Saluran Pernafasan Klinis
8 Nama Tanggal Lahir Umur
No KepalaKlinis Gizi Buruk : M = Marasmus, K = Kwashiorkor, M+K = Marasmik-Kwashiorkor BB/PB Gizi
Balita (Tgl-Bln-Thn) (Bulan) LiLA Kategori PB atau TB
KeluargaJumlah L P BB (kg) atau Buruk Diare ISPA Campak Malaria Lain-lain
(cm) LiLA (cm)
BB/TB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1 Penanggung Jawab, Petugas,
2

2Keterangan:

L: Laki-laki; P: Perempuan; LiLA: Lingkar Lengan Atas


Kategori LiLA: <11,5 cm = Severely Acute Malnutrition (SAM); ≥11,5 cm sampai <12,5 cm = Moderate Acute Malnutrition (MAM); ≥12,5 cm = Normal
atau BB/TB: Sangat Kurus (Z-Score <-3 SD); Kurus (Z-Score ≥-3 SD sampai <-2 SD); Normal (Z-Score ≥-2 SD sampai <+2 SD); Gemuk (Z-Score ≥+2 SD)
BB/PB------------------------------------ -----------------------------------
ISPA: Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Klinis Gizi Buruk : M = Marasmus, K = Kwashiorkor, M+K = Marasmik-Kwashiorkor

49 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Form II

Lampiran 6 FORMULIR III. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA IBU HAMIL3

Tanggal : Kecamatan :
Nama Posko : Kabupaten/Kota :
Desa/Kelurahan : Provinsi :
Form II
Umur Umur Kehamilan (Trimester) Antropometri
No Nama Kepala Keluarga Nama Ibu hamil Tanggal Lahir
(Tahun)
FORMULIR III. HASIL PENGUKURAN I
ANTROPOMETRI
II PADA III
IBU HAMIL3 LiLA Kategori
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1
Tanggal : Kecamatan :
2
Nama Posko : Kabupaten/Kota :
3
Desa/Kelurahan : Provinsi :
4
Umur Umur Kehamilan (Trimester) Antropometri
No
5 Nama Kepala Keluarga Nama Ibu hamil Tanggal Lahir
(Tahun)
Umur II
I Umur Kehamilan III
(Trimester) LiLA Kategori
Antropometri
6 No Nama Kepala
(1) (2) Keluarga Nama
(3) Ibu hamil Tanggal Lahir (4) (5) (6) (7) (8) (9)
(Tahun) I II III LiLA Kategori
7
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
8
1
3Keterangan:
9
Kategori
10
2 Lingkar Lengan Atas (LiLA) Ibu Hamil: <23,5 cm = risiko Kurang Energi Kronis (KEK); ≥23,5 cm = Normal
3 Jumlah
4
5
Penanggung Jawab, Petugas,
6

3Keterangan:

Kategori Lingkar Lengan Atas (LiLA) Ibu Hamil: <23,5 cm = risiko Kurang Energi Kronis (KEK); ≥23,5 cm = Normal
------------------------------------ -----------------------------------

50 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Lampiran 7
Pernyataan Bersama United Nations Children,s Fund (Unicef), World
Health Organization (WHO)
dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Jakarta, 7 Januari 2005
Rekomendasi Tentang Pemberian Makanan Bayi Pada Situasi
Darurat
A. Kebijakan Tentang Pemberian Makanan Bayi
1. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir dalam waktu 1
jam pertama.
2. Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir
sampai umur 6 bulan.
3. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai
umur 6 bulan.
4. Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih.
B. Pemberian ASI (Menyusui) 1
1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi
yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga
bermanfaat bagi ibu.
1

1 Rekomendasi didasarkan pada Kode Internasional Pemasaran Susu Formula, World Health Assembly
(WHA) tahun 1994 dan 1996, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pemasaran
Pengganti ASI, dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 tentang Pemberian
ASI Eksklusif pada bayi di Indonesia. WHA ke 47 menyatakan: Pada operasi penanggulangan bencana,
pemberian ASI pada bayi harus dilindungi, dipromosikan dan didukung. Semua sumbangan susu
formula atau produk lain dalam lingkup Kode, hanya boleh diberikan dalam keadaan terbatas.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 51


2. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk
memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.
3. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan
utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi.
Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
4. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30%
dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan
karena masih memberikan manfaat.

DALAM SITUASI DARURAT:


a. Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana
untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih bahan bakar dan
kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang
memadai.
b. Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare,
kekurangan gizi dan kematian bayi.
c. Sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun
penggunaannya harus dimonitor oleh tenaga yang terlatih, sesuai
dengan beberapa prinsip di bawah ini:

Susu formula hanya boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas,


yaitu:
1) Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan
relaktasi tidak memungkinkan. Diberikan hanya kepada anak yang tidak
dapat menyusu, misalnya: anak piatu, dll.
2) Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui, persediaan
susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya.
3) Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan
monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih.
4) Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi yang memadai dan
52 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek
pemberian makan bayi yang tepat.
5) Hanya susu formula yang memenuhi standar Codex Alimentarius yang
bisa diterima.
6) Sedapat mungkin susu formula yang diproduksi oleh pabrik yang
melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak
diterima.
7) Jika ada pengecualian untuk butir di atas, pabrik tersebut sama sekali
tidak diperbolehkan mempromosikan susu formulanya.
8) Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi
berumur kurang dari 12 bulan.
9) Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara
penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang
dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.
10) Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk
digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir
atau gelas.
11) Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal
atau sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena
dikhawatirkan akan digunakan sebagai pengganti ASI.
12) Untuk mengurangi bahaya pemberian susu formula, beberapa hal di
bawah ini sebisa mungkin dipenuhi:
a) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan,
diberikan sabun untuk mencuci.
b) Alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya.
c) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan gunakan
botol susu).
d) Bahan bakar dan air bersih yang cukup (bila
memungkinkan gunakan air dalam kemasan).

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 53


e) Kunjungan ulang untuk perawatan tambahan dan konseling.
f) Lanjutkan promosi menyusui untuk menghindari penggunaan
susu formula bagi bayi yang ibunya masih bisa menyusui.

C. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


1. MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.
2. MP-ASI sebaiknya disediakan berdasarkan bahan lokal (bila
memungkinkan).
3. MP-ASI harus yang mudah dicerna.
4. Pemberian MP-ASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi
bayi.
5. MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup.

D. Perawatan dan Dukungan Bagi Ibu Menyusui


1. Ibu menyusui membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra.
2. Kondisi yang mendukung pemberian ASI eksklusif mencakup:
a. Perawatan ibu nifas.
b. Rangsum makanan tambahan.
c. Air minum untuk ibu menyusui.
d. Tenaga yang terampil dalam konseling menyusui.

E. Menepis Mitos
Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun
dukungan yang diterimanya. Empat mitos yang paling sering adalah:

i. Stres menyebabkan ASI kering


Walaupun stres berat atau rasa takut dapat menyebabkan terhentinya

54 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


aliran ASI, akan tetapi keadaan ini biasanya hanya sementara,
sebagaimana reaksi fisiologis lainnya. Bukti menunjukkan bahwa
menyusui dapat menghasilkan hormon yang dapat meredakan
ketegangan kepada ibu dan bayi dan menimbulkan ikatan yang erat
antara ibu dan anak.

ii. Ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui


Ibu menyusui harus mendapat makanan tambahan agar dapat
menyusui dengan baik dan mempunyai kekuatan untuk juga
merawat anaknya yang lebih besar. Jika kondisi gizi ibu sangat
buruk, pemberian susu formula disertai alat bantu menyusui
diharapkan dapat meningkatkan produksi ASI.

iii. Bayi dengan diare membutuhkan air atau teh


Berhubung ASI mengandung 90% air, maka pemberian ASI
eksklusif pada bayi dengan diare biasanya tidak membutuhkan
cairan tambahan seperti air gula atau teh. Apalagi, dalam situasi
bencana seringkali air telah terkontaminasi. Pada kasus diare berat,
cairan oralit (yang diberikan dengan cangkir) mungkin dibutuhkan
disamping ASI.

iv. Sekali menghentikan menyusui, tidak dapat menyusui


Jika bayi mendapat susu formula, ibu dapat menyusui kembali
setelah terhenti sementara, dengan memberikan teknik relaktasi
dan dukungan yang tepat. Keadaan ini kadang-kadang sangat vital
dalam kondisi ini.1

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 55


56 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Lampiran 8

REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)


MENGENAI AIR SUSU IBU (ASI) DAN MENYUSUI

Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui bukan hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan
juga bagi ibu, keluarga, masyarakat, rumah sakit, dan lingkungan. Menyusui
juga memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan emosional baik
ibu maupun bayi. ASI bukan hanya sumber nutrisi optimal, melainkan juga
mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap berbagai penyakit.
Oleh karena manfaatnya yang sedemikian besar, baik jangka pendek maupun
jangka panjang, sudah sepantasnya setiap tenaga kesehatan maupun
anggota masyarakat turut mendukung dan menggalakkan pemakaian ASI.

Manfaat ASI dan menyusui


Air susu ibu tidak hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu,
keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Manfaat bagi ibu


1. Proteksi kesehatan ibu. Oksitosin yang dilepaskan sewaktu menyusui
menolong uterus untuk kembali ke ukuran semula dan mengurangi
1
perdarahan pasca-persalinan.
2. Menyusui mengurangi risiko kanker payudara dan kanker ovarium pada
ibu. Analisis data dari 47 studi epidemiologi di 30 negara menunjukkan
bahwa risiko relatif kanker payudara menurun sebanyak 4,3% untuk
setiap tahun menyusui.2
3. Menjarangkan kehamilan. Selama enam bulan pertama setelah
melahirkan, jika seorang wanita belum mendapat kembali haidnya dan
1 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 21 November 2010

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 57


menyusui secara eksklusif maka proteksi terhadap terjadinya kehamilan
adalah 98%. Semakin lama menyusui, makin lama periode amenore
dan makin lama dapat menunda kehamilan. 3

Manfaat bagi bayi


1. Nutrisi optimal. ASI mengandung nutrien terbaik yang mudah dicerna
dan diserap secara efisien. Bayi yang mendapat ASI tidak perlu lagi
diberikan air putih maupun cairan lain, karena sebagian besar komponen
penyusun ASI adalah air (70%) dan kandungan air dalam ASI cukup
untuk memenuhi kebutuhan cairan bayi.
2. Meningkatkan imunitas. Sistem imun bayi belum berkembang sempurna
pada tahun pertama kehidupan, sehingga bayi bergantung pada ASI
untuk melawan infeksi.
3. Menurunkan risiko diare
a. Bayi yang mendapat ASI non-eksklusif lebih sering mengalami diare
dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif, namun risiko ini
lebih kecil dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI. 4
b. Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa pada usia 0-13
minggu, bayi yang mendapat ASI lebih jarang mengalami diare
dibandingkan mereka yang mendapat susu formula sejak lahir (IK
95% untuk reduksi insidens 6,6%-16,8%). 5
c. Studi di Amerika Serikat terhadap 1743 pasangan ibu-anak
menunjukkan bayi yang sama sekali tidak mendapat ASI lebih
sering mengalami diare dibandingkan kelompok yang mendapat
ASI eksklusif (OR 1,8). Efek profektif ASI sebanding dengan jumlah
ASI yang didapat. 6
d. Studi PROBIT (Promotion of Breastfeeding Intervention Trial)
dilakukan di rumah sakit yang dipilih secara acak untuk menerima
intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi menyusui
berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) yang
disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 16491 pasangan ibu-

58 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


anak diikuti selama 12 bulan. Kelompok ibu yang melahirkan di
rumah sakit intervensi lebih banyak yang memberikan ASI eksklusif
pada usia tiga dan enam bulan. Anak pada kelompok intervensi
juga lebih jarang mengalami infeksi gastrointestinal (OR 0,60; IK
95% 0,40–0,91). 7

4. Mengurangi risiko infeksi respiratorik


a. Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa bayi yang mendapat ASI
lebih jarang mengalami infeksi saluran napas. Pada usia 0-13
minggu, hanya 23% bayi ASI yang mengalami infeksi saluran napas
dibandingkan dengan 39% bayi yang mendapat susu formula. (IK
95% untuk perbedaan insidens 3,9%-20,3%). 5
b. Studi di Brazil menunjukkan bahwa risiko dirawat karena pneumonia
lebih tinggi 17 kali lipat pada bayi yang tidak mendapat ASI (OR
16,7; IK 95% 7,7–36,0) dibandingkan bayi yang mendapat ASI. 8
c. Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun
1988-1994 menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif
selama 4 sampai <6 bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami
pneumonia (adjusted OR 4,27; IK 95% 1,27-14,35) dibandingkan
anak yang mendapat ASI eksklusif≥6 bulan. 9
5. Mengurangi risiko otitis media
a. Studi di Swedia melaporkan bahwa bayi yang mendapat ASI lebih
jarang menderita otitis media dibandingkan bayi yang diberi susu
formula. Kejadian otitis media pada bayi berusia 1-3 bulan yang
mendapat ASI hanya 1%, dibandingkan dengan 6% pada bayi yang
tidak mendapat ASI. 10
b. Studi terhadap 1743 bayi di Amerika menunjukkan bahwa ASI
memiliki efek proteksi terhadap otitis media. Risiko otitis media
lebih besar pada kelompok yang diberi ASI campur formula
(OR 1,6) dan yang tidak mendapat ASI sama sekali (OR 1,7)
dibandingkan kelompok ASI eksklusif. Efek protektif ini dipengaruhi
oleh banyaknya ASI yang diminum. 6

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 59


c. Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun
1988-1994 menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif
selama 4 sampai <6 bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami
otitis media rekuren (adjusted OR 1,95; IK 95% 1,06-3,59)
dibandingkan anak yang mendapat ASI eksklusif ≥6 bulan. 9
6. Mengurangi risiko penyakit kronik
Metaanalisis terhadap 17 studi kasus kontrol dan 2 studi ekologi
menunjukkan bahwa kelompok yang tidak pernah mendapat ASI lebih
sering menderita Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), dengan
OR 1,13 (IK 95% 1,04-1,23). Subjek yang mendapat ASI selama <3
bulan memiliki risiko lebih tinggi menderita IDDM dibandingkan
kelompok yang mendapat ASI ≥3 bulan (OR 1,23; IK 95% 1,12-1,35).
Keterbatasan studi ini adalah kemungkinan recall bias yang berpotensi
terjadi pada studi kasus kontrol. 11
7. Mengurangi angka kematian bayi
a. Analisis terhadap tiga studi mengenai kematian bayi di Ghana,
Pakistan, dan Filipina menunjukkan bahwa ASI merupakan faktor
protektif terhadap kematian akibat diare (OR 6,1; IK 95% 4,1-9,0)
dan kematian akibat infeksi respiratorik akut (OR 2,4; IK 95% 1,6-
3,5) selama enam bulan pertama kehidupan. Daya proteksi ASI
menurun seiring dengan usia. Rasio odds gabungan (IK 95%)
untuk usia <2 bulan, 2-3 bulan, 4-5 bulan, 6-8 bulan, dan 9-11
bulan adalah berturut-turut 5,8 (3,4-9,8), 4,1 (2,7-6,4), 2,6 (1,6-
3,9), 1,8 (1,2-2,8), dan 1,4 (0,8-2,6). 12
b. Studi di Ghana, India, dan Peru yang mengikutsertakan 9424
pasangan ibu-bayi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna dalam hal risiko kematian antara anak yang mendapat
ASI eksklusif dan yang mendapat ASI predominan (adjusted hazard
ratio, HR 1,46; IK 95% 0,75–2,86). Bayi yang tidak mendapat ASI
memiliki risiko mortalitas lebih besar dibandingkan mereka yang
mendapat ASI predominan (adjusted HR 10,5; IK 95% 5,0–22,0),
demikian pula bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat
ASI sebagian (adjusted HR 2,46, IK 95% 1,44–4,18). Temuan ini
60 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
menggarisbawahi risiko kematian pada anak yang tidak mendapat
ASI, dan risiko ini jauh lebih rendah pada anak yang mendapat ASI
predominan maupun ASI eksklusif. 1
8. Mengurangi risiko alergi
a. Studi di Swedia yang mengikutsertakan 4089 bayi yang diikuti sejak
lahir sampai usia 2 tahun menunjukkan bahwa anak yang mendapat
ASI eksklusif selama ≥4 bulan lebih jarang mengalami asma (OR
0,7; IK 95% 0,5-0,9). 14
b. Studi PROBIT dilakukan di rumah sakit yang dipilih secara acak
untuk menerima intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi
menyusui berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative
(BFHI) yang disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 16491
pasangan ibu-anak diikuti selama 12 bulan. Kelompok ibu yang
melahirkan di rumah sakit intervensi lebih banyak yang memberikan
ASI eksklusif. Anak pada kelompok intervensi juga memiliki risiko
dermatitis atopi lebih rendah (OR 0,54; IK 95% 0,31–0,95). 7
9. Mengurangi risiko obesitas
a. Studi di Jerman menunjukkan bahwa prevalens obesitas pada anak
usia 5-6 tahun yang tidak pernah mendapat ASI adalah 5 kali lipat
dibandingkan mereka yang mendapat ASI selama >1 tahun. Makin
lama durasi pemberian ASI, makin kecil prevelens obesitas. Analisis
statistik menunjukkan ASI merupakan faktor protektif terhadap
obesitas (OR 0,75; IK 95% 0,57-0,98). 15
b. Studi di Amerika terhadap lebih dari 15000 anak menunjukkan
bahwa prevalens gizi lebih (overweight) pada anak usia 9-14 tahun
yang mendapat ASI atau ASI predominan selama sedikitnya 7 bulan
lebih rendah dibandingkan kelompok yang mendapat ASI selama
≤3 bulan (adjusted OR 0,8; IK 95% 0,67-0,96). 16
10.
Meningkatkan kecerdasan dan kemampuan psikososial dan
perkembangan
a. ASI menguatkan (bonding) antara ibu dan bayi. Kontak erat setelah
melahirkan akan menciptakan hubungan saling mencintai antara ibu
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 61
dan bayi. Bayi lebih jarang menangis jarang mengalami asma (OR
0,7; IK 95% 0,5-0,8). Anak yang mendapat ASI sebagian selama
≥6 bulan juga lebih dan ibu dapat memahami serta merespons
kebutuhan bayinya lebih baik.
b. Studi PROBIT di Belarus yang melibatkan 17046 bayi melaporkan
bahwa ASI eksklusif meningkatkan perkembangan kognitif anak.
Hasil studi ini menunjukkan perbedaan rerata skor Wechsler
Abbreviated Scaled of Intelligence (WASI) antara anak yang
mendapat ASI dengan yang tidak adalah 7,5 (IK 95% 0,8-14,3)
untuk IQ verbal, 2,9 (IK 95% -3,3-9,1) untuk IQ performance, dan
5,9 (-1,0-12,8) untuk IQ secara keseluruhan. 17
c. Studi di Kopenhagen menunjukkan bahwa pemberian ASI berkorelasi
secara bermakna terhadap skor IQ pada usia 27,2 tahun. Makin lama
durasi ASI, makin tinggi skor IQ. 18

Manfaat bagi keluarga 19


1. Kesehatan dan status nutrisi yang lebih baik.
2. Manfaat ekonomi. ASI sama sekali tidak membutuhkan biaya
dibandingkan susu formula. Uang yang dibelanjakan untuk susu formula
dapat digunakan untuk membeli makanan bergizi bagi ibu dan anggota
keluarga lainnya.
3. Mengurangi biaya kesehatan, karena bayi ASI lebih jarang menderita
sakit dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.

Manfaat bagi rumah sakit 19


1. Menyusui menciptakan atmosfir yang lebih tenang dan hangat, karena
bayi lebih jarang menangis dan ibu lebih cepat merespon tangisan
bayinya.
2. Bila kebijakan (rooming-in) berjalan dengan baik, maka tidak dibutuhkan
ruang perawatan bayi sehingga sumber daya manusia, waktu, maupun
biaya rumah sakit yang terserap untuk ruang perawatan bayi dapat

62 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


dikurangi. Special care nursery masih dibutuhkan untuk bayi yang sakit.
3. Rooming-in dan dukungan terhadap ASI akan meningkatkan citra
rumah sakit dan menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut memberikan
pelayanan yang terbaik bagi ibu dan bayi.

Manfaat bagi komunitas 20


1. Menurunkan biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh negara.
2. Menurunkan angka absensi orangtua sehingga meningkatkan
produktivitas dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan negara.
3. Mengurangi beban lingkungan untuk mengolah limbah kaleng
susu fomula dan botol, serta mengurangi konsumsi energi untuk
memproduksi susu formula.

Rekomendasi IDAI
1. Dokter spesialis anak dan tenaga medis merekomendasikan ASI bagi
semua bayi yang tidak memiliki kontraindikasi medis serta memberikan
edukasi mengenai manfaat ASI dan menyusui.
a. Kontraindikasi medis yang dimaksud mengacu pada Panduan
WHO 2009, termuat pada bagian selanjutnya dari rekomendasi
ini. Bila terdapat kontraindikasi, maka harus ditelaah lebih lanjut,
apakah kontraindikasi tersebut bersifat sementara atau permanen.
Bila kontraindikasi hanya bersifat sementara, maka ibu dianjurkan
memerah ASI untuk menjagai kesinambungan produksi ASI.
Bila menyusui langsung tidak memungkinkan, maka dianjurkan
memberikan ASI yang diperah.
b. Keputusan untuk tidak menyusui atau menghentikan menyusui
sebelum waktunya didasarkan pada pertim- bangan bahwa risiko
menyusui akan lebih membahayakan dibanding manfaat yang akan
didapatkan.
2. ASI-eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi
makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 63
selain ASI. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan
selama pemberian ASI-eksklusif.
3. Seluruh kebijakan yang memfasilitasi pemberian ASI/menyusui harus
didukung. Edukasi orang tua sejak kehamilan merupakan komponen
penting penentu keberhasilan menyusui. Dukungan dan semangat dari
ayah dapat berperan besar dalam membantu ibu menjalani proses inisiasi
dan tahapan menyusui selanjutnya, terutama saat terjadi masalah.
4. Bayi sehat diletakkan pada dada ibunya agar tercipta kontak kulit ke kulit
segera setelah persalinan sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi
sehat dan siaga mampu melakukan perlekatan tanpa bantuan dalam
waktu satu jam pertama setelah melahirkan.
a. Keringkan bayi, nilai skor Apgar, dan lakukan pemeriksaan fisis
awal saat bayi sedang kontak dengan ibunya.
b. Prosedur penimbangan, pengukuran, memandikan, pengambilan
darah, pemberian suntikan vitamin K, dan profilaksis mata dapat
ditunda sampai bayi mendapat ASI pertamanya.
c. Bayi yang terpengaruh oleh obat-obatan ibu mungkin membutuhkan
bantuan agar mampu melakukan perlekatan yang efektif.
5. Suplemen (air, air gula, susu formula, dan cairan lain) tidak diberikan
pada bayi kecuali atas permintaan dokter sesuai dengan indikasi medis.
6. Empeng/dot dihindari pada bayi yang menyusui. Rekomendasi ini tidak
melarang penggunaan empeng untuk tujuan non-nutritive sucking, oral
training untuk bayi prematur, dan bayi yang membutuhkan perawatan
khusus.
7. Pada minggu-minggu pertama menyusui, bayi disusui sesering
kemauan bayi. Ibu menawarkan payudara apabila bayi menunjukkan
tanda-tanda lapar seperti terjaga terus, aktif, mouthing, atau rooting.
a. Penempatan ibu dan bayi dalam satu ruangan (rooming-in)
sepanjang hari sangat membantu keberhasilan menyusui.
b. Lamanya menyusui tergantung pada kehendak bayi. Payudara
diberikan bergantian kanan dan kiri pada awal menyusui, agar
64 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
kedua payudara mendapat stimulasi yang sama dan mendapat
pengeringan yang sama.
c. Pada minggu-minggu pertama, bayi sebaiknya dibangunkan atau
dirangsang untuk menyusui maksimum setiap 3 jam.
8. Evaluasi keberhasilan menyusui selama dirawat dilakukan oleh tenaga
kesehatan sekurangnya dua kali sehari.
a. Hal yang dinilai meliputi posisi menyusui, perlekatan, dan transfer
susu.
b. Kemajuan dan hambatan dalam proses menyusui selama bayi
dirawat dicatat dan direkam medis
c. Edukasi ibu untuk mencatat waktu dan durasi setiap kali menyusui,
demikian juga dengan produksi urin dan tinja pada minggu-minggu
pertama.
d. Setiap masalah yang ditemui segera dicarikan solusinya sebelum
ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit.
9. Bayi yang telah pulang dari rumah sakit mendapat pemeriksaan tenaga
kesehatan pada usia 3-5 hari.
a. Dilakukan penilaian bayi yang mencakup pemeriksaan fisis,
terutama untuk mendeteksi ikterus (kuning) dan status hidrasi,
pola berkemih dan defekasi, begitu pula masalah payudara (nyeri,
pembengkakan).
b. Teknik menyusui juga harus dinilai, meliputi posisi, perlekatan,
dan transfer susu. Penurunan berat badan lebih dari 7% berat
lahir mengindikasikan kemungkinan masalah menyusui dan harus
dievaluasi lebih lanjut.
10. Bayi yang mendapat ASI diperiksa kesehatannya kembali pada usia 2-3
minggu agar dapat dipantau pertambahan berat badan dan memberikan
dukungan pada periode awal menyusui ini.
11. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cukup untuk mencapai
tumbuh kembang optimal.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 65


12. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) kaya besi diberikan secara bertahap
mulai usia 6 bulan. Bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan
bayi yang memiliki kelainan hematologi tidak memiliki cadangan besi
adekuat pada saat lahir umumnya membutuhkan suplementasi besi
sebelum usia 6 bulan, yang dapat diberikan bersama dengan ASI-
eksklusif.
13. Kebutuhan dan perilaku makan setiap bayi adalah unik.
a. Pengenalan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan tidak
meningkatkan asupan kalori maupun kecepatan pertumbuhan berat
badan.
b. Selama 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI tidak
membutuhkan air putih maupun jus buah, bahkan dalam cuaca
panas sekalipun. Pemberian minuman atau makanan selain ASI
berisiko mengandung kontaminan atau alergen.
c. Pemanjangan durasi menyusui bermanfaat untuk meningkatkan
kesehatan dan perkembangan bayi.
d. Bayi yang telah disapih sebelum usia 12 bulan tidak menerima susu
sapi, tetapi harus mendapat formula bayi yang difortifikasi zat besi.
14. Semua bayi yang mendapat ASI mendapat injeksi vitamin K1 1 mg yang
diberikan setelah mendapat ASI pertamanya dalam kurun waktu 6 jam
setelah lahir. Bila tidak tersedia vitamin K1 injeksi, maka dapat diberikan
vitamin K1 oral namun diulang dalam kurun waktu 4 bulan.
15. Ibu dan bayi baru lahir berada dalam satu ruangan dan bayi berada
dalam jangkauan ibu selama 24 jam untuk memfasilitasi menyusui.
16. Bila ibu atau bayi dirawat di rumah sakit, diusahakan untuk menjaga
kesinambungan ASI, baik dengan menyusui langsung atau memberikan
ASI yang diperah.
17. Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam
bulan pertama kehidupan untuk mencatat tumbuh kembang optimal.
Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat
sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.

66 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


18. Bayi risiko tinggi:
a. Pemberian ASI direkomendasikan untuk bayi prematur dan bayi
risiko tinggi lain, baik secara langsung maupun pemberian ASI
perah. Dukungan dan edukasi untuk ibu mengenai menyusui dan
teknik memerah ASI diberikan sedini mungkin.
b. Kontak kulit ke kulit dan menyusui langsung dimulai sedini mungkin.
c. Sebagian besar bayi dengan berat lahir sangat rendah terindikasi
mendapat ASI yang difortifikasi. Di negara maju terdapat bank ASI.
Air susu ibu yang berasal dari bank ASI telah memenuhi persyaratan
dan berasal dari donor yang telah diskrining. ASI segar dari donor
yang belum diskrining tidak dianjurkan karena risiko transmisi
kuman.
d. Kewaspadaan diperhatikan untuk bayi dengan defisiensi glukosa-
6-fosfat dehidrogenase (G6PD) karena rentan terhadap hemolisis,
hiperbilirubinemia, dan kernikterus. Ibu yang menyusui bayi dengan
defisiensi atau tersangka defisiensi G6PD harus menghindari obat
yang dapat menginduksi hemolisis.
19. Keadaan bencana dan situasi darurat:
a. Air Susu Ibu (ASI) dengan daya perlindungan yang dimilikinya
menjadi sangat penting pada keadaan bencana atau situasi darurat.
b. Dalam situasi bencana, bayi yang tidak disusui mempunyai
risiko tinggi terkena penyakit, karena kurangnya air dan sanitasi,
terhentinya persediaan makanan, tempat tinggal yang tidak
memadai, serta tidak adanya fasilitas untuk memasak. Selain itu,
tidak adanya dukungan dan pengetahuan tentang bagaimana cara
pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat, ikut
berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya penyakit.
c. Pemberian susu formula pada keadaan bencana perlu
memperhatikan beberapa hal:
i. Pemberian susu formula dibawah pengawasan dan pemantauan
tenaga kesehatan terlatih.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 67


ii. Susu formula diberikan kepada bayi piatu dan bayi yang ibunya
tidak lagi dapat menyusui.
iii. Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui ibu dan
relaktasi tidak memungkinkan.
iv. Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi memadai tentang
cara penyajian susu formula yang aman dan pemberian makan
bayi yang tepat.
v. Ada petunjuk yang jelas tentang cara penyajian susu formula
dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat setempat
dengan masa kadaluwarsa minimal 1 tahun.
vi. Susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada
bayi berumur kurang dari 12 bulan.
vii. Menggunakan air dan alat yang bersih untuk menyiapkan susu
dan menyimpannya (bila sulit menyiapkan air bersih karena
terbatasnya bahan bakar, dapat menggunakan air dalam
kemasan).
viii. Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk.
ix. Promosi menyusui secara terus menerus agar ibu yang
masih dapat menyusui tidak memberikan susu formula.
d. Industri susu formula tidak diperbolehkan mempromosikan
produknya

Peran dokter spesialis anak dalam melindungi, mempromosikan, dan


mendukung ASI
1. Umum
a. Mempromosikan, mendukung dan melindungi menyusui. Dokter
spesialis anak sangat dianjurkan membaca literatur mengenai bukti
ilmiah mengenai manfaat ASI bagi kesehatan dan perkembangan
bayi.

68 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


b. Mempromosikan menyusui sebagai norma budaya dan memotivasi
keluarga dan masyarakat untuk mendukung ASI.
c. Mengetahui keragaman budaya dan adat istiadat mengenai praktik
menyusui dan mengolah kemajemukan tersebut untuk keberhasilan
menyusui.
2. Edukasi
a. Memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai fisiologi dan
manajemen menyusui.
b. Mendukung pelaksanaan pelatihan menyusui dan laktasi untuk
mahasiwa, pendidikan dokter spesialis anak maupun dokter
spesialis anak.
3. Praktik klinis
a. Bekerjasama dengan dokter spesialis kebidanan untuk memastikan
bahwa ibu hamil mendapat informasi yang cukup sejak dari masa
antenatal.
b. Dokter spesialis anak dapat menjadi promotor dan motivator dalam
menciptakan lingkungan yang ramah untuk menyusui/menyusu,
agar menyusui menjadi budaya di lingkungan tempat kerja. Dokter
spesialis anak bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan jajaran
pimpinan rumah sakit menciptakan Rumah Sakit Sayang Bayi.
c. Dokter spesialis anak melakukan upaya perbaikan kebijakan dan
praktik yang tidak mendukung menyusui (misalnya, pemberian
paket formula saat ibu dan bayi pulang, kupon diskon, dan
pemisahan ibu dan bayi), minimal di lingkungan kerjanya.
d. Rumah sakit dianjurkan memiliki klinik laktasi, konselor laktasi, dan
pojok menyusui.
e. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan
penyuluhan tentang ASI dan menyusui bagi masyarakat.
4. Komunitas
a. Menganjurkan media untuk mempresentasikan

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 69


menyusui sebagai sesuatu yang positif dan normatif.
b. Menganjurkan pemilik gedung untuk menyediakan ruangan khusus
untuk menyusui.
Kondisi medis yang memungkinkan pemberian pengganti ASI
ASI merupkan nutrisi terbaik bagi bayi. Meskipun demikian, terdapat
beberapa kondisi medis yang menjustifikasi pemberian pengganti ASI
(susu formula) baik sementara maupun permanen. Bila memutuskan untuk
memberikan susu formula, tenaga medis harus yakin bahwa risiko harmful
pemberian ASI lebih besar dibanding dengan manfaatnya.
1. Kondisi Bayi
a. Bayi yang tidak boleh menerima ASI maupun susu jenis lain, kecuali
susu formula khusus.
- Galaktosemia klasik: memerlukan susu formula khusus bebas
galaktosa.
- Maple Syrup Urine Disease: memerlukan susu formula khusus
bebas leusin, isoleusin, dan valin.
- Fenilketonuria: memerlukan susu formula khusus bebas
fenilalanin (pada beberapa kondisi, pemberian ASI masih
memungkinkan dengan pengawasan ketat).
b. Bayi yang membutuhkan penggantian sementara (temporary),
namun sebenarnya baginya ASI tetap merupakan pilihan terbaik.
- Bayi dengan berat lahir <1500 g (very low birth weight).
- Bayi lahir dengan usia gestasi <32 minggu (very preterm).
- Bayi baru lahir dengan risiko gangguan adapatasi metabolik
atau adanya peningkatan kebutuhan glukosa (prematur, kecil
untuk masa kehamilan, stress hipoksik/iskemik intrapartum
bermakna, bayi sakit, serta bayi lahir dari ibu DM yang kadar
gula darahnya tidak membaik setelah pemberian ASI).

70 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


2. Kondisi Ibu
a. Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI permanen.
Ibu dengan infeksi HIV, dengan memenuhi kriteria AFASS terpenuhi
(acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe). Bila kriteria
AFASS tidak dapat dipenuhi maka sebaiknya ASI-eksklusif selama
6 bulan. Tidak diperbolehkan untuk mencampur ASI dan susu
formula.
b. Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI sementara.
- Ibu sedang sakit berat sehingga tidak dapat menyusui dan
merawat bayinya, misalnya sepsis.
- Ibu menderita HSV tipe-1 sehingga kontak langsung antara lesi
di payudara ibu dengan mulut bayi harus dihindari sampai lesi
aktif sembuh
- Ibu mengkonsumsi obat-obat berikut:
i. Obat psikoterapi sedatif, anti-epileptik, opioid, maupun
kombinasinya yang dapat mengakibatkan drowsiness
dan depresi nafas sebaiknya dihindari bila obat alternatif
tersedia.
ii. Bahan radioaktif iodine-131 sebaiknya dihindari dengan
menggunakan alternatif lain, namun bila terpaksa
menggunakan bahan tersebut maka ibu dapat menyusui
kembali 2 bulan setelah mendapat iodine-131.
iii. Penggunaan iodine topikal untuk perawatan luka secara
berlebihan dihindari karena dapat mengakibatkan supresi
tiroid dan gangguan elektrolit pada bayi yang mendapat
ASI.
iv. Kemoterapi, ibu yang sedang menjalani kemoterapi harus
menghentikan menyusui selama menjalani kemoterapi.
c. Kondisi ibu yang menyebabkan ASI masih dapat diberikan namun
menghadapkan bayi pada risiko mengalami gangguan kesehatan.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 71


- Abses payudara: menyusui tetap dilanjutkan pada payudara
yang sehat dan bila pengobatan telah dimulai, maka payudara
yang sakit pun dapat diberikan.
- Hepatitis B: ASI tetap diberikan dan pastikan bayi mendapat
vaksin Hepatitis B dalam 24 jam setelah lahir.
- Hepatitis C.
- Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan bagi ibu, ASI tetap
harus dikeluarkan untuk mencegah memburuknya mastitis
dan cegah agar tidak menjadi abses.
- Tuberkulosis: bukan merupakan kontra indikasi namun baik
ibu maupun bayi harus mendapat tata laksana sesuai panduan.
- Penggunaan zat berbahaya:
i. Ibu menggunakan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin,
kokain, stimulant lain yang terbukti mengakibatkan efek
merugikan bagi bayi yang disusui.
ii. Alkohol, opioid benzodiazepine, dan ganja dapat
mengakibatkan sedasi bagi ibu dan bayinya.

72 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Kesimpulan
Ikatan Dokter Anak Indonesia secara tegas menyatakan bahwa pemberian
ASI menjamin tercapainya tumbuh kembang yang terbaik. Keterlibatan aktif
dokter anak untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung menyusui/
pemberian ASI sangat dibutuhkan untuk mencapai tumbuh kembang anak
yang optimal.

Kepustakaan
1. Lucas A, Prewett RB, Mitchell MD. Breastfeeding and plasma oxytocin
concentrations. Br Med J. 1980;281:834-5.
2. Beral V. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of
individual data from 47 epidemiological studies in 30 countries, including
50302 woman with breast cancer and 96973 woman without the disease.
Lancet. 2002;360:187-95.
3. Saadeh R, Benbouzid D. Breastfeeding and child spacing: importance of
information collection to public health policy. Bull World Health Organ.
1990;68:625-31.
4. Popkin BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal
morbidity. Pediatrics. 1990;86:874-82.
5. Howie PW, Forsyth JS, Ogston SA, Clark A, Florey CV. Protective effect
of breastfeeding against infection. BMJ. 1990;300:11-6.
6. Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of
infant morbidity and the extent of breastfeeding in the United States.
Pediatrics. 1997;99:e5.
7. Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, Sevkovskaya Z, Dzikovich I,
Shapiro S, et al. Promotion of breastfeeding intervention trial (PROBIT).
JAMA. 2001;285:413-20.
8. Cesar JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of
breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period
in Brazil: nested case-control. BMJ. 1999;318:1316-20.

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 73


9. Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. Full breastfeeding duration and
associated decrease in respiratory tract infection in US children.
Pediatrics. 2006;117:425-32.
10. Aniansson G, Alm B, Andersson B, Hakansson A. A prospective coherent
study on breasfeeding and otitis media in Swedish infants. Pediatr Inf
Dis J. 1994;13:183-8.
11. Norris JM, Scott FN. A meta-analysis of infant diet and insulin-dependent
diabetes mellitus: do biases play a role? Epidemiology. 1996;7:87-92.
12. WHO collaborative study team on the role of breastfeeding in the
prevention of infant mortality. Effect of breastfeeding of infant and child
mortality due to infections disease in less developed countries: a pooled
analysis. Lancet. 2000;355:451-5.
13. Bahl R, Frost C, Kirkwood BR, Edmund K, Martinez J, Bhandari K.
Infant feeding patterns and risks of death and hospitalization in the
first half of infancy: multicentre cohort study. Bull World Health Organ.
2005;83:418-26.
14. Kull I, Wickman M, Lilja G, Nordvall SL, Pershagen G. Breastfeeding and
allergic diseases in infants – a prospective birth cohort study. Arch Dis
Child. 2002;87:478-81.
15. Von Kries R, Koletzko B, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D,
Grunert V, et al. Breastfeeding and obesity: cross sectional study. BMJ.
1999;319:147-50.

74 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


16. Gillman MW, RIfas-Shiman SL, Camargo Jr CA. Risk of overweight among
adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 2001;285:2461-7.
17. Kramer MS, Aboud F, Miranova F, Vanilovich I, Platt RW, Matush L, et
al. Breastfeeding and child cognitive development. New evidence from
a large randomized trial. Arch Gen Psychiatry. 2008;65:578-84.
18. Mortensen EL, Michaelsen KF, Sanders SA, Reinisch JM. The
association between duration of breastfeeding and adult intelligence.
JAMA. 2002;287:2365-71.
19. World Health Organization, UNICEF, and Wellstart International. Baby-
friendly hospital initiative: revised, updated and expanded for integrated
care. Section 2. Strengthening and sustaining the baby-friendly hospital
initiative: a course for decisionmakers. WHO and UNICEF. 2009. Geneva.
20. American Academy of Pediactrics, Section on Breastfeeding.
Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 2005;115:496-
506.
21. World Health Organization. Acceptable medical reasons for use of
breastmilk substitutes. WHO. 2009. Geneva.

Jakarta, 21 November 2010

Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia

Sumber : www.idai.or.id

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 75


Lampiran 9
Lampiran 9
Checklist Pemantauan dan Evaluasi
Checklist Pemantauan dan Evaluasi

Provinsi
Provinsi ::
Kabupaten
Kabupaten ::
No Komponen Kegiatan Ya Tidak Keterangan
1 Pra Bencana
a. Tersedia Pedoman
b. Tersedia contingency plan
c. Dilaksanakan sosialisasi dan pelatihan
petugas
d. Dilakukan pembinaan antisipasi bencana
e. Tersedianya data awal daerah bencana
2 Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat
Lanjut
a. Tersedia data sasaran
b. Tersedia standar ransum
c. Tersedia daftar menu makanan
d. Dilaksanakannya pengumpulan data
antropometri balita
e. Dilaksanakannya pengumpulan data
antropometri ibu hamil dan ibu menyususi
(LiLA)
f. Dilaksakannya konseling menyusui
g. Dilaksakannya konseling MP-ASI
h. Tersedia makanan tambahan atau MP-
ASI
i. Tersedia Kapsul vitamin A
j. Dilaksanakannya pemantauan bantuan
pangan dan susu formula
3 Pasca Bencana
a. Dilaksanakannya pembinaan teknis paska
bencana.
b. Dilaksanakannya pengumpulan data
perkembangan status gizi korban
bencana
c. Dilakukannya analisis kebutuhan (need
assessment) kegiatan gizi paska bencana

76 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


DAFTAR PESERTA
Penyempurnaan Pedoman Kegiatan Gizi dalam
Penanggulangan Bencana
Bogor, 5-8 Maret 2012

Ir. Eman Sumarna, MSc (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)


Tatang Kustiana, SE, M.Si (Kemensos)
Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Elmy Rindang Turhayati, SKM, MKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Cahaya Indriaty, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Dr. Ari Rachmawati (PI Setditjen, Kemenkes)
Dr. Widiana Kusumasari (PPK Kesehatan, Kemenkes)
Dyna Simanjuntak, AMG (BNPB Pusat)
Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Priatmo Triwibowo, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Muhammad Adil, SP, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Dr. Julina, MM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 77


Pembahasan Lanjut
Bogor, 14-17 Maret 2012

DR. Abas Basuni Jahari, M.Sc (PTTK dan EK, Kemenkes)


Ir. Eman Sumarna, MSc (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Tri Budiarto, M.Si (Badan Nasional Penangg ulangan Bencana Pusat)
Yus Rizal, DCN, M.Epid (BNPB Pusat)
Dr. Mohammad Imran (PPK Kesehatan, Kemenkes)
Dr. Mieke Vennyta (Ditjen PP dan PL, Kemenkes)
Yunimar Usman, SKM, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Cahaya Indriaty, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Masruroh, S.Gz (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Yuniwati, SKM, M.Kes (Dinkes Prov. Aceh)
Sofia Deliana HSB, M.Kes (Dinkes Prov Sumut)
Nursal, SKM (Dinkes Prov Sumbar)
Dessani Putri, SKM (Dinkes Prov Riau)
Ernawati, SKM (Dinkes Prov Jambi)
Yulia Darlis, S.Gz (Dinkes Prov Sumatera Selatan)
Rini Handayani, SKM (Dinkes Prov Bengkulu)
Dian Sandrawati, AMG (Dinkes Prov Lampung)
Iskandar, SKM (Dinkes Prov Kep. Bangka Belitung)

78 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


Prima Sari, AMD (Dinkes Prov Kep. Riau)
Dr. Sylviana Marcella, M.Sc (Dinkes Prov DKI Jakarta)
Lisa Avianty, SKM (Dinkes Prov Jawa Barat)
Rinaningsih, SKM, M.Si (Dinkes Prov Jawa Tengah)
Suseno, S.Gz (Dinkes Prov DI. Yogyakarta)
Suyatmi, SKM, M.Kes (Dinkes Prov Jawa Timur)
Andi Suhardi, SKM, M.Kes (Dinkes Prov Banten)
Wahyuni Dewi Haryani, SKM, M.Si (Dinkes Prov Bali)
Made Armeini Sedana Putri, SKM (Dinkes Prov Nusa Tenggara Barat)
Saiful, SKM (Dinkes Prov Nusa Tenggara Timur)
Rayna Anita, SKM, MPH (Dinkes Prov Kalimantan Barat)
Damaris Kadang, SKM (Dinkes Prov Kalimantan Tengah)
Gusti Asyari (Dinkes Prov Kalimantan Selatan)
Agus Budianto, SKM (Dinkes Prov Kalimantan Timur)
Eva Yanti Tawas, SKM, M.Si (Dinkes Prov Sulawesi Utara)
Arhernius Paliling, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Tengah)
Sitti Rahmatiah, SKM. M.Kes (Dinkes Prov Sulawesi Selatan)
Selvia, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Tenggara)
Muhammad Aris, S.Gz (Dinkes Prov Gorontalo)
Jawahira, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Barat)
Nurjani Husen, SKM (Dinkes Prov Maluku Utara)
Jemiwa Jacadewa, SKM (Dinkes Prov Papua Barat)
Diana Wilyan, AMG (Dinkes Prov Papua)

Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 79


Pembahasan Akhir
Jakarta, 16 Mei 2012

Galopong Sianturi, SKM, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)


Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Eko Prihastono, SKM, MA (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
H. Ali Bernadus, SKM, MA (BNPB Pusat)
Maman Haerurohman, SKM (PPK Kesehatan, Kemenkes)
Radito Pramono Susilo, ST (BNPB Pusat)
Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Masruroh, S.Gz (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Muhammad Adil, SP, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Dr. Julina, MM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Asep Adam Mutaqin, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)

80 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana


613.2
Ind
p
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN KEGIATAN GIZI


DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2012
Daftar Ralat

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Halaman Tertulis Seharusnya


613.2
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat 13 mergencies Emergencies
Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
p Pedoman kegiatan gizi dalam penanggulangan
bencana,-- Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 36 Rusum Ransum
2012.

ISBN 978-602-235-138-2 41 gula untuk selingan gula untuk selingan


sore 0 sore 3/4 p
1. Judul I. NUTRITION
II. FOOD III. EMERGENCY CARE 54 Rangsum Ransum
IV. CIVIL DEFENSE V. DISASTER
613.2
Ind
p

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN KEGIATAN GIZI


DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2012

Anda mungkin juga menyukai