Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang Penelitian.

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai peran
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan dan medis kepada masyarakat. Rumah sakit
juga merupakan organisasi yang kompleks yang memerlukan manajemen yang profesional
dan efektif. Oleh karena itu, direktur rumah sakit memiliki tanggung jawab besar dalam
mengelola dan mengoperasikan rumah sakit.
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, direktur rumah sakit
harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa tenaga medis atau dokter memiliki
pengetahuan medis yang mendalam dan dapat berkomunikasi dengan baik dengan tenaga
kesehatan lainnya di rumah sakit. Namun, dengan adanya revisi Undang-Undang Omnibus
Law terkait kesehatan, penunjukan direktur rumah sakit juga diperbolehkan dari kalangan
tenaga profesi non-dokter yang kompeten. Hal ini memberikan peluang untuk
membandingkan kompetensi manajerial antara direktur rumah sakit dokter dan non-dokter
serta menganalisis pengaruhnya terhadap efisiensi dan efektivitas pengelolaan rumah sakit.
Perubahan regulasi ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya di
kalangan tenaga kesehatan dan pasien. Beberapa pihak menganggap bahwa direktur rumah
sakit non-dokter dapat memberikan manfaat bagi pengembangan dan inovasi rumah sakit,
karena mereka memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda dengan
dokter, seperti ekonomi, manajemen, hukum, atau teknologi. Beberapa pihak lainnya
mengkhawatirkan bahwa direktur rumah sakit non-dokter tidak memiliki pengetahuan medis
yang cukup dan tidak dapat memimpin tenaga kesehatan dengan baik, sehingga berpotensi
menurunkan kinerja dan kualitas pelayanan rumah sakit.

Direktur rumah sakit yang di pimpin oleh profesi non dokter dapat dikaitkan dengan konsep
leadership atau kepemimpinan. Kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial yang melibatkan
komunikasi, motivasi, dan pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan juga berkaitan dengan gaya, perilaku, dan karakteristik yang dimiliki oleh
pemimpin.
Dalam konteks rumah sakit, direktur rumah sakit adalah pemimpin tertinggi yang bertanggung
jawab untuk mengelola dan mengembangkan rumah sakit. Direktur rumah sakit harus
memiliki kemampuan leadership yang baik untuk dapat memimpin tenaga kesehatan, pasien,
dan stakeholder lainnya dengan efektif dan efisien. Direktur rumah sakit juga harus memiliki
visi, misi, dan nilai-nilai yang sesuai dengan tujuan dan harapan masyarakat.

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi, mengarahkan, dan mengoordinasi-kan


segala kegiatan organisasi atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi dan kelompok.
Kepemimpinan dijelaskan sebagai proses di mana seorang memengaruhi sekelompok individu
untuk mencapai tujuan bersama. Definisi tersebut mencakup 3 komponen: (a) Kepemimpinan
adalah proses, (b) kepemimpinan terdapat dalam kelompok, dan (c) kepemimpinan melibatkan
tujuan yang sama (Northouse, 2013 dalam Su’Ud, 2015). Kepemimpinan memegang peranan
yang sangat penting di dalam suatu organisasi. Para ahli dalam bidang organisasi umumnya
mengajukan pengertian tersendiri mengenai kepemimpinan. Kepemimpinan didefinisikan ke
dalam ciri individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam
administrasi, dan persepsi mengenai pengaruh yang sah (Sholihah & Haksama, 2014). Dari
beberapa definisi diatas jelaslah bahwa peran dari kepemimpinan sangat besar bagi
keberlangsungan organisasi. Kepemimpinan tidak lagi berbicara mengenai individu si
pemimpin namun berbicara menganai bagaimana peran seorang pemimpin yang dapat
mengorganisir orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan bersama.

Persepsi masyarakat terhadap direktur rumah sakit dokter dan non-dokter merupakan hal yang
penting untuk diketahui, karena dapat mempengaruhi kepercayaan, kepuasan, dan loyalitas
masyarakat terhadap rumah sakit. Persepsi masyarakat juga dapat menjadi masukan bagi
pemerintah, pengelola rumah sakit, dan tenaga kesehatan dalam menentukan kebijakan dan
strategi yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat jika direktur rumah sakit di pimpin oleh
profesi non dokter.

Salah satu teori leadership yang dapat digunakan untuk menganalisis topik penelitian Anda
adalah teori contingency atau situasional. Teori ini menyatakan bahwa tidak ada gaya
kepemimpinan yang paling efektif untuk semua situasi, tetapi tergantung pada faktor-faktor
situasional yang mempengaruhi pemimpin, pengikut, dan lingkungan. Beberapa faktor
situasional yang dapat dipertimbangkan dalam penelitian Anda adalah:

• Karakteristik direktur rumah sakit, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman kerja,
pengetahuan medis, keterampilan manajerial, kepribadian, dll.
• Karakteristik tenaga kesehatan, pasien, dan stakeholder lainnya, seperti tingkat
pendidikan, kebutuhan, harapan, kepuasan, loyalitas, dll.
• Karakteristik rumah sakit, seperti jenis, ukuran, lokasi, status akreditasi, sumber daya,
teknologi, dll.
• Karakteristik lingkungan eksternal, seperti regulasi pemerintah, persaingan pasar,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, isu sosial dan politik, dll.

Dengan menggunakan teori contingency atau situasional ini, Anda dapat mengetahui
bagaimana persepsi masyarakat terhadap direktur rumah sakit dokter dan non-dokter
dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional tersebut. Anda juga dapat mengetahui gaya
kepemimpinan apa yang paling cocok untuk direktur rumah sakit dokter dan non-dokter dalam
berbagai situasi. Hal ini dapat memberikan wawasan dan rekomendasi bagi pemerintah,
pengelola rumah sakit, tenaga kesehatan, dan masyarakat dalam meningkatkan kinerja dan
kualitas pelayanan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai