BAB 2 Perubahan Ekonomi Dunia: Implikasinya Terhadap Pola PengelolaanOrganisasi
A Pola Pengelolaan Organisasi Perusahaan Ala Amerika
Berakhirnya perang dunia ke 2 menjadikan Amerika seolah-olah sebagai negara tunggal yang mampu memproduksi barang-barang di dunia, dengan di dukung oleh perusahaan berskala besar. Kondisi perekonomian yang mempolistik ini secara ekonomis menyebabkan para produsen memiliki bargaining power yang lebih kuat di banding posisi konsumen. Pola hubungan seperti ini akhirnya menciptakan prinsip supply creates its own demand setiap produk yang di hasilkan pasti laku terjual tanpa harus bersusah payah memasarkannya. Akibat langsung dari penerapan prinsip ini, secara psikologis banyak perusahaan Amerika yang memiliki kecendrungan inward looking yaitu menghasilkan produk trbaik menurut mereka bukan keinginan pamakai produk. Upaya ini biasanya di lakukan dengan memperbesar skala ekonomi (economi scale) dan skop ekonomi (economi of scope). Dengan economi of scale perusahaan berupaya memperbesar volume produksi dengan harapan bisa membeli bahan baku lebih murah. Sedangkan economi of scope merupakan tindak lanjut dari economi of scale yakni memperluas jaringan atau pemasaran. Secara historis pola seperti ini telah berlangsung sejak abad 19 di katakan oleh Christoper Schmitz (1993) Pola ini semakin membudaya dan menjadi way of life para pelaku bisnis di Amerika setelah Frederick Taylor (1911) mengembangkan teorinya “scientific management” yang akhirnya menjadi landmark dalam pengelolaan perusahaan di Amerika. Karena saat itu tidak ada pesaing yang cukup berarti dari negara lain pada saat yang sama tingkat permintaan akan produk Amerika sangat tinggi maka posisi tawar perusahaan Amerika menjadi semakin kuat. Posisi tawar ini lah yang mendorong perusahaan besar Amerika terus melakukan ekspansi dengan melakukan investasi langsung ke negara tujuan dalam rangka membuat aktivitas bisnis lebih efisien. Dari sinilah kemudian anak-anak perusahaan Amerika tersebar di mana-mana baik Eropa maupun Asia. Produk-produk IBM, P&G misalnya bisa dengan mudah di temukan di negara-negara lain termasuk negara berkembang. Hadirnya perusahaan Amerika di Eropa maupun Asia menghasilkan dampak positif maupun negative. Dampak positifnya adalah secara ekonomis kebutuhan mereka terpenuhi, dan dampak negativenya adalah terjadinya perubahan tata nilai dan kehidupan social negara tujuan. B. Perubahan Dalam Pola Pengelolaan Organisasi Perusahaan. Kekalahan Jepang pada saat perang dunia kedua menyebabkan negara tersebut hancur secara ekonomis maupun aspek-aspek kehidupannya lainnya. Dalam upaya untuk pemulihan, pemerintah Jepang dengan sangat terpaksa melakukan rekonstruksi bidang ekonomi yang dalam pelaksanaanya di pandu oleh pemerintah Amerika Serikat. Pasca perang dunia ke dua Jepang harus mengikuti pemerintah (companies follow gonverement guidance). Namun kebijakan pemerintahan Jepang juga tidak lepas dari kebijakan pemerintahan Amerika. Hasil kajian McKenzie menunjukkan bahwa Jepang bertahan tidak lepas dari budayanya yang begitu kukuh. Budaya Jepang mengajarkan bahwa menjadi bangsa yang kuat tidak boleh bercerai berai melainkan harus bersatu dan tidak boleh saling menyalahkan. Selain iu orang Jepang lebih suka menggunakan kata “kita” bukan “saya” sabagai wujud kolektivitas. Tidak pelak, keberhasilan perusahaan-perusahaan Jepang mengintegrasikan nilai-nilai budaya setempat ke dalam kehidupan organisasi yang mereka kelola mendapat respon dari berbagai kalangan, utamanya para konsultan dan para akademisi dari Amerika. Selain perusahaan konsultan McKenzie yang mengirim stafnya ke Jepang untuk mempelajari manajemen Jepang, akademisi Amerika mulai mempelajari manajemen Jepang. Di saat yang bersamaan seorang futurist Alvin Toffer menyatakan bahwa dunia sekarang sedang memasuki gelombang ke tiga yaitu era information societ dimana nilai-nilai baru dibawa oleh arus dan gelombang melalui informasi dan tekhnologi sampai ke plosok dunia termasuk Indonesia. Dengan anggapan bahwa organisasi perusahaan tidak bebas nilai (culture bound) maka keterkaitan antara organisasi perusahaan dengan budaya merupakan sebuah keniscayaan. Pandangan ini mulai merebak pada tahun 1960-an. Wiston Osberg (1963) dalam tulisanya “cross cultural perspectives on management principels” yang mengatakan adanya perbedaan filosofi manajemen lintas negara. Hal yang serupa juga di kemukakan oleh Eugene McCann (1964) dan Musbau Ajiferuke (1970). Puncaknya terjadi pada awal tahun 1980-an. Sejak kemunculannya pada awal tahun 1980-an atau berkembang hampir 25 tahun, konsep budaya organisasi sudah mengalami banyak perkembangan. Sayangnya para akademik Indonesia yang menekuni kajian organisasi secara umum belum banyak intens menekuni bidang kajian budaya organisasi.