Anda di halaman 1dari 20

Leadership Dalam Keperawatan (Part.

1)

Perubahan, tantangan, dan peluang sedang dihadapi oleh sistem


pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada era global seperti saat ini, perubahan
dalam sistem dan tatanan pelayanan kesehatan telah mempercepat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kesehatan. Salah satu
dampak dari perkembangan iptek kesehatan adalah menjadi tingginya biaya
pelayanan dan pemeliharaaan kesehatan.

Tingginya biaya kesehatan ini berdampak negatif terhadap ketersediaan sarana


dan fasilitas kesehatan yang memadai untuk golongan masyarakat menengah
kebawah, meningkatnya pembayaran premi asuransi kesehatan dan menurunnya
cakupan fasilitas dalam asuransi kesehatan, serta terjadinya perubahan perilaku
para pelaku yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.

Salah satu pelaku yang terlibat dalam sistem pelayanan kesehatan adalah tim
kesehatan termasuk tenaga keperawatan. Tenaga keperawatan yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan harus senantiasa memberikan pelayanannya secara
kontinyu dan konsisten selama 24 jam. Mereka menghadapi berbagai masalah
kesehatan yang dialami oleh pasien atau keluarganya. Disamping itu, mereka
juga harus memfokuskan pelayanannya pada keberlangsungan kegiatan
pelayanan itu sendiri.

Mereka sendiri mengalami berbagai respon fisik dan psikologis yang tidak dapat
diabaikan karena akan mempengaruhi kinerjanya sehari-hari. Untuk itu, mereka
memerlukan pemimpin yang melalui proses kepemimpinannya mampu
mengendalikan, memotivasi, bertindak sebagai layaknya pemimpin yang
diharapkan, dan menggali potensi yang dimiliki stafnya untuk dibantu dan
dikembangkan
Kepemimpinan kontemporer dalam keperawatan

Keperawatan pada saat ini tengah mengalami beberapa perubahan mendasar


baik sebagai sebuah profesi maupun sebagai pemberi pelayanan kepada
masyarakat dimana tuntutan masyarakat pada keperawatan agar berkontribusi
secara berkualitas semakin tinggi.

Sebagai sebuah profesi, keperawatan dihadapkan pada situasi dimana


karakteristik profesi harus dimiliki dan dijalankan sesuai kaidahnya. Sebaliknya,
sebagai pemberi pelayanan, keperawatan juga dituntut untuk lebih
meningkatkan kontribusinya dalam pelayanan kepada masyarakat yang semakin
terdidik, dan mengalami masalah kesehatan yang bervariasi serta respon
terhadap masalah kesehatan tersebut menjadi semakin bervariasi pula.

Oleh karena itu, pada saat ini diperlukan kepemimpinan yang mampu
mengarahkan profesi keperawatan dalam menyesuaikan dirinya ditengah-tengah
perubahan dan pembaharuan sistem pelayanan kesehatan. Kepemimpinan ini
seyogyanya yang fleksible, accessible, dan dirasakan kehadirannya, serta bersifat
kontemporer.

Kepemimpinan kontemporer merupakan sifat kepemimpinan yang dapat


diterapkan dalam situasi saat ini yang mengandung beberapa konsep dasar
penting dimana fungsi kepemimpinan ini dijalankan. Beberapa konsep itu antara
lain leadership is an art of giving; motivational leadership; entrepreneurship;
managing time, stress, and conflict; dan planned change oleh pemimpin visioner
dan futuristic (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
Kelima konsep ini hanya sebagian dari berbagai konsep yang mewarnai
kepemimpinan kontemporer.

Kepemimpinan merupakan seni untuk seorang pemimpin melayani orang lain


(leadership is an art of giving), memberikan apa yang dimiliki untuk kepentingan
orang lain. Sebagai pemimpin, ia menempatkan dirinya sebagai orang yang
bermanfaat untuk orang lain. Belum banyak pemimpin dalam keperawatan saat
ini yang dapat memahami konsep ini secara mendalam.

Hal ini karena mereka lebih memahami paradigma lama dimana setiap
pemimpin yang sedang menjalankan fungsi kepemimpinannya harus
ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari yang lain dan mereka merasa
memiliki hak untuk dilayani (deserve to be served).

Motivational leadership seyogyanya dimiliki oleh setiap pemimpin dalam


keperawatan. Situasi saat ini dimana banyak terjadi perubahan dan juga
tantangan telah memberikan kecenderungan pada para pelaksana keperawatan
untuk lebih mudah merasa lelah dan cepat give up sehingga ketika dihadapkan
pada suatu masalah akan cepat merasa putus asa.

Untuk itulah diperlukan sosok pemimpin yang mampu secara konsisten


memberikan motivasi kepada orang lain dan memiliki kualitas kunci
(Rocchiccioli & Tilbury, 1998) meliputi kemampuan akan pengetahuan dan
ketrampilan (memimpin dan teknis), mengkomunikasikan ide secara efektif,
percaya diri, komitmen tinggi, pemahaman tentang kebutuhan orang lain,
memiliki dan mengatur energi, serta kemampuan mengambil tindakan yang
dirasakan perlu untuk memenuhi kepentingan orang banyak.

Dalam mengantisipasi masa depan, pemimpin yang menjalankan fungsi


kepemimpinannya memerlukan kemampuan entrepreuner yang efektif termasuk
didalamnya kemampuan bargaining, negosiasi, marketing, penghargaan terhadap
keberadaan stakeholder (Chowdury, 2003) internal maupun eksternal.

Kemampuan ini merupakan landasan untuk pemimpin melakukan upaya


peningkatan, memperkenalkan kepada pasar siapa diri dan organisasinya serta
menilai berbagai asupan dan umpan balik dari lingkungan sebagai hal yang
penting dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, pemimpin seperti ini perlu
untuk mengenali lebih mendalam masyarakat dimana ia memimpin baik didalam
maupun diluar. Ia juga selayaknya mengenali keinginan lingkungan tentang
keluaran yang dihasilkan organisasi melalui kepemimpinannya.
Seorang pemimpin keperawatan tidak akan berhasil melakukan fungsinya
apabila tidak memiliki kemampuan mengatur waktu, mengendalikan stress baik
yang dialaminya maupun orang lain (bawahan), dan juga mengatasi konflik yang
terjadi baik internal maupun eksternal, baik individual, maupun kelompok
(managing time, stress, and conflict). Kepemimpinan dalam keperawatan
memerlukan seseorang yang memiliki kriteria ini.

Hal ini karena dalam kegiatan keseharian, seorang pemimpin sangat


memperhitungkan waktu bukan hanya untuk mengatur kegiatan rutin saja,
melainkan juga memperhitungkannya ketika pengambilan keputusan penting
untuk organisasi dan masa depannya.

Selain itu, stress kerja pada umumnya dialami banyak karyawan maupun
pemimpin karena adanya tekanan dalam berbagai hal mulai dari ketersediaan
waktu, keinginan menghasilkan sesuatu yang berkualitas, dan keterbatasan
sumber, serta upaya melakukan sinergi positif dari berbagai latar belakang
pendidikan dan kemampuan. Untuk itu, setiap pemimpin keperawatan
seyogyanya memahami konsep pengendalian stress agar dapat tetap
mengarahkan orang yang dipimpinnya kearah produktifitas yang tinggi.

Demikian pula ketika seorang pemimpin melihat terjadinya konflik dalam


bekerja, ia seyogyanya memiliki pengetahuan dasar tentang konflik dan
pendekatan untuk menyelesaikannya tanpa harus mengorbankan salah satu
pihak yang berkonflik.

Konsep kelima yang cukup penting adalah kemampuan kepemimpinan yang


melibatkan ketrampilan menginisiasi perubahan/pembaharuan secara
terrencana (planned change). Kepemimpinan dalam keperawatan memerlukan
seseorang pemimpin yang mampu membawa perubahan/pembaharuan tanpa
menimbulkan kecemasan dan ketidak pastian situasi akibat
perubahan/pembaharuan tersebut pada orang yang terlibat didalamnya.
Konsep ini seyogyanya mendasari sifat kepemimpinan yang visioner dan
futuristic. Hal ini karena pemimpin yang berorientasi ke masa depan dan
mengetahui pilihan masa depan yang terbaik untuk bawahannya akan mampu
membawa perubahan/pembaharuan kedalam kehidupan kerja para bawahannya
dengan sebaik-baiknya melalui perencanaan yang matang dan waktu yang tepat.

Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah


teridentifikasi dalam proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan
kesehatan. Proses ini pula telah memberikan peluang kepada profesi
keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan
sistem ini. Berikut ini dijelaskan tiga aspek yang merupakan landasan
kontemporer kepemimpinan keperawatan yaitu sistem pelayanan kesehatan,
struktur pemberian pelayanan keperawatan, dan fungsi kepemimpinan melalui
ketrampilan orang lain.

Sistem pelayanan kesehatan


Sistem pelayanan kesehatan meliputi antara lain sistem pemberian asuhan
keperawatan yang diberikan secara terus menerus sejak pertama kali pasien
mengalami masalah kesehatan sampai kepada ketika status kesehatan pasien
dinyatakan pulih kembali. Proses untuk memberikan pelayanan ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu aksesibilitas terhadap pelayanan, kualitas pemberian
pelayanan, dan sistem pembayaran yang ditetapkan. Faktor pertama dan kedua
merupakan bagian dari tanggung jawab keperawatan, sedangkan faktor ketiga
sampai saat ini tidak melibatkan keperawatan. Ini karena sejak dahulu kala
keperawatan merasa tidak memiliki kesempatan untuk terlibat didalamnya.

Pada saat ini sistem pelayanan kesehatan dioperasikan dalam lingkungan yang
berorientasi pada bisnis dan ditandai dengan kompetisi berfokus pada pasar,
biaya, serta pendapatan organisasi (revenue) (Rocchioccioli & Tilbury, 1998).
Namun demikian, para pemberi pelayanan dilingkungan pelayanan kesehatan
ditantang untuk mampu memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi tetapi
berbiaya rendah. Meskipun kualitas merupakan konsep ilusif yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun para pelaku bisnis pelayanan termasuk
tenaga keperawatan dituntut untuk mampu mengendalikan biaya.

Oleh karena itu, pada situasi industri kesehatan seperti ini diperlukan tenaga
keperawatan yang memiliki kemampuan leadership yang menonjol untuk turut
terlibat aktif dalam menganalisa dan mengendalikan biaya pelayanan. Mereka
harus berperilaku kepemimpinan yang dapat mempengaruhi orang lain (teman
sejawat didalam maupun diluar profesi) untuk turut bekerja secara lebih baik
dalam rangka menekan biaya namun tetap berfokus pada kualitas pelayanan.
Suatu tujuan akhir pelaksanaan praktik keperawatan adalah memberikan
pelayanan keperawatan yang efisien dan efektif dengan tetap mengutamakan
kualitas. Sistem pemberian asuhan difasilitasi oleh tujuan ini.

Sebaliknya, beberapa faktor telah mempengaruhi perkembangan praktik


keperawatan dan sistem pemberian asuhan. Praktik keperawatan dipengaruhi
oleh derajat profesionalisme dan tugas-tugas perkembangan, sedangkan sistem
pemberian asuhan direfleksikan oleh perkembangan saat ini dan status
pengetahuan dalam praktik keperawatan.

Berdasarkan situasi ini maka seorang pemimpin keperawatan selayaknya


memahami perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan dan mengidentifikasi
berbagai upaya untuk mengembangkan praktik keperawatan dengan
mengendalikan faktor yang berpengaruh negatif dan meningkatkan faktor yang
berpengaruh positif terhadap praktik keperawatan.

Struktur dalam pemberian pelayanan keperawatan


Lingkungan pelayanan kesehatan pada saat ini telah memberikan peluang pada
tenaga keperawatan untuk memperoleh status professional dengan cara proaktif
berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat. Sebagai
kelompok pemberi pelayanan kesehatan terbesar, profesi ini telah diposisikan
untuk mempengaruhi bukan hanya perkembangan sistem tetapi juga bagaimana
praktik harus dibentuk dengan mengubah tatanan lapangan pelayanan
kesehatan. Proses yang timbal balik ini tentu saja akan mempengaruhi setiap
aspek praktik professional dan sangat tergantung dari proses kepemimpinan
keperawatan yang terjadi.

Organisasi kesehatan ditetapkan disetiap tatanan pelayanan dan bertujuan untuk


membantu mengorganisasikan berbagai kegiatan yang mengarah pada
pencapaian tujuan insititusi dimana struktur organisasinya diterapkan. Fungsi
organisasi pelayanan kesehatan ini adalah selain untuk mengakomodasi berbagai
kegiatan, namun juga untuk mengorganisasikan para pelaku organisasi
didalamnya termasuk tenaga keperawatan agar bekerja secara sinergis mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Rocchiccioli & Tilbury, 1998).

Keberadaan organisasi dalam tatanan pelayanan kesehatan akan berpengaruh


terhadap motivasi dan kinerja terutama tenaga keperawatan yang sebaliknya
juga dipengaruhi oleh ada-tidaknya suatu penghargaan terhadap eksistensi para
tenaga ini dari penanggung jawab sistem atau pimpinan institusi yang
dituangkan kedalam struktur organisasi. Organisasi itu sendiri mengatur atau
menyusun mereka dalam rangka mengkordinasikan kegiatan dan mengendalikan
kinerja karyawan atau stafnya (Rocchiccioli & Tilbury, 1998).

Pada saat ini, beberapa jenis struktur telah disusun dan ditetapkan untuk
merefleksikan sistem pelayanan yang diberikan disuatu tatanan. Departementasi
merupakan cara utama untuk membentuk hubungan kerja yang spesifik dan
tanggung jawab dari masing2 departemen. Pembagian fungsi (sistem fungsional)
dikembangkan sebagai jenis lain struktur organisasi dalam tatanan pelayanan
kesehatan.

Keperawatan, saat ini belum berpeluang untuk memperoleh wadah tersendiri


tetapi merupakan fungsi yang terintegrasi dengan fungsi pelayanan yang
terdapat dalam departemen. Representasi fungsi keperawatan tertuang dalam
suatu komite keperawatan yang pada dasarnya tidak memiliki tanggung jawab
manajerial terhadap kegiatan dan kinerja keperawatan yang dilakukan oleh
tenaga keperawatan.
Suatu sistem pelayanan kesehatan memerlukan organisasi yang dapat memimpin
pada saat ini dan ke masa depan. Oleh karena itu, organisasi harus
mengutamakan dua hal yaitu bakat dan lingkungan. Suatu organisasi harus
mempekerjakan orang-orang yang terbaik, cemerlang, dan mampu melakukan
diversifikasi dalam rangka inovasi serta bukan hanya memperhitungkan latar
belakang kedisiplinan ilmu. Melalui struktur organisasi mereka akan
bekerjasama untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas dan lebih cepat
(mobilitas tinggi). Sebaliknya, organisasi harus mampu menciptakan
(Chowdhury, 2003):

* lingkungan belajar yang konstan yang dapat menimbulkan tantangan positif.


* lingkungan yang tidak mencemaskan dimana orang dapat berkomunikasi dan
berkolaborasi satu sama lain.
* lingkungan yang berbeda dimana setiap orang akan dapat berpikir secara
berbeda dan menghargai pemikiran orang lain.
* cara lain dalam memandang masalah dan peluang serta memiliki rasa yang
kuat akan pentingnya suatu masalah.
* budaya yang dapat mendongkrak bakat secara efektif.

Dengan demikian, suatu struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan harus


mampu mewadahi bakat stafnya termasuk tenaga keperawatan dan menciptakan
lingkungan bekerja yang sesuai dengan kelima kondisi diatas dan berlaku secara
merata untuk semua pihak yang tergabung dalam tim kesehatan. Demikian pula
berbagai peluang seyogyanya diberikan secara sama kepada tim kesehatan
termasuk tenaga keperawatan, sehingga tenaga ini dapat mengembangkan
leadership skill nya dengan baik.

Kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain


Kepemimpinan efektif merupakan gaya memimpin yang dapat menghasilkan
keluaran melalui pengaturan kinerja orang lain. Pemimpin ini harus mampu
memastikan bahwa bawahan melaksanakan pekerjaannya berdasarkan
ketrampilan yang dimiliki dan komitmen terhadap pekerjaan untuk
menghasilkan keluaran yang terbaik (Leffton & Buzzotta, 2004). Oleh karena itu,
kepemimpinan efektif timbul sebagai hasil sinergis berbagai ketrampilan mulai
dari administratif (perencanaan pengorganisasian, pengendalian, dan
pengawasan) sampai pada ketrampilan teknis seperti pengelolaan, pemasaran,
dan teknis procedural.

Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain


dengan menguasai ketrampilan diatas tetapi juga apabila seorang pemimpin
perawat mampu memperlihatkan ketrampilan dalam menghadapi orang lain
dengan efektif. Ketrampilan tersebut Leffton & Buzzotta (2004) adalah
ketrampilan dalam:

* menilai orang lain


* berkomunikasi
* memotivasi, dan
* menyesuaikan diri.

Didalam pelayanan kesehatan / keperawatan, ketrampilan menilai orang lain


merupakan kemampuan untuk menetapkan tingkat ketrampilan perawat
dibawah tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya
dan kegiatan lain yang terkait dengan pelayanan.

Demikian juga ketrampilan menilai ini harus dilakukan oleh pemimpin perawat
diberbagai bidang atau sistem lain. Ia harus mencermati apa yang dilakukan oleh
orang lain sebagai bawahannya dengan mempertahankan obyektifitas dan
memahami mengapa bawahan melakukannya. Melalui pemahaman ini pemimpin
akan mampu berinteraksi berdasarkan pengetahuannya tentang bawahan
tersebut.

Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan


keberhasilan pencapaian keluaran. Pemimpin yang telah memahami secara
mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan
memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih
optimal.
Disamping itu, ia juga sebagai pemimpin menjadi mampu mengembangkan
strategi yang tepat dalam menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar
ide dalam menyelesaikan masalah secara efektif. Ketrampilan berkomunikasi
juga diperlukan ketika pemimpin perawat melakukan lobi ke berbagai pihak
terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan profesi keperawatan.
Komunikasi yang dilakukan seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau
ketidak nyamanan pihak yang sedang dilobi, sehingga kegiatan negosiasi dapat
dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.

Ketrampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan berikutnya yang


harus dimiliki oleh pemimpin keperawatan. Ketrampilan ini sangat penting
karena memiliki potensi untuk mengarahkan bawahan melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya karena ia merasa ada sesuatu yang menarik hati untuk
mengerjakan pekerjaan tersebut.

Namun, cara memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi seseorang
untuk bekerja utamanya berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara
sekilas oleh pemimpin. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan, seorang
pemimpin keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat
memotivasi bawahan baik secara internal maupun eksternal, termasuk
didalamnya menetapkan insentif (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli &
Tilbury, 1998; Chowdhury, 2003).

Ketrampilan menyesuaikan diri merupakan modal dasar bagi pemimpin


keperawatan dalam upaya mengoptimalisasi keluaran (DuBrin, 2000). Pemimpin
yang efektif mengetahui secara tepat bagaimana dan dengan cara apa ia
berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini karena ia sangat memahami
keunikan masing-masing bawahan.

Pemimpin keperawatan yang efektif tidak akan menggunakan cara dan


pendekatan yang sama untuk semua bawahan melainkan membedakan teknik
komunikasi dan cara memotivasi bawahan yang satu dengan lainnya. Sebaliknya,
ketika berinteraksi pemimpin perawat juga tidak menjadi merasa kalah atau
lebih rendah ketika diperlukan upaya menyesuaikan diri dengan kondisi
bawahan ketika interaksi terjadi.

Perilaku kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kekuatan dinamis yang penting dalam memotivasi
dan mengkoordinasikan organisasi atau institusi untuk mencapai tujuan. Selain
itu, kepemimpinan juga adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri
dan menghasilkan dukungan dari bawahan sehingga tujuan yang ditetapkan
bersama dalam organisasi dapat tercapai. Seorang pemimpin dianggap berhasil
menjalankan fungsi kepemimpinannya apabila berdasarkan upayanya untuk
memperlihatkan kriteria perilaku berikut dapat menghasilkan keluaran secara
efektif. Kriteria itu adalah seperti yang dijelaskan DuBrin (2000) berikut ini.

1. Berpikir seperti pemimpin


Perilaku kepemimpinan yang baik dapat ditumbuhkan sejak dini. Namun, ia
harus memiliki dasar talenta untuk cepat tanggap (responsive) terhadap
lingkungan. Melalui respon yang selalu ditimbulkan sebenarnya ia melatih
kemampuan berpikir kritis. Pemikiran kritis ini harus dimiliki oleh setiap
pemimpin. Hal ini karena pemimpin sering menggunakan imaginasi dan teknik
penyelesaian masalah kreatif yang berasal dari kemampuan berpikir kritis tadi.
Pemimpin juga harus menciptakan visi bagi organisasi atau lingkungan dimana ia
memimpin. Ia menspesifikasikan tujuan yang luas dan strategi yang digunakan
untuk mencapai tujuan itu. Ia juga memberikan inspirasi yang banyak bagi
bawahannya sehingga mereka menjadi mampu melakukan kegiatan produktif.

Kemampuan berpikir kritis seorang pemimpin melandasi pelaksanaan fungsi


kepemimpinan yang juga meliputi fungsi manajerial. Oleh karena itu, menggali
ide-ide kreatif, memberikan ide cemerlang tersebut pada suatu pertemuan serta
menciptakan terobosan yang dapat meningkatkan produktifitas tanpa
meningkatkan beban kerja bawahan merupakan hasil upaya berpikir seorang
pemimpin. Hal ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih optimal apabila
pemimpin juga mampu menciptakan teamwork yang handal dan kerjasama
yang didasasi motivasi yang terpelihara dengan baik. Untuk mencapai situasi ini
pemimpin harus mampu berupaya mempengaruhi banyak orang melalui
beberapa cara seperti misalnya memberi petunjuk, instruksi, dan delegasi
(DuBrin, 2000).

Didalam keperawatan, fungsi kepemimpinan yang dilaksanakan pemimpin


perawat yang memperlihatkan daya berpikir layaknya pemimpin dapat
diterapkan secara bertahap. Pemimpin keperawatan harus mulai berpikir positif
tentang dirinya dan orang lain, tentang situasi yang dihadapi atau yang akan
terjadi. Ia juga harus banyak bergaul dengan pemimpin besar dibidangnya, dan
selalu mempelajari visi yang telah ditetapkan dan membandingkan juga dengan
berbagai pandangan pemimpin perawat diluar negeri yang memiliki sikap
futuristic. Yang paling penting, ia juga harus berpikir secara sistem, untuk
memahami bagaimana menerapkan pembaharuan dalam suatu bidang akan
mempengaruhi biadng lainnya baik pada saat sekarang maupun mendatang.

2. Berkomunikasi seperti pemimpin


Perilaku lain yang dapat memperlihatkan integritas dan kredibilitas pemimpin
adalah kemampuan berkomunikasi. Seorang pemimpin akan memilih kalimat,
mengucapkan kata-kata dan bahasa tubuh yang dapat memberikan pengaruh
pada orang lain. Selain itu, materi komunikasi yang disampaikan dapat memberi
inspirasi pada bawahan atau orang lain. Bahasa yang digunakan oleh seorang
pemimpin yang memahami bahwa teknik komunikasi dapat memperlancar
pencapaian tujuan merupakan kekuatan internal diri yang memberikan
pengaruh mendalam agar bawahan terlarut dalam pemikiran yang diharapkan
pemimpin.

Cara berkomunikasi layaknya seorang pemimpin juga dapat dilakukan melalui


penggunaan analogi atau metafora yang sesuai yang akan lebih menarik
imaginasi pemimpin dalam mengutarakan ide atau pandangan kreatifnya.
Analogi diperlukan ketika seorang pemimpin sedang berusaha menjelaskan ide
atau pandangannya dengan cara lebih jelas sehingga orang yang diajak
berkomunikasi dapat memahami. Sebaliknya, metafora, yang tampak lebih
tersamar dibandingkan dengan analogi juga dapat membandingkan dua hal yang
tidak terlalu mirip sebagai contoh situasi dari apa yang sedang dihadapi (DuBrin,
2000).

Dalam bidang keperawatan, kepemimpinan dapat dijalankan oleh pemimpin


keperawatan melalui cara berkomunikasi yang efektif. Sikap bicara, sikap berdiri,
pandangan terfokus kepada lawan bicara, dan senyum akan banyak membantu
pemimpin perawat untuk berkomunikasi layaknya seorang pemimpin yang
memiliki pengaruh besar terhadap orang lain. Memberikan cerita tambahan
dapat digunakan sebagai variasi materi yang ingin disampaikan. Yang terpenting
adalah materi yang disampaikan harus dapat diterima dan kejujuran dalam
menyampaikan harus dapat ditangkap oleh pihak yang diajak berkomunikasi.
Hindari ucapan sebagai hasil pemikiran negatif, demikian juga gossip yang tidak
diketahui sumbernya; keduanya berpotensi untuk menurunkan kepercayaan
bawahan terhadap pemimpinnya.

3. Bertindak layaknya pemimpin


Seorang pemimpin harus dapat memperlihatkan contoh peran yang baik sebagai
pemimpin didepan bawahan atau orang lain. Memberi contoh peran atau role
modeling pada orang lain akan merefleksikan siapa pemimpin itu sebenarnya.
Contoh peran ini harus orisinal dan tidak dibuat-buat. Oleh karena contoh peran
itu merupakan keteladanan yang ingin diberikan kepada orang lain supaya
dicontoh. Keteladanan ini adalah landasan kuat untuk mempengaruhi orang lain
agar mau bekerja sesuai dengan harapan. Melalui keteladanan seorang pemimpin
akan mampu menyampaikan budaya organisasi / institusi kepada orang lain.

Pemimpin yang menghargai budaya organisasi / institusi akan dapat


menghormati kebijakan yang berlaku dan hal ini akan diikuti oleh pengikutnya.
Selain itu, pemimpin juga seyogyanya mampu memperlihatkan kebiasaan bekerja
yang baik, professional, dan mengandung makna keamanan, kenyamanan, dan
keselamatan kerja yang selalu dipertahankan. Untuk menjadi pemimpin yang
baik ia harus menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk mencapai tujuan.
Sumber inspirasi ini ditunjukkan baik berasal dari sikap kepemimpinan, cara
berkomunikasi, cara mengendalikan emosi, dan bertindak yang tepat sebagai
pemimpin dari seseorang pemimpin.

Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditunjukkan melalui sikap, tindakan,


dan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan dapat diteladani oleh orang
lain. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang pemimpin perawat
memiliki fungsi unik untuk mempengaruhi bawahannya karena pada umumnya
mayoritas bawahan adalah perempuan yang dipersepsikan kurang menggunakan
rasional dan lebih mengemukakan emosinya dalam menghadapi suatu situasi.
Oleh karena itu, pemimpin perawat juga harus membekali diri dengan
pengetahuan dan kemampuan bermitra dengan tenaga yang berjenis kelamin
sama. Namun demikian, kelebihan juga dimiliki oleu bawahan perempuan yaitu
tekun, setia dan komitmen tinggi. Faktor inilah yang harus diberdayakan
pemimpin agar bawahannya dapat dipengaruhi sehingga tujuan bersama dapat
dicapai. Hal ini dapat dicapai dengan selalu menyediakan diri untuk membantu
bawahan/orang lain, mendengarkan berbagai keluhan dan harapan bawahan.

4. Membantu orang lain memimpin dirinya


Banyak pemimpin yang lebih mengetengahkan egonya dibandingkan dengan
keinginan memajukan atau memberdayakan orang lain. Hal ini tentu saja dapat
menurunkan efektifitas fungsi kepemimpinannya. Untuk itu, pemimpin harus
memahami hakekat pemberdayaan atau penguatan orang lain terutama bawahan
yang memiliki potensi kuat untuk diberdayakan. Oleh karena itu, sebagai
pemimpin ia harus mengetahui siapa yang layak untuk diberdayakan dan siapa
yang tidak layak/tidak mungkin untuk diberdayakan.

Pemimpin yang efektif seyogyanya mampu memberdayakan bawahannya.


Pemberdayaan adalah suatu pendelegasian otoritas dalam pengambilan
keputusan dan tanggung jawab pemimpin kepada bawahan yang dianggap cocok
untuk mengembannya. Ini berarti, pemimpin membebaskan orang tersebut dari
kewajiban berkonsultasi dan berdiskusi dengan pimpinan. Untuk menetapkan
seseorang mampu untuk diberdayakan, ada beberapa faktor yang perlu dipahami
pemimpin sebelum memberdayakan seseorang yaitu: makna pemberdayaan
terhadap kewenangan pimpinan pada aspek yang didelegasikan; kompetensi
yang didelegasikan; self-determination dari orang yang didelegasikan; dampak
yang akan diperoleh melalui pendelegasian tersebut.

Pemimpin dalam keperawatan dapat mendelegasikan sebagian fungsi


kepemimpinannya kepada orang yang diyakini akan mampu mengemban
pendelegasian ini. Hal ini perlu dicermati karena pendelegasian berarti
pemberian sebagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam
memutuskan. Oleh karena itu, pemimpin perawat harus mampu memilih dan
menetapkan seseorang dalam menerima pendelegasian tugas yang memiliki
makna penting karena berkaitan dengan kepentingan orang lain misalnya pasien
dan keluarga (di tatanan pelayanan keperawatan) atau mahasiswa dan dosen lain
(ditatanan pendidikan keperawatan).

5. Membantu mengembangkan potensi


Fungsi kepemimpinan memiliki makna fungsi pembinaan pada orang lain.
Pemimpin yang memahami bawahan akan dapat menetapkan fungsi pembinaan
pada saat dan tempat yang tepat. Melalui pembinaan ini pemimpin berupaya
menciptakan perkembangan yang dibutuhkan oleh bawahan setelah
mengkajinya dengan teliti. Untuk dapat berfungsi menjadi pembina, sebagai
pemimpin ia harus bersikap humanistik dan suportif serta mampu menjadi suri
teladan untuk orang lain.

Membina orang lain mengembangkan potensinya meliputi berbagai kegiatan


kepemimpinan seperti; menunjukkan perhatian terhadap tingkat kesejahteraan
orang lain (bawahan), mendengarkan keluhan dan masalah kerja yang dialami
oleh bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan pribadi dan
menunjukkan empatinya, menyampaikan selamat pada yang berhasil, membantu
bawahan menyelesaikan masalah, berperan sebagai pelatih yang menguasai
teknik kerja, dan menyediakan diri untuk menjadi mentor atau penasehat ketika
bawahan memerlukannya.

Disamping itu, peran pembinaan yang dilaksanakan oleh pimpinan terutama


sangat tergantung dari ketrampilan dan teknik berkomunikasi yang bersifat
suportif. Komunikasi suportif mengandung landasan orientasi pada masalah,
diberikan secara verbal dan non-verbal yang sinkron, menekankan pada
pembenaran sehingga orang yang sedang berkomunikasi merasa nyaman karena
berarti telah memberi pengakuan akan kehadiran, keunikan dan arti penting dari
orang lain yang diajak berkomunikasi. Komunikasi suportif juga bersifat spesifik,
terkait logis dengan informasi sebelumnya, dan diakui secara nyata, serta
mengandung sikap mau mendengar dan memberi informasi.

Sebagai pembina yang sadar bahwa pengembangan potensi orang lain terletak
sebagian besar pada dirinya sebagai pemimpin, maka ia juga seyogyanya harus
bersedia untuk memberi umpan balik dan dorongan positif. Salah satu tugas
dasar seorang pemimpin adalah memberi umpan balik tentang kinerja dan
perilaku yang diperlihatkan bawahan. Umpan balik baik yang positif maupun
negatif harus diberikan dengan tepat, sesuai tempat, dan waktu sehingga dapat
membantu bawahan untuk tumbuh dan berkembang serta menjadi kekuatan
untuk memotivasinya dalam berkinerja dan berperilaku lebih baik. Umpan balik
yang diberikan sebaiknya pada akhir peristiwa, bersifat spesifik, memberi
kesempatan pada bawahan untuk menjelaskan, dan berfokus pada perilaku
bukan personal bawahan.

Dalam keperawatan, tidak banyak pemimpin perawat yang mau memberikan


umpan balik secara terbuka karena takut dipersepsikan salah oleh yang
menerima umpan balik. Sebaliknya perawat dibawah kepemimpinannya juga
belum siap menerima umpan balik terbuka terutama yang bersifat negatif. Hal ini
karena mereka tidak terbiasa untuk menerima kinerja dan perilaku mereka
dikritik, dikomentari atau ditanggapi. Pada umumnya, mereka dinilai tidak
berdasarkan keterbukaan sehingga obyektifitas penilaian menjadi minimal.
Dengan demikian agak sulit bagi pemimpin perawat untuk menjalankan tugas
pembinaannya dalam rangka menumbuhkan-kembangkan potensi seseorang
bawahan melalui pemberian umpan balik namun suportif.

Kepemimpinan etikal dalam keperawatan yang visioner dan


transformasional
Kepemimpinan merupakan fungsi untuk mempengaruhi orang lain agar mau
bekerja sesuai dengan arah yang ditetapkan untuk mencapai tujuan. Fungsi ini
dilaksanakan meliputi berbagai aspek dan bidang kerja serta melibatkan
kegiatan memotivasi, membina, dan mengembangkan potensi bawahan. Seluruh
komponen yang menjadi cakupan kerja kepemimpinan seseorang dipersepsikan
sebagai sub-subsistem yang harus dikoordinasikan menjadi sistem yang
terintegrasi.

Namun demikian, kepemimpinan ini juga harus dilaksanakan secara etikal


karena tidak jarang pemimpin perawat menghadapi masalah yang melibatkan
keputusan etik sehingga memerlukan kerjasama dengan pihak lain untuk
menemukan solusi etik. Pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan
pasien dan keluarga sering menuntut pemimpin perawat untuk membuat
keputusan etik yang mempertimbangkan norma dan nilai-nilai dari berbagai
pihak khususnya pasien dan keluarga. Demikian pula keputusan etik yang harus
diambil dalam masalah sistem pelayanan kesehatan dan perasuransian,
keterbatasan sumber-sumber, dan perilaku tim kesehatan yang dipersepsikan
melecehkan pihak lain.

Dengan kata lain, kepemimpinan dalam keperawatan melibatkan banyak aspek


dan unsur yang terkait didalamnya sehingga diperlukan pemimpin yang mampu
menjalankan kepemimpinannya bukan hanya mempertimbangkan aspek etik
saja tetapi juga pertimbangan visi kedepan dan bagaimana mentransformasikan
perubahan dan pembaharuan kedalam kegiatan harian tanpa menimbulkan
kecemasan, ketidak-pastian, dan ancaman bagi yang terlibat didalamnya serta
mewujudkan perubahan itu secara terrencana, bertahap, namun berhasil guna.
Pemimpin seperti ini tentu harus memiliki visi masa depan yang kuat dan
melalui pengaruh serta kekuatannya sebagai pemimpin mampu membawa
anggotanya mengarah pada pencapaian visi tersebut.

Kepemimpinan keperawatan sesudah abad 21


Pada era global saat ini dan era sesudahnya akan banyak terjadi perubahan
dalam kehidupan manusia, sistem penyelenggaraan kehidupan manusia,
keterbatasan sumber-sumber yang diperlukan dalam kehidupan manusia serta
perkembangan ilmu dan teknologi yang tiada henti. Perubahan sikap dan
perilaku sumber daya manusia dalam sistem ketenaga-kerjaan juga akan terjadi
sebagai dampak dari berbagai perubahan yang terjadi dalam lingkungan
kehidupan manusia. Berdasarkan situasi ini, maka dimasa depan diperlukan
pemimpin yang handal tapi tangguh yang memiliki berbagai ketrampilan dari
mulai memotivasi bawahan sampai kepada menciptakan banyak perubahan yang
bermanfaat.

Dalam keperawatanpun diperlukan pemimpin perawat yang mampu


menjalankan kepemimpinannya secara handal dan tangguh. Hal ini karena sejak
dari sekarang juga telah terjadi banyak perubahan mendasar dalam industri
kesehatan termasuk tatanan pelayanan kesehatan yang menuntut setiap
pemimpin perawat memahami landasan konsep dan kriteria yang diperlukan
pemimpin dalam memimpin perawat yang memiliki latar belakang pendidikan,
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang berbeda. Selain itu, kepemimpinan
dalam keperawatan juga harus mampu mempengaruhi pembuatan kebijakan,
penggunaan strategi politik, dan teknik berkomunikasi yang memberikan
pengaruh perubahan kearah yang lebih baik bagi profesi keperawatan.

Oleh karena itu, dalam menjalankan kepemimpinannya para pemimpin perawat


harus senantiasa memiliki sikap dan perilaku pemimpin yang selalu berpikir
untuk kepentingan jangka panjang. Selain itu, memandang seluruh kepentingan
profesi keperawatan diatas kepentingan unit atau institusi semata. Ia juga harus
mampu memperluas area yurisdiksinya sehingga dapat memperlihatkan
pengaruh positif terhadap orang lain. Sebagai pemimpin keperawatan yang
memahami tujuan akhir dari kepemimpinannya seyogyanya selalu
mengutamakan visi, nilai-nilai, dan memberikan motivasi untuk para
bawahannya (Swansburg & Swansburg, 1999). Yang utama, untuk kepentingan di
masa depan ia harus memperlihatkan ketrampilan politik dalam mempercepat
pencapaian tujuan, dan selalu berpikir untuk pembaharuan kedalam profesinya.

Pemimpin keperawatan dimasa depan juga harus mampu menciptakan nilai-nilai


unggulan yang menjadi karakteristik profesi, dan menyatakan visi yang mampu
menjadi inspirasi bagi orang lain. Dalam kepemimpinannya, ia juga harus mampu
berbicara dan bertindak strategis sehingga dapat menimbulkan manfaat positif
bagi orang yang dipimpinnya. Selanjutnya, banyaknya peluang yang berpotensi
terjadi dimasa depan mengharuskan pemimpin perawat menentukan arah
perubahan yang berskala besar melalui pemikiran yang strategis. Pemimpin
perawat juga harus menjadi sumber pengetahuan formal bagi orang lain,
bertindak dan bersikap sebagai pemimpin visioner dan transformasional
(DuBrin, 2000).

Penutup
Para perawat yang berada pada posisi kepemimpinan memiliki tanggung jawab
yang luas dalam arena pelayanan kesehatan. Hal ini karena lingkungan pelayanan
kesehatan saat ini memberikan banyak peluang untuk perawat memperoleh
status professionalnya dengan secara proaktif berespon terhadap kebutuhan
perubahan dan harapan masyarakat.

Keperawatan biasanya menjadi jelas posisinya justru karena ketidak hadirannya


dalam daftar kepemimpinan nasional. Banyak masyarakat yang belum
mempersepsikan pemimpin perawat memiliki kekuatan dan kekuasaan.
Demikian pula sistem pelayanan kesehatan tidak berhasil untuk mengidentifikasi
profesi perawat sebagai professional yang memiliki pengetahuan yang
bermanfaat untuk membantu menciptakan solusi terhadap masalah kesehatan
yang kompleks. Hal ini dapat dimengerti karena selama ini sesuai sejarahnya,
banyak perawat yang telah menghindari peluang untuk mengemban kekuatan
dan peranan politik di masa lalu.

Namun, meskipun lambat, saat ini profesi ini mulai memahami bahwa kekuatan
dan kekuasaan serta peranan politik telah menjadi salah satu faktor penentu
mencapai tujuan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan sekaligus
meningkatkan otonomi keperawatan. Oleh karena itu, ketika terjadi banyak
perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan maka para pemimpin perawat
harus berpartisipasi secara aktif dan proaktif untuk mencari jalan bagaimana
mempengaruhi pengambil keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan dan
membuat untuk didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpin perawat
memiliki kapasitas kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik sepanjang
mereka memiliki berbagai potensi kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai