Anda di halaman 1dari 169

KATA PENGANTAR

Dengan rakmat Allah SWT, Buku berjudul Pengelolaan cara baru


Manajemen Rumah Sakit ,ini saya susun karena masih sangat kurangnya buku
menganai manajemen rumah sakit di perputakaan Indonesia. Rumah sakit adalah
bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang merupakan sarana fasilitas
kesehatan rujukan paling hilir, yang dikembangkan melalui rencana pengembangan
kesehatan. Sehingga pengembangan rumah sakit ini tidak dapat dilepaskan dari
kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan sesuai Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang kesehatan.

Dilihat dari segi pertumbuhan rumah sakit , ternyata dalam era


globalisasi belakangan ini meningkat dengan pesat , terutama di kota-kota
metropolitan. Terlebih lagi setelah berubah dalam bentuk badan hukum perseroan
terbatas (PT) diizinkan untuk mendirikan rumah sakit , sebagai bagian dari deregulasi
di bidang usaha bisnis kesehatan.

Dengan perubahan status badan hukum maka pertumbuhan jumlah rumah


sakit semakin pesat, dan ditimpa situasi kondisi era jaminan Sosial Nasional (JSN)
sehingga berdampak peningkatan persaingan yang ketat diantara mereka serta
terjadinya polarisasi manajemen rumah sakit dari manjemen umum rumah saki t ke
manajemen khusus ala jaminan sosial yang menimbulkan tantangan yang sangat besar
bagi para pengelola maupun pemilik rumah sakit agar kegiatan dapat tetap survive .
Persaingan tersebut meliputi pangsa pasar, tenaga medis, tenaga para medis, tenaga
spesialis , fasilitas kesehatan yang canggih dan tehnologi serta kualiatas pelayanan ang
berorientasi pelannggan.

Pengelolaan usaha bidang perumahsakitan ini sangat jauh berbeda dengan


pengelolaan usaha bidang lain. Selain rumah sakit itu merupakan kegiatan padat modal,
pada karya, padat sistem, padat tehnologi, padat profesi dan padat resiko, dalam
menjalankan usaha rumah sakit juga ditekankan penerapan nilai sosial , etika
disamping segi ekonomis. Oleh sebab ini usaha pengelolaan perumahsakitan
mengandung nilai-nilai yang sangat kompleks dan penuh komplit resiko.

Buku ini terutama disusun untuk pengelola manajemen rumah sakit


khususnya para dokter yang memang kebanyakan bukan ahli di bidang manajemen,
tetapi juga para non-dokter yang ingin mengetahui. Hal ini disebabkan karena hingga
saat ini Peraturan perundang-undangan sesuai Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit diharus Pimpinannya (Direktur/ Direktur utama) sebuah rumah
sakit di Indonesia kreteria harus seorang dokter.

Mahasiswa maupun para peneliti pemula, senantiasa mengalami


kesulitan untuk memulai membuat proposal dan bagaimana melakukan penelitian yang
ada hubungan dalam bidang perumahsakitan, maupun dibidang kedokteran, dan bidang
kesehatan lain, maka buku ini dapat jadi buku panduan, sehingga diharapkan

1
memberikan sumbangan dalam memecahkan masalah manajemen perumahsakitan dan
masalah penelitian yang dihadapi.

Buku ini disusun dan diambil dari berbagai sumber, dan dari pengalaman
penulis, dan diarahkan kepada perinsip dan metoda serta langkah-langkah mengelola
rumah sakit, membuat perencanaan yang ingin dilakukan berdasarkan orientasi
pelanggang, serta memperhatikan kearifan lokal sesuai daerah dimana rumah sakit
berlokasi.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih sangat sederhana, dan masih
banyak kekurangan dalam penyusunan maupun dalam cakupan isi, maka kritik yang
sifatnya membangun dari pembaca, kami ucapkan banyak terima kasih.

Namun demikian penulis tetap berharap, semoga buku ini dapat


memberikan sumbangsih dalam memenuhi sebagai pedoman dalam bidang manajemen
perumahsakitan, dan kepada Allah SWT jualah, saya kembalikan segala –galanya.

Wasalam

Penyusun

Dr.dr. Rasyidin Abdullah, MPH.,MH.Kes. DPDK

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Manajemen Rumah Sakit


1. Pengertian manajemen

“Siapa yang membutuhkan manjemen?” Pertanyaan ini sering dijawab :


Perusahaan (Bisnis, Jasa)! Tentu saja benar sebagian, tetapi tidak lengkap karena
manajemen juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisir dalam semua
tipe organisasi. Dalam praktek, manajemen dibutuhkan di mana saja orang-orang
bekerja bersama (organisasi) untuk mencapai tujuan bersama.

Di lain pihak setiap manusia dalam perjalanan hidupnya selalu akan menjadi
anggota dari beberapa macam organisasi, seperti organiasi kesehatan, sekolah,
perkumpulan ola raga, kelompok musik, militer atau organisasi perusahaan. Organisasi-
organisasi ini mempunyai persamaan-persamaan dasar, walaupun dapat berbeda satu
dengan yang dalam beberapa hal. Sebagai contoh se, organisasi pelayanan kesehatan,
organisasi perusahaan, atau departemen pemerintah dikelola secara lebih formal
dibanding kelompok olah raga atau rukun tetaangga. Persamaan ini terutama tercermin
pada fungsi-fungsi manajerial yang dijalankan.

Fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah universal . Sifat ini merupakan hasil


dari kenyataan bahwa fungsi-fungsi manajemen adalah sama dimana saja, dalam seluruh
organisasi dan pada waktu kapan saja. Fungsi-fungsi manajerial ini sama untuk
perusahaan-perusahaan besar, kecil atupun multinasional, organisasi-organisasi
kemasyarakatan atau semi kemasyarakatan, kelompok-kelompok hobi, dan sebagainya.
Walaupun mungkin diterapkan secara berbeda oleh manajer-manajer yang berbeda pula,
dalam hal ini tergantung pada variabel seperti tipe organisasi, kebudayaan dan tipe
anggota (karyawan), tetapi fungsi-fungsi tetap sama. Seperti dalam kasus manajemen
Jepang, penerapan fungsi-fungsi dan pronsip-prinsip dasar manajemen sebagian besar
sama dengan manajemen Barat. Bahkan Takeo Fujisawa, salah seorang pendiri
perusahaan Honda Motor, pernah mengatakan bahwa “manajemen Jepan” 95 persen
mengambil oper cara-cara manajemen Barat. Namun memang perbedaan yang 5 persen
itulah membuat manajemen Jepang dipandang tidak sama dengan manajemen Barat.

Manajemen Jepang pada hakekatnya menitikberatkan karyawan atau sumber


daya manusia sebagai modal utama yang terpenting dalam organisasi. Berbeda dengan
manajemen Barat, karyawan tidak semata-mata dianggap sebagai salah satu unit produksi
saja, malainkan sebagai manusia-manusia utuh. Perbedaan penerapan ini terutama karena
pengaruh variabel budaya Jepang. Gaya manajemen Jepang, sebenarnya mirip dengan
manajemen partisipatif dalam manajemen Barat. Berdasrkan uraian diatas mengandung
impilikasi bahwa materi yang akan dibahas dalam manajeme Rumah Sakit , penulis
percaya, adalah tetap untuk “manajemen Indonesia”. Hanya dalam aplikasinya perlu
disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang dihadapi para manajer Indonesia. Fungsi-
fungsi dasarnya sama, tetapi wujudnya kegiatan-kegiatan bisa berbeda tergantung pada
berbagai variabel.

3
Sebagai ilmu pegetahuan , manajemen juga bersifat universal, dan
mempergunakan kerangka ilmu penegtahuan yang sistimatis, mencakup kaidah-kaidah,
prinsip-prinsip, dan konsep-konsep yang cenderung benar dalam semua situasi
manajerial (gambar 1). Ilmu pengetahuan manajemen dapat diterapkan dalam semua
organisasi manusia, seperti perusahaan, pemerintah, kesehatan, pendidikan ,sosial,
keagamaan, dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan, bila seorang manajer mempunyai
pengetahuan dasar manajemen dan mengetahui cara menerapkan pada situasi yang ada,
dia akan dapat melakukan fungsi-fungsi manajerial dengan efisien dan efektif.

Seorang manajer tentu saja harus cukup fleksibel untuk menyesuaikan situasi
baru dengan perubahan lingkungan.

Manajemen

Kaidah- Prinsip- Konsep-


kaidah prinsip konsep

Gambar 1. : Manajemen atas dasar kerangka ilmu penegetahuan yang sistimatis.

2. Mengapa manajemen dibutuhkan


Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, institusi, karena tanpa
manajemen, semua usaha akan sis-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada tiga
alasan utama diperlukannya manajemen :
a. Untuk mencapai tujuan. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi
dan pribadi.
b. Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan.
Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-
sasaran, kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak dalam
organisasi atau institusi, seperti pemilik dan karyawan, maupun kreditur,
pelanggang, komsumen, supplier, serikat kerja, asosiasi perusahaan/profesi,
masyarakat dan pemerintah
c. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas . Suatu kerja organisasi atau institusi dapat
diukur dengan cara yang berbeda . Salah satu cara yang umum adalah efisiensi dan
efektivitas.

3. Pengertian Manajemen Rumah sakit


a. Definisi Rumah sakit.
Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
4
setinggi-tingginya. Dimana rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat

b. Tujuan Rumah sakit


Penyelenggaraan rumah sakit bertujuan ; Mempermudah akses masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan, memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien (patient
safety), masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya di rumah sakit;
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit dan
memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah
sakit, dan rumah sakit itu sendiri.

c. Manajemen Rumah Sakit.


Seperti banyak bidang studi lainnya yang menyangkut manusia, manajemen Rumah sakit
sulit didefinikan. Dalam kenyataannya , tidak ada definisi manajemen rumah sakit yang
telah diterima secara universal. Mary Parker Follett mendefinisikan manajemen Rumah
sakit sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan dirumah sakit melalui orang lain.
Dalam defenisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan
organisasimelalui penagturan orang-oang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang
mungkin diperlukan , atau berarti dengan tidak melakukan tugas-tugas itu sendiri.
Pengertian manajemen begitu luas sehingga kenyataannya tidak definisi yang digunakan
secara konsisten oleh semua orang. Pembahasan kita akan di mulai dengan definisi yang
lebih kompleks dan mencakup aspek-aspek penting pengelolaan, seperti yang dikemukan
oleh Stoner sebagai berikut :
Manajemen Rumah Sakit adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan usaha-usaha para anggota rumah sakit dengan penggunaan sumber daya
rumah sakit untuk mencapai tujuan. Jadi disimpulkan bahwa manajemen rumah sakit
adalah suatu proses kerjasama yang dilaksanakan diinstitusi pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan (rujukan) dengan mempergunakan sumber daya berbagai tenaga profesi
kesehatan, tenaga non kesehatan dan sumber daya sarana–prasarana kesehatan yang
bertujuan untuk mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan, memberikan
perlindungan terhadap keselamatan pasien (patient safety), masyarakat, lingkungan
rumah sakit dan sumber daya di rumah sakit; meningkatkan mutu dan mempertahankan
standar pelayanan rumah sakit dan memberikan kepastian hukum kepada pasien,
masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

4. Masalah Manjemen Rumah sakit

Mengelola rumah sakit baik milik pemerintah maupun rumah sakit swasta sama dengan
mengelola organisasi lainnya yang mebutuhkan pengetahuan manajemen.

Untuk menjadi pimpinan rumah sakit yang baik harus bisa jadi manajer yang baik.
Kalau dahulu ada anggapan bahwa manajer adalah bakat dan tidak bisa dipelajari , maka
anggapan itu sudah tidak berlaku lagi saat ini. Jelas bahwa ilmu untuk menjadi manajer

5
sudah diajarkan di berbagai tempat. Memang , bagi yang mempunyai bakat sebagai
manajer bisa lebih cepat untuk belajar dan bisa menjadi manajer yang lebih baik.

Untuk mengelola rumah sakit ada hal-hal yang berbeda dengan usaha yang lain,
diantaranya masih harus mengemban fungsi sosial . Oleh karena di masa lalu organisasi
rumah sakit kebanyakan tidak mencari profit (Nirlaba), tetapi sekarang konsep ini sudah
mulai luntur karena banyak rumah sakit swasta dengan investasi tidak sedikit (padat
modal) yang kemudian benar-benar mencari keuntungan untuk bisa bertahan dan hidup
serta mengembalikan investasi tersebut.

Untuk mengelola rumah sakit dengan baik dan berusaha “tidak rugi” tentu diperlukan
pengetahuan tentang manajemen rumah sakit.

Unsur Manajemen Fungsi Manajemen Output/Kleuaran

MEN PLANNING
LEADING
MACHINES HOSPITAL
MATERIAL
METHODS GOALS
MONEY ORGANIZING
MARKETS CONTROLLING
MATERIAL
L

Gambar 2 : Sistem model Manajemen Rumah Sakit

Salah satu Fungsi Manajemen (controlling), fungsi controlling dalam


manajemen ISMEC ;
I = Indentification of work.
S = Setting standards/standars for work performance,
M = Measuring performance to standards
E = Evaluation , hasil pengukuran perbandingan sasaran yang harus dicapai,
C = Corection, semu kekurangan yang ada dicarikan upaya perbaikan.

Dalam tulisan ini akan dikemukakan teori tentang manajemen umum yang sudah
banyak ditulis

5. Studi tentang manajemen

Teori ama manajemen yang hingga saat ini masih “valid” yaitu G.R. Terry, yang
disingkat degan P.O.A.C dan di sana-sini akan dimodifikasi ;

- Planning (perencanaan);
6
- Organizing ( pengorganisasian);
- Actuating ( penggerakkan);
- Controling (pengawasan/ pengendalian).

Manajemen banyak dipraktikkan baik dalam organisasi bisnis, institusi fasilitas


kesehatan (rumah sakit, puskesmas) , badan-badan pemerintah dan lain-lain organisasi.

Banyak defenisi tentang manajemen yang telah dikemukakan oleh para sarjana
Barat tetapi belum ada yng diterima secara universal. Misalnya , salah satu yang banyak
dipakai yaitu oleh Mary Parker Tollet sebagai berikut :

“Manajemen adalah suatu seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.”
Definisi ini diartikan bahwa manajer dalam mencapai tujuan organisasi melalui pengaturan
orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin diperlukan , yang berarti
tidak dilakukan sendiri atau dapat dikias sebagai berikut ;

“ Manajer adalah satu orang tetapi mempunyai seribu tangan dan kaki”.

Bagaimana manajer mengatur orang-orang lain tersebut atau bagaimana manajer


memakai seribu tangan tersebut adalah cara –cara yang sudah banyak di tulis di buku-buku
yaitu proses manajemen yang makin lama makin berkembang dengan berbagai macam teori.

Teori sederhana yang sudah banyak dipakai yaitu ;

Gambar 3. Teori Manajemen

Bangunan Rumah sakit Produk


Fasilitas kesehatan P Jasa layanan
Sumber Daya Manusia O Kesehatan
Dana dan sebagainya A Yang baik
C
TARGET
SURVIVAL AND GROWTH

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dari bangunan rumah sakit dan
fasilitasnya, alat-alat kesehatan , sumber daya manusia, dana yang tersedia dan
sebagainya melalui proses manajemen yang baik (planning, organizin & staffing,
actuating, and controlling) diharapkan menghsilkan produk jasa layanan kesehatan yang
baik dan disini diharapkan menjadikan rumah sakit mencapai tujuan survival and
growth. POAC akan dipaparkan satu persatu dengan dimodifikasi untuk disesuaikan pada
keadaan saat ini.

7
6. Pengertian Pembangunan Kesehatan dalam bidang perumahsakitan

Cinta-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksankan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kesehatan
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya
kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
yang didukung oleh suatu Sistem Kesehatan Nasional.
Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Dimana rumah sakit suatu institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat, dimana yang dimaksud ;
a) Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahahan kecacatan lebih lanjut;
b) Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Salah satu permasalahan yang terjadi adalah pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kualitas pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari penampilan professional personil
rumah sakit, efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien
ditentukan oleh keseluruhan pelayanan: pelayanan admisi, dokter, perawat, makanan,
obat-obatan, sarana dan peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit.
Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering
dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas Rumah Sakit, antara
lain: keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang
kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses masuk rawat, aspek pelayanan di
Rumah Sakit, serta ketertiban dan kebersihan lingkungan Rumah Sakit.
Perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan
mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi
kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak

8
sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang
menghargai perasaan dan martabatnya.
Dalam memberikan pelayanannya rumah sakit harus cepat tanggap terhadap
kebutuhan pasien baik itu dari segi pengobatan, administrasi maupun ketepatan dalam
bertindak. Tidak semua rumah sakit akan kita dapatkan mutu pelayanan yang maksimal
untuk pasiennya

7. Asas Rumah Sakit


Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak, anti
diskriminasi , pemerataan , perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai
fungsi sosial , dengan maksud antara lain;
a) Nilai kemanusian adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit dilakukan
dengan memberikan perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak
membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras;
b) Nilai etika dan profesionalitas adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki etika profesi dan sikap
profesional , serta mematuhi etika rumah sakit;
c) Nilai manfaat adalah penyelenggarakan rumah sakit harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kemanusian dalam rangka mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatan;
d) Nilai keadilan adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit mampu memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang
terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu;
e) Nilai persamaan hak dan anti diskriminasi adalah bahwa penyelenggaraan
rumah sakit tidak boleh mebedakan masyarakat baik secara individu maupun
kelompok dari semua lapisan;
f) Nilai pemerataan adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit menjangkau
seluruh lapisan masyarakat;
g) Nilai perlidungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan rumah
sakit tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu
memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan
perlindungan dan keselamatan pasien;
h) Nilai keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit selalu
mengupayakan peningkatan keselamatan pasien melalui upaya manajemen
risiko klinik;
i) Fungsi sosial adalah bagian dari tanggung jawab yang melekat pada setiap
rumah sakit yang merupakan ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam
membantu pasien khususnya yang kurang/tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

9
8. Tujuan Penyelenggaraan Rumah Sakit.

Penyelenggaraan rumah sakit bertujuan ; Mempermudah akses masyarakat


untuk mendapatkan pelayanan, memberikan perlindungan terhadap keselamatan
pasien (patient safety), masyarakat, lingkunan rumah sakit dan sumber daya di
rumah sakit; meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah
sakit dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

9. Tugas dan fungsi Rumah Sakit.

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan


perorangan secara pripurna. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah ; penyelenggara
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit; pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga (pelayanan hilir)
sesuai kebutuhan medis; penyelenggaraan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan
penelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

10
BAB II

PENGELOLAAN RUMAH SAKIT

1. Aspek-aspek Perencanaan Manajemen Rumah Sakit.

Bukan saja rumah sakit yang harus mempunyai perencanaan yang baik bila ingin
berhasil tetapi juga organisasi-organisasi lainnya. Bahkan kita sendiri sebagai pribadi-
pribadi dalam kehidupan sehari-hari perlu perencanaan ini. Misalnya saja kita akan
pergi ke suatu tempat , maka dari rumah sudah harus direncanakan menuju kemana
(where), bersama dengan siapa suapaya supaya tidak tersesat (who) lewat jalan mana
saja supaya bagaimana lebih efiasien , lebih efektif dan tidak macet (how) dan apa
yang akan kita kerjakan ditempat tujuan (what) juga harus merencakan jam berapa
kita berangkat dan jam berapa kita akan pulang (when), mengapa hal ini harus kita
lakukan (why).

Sebagai contoh sederhana kita sebaiknya merencanakan segala


sesuatu didalam kehidupan kita sehari-hari. Juga bila kita akan mengadakan suatu
seminar, maka kita harus merencanakan sebaik-baiknya membentuk tim yang baik agar
seminar ini terlaksana dengan baik. Apalagi dalam kegiatan rumah sakit kita harus
mempunyai perencanaan yang baik.

Perencanaan merupakan kata yang sering diucapkan oleh berbagai


kalangan, sehingga mudah dan lebih sering kita kenal. keseringan ini oleh karena ;

1) Keterbatasan waktu;
2) Keterbatasan kemampuan;
3) kurang konsisten dalam memulai langkah;

sering hal ini dilewatkan , atau dibuat saja, sehingga menjadi


terkesan yang tidak ada perencanaan. Juga kita harus konsisten mengembangkan
perencanaan dan evaluasi karena saling terkait seperti ;

Gambar 4. Keterkaitan perencanaan dan evaluasi

PERENCANAAN PERENCANAAN PERENCANAAN

EVALUASI EVALUASI

Perencanaan memusatkan perhatian pada masa yang akan datang .


Manajemen rumah sakit harus mempersiapkan rumah sakit dalam menghadapi hal-hal
yang akan datang baik sudah diramalkan (forecasting) maupun yang tidak terduga
sebelumnya.

Seringkali Perencanaan yang lemah akan diikuti oleh pelaksanaan yang


spontan, dan akhirnya lemah pada evaluasi, bila pola perencanaan evaluasi tak berjalan
11
dengan baik, maka terjadi pekerjaan yang tidak menarik, malah akan membosankan
karena tidak dapat melihat manfaat dan kemajuan yang nyata dan dapat diukur.

Perencanaan menspesifikasikan apa yang harus dicapai atau dilakukan


dimana akan datang dan bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan, maka dapat
ditegaskan sebagai berikut ;

Fungsi perencanaan mencakup aktivitas-aktivitas manajerial yang


menentukan sasaran dan alat yang tepat untuk mencapai sasaran tersebut. Beberapa
faktor untuk perencanaan antara lain;

- Sasaran-sasaran
- Tindakan-tindakan
- Sumber-sumber daya yang diperlukan
- Implementasi

Sebagai contoh , rumah sakit ingin memperoleh tambahan keuntungan 15 %


dengan dana tertentu yang tersedia atau dana dari luar. Pengalokasian dana ini perlu
dipertimbangkan dengan baik ; memformulasikan kendala-kendala sumberdaya dan
perlu dilakukan penganggaran , misalnya ; ditentukan rumah sakit akan membeli CT
Scan. Pada Implementasinya ditugaskan personal dengan pengarahan untuk
melaksanakan IRR, NPV, payback priod dan sebagainya untuk feasebility study, dan
diharapkan bisa memperoleh keuntungan 15 % seperti yang direncanakan.

Secara tipikal rencana sederhana dibagi dalam ;

a. Perencanaan jangka pendek


b. Perencanaan jangka menengah
c. Perencanaan jangka panjang
Periode jangka pendek, menengah atau panjang ini yang tercakup dalam
perencanaan tergantung pada sifat sasaran/target yang kita tetapkan dalam waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikannya.
a. Perencanaan jangka pendek biasanya dilakukan oleh pelaksana, misalnya renovasi
sebuah kamar ditargetkan 1 minggu maka diharapkan di dalam waktu satu minggu
itu sudah bisa diselesaikan penggantian wallpaper, penggantian keramik kamar
mandi, pembersihan lantai dan sebagainya.
b. Perencanaan jangka menengah yang paling banyak dilakukan oleh manajer-manajer
dirumah sakit yaitu perencanaan 1 tahun, misalnya ada memulai 1 Januari sampai 31
Desember, tetapi ada juga yang memulai 1 April sampai dengan 31 Maret dan
sering diformulasikan dalam bentuk anggaran kerja dan anggaran.
c. Perencanaan jangka panjang ini muncul kurang lebih tahun 1950 dimana dimulai
dikenal rencana luas dan menyeluruh, sistem ini mengharuskan organisasi-organisasi
untuk berusaha menentukan obyek dan goal dari program dan anggaran untuk
jangka waktu beberapa waktu mendatang.

Dasar pemikiran dari rencana jangka panjang ini adalah untuk membuat
proyeksi pemikiran dari kecenderungan lingkungan ke masa depan dan menetapkan
12
sasaran untuk membimbing operasi dari organisasi/perusahaan dan kegiatan dari setiap
karyawan yang terlibat menuju perkembangan perusahaan.
Menyediakan sedikit waktu untuk perencanaan, akan terlihat terlambat
memulai, tetapi dengan keuntungan pelaksanaan yang lancar pada akhirnya akan
selesai lebih cepat. Sebernarnya proses perencanaan dapat dibuat lebih cepat sesuai
pengalaman dan yang penting adalah “tercatat”, artinya rencana itu tercatat secara jelas
apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakan dan apa ciri dapat dicapai.
Perencanaan yang sifatnya luas dan menyangkut analisis yang yang lebih
komplit, mengarahkan pada perencanaan rumah sakit yang sifatnya jangka panjang, dan
ini disebut sebagai “perencanaan strategik.” Selanjutnya untuk jangka yang menengah
seperti tahunan sampai 3 tahunan perlu dipergunakan perencanaan yang sering
dibuatkan rencananya.
Kemudian untuk pelaksanaan yang sifatnya jangka pendek, maka untuk
pelaksanaan operasional sehari-hari agar langkah lebih jelas dan terarah diperlukan Plan
Of Action atau POA , Sabarguna, BS, 2006.

 Jangka Panjang
PERENCANAAN  Analisis yang luas dan mendalam
STRATEGIK  Berisi perencanaan global

 Sifatnya menengah
PERENCANAAN  Analisis yang sederhana
 Berisi perencanaan tertuju

 Sifatnya jangka pendek


PLAN OF ACTION  Analisis keadaan yang nyata dapat
(POA) diperbuat
 Berisi perencanaan langkah-langkah
yang tertuju dari program

Gambar 5. Keterkaitan Perencanaan strategik, Perencanaan dan POA.

Dari paparan gambar 4 dapat dilihat bahwa dalam perencanaan strategi rumah
sakit perlu terlebih dahulu ditentukan visi-misi rumah sakit untuk kemudian melalui
analisis SWOT dibuat formulasi strategi yang kemudian dibuat pula program yang
berdasarkan strategi tersebut. Dengan menentukan alokasi sunber daya dan melihat
anggaran yang tersedia maka diharapkan tujuan atau pun visi-misi rumah sakit tersebut
bisa tercapai.

Dalam praktik di rumah sakit, yang paling terasa adalah rencana kerja
dan anggaran tahunan yang sebaiknya dikaitkan dengan strategic planning

Akhirnya kita perlu sadar bahwa manajemen tidak hanya


pengetahuan, tetapi ada bagian yang merupakan keterampilan, artinya pengetahuan
13
yang diperoleh baru akan dikuasai bila pengetahuan itu dipraktikkan, dengan
praktik yang sering, lama kelamaan pelaksanaan perencanaan akan merupakan
kegiatan yang menyenangkan dan memudahkan.

Dengan materi berikut ini diharapkan tujuan akan dapat dicapai ;

1. Kejelasan tentang perencanaan strategik.


2. Dapat menggunakan program komputer SWOT,
3. Kejelasan tentang perencanaan
4. Dapat menggunakan program komputer linier.
5. Kejelasan tentang POA.
6. Dapat menggunakan program komputer POA.

2. PERENCANAAN STRATEGI ( STRATEGIC PLANNING)

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yang terkait dalam
perencanaan strategik, seperti dibawah ;

1. Memahami pengertian perencanaan strategik


2. Memahami proses perencanaan strategik.
3. Mengetahui dan memahami analisis lingkungan Rumah sakit.
4. Mengetahui dan memahami analisis lingkungan luar rumah sakit,
5. Dapat melakukan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Oportunity, dan
Threat),
6. Dapat membuat strategi
7. Memahami program komputer SWOT.

Strategic Planning ditandai dengan ;

- Penentuan Visi rumah sakit.


- Penenentuan misi/ tujuan rumah sakit
- Keadaan rumah sakit sendiri.
- Environment/keadaan lingkungan di luar rumah sakit yang sering tidak
stabil terhadap rumah sakit itu
- Alokasi sumber daya yang ada,
- Bagimana visi-misi rumah sakit tersebut bisa dicapai

Pengertian, dari perencanaan strategik adalah upaya melihat jangka waktu yang
akan datang dan mempunyai ciri ; GriffinR.R, 1987.

 Sumber daya dan kemampuan rumah sakit;


 Peluang dan resiko yang ada di lingkungan;
 Biasanya dibuat oleh manajer puncak;
 Bersifat umum dan tidak spesifik;

Jadi perencanaan jenis ini merupakan awal yang masih global yang
memerlukan upaya perencanaan lebih lanjut yang lebih spesifik dan jangka lebih
pendek. Perencanaan biasanya merupakan terjemahan dari visi rumah sakit yaitu
14
harapan pendiri atau pemilik rumah sakit kemudian diterjemahkan dalam
perencanaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Gambar 6. Proses perencanaan strategik

Visi –Misi Rumah Sakit (RS)

ANALISIS LINGKUNGAN LUAR ANALISIS LINGKUNGAN DALAM

SWOT ANALISIS

FORMULASI STRATEGI

STRATEGIC PROGRAM

ALOKASI SUMBER DANA

ANGGARAN

3.Analisis Lingkungan Dalam Rumah Sakit

Analisis lingkungan dalam rumah sakit berarti melakukan upaya


untuk menguraikan hal-hal yang ada dalam rumah sakit. Keadaan itu meliputi ;

 Perangkat Keras ;
 Perangkat Lunak ;
 Sumber daya manusia ;

Analisis yang dilakukan adalah :

“ memikirkan apa kekuatan dan kelemahan atau strenght and


weaknees, dari lingkungan dalam rumah sakit,” dengan analisis ini maka
perencanaan akan dapat :

1) Mengukur langkah yang dapat dilakukan ;


2) Mempersiapkan hal-hal yang kurang dan diperlukan ;
3) Terus meningkatkan kekuatan yng ada.

15
Keadaan lingkungan rumah sakit yang perlu diperhatikan diataranya :

Tabel 1. Keadaan Lingkungan RS

No Kelompok Keadaan
1. PERANGKAT KERAS 1. Luas tanah
2. Status tanah
3. Luas bangunan
4. Kondisi bangunan
5. Jumlah alat medis
6. Kondisi alat medis
7. Jumlah alat kantor
8. Kondisi alat kantor
9. Jumlah ambulance
10. Kondisi ambulance
2. PERANGKAT LUNAK 11. Struktur organisasi
12. Sistem pemasaran
13. Sistem keuangan
14. Sistem Kepegawaian
15. Sistem informasi

3. SUMBER DAYA 16. Jumlah manajer


17. Kemampuan manajer
MANUSIA 18. Jumlah tenaga medis
19. Kemampuan tenaga medis
20. Jumlah perawat
21. Kemampuan perawat
22. Jumlah tenaga non medis
23. Kemampuan tenaga non medis
24. Pelatihan tenaga
25. Pengambangan tenaga

4.Analisis Lingkungan Luar Rumah Sakit

Merupakan upaya memperhatikan komponen-komponen lingkungan


luar rumah sakit yang akan berpengaruh terhadap adanya peluang dan hambatan
atau oportunity and threat. Kedaan yang perlu diperhatikan seperti berikut.

1. Pemerintahan
2. Kebutuhan masyarakat
3. Kondisi perumhsakitan
4. Asuransi
5. Perubahan harga
Strategic Businees Unit (SBU) adalah dapat berdiri sendiri dan merupakan usaha
sendiri yang bisa meraih sukses masing-masing dengan pasar/ costumers sendiri
dari bagaimana mencapai visi-misi tersebut.
Elemen dasar dari perencanaan strategi bisnis (dikutip dari Arnold Chax and
Nicholas C Malut).

16
Komponen keadaan yang lebih rinci seperti berikut ;

Tabel 2 : Keadaan Lingkungan yang lebih Rinci

No KELOMPOK KEADAAN
1. PEMERINTAHAN 1. Peraturan baru
2. Program pemerintah yang terkait
3. Prioritas program
4. Perubahan tata kota
5. Perubahan kebijakan

2. KEBUTUHAN 6. Pelayanan yang cepat


MASYARAKAT 7. Pelayanan yang dekat
8. Pelayanan yang bermutu
9. Pelayanan murah
10. Pelayanan memuaskan
3. KONDISI 11. Adanya rumah sakit baru
PERUMAHSAKITAN 12. Adanya obat baru
13. Perluasan rumah sakit lain
14. Rumah sakit pemerintah menjadi rumah
sakit BLU
15. Perubahan tarif rumah sakit lain
4. ASURANSI 16. Askes berubah pola
17. Asuransi swasta berkembang
18. Asuransi Jasa Raharja berkembang
19. BPJS sudah mulai berkembang
20. Bekerjasama dengan BPJS sangat sulit
5. PERUBAHAN 21. Perubahan harga obat
HARGA 22. Perubahan harga alat medis
23. Perubahan gaji
24. Perubahan harga alat tulis
25. Perubahan harga untuk pemeliharaan

5. STRATEGIC PLANNING DI RUMAH SAKIT

a. VISI DAN MISI

Visi adalah harapan pokok yang perlu diambil dalam situasi


tertentu di masa akan datang. Harus ditentukan tujuan usaha rumah sakit untuk
mencapai derajat ataupun tingkat tertentu maupun posisi persaingan
kepemimpinan. Dan penentuan visi-misi atau pun tujuan ini, merupakan langkah
awal dari strategi rumah sakit untuk mencapai survival and growth. Informasi
primer yang terkandung dalam pernyataan misi tersebut adalah definisi yang
jelas dari lapangan ataupun bidang bisnis pada saat ini dan mendatang, di sini
dinyatakan sebagai uraian yang luas dari hasil (output) rumah sakit, pemasaran
(market) dan sebagainya.

Pernyataan dari lapangan ataupun bidang bisnis adalah bersifat


informatif tidak hanya apa saja yang termasuk didalamnya tetapi juga menyatakan
apa saja yang tidak termasuk di dalamnya, biayanya tersurat dalam misi rumah
sakit .

17
b. ANALISIS SWOT.

Meskipun analisis SWOT ini sudah cukup lama akan tetapi hingga saat ini masih
cukup baik dipakai/diterapkan dalam manajemen saat ini walaupun kadang-
kadang perlu dimodifikasi ;
S : Strength
W : Weaknees
O : Opportunity
T : Threat

Faktor Internal Strength Weaknees

Faktor Eksternal Opportunity Threat

1. Strength
Apa saja kekuatan yang ada pada rumah sakit ; lokasi (strategi atau
tidak), sumber daya manusia baik tenaga dokter maupun paramedis, keadaan
keuangan, fasilitas rumah sakit dan sebagainya.
2. Weaknees
Apa saja kelemahan rumah sakit, misalnya apakah mengalami
kesulitan mencari tenaga dokter sepesalis yang qualified atau kualitas rumah
sakit belum memadai.
3. Opportunity
Apa saja keuntungan kita dibanding dengan rumah sakit lain (saingan kita).
4. Threat.
Apakah ada ancaman dari rumah sakit lain, misalnya dalam waktu
dekat akan muncul rumah sakit baru dengan fasilitas yang lebih baik dan tenaga
medis yang lebih handal. Ini semua merupakan faktor-faktor yang perlu
diperhitungkan di dalam strategi rumah sakit khususnya dalam analisis SWOT.
Beberapa cara analisis keadaan SWOT ini antara lain ;
1. Strategic Businees Unit (SBU), yaitu melihat kemampuan masing-masing unit
pelayanan,
Misalnya : Pelayanan Rawat Jalan.
 Bagaimana kekuatan dan kelemahannya.

18
 Bagaimana peluang dan hambatannya
2. Portofolio Matrix (PM), yaitu menggunakan grafik dari pangsa pasar dan
pengembangan pasar. Hal ini lebih jelas pada produk fisik, pada pelayanan jasa
kesehatan sulit digunakan.

Berikut ini akan diperkenalkan cara analisis SWOT yang diberi nama “Mathematics of
SWOT”. Berarti perhitungan matematik dari nilai SWOT.
1. DASAR
Tiap keadaan dari lingkungan luar dan dalam rumah sakit dikuantifikasi dengan
menentukan keadaannya dengan penilaian.
1 = Buruk
2 = Kurang
3 = Baik
4 = Istimewa
Contoh ;
 Luas tanah = 1, bila lokasi yang dipunyai Rumah Sakit sempit.
 Perubahan Tata Kota = 4, bila disekitar Rumah Sakit akan dibangun daerah
real estate.
 Dan lain-lain

2. PERHITUNGAN
Tiap keadaan dari : strenght = kekuatan, weaknees = kelemahan, opportunity =
peluang atau threat = hambatan, Jadi nilai maksimun :
S = 25 keadaan x 4 = 100
W = 25 keadaan x 4 = 100
O = 25 keadaan x 4 = 100
T = 25 keadaan x 4 = 100

c. MATHEMATICS OF SWOT ANALYSIS


Pada analisis matematik SWOT nilai yang dapat diperoleh ;
a. PLUS (S-W) + (O-T) = + (Positif)
b. EQUAL (S-W) + (O-T) = 0 ( Nol )
c. MINUS (S-W) + (O-T) = - (Negatif)
Contoh ; Jika Faktor Internal : S = 80 W = 60

19
Faktor Eksternal : O = 100 T = 40
Maka didapat hasil (80-60) + (100 – 40) = 80 berarti PLUS
Tabel 3 : Analisis SWOT
NILAI
No. ANALISIS KEADAAN
Buruk Kurang baik Istimewa

1. S dan W 1.PERANGKAT KERAS


1. Luas tanah
2. Status tanah
3. Luas bangunan
4. Kondisi bangunan
5. Jumlah alat medis
6. Kondisi alat medis
7. Jumlah alat kantor
8. Kondisi alat kantor
9. Jumlah ambulance
10. Kondisi ambulance
2.PERANGKAT LUNAK
11. Struktur organisasi
12. Sistem pemasaran
13. Sistem keuangan
14. Sistem Kerpegawaian
15. Sistem informasi
3.SUMBER DAYA
1.
Jumlah manajer
2.
Kemampuan manajer
3.
Jumlah tenaga medis
4.
Kemampuan tenaga medis
5.
Jumlah perawat
6.
Kemampuan perawat
7.
Jumlah tenaga non medis
8.
Kemampuan tenaga non
medis
9. Pelatihan tenaga
10. Pengambangan tenaga
2 O dan T 1.PEMERINTAHAN
1. Peraturan baru
2. Program pemerintah yang terkait
3. Prioritas program
4. Perubahan tata kota
5. Perubahan kebijakan

2.KEBUTUHAN MASYARAKAT
6. Pelayanan yang cepat
7. Pelayanan yang dekat
8. Pelayanan yang bermutu
9. Pelayanan yang murah
10. Pelayanan memuaskan

3.KONDISI PERUMAHSAKITAN
11. Adanya rumah sakit baru
12. Adanya obat baru
13. Perluasan rumah sakit lain
14. Rumah sakit pemerintah menjadi
rumah sakit BLU
15. Perubahan tarif rumah sakit lain

4.ASURANSI
16. Askes berubah pola
17. Asuransi swasta berkembang
18. Asuransi Jasa Raharja
berkembang
19. BPJS sudah mulai berkembang
20. Bekerjasama dengan BPJS
sangat sulit.

5.PERUBAHAN HARGA
21. Perubahan harga obat
22. Perubahan harga alat medis
23. Perubahan gaji
24. Perubahan harga alat tulis

20
25. Perubahan harga untuk
pemeliharaan

Gambar 7. Grafik Mathematics SWOT :

120

100 O O
N O O
I 80 S
L
60
S
A S
S S
I 40 S
W W
S
W S
W
20

T T
0 T T
2014 2015 2016 2017
TAHUN

Berguna bagi penilaian yang sifatnya serial pertahun, sehingga akan dapat
diketahui perkembangannya.

d. Penentuan Visi , Misi dan Tujuan


Visi adalah harapan pokok yang perlu diambil dalam situasi tertentu di masa
akan datang, seperti pada putusan SWOT PLUS apa yang perlu dilakukan secara
global? Bila berpatokan pada hasil analisis SWOT yang tiga kelompok yaitu SWOT
PLUS, SWOT EQUAL DAN SWOT MINUS, maka dapat dipilih seperti :

Tabel 4. Kelompok analisis SWOT


No. SWOT VISI
1. PLUS Menguatkan S dan O
2. EQUAL Menguatkan W dan T
3. MINUS Mengubah W jadi S dan T jadi O

Visi di atas merupakan petunjuk global atau dasar logika matematika seperti
Mathematics of SWOT , contoh kongkrit pada visi memperkuat S (Strenght) dan O
(Oportunity), adalah ;
1) Memperkuat sistem keuangan agar mengurangi kebocoran;
2) Bekerjasama dengan pihak asuransi.

21
Dari segi misi secara umum ada 5 jenis , seperti dibawah ini.
1. Misi khusus seperti misi agama.
Mengembangkan syiar Islam, Rumah Sakit Pemerintah untuk pemetaan pelayanan
2. Misi ekonomi, seperti surplus, dapat mandiri.
3. Misi sosial, seperti dapat menolong yang tidak mampu.
4. Misi pendidikan, yaitu pengetahuan, ilmu dan teknologi, seperti rumah sakit
pendidikan.
5. Misi pengembangan penelitian.

e. Formulasi Strategi
Proses perencanaan strategi dengan melihat analisis SWOT bisa membawa kita
ke formulasi strategi. Strategi apa yang ditempuh tergantung pada apa misi dan melihat
analisis SWOT. Dengan mempelajari ini kita bisa menentukan strategi apa yang akan
kita tempuh.

f. Strategic Program
Suatu strategi bisnis adalah suatu seri dari program tindakan yang
terkoordinir baik yang ditujukan untuk mengamankan Competitie advantage yang
berkelanjutan dalam jangka panjang. Program-program ini dinyatakan dalam 2 (dua)
tingkat spesifikasi yang berbeda yaitu ;
- Broad action program yang meliputi beberapa tahun,
- Spesific action program yang meliputi beberapa bulan (rata-rata 1 tahun).
Oleh kareana itu strategi bisnis dilaksanakan dalam jangka beberapa seri dari
broad action program dimana masing-masng program terdiri dari beberapa spesific
action program. Semua program sering melibatkan persetujuan fungsional, perubahan
strategi bisnis di dalam artikulasi aktivitas multi fungsional yang terintegrasi dengan
baik.

g. Alokasi Sumber Daya.


Sumber Daya Manusia, menurut UU No. 44 Tahun 2009, Pasal 12 ;
1. Persyaratan sumber daya manusia rumah sakit harus memiliki tenaga yang meliputi
tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis,
tenaga kerfamasian, tenaga manajemen rumah sakit dan tenaga non kesehatan.

22
2. Jumlah dan jenis sumber daya manusia sesuasi dengan klasifikasi rumah sakit
sehingga rumah sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan praktik atau
pekerjaan dalam penyelenggaraan rumah sakit, juga rumah sakit dapat
mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan yang sesuai.
3. Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib memiliki
surat izin praktik sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
praktik kedokteran.
4. Tenaga kesehatan tertentu yaitu ; perawat , bidan, perawat gigi, apoteker, asisten
apoteker, fisioterapis, refraksionis optisien, terapi wicara, radiografer,dan okupasi
terapis yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki surat tanda registerasi (STR) dan
surat izin kerja (SIK) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
5. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar operasional yang berlaku;
adalah perangkat instruksi/ langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan
proses kerja rutin tertentu dan memberikan langkah yang benar dan yang terbaik
berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagi kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat berdasarkan standar profesi, etika profesi, etika rumah sakit,
menghormati hak pasien dan mengutamakan keamanan-keselamatan pasien.
6. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai kebutuhan
pelayanan. Pendayagunaan tenaga kesehatan asing hanya dilakukan dengan
mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu pengetahuan serta
ketersedian tenaga kesehatan setempat. Tenaga kesehatan yang diberdayagunakan
dirumah sakit harus telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin
Praktik (SIP).
Top manajemen harus membuat alokasi sumber daya dengan sebaik-baiknya,
kalau ingin rumah sakit menjadi maju. Pada perusahaan-perusahaan industri prioritas
mana yang didahulukan untuk alokasi ini bisa kita pakai sistem porfolio matriks baik
yang dibuat oleh Boston Consulting Group, General Electric Mc Kinsey ataupun Life
cycle Aproach dari Arthur D Little. Pada usaha rumah sakit sulit untuk mengetahui
market share maupun market growth maka pada saat ini pada praktiknya yang
dipakai adalah intuisi saja. Tetapi yang penting kita harus tahu ataupun menentukan
misi dari rumah sakit dan kemudian menentukan strategi apa yang akan ditempuh,

23
dari sini kita bisa membuat alokasi sumber daya berdasarkan prioritas supaya bisa
tercapai misi tersebut.
Untuk mencari prioritas dapat dipakai modifikasi matriks yang disesuaikan
dengan industri jasa (rumah sakit) (modifikasi BCG aproach).
Gambar 8. Matriks modifikasi Prioritas (BCG Approach)

1 2 3 4

Profit Share

Interna Obstetri
Market 1 Pediatri Bedah dsb
Gynicologi
Growth 2
3
4

h. Anggaran Rumah Sakit.


Pembiayaan Rumah sakit sesuai UU No.44 Tahun 2009 Pasal 48,
dapat bersumber dari penerimaan Rumah Sakit, anggaran Pemerintah, subsidi
pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber
lain yang tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri menetapkan pola tarif nasional sebagai pedoman dasar yang
berlaku secara nasional dalam pengaturan dan perhitungan untuk menetapkan
besaran tarif rumah sakit yang berdasarkan komponen biaya satuan (unit cost);
adalah hasil perhitungan total biaya operasional pelayanan yang diberikan rumah
sakit.
Pola tarif nasional ditetapkan berdasarkan komponen biaya satuan
pembiayaan dan dengan memperhatikan kondisi regional termasuk didalamnya
indeks kemahalan setempat. Penetapan besaran tarif rumah sakit harus berdasarkan
pola tarif nasional. Besaran tarif kelas III Rumah sakit yang dikelola Pemerintah
ditetapkan oleh Menteri. Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola
Pemerintah Daerah ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Pendapatan Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah digunakan seluruhnya secara langsung untuk biaya operasional
Rumah Sakit dan tidak dapat dijadikan pendapatan negara atau Pemerintah Daerah.

Sebagai hasil dari proses perencanaan ini dapat menyebabkan


timbulnya anggaran yang sesuai dimana tidak saja proyeksi dari anggaran masa lalu
ke masa depan, tetapi sebagai suatu alat yang mengandung keduanya baik komitmen
strategi maupun komitmen operasional.

Komitmen strategi dapat dipakai untuk mengembangkan


kemungkinan/kesempatan baru dimana sering menimbulkan perubahan yang berarti

24
dari keadaan bisnis sekarang. Di lain pihak komitmen operasional ditujukan untuk
mempertahankan secara baik bisnis dasar yang sudah ada.

Untuk memecahkan masalah “strategic” dan “operational” dalam


budget ini adalah dengan menggunakan dana strategik atau dana investasi dan dana
operasional atau dana rutin untuk membedakan peran dari sumber-sumber dana.

Dana strategik atau kadang-kadang disebut “dana investasi” adalah


dana yang dipakai untuk pelaksanaan strategic action program dimana
keuntungannya diharapkan didapat dalam jangka panjang, (Vancil 1972 dan Stonich
1980).

Budget operasional dibutuhkan untuk mempertahankan bisnis (usaha


rumah sakit) dalam posisinya yang sekarang. Sebagai contoh kongkret adalah
sebagai berkut ;

Tabel 5a. Anggaran Belanja Operasional (I)

No. Uraian Kode Usulan Anggaran Anggaran Total


anggaran 2016/2017 Non Anggaran
Departemen Fungsional
I Kontrak
01 Pemeliharaan Gedung 450.000 450.000
02 Kebersihan Gedung & Halaman 754.000 754.000
03 Pemeliharaan alat-alat medis 125.000 125.000
04 Pemeliharan alat-alat tehnik
- Listrik 55.000 55.000
- Mekanik 75.000 75.000
- A.C. 104.000 104.000
- Lift 25.000 25.000
05 Pemeliharaan alat-alat ATK 35.000 35.000
06 Pemeliharaan Alat-alat Kantor 50.000 50.000
Total 1.673.000 1.673.000

Tabel 5 b. Anggaran Belanja Operasional (II)

No Uraian Kode Usulan Anggaran Total


. anggaran Anggaran Non Anggaran
2016/2017 Departemen Fungsional
II Sundries
01 Biaya Karyawan 40.000 40.000
02 Uang Makan/On Call 35.000 35.000
03 Listrik PLN 780.000 780.000
04 Air (PLN) 250.000 250.000
05 Perpustakaan Medis 45.000 45.000
06 Honor Dokter 750.000 750.000
Total 1.900.000 1.900.000

25
Tabel 5 c. Anggaran Belanja Operasional (III)

No. Uraian Kode Usulan Anggaran Anggaran Total


anggaran 2016/2017 Non Anggaran
Departemen Fungsional
III Material
01 Linen Perawatan/Bed cover 45.000 45.000
02 Pakaian Bedah 30.000 30.000
03 Pakaian Dinas 65.000 65.000
04 Pakaian pasien 25.000 25.000
05 Barang Pecah Belah 75.000 75.000
06 Alat rumah tangga 350.000 350.000
07 Bahan Makanan 175.000 175.000
08 Obat-obatan 55.000 55.000
09 Alat-alat kesehatan
- Alat suntik 75.000 75.000
- Bahan Pembalut 104.000 104.000
- Benang Bedah 25.000 25.000
- Gelas Ware 35.000 35.000
10 Instrumen Kedokteran;
- Instrumen kedokteran. 85.000 85.000
- Barang keperluan Gigi 70.000 70.000
- - Barang keperluan orthopedi ........ ........
- - Bedah Jantung Pace Masker .......... ..........
- - Electrode, ecg paper, jelly 45.000 45.000
- - Hemodialise ....... .......
- 11 Barang Medik Lainnya;
- - X ray film 75.000 75.000
- - Radio isotop ...... ......
- - Kimia Laboratorium 250.000 250.000
Total 1.584.000 1.584.000

Tabel 6. Rencana Anggaran investasi 2016/2017

(Dalam Rupiah)
Phasing
Nilai Proyek
Tahun
Judul Uraian Harga
No. Kwantitas 2016/2017 Revisi Keterangan
Pekerjaan Barang
Diusulkan
Rp
(Rp)

108 Dental Kabinet 2 unit 40.000 40.000


109 X-Raya Film Processor 1 unit 35.000 35.000
110 Vertical BuckySland 1 unit 80.000 80.000
111 Gyeacological Exam 1 unit 50.000 50.000
112 Autoclave 1 unit 45.000 45.000
113 Dst........ 1 unit 50.000 50.000
Total 300.000 300.000

7. Manajemen Keuangan Rumah Sakit Swasta dan Rumah Sakit Badan Layanan Umum
(BLU)

a. Rumah Sakit Swasta


Fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan maupun bagian mata
rantai rujukan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan

26
mengenai pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80%
terjadi di rumah sakit. Lagi pula, segal prinsip yang berlaku di rumah sakit secar proporsional
dapat juga diberlakukan di saran pelayanan kesehatan lainnya.
Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit
telah berkembang dari suatu lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi
suatu lembaga yang lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, terlebih setelah para
pemodal diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah badan hukum yang bertujuan
mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat karya, dan padat
ilmu serta teknologi, dimana untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi, diperlukan
profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis yang modern.
Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat dipertahankan atau
ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar. Akuntansi ialah suatu sistem yang merupakan
salah satu pokok kegiatan dalam manajemen keuangan yang terdiri dari kegiatan mencatat,
mengklasifikasikan dan menyimpulkan semua transaksi dan kejadian kejadian dalam suatu
organisasi yang menyangkut keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau informasi yang
berguna untuk pengambilan keputusan. Hasil akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan yang
berbentuk :
a. Neraca (Balance sheet)
b. Laporan keuangan (Income statement)
c. Laporan perubahan keuangan.

Ditinjau dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2 sistem yang sangat penting yaitu
Sistem Cash Basis atau kas stelses dan Accrual Basis.
1) Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel
Telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS Pemerintah. Dalam sistem ini hanya dicatat
"penerimaan" dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana, mudah
dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi lebih
mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun
anggaran yang ditentukan.
2) Accrual Basis
Pada sistem ini transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima
atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain
penghasilan diakui pada saat penyerahan barang/jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya
diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta daki ui
pada saat diperoleh kepemilikannya.

27
b. Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar, konvensi, peraturan dan
prosedur yang digunakan manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Dalam
Rumah Sakit Swadana telah berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan menggunakan
cash basis dan accrual basis yang sementara berjalan paralel. Dalam mengatur rumah sakit
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)
Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting
Standards Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).
2) Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)
Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi yang
dikembangkan oleh Govermenttal Accounting Standards Board – GASB (Dewan Standar
Akuntansi Pemerintah).

c. Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU)


Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu : Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi danproduktivitas”.
Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam
Pasal 1 angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan
pelaksanaan dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa “BLU
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktek bisnis yang sehat”. Sedangkan Asas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005,
yaitu:
1. Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya;
2. Pejabat BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan
instansi induk;

28
3. BLU tidak mencari laba;
4. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah;
5. Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

d. Pengelolaan keuangan
Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan
Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun
2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah
harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun
penganggarannya, termasuk penentuan biaya.
Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami
perubahan menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi
kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti
standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai dengan
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).
Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari
indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008
tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk
RSUD, pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri No.
61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

e. Pelaporan dan Pertanggungjawaban


BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba.
Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi
dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi,
karena BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan
PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005

29
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan
PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan
yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga menggunakan SAP
bukan SAK.
Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh
pihak manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan
keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus
mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai
organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit
oleh auditor independen. Laporan keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor
independen.
Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun
harus menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan
laporan arus kas);
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
4. mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).

Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:

1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi
aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang
dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang
ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan
penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut
dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan
tertentu;
2. Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva
bersih);
3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan
aktivitas pendanaan;
4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.

30
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum).
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah sakit
pemerintah daerah dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan
pelayanannya, menyusun dan menyajikan:
1. Laporan Keuangan.
2. Laporan Kinerja.
Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada
entitas pelaporan direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga.
Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan
Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.

f. Tinjauan dari Aspek Teknis Keuangan


Adanya isu desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu: UU no: 22 dan UU no: 25
tahun 1999 (UU no: 33 dan 36 tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
serta Kepmendagri no: 29 tahun 2002 tentang pedoman Umum Penyusunan APBD, UU no: 32
tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, UU no :25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan
Nasional, PP no: 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum, PP no: 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah, membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian
khusunya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun penganggaraannya, termasuk
penentuan biaya.
Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu.
Dalam pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait
dnegan pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut rumah
sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan
kelembagaan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen
kesehatan tetapi kepada departemen keuangan. Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek

31
pelaporan keuangan yang harus mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan
teknis keuangan pun harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun
dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002).
Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu didukung adanya hubungan
yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan para stakeholder,
khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakup unit cost, efisiensi dan
kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah adalah adanya audit atau
pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu
audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat
berhubungan erat dengan basis kinerja.
Sesuai syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif,
persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan,
penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis kinerja.
Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam
upayanya untuk peningkatan kualitas jasa layanan dan praktik tata kelola yang transparan.
Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost memerlukan persyaratan, yaitu:
1. Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder.
2. Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan misi
layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alat bargaining
position,
3. Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit,
khususnya mengenai pola penentuan tariff,
4. Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi rumah
sakit, akuntansi dan costing.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek
teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya
menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.

g. Pendanaan Program
A. Pemerintah
1. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari :
a) Pendapatan pajak secara umum
b) Deficit Financing (Pinjaman dari luar negeri)
c) Pendapatan Pajak penjual
2. Asuransi Sosial Berdasarkan alokasi / pengelolaan anggaran, pembiayaan kesehatan
berasal dari :

32
a) Pemerintah pusat :
b) Pemerintah daerah tingkat I dan Pemerintah daerah Tingkat II.
3. Departemen Kesehatan :
Sumber dana yg ada :
a) APBN – DIP (Daftar Isian Proyek)
b) APBN – DIK (daftar Isian Kegiatan)
c) RKAP
d) OPRS
e) INPRES
4. Non Departemen Kesehatan
5. SDO (Departemen Keuangan)

B. Swasta
Pembiayaan pelayanan kesehatan dilakukan dari berbagai sumber Pembiayaan pegawai
oleh perusahaan:
1. Asuransi kesehatan swasta
2. Sumbangan sosial
3. Pengeluaran Rumah Tangga
4. Communal Selp-help

33
BAB III.

JENIS DAN KLASIFIKASI RUMAH SAKIT

Rumah Sakit adalah gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan


kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan. Sementara itu menurut WHO
(1957) menyatakan bahwa: The hospital is an integral part of social and medical
organization, the function of which is to provide for the population complete health care
both curative and whose outpatient service reach out to the family and as home
environment, the hospital is also a center for the training of health workers and for
biosocial reseach.

Definisi menurut WHO menyebutkan bahwa Rumah Sakit oleh WHO (1957)
diberikan batasan yaitu suatu bagian menyeluruh dari organisasi dan medis, berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun
rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan
lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk
penelitian biososial.

Menurut UU RI no.44 tahun 2009 dan Permenkes no.340 tahun 2010, Rumah
Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat.

Rumah Sakit adalah setiap institusi, bangunan ataupun tempat yang dibangun
dengan tujuan untuk perawatan pasien.

Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang merata


maka pelayanan kesehatan pun harus ditingkatkan dan harus dapat dijangkau oleh
masyarakat luas. Serta untuk mendukung otonomi daerah yang juga mengedepankan
kemandirian suatu daerah, maka kebijakan pendirian dan perijinan Rumah Sakit juga
melibatkan Pemerintah Daerah yang lebih memahami kebutuhan masyarakatnya. Untuk
itu Rumah Sakit yang disediakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan swasta
dibuat berjenjang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing pengelola
yang diwajibkan melakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali untuk
mendapatkan sertifikasi mutu pelayanan Rumah Sakit. Akreditasi ini dilakukan oleh
suatu lembaga independen baik dari dalam maupun luar negeri berdasarkan standar
akreditasi yang berlaku.

1)
34
2) Klasifikasi Rumah Sakit menurut Kepemilikan/ Pengelolaan
Bila dikategorikan menurut kepemilikan/pengelolaanya, maka Rumah Sakit dapat
dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat. Secara umum,
kepemilikan Rumah Sakit terbagi atas :
1. Rumah Sakit vertikal (Depkes)
Misalnya ; RSUP Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Dr. Wahidin
Sudirohusodo (Makasar), RS Kusta Tajuddin Chalid Regional Indonesia
Timur (Makasar).
2. Rumah Sakit Provinsi (Pemda Provinsi)
Misalnya : RS Haji Kota Makasar, RS Labuang Baji Kota Makasar, RS Jiwa
Dadi.
3. Rumah Sakit Kabupaten/Kota (Pemda Kabupaten/Kota)Misalnya : RSU Daya
Makassar, RSU Salewangeng Maros, RS Nene Mallomo Sidrap, RSU Syech
Yusuf Gowa, RSU Tenriawaru Bone.
4. Rumah Sakit TNI/POLRI
Misalnya : RS Polri Bhayangkara Makassar, RS TNI Pelamonia, RS TNI
Jalaria Makassar. RSAL Mintoharjo Jakarta.
5. Rumah Sakit Departemen Lain/BUMN
Misalnya : RS Pertamina,
6. Rumah Sakit Swasta
Misalnya : RS Stellamaris, RS Akademis, RSIA Paramaunt Makassar.

2) Klasifikasi Rumah Sakit Umum (Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No.340/Menkes/Per/III/2010) berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanannya, terdiri dari :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Pengklasifikasian Rumah Sakit Umum tersebut ditetapkan berdasarkan:
a) Pelayanan
b) Sumber Daya Manusia
c) Peralatan

35
d) Sarana dan Prasarana
e) Administrasi dan Manajemen

3) Klassifikasi Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan


pengelolaannya ;
a. Berdsasarkan Jenis Pelayanan :
1. Rumah Sakit Umum : memberikan pelayanan kesehatan semua
bidang dan jenis penyakit.
2. Rumah Sakit Khusus : memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ jenis penyakit , atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan Pengelolaan Rumah Sakit ;
1. Rumah Sakit Publik : dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan badan hukum yang bersifat nirlaba, diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD). Rumah Sakit Publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
2. Rumah Sakit Privat : rumah sakit ini dikelola oleh Badan hukum dengan
tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Rumah sakit
dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan jika memenuhi
persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan, dan ditetapkan oleh
Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan
pendidikan.
3. Rumah Sakit Pendidikan : merupakan rumah sakit yang
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Dalam penyelenggaraan rumah sakit
pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan.
c. Berdasarkan penyelenggaraan pelayanan Kesehatan secara berjenjang
dan fungsi rujukan, rumah sakit publik atau umum dan rumah sakit khusus
diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan maka ;
Rumah Sakit Umum diklasifikasikan ;

4) Klasifikasi Rumah Sakit Umum

a) Rumah Sakit Umum kelas A;


Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) Spesialis
penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas)
Subspesialis yang meliputi ;.
1. Pelayanan Medik Umum

36
 Pelayanan Medik Dasar
 Harus memiliki minimal 18 orang dokter umum sebagai tenaga tetap.
 Pelayanan Medik Gigi dan Mulut
 Harus memiliki minimal 4 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
 Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga Berencana
2. Pelayanan Gawat Darurat
Harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dan 7 hari dalam seminggu
dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat
darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
3. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
 Pelayanan Penyakit Dalam
 Pelayanan Kesehatan Anak
 Pelayanan Bedah
 Pelayanan Obstetri dan Ginekologi
Masing-masing memiliki minimal 6 dokter spesialis dengan masing-
masing 2 dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
4. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik
 Pelayanan Anestesiologi
 Pelayanan Radiologi
 Pelayanan Rehabilitasi Medik
 Pelayanan Patologi Klinik
 Pelayanan Patologi Anatomi
Masing-masing memiliki minimal 3 dokter spesialis dengan masing-
masing 1 dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
5. Pelayanan Medik Spesialis Lain, minimal terdiri dari :
 Pelayanan Mata
 Pelayanan Telinga Hidung Tenggorokan
 Pelayanan Saraf
 Pelayanan Jantung dan Pembuluh Darah
 Pelayanan Kulit dan Kelamin
 Pelayanan Kedokteran Jiwa
 Pelayanan Paru
 Pelayanan Orthopedi

37
 Pelayanan Urologi
 Pelayanan Bedah Saraf
 Pelayanan Bedah Plastik
 Pelayanan Kedokteran Forensik
Masing-masing memiliki minimal 3 dokter spesialis dengan masing-
masing 1 dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
6. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut
 Pelayanan Bedah Mulut
 Pelayanan Konservasi/Endodonsi
 Pelayanan Periodonti
 Pelayanan Orthodonti
 Pelayanan Prosthodonti
 Pelayanan Pedodonsi
 Pelayanan Penyakit Mulut
Masing-masing memiliki minimal 1 dokter gigi spesialis sebagai tenaga
tetap.

7. Pelayanan Medik Subspesialis


 Subspesialis Bedah
 Subspesialis Penyakit Dalam
 Subspesialis Kesehatan Anak
 Subspesialis Obstetri dan Ginekologi
 Subspesialis Mata
 Subspesialis Telinga Hidung Tenggorokan
 Subspesialis Saraf
 Subspesialis Jantung dan Pembuluh Darah
 Subspesialis Kulit dan Kelamin
 Subspesialis Jiwa
 Subspesialis Paru
 Subspesialis Orthopedi
 Subspesialis Gigi dan Mulut
Masing-masing memiliki minimal 2 do kter subspesialis dengan masing-
masing 1 subspesialis sebagai tenaga tetap.

38
Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan. Perbandingan tenaga keperawatan
dan tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi tenaga keperawatan
sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.
8. Pelayanan Penunjang Klinik
a. Perawatan Intensif
b. Pelayanan Darah
c. Gizi
d. Farmasi
e. Sterilisasi Instrumen
f. Rekam Medik
9. Pelayanan Penunjang Non Klinik
a. Laundry/Linen
b. Jasa Boga/Dapur
c. Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas
d. Pengelolaan Limbah
e. Gudang
f. Ambulance
g. Komunikasi
h. Pemulasaraan Jenazah
i. Pemadam Kebakaran
j. Pengelolaan Gas Medik
k. Penampunga Air Bersih
Pada Rumah Sakit Umum kelas A ini, setidaknya memiliki kapsaitas
minimal 400 buah tempat tidur, sarana-prsarana, peralatan medis serata
radiologi dan kedokteran nuklir yang sesuai dengan ketentuan menteri
dan undang-undang. Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur
organisasi dan tata laksana. Struktur organisasi minimal terdiri atas
Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis,
unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan
pemeriksaan internal serta administrasi umum dan keuangan. Sedangkan
tata laksana Rumah Sakit meliputi tata laksana organisasi, standar
pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), Sistem informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) Hospital bylaws dan Medical Staff

39
bylaws.

b) Rumah Sakit Umum kelas B;


Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis
penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) pelayanan medik
subspesialis dasar yang meliputi :
l. Pelayanan Medik Dasar
Harus memiliki minimal 12 orang dokter umum sebagai tenaga tetap.
2. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut
Harus memiliki minimal 3 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
3. Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga Berencana
4. Pelayanan Gawat Darurat
Harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dan 7 hari dalam seminggu
dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat
darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
5. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
 Pelayanan Penyakit Dalam
 Pelayanan Kesehatan Anak
 Pelayanan Bedah
 Pelayanan Obstetri dan Ginekologi
Masing-masing memiliki minimal 3 dokter spesialis dengan masing-
masing 1 dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
6. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik
a. Pelayanan Anestesiologi
b. Pelayanan Radiologi
c. Pelayanan Rehabilitasi Medik
d. Pelayanan Patologi Klinik
Masing-masing memiliki minimal 2 dokter spesialis dengan masing-
masing 1 dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
7. Pelayanan Medik Spesialis Lain, minimal 8 dari 13 pelayanan meliputi:
 Pelayanan Mata
 Pelayanan Telinga Hidung Tenggorokan

40
 Pelayanan Saraf
 Pelayanan Jantung dan Pembuluh Darah
 Pelayanan Kulit dan Kelamin
 Pelayanan Kedokteran Jiwa
 Pelayanan Paru
 Pelayanan Orthopedi
 Pelayanan Urologi
 Pelayanan Bedah Saraf
 Pelayanan Bedah Plastik
 Pelayanan Kedokteran Forensik
Masing-masing memiliki minimal 1 dokter spesialis dengan masing
masing 1 dokter spesialis setiap pelayanan dan 4 dokter spesialis sebagai
tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
8. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut
 Pelayanan Bedah Mulut
 Pelayanan Konservasi/Endodonsi
 Pelayanan Periodonti
Masing-masing memiliki minimal 1 dokter gigi spesialis sebagai tenaga
tetap.
9. Pelayanan Medik Subspesialis, 2 dari 4 subspesialis dasar meliputi:
 Subspesialis Bedah
 Subspesialis Penyakit Dalam
 Subspesialis Kesehatan Anak
 Subspesialis Obstetri dan Ginekologi
Masing-masing memiliki minimal 1 dokter subspesialis dengan masing-
masing 1 dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.
10. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan. Perbandingan tenaga keperawatan dan
tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai
dengan pelayanan di Rumah Sakit.
11. Pelayanan Penunjang Klinik
Pelayanan Penunjang Non Klinik pada Rumah Sakit Umum kelas B ini,
setidaknya memiliki kapsaitas minimal 200 buah tempat tidur, sarana-
prsarana, peralatan medis serata radiologi dan kedokteran nuklir yang
41
sesuai dengan ketentuan menteri dan undang-undang. Administrasi dan
manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur
organisasi minimal terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah
Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal serta administrasi umum dan
keuangan. Sedangkan tata laksana Rumah Sakit meliputi tata laksana
organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), Sistem
informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), hospital by laws dan
Medical Staff bylaws.

c) Rumah Sakit Umum kelas C;


Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis
penunjang medik yang meliputi:
1. Pelayanan Medik Umum
- Pelayanan Medik Dasar
Harus memiliki minimal 9 orang dokter umum sebagai tenaga tetap.
- Pelayanan Medik Gigi dan Mulut
Harus memiliki minimal 2 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
- Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga Berencana
2. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
 Pelayanan Penyakit Dalam
 Pelayanan Kesehatan Anak
 Pelayanan Bedah
 Pelayanan Obstetri dan Ginekologi
Masing-masing memiliki minimal 2 dokter spesialis setiap pelayanan dan
2 dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
2. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik
 Pelayanan Anestesiologi
 Pelayanan Radiologi
 Pelayanan Rehabilitasi Medik
 Pelayanan Patologi Klinik
Masing-masing memiliki minimal 1 dokter spesialis setiap pelayanan dan
2 dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
3. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, minimal 1 pelayanan
42
4. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan. Perbandingan tenaga keperawatan dan
tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai
dengan pelayanan di Rumah Sakit.
5. Pelayanan Penunjang Klinik
6. Pelayanan Penunjang Non Klinik
Pada Rumah Sakit Umum kelas C ini, setidaknya memiliki kapsaitas
minimal 100 buah tempat tidur, sarana-prsarana, peralatan medis serata
radiologi yang sesuai dengan ketentuan menteri dan undang-undang.
Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata
laksana. Struktur organisasi minimal terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta
administrasi umum dan keuangan. Sedangkan tata laksana Rumah Sakit
meliputi tata laksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional
prosedur (SOP), Sistem informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS),
hospital bylaws dan Medical Staff bylaws.

d) Rumah Sakit Umum kelas D ;


Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar yang meliputi:
1. Pelayanan Medik Umum
2. Pelayanan Medik Dasar
Harus memiliki minimal 4 orang dokter umum sebagai tenaga tetap.
3. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut
Harus memiliki minimal 1 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
4. Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga Berencana
5. Pelayanan Gawat Darurat
6. Pelayanan Medik Spesialis Dasar, minimal 2 dari 4 jenis pelayanan
meliputi:
 Pelayanan Penyakit Dalam
 Pelayanan Kesehatan Anak
 Pelayanan Bedah
 Pelayanan Obstetri dan Ginekologi

43
Masing-masing memiliki minimal 1 dokter spesialis dari 2 jenis pelayanan
spesialis dasar dan 1 dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
7. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan radiologi
8. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan
terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.
Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.
9. Pelayanan Penunjang Non Klinik.
Pada Rumah Sakit Umum kelas D ini, setidaknya memiliki kapsaitas
minimal 50 buah tempat tidur, sarana-prsarana, peralatan medis serata
radiologi yang sesuai dengan ketentuan menteri dan undang-undang.
Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata
laksana. Struktur organisasi minimal terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta
administrasi umum dan keuangan. Sedangkan tata laksana Rumah Sakit
meliputi tata laksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional
prosedur (SOP), Sistem informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS),
hospital bylaws dan Medical Staff bylaws.

5) Klasifikasi Rumah Sakit Khusus :


a) Rumah Sakit Khusus kelas A;
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
b) Rumah Sakit khusus kelas B;
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan subspesialis sesuai
kekhususan yang terbatas.
c) Rumah Sakit khusus kelas C.
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang minimal.

44
BAB IV
PERSYARATAN RUMAH SAKIT.

Rumah sakit yang didirikan harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,


prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan. Rumah sakit dapat didirikan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan swasta. Rumah Sakit yang didirikan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari
instansi, atau lembaga teknis daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU)
atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan
hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

a. Lokasi

Persyaratan lokasi rumah sakit harus mennuhi ketentuan kesehatan,


keselamatan lingkungan dan tata ruang serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan
dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit yang meliputi kajian terhadap
kebutuhan akan pelayanan rumah sakit, kajian terhadap kebutuhan sarana, prasarana,
peralatan, dana dan tenaga yang dibutuhkan untuk pelayanan yang diberikan, dan
kajian terhadap kemampuan pembiayaan. Studi kelayakan rumah sakit merupakan
suatu kegiatan perencanaan rumah sakit secara fisik dan nonfisik agar rumah sakit
berfungsi secara optimal pada kurun waktu tertentu. Jadi dalam persyaratan lokasi
dan tata ruang adalah jika dalam satu wilayah sudah ada rumah sakit, maka pendirian
rumah sakit baru tidak menjadi prioritas, termasuk dalam hal pemekaran wilayah.

Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan menyangkut


Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan
Analisis Mengenal Dampak Lingkungan .

b. Bangunan

Persyaratan bangunan suatu rumah sakit adalah harus memenuhi ;


persayaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya,
sesuai dengan fungsi, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk peyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut.

Bangunan rumah sakit dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan


pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bangunan rumah sakit
sebagaimana persyaratan terdiri atas ruang ;

a. rawat jalan
b. ruang rawat inap
c. ruang gawat darurat;
d. ruang operasi;
e. ruang tenaga kesehatan;

45
f. ruang radiologi;
g. ruang laboratorium
h. ruang sterilisasi
i. ruang farmasi;
j. ruang pendidikan dan pelatihan;
k. ruang kantor dan administrasi;
l. ruang ibadah, ruang tunggu;
m. ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
n. ruang menyusui;
o. ruang mekanik;
p. ruang dapur;
q. laundry;
r. kamar jenazah;
s. taman;
t. pengeloaan sampah; dan
u. pelataran parkir yang mencukupi.

c. Prasarana

Prasarana sebagimana yang harus dipunyai rumah sakit meliputi :

a. instalasi air;
b. instalasi mekanikal dan elektrikal ;
c. instalasi gas medik ;
d. instalasi gas medik instalasi uap;
e. instalasi pengelolaan limbah;
f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran ;
g. petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;
h. instalasi tata udara ;
i. sistem informasi dan komunikasi; dan
j. ambulan

Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan


kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit. Prasarana harus dalam keadaan
terpelihara dan berfungsi dengan baik. Pengoperasian dan pemeliharaan rumah sakit
harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya dan harus
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.

d. Kefarmasian Rumah Sakit.

Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersedian sediaan farmasi dan


alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan sedian
farmasi rumah sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian. Pengelolaan alat
kesehatan, sedian farmasi, dan bahan habis pakai di rumah sakit harus dilakukan oleh
Instalasi farmasi dengan sistem satu pintu. Besaran harga perbekalan farmasi pada
46
instalasi farmasi rumah sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang
ditetapkan Pemerintah.

Persyaratan peralatan medis dan peralatan nonmedis harus memenuhi standar


pelayanan, persyaratan mutu , keamanan, keselamatan dan laik pakai, dan harus diuji
dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan (BPFK)
dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. Peralatan yang
menggunakan sinar pegion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi lembaga
yang berwenang. Penggunaan peralatan medis dan non medis di rumah sakit harus
dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien. Pengoperasian dan pemeliharaan
peralatan rumah sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi
dibidangnya. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasikan dan dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan.

47
BAB V
PERIZINAN RUMAH SAKIT

1. Penyelenggaraan Izin Rumah Sakit.


Setiap penyelenggaraan Rumah Sakit wajib memiliki izin , terdiri dari yaitu ;
1. Izin mendirikan
Adalah izin yang diberikan untuk mendirikan rumah sakit setelah memenuhi
persyaratan untuk mendirikan. Diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.
2. Izin operasional
Adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah
memenuhi persyaratan dan standar. Izin operasional diberikan untuk jangka waktu
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
2. Pejabat yang berhak memberikan Izin Rumah Sakit.
Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah sakit penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwewenang dbidang kesehatan pada Pemerintah
Daerah Provinsi.
Izin Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam
negeri diberikan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang melaksanakan
urusan penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.
Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah
mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Izin Rumah Sakit kelas C dan D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
/Kota setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang
kesehatan pada Pemerintah daerah Kabupaten/ Kota.
3. Pencabutan Izin Rumah Sakit.
Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika ;
a. Habis masa berlakunya;
b. Tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c. Terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan;
dan/atau
d. Atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.

48
BAB VI.
KEWAJIBAN DAN HAK RUMAH SAKIT

1. Kewajiban Rumah Sakit terdiri dari .


a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
b. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman , bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayannya;
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
standar pelayanannya;
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan
korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanuasian.
g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. Menyelenggarakan rekam medis;
i. Menyediakan sarana dan prasaranan umum yang layak antara lain sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut
usia ;
j. Melaksanakan sitem rujukan;
k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta
peraturan perundang-undangan;
l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban
pasien;
m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien ;
n. Melaksanakan etika rumah sakit;
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional;

49
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran
gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws).;
s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit
dalam melaksanakan tugas ; dan
t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi administratif berupa ;


a. Teguran;
b. Teguran tertulis; atau
c. Denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

2. Hak Rumah Sakit terdiri dari ;


a. Menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan
klasifikasi Rumah sakit;
b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan
penghargaan sesuai dengan ketentuan ;
c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan
d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan ;
e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian ;
f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;
g. Mempromosikan layanan kesehatan yang adadi rumah sakit sesuai ketentuan; dan
h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan.

3. Kewajiban Pasien.
a. Kewajiban pasien terhadap Rumah Sakit adalah mematuhi ketentuan yang berlaku
di Rumah Sakit ;
b. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya sesuai ketentuan yang
berlaku;
c. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
kepada tenaga kesehatan di Rumah sakit.

50
4. Hak Pasien.
Setiap pasien mempunyai hak antara lain ;
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit;
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. Memperoleh layanan yang masuawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional ;
e. Memperoleh layanan efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah sakit;
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai
Surat Izin Praktik (SIP) baik dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i. Mendapatkan privasi dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
j. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan komplikai yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya;
n. Memperoleh keamanan, keselamatan dirinya selama perawatan di Rumah Sakit;
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah sakit terhadap dirinya;
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan
yang dianutnya;
q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

51
BAB VII.
PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT
Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel, dimana organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi
dan misi Rumah Sakit dengan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik ( Good Clinical Governance).
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit, unsur pelayan medis, unsur keperawatan, unsur penujang medis ,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan
dan keahlian di bidang perumah sakitan, Tenaga struktural yang menduduki jabatan
sebagai pemimpin yaitu direktur utama , direktur medis dan keperawatan, serta direktur
sumber daya manusia, harus berkewarganegaraan Indonesia.
Pemilik Rumah Sakit antara lain; Komisaris perusahaan, pendiri yayasan, atau
pemerinta daerah, tidak boleh merangkap kepala Rumah Sakit atau pimpinan tertinggi
dengan jabatan Direktur Utama (Chief Executive Officer) termasuk Direktur Medis.
Dalam pengelolaan Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola yang baik
dengan penerapan fungsi-fungsi manajemen rumah sakit yang berdasarkan perinsip-
perinsip tranparansi, akuntabilitas, indepedensi dan resposibilitas, kesetaraan dan
kewajaran. Sedangkan tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen
klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, resiko klinis berbasis
bukti (evident base), peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil
pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.
a. Tindakan Kedokteran.
Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit harus mendapatkan
persetujuan pasien atau keluarga apabila pasien tidak cakap atau pada keadaan
darurat. Persetujuan tersebut diberikan secara lisan atau tertulis. Persetujuan
tertulis hanya diberikan pada tindakan kedokteran yag berisiko tinggi.

b. Rahasia Kedokteran.
Setiap rumah sakit harus menyimpan rahasia kedokteran yaitu segala sesuatu
yang berhubungan dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan dokter gigi
dalam rangka pengobatan dan dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien
dan bersifat rahasia. Rahasia kedokteran ini, hanya dapat dibuka untuk

52
kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Audit Rumah Sakit.


Dalam penyeleggaraan Rumah sakit harus dilakukan audit yang terdir dari ;
1. Audit kinerja ; pengukuran kinerja secara berkala yang meliputi
kinerja pelayanan dan kinerja keuangan.
2. Audit medis ; upaya evaluasi secara profesional terahadap mutu
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam
medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
Audit kinerja dan audit medis dapat dilakukan secara internal dan eksternal.
Audit Medis internal dilakukan oleh Komite Medik rumah sakit, sedangkan
audit kinerja internal dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan Internal (SPI), dan
audit kinerja eksternal dapat dilakukan oleh tenaga pengawas.

d. Akreditasi Rumah Sakit


Dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali, yang dilakukan oleh suatu
lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan
standar akreditasi yang berlaku. Lembaga independen ini ditetapkan oleh
Menteri, di Indonesia yang diberikan kepercayaan untuk melakukan akreditasi
rumah sakit adalah Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

e. Jejaring dan sistem rujukan.


Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam rangka
peningkatan pelayanan, jejaring yang meliputi informasi, sarana prasarana,
pelayanan, rujukan, penyedian alat, dan pendidikan tenaga. Setiap rujukan
merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab secara timbal balik, baik vertikal maupun horizontal, maupun
struktual dan fungsional terhadap kasus penyakit dan masalah penyakit serta
permasalahan kesehatan. Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk
pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.

53
f. Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Rumah Sakit wajib menerapkan keselamatan pasien (Patient safety)
yang merupakan proses dalam suatu Rumah sakit yang memberikan
pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen resiko,
identifikasi, dan manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindak lanjuti insiden, dan
menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya resiko.
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa dan menetakan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak di harapkan.atau KTD (adverse event). Dimana
insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian
yang tidak diharapkan (adverse event) dan nyaris terjadi (near miss). Setiap
peristiwa kejadian yang tidak diharapkan (KTD) harus dilaporkan kepada
komite yang membidangi keselamatan pasien sesuai ketetapan menteri
kesehatan. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonim dan
ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.

g. Perlindungan Hukum Rumah Sakit.


Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik
yang berkaitan dengan rahasia kedokteran. Pasien dan/atau keluarga yang
menuntut rumah sakit dan menginfomasikannya melalui media massa,
dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum, dan ini
berarti rumah sakit telah diberikan kewenangan untuk mengungkapkan
rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.
Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. Pasien
berhak menolak pengobatan karena alasan finansial, harus diberikan
penjelasan bahwa pasien berhak memperoleh jaminan dari Pemerintah.
Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia. Sebagai tanggung jawab hukum Rumah Sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan
atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

54
h. Pencacatan dan Pelaporan
Rumah Sakit wajib melakukan pencacatan dan pelaporan tentang semua
kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit. Pencacatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah
atau penyakit tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien
penderita ketergantungan narkotika dan/atau psikotropika dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rumah Sakit wajib menyelenggarakan penyimpanan terhadap
pencacatan dan pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu.
Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencacatan dan pelaporan
dilaksanakan sesuai ketentuan.

i. Pembinaan dan Pengawasan


Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi,
asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing. Pembinaan dan Pengawasan
diarahkan untuk ;
a. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh
masyarakat ;
b. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
c. Keselamatan pasien ;
d. Pengembangan jangkauan pelayanan, dan
e. Peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
yang bersifat Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan
pemerintah Daerah mengangkat tenaga sesuai kompetensi dan keahliannya,
yaitu melaksanakan pengawasan teknis medis (Audit medis) dan teknis
perumahsakitan (audit kinerja rumah sakit)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Pemerintah dan
pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan administratif berupa ;
a. Teguran ;
b. Teguran tertulis, dan /atau
c. Denda dan pencabutan izin.

55
Pembinaan dan pengawasan non tehnis perumahsakitan yang
melibatkan unsur masyarakat dapat dilakukan secara internal dan eksternal,
dimana pembinaan dan pengawasan secara internal dilakukan oleh Dewan
Pengawas Rumah Sakit sedangkan Pembinaan dan pengawasan eksternal
dilakukan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia

1. Dewan Pengawas Rumah Sakit ;


Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah
Sakit, merupakan suatu unit nostruktural yang bersifat independen dan
bertanggung jawab kepada pemilik Rumah sakit; keanggotaan Dewan
Pengawas Rumah Sakit terdiri dari pemilik Rumah Sakit, organisasi profesi,
asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat; keanggotaan Dewan
Pengawas Rumah Sakit berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu)
orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota;
Dewan Pengawas Rumah Sakit bertugas :
a. Menentukan arah kebijakan Rumah sakit;
b. menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
c. menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran ;
d. mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
e. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
f. mengawasi dan mnjaga hak dan kewajiban Rumah sakit, dan
g. mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundang-undangan.

2. Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia;


Pembinaan dan pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan
Pengawas Rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan
bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan. Badan Pengawas Rumah
sakit Indonesia merupakan unit nontruktural di Kementerian yang
bertanggung jawab dibidang kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya
bersifat independen.
Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia berjumlah maksimal
5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4
(empat) orang anggota.

56
Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia terdiri dari unsur
pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan , dan tokoh
masyarakat.
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dalam
melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris.
Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah sakit
Indonesia dibebankan kepada anggaran belanja negara.
Tugas Badan Pengawas Rumah Sakit ;
a. Membuat pedoman tentang Rumah sakit untuk digunakan oleh
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi;
b. Membuat sistem pelaporan dan sistem informasi yang merupakan
jejaring dari Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dan Badan
Pengawas Rumah Sakit Provinsi ; dan
c. Melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi
kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai
bahan pembinaan.
Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di tingkat provinsi oleh
Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur.; Badan Pengawas
Rumah Sakit Provinsi merupakan unit nonstruktural pada Dinas
Kesehatan Provinsi dan dalam menjalankan tugasnya bersifat
independen ; Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi
terdiri dari unsur pemerintah , organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, dan tokoh masyarakat ; keanggotaan Badan Pengawas
Rumah sakit Provinsi berjumlah 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang
ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota; Biaya untuk
pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi
dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Tugas Badan Pengawas Rumah Sakit provinsi ;
a. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien diwilayahnya;
b. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit
diwilayahnya;
c. Mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundang-undangan;

57
d. Melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas
Rumah sakit Indonesia ;
e. Melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai
bahan pembinaan ; dan
f. Menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa
dengan mediasi.

j. Ketentuan Pidana Rumah Sakit ;


a. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak
memiliki izin sebagaimana dimaksud UU No 44 Tahun 2009 pasal 25 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah)
b. Dalam tindak pidana UU No. 44 Tahun 2009 pasal 62 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya pidana
yang dapat dijatuhkan terhdap korporasi berupa pidana denda dengan
pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana sebagai yang dimaksud UU No. 44
Tahun 2009 pasal 62..
c. Selain denda pada pasal 63 ayat (1) , korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa ;
1. Pencabutan izin usaha; dan/atau
2. Pencabutan status badan hukum.

58
BAB VIII
PENGORGANISASIAN RUMAH SAKIT
Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen organisasi kedua sesudah
perencanaan. Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerjasama dalam wujud
pembagian kerja, guna mencapai suatu tujuan bersama tertentu. Sebagai suatu contoh
yang sederhana adalah sekumpulan orang yang mengadakan seminar kesehatan, maka
untuk mencapai tujuan agar seminar kesehatan berjalan dengan baik maka dibuat
pengorganisasian, diantaranya ditentukan siapa yang menjadi ketua, siapa sekretaris,
bendahara, seksi ilmiah dan sebagainya sehingga dapat dibuat pembagian kerja/tugas
sehingga tercapai tujuan penyelenggaraan seminar kesehatan tersebut dengan baik.
Demikian juga organisasi yang besar seperti rumah sakit, pengorganisasian
jelas merupakan sarana bagi suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu
pengorgnisasian yang baiknya seharusnya disusun berdasarkan perencanaan strategi
yang baik agar tercapai apa tujuan yang diharapkan.
Pembuatan struktur organisasi disuatu rumah sakit dengan dimulai dari strategi
kemudian dibuat contoh suatu organisasi berdasarkan strategi tersebut, dimulai dengan
bertolak dari Strategi rumah sakit, analisis SWOT, formulasi strategi yang akan kita
pakai.

Cara menyusun strategi dalam rangka menyusun struktur organisasi

VISI RS

MISI RS

ANALISIS SWOT

FORMULASI DARI STRATEGI


BISNIS
STRATEGI BISNIS UNIT (SBU)
STRATEGI BISNIS AREA (SBA)

Gambar 9. Analisis Strategi untuk pengorganisasian

59
A. KONSEP MANAJEMEN RUMAH SAKIT.
1. Pengertian Manajemen Rumah sakit.

Pengertian manajemen menurut pendapat beberapa ahli adalah sebagai


berikut ;

a. Manajemen adalah proses melakukan kegiatan/usaha untuk mencapai tujuan


organisasi melalui kerjasama dengan orang lain ( Hersey dan Blanchaerd)
b. Manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan
menggunakan orang .(G.R. Terry);
c. Manajemen adalah suatu proses merancang dan memelihara suatu lingkungan
dimana orang-orang yang bekerjasama di dalam suatu kelompok dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dengan seefisien mungkin ( H. Weihric dan
H.ooontz);
d. Manajemen adalah pelaksanaan pekerjaan bersama orang lain (Harol Konte dan
Cyrl O’Donnel).

2.Teori manajemen

Untuk menajamkan dan juga menfokuskan lebih tepat pengertian


beberapa pakar ekonomi mengenai manajemen, ada baiknya kita ketahui teori-teori
manajemen, dengan penjelasan sebagai berikut ;

1. Konsep

Secara garis besar, konsep terbagi lagi menjadi beberapa pengertian, di


antaranya sebagai berikut ;

a. Konsep kualitas

Dalam konsep ini, organisasi mementingkan kualitas yang mampu memasuki


pasar, dan dengan demikian harus mementingkan kepuasaan pelanggan

b. Konsep manajemen

Dalam konsep manajemen bukan hanya manajer, melainkan semua pesonel,


petugas melaksanakan manajemen menggunakan fakta, dan manajemen
dengan siklus PDCA (plan,do, check, act).

c. Konsep proses
Dalam konsep proses, siapa pun yang akan melakukan tindak lanjut rangkaian
kegiatan, harus dianggap pelanggan yang harus dipuaskan. Pengendalian
proses juga lebih diutamakan agar kesalahan kualitas dapat dihindari.

d. Konsep standarisasi
Dalam konsep standarisasi, semua pelaksanaan pekerjaan berpangkal pada
standar, seperti standar prosedur, standar kualitas , dan standar kompetensi

60
e. Konsep human respect
Dalam konsep human respect , manusia seutuhnya perlu dihormati untuk
menumbuhkan motivasi.

f. Konsep quality assurance


Dalam konsep quality assurance , keikutsertaan pegawai tercermin dari
kegiatan dalam gugus kendali mutu (quqlity cicle).

g. Konsep manajemen jepang


Seacara garis besar konsep manajemen Jepang dapat digunakan untuk memilih
karakteristik calon karyawan, melatih karyawan baru, mengenalkan
organisasi, merotasi karyawan di berbagai unit, mengambil keputusan secara
kolektif (kelompok kerja), dan memotivasi karyawan untuk mencapai hasil
maksimal.

3. Adminitrasi
Manajemen akan selalu berhubungan dengan administrasi. Administrasi dalam
arti sempit adalah clerical work atau ketatausahaan, surat-menyurat, pembukuan,
arsip, dan lain-lain. Administrasi dalam arti luas adalah kegiatan sekelompok orang
yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

4. Hubungan administrasi dan manajemen


Ada beberapa bagian (break through) yang menjadi dasar dalam hubungan
administrasi dan manejemen. Tiap bagian tersebut mempunyai posisi masing-masing,
tetapi pada intinya terdapat dalam satu ruang lingkup.

Administrasi
Organisasi
AdministrasiI
Manajemen
Pemimpin
Pengambil keputusan
Human relation
(Pengendalian diri,
Komunikasi & kerjasama)

Manusia

Gambar 10. Bagian-bagian hubungan administrasi dan manajemen

61
5. Pembagian Manajemen

Secara umum jenis atau bidang manajemen dapat dibagi menurut bidang tugas,
lapangan kerja, dan tingkatannya. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Bidang tugas
Pembagian bidang tugas dalam pelaksanaannya, dibagi menjadi beberapa
bagian, yaitu bagian personalia, bagian keuangan, bagian peralatan medis dan
non medis, bagian pelayanan kesehatan, dan bagian promkes dan lain-lain.

2. Lapangan kerja
Lapangan kerja secara garis besar terbagi menjadi beberapa pilihan, di
antaranya pendidikan tinggi, rumah sakit, puskesmas,bank, lembaga
pemerintahan dan lain-lain.

3. Tingkat manajemen
Berikut ini akan ditampilkan melalui bagan, hubungan antara keterampilan
manajemen dan ketrampilan tehnis ;

Keterampilan manajemen (managemet skill)

manajemen puncak (top manager)

manajemen menengah (middle manager)

manajemen supervisor (supervisory manager)

Keterampilan teknis(technical skill)

Gambar 11. Hubungan keterampilan manajemen dan keterampilan teknis

6. Fungsi Manajemen

Dalam manajemen, diperlukan peran tiap orang yang terlibat di dalamnya


untuk menyikapi posisi masing-masing. Oleh sebab itu, di perlukan adanya fungsi-
fungsi yang jelas mengenai manajemen . Beberapa pengertian dari pakar ekonomi
pada tabel 7, mungkin dapat dijadikan rujukan mengenai fungsi-fungsi manajemen.

Ada empat fungsi manajemen yang harus diperhatikan, yaitu perencanaan,


organisasi, penggerakan, dan pengawasan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan
dijelaskan kempat fungsi tersebut.
62
a. Perencanaan.
Perencanaan adalah suatu keputusan untuk masa yang akan datang
artinya, apa, siapa, kapan, di mana, berapa dan bagaimana yang akan dan harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum, perencanaan dapat ditinjau
dari sisi ;

Tabel 7. Fungsi-fungsi manajemen secara ringkas.

Pakar Fungsi-fungsi manajemen Singkatan


G.R. Planning-Organizing-Actuating-Controling P-O-A-C
Terry
L.Gulick Planning-Organizing-Staffing-Directing- P-O-S-D-C-R-B
Coordinating-Reporting- Budgetting
H.Fayol Planning-Organizing-Comanding- P-O-C-C-C
Coordinating-Controling
Koonzt Planning-Organizing–Staffing-Directing- P-O-S-D-C
O’Donnel Controling
S.P. Planning-Organizing-Motivating-Controling P-O-M-C
Siagian

- Proses : pemulihan dan pengambanagn tindakan yang paling menguntungkan untuk


mencapai tujuan ;
- Fungsi ; kepemimpina dengan kewenangan yang dapat mengarahkan kegiatan dan
tujuan yang harus dicapai organisasi; dan
- Keputusan ; apa yang akan dilakukan untuk waktu yang akan datang.

b. Pentingnya perencanaan
Perencanaan sangat penting karena :
- Menghilangkan atau mengurangi ketidakpastian masa akan datang;
- Memusatkan perhatian pada setiap unit yang terlibat;
- Membuat kegiatan yang lebih ekonomis; dan
- Memungkinkan dilakukannya, monitoring, pengawasan serta
penilaian(evaluasi).

c. Unsur-unsur perencanaan
Unsur-unsur yang telibat dalam perencanaan adalah ;
- Meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan masa
depan (peluang dan tantangan);
- Menetapkan tujuan (establishing objectives), misalnya menyusun acara yang
urutan kegiatannya berdasarkan skala prioritas ;
- Menyusun jadwal pelaksanaan (scheduling), misalnya menetapkan/
memperhitungkan waktu dengan tepat ;

63
- Menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber yang
tersedia ( uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu dengan tepat;
- Mengembangkan prosedur, misalnya menentukan tata cara yang paling tepat;
- Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and estabilishing
policy), misalnya menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan kebijakan
operasional.

d. Sifat-sifat perencanaan

Ada beberapa sifat perencanaan yang harus diperhatikan agar dapat


dihasilkan rencana yang baik, yaitu ;
- Berfikir visioner,
- Sederhana dan jelas/lugas,
- Fleksibel,
- Stabil,
- Berada dalam keseimbangan,
- Tersedianya sumber-sumber untuk pelaksanaan.

e. Tipe rencana
Secara garis besar, ada tiga tipe rencana, yaitu sasaran (goal) , rencana tunggal
(single use plan), dan rencana induk (Standing plan/ master plan). Untuk lebih
jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut;

1. Sasaran (goal)
Setiap pimpinan harus mempunyai sasaran yang jelas, dan
bawahan juga harus mengetahuinya. Sasaran akan memberi arah kegiatan.
Perencanaan berdasarkan sasaran pada intinya terdiri atas tujuan (objetive),
anggaran dan batas waktu serta sasaran kegiatan ( operating goal)

2. Rencana tunggal ( single use plan)


Rencana tunggal digunakan untuk menentukan langkah-langkah
suatu kegiatan, apabila tujuan sudah tercapai, selesailah rencana itu.
Rencana tunggal pada intinya terdiri atas empat bagian, yaitu :
a) Program utama, yaitu tugas utama organisasi;
b) Proyek, yaitu bagian dari program tersusun yang dilaksanakan secara
berdiri sendiri dan tidak ada titik akhirnya ;
c) Program khusus, yaitu rencana yang mendapat perhatian secara
khusus karena sifat masalahnya yang juga khusus;
d) Rencana rinci, yaitu penjabaran secara rinci dari suatu program agar
penggunaan sumber daya dan lain-lainnya menjadi jelas dan terarah.

64
3. Rencana Induk (standing plan, master plan)
Rencana induk adalah rencana yang bersifat luas dan menyeluruh
serta digunakan terus-menerus. Selain itu, rencana yang lain dalam hal ini
harus sinkron dan sesuai dengan rencana induk. Hal yang dapat
membedakan rencana induk dengan rencana lain yaitu ;
a) Kebijakan, yaitu pedoman organisasi dalam menjalankan tugas
pekerjaan yang berupa pola organisasi;
b) Prosedur, yaitu proses yang harus diketahui mengenai apa dan
bagaimana melaksanakan kegiatan yang disusun, agar efisien dan
efektif ;
c) Metode, yaitu cara terbaik untuk melaksanakan kegiatan. Umumnya,
prosedur yang digunakan berganti-ganti.

f. Teknik perencanaan

Berdasarkan teknik perencanaan yang sering dipakai adalah ;

1. Sistem Perencanaan, pembuatan program dan Anggaran (Planning,


Programming, and Budgetting System = PPBS) ;
2. Perencanaan jaringan kerja ( network planning = NwP) ;
3. Perencanaan tradisional berdasarkan jenis pengeluaran ;
4. Perencanaan hasil kerja yang berorientasi pada sasaran hasil yang ingin
dicapai ( Planning by Objective = PBO )

7. Organisasi.

Pengertian organisasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu


pengertian secara statis dan pengertian secara dinamis. Jika dilihat “secara statis”,
organisasi merupakan wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu. Sedangkan “secara dinamis”, organisasi merupakan suatu aktivitas dan tata
hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu.

a. Ciri-ciri organisasi.

Lima hal yang menjadi ciri-ciri organisasi khususnya rumah sakit adalah;

1. Terdiri atas sekelompok orang profesi ( dokter, dokter gigi, paramedis, dll);
2. Ada kegiatan-kegiatan yang berbeda tetapi saling berkaitan anatara bagian,
instalasi rumah sakit;
3. Tiap anggota mempunyai sumbangan usaha dalam bentuka asuhan medis,
asuhan keperawatan, asuhan kebidanan dan lain-lain;
4. Adanya kewenangan, koordinasi, dan pengawasan sesuai profesi;
5. Adanya suatu tujuan dalam meingkatkan derajat kesehatan.

b. Prinsip-prinsip organisasi

Setiap organisasi kemungkinan besar mempunyai prinsip-prinsip di bawah ini .

65
1. Tujuan yang jelas (clear objective).
2. Skala hierarki ( the scalar perincple)
3. Kesatuan komando perintah ( unity of command),
4. Pertanggungjawabab (responsibility)
5. Pembagian kerja (span of control),
6. Pembagian kerja (division of work)
7. Rentang kendali (span of control),
8. Fungsionalisasi (fungsionalization)
9. Pemisahan tugas (task separation).
10. Fleksibilitas kelenturan (flexibility),
11. Keseimbangan (balance),
12. Kepemimpinan (leardeship).

c. Proses pengorganisasian
Proses pengorganisasian pada intinya dapat dibagi menjadi dua
pokok analisis, yaitu analisis tujuan organisasi dan analis jabatan.
1. Analisis tujuan organisasi
Analisis tujuan organisasi dijelaskan seperti piramida terbalik. Artinya, analisis
ini dimulai dari tujuan, kemudian dijabarkan menjadi tugas-tugas pokok,
kemudian tugas pokok dijabarkan menjadi fungsi-fungsi. Setelah itu, fungsi
dijabarkan menjadi uraian pekerjaan, dan terakhir uraian pekerjaan dianalisis
beban kerjanya.
2. Analisis jabatan (persyaratan-persyaratan untuk jabatan)
Analisis jabatan terdiri atas pengelompokan jabatan, pengelompokan fungsi,
pengelompokan tugas, penentuan bentuk organisasi, penetapan organisasi, dan
penyempurnaan organisasi.
d. Bentuk dan tipe organisasi.
Ada tiga bahasan yang terkait dengan bentuk dan tipe organisasi,
yaitu dasar pengorganisasian dan bentuk organisasi serta tipe organisasi itu
sendiri. Penjelasan sebagai berikut :
1. Dasar pengorganisasian.
Dasar pengorganisasian terbagi menjadi lima kelompok, yaitu ;
a) Pengelompokan kerja atas dasar fungsi;
b) Pengelompokan kerja atas dasar proses;
c) Pengelompokan kerja atas dasar pelanggang/klien ;
d) Pengelompokan kerja atas dasar produk;
e) Pengelompokan kerja atas dasar daerah/wilayah
2. Bentuk organisasi.
Bentuk organisasi terbagi menjadi empat kelompok, yaitu organisasi lini
(line organization), organisasi lini dan staf (line and staff organization),
organisai fungsi ( function organization), dan kepanitian (committe )
(gambar 12)

3. Tipe organisasi

66
Tipe organisasi, terbagi menjadi tiga yang diilustrasikan dalam bentuk
piramida yaitu mendatar, pirmida kerucut dan piramida terbalik (gambar
12).

Gambar 12. Bentuk dan tipe organisasi.

a)

b)

c)

Gambar diatas;
Bentuk organisasi ; Gambar diatas;
a) Organisasi lini, Tiga organisasi dalam bentuk
b) Organisasi lini dan staf , piramida
c) organisasi fungsi a) a) Organisasi piramida mendatar,
b) b) Piramida kerucut, dan
b) Piramida terbalik.

Organisasi lini dan staf , c)


organisasi fungsi

B. BATASAN-BATASAN PERAN KONSEPSIONAL PEMILIK DAN DIREKSI


RUMAH SAKIT.
Dalam rangka mengembangkan secara lebih konsepsional organisasi rumah sakit
maka diperlukan adanya kejelesan-kejelasan yang memungkinkan pihak Yayasan (
pemilik) dan Direksi dapat berpartisipasi aktif dalam melaksanakannya dengan
batasan yang jelas, untuk itu diperlukan hal-hal sebagi berikut.
1. Pengertian yang sama tentang tugas dan batasannya.
2. Adanya itikad untuk melaksanakan secara konsepsional dan konsisten.
3. Perlu secara bersama-sama memperbaiki dan mengembangkan lebih lanjut.

67
1) Peran Pemilik dan Direksi dalam organisasi korporasi Rumah Sakit
Malaksanakannya secara runtut dan diharapkan mempunyai hasil yang baik,
diperlukan pelatihan bagi pelaksana-pelaksana yang menjalankan, dan hali ini harus
diprogramkan dan diperioritaskan untuk menjamin kesinambungan dimasa datang.
Diuraikan hal berikut ini
Tabel 8. Wewenang Yayasan dan Direksi
No Hal Penjelasan
1. Wewenang Yayasan dan direksi Merupakan penjabaran secara praktis fungsi
Yayasan dan Direksi, sehingga ada kesepakatan
dalam menjalankan kegiatannya
2. Struktur Organisasi Merupakan pedoman organisasi bagi direksidalam
menjalankan tugasnya dan dilengkapi dengan
uraian tugas yang cukup lengkap tetapi tetap
memberi kesempatan unuk mengembangkan
kreatifitasnya.

Dalam perjalanan Rumah Sakit tentunya sudah banyak tantangan, hambatan dan
kekurangan yang ditemui dan tentunya banyak hal pula telah dapat diselesaikan,
selanjutnya masih banyak pula yang harus diselesaikan lebih lanjut. Disamping itu
rumah sakit mempunyai beberapa kekuatan dan peluang yang telah dimanfaatkan dan
masih harus terus diusahakan lebih lanjut, untuk dapat lebih jelas perlu adanya upaya
sistematis kearah peran yayasan dan direksi yang bertahap dimanfaatkan, sebab
kemajuan yang akan dicapai sekaligus pula merupakan beban yang harus ditanggulangi.
Kejelasan hal-hal tentang fungsi yayasan dan direksi perlu dibuat dalam bentuk
oeprasional sehingga memudahkan pelaksana dan menghindari salah tafsir, selanjutnya
selain kejelasan diperlukan pula adanya pengertian yang seragam. Kerjasama yang
harmonis antara yayasan dan direksi harus diniatkan dan dikembangkan menjadi upaya
yang konsekwen dan konsisten tidak ada satu konsepsi atau pedoman operasional yang
benar-benar memenuhi harapan semua pihak tetapi hendaklah menjadi harapan beberapa
hal tertentu untuk disepakati dan yang lainnya dikembangkan sambil berjalan. Sebab bila
menunggu konsep atau pedoman selesai secara lengkap maka tidak akan selesai dan
situasi sudah berubah pula. Dalam hal ini kebesaran jiwa masing-masing pihak dalam
menerima kekurangan yang akan bermanfaat.

68
2) Tujuan Pengembangan organisasi Rumah sakit.
Pengembangan organisasi rumah sakit bertujuan sebagai berikut ini :
1. Adanya kejelasan tentang ;
d) Wewenang yayasan dan direksi
e) Gambaran setruktur organisasi secara umum.
2. Adanya perbaikan dan penyesuaian sesuai dengan harapan masing-masing pihak
yang terlibat dirumah sakit.
3. Adanya kesepakatan tentang pengembangan rumah sakit dari dua hal diatas.
4. Adanya kersepakatan untuk melakukan evaluasi secara berkala minimal satu tahun
sekali.

3) Wewenang Yayasan dan Direksi


1. Pedoman umum
Yayasan dan direksi punya fungsi masing-masing yang sifatnya seperti berikut :
1. Memehami spesialisasi masing-masing.
2. Fungsi yang harus dilakukan secara bersama.
Kejelasan masing-masing fungsi ini harus dapat diwujudkan secara operasional
dalam bentuk wewenang masing-masing.
Tugas pokok dan fungsi Yayasan, seperti pada tabel berikut ini.
2. Fungsi Yayasan

Tabel 9. Fungsi Yayasan


No. Yayasan Penjelasan
1. Menentukan Tujuan Rumah Sakit
2. Mengangkat dan memberhentikan Direksi Keputusan penting adalah putusan
3. Menyetujui kebijaksanaan Rumah Sakit yang brdampak luas terhadap Rumah
4. Menyetujui rencana dan program umum sakit.
5. Menyetujui atau menolak keputusan penting.
6. Mengevaluasi hasil kerja
7. Memberi saran operasinal
8. Melakukan pendekatan agar pelayanan bermutu
9. Menjadi wali Direksi

3. Fungsi Direksi
Tabel 10. Fungsi Direksi
No. Direksi Penjelasan
1. Membina iklim organisasi yang mampu menjawab
tantangan dan hambatan.
2. Menyiapkan proposal kebijakan umum dan program Rumah
Sakit.
3. Mengantisipasi keinginan Masyarakat. Dapat dilakukan dengan
4. Menyiapkan proposal bagi Yayasan agar mengerti laporan survai/ wawancara
keuangan. terbatas
5. Menyiapkan proposal untuk kebijakan masa datang.
Menunjukkan institusi dan kelompok kunci diluar Rumah
6. Sakit yang harus dibina dan didekati
Menciptakan organisasi yang mampu secara formal dan
7. sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Memimpin dalam keterkaitan berbagai sumber daya yang
8. ada

69
4. Fungsi Spesialisasi
Tabel 11. Fungsi Spesialisasi

No. Yayasan Direksi


1. Penetapan misi Rumah sakit 1. Mengatur sumber daya Rumah Sakit
2. Penetapan Tujuan Rumah Sakit 2. Menjalankan Fungsi Manajemen
3. Penetapan kebijakan Rumah Sakit 3. Melaksanakan Operasional Rumah Sakit

5. Wewenang

Tabel 12. Wewenang Yayasan dan Direksi

No Fungsi Wewenang Yayasan Wewenang Direksi


1. Penetapan Misi RS Menilai, memperbaiki dan Memahami dan
menetapkan Misi RS menjalankan Misi RS
2. Penetapan Tujuan RS Menilai ,memberbaiki, membuat Mengerti, mebuat
dan menetapkan tujuan Rumah uapaya/program untuk
Sakit pencapaian Tujuan
3. Penetapan Kebijakan Mengevaluasi membuat Menyiapkan data, memberi
menerapkan Kebijakan saran dan menjalankan
kebijakan
4. Mengatur Sumber Mengawasi dan mengevaluasi Mengatur, memanfaat-kan
Daya Rumah Sakit penggunaan Sumber Daya menambah dan mengurangi
Sumber Daya
5. Menjalankan Fungsi Menerima , mengevaluasi Laporan Melaksanakan,perencanaan,
Manajemen dan memberi saran pada Pengorganisasian,
pelaksanaan Manajemen pelaksanaan, pengendalian
dan evaluasi yang sesuai
tujuan RS dan kebijakan
yang dibuat
6. Menjalankan Menerima laporan, melakukan Mengatur, menjalankan dan
operasional observasi dan memberi saran menghentikan kegiatan
operasional sesuai dengan
keharusan

4) Struktur Organisasi Rumah Sakit


Banyak strukur organisasi yang dapat dipilih, tentunya yang terbaik adalah
yang sesuai dengan kebutuhan. Secara umum pemenuhan kebutuhan sangat
tergantung dari ;
a) Tujuan Rumah sakit;
b) Pelaksana;
c) Keadaan Rumah sakit;
d) Lingkungan Rumah Sakit.
Untuk dapat memenuhi semua segi kembali harus berpedoman kepada
perlunya kebesaran hati dalam menentukan dan secara bertahap dikembangkan.

70
Rumah sakit merupakan institusi yang kompleks memerlukan ketertiban
berbagai pihak dan perlu dikembangkan terus-menerus. Dalam hal ini ada tiga hal
penting yang perlu mendapat kejelasan seperti gambaran berikut.
1. Keterkaitan Yayasan dengan Direksi melalui adanya pelaksana harian Yayasan
dan Audit.
2. Sdtruktur organisasi Direksi dan Jajarannya.
3. Uraian tugas pemegang Jabatan.

YAYASAN

DEWAN PENYANTUN
PELAKSANA HARIAN YAYASAN

AUDIT TIM MEDIS


DIREKTUR
KEUANGAN TIM MANAJEMEN
MANAJEMEN
MEDIS

BIDANG MEDIS BIDANG UMUM

SEKSI SEKSI
MEDIS MEDIS

UNIT UNIT
MEDIS MEDIS

Gambar 13 Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Seksi dan Unit Setara RS Kelas C


Pada tabel berikut ini akan ditampilkan struktur organisasi dan unit setara
Rumah Sakit C.

71
Tabel 13. Struktur Organisasi Seksi dan Unit
No. BIDANG SEKSI UNIT
1. Kamar Operasi, Kamar Bersalin
2. ICU
1. Pelayanan Medis 3. Kamar Jenazah
MEDIS
4. UGD
5. Rawat Jalan
6. Rawat Inap
1. Pemeliharaan
2. Catatan Medis
3. Kantin
MEDIS
2. Penunjang Medis 4. Laundry
5. Farmasi
6. Gizi dan Dapur
7. Laboratorium
8. Radiologi
3. 1. Keamanan
2. Logistik
3. Keuangan
Admnistrasi 4. Kepegawaian
UMUM
5. TU
6. Admission
7. Kebersihan dan keindahan
1. Sistem Informasi
2. Peningkatan Program
4. 3. Penelitian
UMUM Pengembangan
4. Pelatihan
5. Pemasaran
6. Menjaga Mutu

Uraian Tugas dari Direksi dan jajarannya berpedoman kepada :


1. Uraian tugas hendaknya dibuat cukup lengkap; dan
2. Memberi kesempatan untuk menjalankan kreatifitasnya sesuai situasi dan
kondisi.

Pokok-pokok Uraian Tugas.

Pokok-pokok penting dalam uraian tugas meliputi kejelasan tentang hal-hal seperti
pada tabel berikut .
Tabel 14. Uraian Tugas

No JABATAN POKOK-POKOK URAIAN TUGAS


1. DIREKTUR 1. Menanggung jawab operasional
2. Pencapaian Tujuan Rumah Sakit
3. Melasanakan manajemen Rumah Sakit
2. KEPALA BIDANG 1. Tanggung jawab operasional medis/umum
2. Pencapaian tujuan Bidang
3. Melaksanakan Manajemen Bidang
3. SEKSI 1. Melaksanakan Tanggung jawab seksi
2. Pencapaian tujuan Seksi.
3. Melaksanakan manajemen Seksi
4. PELAKSANA 1. Melaksanakan Tanggung Jawab sesuai pekerjaan dan profesi.
2. Mencapai tujuan yang ditugaskan.

5) Penggerakan.
Penggerakan adalah melakukan kegiatan untuk mempengaruhi orang lain
agar mau dan suka bekerja dalam rangka menyelesaikan tugas, demi tercapainya

72
tujuan bersama. Dalam hal ini, diusahakan agar orang yang diperintah jangan hanya
semata-mata menerima perintah dari atasan, tetapi tergerak hatinnya untuk
menyelesaikan tugasnya dengan kesadaran sendiri. Seringkali terjadi hambatan pada
penggerakan karena yang digerakkan adalah manusia, yang mempunyai keinginan
pribadi, sikap dan perilaku yang khusus. Oleh sebab itu, kepemimpinan yang dapat
meningkatkan motivasi dan sikap kerja bawahan menjadi hal yang penting.
Ada tiga tipe penggerakan yang dapat dijadikan bahan acuan, yaitu
kepemimpinan, motivasi kerja , Koordinasi Integrasi Sinkronisasi serta Simplikasi
(KISS) dan komunikasi.

C. KEPEMIMPINAN
The boos drives his men, the leader inspires them
The boss depends on authority, the leader depends on goodwill
The boss evokes fear. The leader radiates loves
The boss says “I”, the leader says “We”
The boss shows is wrong, the leader shows what is wrong
The boss knows how it is done, the leader commands respect
So be a leader, Not a boss.

1) Pengertian Kepemimpinan
Manajer adalah seseorang yang mempunyai wewenang untuk memerintah
orang lain. Seorang manajer dalam menjalankan pekerjaan dan tanggung jawabnya
menggunakan bantuan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, ia perlu memimpin pegawai, karyawan, pekerja, atau apapun
sebutannya. Tidak setiap orang yang ditunjuk menjadi pemimpin bisa menjalankan
pekerjaannya dengan baik. Selain itu tidak setiap pemimpin dapat menjadi pemimpin
yang baik.
Kepemimpinan pada dasarnya bersifat subyekti, dalam arti yang sempit
“tidak dapat diukur secara obyektif”, dan dalam arti yang sangat luas “ tidak didapat
dari suatu diajarkan di sekolah”.
Kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain
untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai suatu tujuan umum.
Kemampuan memimpin diperoleh melalui pengalaman hidup sehari-hari. Pengertian
lain tentang kepemimpinan ialah segala hal yang bersangkutan dengan memimpin
dalam menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan orang lain agar melaksanakan
tugas dan mewujudkan sasaran yang ditetapkan (LAN RI, 1996).

73
Banyak pendapat, yang kadang berbeda-beda, tentang apa yang dimaksud dengan
“pemimpin yang baik”. Demikian juga tentang apa yang menjadi kewajiban setiap
pemimpin. Namun demikian, dapat diambil inti persamaannya, yaitu bahwa setiap
pemimpin mempunyai kewajiban untuk mencapai tujuan organisasi/institusi dan
memberi perhatian terhadap kebutuhan para karyawan bawahannya.
R.I. Khan mengemukakan bahwa seorang pemimpin menjalankan pekerjaannya
dengan baik bila :
a. memberi kepuasan terhadap kebutuhan langsung para bawahannya;
b. menyusun jalur pencapaian tujuan:
c. menghilangkan hambatan-hambatan pencapaian tujuan;
d. mengubah tujuan karyawan sehingga tujuan mereka bisa berguna secara
organisatoris.
Robert. C. Millus menyebutkan tanggung jawab para pemimpin secara rinci yaitu ;
1. menentukan tujuan pelaksanaan kerja yang realistis, dalam artian kuantitas,
kualitas, keamanan, dan lain sebagainya;
2. melengkapi para karyawan/pegawai dengan sumber-sumber dana yang diperlukan
untuk menjalankan tugasnya ;
3. mengkomunikasikan kepada para karyawan tentang apa yang diharapkan dari
mereka;
4. memberikan/insentive yang sepadan untuk mendorong prestasi;
5. mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi
apabila memungkinkan;
6. menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif ;
7. menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya ;
8. menunjukkan perhatian kepada para karyawan/karyawati.
Pada intinya, kepemimpinan perlu kita latih pada diri masing-masing. Yang
lebih penting lagi tentu saja kepemimpinan adalah seorang atasan yang membawahi
para staff atau pegawai.
Selanjutnya, untuk lebih mempertajam dan meningkatkan jiwa
kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, dengan kiat-kiatnya adalah
sebagai berikut ;
1. memiliki kepemimpinan karismatik yang tidak diukur secara kuantitas;
2. memiliki kecerdasan, kepandaian, dan pengetahuan mengenai pekerjaan yang
ditangani;

74
3. sejak kecil sudah tampak berbakat sebagai pemimpin;
4. memiliki sifat-sifat adil, cerdas, baik, realistis, dan lain-lain;
5. memiliki keyakinan untuk berhasil ;
6. selalu tertantang untuk menyelesaikan pekerjaan;
7. mengetahui tugasnya;
8. pandai mengawasi dan menganalisis;
9. sanggup mendelegasikan wewenang;
10. menetapkan standar yang cukup tinggi;
11. mempunyai prestasi yang cukup tinggi;
12. dapat menetapkan dan meraih tujuan, ambisi, dan sasaran;
13. mengakui kelamahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain;
14. dapat menemukan dan menggunakan sumber daya secara tepat;
15. dapat mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan;
16. belajar dari pengalaman langsung;
17. memehami penggunaan kekuasaan.

2. Beberapa Pengertian Kepemimpinan.


Ada tiga pengertian kepemimpinan yang menjadi acuan , yaitu ;
- Suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar mau bekerja
sama untuk mencapai tujuan.
- Seni yang berdasar dari kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain
agar mau berperilaku seperti apa yang dikehendakinya.
- the processs of influencing people to accomplish goal (Huber D)

Interaksi di antara orang-orang


Proses mempengaruhi
Fenomena perubahan sosial

Gambar 13. Pengertian kepemimpinan menurut Huber D

Kepemimpinan juga ditinjau dari empat sisi, yaitu a) pola dasar


kepemimpinan, b). Komponen peristiwa kepemimpinan, c) tipe kepemimpinan, dan d).
Figur kepemimpinan.

a. Pola dasar kepemimpinan


Dari dua pola dasar dalam kepemimpinan , yaitu ;

75
- Kepemimpinan formal yang dapat diartikan kepemimpinan yang bersifat resmi
dalam organisasi, diatur sesuai dengan pangkat, jabatan, hierarki, dan struktur
dalam organisasi.

- Kepemimpinan informal, yang dapat diartikan kepemimpinan yang tidak


didasarkan atas hierarki, akan lebih didasarkan pengakuan nyata dari orang-
orang di sekitarnya karena kemampuan memikat, kemampuan ilmu,
kemampuan membina hubungan kerja, dan lain-lain.

b. Komponen peristiwa kepemimpinan


Komponen peristiwa kepemimpinan (Kison, 1989) terdiri atas :
a. Pemimpin: keterampilan, gaya/tipe kepemimpinan, serta persepsi terhadap diri
dan perannya.
b. Pengikut : kesiapan untuk dipengaruhi, kepercayaan pada pemimpin, serta
pengalaman kerjasama.
c. Situasi : harapan, sistem kontrol, struktur tugas, waktu, dan budaya kerja,
d. Proses komunikasi : tingkat keterbukaan.
e. Tujuan-tujuan : tujuan organisasi dan tujuan pribadi
Melihat komponen-komponen peristiwa kepemimpinan ini, maka perlu
suatu kepemimpinan dalam mendiagnosis, mengadaptasian dan
mengkomunikasikannya Hersey dan Blanchard, 1993).
Untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien serta hasil yang dicapai lebih
besar maka seorang pemimpin harus mempengaruhi orang-orang yang
dibawahinya sebagai tenaga profesional untuk sadar lebih pentingnya
mendahulukan tujuan organisasi dibanding tujuan pribadi, sebaliknya apabila
tenaga profesional mengutamakan tujuan pribadi dibanding tujuan organisasi maka
hasil pencapaian tujuan organisasi akan lebih rendah, seperti secara matematik
pada gambar 14 dibawah (Abdullah R)

R1 R2
4
3
Tujuan Pribadi (TP)

1 R3 R4

0 1 2 3 4 5 6

Tujuan Organisai (TO)

Gambar 14. Hubungan Tujuan Peribadi dengan tujuan organisasi dalam suatu
organisasi.

76
- dimana Tujuan pribadi lebih dominan dari pada tujuan organisasi maka R
untuk pencapaian hasil tujuan organisasi kecil , TP>TO (skala 1)
- Jika kepentingan tujuan pribadi seimbang dengan tujuan organisai , maka
hasil pencapaian tujuan organisasi TP=TO ( sakala 3)
- Jika TO > TP, maka hasil pencapaian tujuan organisasi lebih besar.
- Jika TP dan TO bersatu menbentuk garis tujuan organisasi, maka hasil
pencapaian tujuan organisasi tak terhingga tetapi ini tidak mungkin terjadi
karena orang normal pasti ada kepentingan pribadinya.

c. Tipe kepemimpinan
Ada enam tipe kepemimpinan, yaitu otokratis, paternalistis, militeristis,
karismatis, demokratis , liberalis (laisses faire). Penjelasan tipe- kepemimpinan ini
terdapat dalam bab selanjutnya.

d. Fungsi kepemimpinan
Figur kepemimpinan dalam hal ini diistilahkan harus mempunyai karakter
“rajapandita”. Bila diartikan, raja artinya memiliki ilmu dan wawasan substitusi,
sedangkan pandita artinya memiliki ilmu dan wawasan keagamaan/ moralitas.
Untuk menjadi “rajapandita:, seorang pemimpin harus mempunyai karakter
sebagai berikut :
a) Berpendidikan dalam hal substansi tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini juga
dikuatkan dalam sebuah hadits, “ Jika suatu urusan diserahkan kepada yang
bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuranmya”
b) Berbudi luhur ;
- Tidak sombong,
- Mampu membaca keadaan dan mendengarkan aspirasi serta keluh kesah
anggotanya,
- Menjunjung tinggi hukum dn konstitusi negara,
- Demokratis,
- Tegas dalam bertindak dan menegakkan kebenaran,
- Arif dan bijaksana,
- Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

D. MOTIVASI KERJA.
Yang dimaksud dengan motivasi kerja ialah dorongan yang menyebabkan
seseorang mau melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya. Motivasi kerja terbagi menjadi tiga; jenis motivasi, faktor motivator, dan
faktor demotivator.

1. Jenis motivasi
Ada tiga jenis motivasi jika ditinjau dari asalnya, yaitu :
a. Motivsi eksternal dari luar, ada yang menyuruh,
b. Motivasi sosial : norma masyarakat.
c. Motivasi internal (diri) : prakarsa/kehendak sendiri.

77
2. Faktor motivator
Faktor-faktor motivator adalah faktor yang menyebabkan seseorang senang untuk
bekerja, yaitu :
a. Pengakuan sebagai seorang manusia,
b. Perlakuan yang adil dan pantas,
c. Ada jaminan kerja,
d. Kondisi/ lingkungan kerja yang cocok,
e. Kemungkinan untuk didengar/diperhatikan,
f. Kebanggaan,
g. Pengetahuannya memadai,
h. Bantuan kepemimpinan,
i. Merupakan suatu tantangan,
j. Rasa keanggotaan/memiliki (sense of belonging).

3. Faktor demotivator
Faktor-faktor demotivator adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
berkurang atau hilang motivasinya, yaitu :
a. Sikap dan kondisi lingkungan yang tidak cocok,
b. Kebanggaan dan kewenangan menjadi berkurang,
c. Tidak ada bantuan dari pimpinan,
d. Perintah dari atasan yang seenaknya,
e. Sasaran yang terlalu tinggi,
f. Kekurangan peralatan/bahan kerja,
g. Penghargaan yang tidak memadai .

c. Koordinasi Integrasi Sinkronisasi Simplikasi dan Komunikasi


Koordinasi Integrasi Sinkronisasi dan Simplikasi (KISS) dalam hal ini bukan
sebuah kata kerja dalam bahasa Inggeris, tetapi sebuah akronim yang berarti koordinasi,
integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi, sedangkan komunikasi merupakan
penambahan. Berikut ini penjelasannya.
1. Koordinasi : pola kerjasama yang merupakan satu kesatuan yang teratur. Sasaran
utama koordinasi adalah agar pekerjaan bisa dilakukan secara efisien dan efektif (
sangkil dan mangkus ) serta mencapai tujuan. Koordinasi terdiri atas, koordinator
vertikal, koordinasi horizontal, dan koordinasi diagonal/fungsional.
2. Integrasi : kesatuan terpadu dalam suatu sistem kerja yang bertujuan untuk
efisiensi.
3. Sinkronisasi : penyesuaian dan penyelarasan gerak pekerjaan-pekerjaan sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
4. Simplikasi : penyederhanaan proses dan prosedur kerja untuk penghematan dalam
arti luas (termasuk di dalamnya deregulasi dan debirokratisasi ).
5. Komunikasi : untuk mewujudkan KISS, maka faktor komunikasi sangat berperan
(darko). Untuk menciptakan komunikasi yang baik diperlukan arus informasi yang
lancar (darsi).

78
9. PENGAWASAN
a. Arti pengawasan.
Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui apakah
pelaksanaan kegiatan/pekerjaan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan,
kebijakan, tujuan, dan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya.
Berikut lni penjalasannya melalui bagan.

Gambar 15. Alur komunikasi hubungan Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan

standar

pedoman
monitor
Rencana Pelaksanaan Pengawasan
(plan) pekerjaan (control)
monitor monitor

Umpan balik
Alur komunikasi di dalam maksud dan tujuan pengawasan

b. Maksud dan tujuan pengawasan

Maksud dan tujuan pengawasan ialah untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan,
penyimpanan, dan ketidaksesuaian yang dapat mengakibatkan tujuan/sasaran
organisasi tidak tercapai dengan baik, karena pelaksanaan pekerjaan/kegiatan tidak
efisien dan tidak efektif.
c. Guna pengawasan
Guna pengawasan yaitu :
1. Mencegah terjadinya penyelewengan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan,
dan kerugian dalam organisasi ;
2. Meningkatkan rasa tanggung jawab orang yang melakukan pekerjaan;
3. Memperbaiki kesalahan, penyelewengan, dan penyalahgunaan wewenang yang
telah terjadi ;
4. Mendidik setiap orang agar bekerja sesuai dengan prosedur dan peraturan yang
berlaku.
d. Macam dan tipe pengawasan.
Macam dan tipe pengawasan terbagi menjadi tiga, aitu :
1. Jika dilihat dari kedudukan unit pengawasan, terdiri atas pengawasan dari dalam
(internal control ) dan pengawasan dari luar (external control ).
2. Jika dilihat dari sasarannya, terdiri atas pengawasan pencegahan (preventif) yang
dilakukan sebelum pelaksanaan, dan pengawasan represif yang dilakukan sesudah
pelaksanaan.
3. Jika dilihat dari sifat tugas (peranan) pengawasan, terdiri atas pengawasan politis
pengawasan masyarakat, misalnya yang dilakukan oleh DPR, dan pengawasan
79
fungsional, misalnya yang dilakukan oleh aparatur/lembaga yang tugas pokoknya
melaksanakan pengawasan.

F. PROSES MANAJEMEN.

Untuk melaksakan proses manjemen diperlukan :


1. Ketrampilan teknik
Keteerampilan teknik merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan,
metode, teknik , dan peralatan yang diperlukan dalam menjalankan suatu tugas
tertentu. Keterampilan teknik bisa diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan
pelatihan
2. Keterampilan hubungan antar manusia.
Keterampilan berhubungan antar manusia merupakan kemampuan bekerja sama
dengan orang lain, termasuk dalam hal ini memahami masalah motivasi dan
menerapkan kepemimpinan.
3. Keterampilan konseptual.
Keterampilan konseptual merupakan kemampuan untuk memahami secara
kompleks tentang organisasi yang ada. Selain itu juga berarti, kemampuan untuk
berpikir secara konseptual mengenai tujuan organisasi sebagai landasan untuk
bertindak, bukan hanya memahami tujuan dari satu unit saja.

Dari ketiga keterampilan diatas, yang sangat penting dalah keterampilan


berhubungan antar manusia, karena merupakan inti dari kepemimpinan
(leadership). Keterampilan ini paling sering digunakan dalam proses manajemen,
dimana antara atasan dan bawahan saling berkomunikasi dan saling berhubungan .
Bahkan, ada ahli yang berpendapat bahwa kemampuan hubungan antar manusia
sangat vital, dan banyak digunakan di dalam proses manajemen.

80
BAB IX.
EVALUASI PELAYANAN RUMAH SAKIT
Penyelenggaraan pelayana Rumah Sakit adalah suatu prosedur kompleks yang
melibatkan pelayanan paripurna; kegiatan preventif, promotif, kuratif , rehabilitatif.
Holistik ; Jasmani, rohani, sosial dan lingkungan menyangkut berbagai disiplin ilmu
pengetahuan dan teknologi, iman dan taqwa; kedokteran, antropologi , sosial ekonomi ,
agama, budaya, hukum, politik dan sebagainya . Dengan demikian, evaluasi pelayanan
rumah sakit adalah bersifat multi dimensional mencakup;riwayat penyakit, proses
pelayanan, sasaran, efisiensi, efektivitas, dimensi-dimensi mutu pelayanan rumah sakit.
Penilaian (Evaluasi) adalah kegiatan untuk membandingkan atara hasil yang telah
dicapai dengan rencana yang telah ditentukan. Penilian merupakan alt penting untuk
membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan maupun tingkat
pelaksnaan program rumah sakit.

1. Pengertian dan Tujuan Penilaian (Evaluasi) Rumah Sakit


Menurut WHO pengertian penilaian (evaluasi) adalah suatu cara yang sistimatis untuk
mempelajari berdasarkan penagalaman dan mempergunakan pelajaran yang dipelajari
untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan serta meningkatkan
perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk kegiatan masa datang.
Ini menyangkut analisa yang kritis mengenai berbagai aspek dari pada
pengembangan dan pelaksanaan suatu program dan kegiatan-kegiatan yang membentuk
program tersebut, relevansinya, formulasinya, efisiensi, dan aktivitasnya, biayanya dan
penerimaannya oleh semua pihak yang terlibat.
Tujuan penilaian untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna perencanaan dan
pelaksanaan program serta memberikan petunjuk dalam pengelolaan tenaga, dana dan
fasilitas untuk program yang ada sekarang dan yang akan datang.

2. Komponen Utama dalam Penilaian


Komponen utama penilaian yang dipakai sebagai pendekatan untuk menilai
pelaksanaan program rumah sakit yaitu ;
1. Kesesuaian yng berkaitan dengan alasan-alasan atau maksud mengadakan
program, rencana kegiatan, pelayanan atau unit-unit.
2. Tinjauan terhadap kemajuan program.

81
3. Daya guna dan hasil guna program.
4. Dampak pelaksanaan program.
Tujuan dari evaluasi program rumah sakit adalah untuk memperbaiki
program-program rumah sakit dan pelayanannya untuk mengantarkan dan
mengarahkan alokasi tenaga dan dana untuk program dan pelayanan yang sedang
berjalan dan yang akan datang.
Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan bukan untuk
membenarkan tindakan yang telah lalu atau sekedar mencari kekurangan-
kekurangan saja.

3. Jenis Evaluasi dan mengukur hasilnya.


Untuk evaluasi program pelayanan rumah sakit pada masyarakat, Dr.
George James (1962) menekankan empat kategori yaitu : Usaha (effort), Penampilan
(performance), Kecukupan penampilan (adequacy of performance),dan Effisiensi
(efficiency), yang oleh Schulberg dkk, disarikan sebagai berikut :
1. Evaluasi usaha (evaluation of effor)
Bagaimana prakte pelaksanaan program dan membandingkan dengan standar
lokal atau internasional, seperti ratio pasien dengan tenaga kesehatan.
2. Evaluasi penam pilan (evalution of performance)
Outcome apa yang telah dihasilkan oleh usaha program? Pendekatan ini
beranggapan bahwa yang diberikan telapelayanan cocok untuk individu-
individu yang dibantu.
3. Kecukupan penampilan (adequacy of performance)
Sampai tingkat apa, masalah total masyarakat diselesaikan oleh program?
Pelaanan yang ditunjukan kepada sedikit masyarakat kurang adequat
dibanding yang ditunjukan masyarakat luas.
4. Evaluasi efisiensi (evalution of efficiency)
Dapatkah hasil akhir yang sama dicapai dengan biaya rendah? Program
penyaringan (screening program) sering dievaluasi dalam hal ini dengan
mempertimbangkan jumlah positif palsu (false positif) dan negaitif palsu (false
negatif) yang dihasilkan program tersebut.
3. Kalasifikasi Penilaian
Dalam klasifikasi lain disebutkan ada dua jenis evaluasi program yaitu
formative evalution dan summative evalution.

82
a. Formative Evaluation
Evaluasi yang dilaksanakan selama program rumah sakit sedang berjalan (sedang
dilaksanakan), dengan tujuan untuk dapat memberikan umpan balik kepada
manajer rumah sakit tentang hasil-hasil yang dicapai serta hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pelaksanaan program rumah sakit . Sehingga dapat diambil
tindakan tertentu dengan segera supaya tujuan rumah sakit dapat dicapai
1. Evaluasi proses
Evaluasi ini dimaksudkan untu memberikan gambaran tentang faktor-faktor
yang menghambat, mendorong, memberikan peluang, dan tantangan
(Strengths, weakness, opportunities, dan threat=SWOT).
2. Dengan metode Program Evaluation Review Tevhnique (PERT) atu CPM
(Critical Path Methode).

b. Summative Evaluation
Evaluasi yang dilaksanakan pada akhir kegiatan program, untuk adapat
melihat keadaan seluruh hasil pelaksanaan program secara keseluruhan, hambatan
yang ada , peluang dan potensi yang ada.
Sasaran evaluasi :
a. Evaluasi Usaha (effort evaluation)
Titik berat evaluasi ini adalah terhadap masukan program (input) yang dapat berupa
kegiatan-kegiatan dan sarana prasarana tanpa melihat output program .
Evaluasi program beranggapan bahwa dengan kegiatan yang sesuai akan mendukung
tercapainya tujuan. Pada dasarnya mempertanyakan tiga hal :
1. Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan program?
2. Sudah sesuaikah kegiatan-kegiatan yang direncanakan?
3. Seberapa jauh kegiatan tersebut dilaksanakan?
Pertanyaan-pertanyaan evaluasi usaha bersifat kualitatif.
b. Evaluasi hasil usaha (performance evaluation)
Evaluasi hasil usaha bersifat kuantitatis misalnya;
a. Frekuensi kegiatan dilaksanakan.
b. Jumlah anak yan diimunisasi.
c. Jumlah vitamin A yang dibagikan.
c. Evaluasi kelayakan usaha (hasil guna) atau efektifitas.

83
Suatu hasil yang diperoleh (tercapai) dibandingkan dengan hasil yang diharapkan
(target) dalam suatu kegiatan tertentu.
Hasil pencapaian
Efektifitas = ----------------------------------------
Hasil yang diharapkan (target)

d. Evaluasi daya guna atau Efisiensi.


Evaluasi Efisiensi dimaksudkan untuk menjawab “apakah sebanding antara hasil
kegiatan atau keluaran (output) yang ada dengan asupan (input) modal yang
disediakan.
Output
Efisiensi = ---------------
Input
Sering kali terdapat kesulitan menyesuaikan ukuran satuan input dan output.
e. Evaluasi Proses.
Evaluasi yang memberikan gambaran tentang faktor kekuatan yang mendukung ,
faktor yang memperlemah, adanya peluang-peluang dan faktor yang menghambat
pencapaian tujuan yang diketahui setelah kegiatan selesai.
f. Evaluasi Dampak Program (Input).
Ditinjau dari dampak program dapat dilaksanakan evaluasi dampak program.
Dengan dilaksanakannya universal child immunization 100 % anak bayi telah
diimunisasi, angka kesakitan dan kematian karena penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi menurun dari 10 % per 1000 anak balita menjadi 2 per1000 anak
balita.

Gambaran perhitungan tentang efektifitas dan efisiensi program.


Untuk dapat memberikan gambaran tentang efektifitas (hasil guna) dan efisiensi
(dayaguna) program kesehatan , beberapa contoh dikemukakan sebagai berikut :
Dalam suatu program kesehatan diperoleh data-data sebagai berikut ;
1. Rencana pembiayaan ( Planned resources expenditure) PR = 20.000.000.
2. Pengeluaran sebenarnya (Actual resources expenditure) AR= 18.000.000.
3. Rencana kegiatan (Planned unit of activities) PA= 500 kegiatan (aktivitas).
4. Kegiatan sesungguhnya (Actual unit of activities) AA= 400 kegiatan.
5. Perkiraan besarnya permasalahan ( Predicted problem size) =PP = 2000 anak
kurang gizi.
6. Besarnya permasalahan sesungguhnya (Actual problem size) AP= 3000 anak
kurang gizi.
84
7. Rencana pencapaian tujuan (Planned ammount of attainmen of objectives)=PO=
1500 anak naik berat badannya.
8. Kenyataan pencapaian tujuan (Actual ammount of attainmen of objectives) =AO=
1000 anak naik berat badanya.
9. Evaluasi kelayakan hasil usaha (efektifitas )

Hasil AO 1000
Efektifitas =------------ = ---------- = ------------x 100% = 66,66 %
Target PO 1500

10.Evaluasi Eisiensi Program

Output AO/AR 1000/18.000.000


Efisiensi = -------------- = --------------= ------------------------x 100% = 73,33 %
Input PO/PR 1500/ 20.000.000

11. Evaluasi Kelayakan Target

PO 1500
=--------- = ---------- x 100 % = 75 %
PP 2000

12.Evaluasi Pencapaian Tujuan

AO 1000
= ---------- = ---------- x 100 % = 33,33 %
AP 3000

Komponen program, kerangka monitoring dan evaluasi


Kerangka monitoring dan evaluasi secara umum digambarkan seperti gambar dibawah ;
Jenis indikator Indikator Indikator Indikator dampak
Indikator input proses output
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dampak atau efek program

Outcomes Impect

Proses Input Proses Output Tujuan Sasaran Tujuan Sasaran


Utama Program Pelaksanaan Program dampak jangka dampak jangka
pendek panjang

---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis-jenis Monitoring * Monitoring Evaluasi Evaluasi Evaluasi
Monitoring Evaluasi terhadap output mengenai mengenai
dan evaluasi Input pelaksanaan Dampak Dampak
Program jangka jangka
*Evaluasi khusus pendek panjang

Gambar 16. Kerangka monitoring dan evaluasi

85
Pengertian-pengertian dalam bagan adalah sebagai berikut ;

g. Beberapa pengertian Indikator


Masukan (Input)
Yaitu komponen atau unsur-unsur program yang diperlukan , termasuk material atau
perlengkapan, peralatan, bahan, anggaran, keuangan, dan sumber daya manusia yang
dipergunakan (Man, money, material, machines, metthod).

Hasil (output)
Hasil-hasil dari suatu kegiatan program khusus seperti Jumlah kunjungan pasien,
jumlah pasien sembuh, jumlah pasien meninggal, jumlah pegawai yang ikut pelatihan,
jumlah bayi, anak dan bu hamil yang berhasil dimunisasi, BOR, AvLOS, dan
sebagainya.

Dampak jangka pendek (Outcomes)


Merupakan dampak langsung dari keberhasilan program atau pengaruh-pengaruh dari
hasil program, seperti jumlah anak-anak yang terhindar dari penyakit diare akibat
program cuci tangan.

Dampak jangka panjang (Impact)


Dampak jangka panjang biasanya sukar diukur, merupakan hasil akhir dari
keseluruhan proses sejak dari tersedianya imput sampai outcomes. Yang selanjutnya
menghasilkan dampak kegiatan yang diinginkan.

Indikator Input
Indikator masukan atau input seperti tersedianya tenaga kesehatan, tersedianya
anggaran kesehatan, perlengkapan, obat-obatan yang diperlukan, dan tersedianya
metode penangan penyakit, standard operatig procedure klinis dan sebagainya.

Indikator proses
Dipandang dari sudut manajemen yang diperlukan adalah pelaksanaan dari pada
fungsi-fungsi manajemen seperti : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pemantauan, pengendalian, dan penilain.

86
Secara khusus dalam proses pelayanan kesehatan berkaitan dengan upaya peningkatan
mutu asuhan kesehatan termasuk Quality Assurance ( menjaga mutu).

Indikator output (hasil Program)


Merupakan ukuran-ukuran khusus (kuantitas) bagi output program seperti jumlah
puskesmas yang berhasil dibangun, jumlah kader gizi yang terlatih, jumlah anak yang
diimunisasi, jumlah MCK yang dibangun, panjang pipa air yang berhasil dipasang dan
sebagainya. Jumlah orang yang diobati atau kunjungan yang mendapat pelayanan
kesehatan.
Adanya perbaikan kualitas pelayanan termasuk kemampuan diagnostik penyakit,
pengobatan, dan sebagainya.

Indikator outcomes (dampak jangka pendek)


Adalah ukuran-ukuran dari berbagai dampak program seperti meningkatnya derajat
kesehatan anak balita, menurunnya angka kesakitan.

Indikator impact (dampak jangka panjang)


Seperti angka kematian bayi, angka kematian ibu, meningkatnya status gizi anak dan
sebagainya. Istilah-istilah tersebut sering kali tidak dibedakan antara dampak jangka
pendek (Outcomes) dan dampak jangka panjang (impact).

87
BAB X
INDIKATOR PELAYANAN RUMAH SAKIT
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut
bersumber dari sensus harian rawat inap :
a. Cara Perhitungan BOR, AVLOS, TOI, BTO

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)


BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient
bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR
adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Tempat tidur yang
dimaksud adalah tempat tidur diruang rawat inap, sedangkan tempat tidur di UGD tidak
dihitung. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
(Jumlah hariperawa tan rumah sakit)
BOR  x 100%
(Jumlah tempat tidur x Jumlah hari dalam satu periode)

Atau ; HP

------------- x 100

TT x Per

Keterangan : HP = Jumlah hari perawatan

TT = Jumlah tempat tidur tersedia

Per = periode tertentu

2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient
discharged during the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes RI (2005)
adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran
tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada
diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum
nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :

88
(Jumlah lama dirawat)
avLOS 
(Jumlah pasien keluar (hidup  mati))

Atau :
Versi 1 : Versi 2 :
O x Per HP
------------- ---------
D D

Keterangan : Keterangan :
O = rata-rata TT terisi (average H = Jumlah hari perawatan
of occupied beds) D = Jumlah pasien keluar (discharges)
Per = periode tertentu
D = Jumlah pasien keluar (discharges)

O = A x BOR

Keterangan :
A = rata-rata TT yang siappakai (avarage of available beds)
BOR =Persentase TT terisi (bed occupancy rate)

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((Jumlah tempat tidur x Periode) - Hari perawatan)
TOI 
(Jumlah pasien keluar (hidup  mati))

Versi 1 Versi 2 Versi 3

(A-O)x Per { Kapastas –(BORxTT)}x Per (TtxPer).HP

D D D

Keterangan Keterangan Keterangan

A = rata-rata TT yang siap BOR = persentase TT terisi HP = Jumlah hari


pakai (average of (bed occupancy rate) perawatan
available beds) TT = jumlah tempat tidur
O = rata-rataTT terisi
(average of available beds)
Per = periode tertentu
D = julah pasien keluar (discharges)
89
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
BTO menurut Huffman (1994) adalah “...the net effect of changed in occupancy rate and
length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur
pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya
dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup  mati)
BTO 
Jumlah tempat tidur

atau :

5. NDR (Net Death Rate)


NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-
tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah
sakit.
Rumus :
(Jumlah pasien mati  48 jam)
NDR  x 1000 0 /
(Jumlah pasien keluar (hidup  mati)) 00

6. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar.
Rumus :
(Jumlah pasien mati seluruhnya )
GDR  x 1000 o /
(Jumlah pasien keluar (hidup  mati)) oo

b. GRAFIK BARBER JOHNSON


1). Pengertian Grafik Barber Johnson
Pada Tahun 1973, Barry Barber, M.A., PhD., Finst P., AFIMA dan David
Johnson, M.Sc dengan cara merumuskan dan memadukan empat parameter indikator
untuk memantau dan menilai tingkat efisiensi penggunaan Tempat Tidur suatu
90
bangsal perawatan di unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas Rawat
Inap atau Klinik Rawat Inap).
Empat parameter Indikator yang digunakan dalam membuat Grafik Barber Johnson
adalah :
• BOR ( Bed Occupancy Ratio)
• ALOS (Average Length Of Stay)
• TOI (Turn Over Interval)
• BTO ( Bed Turn Over)
Terdapat empat garis bantu yang dibentuk oleh empat parameter Grafik Barber
Johnson, yaitu :
1. TOI pada umumnya menjadi sumbu horizontal.
2. AvLOS pada umumnya menjadi sumbu vertikal.
3. Garis bantu BOR merupakan garis yang ditarik dari pertemuan sumbu
horizontal dan vertikal , yaitu titik 0,0 dan membentuk seperti kipas.
4. Garis bantu BTO merupakan garis yang ditarik dan menghubungkan posisi
nilai AvLOS dan TOI yang sama.
c. Parameter Grafik Barber Johnson
Keempat parameter yang dipadukan tersebut BOR (Bed Occupancy Rate),
AvLOS (Average Length Of Stay), TOI (Turn Over Interval), dan BTO (Bed Turn
Over). Perpaduan keempat parameter tersebut diwujudkan dalam bentuk Grafik
Barber Johnson (BJ). (Sudra, Rano I.2008)
Berikut keempat parameter dan penjelasannya :

a. BOR (Bed Occupancy Rate / percentage bed occupanpcy)


Bed Occupancy Rate (BOR) merupakan angka yang menunjukkan
presentase tingkat penggunaan Tempat Tidur pada satuan waktu tertentu di Unit
Rawat Inap (bangsal). Standard nilai ideal menurut Barber Johnson untuk BOR 70 –
85 %. (Sudra, Rano I.2008)
Apabila nilai BOR lebih dari 85 % maka pelayanan yang dijalankan oleh dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lain kurang efektif, hal tersebut dapat dikarenakan :
 Beban kerja tinggi
 Ruang kerja terbatas namun penggunaan Tempat Tidur yang berlangsung secara
terus – menerus.
 Meningkatnya kualitas pasien memperoleh perawatan yang layak dibutuhkannya.

91
 Memperpanjangkan masa penyembuhan pasien.
Adapun rumus Bed Occupancy Rate ( BOR ) :
Manfaat penghitungan BOR yaitu untuk mengetahui tingkat penggunaan
Tempat Tidur suatu rumah sakit. Angka BOR yang rendah kurangnya penggunaan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat.

b. AvLOS (Average Length Of Stay)


Average Length Of Stay disebut juga lama dirawat merupakan jumlah hari
kalender dimana pasien mendapatkan perawatan rawat inap di rumah sakit, sejak
tercatat sebagai pasien rawat inap (admisi) hingga keluar dari rumah sakit
(discharge). Kondisi pasien keluar bisa dalam keadaan hidup maupun mati. Jadi
pasien yang belum keluar dari rumah sakit belum bisa dihitung hari Lama
dirawatnya. NilaI ideal untuk AvLOS adalah ± 3 – 12 hari. (Sudra, Rano I.2008)
Total dari lama hari rawat dapat diartikan sebagai jumlah hari rawat yang
didapat pada pasien, sampai pasien keluar hidup atau meninggal.

c. TOI (Turn Over Interval)


Turn Over Interval menunjukkan rata-rata jumlah hari sebuah Tempat Tidur
tidak ditempati pasien. Hari “Kosong” ini terjadi antara saat Tempat Tidur yang
ditinggalkan oleh seorang pasien sehingga digunakan lagi oleh pasien
berikutnya. Nilai ideal Turn Over Interval (TOI): 1-3 hari (Sudra, Rano I. 2008)

d. BTO (Bed Turn Over)


Bed Turn Over atau Troughput merupakan rerata jumlah pasien yang
menggunakan setiap Tempat Tidur dalam periode tertentu. Nilai BTO sangat
membantu dalam menilai tingkat penggunaan Tempat Tidur karena dalam dua
periode bisa diperoleh angka BOR yang sama tetapi angka BTO berbeda. Nilai
ideal Bed Turn Over (BTO) minimal 30 pasien dalam periode 1 tahun. Artinya,
1 Tempat Tidur diharapkan digunakan 30 pasien dalam 1 tahun, berarti 1 pasien
rata – rata dirawat selama 12 hari. Hal ini sejalan dengan nilai standar ideal
AvLOS yakni 3 – 12 hari. (Sudra, Rano I. 2008)

92
d. Cara membuat Grafik Barber Johnson
Ketentuan-ketentuan yang harus diingat waktu membuat Grafik
Barber Johnson yaitu :
1. Skala pada sumbu horisontal tidak harus sama dengan skala sumbu vertikal.
2. Skala pada suatu sumbu harus konsisten.
3. Skala pada sumbu horizontal dan vertical dimulai dari angka 0 dan
berhimpit membentuk koordinat 0,0.
4. Judul grafik harus secara jelas menyebutkan nama Rumah Sakit, nama
bangsal (bila perlu), dan periode waktu.
5. Garis bantu BOR dibuat dengan cara :
 Tentukan nilai BOR yang akan dibuat garis bantunya, misalnya BOR 75 %.
 Tentukan koordinat titik bantu BORnya sesuai nilai BOR tersebut, misalnya
untuk BOR 75 % maka koordinat titik bantunya adalah :
AvLOS = nilai BOR di bagi 10 = 75/10 = 7,5
TOI = 10 – nilai AvLOS = 10 – 7,5 = 2,5.
 Tarik garis mulai dari koordinat 0,0 melewati titik bantu BOR tersebut.
 Beri keterangan garis tersebut, misalnya garis tersebut adalah BOR 75 %
6. Garis bantu BTO dibuat dengan cara :
 Tentukan nilai BTO yang akan dibuat garis bantunya, misalnya BTO = 10
 Tentukan titik bantu disumbu AvLOS dan TOI(nilainya sama), dengan cara :
Titik bantu = (jumlah hari dalam periode tertentu) dibagi (nilai BTO)
= 30/10 = 3. Jadi lokasi titik Bantu BTO di AvLOS = 3 dan TOI = 1.
 Tarik garis yang menghubungkan kedua titik bantu tersebut.
 Beri keterangan garis tersebut.
7. Daerah efisien dibuat dan merupakan daerah yang dibatasi oleh
perpotongan garis :
 TOI = 1
 TOI = 3
 BOR = 75%
 AvLOS=12
e. Manfaat Grafik Barber Johnson
1. Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan Tempat Tidur dari suatu unit
dari waktu ke waktu dalam periode tertentu.

93
2. Memonitor perkembangan pencapaian target efisiensi penggunaan Tempat
Tidur yang telah ditentukan dalam suatu periode tertentu.
3. Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan Tempat Tidur antar unit
dalam periode tertentu memantau dampak dari suatu penerapan kebijakan
terhadap efisiensi penggunaan Tempat Tidur.
4. Mengecek kebenaran laporan hasil perhitungan empat parameter efisiensi
penggunaan Tempat Tidur

f. Grafik Barber Johnson - Daerah Efisiensi - Statistik Rumah Sakit


Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang juga mengedepankan pelayanan
sebaik-baiknya kepada masyarakat. Rumah sakit dapat diibaratkan sebagai sebuah
perusahaan. Untuk itu, Rumah sakit juga memerlukan sebuah manajemen yang
baik sehingga kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan baik. Dalam hal tersebut
rumah sakit memerlukan beberapa indikator untuk mengetahui efisiensi dari
penggunaan sumberdaya yang dimiliki. Pada tulisanku kali ini kita akan
membahas mengenai Grafik Barber Johnson .

Grafik Barber Johnson merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat
efisiensi pengelolaan rumah sakit. Grafik barber Johnson sendiri diperoleh dari
hasil perhitungan beberapa data statistic rumah sakit. Dan dalam hal ini, tentu saja
medical recorder memegang peran penting. Beberapa data statistic tersebut antara
lain:

BOR – berfungsi untuk mengetahui seberapa jauh RS digunakan oleh masyarakat


dan seberapa jauh masyarakat menggunakan pelayanan rawat inap. BOR ini akan
sangat penting dalam pengambilan keputusan perencanaan rumah sakit.
BOR, AvLOS, TOI, dan BTO – merupakan indikator yang digunakan untuk
menilai efisiensi pengelolaan RS. Selain itu merupakan dasar dalam menemukan
kemungkinan-kemungkinan sebab ketidakefisiensian untuk perbaikan selajutnya.
Untuk menilai efisiensi dibutuhkan keempat data tersebut, atau dengan kata lain

bukan hanya salah satu data yang digunakan untuk menilai efisiensi.

Function of Barber Johnson chart antara lain:


a. Untuk perbandingan efisiensi dalam kurun waktu tertentu
b. Memonitor terhadap standar/target yang telah ditentukan
94
c. Perbandingan efisiensi antar ruang
d. Mengecek kesesuaian laporan

Grafik BOR makin dekat dengan sumbu Y maka BOR semakin tinggi, grafik BTO
mendekati titik sumbu maka pasien keluar makin tinggi, apabila TOI tetap, AvLOS
berkurang, BOR akan turun
Batasan nilai efisien
BOR – 75%-85%
TOI – 1-3 hari
AvLOS – 3-12 hari
BTO >30
Apabila titik temu antara BOR, AvLOS, TOI dan BTO berada di luar daerah
efisiensi maka system kurang efisien.
Bagaimana menggambarkan daerah batas-batas efisiensi pada diagram
kartesius secara manual dan konsepsi perhitunganya. Berikut ini penjelasannya.
Pembuatan Garis BOR 75% dilakukan dengan mencari angka Avlos dan TOI nya.
Pencarian dilakukan dengan persamaan-persamaan berikut:
Kita Umpamakan
A adalah TT tersedia
O adalah Rata TT terisi dan
D adalah jumlah pasien keluar
TOI = T
AvLOS = L
Jika BOR 75% maka rata-rata penggunaan tempat tidur (TT) adalah sebesar = 75/100 =
3/4 A, sehingga L= (O x 365/D) atau L= 3/4 A x (365/D), sedangkan T=(A-O) x (365 /D)
T =(A-(3/4)A) x (365/D) = T = ¼ A x (365/D)
Dari hal ini perlu kita ingat bahwa L=T, sehingga L:T = ¾ A x (365/D) : ¼ A x (365/D),
Jadi L:T = ¾ : ¼ = L:T = 3:1
Sehingga angka L adalah 3 dan T adalah 1. Angka ini dimasukkan dalam
diagram kartesius dimana x adalah L atau sebesar 1 sedangkan y adalah T atau sebesar 3.
Titik tersebut dapat ditarik garis lurus dari titik potong sumbu x dan y ke tak terhingga
yang merupakan Garis BOR 75%

95
Perpotongan antara BOR 75% dengan batas-batas TOI ( 1hingga 3 hari) dan
AvLOS (1 hingga 12 hari) membentuk daerah efisiensi (efficiency area) diatas. Daerah
efisiensi tersebut merupakan pedoman untuk melihat efisensi pengelolaan RS nantinya.

Apabila titik perpotongan antara BOR dan BTO berada diluar area tersebut maka
dikatakan kurang efisien.

Grafik ini menggambarkan 4 parameter dalam satu grafik, yaitu LOS, TOI, BOR
dan BTO.

Menggambarkan 4 parameter dalam satu grafik, yaitu LOS, TOI, BOR dan BTO, dalam
grafik ini sumbu datarnya adalah TOI dan Sumbu tegaknya LOS.
Pada grafik juga ada garis BOR ( BOR 50%, 70%, 80% dan 90%) dan garis BTO (BTO
30, 20, 15 dan 12,5).
Menggambar garis BOR dan BTO

96
97
menggambar garis BTO 30. 20, 15 dan 12,5
Grafik ini menggambarkan 4 parameter dalam satu grafik, yaitu LOS, TOI, BOR
dan BTO.
Grafik ini bisa digunakan untuk menggambarkan perkembangan empat
parameter tersebut dari tahun ke tahun ( Grafik BJ RS Sehat Selalu Tahun 2005 –
2010) dan bisa juga perbandingan antara satu unit dengan unit yang lain (Grafik BJ
RS Sehat Selalu Menurut Ruang Rawat Inap Tahun 2010).

Dalam grafik ini sumbu datarnya adalah TOI dan Sumbu tegaknya LOS.
Pada grafik juga ada garis BOR ( BOR 50%, 70%, 80% dan 90%) dan garis BTO
(BTO 30, 20, 15 dan 12,5).
Menggambar garis BOR dan BTO
Ingat :

Hari Perawatan Hari Perawatan


BOR = ———————- LOS = ———————
Jumlah TT x 365 Pasien Keluar

(Jumlah TT x 365) – HP Pasien Keluar


TOI = —————————— BTO = ————————-
Pasien Keluar Jumlah TT

TT adalah Tempat Tidur dan 365 adalah Jumlah Hari dalam 1 Tahun
Jika BOR = 50 %, artinya :
Hari Perawatan 50
BOR = ———————- = ——–
Jumlah TT x 365 100
98
Jadi : Hari Perawatan = 50, dan (Jumlah TT x 365) = 100
Masukkan nilai tsb ke rumus LOS dan TOI, hasilnya :

Hari Perawatan 50
LOS = ————————– = —————–
Pasien Keluar Pasien Keluar

(Jumlah TT x 365) – HP 100 – 50 50


TOI = ————————— = ————— = ——————
Pasien Keluar Pasien Keluar Pasien Keluar

Persamaan garis BOR 50% adalah LOS = TOI


Selanjutnya dengan cara yang sama didapatlah :
Persamaan garis BOR 70% adalah 3(LOS) = 7(TOI)
Persamaan garis BOR 80% adalah LOS = 4(TOI)
Persamaan garis BOR 90% adalah LOS = 9(TOI)

Selanjutnya menggambar garis BTO 30. 20, 15 dan 12,5


Hari Perawatan
LOS = ————————–
Pasien Keluar

(Jumlah TT x 365) – HP (Jumlah TT x 365) HP


TOI = ————————— = ————————- – ————
Pasien Keluar Pasien Keluar Pasien Keluar

(Jumlah TT x 365)
TOI = ———————– – LOS
Pasien Keluar

(Jumlah TT x 365)
TOI + LOS = ———————–
Pasien Keluar

BTO 30

Pasien Keluar 30
BTO = ————————- = ———–
Jumlah TT 1

Pada BTO 30 , Pasien keluar = 30 dan Jumlah TT=1

Jadi persamaan garis BTO 30 adalah :

99
TOI + LOS = 365 : 30 = 12,16

TOI + LOS = 12,16

Dengan cara yang sama didapat :

Persamaan garis BTO 20 —–> TOI + LOS = 18,25

Persamaan garis BTO 15 —–> TOI + LOS = 24,3

Persamaan garis BTO 12,5 —–> TOI + LOS = 29,2

Selanjutnya kita menggambarkan daerah yang efisien, yaitu daerah yang


dibatasi TOI ≥ 1 dan TOI ≤ 3, serta

BOR ≥ 75%

Pertanyaan ?:
Bila suatu Rumah Sakit BORnya meningkat dari 60% menjadi 80%, tentu
orang akan menilai baik. Jika hanya nilai BOR jadi patokannya oke-oke saja, tapi
kalau kita lihat ternyata ada data lain yang tidak tercantum dalam Grafik, misalnya
Tempat Tidurnya menurun dari 200 TT menjadi 100 TT. Bagaimana…….?
Atau suatu Rumah Sakit menurut grafik BJ terletak pada daerah yang efisien,
tetapi nilai LOSnya 12 hari, Bagaimana..?
Atau banyak yang lain, karena prinsip dasarnya Grafik BJ tidak membatasi
LOS pada daerah yang efisien, bisa aja LOS 15 hari itu efisien menurut grafik BJ.
Selain itu Grafik ini hanya dapat digunakan pada kondisi umum, tidak bisa
diterapkan untuk semua.
g. Indikator Grafik BJ:
• Untuk melihat penggunaan sumber daya
• Untuk tindakan perbaikan
• Untuk menjamin bahwa pengorbanan berdaya guna bagi kesejahteraan
pasien dan masyarakat

h. Manfaat Grafik BJ
• Memonitor kegitan dan perbandingan dalam kurun waktu tertentu
• Memonitor perkembangan pencapaian target efisiensi penggunaan TT yg
telah ditentukan dlm suatu periode tertntu.
• Perbandingan tingkat efisiensi penggunaan TT anter unit
• Mengecek kesalahan laporan
100
i. Rumus-rumus Indikator Pelayanan Rumah Sakit
1. BOR
 Persentase pemakaian tempat tidur pada periode tertentu
 Rumus :

 BOR ideal = 60 – 85 %
 Bila lebih dr 85 % :

 Pelayanan yg dijalankan dokter, perawat dll kurang efektif,


karena beban kerja tinggi
 Ruang kerja terbatas
 Penggunanaan yg berlebihan fasilitas sumber daya
 Meningkatkan kesulitan pasien memperoleh perawatan yg
layak yg dibutuhkan
 Perpanjangan masa penyembuhan

2. AvLOS
• Rata-rata jumlah hari pasien rawat inap tinggal di rumah sakit
(hari). Tidak termasuk bayi baru lahir
• Rumus :

• Ideal : 6 – 9 hari

3. TOI
• Rata-rata hari tempat tidur tersedia pada periode tertentu yang
tidak terisi antara pasien keluar / meninggal dan pasien masuk
• Rumus :

• Ideal : 1 – 3 hari
101
4. BTO (Angka perputaran TT)
• Berapa kali satu TT dipakai oleh pasien pada periode tertentu
• Rumus :

• Ideal : 1 tahun = 40-50 kali

Terdapat empat garis bantu yg dibentuk olh 4 parameter


• TOI pada umumnya mjd sumbu horisontal
• AvLos pada umumnya mjd sumbu vertikal
• Garis bantu BOR mrp garis yg ditarik dr pertemuan sumbu horisontal dan
vertikal, yaitu titik 0,0 dan membentuk seperti kipas
• Garis bantu BTO mrp garis yg ditarik dan menghubungkan posisi nilai aLos dan
TOI yg sama

102
j. Makna Grafik BJ :
• Grafik BOR makin dekat sumbu Y ordinat BOR makin tinggi
• Makin dekat grafik BTO dg titik sumbu pasien keluar per TT makin tinggi
jumlahnya
• Rata-rata tenggangya perputaran ( TOI ) tetap, AvLOS berkurang, BOR akan
turun

k. Cara membuat Grafik BJ


• Skala pd sumbu horisontal tdk harus sama dengan skala sumbu vertikal
• Skala pada suatu sumbu harus konsisten
• Skala pada sumbu horisontal dan vertikal dimulai dr angka 0 dan berhimpit
membentuk koordinat (0,0)
• Judul grafik harus jelas menyebutkan nama RS, nama bangsal (bila perlu), dan
periode waktu
• Garis bantu BOR dibuat dg cara menentukan ordinat titik bantu yaitu LOS dan
TOI
• Garis bantu BTO dibuat dg cara menetukan ordinat titik bantu yaitu LOS dan TOI
(nilai sama)
• Daerah efisien dibuat dan mrp daerah yg dibatasi oleh perpotongan garis : T
OI = 1,, TOI = 3,, BOR = 75%,, LOS = 12

l. Cara Menggunakan Grafik BJ


• Siapkan data yg dibutuhkan untuk menghitung keempat parameter untuk peroide
yg akan dibuat grafiknya
• Hitung nilai BOR, aLOS, TOI dan BTO untuk periode tsb
• Tentukan titik BJ dalam grafik BJ perpotongan dari keempat parameter tsb.
• jika perhitungan keempat parameter benar mk seharusnya keempat garis bantu itu
akan berpotongan disatu titik.

m. Cara membaca Grafik BJ


• Untuk membaca grafik BJ lihatlah posisi titik BJ terhadap daerah efisien
• Apabila titik BJ terletak didalm daerah efisien berrti penggunaan TT pada
periode yg bersangkutan sudah efisien begitu juga sebaliknya bila titik BJ

103
diluar daerah efisien berarti penggunaan TT pd periode trsbt blum efisien

TOI tinggi BOR rendah


Kurang informasi kepada masyarakat
Upaya perbaikan :
1. Promosi
2. Meningkatkan pelayanan
3. Realokasi TT
Penata laksanaan bagian penerimaan pasien

5. GDR : GROSS DEATH RATE


Angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar

Angka dianjurkan kurang dari 45 per 1000

6. NDR : NET DEATH RATE


Angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar.Indikator
ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit

Angka dianjurkan kurang dari 25 per 1000 penderita keluar

104
105
BAB XI
PERHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA PERAWAT/
TENAGA KESEHATAN RUMAH SAKIT
A. Cara rasio
Metoda ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal
yang diperlukan.Metoda ini paling sering digunakan karena sederhana dan
mudah.Metoda ini hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa
mengetahui produktivitas SDM rumah sakit,da kapan personal tersebut dibutuhkan oleh
setiap unit atau bagian rumah sakit yang mebutuhkan.Bisa digunakan bila: kemampuan
dan sumber daya untuk prencanaan personal terbatas,jenis,tipe, dan volume pelayanan
kesehatan relatif stabil.Cara rasio yang umumnya digunakan adalah berdasarkan surat
keputusan menkes R.I. Nomor 262 tahun 1979 tentang ketenagaan rumah sakit,dengan
standar sebagai berikut :

Tipe RS TM/TT TPP/TT TPNP/TT TNM/TT


A&B 1/(4-7) (3-4)/2 1/3 1/1
C 1/9 1/1 1/5 ¾
D 1/15 ½ 1/6 2/3
Khusus Disesuiakan
Keterangan :
TM = Tenaga Medis
TT = Tempat Tidur
TPP = Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP = tenaga para medis non perawatan
TNP = tenaga non medis
Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah
sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif
perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
B. Cara Demand
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga mennurut kegiatan yang
memang nyata dilakukan oleh perawat. Menurut Tutuko (1992) setiap klien yang masuk
ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:

1. untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit

106
2. untuk kasus mendesak : 71,28 menit
3. untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit
Hasil penelitian di rumah sakit di Filipina, menghasilkan data sebagai
berikut:
No Jenis pelayanan Rata – rata jam
perawatan / hari
1 Non bedah 3,4
2 Bedah 3,4
3 Campuran bedah dan non bedah 3,5
4 Pos partum 3,0
5 Bayi baru lahir 2,5
6 Anak 4

Konversi kebutuhan tenaga adalah seperti pada perhitungan cara Need.


Penghitungan Tenaga Keperawatan dan Bidan di Rumah Sakit
Perencanaan Ketenagaan Keperawatan
Standar ketenagaan Perawat dan Bidan di Rumah Sakit, berdasarkan Dirjen Tan Med
Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga dan bidan menurut Direktorat peleyanan
keperawatan Dirjen Yan Med Depkes RI (2001) dengan memperhatikan unit kerja yang
ada pada masing-masing rumah sakit.
Rumah Sakit kelas C, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, terdiri dari pelayanan
asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. Perbandingan tenaga keperawatan dan
tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan
di Rumah Sakit.

Model pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut :


a. Rawat Inap
Berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungan berdasarkan :
- Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
- Rata-rata pasien perhari
- Jumlah perawatan yang diperlukan / hari/pasien
- Jumlah perawatan yang diperlukan/ruangan/ hari
- Jumlah kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam perhari

Contoh perhitungannya
107
Tabel 1. Cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan bidan.
Rata-rata jam
Rata-rata Jumlah jam perawatan/
No Jenis kategori perawatan pasien
pasien/ hari hari (c x d)
/ hari *
A B C D E
1 Pasien P. dalam 10 3,5 35
2 Pasien bedah 8 4 32
3 Pasien gawat 1 10 10
4 Pasien anak 3 4,5 13,5
5 Pasien kebidanan 1 2,5 2,5
Jumlah 23 93,0

Keterangan :
 berdasarkan penelitian dari luar negeri
Jadi jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:
Rumus :
Jumlah jam perawatan 93
(a) --------------------------- = --------- = 13 perawat
Jumlah keja efektif 7

Untuk prhitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan :

b. Hari Libur/ Cuti/ Hari besar (loss day)


Rumus:

Jumlah hari minggu dalam setahun + cuti + hari besar


(b) ---------------------------------------------------------------- x jumlah perawat tersedia =
Jumlah hari kerja efektif

52 + 12 + 14
---------------- x 13 = 3,5
286

c. Perawat atau bidan yang mengerjakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing jobs)


Seperti : membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat
makan pasien, dll, diperlukan 25 % dari jam pelayanan keperawatan.
Rumus :

(c) (Jumlah tenaga perawat + loss day) x 25 % = (13 + 3,5) x 25 % = 4,1

Jadi jumlah tenaga yang diperlukan = Tenaga yang tersedia + Faktor koreksi

108
Yaitu : (a) +{ (b) + (c) } = 13 +{3,5 + 4,1) = 20,6 (dibulatkan jadi 21 orang
Perawat/bidan).

Tingakat ketergantungan pasien


Pasien diklasifikasikan berdasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/
asusan kebidanan, meliputi :
a. Asuhan keperawatan minimal
b. Asuhan keperawatan sedang
c. Asuhan keperawatan agak berat
d. Asuhan keperawatan maksimal
Contoh kasus :

Tabel 2. Jumlah perawat yang dibutuhkan di ruangan berdasarkan derajat


ketergantungan pasien

No Kategori* Rata-rata jml Jml jam perawat/ Jml jam perawatan


pasien/ hari ruangan/ hari
hari**
(c x d)

a b C D e
1 Askep Minimal 7 2,00 14,00
2 Askep sedang 7 3,08 21,56
3 Askep agak berat 11 4,15 45,65
4 Askep maksimal 1 6,16 6,16
Jumlah 26 15,39 87,37

Keterangan :
* : uraian ada pada model Gillies di halaman depan
** : berdasarkan penelitian di luar negeri

Rumus : Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah

Jumlah jam perawatan ruanagan /hari 87,37


---------------------------------------------- + faktor koreksi = -------- = 12,5 perawat
Jam kerja efektif perawat 7

Ditambah (faktor koreksi) dengan :


Loss day:

52 + 12 + 14
------------------ x 12,5 = 3,4
286

Non-nursing job 25 %

109
(Jumlah tenaga perawat + loss day)= (12,5 + 3,4) x 25 % = 3,9

Jadi jumlah tenaga yang diperlukan = tenaga yang tersedia + faktor koreksi

= 12,5 + 3,4 + 3.9 = 19,8 ( dibulatkan menjadi 20 orang perawat/ Bidan)

d. Jumlah tenaga untuk kamar operasi


Dasar perhitungan tenaga di kamar operasi :
 Jumlah dan jenis operasi
 Jumlah kamar operasi
 Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam perhari) pada hari kerja
 Tugas perawat di kamar operasi: instrumentor, perawat sirkulasi (2 orang/ tim)
Tingkat ketergantungan pasien:
1) Operasi besar : 5 jam/ operasi
2) Operasi Sedang : 2 jam/ operasi
3) Operasi kecil : 1 jam/ operasi
(Jumlah Jam perawatan / hari x ml. Operasi) jml perawat dalam tim x 2
----------------------------------------------------------------------------------
Jam kerja efektif/hari

Contoh kasus :
Dalam satu rumah sakit terdapat 30 operasi perhari, dengan perincian :
- Operasi besar : 6 orang
- Operasi sedang : 15 orang
- Operasi kecil : 9 orang

Cara perhitungan :
{(6 x 5 jam) + (15x 2) + (9 x 1)}
-------------------------------------- x 2 + 1 (perawat cadangan inti) =10 + 3 = 13
7 jam

e. Di Ruangan penerimaan
Ketergantungan pasien di ruang penerimaan : 15 menit
Ketergantungan di RR : 1 Jam
1,15 x 30
----------------- = 4,92 ( dibulatkan 5 orang)
7 jam

Perhitungan diatas dengan kondisi : alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh CSSD

f. Jumlah tenaga di Instalasi Gawat Darurat


Dasar perhitungan di gawat darurat adalah :
 Rata-rata jumlah pasien perhari.

110
 Jumlah jam perawatan perhari
 Jam efektif perhari
Contoh kasus :
Rata-rata jumlah pasien perhari =5
Jumlah jam perawatan perhari = 4 jam
Jam efektif perhari = 7 jam
Jadi kebutuhan tenaga perawat di IGD :
50 x 4 loss day ( 78x29)
--------------- =28,6 = 29 orang + ----------------------- = 29 +8 orang = 37 orang
7 286

g. Critical Care
Rata-rata jumlah pasien perhari = 10
Jumlah jam perawatan perhari = 12 . Jadi Jumlah kebutuhan tenaga perawat di
critical care :
10 x 12 loss day (78 x 17)
--------------- = 17 orang + ----------------------------- = 17 + 5 orang = 22 orang
7 285

h. Rawat Jalan
Jumlah pasien perhari = 100
Jumlah jam perawatan perhari = 15
Jadi kebutuhan tenaga perawat di rawat jalan :
100 x 15 1500
--------------= ---------- = 4 orang + koreksi 15 %( 4x15 %) = 4 orang + 0,6
7x 60 420
= 4 + 0,6 = 4,6 = 5 orang

i. Kamar Bersalin
Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan mencakup kala I sampai dengan
kala IV = 4 jam/ pasien.
Jam efektif kerja bidan 7 jam/ hari
Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang
Contoh : jumlah bidan yang diperlukan adalah :
10 x 4 jam loss day ( 78 x 6)
---------------- = 5,7 = 6 orang + ------------------------ = 6 + 2 = 8 orang
7 286

Perhitungan Tenaga Keperawatan cara Demand


111
Perencanaan Ketenagaan Keperawatan Tags: bayi baru lahir, bedah, need, tenaga
keperawatan
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang nyata
dilakukan oleh perawat. Menurut Tutuko (1992) setiap klien yang masuk ruang gawat
darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut :
- Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit
- Untuk kasus mendesak : 71,28 menit
- Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit
Hasil penelitian di rumah sakit di Filipina, menghasilkan data sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil penelitian di rumah sakit di Filipina


Jenis Pelayanan Rata-rata jam perawatan/
perpasien/hari
- non bedah 3,4
- bedah 3,5
- campuran bedah dan non 3,5
bedah 3,0
- post partum 2,5
- bayi baru lahir
Konversi kebutuhan tenaga adalah seperti pada perhitungan cara Need (cari disini)

C. Cara Gillies
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan teanaga keperawatan di
satuy unit perawatan adalah sebagai berikut:
Keterangan :
A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = rata-rata jumlah pasien /hari
C= Jumlah hari/tahun
D = Jumlah hari libur masing-masing perawat
E = jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

112
Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan,
yaitu:
a) Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan
secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien padfa perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti
Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam
perhari sedangkan untuk:
 self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
 partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
 Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
 Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
b) Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan,
memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca
catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit
(Gillies, 1989, h 245) = 38 menit/ klien/ hari, sedangkan menurut Wolfe & Young
(Gillies, 1989, h. 245) = 60 menit/ klien/ hari dan penelitian di Rumah Sakit John
Hpokins dibutuhkan 60 menit/ pasien (Gillies, 1994)
c) Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas, pengobatan
serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1994), waktu yang
dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ klien/ hari.
 Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatau unit
berdsasarkan rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan
rumus:
o Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100%
o Jumlah tempat tertentu x 365
o Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari
 Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu= 52
hari dan hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat,
kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya,
hari libur nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari.

113
 Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja
efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggu maka
40/6 jam = 6,6 jam perhari)
 Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah
20% (untuk antisiapasi kekurangan/ cadangan)
D. Metoda Formulasi Nina
Nina (1990) menggunakan lima tahapan dalam menghitung kebutuhan
tenaga. Contoh pengitungannya:
Hasil observasi terhadap RS A yang berkapasitas 300 tempat tidur, didapatrkan
jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 60 %, sedangkan rata-rata jam perawatan
adaalah 4 jam perhari. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah
kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:

 Tahap I : Dihitung A = jumlah jam perawatan klien dalam 24 jam per klien. Dari
contoh diatas A= 4 jam/ hari
 Tahap II : Dihitung B= jumlah rata-rata jam perawatan untuk sekuruh klien dalam
satu hari. B = A x tempat tidur = 4 x 300 = 1200
 Tahap III : Dihitung C= jumlah jam perawatan seluruh klien selama setahun.
C= B x 365 hari = 1200 x 365 = 438000 jam
 Tahap IV : Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan
selama setahun. D= C x BOR / 80 = 438000 x 180/ 80 = 985500
Nilai 180 adalah BOR total dari 300 klien, dimana 60% x 300 = 180.
Sedangkan 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
 Tahap V : Didapat E= jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan.
E= 985500/ 1878 = 524,76 (525 orang)
Angka 1878 didapat dari hari efektif pertahun (365 – 52 hari minggu = 313 hari)
dan dikalikan dengan jam kerja efektif perhari (6 jam)

E. Metoda hasil Lokakarya Keperawatan


Menurut hasil lokakarya keperawatan (Depkes RI 1989), rumusan yang dapat
digunakan untuk perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut :
Jam perawatan 24 jam x 7 (tempat tidur x BOR)  25%
Hari kerja efektif x 40 jam

114
Prinsip perhitungan rumus ini adalah sama dengan rumus dari Gillies (1989)
diatas, tetapi ada penambahan pada rumus ini yaitu 25% untuk penyesuaian (
sedangkan angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu).

F. Struktur Organisasi Rumah Sakit


Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah personil yang dimiliki rumah sakit untuk
memungkinkan tercapainya suatu tujuan rumah sakit, dengan jalan mengalokasikan
masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya (Azwar, 2002). Pola organisasi rumah
sakit pemerintah pada umumnya sesuai dengan yang tertera dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor. 1045/MENKES/PER/XI/2006 dan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 1 Tahun 2002, tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Rumah Sakit Daerah. Struktur organisasi merupakan visualisasi kegiatan dan pelaksana
kegiatan (personal) dalam suatu institusi. Berdasarkan kegiatan dan pelaksanaan tugas,
fungsi dan wewenang maka organisasi dibagi atas organisasi lini, organisasi staf dan
organisasi lini beserta staf.

Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik dan berbeda dengan
organisasi lain, (Soedarmo, 2002). Pola organisasi rumah sakit di Indonesia, pada
umumnya terdiri atas Badan Pengurus Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun,
Badan Penasehat, dan Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur,
wakil direktur, komite medik, satuan pengawas, dan berbagai bagian dari instalasi.
Tergantung pada besarnya rumah sakit, dapat terdiri atas satu sampai empat wakil
direktur. Wakil direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik,
wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, wakil direktur keuangan dan
administrasi (Siregar, 2003).

Susunan organisasi Rumah Sakit Kelas C lebih sederhana jika dibandingkan


dengan kelas A atau Kelas B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan
staf khusus yang mengurusi administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan
medis dan jumlah staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-
tiap rumah sakit ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah,
terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi (Muninjaya, 2004).

115
Mengatur personal atau staf yang dikenal dengan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang ada dalam suatu institusi agar semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam
rencana dapat berjalan dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai dengan
baik. Penguraian tugas (jobdescription) masing-masing staf pelaksana penting karena
masing-masing orang yang terlibat dalam program tersebut harus mengetahui dan
melaksanakan program sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi
(Notoatmodjo, 2011).

Struktur organisasi rumah sakit harus efektif, mudah beroperasi dan tidak
banyak birokrasi. Penetapan struktur organisasi ini dimaksudkan untuk bisa membagi
tugas pekerjaan, memberikan wewenang, melakukan pengawasan dan meminta
pertanggungjawaban. Mengingat sifat rumah sakit yang berbeda dengan sifat umumnya
suatu institusi.

Suatu organisasi rumah sakit yang sukses mempunyai ciri antara lain struktur
organisasinya tidak berbentuk piramid tapi datar. Jenjang hirarkinya pendek dan
pengorganisasiannya berorientasi kepada tim yang mudah dibentuk dan mudah pula
untuk dibubarkan kembali.

Struktur organisasi matriks ada dua macam wewenang, yaitu wewenang yang
mengalir secara horizontal pada unit fungsional dan wewenang yang mengalir secara
vertikal pada pimpinan struktur atau manajerial. Dua aliran wewenang ini membentuk
kisi-kisi wewenang yang dinamakan matriks aliran wewenang atau matrix of authority
flows. Struktur organisasi matriks ini mengutamakan teknologi penyelesaian, biaya dan
kualitas. Struktur organisasi matriks menyadari adanya ketergantungan antara berbagai
fungsi.

Azas-azas yang perlu diperhatikan dalam membentuk organisasi rumah sakit


adalah azas kesatuan komando dan pendelegasian wewenang kekuasaan (Djojodibroto,
1997). Permasalahan dalam organisasi yang nantinya akan menyebabkan kegagalan
rumah sakit, adalah (1) lemahnya rancangan struktur organisasi, (2) tidak tepat sasaran,
tidak tepat waktu, tidak tepat nilai dalam sistem informasi manajemen, (3) tidak
efektifnya dalam pengendalian pendapatan dan piutang, (4) sedikit atau tidak ada sama
sekali perencanaan jangka panjang, (5) tidak realistikya standar produktivitas pegawai.

116
Menurut Muninjaya (2005) dan Notoatmodjo (2011) sistem dalam organisasi
adalah gabungan dari elemen-elemen atau subsistem di dalam suatu proses atau struktur
dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Sistem terbentuk dari elemen atau bagian
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau
subsistem tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara
garis besarnya komponen suatu sistem terdiri dari:

1. Indikator masukan (input), yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan
oleh sistem. Sumber daya suatu sistem adalah manusia (man), uang (money),
sarana (material), metode (method), waktu yang disediakan (minute), dan pasar
(market).
2. Indikator proses (process) adalah semua kegiatan sistem. Melalui kegiatan proses
akan diubah input menjadi output, yang terdiri dari perencanaan (planning),
organisasi (organizing), penggerakan (actuating), pengawasan dan evaluasi
(controling).
ii. Indikator keluaran (output) adalah hal yang dihasilkan oleh proses.
iii. Indikator efek (Effect) adalah perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat yang diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang tersedia.
iv. Indikator dampak (Impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah
beberapa waktu lamanya.
v. Indikator umpan balik (feed back) yaitu merupakan hasil dari proses yang
sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.
vi. Indikator lingkungan (Environment) yaitu lingkungan yang berada di luar sistem
yang mempengaruhi sistem tersebut.

117
BAB XII
PATIENT SAFETY (KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT)

1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY


Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat,
jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned
action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu
Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang
diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu
tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis
ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa
Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat
dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
118
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan
terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan
yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor
dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang
terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine,
Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System”
melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16%
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun
2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan
berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak
semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah
sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit
untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap
kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab
permasalahan yang ada.

2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY


Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

119
3. TUJUAN PATIENT SAFETY
Tujuan “Patient safety” adalah
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.

4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY


Pelaksanaan “Patient safety” meliputi
a. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
b. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards”
yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations,
Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana &
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga

120
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan
mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar
unit pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor &
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, &
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

121
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah
Menuju KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP &
program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan
kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah

122
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.


Standarnya adalah
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada

c. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-


2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan &
budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
 Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
 Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
 Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
 Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
 Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
 Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yg tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang
KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:

123
 Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP
 Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP
 Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
 Masukkan KP dlm semua program latihan staf
Bagi Tim:
 Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP
 Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
 Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan
risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah”
Bagi Rumah Sakit:
 Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
 Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
 Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan
kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
 Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
 Penilaian risiko pd individu pasien
 Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah
memperkecil risiko tsb
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Rumah sakit:
 Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke
luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
 Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yg
terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit
 Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga
 Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden
 Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd
pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:
 Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden

124
 Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
 Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda utk
melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
 Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab
 Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda
analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses
risiko tinggi
Bagi Tim:
 Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
 Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg
ada tentang kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
 Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden,
audit serta analisis
 Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan
klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP
 Asesmen risiko utk setiap perubahan
 Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
 Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
 Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
 Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
 Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan

5. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY ADALAH

a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden

125
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil
dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.

b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di
wilayahnya
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait
dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

c. Di Pusat
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia
2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring
pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.

Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk
pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa
mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit
atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient
initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak
bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do

126
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-
langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat
langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih
nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang
berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang
mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama
pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi
terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan
data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa
terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika
pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,
maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem
berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan,
sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh
yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang.
Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah
satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan
untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa
yang tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data
berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan

127
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan
komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety.
Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama
tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat.

5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY


Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
b. Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam Pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan
nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”

2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit


a. Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah
Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”

128
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien
setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “

4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana”

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien.


Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. System tersebut meliputi:

129
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

6. MANAJEMEN PATIENT SAFETY


Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta
Monitoring san Evaluasi

7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY


a. Di Rumah Sakit
1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel)
pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel)
kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan
oleh rumah sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua
kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan
masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah
melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite
Keselamatan Rumah Sakit

c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah
sakit untuk menjaga kerahasiaannya

130
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah
dilakukan oleh rumah sakit
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan
insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk
sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil
analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah
sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

8. MONITORING DAN EVALUASI


a. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di
rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
2. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

131
Struktur Organisasi Rumah Sakit
Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah personil yang dimiliki rumah sakit untuk
memungkinkan tercapainya suatu tujuan rumah sakit, dengan jalan mengalokasikan
masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya (Azwar, 2002). Pola organisasi rumah
sakit pemerintah pada umumnya sesuai dengan yang tertera dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor. 1045/MENKES/PER/XI/2006 dan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 1 Tahun 2002, tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Rumah Sakit Daerah. Struktur organisasi merupakan visualisasi kegiatan dan pelaksana
kegiatan (personal) dalam suatu institusi. Berdasarkan kegiatan dan pelaksanaan tugas,
fungsi dan wewenang maka organisasi dibagi atas organisasi lini, organisasi staf dan
organisasi lini beserta staf.

Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik dan berbeda dengan organisasi
lain, (Soedarmo, 2002). Pola organisasi rumah sakit di Indonesia, pada umumnya terdiri
atas Badan Pengurus Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasehat,
dan Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur,
komite medik, satuan pengawas, dan berbagai bagian dari instalasi. Tergantung pada
besarnya rumah sakit, dapat terdiri atas satu sampai empat wakil direktur. Wakil direktur
pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik, wakil direktur penunjang
medik dan keperawatan, wakil direktur keuangan dan administrasi (Siregar, 2003).

Susunan organisasi Rumah Sakit Kelas C lebih sederhana jika dibandingkan dengan
kelas A atau Kelas B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf
khusus yang mengurusi administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan
medis dan jumlah staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-

132
tiap rumah sakit ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah,
terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi (Muninjaya, 2004).

Mengatur personal atau staf yang dikenal dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
ada dalam suatu institusi agar semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana dapat
berjalan dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai dengan baik. Penguraian
tugas (jobdescription) masing-masing staf pelaksana penting karena masing-masing
orang yang terlibat dalam program tersebut harus mengetahui dan melaksanakan program
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi (Notoatmodjo, 2011).

Struktur organisasi rumah sakit harus efektif, mudah beroperasi dan tidak banyak
birokrasi. Penetapan struktur organisasi ini dimaksudkan untuk bisa membagi tugas
pekerjaan, memberikan wewenang, melakukan pengawasan dan meminta
pertanggungjawaban. Mengingat sifat rumah sakit yang berbeda dengan sifat umumnya
suatu institusi.

Suatu organisasi rumah sakit yang sukses mempunyai ciri antara lain struktur
organisasinya tidak berbentuk piramid tapi datar. Jenjang hirarkinya pendek dan
pengorganisasiannya berorientasi kepada tim yang mudah dibentuk dan mudah pula
untuk dibubarkan kembali.

Struktur organisasi matriks ada dua macam wewenang, yaitu wewenang yang mengalir
secara horizontal pada unit fungsional dan wewenang yang mengalir secara vertikal pada
pimpinan struktur atau manajerial. Dua aliran wewenang ini membentuk kisi-kisi
wewenang yang dinamakan matriks aliran wewenang atau matrix of authority flows.
Struktur organisasi matriks ini mengutamakan teknologi penyelesaian, biaya dan
kualitas. Struktur organisasi matriks menyadari adanya ketergantungan antara berbagai
fungsi.

Azas-azas yang perlu diperhatikan dalam membentuk organisasi rumah sakit adalah azas
kesatuan komando dan pendelegasian wewenang kekuasaan (Djojodibroto, 1997).
Permasalahan dalam organisasi yang nantinya akan menyebabkan kegagalan rumah sakit,
adalah (1) lemahnya rancangan struktur organisasi, (2) tidak tepat sasaran, tidak tepat

133
waktu, tidak tepat nilai dalam sistem informasi manajemen, (3) tidak efektifnya dalam
pengendalian pendapatan dan piutang, (4) sedikit atau tidak ada sama sekali perencanaan
jangka panjang, (5) tidak realistikya standar produktivitas pegawai.

Menurut Muninjaya (2005) dan Notoatmodjo (2011) sistem dalam organisasi adalah
gabungan dari elemen-elemen atau subsistem di dalam suatu proses atau struktur dan
berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Sistem terbentuk dari elemen atau bagian
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau
subsistem tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian yang lain.
Secara garis besarnya komponen suatu sistem terdiri dari:

1. Indikator masukan (input), yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh
sistem. Sumber daya suatu sistem adalah manusia (man), uang (money), sarana
(material), metode (method), waktu yang disediakan (minute), dan pasar (market).
2. Indikator proses (process) adalah semua kegiatan sistem. Melalui kegiatan proses akan
diubah input menjadi output, yang terdiri dari perencanaan (planning), organisasi
(organizing), penggerakan (actuating), pengawasan dan evaluasi (controling).
vii. Indikator keluaran (output) adalah hal yang dihasilkan oleh proses.
viii. Indikator efek (Effect) adalah perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
yang diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang tersedia.
ix. Indikator dampak (Impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah
beberapa waktu lamanya.
x. Indikator umpan balik (feed back) yaitu merupakan hasil dari proses yang sekaligus
sebagai masukan untuk sistem tersebut.
xi. Indikator lingkungan (Environment) yaitu lingkungan yang berada di luar sistem yang
mempengaruhi sistem tersebut.

ORGANISASI RUMAH SAKIT DI INDONESIA VERSI DEPKES, MENDAGRI


Sistem kesehatan yang di gunakan dalam suatu negara dalam pelaksanaannya
membutuhkan suatu badan atau institusi yang merupakan perwujudan dari subsistem-
subsistem yang berada di dalam sistem kesehatan yang digunakan.

134
Masing-masing negara memiliki perbedaan dalam Sistem Kesehatan Nasional yang
digunakan, sehingga dalam bentuk institusi perwujudannya juga akan ditemukan
perbedaan, semuanya memiliki ciri khas masing-masing tetapi memiliki tujuan yang
sama yaitu meningkatkan tingkat kesehatan masyarakatnya dalam skala nasional.

Di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Indonesia terdapat beberapa bentuk


institusi yang dapat dikatakan sebagai bentuk pelaksanaan dari SKN dalam
meningkatkan tingkat kesehatan nasional antara lain Posyandu, Puskesmas hingga ke
tingkat Rumah Sakit.

IV. RUMAH SAKIT UMUM KELAS D


Rumah Sakit Umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar yang meliputi:
1. Pelayanan Medik Umum
b. Pelayanan Medik Dasar
Harus memiliki minimal 4 orang dokter umum sebagai tenaga tetap.
c. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut
Harus memiliki minimal 1 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
d. Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga Berencana
i. Pelayanan Gawat Darurat
ii. Pelayanan Medik Spesialis Dasar, minimal 2 dari 4 jenis pelayanan meliputi:
e. Pelayanan Penyakit Dalam
f.Pelayanan Kesehatan Anak
g. Pelayanan Bedah
h. Pelayanan Obstetri dan Ginekologi
Masing-masing memiliki minimal 1 dokter spesialis dari 2 jenis pelayanan
spesialis dasar dan 1 dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
4. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan radiologi
5. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan

135
terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. Perbandingan
tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi tenaga
keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.

6. Pelayanan penunjang Medik


Pelayanan penunjang non Medik Pada Rumah Sakit Umum kelas D ini,
setidaknya memiliki kapsaitas minimal 50 buah tempat tidur, sarana-prsarana,
peralatan medis serata radiologi yang sesuai dengan ketentuan menteri dan
undang-undang. Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan
tata laksana. Struktur organisasi minimal terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta administrasi
umum dan keuangan. Sedangkan tata laksana Rumah Sakit meliputi tata laksana
organisasi, standar pelayanan, standar operasional
prosedur (SOP), Sistem informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), hospital
bylaws dan Medical staff bylaws.

7. Organisasi Rumah Sakit Versi Depkes.


Dalam Undang-undang Republik Indonesia no.44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit bahwa Pemerintah Pusat selanjutnya disebut pemerintah adalah Presiden RI
yang memegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-undang dasar negara RI tahun 1945 dan yang
menyelenggarakan pemerintahan di bidang kesehatan adalah Menteri Kesehatan.
Salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap bidang kesehatan adalah
penyelenggaraan Rumah Sakit yang berasaskan Pancasila dan didasarkan pada
nilai kemanusiaan, etika, profesionalisme, manfaat, keadilan dan persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien dan
mempunyai fungsi sosial.

Berdasarkan tugas dan fungsinya, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
perorangan secara paripurna, sedangkan fungsinya adalah:
1. Penyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.

136
i. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
ii. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
iii. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kesehatan dan penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Untuk membangun suatu Rumah Sakit, pemerintah menetapkan
persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam bab V pasal 7 UU RI no.44, yaitu:
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan
peralatan.
Persyaratan lokasi yang dimaksud adalah Rumah Sakit harus memenuhi
ketentuan kesehatan, keselamatan lingkungan dan tata ruang serta sesuai dengan
kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.(pasal 8 UU RI
no.44) Persyaratan teknis bangunan rumah sakit sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang
usia lanjut. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah bahwa Rumah Sakit
harus mempunyai tenaga tetap meliputi tenaga medis dan penunjang medis,
tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit dan
tenaga non kesehatan. Dalam penyelenggaraannya setiap Rumah Sakit harus
memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit
paling sedikit terdiri atas:
1. Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit
2. Unsur pelayanan medis
3. Unsur keperawatan
4. Unsur penunjang medis
5. Komite medis
6. Satuan pemeriksa internal
7. Administrasi umum dan keuangan

Menurut UU RI no.44 pasal 34, dijelaskan bahwa.

137
1. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan
dan keahlian dibidang perumahsakitan.
2. Tenaga struktural yang menjabat sebagai pimpinan harusberkewarganegaraan
Indonesia
3. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap sebagai kepala Rumah Sakit
Pedoman organisasi Rumah sakit ditetapkan dengan peraturan Presiden
11. Organisasi Rumah Sakit Versi Mendagri/ Pemda.
Didalam Keputusan Menteri Dalam Negeri no.1 tahun 2002 tentang susunan
organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Daerah, disebutkan bahwa Rumah Sakit Daerah.
adalah Rumah Sakit milik pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota yang berlokasi di
Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom lain
sebagai badan eksekutif daerah dan sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah
propinsi, kabupaten dan kota di bidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Dalam
pengelolaannya Rumah Sakit publik berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Rumah Sakit Daerah berkedudukan sebagai lembaga teknis daerah yang dipimpin
oleh Kepala dengan sebutan Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Daerah, melalui Sekretaris Daerah. Tugas dan fungsi Rumah Sakit
Daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri no.1 tahun 2002 adalah:
1. Tugas Rumah Sakit Daerah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna
dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan
dan melaksakan upaya rujukan, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku.(pasal 4)
2. Fungsi Rumah Sakit sebagai penyelenggara:
a. Pelayanan Medis.
b. Pelayanan penunjang medis dan non medis.
c. Pelayanan asuhan keperawatan.
d. Pelayanan rujukan.
e. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
f. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan.
g. Pengelolaan administrasi dan keuangan.(pasal 5).

138
3. Susunan organisasi Rumah Sakit Daerah sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. Direktur.
b. Wakil Direktur.
c. Sekretariat.
d. Bidang.
e. Komite Medik.
f. Staf medik fungsional.
g. Komite Keperawatan.
h. Instalasi.
i. Susunan Pengawas intern (pasal 6).
Jumlah personel pada Rumah Sakit Daerah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan Rumah Sakit Daerah berdasarkan beban kerja, azas manfaat, efisiensi dan
efektivitas serta bersifat hemat struktur dan kaya fungsi.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Rumah Sakit Daerah mempunyai hubungan
koordinatif dan fungsional dengan Dinas Kesehatan. Dan dalam pelayanan kesehatan,
mempunyai hubungan jaringan pelayanan terkait dengan institusi pelayanan kesehatan
lainnya.

BAB XII
KESELAMATAN DAN KEAMANAN PASIEN (Patient Safety)
1. Aplikasi Keselamatan pasien (Patient Safety) dalam Praktik Keperawatan
Keselamatan pasien | Akhir – akhir ini banyak issue yang terjadi di kalangan
konsumen kesehatan terhadap pelayanan di Rumah Sakit tentang dokter yang
jarang berada di tempat, petugas administrasi yang lamban, tentang perawat yang
tidak ramah, dan sebagainya.
Dari pihak Rumah Sakitpun juga telah berusaha, untuk meningkatkan
pelayanan keselamatan pasien, tetapi jumlah konsumen yang komplain tidak

139
berkurang. Untuk memaksimalkan usaha ini diperlukan kerjasama dan
tanggungjawab antar tenaga medis, seperti dokter, administrasi, perawat, farmasi,
ahli gizi, dan sebagainya.
Mereka bertanggung jawab tidak hanya terhadap pasien, tetapi juga
terhadap lingkungan, tatanan bisnis, fasilitas, dan tenaga kesehatran yang lain.
Untuk pengaplikasian patient safety dapat diwujudkan dalam bentuk program
pengembangan keselamatan : membangun budaya keselamatan pasien,
membangun sistem pelaporan secara tertulis, uji coba pelaksanaan keselamatan
pasien, mengembangkan pelayanan primer, identifikasi atau maping manajemen
resiko.

2. Elemen dari Keselamatan Pasien (patient safety) :


– Kesalahan obat, penggunaan restraint, nosokomial infeksi, operasi, luka akibat
tertekan, pemberian darah/infus, resistansi kuman, program imunisasi,
pencatatan dan pelaporan.
Akar Permasalahan :
– Permasalahan komunikasi, aliran informasi yang tidak adekuat, masalah
manusia, issue yang berhubungan dengan pasien, transfer pengetahuan dalam
organisasi, pola traffing / work flow, kesalahan teknis, kebijakan dan
prosedur yang kurang adekuat.
Pelayanan Keperawatan :
– Bagian integral dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Perawat memegang
posisi kunci karena 24 jam terus menerus berada di Rumah Sakit dengan
jumlah yang relatif besar dan kontak paling lama dengan pasien dengan
resiko membuat kesalahan yang juga besar.
– Melaksanakan misi Rumah Sakit : resiko management dan Qualityàpatient
safety.
– Kontribusi Unik : konstan, berkelanjutan, koordinatif, dan advokatif.

Pemberian Pelayanan Kesehatan fokus pada pasien :


– Mengacu pada paradigma keperawatan
– Menentukan nilai yang dianut
– Keamanan
– Partisipasi

140
– Kontinuitas
– Wajar / sesuai
– Integritas

Sesuai dengan pasal 12 kepmenkes 148 / 2010 yang berisi :


Pada Kepmenkes 148 Tahun 2010 Pasal 12 bahwa dalam melaksanakan praktik,
perawat wajib untuk:
- Menghormat hak pasien.
- Melakukan rujukan.
- Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang undangan.
- Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien atau klien dan
pelayanan yang dibutuhkan.
- Meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
- Melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis dan mematuhi
standar.
- Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan organisasi profesi.
- Perawat dalam menjalankan praktik wajib membantu program pemerintah
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

ii. Aspek Hukum Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety)


Aspek hukum terhadap Keselamatan Pasien (patient safety) adalah sebagai
berikut :
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1). Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.”
b. Pasal 32 UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.

141
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelayanan
kesesehatan yang diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
2). Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di Rumah Sakit.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

3). Bukan tanggung jawab Rumah Sakit


Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif. “

4). Hak Pasien


a. Pasal 32d UU No.44/2009

142
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah
Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien, Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan


pasien.
Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

143
Ada pula hal penting yang harus kita perhatikan dalam aplikasi keselamatan pasien di
rumas sakit, seperti :
Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan
puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya
kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi
NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan
memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu,
maupun pembuatan resep secara elektronik.
Pastikan Identifikasi Pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan,
transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi
kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi
terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi
dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan;
dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk
membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien. Kesenjangan dalam
komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam
serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk
penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis;
memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga
dalam proses serah terima. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan
pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar
adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak
benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini
adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya
adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas

144
yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur’Time
out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien,
prosedur dan sisi yang akan dibedah. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementana semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah
salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah
menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang
sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai
perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan / atau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas
layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan. Hindari Salah
Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube), Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang
digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan
melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail / rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat
kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai. Salah satu keprihatinan global terbesar adalah
penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari
jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap
pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.
Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita

145
infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah
ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah
mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada
titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai
teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat
kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan /
observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

iii. Cara Pelaksanaan Tujuh Langkah menuju Keselamatn Pasien Rumah Sakit

Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit:


1). Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

Rumah Sakit:
• Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan
kepada staf, pasien – keluarga
• Kebijakan: peran dan akuntabilitas individual pada insiden
• Menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden
• Melakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.

Tim:
• Anggota mampu berbicara, peduli dan berani lapor bila ada insiden
• Laporan terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang
tepat.
2. Memimpin dan mendukung Staf Rumah Sakit
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit.

Rumah Sakit:
• Ada anggota direksi yang bertanggungjawab atas keselamtan pasien.
• Ada ”penggerak” (champion) keselamatan pasien di setiap bagian.
• Memprioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/manajemen.
• Memasukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf.

146
Tim:
• Ada ”penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien
• Menjelaskan relevansi dan pentingnya, serta manfaat Gerakan Keselamtan Pasien
• Menumbuhkan sikap yang menghargai pelaporan insiden.

3. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko


Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi
dan asesmen hal yang potensial bermasalah.

Rumah Sakit:
• Struktur dan proses manajemen risiko klinis dan non klinis, mencakup keselamatan
pasien.
• Mengembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko.
• Menggunakan informasi dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko dan
tingkatkan kepedulian terhadap pasien.
Tim:
• Diskusi isu keselamatan pasien dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait.
• Penilaian risiko pada individu pasien.
• Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko dan langkah
memperkecil risiko tersebut.

4. Kembangkan Sistem Pelaporan


Memastikan staf rumah sakit agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden,
serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKP-Rumah Sakit.

Rumah Sakit:
• Melengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar
yang harus dilaporkan ke KPPRS – PERSI.

Tim:

147
• Mendorong anggota untuk melaporkan setiap insiden dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting.

5. Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien


Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Rumah Sakit:
• Kebijakan: komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien dan keluarga.
• Pasien dan keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden.
• Mendukung pelatihan dan memberikan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarga. (dalam seluruh proses asuhan pasien).

Tim:
• Menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarga bila telah terjadi insiden.
• Memprioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bila terjadi insiden.
• Segera setelah kejadian, menunjukkan empati kepada pasien dan keluarga.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.


Mendorong staf rumah sakit untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.

Rumah Sakit:
• Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab.
• Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA)
atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup
semua insiden dan minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi.

Tim:
• Mendiskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden.
• Mengidentifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak dan bagi pengalaman
tersebut.
7. Mencegah Cidera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.

148
Rumah Sakit :
• Menentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian
insiden, audit serta analisis.
• Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf dan kegiatan
klinis, penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
• Asesmen risiko untuk setiap perubahan.
• Mensosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS – PERSI.
• Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden.

Tim :
• Mengembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
• Menelaah perubahan yang dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya.
• Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

BAB XIII.
HOSPITAL BYLAWS
1. Hospital Bylaws (Peraturan Internal Rumah Sakit = PIRS)
Defenisi Hospital Bylaws berasal dari dua kata , yaitu : Hospital (rumah sakit )dan
bylaws( peraturan institusi )
Jadi pengertian yang sebenarnya dari hospital Bylaws adalah seperangkat peraturan
yang dibuat oleh rumah sakit (secara sepihak) dan hanya berlaku dirumah sakit yang
bersangkutan. Tetapi dapat mengikat pihak-pihak lain seperti pasien sepanjang mereka
pihak lain seperti pasien sepanjang mereka sepakat dirawat di rumah sakit yang
bersangkutan Peraturan Internal Rumah Sakit dan Staff Medik
• Peraturan yang berkaitan dengan Peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang dibuat oleh masing-masing Rumah Sakit
(tailor’s made)
• KepMenKes RI No. 772/Menkes/SK/VI/02 tentang Peraturan Internal RS (Hospital
Bylaws)
• KepMenKes RI No. 631/Menkes/SK/05 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf
Medis (MedicalStaff Bylaws).
• Perobahan pola pelayanan di RS Perobahan pola pelayanan di RS dari pelayanan
sosial menjadi sosio-ekonomis.Masyarakat penerima kesehatan makin sadar hak-

149
haknya dalam pelayanan sadar hakhaknya dalam pelayanan kesehatan. Memerlukan
manajemen yang jelas terukur dan terkesan menjadi rumit Tailor’s Made .
• Peraturan-peraturan dibuat oleh masing- Peraturanperaturan dibuat oleh masing-
masing RS secara jelas dan rinci
• Dapat dikaitkan sebagai perpanjangan Dapat dikaitkan sebagai perpanjangan tan
tangan hukum untuk kepentingan internal RS sendiri.
• Sebagi pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan guna
menyelesaikan masalah internal RS.
• Lembaga profesi yang self governance
• Dalam pandangan hukum perdata, hospital Dalam pandangan hukum perdata,
hospitalBylaws dapat dijadikan klausula baku (perjanjian baku) yang dapat berfungsi
sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang secara sadar mengadakan ikatan
dengan rumah sakit; baik sebagai pasien, manager, tenaga medik, pekerja non medik
dsb.
• Hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam • Hal lain yang tidak boleh dilupakan
dalam menyusun hospital bylaws adalah memperhatikan berbagai etika dari berbagai
memperhatikan berbagai etika dari berbagai profesi yang ikut terlibat dalam
pemberian jasa layanan medik.

2. Rumah Sakit Swasta


• Rumah sakit swasta adalah sarana kesehatan yang didirikan dan dikelola oleh
kesehatan yang didirikan dan dikelola oleh swasta, baik perorangan atau badan
hukum (pasal 56 dan 58 UU kesehatan (No.23 thn.1992)
• Crowford Morris dan Allan Moritz :
– Founded and maintained by private person or a private corporation.
i. The state having voice in the management or control of hospital property or the
formation of rules for its government of rules for its government
• Berarti RS Swasta bebas membuat hospital bylaws yang sesuai dengan
visi,misi,tujuan serta falsafahnya. Pemerintah tidak punya hak secara langsung
penyusunan hospital bylaws di rumah sakit swasta.
• Tetapi pemerintah mempunyaithe police Tetapi pemerintah mempunyai the police
power (the power of the state to protect the health safety morals and general the
health, safety, morals, and general welfare of its citizens) yang mengatur prinsip-
prinsip saja prinsip-prinsip saja.

150
Ruang Lingkup
• Ada tiga aspek penting yang terkait dengan kerumahsakitan yang perlu diatur yaitu :
1. Clinical care
2. Public health care
3. Manajemen
• Aspek clinical care menyangkut profesionalisme (standar pelayanan
profesionalisme, prosedur pelayanan, rekam medik, informed consent, quality
assurance dsb)
• Aspek public health care menyangkut Aspek public health care menyangkut
pemberdayaan masyarakat dalam rangka upaya promotif dan preventif.
• Aspek manajemen meliputi staf, provider kesehatan, pasien, pemilik, kesehatan
kerja, kesehatan lingkungan dsb.
• Kebanyakan rumah sakit (utamanya rumah sakit pemerintah) yang dalam membuat
hospital bylaws menjiplak begitu saja peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
Depkes.

3. Ciri Hospial Bylaws yang bertanggungjawab.


Menurut Husein Karbala, ciri-ciri hospital Menurut Husein Karbala, ciri ciri hospital
bylaws yang bertanggung jawab adalah :
i. Tidak menyimpang dari hukum yangberlaku.
ii. Tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku
iii. Tidak menyimpang dari ketertiban umum dan kesusilaan.
iv. Ciri lain : tidak bertentangan dengan hakazasi manusia.

4. Fungsi dan manfaat Hospital Bylaws.


- Mengatur kewenangan dan kewajiban pemilik, direksi, manajer, profesional dan
tenaga kerja lainnya.
- Mengatur hak dan kewajiban klien.
- Mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban rumah sakit terhadap
pemerintah

Contoh a : HOSPITAL BYLAWAS

151
PERATURAN DASAR
RUMAH SAKIT MITRA MADISING
TENTANG STAF KLINIK
Menimbang : a. bahwa …..………………………….……….…..
b. bahwa ..………………….…………….………..
c. bahwa untuk terlaksananya “good clinical
governance” diperlukan Peraturan Dasar …..
Mengingat : 1. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. UU No 44 Tahun 2009 tetang Rumah Sakit
3. PP. No. ……. Th. ...….. tentang …….……..…
4. Peraturan Menteri ..….……….……………..…
5. Statuta Rumah Sakit Mitra Madising Tahun 2013
MEMUTUSKAN
Menetapkan : Peraturan Dasar Rumah Sakit Mitra Madising
Tentang Staf Klinik (Clinical Staff Bylaws).

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Rumah sakit adalah Rumah Sakit Mitra Madising milik …….…………...…. ,
berstatus Perseroan Terbatas yang terletak di Jalan …………. No. …….. Makassar
2. Yayasan adalah Yayasan Khulafaur Rasyidin yang didirikan .…….
3. Komite Klinik adalah …………………………………….…
4. Panitia adalah ..….……… yang membantu tugas-tugas
dari Komite Klinik.
5. ………………………………………………………………..
6. Dan seterusnya ………...… (meliputi semua terminology yang perlu didefinisikan
agar tidak terjadi kerancuan)

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

152
Pasal 2
1. Untuk memastikan agar semua pasien yang dirawat di setiap fasilitas RS
memperoleh layanan kesehatan dengan mutu tinggi tanpa membedakan ras, agama,
warna kulit, keturunan ………………. dan sebagainya.
2. Untuk mengatur agar pendidikan & penelitian dapat dilakukan dengan
mempertahankan mutu layanan kesehatan serta martabat semua pasien.
3. Untuk mengembangkan dan melestarikan berbagai peraturan staf klinik yang dapat
menjamin kualitas profesional dan etik di RS.
4. Untuk menyediakan forum guna mendiskusikan isu-isu penting menyangkut staf RS.
5. Untuk mengawasi dan menjamin kesesuaian bylaws serta rules and regulations
dengan kebijakan RS.

BAB III
KEANGGOTAAN STAF KLINIK
Pasal 3
1. Keanggotaan staf klinik merupakan suatu privilege yang dapat diberikan kepada
dokter, dokter gigi, podiatrist dan clinical psychologist yang secara terus menerus
mampu memenuhi kualifikasi, standar dan persyaratan yang ditentukan.
2. Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan tanpa membedakan
ras, agama, warna kulit, keturunan, …………………………………………
……………….…………………………………...dan seterusnya.

BAB IV
PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENERIMAAN
Pasal 4.
Untuk dapat diterima sebagai anggota staf klinik rumah sakit maka yang bersangkutan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Persyaratan dasar: ……………………………….….………
b. Persyaratan umum: ……………………………………..…...
Pasal 5
Tatalaksana penerimaan adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjadi staf klinik organik: ………………………..…
b. Untuk menjadi staf klinik mitra: ……………………………..

153
BAB V
PERIODE KEANGGOTAAN
Pasal 6
Periode kenggotaan sebagai staf klinik rumah sakit adalahsebagai berikut:
a. Bagi staf klinik organik (employee) adalah sampai yang bersangkutan memasuki
masa pensiun, yaitu berumur …………... tahun, sepanjang yang bersangkutan masih
memenuhi …………………………………………………..
b. Bagi staf klinik mitra adalah selama 2 tahun dan dapat diperbarui lagi sepanjang
masih memenuh persyaratan yang telah ditentukan.

BAB VI
KATAGORI STAF KLINIK
Pasal 6
Dokter anggota staf klinik RS dikelompokkan menjadi:
1. Dokter organik, yaitu dokter yang direkrut oleh RS sebagai dokter purna waktu,
berkedudukan sebagai subordinat RS; yaitu .…………………………...…………
2. Dokter mitra, yaitu dokter yang direkrut RS sebagai sebagai mitra, berkedudukan
sejajar dengan RS …...…
3. Dokter konsultan, yaitu dokter yang karena keahliannya direkrut oleh rumah sakit
untuk memberikan konsultasi (consultation only atau colsultation with management).
4. Dokter tamu, yaitu dokter yang karena reputasinya atau keahliannya diundang secara
khusus oleh RS untuk ….

BAB VII
HAK KLINIK
Pasal 7
1. Setiap staf klinik RS diberikan hak klinik oleh Direktur atas rekomendasi dari hasil
rapat Komite Medik.
2. Penentuan hak klinik didasarkan atas …………….………

Pasal 8
Hak klinik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan dievaluasi guna menentukan ……
…………………………….
Pasal 9

154
Dalam keadaan emergensi semua staf klinik ………………..
Pasal 10
Hak klinik sementara dapat diberikan kepada .……………...

BAB VIII
ORGANISASI STAF KLINIK
Pasal 11
Organisasi staf klinik rumah sakit terdiri atas Komite Klinik, yang dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh Panitia yang terdiri atas:
a. Panitia Kredensial.
b. Panitia. Rekam Medik.
c. Panitia …….…..
d. ………..…..

Pasal 12
1. Tanggungjawab Komite Medik adalah ..……….…………..
2. Tugas-tugas Komite Medik .………………………………...
3. Kewenangan Komite Medik adalah ...……………………...
Pasal 13
1. Tanggungjawab Panitia adalah ….………………...……….
2. Tugas-tugas Panitia adalah ………………………………...
3. Kewenangan Panitia adalah ...…………...………………...

BAB IX
LAYANAN KLINIK
Pasal 14
Layanan klinik rumah sakit terdiri atas:
1. Layanan anestesi.
2. Layanan obstetri-ginekologi.
3. ………………………………………………………………….
Dan seterusnya.

BAB IX
LAYANAN KLINIK

155
Pasal 15
Fungsi layanan klinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 adalah:
1. ………………………………………………………………….
2. ………………………………………………………………….
3. ………………………………………………………………….
Dan seterusnya.
Pasal 20
Tatalaksana pengunduran diri diri adalah ..…………………...
……………………………………………………………………...
Pasal 21
Tatalaksana pemberhentian ..…………………………………..
……………………………………………………………………...
Pasal 22
Tatalaksana mengisi lowongan adalah sebagai berikut: ……
……………………………………………………………………...
BAB XI
TINDAKAN KOREKTIF
Pasal 23
Dalam hal staf klinik diduga melakukan layanan klinik di bawah standar maka terhadap
yang bersangkutan dapat diusulkan oleh ……….….…. untuk dilakukan pemeriksaan.
Pasal 24
Bila hasil sidang pemeriksaan terbukti melakukan layanan di bawah standar maka
kepada yang bersangkutan dapat diusulkan kepada ……………………….. untuk
diberlakukan sanksi berupa: …………………….., …………………………,
………………………………... atau ……………………….…..
BAB XII
PERSIDANGAN DAN BANDING
Pasal 25
Tatalaksana sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Psl 23 adalah sebagai
berikut: ………………………. ……...………………… …………………………
………

Pasal 26
Tatalaksana pemberlakuan sanksi adalah sebagai berikut:

156
……………………………………… ……………………………
Pasal 27
Tatalaksana permohonan banding terhadap keputusan sidang pemeriksaan adalah
sebagai berikut: …………………………………………………….……………..
BAB XIII
RAPAT-RAPAT
Pasal 28
1. Rapat staf klinik rumah sakit diadakan setiap ………..…..
2. Rapat Panitia dari Komite Medik diadakan setiap ....…….
3. Rapat Komite Medik diadakan setiap ...……………………
Pasal 29
Dalam hal yang sangat mendesak rapat khusus dapat ……..
Pasal 30
1. Rapat sebagaimana dimaksud dalam Psl 27 harus
2. Dalam hal jumlah yang hadir tidak memenuhi qorum …...
Pasal 31
Setiap keputusan hasil rapat mengikat seluruh staf klinik RS.

BAB XIV
KONFIDENSIALITAS, IMUNITAS DAN DISEMINASI
Pasal 32
Informasi yang wajib dirahasiakan oleh setiap staf klinik
meliputi:…………………………… ………………………………
Pasal 33
Setiap staf klinik dan atau wakil RS yang melakukan tindakan yang sesuai bylaws atau
peraturan peundang-undangan yang berlaku dibebaskan dari tanggunggugat atas
terjadinya kerugian akibat……………………………………….……………..
Pasal 34
Diseminasi informasi atau records hanya bisa dilakukan jika
………………………………………………………………………
BAB XVII
AMANDEMEN
Pasal 37
1. Clinical staff bylaws akan ditinjau ulang secara periodik

157
untuk menilai apakah masih relevan dengan ……………..
2. Peninjauan ulang dilakukan oleh …………………………...
3. Clinical staf bylaws dapat diamendemen melalui suara …
BAB XVIII
PENGESAHAN
Pasal 38
1. Pengesahan clinical staff bylaws dan amandemen clinical
staff bylaws dilakukan melalui voting dengan suara ……...
2. Pengesahan rules and regulations dan amendemen rules
and regulations dilakukan melalui voting dengan suara ….

BAB XIX
ATURAN PERALIHAN
Pasal 39
Sesudah diamandir melalui voting dengan suara terbanyak maka clinical staff bylaws
akan menggantikan yang lama dan akan berlaku efektif setelah 30 hari sejak
…………………….. …………………...… oleh ……………...…………………………
Diajukan oleh ……………………………. Tanggal…………..…
Disahkan oleh …………………………… Tanggal…………….

MEDICAL STAFF
RULES AND REGULATION
1. ADMISSION OF PATIENTS
2. MEDICAL RECORDS
3. CONSULTATIONS
4. MEDICATIONS
5. VERBAL ORDERS
6. CLINICAL SERVICE POLICIES AND PROCEDURES
7. SUICIDAL PATIENT
8. PATIENT DISCHARGE
9. PATIENT DEATH
10. CRITERIA FOR AUTOPSY
11. ORGAN AND TISSUE DONATION
12. EMERGENCY SERVICES

158
13. GENERAL RULES REGARDING SURGICAL CARE
14. SUPERVISION OF HOUSE STAFF
15. CONFIDENTIALITY

Contoh b: Peraturan (Rule) Rumah Sakit

PERATURAN (RULE) RS MITRA MADISING


TENTANG
INFORMED CONSENT
MENIMBANG:
a. bahwa dalam rangka melaksanakan kewajiban yang timbul akibat hubungan
terapeutik, RS wajib melakukan tindakan untuk mengatasi gangguan kesehatan
pasien.
b. bahwa tindakan medik yang dilakukan dokter RS penuh dengan ketidakpastian dan
hasilnyapun tidak dapat diperhitungkan secara matematik (pasti).
c. bahwa hampir semua tindakan medik mengandung risiko/akibat ikutan yang tak
menyenangkan sehingga pasien perlu diberitahu dan diminta persetujuannya.
d. bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam butir (3), dipandang perlu
untuk menetapkan Peraturan Rumah Sakit Tentang Informed Consent.

MENGINGAT:
1. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
2. UU Hukum Perdata, Republik Indonesia.
3. UU No. 8 Th 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
4. PP No. 32 Th 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
5. Permenkes RI No. 585 / Men Kes / Per / IX / 1989 Tentang Persetujuan Tindakan
Medik.
6. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. HK. 00.06.3.5. 1866.
Tanggal 21 April 1999 Tentang Informed Consent.
7. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI. No: YM. 02. 04. 3. 5. 2504. Tg. 10 Juni
1997 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
8. Kode Etik Kedokteran Indonesi.

MEMUTUSKAN

159
MENETAPKAN: PERATURAN RS MITRA MADISING TENTANG
INFORMED CONSENT.
Pasal 1
a. Setiap tindakan medik, baik diagnostik ataupun terapetik, yang mengandung
risiko atau akibat ikutan yang bakal tidak menyenangkan pasien harus lebih
dahulu mendapatkan persetujuan dari orang yang menurut hukum berhak
memberikan persetujuannya, kecuali pasien dalam keadaan emergensi.
b. Tindakan yang memerlukan persetujuan ialah: operasi invasif, semua prosedur
medik yang punya risiko tinggi, radioterapi, ECT, semua prosedur
eksperimen dan
semua tindakan yang menurut UU mensyaratkannya.
Pasal 2
Persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) harus
diberikan secara tegas dan jelas, dalam keadaan sadar, bebas dan tanpa unsur
paksaan.
Pasal 3
Sebelum memberikan persetujuannya, kepada orang yang berhak harus
diberikan informasi secukupnya mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
agar dapat dijadikan dasar bagi penentuan sikap terhadap tindakan medik yang
akan dilakukan, kecuali yang bersangkutan dengan secara jelas dan tegas
menolak menerima informasi (pasien dengan “Don’t tell me, doctor”
syndrome).
Pasal 4
Informasi diberikan secara lisan (agar dapat terjadi komunikasi dua arah),
meliputi:
a. Alasan perlunya dilakukan tindakan medik.
b. Manfaat yang diharapkan dari tindakan medik tersebut.
c. Risiko yang mungkin terjadi.
d. Akibat ikutan yang selalu menyertai tindakan medik.
e. Ada tidaknya tindakan medik alternatif.
f. Risiko yang dapat terjadi jika menolak tindakan medik.
Pasal 5
Kewajiban memberikan informasi sepenuhnya menjadi tanggungjawab dokter yang
hendak melakukan tindakan medik.

160
Pasal 6
Pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal (5) tidak dapat
didelegasikan kepada dokter lain, perawat atau bidan guna mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan.
Pasal 7
Sesudah diberikan informasi, yang bersangkutan dapat menyampaikan
persetujuannya secara terucap (oral consent), tersurat (written consent) atau tersirat
(implied consent).
Pasal 8
Jika tindakan medik yang direncanakan mengandung risiko tinggi maka hendaknya
persetujuan diberikan secara tersurat dengan cara menandatangani atau
membubuhkan cap ibu jari tangan kiri pada formulir informed consent yang
disediakan.

Pasal 9
Sebelum ditandatangani atau dibubuhi cap ibu jari tangan kiri, formulir tersebut
harus sudah diisi lengkap oleh dokter yang akan melakukan tindakan medik atau
oleh tenaga medik lain yang diberi delegasi, untuk kemudian yang bersangkutan
dipersilahkan membacanya, atau jika dipandang perlu dibacakan di hadapannya.
Pasal 10
Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak untuk menerima
informasi (“Don’t tell me, doctor” syndome) dan menyerahkan sepenuhnya kepada
dokter maka orang tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan medik yang akan
dilakukan dokter.

Pasal 11
Apabila yang bersangkutan sesudah menerima informasi, menolak untuk
memberikan persetujuannya maka ia harus menandatangani surat pernyataan
penolakan.
Pasal 12

161
Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak memberikan
atau menolak memberikan persetujuan tindakan medik adalah orang tua,
keluarga, wali atau kuratornya.
Pasal 13
Bagi pasien yang sudah menikah maka suami atau isteri dari pasien tersebut tidak
diikutsertakan menandatangani persetujuan, kecuali untuk tindakan keluarga
berencana yang sifatnya irreversibel; yaitu tubektomi atau vasektomi.
Pasal 14
Persetujuan tindakan medik yang sudah diberikan dapat ditarik kembali
(dicabut) setiap saat, kecuali tindakan medik yang direncanakan sudah sampai
pada tahapan pelaksanaan yang tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
Pasal 15
Dalam hal persetujuan diberikan oleh keluarga maka yang berhak menarik
kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau anggota keluarga lain
yang kedudukan hukumnya lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
Pasal 16
Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan medik harus diberikan
secara tertulis dengan cara menandatangani formulir yang disediakan.

Pasal 17
Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan persetujuan
tindakan medik harus dicatat dalam rekam medik.
Pasal 18
Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan medik harus disimpan bersama-
sama rekam medik pasien.
Ditetapkan tg. …...……. 2003.
RS MITRA MADISING.
Direktur.

162
iv. Hak-hak Staf Medik
1) Staf medik dengan status dokter organik (employee):
a. Memperoleh kesejahteraan sesuai peraturan yang berlaku, yang terdiri atas:
- Penghasilan yang layak serta tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
- Uang pensiun sesuai ketentuan yang berlaku di RS.
- Status kepegawaian yang jelas dan pasti.
- Kenaikan pangkat sesuai ketentuan yang berlaku di RS.
- Pengembangan pengetahuan dan ketrampilan.
- Pengembangan karir sesuai kemampuan individu dan ketentuan yang berlaku
di RS.
- Cuti tahunan, cuti sakit dan cuti sosial sesuai ketentuan yang berlaku di
rumah sakit
b. Menggunakan fasilitas yang dimiliki RS.
c. Meminta konsultasi kepada dokter lain yang tercatat sebagai staf medik rumah
sakit.
d. Mendatangkan dokter tamu (visiting doctor) yang tidak tercatat sebagai staf
medik rumah sakit untuk konsultasi atau membantu melaksakan sebagian
pekerjaan yang tidak dapat dilaksananakannya setelah memperoleh ijin dari
Direktur atau pejabat Ruma Sakit yang ditunjuk.
e. Memperoleh hak-hak lain yang ditetapkan di kemudian hari.

2) Staf medik dengan status mitra (attending physician):


a. Pembagian penghasilan yang layak dan adil sesuai peraturan yang berlaku
atau sesuai kesepakatan yang dibuat oleh Rumah Sakit dengan staf medik
yang bersangkutan.
b. Lingkungan kerja yang nyaman serta perlindungan terhadap keselamatan dan
kecelakaan kerja.
c. Kesempatan untuk merawat pasien di rumah sakit.
d. Menggunakan fasilitas yang dimiliki Rumah Sakit.
e. Kesempatan berkonsultasi dengan dokter lain yang tercatat sebagai staf medik
Rumah Sakit.
f. Kesempatan mendatangkan dokter tamu (visiting doctor) yang tak tercatat
sebagai staf medik Rumah Sakit, untuk konsultasi atau untuk membantu

163
sebagian pekerjaan yang tidak dapat dilaksananakan setelah mendapat ijin
dari Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
g. Cuti sakit atau karena alasan-alasan lain yang layak.
h. Hak-hak lain yang ditetapkan di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
Adikoesoemo.S. 2003. Manajemen Rumah Sakit. Pustaka Sinar harapan. Jakarta

164
Azwar,.A., 2002. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran
Pemecahan Masalah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Bastian, Indra. 2008. Akuntansi Kesehatan. Jakarta: Erlangga.

Djojodibroto, RD., 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit, Hipokrates, Jakarta.


Handoko. H. 2013, Manajemen. Edisi kedua. BPFE. Yogyakarta.

Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum


Kesehatan.

Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3

Muninjaya, A.A Gde., 2004. Manajemen Kesehatan, ECG, Jakata

Nordiawan, Deddy. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba empat

Notoatmodjo, S., 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta

Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas
University, Indonesia

Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.340 tahun 2010

Risnantoro, Laksosno. 2005. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam


Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Rustianto.E. 2010. Statistik Rumah Sakit untuk Pengambilan Keputusan. Graha Ilmu

Sabarguna.B., 2009. Buku Pegangan Mahasiswa Manajemen Rumah Sakit. CV


Sagung Seto.
Siregar, 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. EGC. Jakarta.
Soedarmo,.AI., 2002. Reformasi Perumahsakitan Indonesia. Gramedia Widi Sarana
Indonesia. Jakarta.
Soejadi, DR, DHHSA, 1996, Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit, Katiga Bina:
Jakarta.
Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.
Undang-undang Republik Indonesia no.44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit
Wijono .D . 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Teori,Strategi dan
Aplikasi .Vol.1. Airlangga University Press : Surabaya
165
Wuryanto, Sis, Amd Perkes, SKM, tanpa tahun, Grafik Barber Johnson, Pormiki:
Yogyakarta.
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings
of National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara,
Bandung 14-15 November 2006.
Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting
“Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa,
Jakarta 13 December 2007

Kode Etik Rumah Sakit Indonesia


Kode Etik Rumah Sakit Indonesia diberlakukan berdasaran Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/SK/XII/ 1986 tentang berlakunya Kode Etik
Rumah Sakit Indonesia bagi Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Dalam keputusan
tersebuat diminta agar rumah sakit harus dapat lebih nyata mewujudkan kesungguhan
dan keluruhan penerapan Etika Rumah Sakit dalam pengabdiannya untuk memberikan

166
pelayanan kesehatan diperlukan adanya Etika Rumah Sakit sebagai hasil keputusan
Rapat kerja Etika Rumah Sakit oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan dengan Perhimpunan Rumah sakit seluruh Indonesia (PERSI) dan keputusan
kongres Luar biasa PERSI di Yogyakarta 1986 tentang perumusan Etika Rumah Sakit
Indonesia.
Pada Kongres Vi PERSI yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 21-25 Nopember
1993, menghasilkan beberapa keputusan antara lain pengesahan revisi Kode Etik
Rumah Sakit Indonesia dan Petunjuk Pelaksanaanya.
MUKADIMAH
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong oleh keinginan luhur, demi
tercapainya :
1. Masyarakat yang adil dan makmur, merata material dan spritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945
2. Pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya, dan
3. Tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap insan Indonesia sebagai hamba Tuhan.
Maka Rumah Sakit di Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Rumah Sakit
seluruh Indonesia (PERSI), bersama ini menyampaikan KODE ETIK RUMAH SAKIT
yang merupakan pedoman bagi setiap tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya di
rumah sakit.
Kode Etik Rumah Sakit sebagai suatu rangkuman nilai-nilai dan norma-norma yang
dapat dipakai sebagai pedoman operasional sangat dibutuhkan, mengingat Rumah Sakit
dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran sudah menjadi
suatu unit sosio-ekonomi yang majemuk. Hal tersebut lebih terasa lagi menginagat di
dalam rumah sakit terdapat tenaga kerja dari aneka disiplin keilmuan yang mempunyai
etika profesi masing-masing , sehingga “semangat kebersamaan” sangat dibutuhkan
agar rumah sakit dapat berfungsi dengan baik.

Bab 1
Kewajiban Umum Rumah Sakit
Rumah Sakit sebagai suatu institusi harus, mentaarti Kode Etik Rumah sakit Indonesia,
dapat mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua kejadian di Rumah sakit
(corporate liability), memberikan pelayanan yang baik (duty of due care), memberikan
pertolongan emergency tanpa mengharuskan pembayaran uang muka lebih dahulu,
memelihara peralatan dengan baik dan agar selalu dalam keadaan siap pakai, dan

167
merujuk kepada Rumah Sakit ain jika tidak tersedianya peralatan atau tenaga spesialis
yang dibutuhkan pasien.
Bab II
Kewajiban Rumah Sakit terhadap Masyarakat
Rumah Sakit harus ; berlaku jujur dan terbuka peka terhadap saran dan kritik
masyarakat dan berusaha terjangkau pasien diluar dinding Rumah sakit (Extramural).
Bab III
Kewajiban Rumah Sakit terhadap pasien
Rumah sakit harus; mengindahkan hak-hak asasi pasien, memberikan penjelasan apa
yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan, meminta persetujuan
pasien (informed conset) sebelum melakukan sustu tindakan medik, mengindahkan hak
pribadi (privasi) pasien dan menjaga rahasia pasien.
Bab IV
Kewajiban Rumah Sakit terhadap Tenaga Staf
Rumah sakit harus; mengadakan seleksi tenaga staf dokter, mengadakan koordinasi
serta hubungan yang baik antar seluruh tenaga rumah sakit, mengawasi agar segala
sesuatu dilakukan berdasarkan standar profesi yang berlaku dan berlaku adil tanpa pilih
kasih.
BabV
Lain-lain
Rumah sakit harus ; selalu berusaha meningkatkan mutu pelayanan, mengikuti
perkembangan dunia perumahsakitan, memelihara hubungan yang baik antar rumah
sakit dan menghindari persaingan yang tidak sehat, menggalang kerjasama yang baik
dengan instansi atau badan lain yang bergerak di bidang kesehatan, berusaha membantu
untuk mengadakan penelitian demi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran dan
dalam melakukan pemasaran harus bersifat informatif dan berdasarkan Kode Etik
Rumah Sakit.

168
169

Anda mungkin juga menyukai