2 PB PDF
2 PB PDF
1
ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594 DOI: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2017.10.1.36
1 Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680,
Indonesia
*) Email: ismayantipratiwi30@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan komunikasi orang tua-remaja, self-esteem, dan kenakalan
remaja yang menjadi andikpas (anak didik lapas) di LPKA. Penelitian dilakukan di LPKA yang berlokasi di
Bandung dan melibatkan 63 orang remaja laki-laki andikpas dengan usia 15-18 tahun yang dipilih dengan
menggunakan simple random sampling. Kenakalan remaja diukur menggunakan kuesioner Adoption Self Report
Delinquency Scale (ASRDS) yang diadaptasi dari Carroll et al. (1996). Instrumen self-esteem menggunakan
kuesioner yang diadaptasi dari Rosenberg (1965). Instrumen komunikasi orang tua-remaja menggunakan
kuesioner Parent-Adolescent Communication Scale yang diadaptasi dari Barnes dan Olson (1982). Data
dianalisis dengan analisis deskriptif dan uji Korelasi Pearson. Hasil analisis korelasi Pearson menemukan adanya
hubungan signifikan positif antara komunikasi orang tua-remaja dimensi keterbukaan dengan self-esteem
andikpas remaja. Hubungan signifikan negatif ditemukan antara komunikasi orang tua-remaja dimensi
permasalahan dengan self-esteem andikpas remaja. Selanjutnya, hasil penelitian juga menemukan terdapat
hubungan signifikan negatif antara komunikasi orang tua-remaja dimensi keterbukaan dan self-esteem dengan
kenakalan andikpas remaja. Sementara itu, ditemukan adanya hubungan signifikan negatif antara self-esteem
dengan kenakalan andikpas remaja.
Kata kunci: anak didik lapas (andikpas), kenakalan remaja, komunikasi orang tua-remaja, Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA), self-esteem
Abstract
This study aimed to analyze the relationship of parent-adolescent communication, self-esteem, and delinquency
of juvenile prisoners. The study was conducted at the juvenile prison in Bandung and involved 63 boys with age
15-18 years old; who were selected using simple random sampling. Juvenile delinquency was measured using
the Adoption Self Report Delinquency Scale (ASRDS) questionnaire by Carroll et al. (1996). The self-esteem
instrument used a questionnaire adapted from Rosenberg (1965). The parent-adolescent communication
instrument used the Parent-Adolescent Communication Scale questionnaire adapted from Barnes and Olson
(1982). Data were analyzed by descriptive analysis and Pearson correlation. Pearson correlation analysis found
that there was a positive significant relationship between openness dimension of parent-adolescent
communication with the self-esteem of juvenile prisoners. A significant negative relationship was found between
problem dimension of parent-adolescent communication with the self-esteem of juvenile prisoners. Furthermore,
the study also found a significant negative relationship between openness dimension of parent-adolescent
communication and self-esteem with delinquency of juvenile prisoners. There was a significant negative
relationship between self-esteem with delinquency of juvenile prisoners.
Keyword: juvenile delinquency, juvenile prison, juvenile prisoners, parent-adolescent communication, self-esteem
berlaku di masyarakat (norma agama, etika, remaja. Selain karakteristik remaja, faktor
dan peraturan sekolah). Kenakalan remaja individu lain yang berpengaruh terhadap
meliputi pencurian, pelanggaran peraturan di kenakalan remaja adalah self-esteem. Self-
jalan raya, alkohol dan obat terlarang, esteem merupakan penilaian atau persepsi diri
perusakan, pelanggaran peraturan di sekolah, yang dilakukan oleh seorang individu terhadap
dan tingkat yang mengganggu masyarakat dirinya atas penghargaan, penerimaan, dan
(Carroll et al., 1996). Penelitian Puspitawati perlakuan orang lain terhadap dirinya
(2006) menemukan bahwa tingkat kenakalan (Coopersmith, 1967). Self-esteem memiliki
yang dilakukan remaja di Kota Bogor meliputi banyak aspek dan berkembang dalam konteks
kenakalan umum seperti membolos, pengembangan pengertian seseorang
menyelewengkan uang SPP, minggat dari terhadap identitas diri. Self-esteem adalah
rumah, dan kenakalan kriminal seperti gabungan nilai diri yang dirasakan seseorang,
perkelahian, merusak kendaraan umum, bagaimana seseorang merasakan dirinya
penganiayaan, judi, membawa senjata tajam, layak atas kebahagiaan, kesehatan dan
minum minuman keras, dan konsumsi NAPZA, kesejahteraan, rasa hormat, persahabatan,
yang pada beberapa kasus membawa remaja cinta, prestasi, dan kesuksesan (Youngs,
berhadapan dengan hukum. 1991).
Kenakalan yang dilakukan remaja menurut Selain faktor individu, faktor keluarga juga
Gunarsa dan Gunarsa (2004) dipengaruhi oleh memiliki pengaruh terhadap kenakalan remaja.
tiga faktor, yaitu faktor pribadi, keluarga, dan Penelitian Ngale (2009) menyebutkan bahwa
lingkungan sosial. Faktor pribadi dibagi tingkat kenakalan remaja berkaitan dengan
menjadi dua yakni faktor pribadi yang melekat besar keluarga, pengasuhan permisif, dan
by given dan tidak dapat diubah seperti jenis status ekonomi orang tua. Mayoritas anak
kelamin, usia, dan urutan kelahiran, serta yang melakukan kenakalan berasal dari strata
faktor pribadi yang didapatkan dari sosial ekonomi terendah masyarakat. Sekitar
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dua-pertiga dari remaja yang terlibat kenakalan
sehingga dapat ditingkatkan yaitu kecerdasan berasal dari keluarga yang tinggal satu atap
emosi dan self-esteem. Faktor keluarga dengan orang tuanya, akan tetapi tidak
memengaruhi kenakalan remaja melalui memiliki komunikasi yang baik. Komunikasi
hubungan orang tua dan anak. orang tua dengan remaja harus berkualitas
baik agar orang tua dapat memberikan
Remaja laki-laki berpotensi lebih besar untuk pendidikan dan menanamkan nilai kepada
melakukan kenakalan remaja dibandingkan remajanya. Buruknya kualitas komunikasi
dengan anak perempuan (Puspitawati, 2006; orang tua dengan remaja dapat menjadi faktor
Christopher et al., 2007). Fakta menunjukan penyebab penyimpangan perilaku remaja
bahwa angka tertinggi tindak kenakalan ada (Gunawan, 2013). Remaja dengan komunikasi
pada usia 15-19 tahun (Kartono, 2008). Hal ini yang buruk dengan orang tuanya akan lebih
menunjukan bahwa jenis kelamin dan umur rentan terlibat dalam kenakalan remaja.
berhubungan dengan tingkat kenakalan Odgers et al. (2012) dalam penelitiannya
38 PRATIWI & HASTUTI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
(1=sangat tidak sesuai, 2=tidak sesuai, sistem peradilan yang lebih mengayomi dan
3=sesuai, 4=sangat sesuai) dan memiliki melindungi anak. Sistem peradilan yang lebih
Cronbach’s Alpha 0,564. Instrumen mengayomi anak dibutuhkan karena anak
komunikasi orang tua-remaja menggunakan memiliki kebutuhan khusus yang berbeda
kuesioner Parent-Adolescent Communication dengan orang dewasa. Di LPKA, anak dapat
Scale yang diadaptasi dari Barnes dan Olson melanjutkan pendidikan formal (SD, SMP,
(1982) dengan jumlah 20 pertanyaan yang SMA, SMK), diberikan keterampilan hidup,
meliputi keterbukaan dan permasalahan orang kegiatan seni, dan olahraga sesuai dengan
tua-remaja dengan skala Likert (1=sangat tidak minat anak. Pembinaan nonformal juga
sesuai, 2=tidak sesuai, 3=sesuai, 4=sangat diberikan pada peserta LPKA untuk
sesuai) dengan Cronbach’s Alpha 0,749. menambah keterampilan hidup, menyalurkan
Selanjutnya, skor variabel-variabel yang diteliti minat anak, serta mengembalikan nilai-nilai
dikategorikan dengan menggunakan cut-off kebaikan dalam diri anak. Kegiatan pembinaan
point dari skor yang telah dibuat indeks (0,0- meliputi bidang kerohanian, kesadaran hukum,
100,0) dengan mengkategorikan jasmani, kesadaran berbangsa dan bernegara,
menjadi ”rendah“ jika skor indeks kurang dari pembinaan pertanian, peternakan, kesenian,
rata-rata dan ”tinggi“ jika skor indeks lebih dari dan teknologi informasi.
sama dengan rata-rata.
LPKA Kelas II Bandung diresmikan pada
Sebelum proses pengumpulan data, dilakukan Tahun 2013. Sebelumnya anak yang
proses persiapan terdiri penyusunan rencana berhadapan dengan hukum ditempatkan
penelitian, membuat surat persetujuan dengan lapas yang sama dengan narapidana
keterlibatan dalam penelitian kepada LPKA dewasa. Di bulan Juni 2016 andikpas (anak
kelas II Bandung melalui Kementrian Hukum didik lapas) di LPKA berjumlah 183 orang,
dan HAM Provinsi Jawa Barat, dan survei awal meningkat dari bulan sebelumnya yaitu 174
untuk pemilihan responden yang sesuai orang. Pada saat penelitian dilakukan (Maret
dengan kriteria. 2016), jumlah andikpas adalah 179 orang. Hal
ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan
Data yang terkumpul selanjutnya diolah jumlah andikpas dari Maret-Juni 2016.
melalui proses editing, coding, scoring, entry,
cleaning, analyzing, dan interpretasi data. Karakteristik Anak
Pengolahan data menggunakan perangkat
lunak Microsoft Office Excel dan analisis data Seluruh andikpas remaja berjenis kelamin laki-
dilakukan dengan menggunakan program laki. Usia andikpas remaja berkisar antara 15-
Statistical Package for Social Science (SPSS). 18 tahun dengan rata-rata usia 17 tahun.
Analisis data yang digunakan pada setiap Tingkat pendidikan andikpas remaja berkisar
variabel yang akan disesuaikan dengan tujuan antara tidak tamat SD/Sederajat hingga tamat
penelitian. Identifikasi karakteristik remaja, SMA/Sederajat. Rata-rata lama pendidikan
karakteristik keluarga, komunikasi orangtua- andikpas remaja adalah 8,5 tahun.
remaja, self-esteem, dan kenakalan remaja Berdasarkan sebaran aktifitas sebelum terlibat
menggunakan analisis statistika deskriptif dalam kasus, lebih dari setengah total
seperti jumlah, persentase, nilai rataan, andikpas remaja (58,7%) sudah bekerja
standar deviasi, nilai minimun, dan nilai karena tidak meneruskan jenjang pendidikan
maksimum. Selanjutnya, analisis hubungan formal, dan sisanya (41,3%) adalah pelajar.
antara karakteristik contoh, karakteristik Andikpas remaja terlibat dalam kasus yang
keluarga, komunikasi orang tua-remaja, self- beragam meliputi pelanggaran ketertiban,
esteem dengan tingkat kenakalan remaja pencurian, perampokan, narkotika, asusila,
menggunakan uji korelasi. perlindungan anak, dan pembunuhan. Kasus
pelanggaran terhadap perlindungan anak
HASIL merupakan kasus yang paling banyak
dilakukan oleh andikpas remaja dengan
Karakteritik LPKA Kelas II Bandung sebaran 34,9 persen, diikuti dengan kasus
pelanggaran ketertiban 19,0 persen.
Penelitian dilakukan di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak kelas (LPKA) kelas II Bandung. Karakteristik Keluarga
LPKA merupakan lembaga peradilan pidana
terhadap anak yang disesuaikan dengan Berdasarkan besar keluarga inti, sebesar 35,5
Undang-Undang Sistem Peadilan Pidana anak persen keluarga andikpas remaja berada pada
No. 11 Tahun 2012. Berlakunya UU SPA kategori keluarga kecil dengan jumlah anggota
Nomor 11 tahun 2012 ini mengakibatkan keluarga 1 sampai 4 orang. Sebanyak 50,8
40 PRATIWI & HASTUTI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
persen keluarga andikpas remaja termasuk Tabel 1 Sebaran tingkat kenakalan dengan
keluarga sedang dan 12,7 persen keluarga nilai rataan jawaban tertinggi (≥ 2)
besar, dengan rata-rata jumlah anggota Rataan
keluarga yaitu 5,3 orang. Pekerjaan orang tua Kenakalan remaja n % jawaban
dikategorikan menjadi pekerjaan formal dan Kebut-kebutan di 53 89,1 2,3
nonformal. Berdasarkan hasil penelitian, jalan raya
mayoritas (82,5%) ayah andikpas remaja Terlibat balapan 40 63,4 2,0
bekerja pada sektor nonformal. Mayoritas Ibu motor
andikpas remaja (77,8%) beraktivitas sebagai Membeli minuman 60 95,2 2,6
ibu rumah tangga. Status pernikahan orang beralkohol
tua dikategorikan menjadi menikah, bercerai, Meminum minuman 60 95,2 2,6
dan menikah lagi. Hasil penelitian menunjukan beralkohol
bahwa 79,4 persen orang tua andikpas remaja Merokok 60 95,2 2,8
memiliki status menikah, 9,5 persen bercerai, Mengendarai motor 48 76,2 2,1
dan 11,1 menikah lagi. dalam keadaan
mabuk
Andikpas remaja tidak mengetahui pendapatan Tawuran antar 49 77,8 2,1
orang tua mereka. Oleh karena itu, penelitian kelompok
ini menggunakan kepemilikan aset untuk Memukul orang lain 55 87,3 2,1
menggambarkan status sosial ekonomi Menonton film 53 84,1 2,0
andikpas remaja. Sebagian besar keluarga porno
Keterangan : Nilai jawaban berada pada kisaran 1-3
andikpas remaja (69,3%) memiliki rumah
sendiri, 6,3 persen menumpang pada saudara
dan 25,4 persen mengontrak. Seluruh keluarga Tabel 1 disajikan sebaran tingkat kenakalan
andikpas remaja memiliki televisi, hal ini dengan nilai rataan jawaban tertinggi (≥2).
menandakan bahwa televisi merupakan Jawaban dengan nilai rataan tertinggi ≥2
kebutuhan bagi keluarga sebagai sarana menunjukan mayoritas andikpas remaja
hiburan. Hanya sebagian kecil andikpas pernah melakukan jenis kenakalan tersebut
remaja yang memiliki mobil (19,40%) dengan intensitas kadang-kadang sampai
sedangkan hampir seluruh andikpas remaja sering. Kenakalan remaja dengan nilai rataan
(92,0%) memiliki motor. tertinggi yaitu merokok (2,8), membeli dan
meminum alkohol (2,6) serta kebut-kebutan di
jalan raya (2,3). Selanjutnya, berdasarkan
Komunikasi Orang Tua-Remaja, Self-
rataan nilai dimensi kenakalan pada Tabel 2,
Esteem, dan Kenakalan Remaja
kenakalan yang banyak dilakukan oleh
andikpas remaja adalah kenakalan yang
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian berkaitan dengan alkohol dan narkoba
besar (79,4%) memiliki keterbukaan yang sedangkan yang paling rendah adalah pada
rendah dan 20,6 persen andikpas remaja dimensi perusakan.
memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi.
Selanjutnya, 52,4 persen andikpas remaja Bahasan yang menarik yang berkaitan dengan
memiliki kedalaman permasalahan yang kenakalan remaja adalah lama hukuman
rendah. Secara keseluruhan, 46,0 persen (sebagai gambaran seberapa berat kasus
andikpas remaja memiliki kualitas komunikasi yang menjerat responden ke LPKA). Menurut
yang rendah dan 54,0 persen andikpas remaja Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
memiliki kualitas komunikasi yang tinggi. Rata- Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
rata capaian kualitas komunikasi orang tua- Anak (UU SPPA) Pasal 3, seorang anak tidak
remaja adalah 53,9 yang berarti andikpas boleh dijatuhi hukuman mati atau hukuman
remaja memiliki kualitas komunikasi yang seumur hidup. Lama hukuman yang dijalani
masih tergolong rendah. andikpas remaja berada pada kisaran 7 bulan
sampai 10 tahun dengan rata-rata lama
Hasil analisis menemukan bahwa 31,7 persen hukuman 42,7 bulan atau sekitar 3,5 tahun.
andikpas remaja memiliki tingkat self-esteem Lama hukuman ditentukan oleh kasus yang
yang rendah dan 68,3 persen memiliki tingkat dilakukan andikpas remaja. Andikpas remaja
self-esteem yang tinggi, dengan rata-rata dengan hukuman 7 bulan terlibat dalam kasus
indeks self-esteem 57,1. Selanjutnya, pencurian sedangkan andikpas remaja dengan
sebanyak 47,6 persen andikpas remaja yang lama hukuman 10 tahun terlibat dalam kasus
memiliki angka kenakalan remaja yang rendah pembunuhan yang dilakukan oleh
dan 52,4 memiliki angka kenakalan remaja perseorangan. Pengelompokan lama hukuman
yang tinggi. Rata-rata indeks kenakalan remaja berdasarkan dari nilai rataan hukuman
adalah 38,8. andikpas remaja secara keseluruhan.
Vol. 10, 2017 KENAKALAN DAN SELF-ESTEEM ANDIKPAS 41
Tabel 2 Analisis deskriptif kenakalan remaja Tabel 4 Nilai koefisien korelasi antara
berdasarkan dimensi komunikasi orang tua-remaja, self-
Dimensi esteem, dan kenakalan andikpas
Kenakalan Min-Maks Rata-rata±SD remaja sebelum masuk LPKA
Remaja Kenakalan
Mencuri 0,00-70,00 22,54±20,31 Variabel
Remaja
Kejahatan di jalan 0,00-83,00 41,14±21,42 Komunikasi orang tua-remaja -0,341**
Alkohol&narkoba 9,00-100,00 63,23±24,44 Keterbukaan -0,267*
Agresi 0,00-80,00 36,51±23,29 Permasalahan 0,309*
Perusakan 0,00-80,00 21,27±16,64 Self-esteem -0,422**
Kenakalan di 0,00-100,00 48,15±24,88 Keterangan: *nyata pada p<0.05; **nyata pada p<0.01
sekolah
Mengganggu 0,00-80,00 37,14±20,59 Hasil penelitian juga menemukan adanya
masyarakat hubungan negatif sangat signifiikan antara
permasalahan dalam komunikasi dengan self-
Uji hubungan antara tingkat kenakalan dan esteem remaja (r=-0,459). Hal ini menunjukan
lama hubungan tidak menunjukan hubungan bahwa semakin tinggi permasalahan dalam
yang signifikan (p>0,1). Tingkat kenakalan komunikasi antara orang tua-remaja maka
yang tinggi tidak menjamin anak terlibat kasus semakin rendah self-esteem andikpas remaja
yang berat yang menyebabkan anak terjerat sebelum masuk LPKA (Tabel 3).
lama hukuman yang cukup lama. Hal ini
disebabkan karena banyak faktor yang dapat Tabel 4 merupakan hasil uji Korelasi Pearson
memengaruhi pengambilan keputusan saat yang menunjukkan hubungan antara
melakukan tindakan kejahatan. komunikasi orang tua-remaja dan dimensinya,
self-esteem, dengan kenakalan andikpas
Hasil Uji Hubungan Antarvariabel remaja sebelum masuk LPKA. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya sangat signifikan antara self-esteem dan
hubungan yang signifikan antara variabel kenakalan andikpas remaja sebelum masuk
karakteristik remaja, karakteristik keluarga, LPKA (r=-0,422). Hal ini menunjukan bahwa
dengan variabel komunikasi orang tua-remaja sebelum masuk LPKA, semakin tinggi self-
dan self-esteem. Selanjutnya dilakukan uji esteem maka kenakalan remaja semakin
Korelasi Pearson antara komunikasi orang tua- menurun. Selain itu, terdapat hubungan negatif
remaja dan dimensinya dengan variabel self- sangat signifikan antara komunikasi orang tua
esteem andikpas remaja (Tabel 3). dan kenakalan andikpas remaja sebelum
masuk LPKA (r=-0,341). Hal ini menunjukan
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat bahwa komunikasi yang baik antara orang tua
hubungan positif sangat signifikan antara dan andikpas remaja sebelum masuk LPKA
komunikasi orang tua-remaja dan self-esteem akan menurunkan tingkat kenakalan remaja.
andikpas remaja (r=0,524). Hal ini menunjukan Bila dilihat dari indikator pembangun kualitas
bahwa semakin tinggi komunikasi orang tua- komunikasi, terdapat hubungan negatif
remaja maka semakin tinggi self-esteem yang signifikasi antara keterbukaan dalam
dimiliki andikpas remaja sebelum masuk ke komunikasi dan kenakalan remaja (r=-0,267).
LPKA. Bila dilihat dari dimensi komunikasi, Artinya, semakin terbuka komunikasi dalam
ditemukan adanya hubungan positif sangat suatu keluarga maka semakin rendah
signifikan antara keterbukaan dalam kenakalan remaja. Sebaliknya, terdapat
komunikasi dengan self-esteem remaja hubungan positif signifiikan antara
(r=0,426). Temuan ini menunjukkan bahwa permasalahan dalam komunikasi dan
semakin terbuka komunikasi dalam suatu kenakalan remaja (r=0,309). Hal ini
keluarga maka semakin tinggi self-esteem. menunjukan bahwa semakin tinggi
permasalahan dalam komunikasi akan
Tabel 3 Nilai koefisien korelasi antara meningkatkan kenakalan remaja.
komunikasi orang tua-remaja dan self-
esteem andikpas remaja PEMBAHASAN
Koefisien Korelasi
Variabel Santrock (2007) mengklasifikasikan kenakalan
Self-Esteem
Komunikasi Orang tua- 0,524** menjadi dua jenis meliputi indeks offenses dan
Remaja status offenses. Indeks offenses merupakan
Keterbukaan 0,426** kenakalan remaja yang termasuk tingkat
Permasalahan -0,459** kriminal, terlepas pelakunya adalah remaja
Keterangan: *nyata pada p<0.05;**nyata pada p<0,01 atau orang dewasa. Kenakalan jenis ini
42 PRATIWI & HASTUTI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
kepada orang tua mendorong remaja lebih Dalam konteks perkembangan anak, terdapat
aktif dalam menangani masalah baik di dalam perbedaan keterbukaan pada periode remaja
maupun di luar kehidupan keluarga sehingga dibandingkan dengan periode yang lain baik
dapat terhindar dari tingkat yang menyimpang. dalam derajat, topik, atau tingkat keterbukaan.
Keterbukaan orang tua mempermudah Pengungkapan diri remaja dan orang tua dapat
sosialisasi nilai kepada anak. Penelitian berubah sebagai akibat dari perkembangan
Pasaribu et al. (2013) menunjukkan bahwa remaja, khusus perubahan dalam
sosialisasi yang buruk orang tua kepada anak perkembangan kognitif, fisik dan konsep diri
dapat menurunkan karakter anak. Kuhlberg, (Norrell, 1984). Kesediaan orang tua untuk
Peña, dan Zayas (2010) dan Smokowski, berinteraksi, baik ibu maupun ayah masing-
Rose, dan Bacallao (2010) menemukan bahwa masing memberikan kontribusi signifikan
konflik dalam keluarga meningkatkan tingkat terhadap perkembangan self-esteem remaja.
kenakalan remaja, konflik, dan hubungan yang Kesediaan orang tua mencerminkan tingkat
tidak diinginkan orang tua dan remaja. struktur dan bimbingan dalam kehidupan
remaja yang berfungsi untuk membangun dan
Penelitian ini juga menemukan bahwa mempertahankan tingkat self-esteem yang
komunikasi orang tua-remaja memiliki lebih tinggi (Bulanda & Majumdar, 2009).
hubungan positif sangat signifikan terhadap
self-esteem. Xiao, Li, dan Stanton (2011) Konflik memiliki hubungan negatif signifikan
menjelaskan bahwa keterbukaan dalam dengan self-esteem remaja. Sejalan dengan
komunikasi meningkatkan self-esteem. penelitian Kuhlberg, Peña, dan Zayas (2010)
Keterbukaan komunikasi pada remaja akan dan Smokowski, Rose, dan Bacallao (2010)
mendorong remaja lebih aktif dalam yang menemukan bahwa konflik dalam
menangani masalah baik di dalam maupun di keluarga berimplikasi pada rendahnya self-
luar kehidupan keluarga, sehingga dapat esteem remaja serta meningkatkan
meningkatkan self-esteem remaja (Jackson et keterlibatan remaja dalam penggunaan
al., 1998). Kernis, Brown, dan Brody (2000) narkoba. Orang tua yang cenderung menarik
dan Bulanda dan Majumdar (2009) diri dari konflik berkaitan dengan self-esteem
menyatakan bahwa komunikasi orang tua- remaja yang rendah dan penggunaan obat
remaja yang berkualitas akan meningkatkan terlarang yang tinggi. Hal ini menunjukan
self-esteem remaja. Harris et al. (2015) bahwa orang tua harus lebih responsif ketika
menyatakan bahwa terdapat hubungan positif remaja ingin membahas masalah meskipun
yang kuat antara kedekatan orang tua-remaja permasalahan tersebut tidak terlalu penting
dengan self-esteem remaja. untuk orang tua (Caughlin & Malis, 2004).
Sebuah fakta menunjukan bahwa orang tua, Hasil penelitian ini menemukan bahwa
terutama ketika hubungan dengan remajanya kenakalan andikpas remaja yang dilakukan
memiliki kualitas tinggi, dapat berfungsi sebelum masuk LPKA tidak memiliki hubungan
sebagai penyangga terhadap tekanan remaja terhadap lama hukuman yang diterima anak.
(Hazel et al., 2015). Komunikasi orang tua- Tingkat kenakalan yang tinggi tidak menjamin
remaja memiliki hubungan terhadap stabilisasi anak terlibat kasus yang berat yang
self-esteem remaja. Remaja dengan self- menyebabkan anak terjerat lama hukuman
esteem yang tidak stabil memiliki frekuensi yang cukup lama. Hal ini disebabkan karena
bicara lebih sedikit dengan orang tuanya. Self- banyak faktor yang dapat memengaruhi
esteem yang rendah dan tidak stabil pengambilan keputusan saat melakukan
berhubungan dengan presepsi anak terhadap kenakalan, beberapa diantaranya adalah
orang tuanya yang sering mengeluarkan kata pengaruh teman sebaya, self-control, dan self-
hinaan dan kritikan. Hal ini disebabkan karena esteem remaja. Choon, Hasbullah, dan Ling
anak memiliki sensitivitas terhadap evaluasi (2013) dan Nisar et al. (2015) menyebutkan
dan kritikan sehingga anak menjadi enggan bahwa kelekatan teman sebaya (jika teman
berbicara dan kehilangan penghargaan sebaya terlibat dalam tingkat kriminal)
terhadap dirinya sendiri. Remaja dengan self- berpengaruh terhadap tingkat kriminal yang
esteem yang stabil dilaporkan terlibat dalam dilakukan remaja. Santrock (2003) dan Cobb
interaksi yang lebih intensif dengan orang (2001) menyatakan bahwa pada tahapan
tuanya (Kernis, Brown, & Brody, 2000). remaja terjadi perubahan antara remaja dan
orang tuanya sehingga remaja lebih cenderung
Keterbukaan memiliki hubungan positif dekat dengan temannya. Hal ini diperburuk
signifikan dengan self-esteem remaja. dengan self-esteem dan self-control yang
Pengungkapan diri (keterbukaan) merupakan rendah. Selain itu, self-control remaja juga
bagian dari proses komunikasi keluarga. memiliki kontribusi terhadap keputusan remaja
44 PRATIWI & HASTUTI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
untuk melakukan kejahatan. Boisvert et al. oleh anak. Untuk LPKA diharapkan mampu
(2012) menyebutkan bahwa kontrol diri yang mengadakan program-program yang mampu
rendah akan memiliki kecenderungan untuk mengembalikan self-esteem agar anak
meningkatkan tingkat kenakalan remaja. kembali merasa dirinya berharga, dan memiliki
Remaja yang memiliki self-esteem dan self- perencanaan untuk meneruskan hidup setelah
control akan mencari cara untuk memperbaiki keluar dari LPKA. Hal ini dapat dilakukan
self-respect dengan melibatkan dirinya dengan mengadakan kegiatan achievment motivation
kelompok yang menyimpang (Rosenberg, training dan memberikan pendidikan karakter
Rosenberg, & McCord, 1978). serta membekali andikpas dengan
kemampuan berwirausaha. Untuk memperluas
Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan keilmuan, perlu dilakukan penelitian lanjutan
yaitu perlunya alat ukur yang lebih sensitif untuk mengakomodasi presepsi komunikasi
untuk menganalisis komunikasi ayah dan ibu orang tua-remaja dari sudut pandang orang
secara khusus. Selanjutnya, pengambilan data tua. Selain itu, pada penelitian ini ditemukan
komunikasi orang tua-remaja hanya bahwa self-esteem memiliki pengaruh
menggunakan presepsi anak saja sehingga terhadap kenakalan remaja. Berdasarkan
masih memungkinkan adanya bias dan kerangka pemikiran lain maka penelitian ini
ketidaksesuaian. Perlu dilakukan penelitian menyarankan perlunya diadakan penelitian
lanjutan untuk mengakomodasi presepsi lanjutan untuk mengukur apakah kenakalan
komunikasi orang tua-remaja dari sudut remaja juga memiliki pengaruh terhadap self-
pandang orang tua. esteem.
Hasil penelitian menunjukan self-esteem yang Barnes, H. L. & Olson, D. H. (1982). Parent-
tinggi dan komunikasi orang tua-remaja yang adolescent communication scale. In
baik berhubungan dengan menurunnya tingkat Olson D. H., McCubbin H. I., Barners H.,
kenakalan andikpas remaja sebelum masuk Larsen A., Muxen M., & Wilson M.
LPKA. Remaja yang memiliki self-esteem yang (Eds.), Family inventories: Inventories
tinggi dan memiliki komunikasi yang baik used in a nationel survey of families
dengan orang tuanya dan akan terhindar dari across the family life cycle (pp. 33-48).
kenakalan remeja. Selain itu, komunikasi yang
ST Paul: Family Social Science:
terjalin dengan baik antara orang tua dan
remaja terbukti berhubungan dengan University of Minnesota.
meningkatnya self-esteem andikpas remaja Berlianti, D., Vityala, A., Hastuti, D.,
sebelum masuk LPKA. Bila dijabarkan dari Sarwoprasodjo, S., & Krisnantuti, D.
dimensi komunikasi, diketahui bahwa (2016). Ada apa dengan komunikasi
keterbukaan dalam komunikasi orang tua- orang tua-remaja?: pengaruhnya
remaja dapat meningkatkan self-esteem dan
terhadap agresivitas remaja pada
menurunkan kenakalan pada andikpas remaja
sebelum masuk LPKA. Sebaliknya, sesama. Jurnal Ilmu Keluarga dan
permasalahan dalam komunikasi akan Konsumen, 9(3), 183-194.
menurunkan self-esteem dan meningkatkan Bireda, A. D., & Pillay, J. (2017). Perceived
perilaku kenakalan pada pada andikpas parent–child communication and well-
remaja sebelum masuk LPKA. being among Ethiopian adolescents.
International Journal of Adolescence and
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
Youth, 1-9.
hendaknya orang tua menerapkan komunikasi
positif dengan anak. Orang tua hendaknya Bulanda, R. E., & Majumdar, D. (2009).
tidak menciptakan jarak dalam berkomunikasi Perceived parent–child relations and
dengan remaja sehingga remaja bisa lebih adolescent self-esteem. Journal of Child
terbuka untuk menyampaikan keinginan dan and Family Studies, 18(2), 203-212.
permasalahan yang sedang dirasakannya. Hal
ini akan memfasilitasi terciptanya interaksi Boisvert, D., Wright, J. P., Knopik, V., &
yang baik dan meningkatkan kepercayaan Vaske, J. (2012). Genetic and
remaja terhadap orang tuanya. Selain itu, environmental overlap between low self-
orang tua harus memberikan pengawasan control and delinquency. Journal of
terhadap pergaulan remaja, mengenai siapa Quantitative Criminology, 28(3), 477-
temannya, mengetahui aktivitas yang 507.
dilakukanya, mengawasi apa yang diakses
Vol. 10, 2017 KENAKALAN DAN SELF-ESTEEM ANDIKPAS 45
Caldwell, R. M., Beutler, L. E., Ross, S. A., & American Psychological Society, 16(4),
Silver, N. C. (2006). Brief report: An 328-335.
examination of the relationships between
Firdanianty, Lubis, D. P., Puspitawati, H., &
parental monitoring, self-esteem and
Susanto D. (2016). Komunikasi remaja
delinquency among Mexican American
dengan ayah masih minim : Studi pada
male adolescents. Journal of
siswa SMA di Kota Bogor. Jurnal Ilmu
Adolescence, 29(3), 459-464.
Keluarga dan Konsumen, 9(2), 124-135.
Carroll, A., Durkin, K., Houghton, S., & Hattie,
Gunawan, H. (2013). Jenis pola komunikasi
J. (1996). An adaptation of mak's self‐
orang tua dengan anak perokok aktif di
reported delinquency scale for Western
Desa Jembayan Kecamatan Loa Kulu
Australian adolescents. Australian
Kabupaten Kutai Kartanegara. Ejournal
Journal of Psychology, 48(1), 1-7.
Ilmu Komunikasi, 1(3), 218-233.
Caughlin, J. P., & Malis, R. S. (2004).
Gunarsa, S., & Gunarsa, Y. (2004). Psikologi
Demand/withdraw communication
praktis: anak, remaja dan keluarga.
between parents and adolescents:
Jakarta, ID: BPK Gunung Mulia.
Connections with self-esteem and
substance use. Journal of Social and Harris, M. A., Gruenenfelder‐Steiger, A. E.,
Personal Relationships, 21(1), 125-148. Ferrer, E., Donnellan, M. B., Allemand,
M., Fend, H., & Trzesniewski, K. H.
Cheng, C. (2014). The predictive effects of
(2015). Do parents foster self‐esteem?
self-esteem, moral self, and moral
testing the prospective impact of parent
reasoning on delinquent behaviors of
closeness on adolescent self‐
Hong Kong young people. International
esteem. Child Development, 86(4), 995-
Journal of Criminology and Sociology, 3,
1013.
133-145.
Hazel, N., Oppenheimer, C., Technow, J.,
Choon, L. J., Hasbullah, M., & Ling, W. S.
Young, J., & Hankin, B. (2015). Parent
(2013). Parental attachment, peer
relationship quality buffers against the
attachment, and delinquency among
effect of peer stressors on depressive
adolescents in Selangor,
symptoms from middle childhood to
Malaysia. Asian Social Science, 9(15),
adolescence. Dev. Psychol., 50(8),
214-219.
2115–2123. doi: 10.1037/a0037192.
Cobb, N. J. (2001). Adolescence: continuity,
Icli, T. G., & Çoban, S. (2012). A study on the
change, and diversity fourth edition. New
effects of family and delinquent peers on
York, NY: Mayfield Publishing company.
juvenile delinquency in Turkey.
Coopersmith, S. (1967). The antecendents of Advances in Applied Sociology, 2(1), 66-
self-esteem. San Fransisco, US: W. H. 72.
Freeman and Company.
Jackson, S., Bijstra, J., Oostra, L., & Bosma,
Christopher, T. B., Sarah, J.G., Kristy, K.A., & H. (1998). Adolescents' perceptions of
Jessica, D. P. (2007). The relations communication with parents relative to
among narcissism, self-esteem, and specific aspects of relationships with
delinquency in a sample of at-risk parents and personal
adolescents. Journal of Adolescence, development. Journal of Adolescence,
30, 933–942. 21(3), 305-322.
doi:10.1016/j.adolescence.2006.12.003.
Kartono, K. (2008). Patologi sosial 2:
[Ditjenpas]. Direktorat Jendral kanakalan remaja. Jakarta, ID: Raja
Pemasyarakatan. (2015). Laporan UPT Grafindo Persada.
lembaga khusus anak kelas II Bandung
Kernis, M.H., Brown, A.C., & Brody, G. H.
Kanwil Jawa Barat 2015. Diambil dari
(2000). Fragile self‐Esteem in children
http://smslap.ditjenpas.go.id.
and its associations with perceived
Donnellan, M. B., Trzesniewski, K. H., Robins, patterns of parent‐child communication.
R. W., Moffitt, T. E., & Caspi, A. (2005). Journal of Personality, 68(2). 225-252.
Low self-esteem is related to aggression,
antisocial behavior, and deliquency.
46 PRATIWI & HASTUTI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Kuhlberg, J. A., Peña, J. B., & Zayas, L. H. (Disertasi). Institut Pertanian Bogor,
(2010). Familism, parent-adolescent Bogor, Indonesia.
conflict, self-esteem, internalizing
Putra, N. F. P. (2013). Peranan komunikasi
behaviors and suicide attempts among
interpersonal orang tua dan anak dalam
adolescent Latinas. Child Psychiatry &
mencegar tingkat seks pranikah di SMA
Human Development, 41(4), 425-440.
negeri 3 Samarinda kelas XII. Ejournal
Moitra, T., & Mukherjee, I. (2012). Parent- Ilmu Komunikasi, 1(3), 35-53.
adolescent communication and
Santrock, J. W. (2003). Adolesence
delinquency: a comparative study in
perkembangan remaja. Ed. Ke-6.
Kolkata, India. Eur J Psychol, 8(1): 74-
Penerjemah: Adelar, S., Saragih S.;
94.
Editor: Kristiadji, Sumiharti, Y., Jakarta,
Ngale, I. F. (2009). Family structure and ID: Erlangga.
juvenile delinquency: correctional centre
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak,
Betamba, centre province of Cameroon.
edisi ketujuh, jilid dua. Penerjemah:
Internet Journal of Criminology, 1-19.
Rachmawati, M.; Kuswanti, A. Jakarta,
Diambil dari
ID: Erlangga.
https://pdfs.semanticscholar.org/aa23/e0
7e18f4c9d6e272ac620b521f4a436c1718 Sarwono, S. W. (2012). Psikologi remaja.
.pdf?_ga=2.234739678.1938675477.149 Jakarta, ID: PT Rajagrafindo Persada.
7930099-1351896934.1497930099.
Smokowski, P. R., Rose, R. A., & Bacallao, M.
Nisar, M., Ullah, S., Ali, M., & Alam, S., (2010). Influence of risk factors and
(2015). Juvenile delinquency: The cultural assets on Latino adolescents’
Influence of family, peer and economic trajectories of self-esteem and
factors on juvenile delinquents. Applied internalizing symptoms. Child Psychiatry
Science Reports, 9(1), 37-48. & Human Development, 41(2): 133-155.
Norrell, J. E., (1984). Self-disclosure: Rosenberg, M. (1965). Society and the
Implications for the study of parent- adolescent self-image. Princeton, NJ:
adolescent interaction. Journal of Youth Princeton University Press.
and Adolescence, 13(2), 163-178.
Rosenberg, F. R., Rosenberg, M., & McCord,
Odgers, C. L., Caspi, A. C., Russell, M. A., J. (1978). Self-esteem and delinquency.
Sampson, R. J., Arseneault, L., & Moffitt, Journal of Youth and Adolescence, 7(3),
T. E. (2012). Supportive parenting 279-294.
mediates neighborhood socioeconomic
Xiao, Z., Li X., & Stanton, B. (2011).
disparities in children’s antisocial Perception of parent-adolescent
behavior from ages 5 to 12. communication within families: It is a
Development and Psychopathology, matter of perspective. Psychology,
24(3), 705-721. Health, and Medicine. 16(1), 53-65.
doi:10.1017/S0954579412000326. doi:10.1080/13548506.2010.521563.
Pasaribu, R. M., Hastuti, D., & Alfiasari. (2013). Wan, Y. Y. T. (2012). Cognitive and emotional
Gaya pengasuhan permisif dan determinants of delinquent behaviour.
rendahnya sosialisasi nilai dalam SS Student E-Journal, 1, 42-59.
keluarga berisiko terhadap penurunan
Youngs, B. B. (1991). How to develop self-
karakter remaja. Jurnal Ilmu Keluarga
esteem in your child : 6 vital ingredients.
dan Konsumen, 6(3), 163-171.
New York, US: Ballantine Books.
Puspitawati, H. (2006). Pengaruh faktor
keluarga, lingkungan teman dan sekolah
lanjut tingkat atas di Kota Bogor