Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal


di Ruang 29 Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Iva Maulida Chusnia CN
0810720046

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa : Iva Maulida Chusnia CN
NIM : 0910720046
Masalah Utama : HIV

A. HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)


1. Definisi
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang melemahkan
sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang
menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Brooks, 2004).
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar
antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

2. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV).HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan
HIV-1.Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS disebabkan agent virus HIV yang masuk melalui darah dan semua cairan
tubuh (semen, ludah, sekret vagina, urine, ASI dan air mata). Virus ini masuk
kedalam pembuluh darah kemudian menyerang sel darah putih jenis Lymphosit
tepatnya sel T helper CD 4. penularan HIV / AIDS dapat terjadi melalui cara sebagai
berikut :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.


2. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
3. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.
4. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat
menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan
dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut
dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah.
5. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat
terjadi saat:
a. Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
b. Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah
ibu atau cairan vagina
c. Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.

3. INSIDEN
Di Indonesia, jumlah pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS yang dilaporkan 1
Januari s.d. 30 September 2007 adalah 674 HIV dan 2190 AIDS. Kasus HIV/AIDS di
Malang tercatat 412 penderita. Jumlah penderita HIV di Kota Malang selama dua
bulan terakhir bertambah 14 orang lagi, sehingga total dalam lima tahun terakhir
mencapai 360 orang. Sedangkan penderita se Malang Raya yang meliputi Kab
Malang ( 46 orang), Kota Malang (360 orang) dan kota Batu (12). Semuanya
mencapai 412 orang (Hr. Suara Pembaruan 21/3/06).
4. PATOFISIOLOGI
Patogenesis
Penularan dan masuknya virus
HIV dapat diisolasi dari darah, cairan cerebrospinal, semen, air mata, air susu,
sekresi vagina atau serviks,
urine, ASI, dan air liur.
Penularan terjadi paling efisien
melalui darah dan semen. Tiga
cara utama penularan adalah
kontak dg darah, kontak
seksual dan kontak ibu –bayi.
Perlekatan virus
Virion HIV matang memiliki
bentuk hampir bulat dengan
diameter 1/10.000 mm.
Selubung luarnya atau kapsul
viral (envelope) terdiri dari lemak
lapis ganda (tinggi kolesterol dan
glikolipid yang dapat
memberikan target baru untuk memblokir HIV) yg mengandung banyak tonjolan
protein dari sel inang, serta 72 salinan (rata-rata) dari protein HIV kompleks (sering
disebut "paku" yang menjorok melalui permukaan partikel virus (virion). Protein ini,
yang dikenal sebagai env, terdiri dari topi terbuat dari tiga molekul yang disebut
glikoprotein (gp) 120, dan batang yang terdiri dari tiga molekul yang gp41 jangkar
struktur dalam env virus. Banyak penelitian untuk mengembangkan vaksin melawan
HIV telah difokuskan pada protein env.
Inti Virus
Dalam kapsul (env) dari partikel HIV matang adalah inti berbentuk peluru atau
kapsid, yang terbuat dari 2.000 salinan protein virus lain (p24). Kapsid mengelilingi
dua untai tunggal RNA HIV, yang masing-masing memiliki salinan dari virus 9 gen.
Tiga dari gen ini, gag, pol, env dan, mengandung informasi yang dibutuhkan untuk
membuat protein struktural untuk partikel virus baru. Kode gen gag untuk protein
prekursor yang dapat dibelah oleh protease virus ke empat protein yang lebih kecil:
p24 (kapsid), p17 (matriks), p7 (nukleokapsid), dan p6. Kode pol gen untuk protein
prekursor yang mengandung empat enzim: protease, integrase, RNase H, dan
reverse transcriptase. Kode env gen untuk protein yang disebut gp160 yang dipecah
oleh protease virus untuk membentuk gp120 dan gp41.
Enam gen pengatur, tat, rev, nef, vif, vpr, dan VPU, berisi informasi yang
diperlukan untuk memproduksi protein yang mengendalikan kemampuan HIV untuk
menginfeksi sel, menghasilkan salinan baru dari virus, atau menyebabkan penyakit.
Protein yang dikode oleh nef, misalnya, muncul diperlukan bagi virus untuk
mereplikasi efisien, dan protein VPU-encoded mempengaruhi pelepasan partikel virus
baru dari sel yang terinfeksi. Baru-baru ini, peneliti menemukan bahwa VIF (protein
yang dikode oleh gen vif) berinteraksi dengan protein pertahanan antivirus dalam sel
inang (APOBEC3G), menyebabkan inaktivasi efek antivirus dan meningkatkan
replikasi HIV. Interaksi ini dapat berfungsi sebagai target baru untuk obat antivirus.
Ujung-ujung setiap helai RNA HIV mengandung urutan RNA disebut terminal ulangi
panjang (LTR(Long Terminal Repeat)). Daerah dalam tindakan LTR sebagai saklar
untuk mengontrol produksi virus baru dan dapat dipicu oleh protein dari HIV atau sel
inang. Inti dari HIV juga termasuk protein HIV nukleokapsid. Tiga enzim melakukan
langkah selanjutnya dalam siklus hidup virus: reverse transcriptase, integrase, dan
protease. Protein lain HIV yang disebut p17, atau matriks protein HIV, terletak di
antara inti virus dan amplop virus.
Masuknya HIV ke dalam sel
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini
berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu beru untuk mereplikasi
diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan
tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama
setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana
replikasi virus menjadi semakin cepat.
Infeksi biasanya dimulai ketika sebuah partikel HIV, yang berisi dua salinan dari
RNA HIV, bertemu dengan sel dengan molekul permukaan yang disebut Cluster
Designation 4 (CD4). Sel yang membawa molekul ini dikenal sebagai CD4+ sel.
Satu atau lebih dari gp120 molekul virus yang mengikat erat molekul CD4 (s) pada
permukaan sel. Pengikatan gp120 hasil CD4 dalam perubahan konformasi dalam
molekul gp120 memungkinkan untuk mengikat molekul kedua pada permukaan sel
yang dikenal sebagai co-reseptor. Kapsul(env) dari virus dan membran sel kemudian
menyatu, menyebabkan masuknya virus ke dalam sel. Gp41 env sangat penting untuk
proses fusi (menyatu). Obat yang blok baik mengikat atau proses fusi sedang
dikembangkan dan diuji dalam uji klinis. The Food and Drug Administration (FDA)
telah menyetujui salah satu dari yang disebut fusion inhibitor, T20, untuk digunakan
pada orang yang terinfeksi HIV.
Studi telah mengidentifikasi beberapa co-reseptor untuk berbagai jenis strain HIV.
Co-reseptor ini adalah target yang menjanjikan untuk obat anti-HIV baru, beberapa di
antaranya sekarang sedang diuji dalam studi praklinis dan klinis. Agen yang
menghalangi co-reseptor menunjukkan janji tertentu sebagai calon mikrobisida yang
dapat digunakan dalam gel atau krim untuk mencegah penularan HIV. Pada tahap
awal penyakit HIV, kebanyakan orang pelabuhan virus yang menggunakan, selain
CD4, reseptor yang disebut CCR5 untuk memasuki sel target mereka. Dengan
perkembangan penyakit, spektrum penggunaan co-reseptor mengembang pada
sekitar 50 persen pasien untuk memasukkan reseptor lain, terutama molekul yang
disebut CXCR4. Virus yang menggunakan CCR5 disebut R5 HIV dan virus yang
menggunakan CXCR4 disebut X4 HIV.
Meskipun sel T CD4 + tampaknya menjadi target utama HIV, sel-sel kekebalan
lainnya dengan dan tanpa molekul CD4 pada permukaan mereka terinfeksi juga. Di
antaranya adalah sel-sel yang berumur panjang yang disebut monosit dan makrofag,
yang tampaknya dapat pelabuhan jumlah besar virus tanpa dibunuh, sehingga
bertindak sebagai reservoir HIV. CD4 + sel T juga berfungsi sebagai reservoir penting
HIV, sebagian kecil dari sel-sel HIV pelabuhan di kandang, bentuk yang tidak aktif.
Proses kekebalan tubuh normal dapat mengaktifkan sel-sel, sehingga produksi virion
HIV baru.Sel-sel penyebaran HIV juga dapat terjadi melalui fusi CD4-dimediasi sel
yang terinfeksi dengan sel yang belum terinfeksi.
Reverse transcription
Dalam sitoplasma sel, HIV reverse transcriptase mengubah RNA virus menjadi DNA,
bentuk asam nukleat di mana sel membawa gen. Sebuah obat antivirus disetujui oleh
FDA beberapa untuk mengobati orang dengan infeksi HIV bekerja dengan
mengganggu tahap siklus hidup virus.
Integrasi
Yang baru dibuat DNA HIV bergerak ke inti sel, di mana ia diintegrasikan ke dalam
DNA inang dengan bantuan integrase HIV. DNA HIV yang memasuki DNA sel disebut
provirus a. Beberapa obat yang menargetkan enzim integrase berada dalam tahap
awal pengembangan dan sedang diselidiki untuk potensi mereka sebagai agen
antiretroviral.
Transkripsi
Untuk provirus untuk menghasilkan virus baru, salinan RNA harus dibuat yang dapat
dibaca oleh mesin protein pembuatan sel inang. Salinan ini disebut messenger RNA
(mRNA), dan produksi mRNA disebut transkripsi, suatu proses yang melibatkan enzim
sel inang sendiri. Gen virus dalam konser dengan mesin seluler mengontrol proses ini,
gen tat, misalnya, mengkode protein yang mempercepat transkripsi. Genomic RNA
juga ditranskripsi untuk dipasang kemudian dalam virion pemula.
Sitokin, protein yang terlibat dalam regulasi normal dari respon kekebalan tubuh, juga
dapat mengatur transkripsi. Molekul seperti tumor necrosis factor (TNF)-alpha dan
interleukin (IL) -6, disekresikan dalam tingkat tinggi oleh sel-sel dari orang yang
terinfeksi HIV, dapat membantu untuk mengaktifkan provirus HIV. Infeksi lain, oleh
organisme seperti Mycobacterium tuberculosis, juga dapat meningkatkan transkripsi
dengan menginduksi sekresi sitokin.
Translasi
Setelah mRNA HIV diproses dalam inti sel, itu diangkut ke sitoplasma. Protein yang
dikode oleh gen rev HIV adalah penting untuk proses ini (info lebih lanjut). Tanpa
protein rev, protein struktural tidak dibuat. Dalam sitoplasma, virus co-opts mesin sel
protein-membuat - termasuk struktur yang disebut ribosom - untuk membuat rantai
panjang protein virus dan enzim, menggunakan mRNA HIV sebagai template. Proses
ini disebut translasi.
Perkembangan pengobatan
protein HIV dan RNA genomik yang masih baru (belum matang)berkumpul di dalam
sel dan partikel viral muda (pink / merah pada gambar) bentuk dan tunas mati dari sel
memperoleh kapsul yang mencakup protein selular dan HIV dari membran sel. Ini
adalah bagian dari siklus hidup virus, inti dari virus yang belum matang dan virus
belum menular. Selanjutnya protein precusor (gag dan pol) yang membentuk inti viral
muda dipotong menjadi protein fungsional yang lebih kecil oleh protease virus.
Langkah ini menghasilkan virion menular. Obat yang disebut inhibitor protease
mengganggu langkah ini dari siklus hidup virus dan FDA telah menyetujui obat
tersebut.

5. KLASIFIKASI
Stadium1 :PeriodeJendela
 HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam
darah
 Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
 Test HIV belum dapat mendeteksi keberadaan virus ini
 Tahap ini disebut periodejendela, umumnya berkisar 1-6 bulan.
Stadium2 :HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
 HIV berkembang biak dalam tubuh
 Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
 Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibodi terhadap HIV
 Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan
tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).
Stadium3 :HIV Positif (muncul gejala)
 Sistem kekebalan tubuh semakin turun
 Mulai muncul gejala infeksi opportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa
di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
 Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
Stadium 4 : AIDS
 Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
 Berbagai penyakit lain (infeksi opportunistik) semakin parah
 Wasting (kehilangan berat badan secara drastis)
 Diare kronis.

6. MANIFESTASI KLINIS
Manifetasi klinis yang muncul sesuai dengan tahap-tahap perkembangan virus
HIV. Gejala ini, sesuai dengan menurunnya tingkat CD4 di peredaran darah perifer dan
Makin melemahnya tingkat imunitas tubuh. Penyakit di timbulkan akan lebih sulit
diatasi jika sebelumnya penderita tersebut dan diperparah oleh HIV.
Stadium perkembangan virus ada 5 fase yaitu:
1. Periode jendela
Berlangsung selama 4 minggu-6 bulan setelah infeksi, tidak terdapat gejala, hasil
rapid test (-).
2. Fase infeksi primer akut
Berlangsung selama 1-2 minggu dengan gejala seperti flu. Hasil rapod test (-).
3. Infeksi Asimptomatik
Berlangsung selama 1-15 tahun/ lebih dengan tidak ada gejala. Hasil rapid test
(+).
4. Supresi Imun simptomatik
Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB turun, diare,
neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. Periode AIDS
Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
ditegakkan.Sedangkan dari kriteria mayor dan minor, manifestasi HIV adalah
sebagai berikut:
Gejala mayor :

 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.


 Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
 Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
 Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
 Demensia/ensefalopati HIV.
Gejala minor:

 Batuk menetap lebih dari 1 bulan.


 Dermatitis generalisata yang gatal.
 Herpes Zoster multisegmental dan atau berulang.
 Kandidiasis orofaringeal.
 Herpes simpleks kronis progresif.
 Limfadenopati generalisata.
 Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

Tanda dan Gejala menurut WHO :


Stadium Klinis I :
1. Asimtomatik (tanpa gejala)
2. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh
tubuh)
3. Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal.
Stadium Klinis II :
1. Berat badan berkurang < 10%
2. Manifestasi mukokutaneus ringan (kelainan selaput lendir dan kulit) : gatal-gatal,
jamur, sariawan pada sudut mulut
3. Herpes zoster
4. Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang
5. Skala Penampilan 2 : simtomatik, aktivitas normal.
Stadium Klinis III :
1. Berat badan turun > 10%
2. Diare berkepanjangan > 1 bulan
3. Jamur pada mulut
4. TB Paru
5. Infeksi bakterial berat
6. Skala Penampilan 3 : < 50% dalam masa 1 bulan terakhir terbaring
Stadium Klinis IV :
1. Kelemahan
2. Jamur pada mulut dan kerongkonga
3. Radang paru-paru (PCP), TB Ekstra Paru
4. Radang saluran pencernaan (Diare kriptosporidiosis > 1 bulan)
5. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
6. Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
7. Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan terakhir.

Manifestasi klinik AIDS berdasarkan system organ yang terinfeksi:


Manifestasi-manifestasi klinik AIDS
No Kemungkinan penyebab Kemungkinan efek
1. Manifestasi oral
Lesi-lesi karena: candida, herpes Nyeri oral mengarah pada kesulitan
simpleks, sarcoma kaposi’s; kutil mengunyah dan menelan,
papilomavirus oral, ginginitis peridontitis penurunan masukan cairan dan
HIV; leukoplakia oral nutrisi, dehidrasi, penurunan berat
badan dan keletihan, cacat.
2 Manifestasi neurologic
a. Kompleks dimensia AIDS karena:  Perubahan kepribadian,
serangan langsung HIV pada sel-sel kerusakan kognitif, konsentrasi
syaraf dan penilaian
 kerusakan kemampuan motorik
 kelemahan; perlu bantuan dengan
ADL atau tidak mampu
melakukan ADL
 tidak mampu untuk berbicara atau
mengerti
 paresis/plegia
 inkontinensia urin
 menyusahkan pemberi perawatan
 ketidak mapuan untuk mematuhi
regimen medis
 ketidakmampuan untuk bekerja
 isolasi social

b. enselofati akut karena Sakit kepala


 reaksi obat-obat terapeutik, Malaise
 takar lajak obat Demam
 hipoksia Paralysis total atau parsial;
 hipoglikemi karena pankreatitis kehilangan kemampuan kognisi,
akibat obat ingatan, penilaian, orientasi atau

 ketidakseimbangan elektrolit afek yang sesuai, penyimpangan

 meningitis atau ensefalitis yang sensorik; kejang, koma dan

diakibatkan oleh cryptococus, virus kematian


herpes simpleks, sitomegalovirus,
mycobacterium tuberculosis, sifilis,
candida, toxoplasma gondii
 limfoma
 infark serebral akibat vaskulitis,
sifilis meningovaskuler, hipotensi
sistemik, maranik endokarditis
c. neuropati karena inflamasi demielinasi Kehilangan control motorik; ataksia,
diakibatkan serangan HIV langsung, kebas bagian perifer, kesemutan,
reaksi obat, lesi sarcoma kaposi’s rasa terbakar, depresi refleks,
ketidakmampuan untuk bekerja,
isolasi sosial

3 Manifestasi gastrointestinal
a. diare Penurunan berat badan, anoreksia,
cryptosporidium, isopora belli, Demam; dehidrasi, malabsorpsi(
microsporidum, sitomegalovirus, virus malaise, kelemahan dan keletihan)
herpes simpleks, mycobacterium avium Kehilangan kemampuan utuk
intacelulare, strongiloides stercoides, melakukan funsi social karena
enterovirus, adenovirus, salmonella, ketidakmampuan meninggalkan rumah
shigella, campylobacter, vibrio inkontinesia
parahaemiliticus, candida, histoplasma
capsulatum, giardia, entamoba
histolytica, pertumbuhan cepat flora
normal, limfoma dan sarcoma kaposi’s
b. hepatitis Anoreksia, mual, muntah, nyeri
mycobacterium avium intacelulare, abdomen, ikterik, demam, malaise,
cryptococus, sitomegalovirus, kemerahan, nyeri persendia,
histoplasma, coccidiomycosis, keletihan(hepatomegali, gagal
microsporidum, virus epsten-barr, virus- hepatic,kematian)
virus hepatitis(A, B, C, D) dan E,
limfoma, sarcoma kaposi’s,
penggunaan obat illegal, penggunaan
alcohol, penggunaan obat golongan
sulfa
c. disfungsi biliari Nyeri abdomen, anoreksia, mual dan
kolangitis akibat sitimegalovirus dan muntah ikterik
cryptosporidium: limfoma dan sarcoma
kaposi’s
d. penyakit anorectal Eliminasi yang sulit dan sakit, nyeri
karena abses dan fistula, ulkus dan rectal, gatal-gatal, diare
inflamasi perianal yang diakibatkan dari
infeksi oleh chlamydia,
lymphogranulum venereum, gonore,
sifilis, shigella, campylobacter, M
tuberculosis, herpes simpleks, candida,
herpes simpleks, sitomegalovirus,
obstruksi candida albicans karena
limfoma sarcoma kaposi’s; kutil
papilomavirus
4 Manifestasi respiratori
Infeksi Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
Pneumocytis carinii, mycobacterium intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
avium intacelulare, M tuberculosis, respiratori, kematian)
candida , Chlamydia, histoplasma
capsulatum, toxoplasma gondii,
coccidiodes immitis, Cryptococcus
neoforms, sitomegalovirus, virus-virus
influenza, pneumococcus,
strongyloides
limfoma dan sarcoma kaposi’s Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
respiratori, kematian)
5 Manifestasi dermatologic
Lesi-lesi kulit stafilokokus(bullous Nyeri, gatal-gatal, rasa terbakar, infeksi
impetigo, etkima, folikulitis), sekunder dan sepsis, cacat dan
lesi-lesi virus herpes simpleks (oral, perubahan citra diri
fasial, anal dan vulvovaginal)
herpes zoster
lesi-lesi miobakteri kronik timbul diatas
nodus-noduls limfe atau sebagai
ulserasi atau macula hemoragik
lesi lain berhubungan dengan infeksi
pseudomonas aeruginosa, molluscum
contangiosum, candida albicans, cacing
gelang, Cryptococcus,
sporoticosis(dermatitis yang
disebabkan oleh xerosis reaksi obat
trutama sulfa
lesi dari parasit seperti scabies atau
tuma ; sarcoma kaposi’s, dekubitus,
dan kerusakan integritas kulit akibat
lamanya tekanan dan inkontinens
6 Manifestasi sensorik
a. pandangan Kebutaan
sarcoma kaposi’s pada konjugtiva atau
kelopak mata, retinis sitomegalovirus
b. pendengaran Nyeri dan kehilangan pendengaran
otitis eksternal akut dan otitis media;
kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-
reaksi obat

6. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan
kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV).
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan diare.
4. Respirasi
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi opportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-
paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.
b. Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi
dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada
30% penderita AIDS.
c. Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.

d. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke
organ lain diluar paru.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi
skunder dan sepsis.
6. Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Serologis
 Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan
positif HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering
digunakan karena paling efektif dan efisien waktu.
 ELISA
The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) mengidentifikasi antibodi
yang secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV.Tes ELISA tidak
menegakkan diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan seseorang
pernah terinfeksi oleh HIV.Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk
HIV disebut dengan orang yang seropositif.
 Western blot
Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat
ELISA.
 PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
 P24 ( Protein Pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun:
 Limfosit
Penurunan limfosit plasma <1200.
 Leukosit
Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.
 CD4 menurun <200
 Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper (
CD8 ke CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
 Albumin

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam
tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat
disembuhkan. Setelah diteliti lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan
standar medis, tetapi dengan pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-
obat yang digunakan adalah untuk menahan penyebaran HIV dalam tubuh tetapi
tidak menghilangkan HIV dari dalam tubuh.
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada
adalah antiretroviral dan infeksi oportunistik.
Algoritme Penilaian dan Monitor Infeksi Kronis HIV

Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuannya:
a. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk
dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat,
tanpa melihat jumlah limfosit CD4+.
b. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel
/ mm3.
c. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel /
mm3.
d. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+
lebih dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
e. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)
Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial (Djourban, 2007)
Kolom A Kolom B
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + didanosin Evafirenz *
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin Nevirapin
Lamivudin + didanosin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin Nelvinafir
Lamivudin + didanosin
* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang
berpotensi tinggi untuk hamil.
Catatan:
kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3
obat ARV.Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan
dan kerugianya masing – masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang
umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin
(3TC), dengan nevirapin (NVP).
Pada pasien ini diberikan antibiotik Cotrimoxazole 2x960 mg dan Ceftriaxone 2 x 1
gram iv untuk terapi infeksi oportunistik. Juga diberikan Nystatin drop 4x3cc untuk
mengatasi oral trush. Terapi simptomatis diberikan oksigen 2-4 liter per menit melalui
nasal canule karena pasien mengeluh sesak dan ambroxol 3 x 30 mg po untuk
keluhan batuknya.Terapi suportif diberikan dengan pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein 2100 kkal/hari. ARV tidak langsung diberikan pada pasien ini, namun
ARV diberikan setelah 25 hari yaitu Stavudin 2 x 1 tablet, Lamivudin 2 x 1 tablet, dan
Efavirenx 2 x 1 tab, yang berupa kombinasi NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor) dan NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor).
a. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV
guna menghambat perkembang-biakan virus. Obat-obat antiretrovirus yang
diunakan adalah:
1) Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase
inhibitor atau NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini
menghambat bahan genetik HIV dipakai untuk membuat DNA dari RNA.
Obat dalam golongan ini yang disetujui di AS dan masih dibuat adalah:
 3TC (lamivudine)  ddI (didanosine)
 Abacavir (ABC)  Emtricitabine (FTC)
 AZT (ZDV, zidovudine)  Tenofovir (TDF; analog
 d4T (stavudine) nukleotida)
2) Golongan obat lain menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup
HIV, tetapi dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor atau NNRTI. Empat NNRTI disetujui di AS:
 Delavirdine (DLV)
 Efavirenz (EFV)
 Etravirine (ETV)
 Nevirapine (NVP)
3) Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI). Obat golongan ini
menghambat langkah kesepuluh, yaitu virus baru dipotong menjadi potongan
khusus. Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS:
 Atazanavir (ATV)
 Darunavir (DRV)
 Fosamprenavir (FPV)
 Indinavir (IDV)
 Lopinavir (LPV)
 Nelfinavir (NFV)
 Ritonavir (RTV)
 Saquinavir (SQV)
4) Golongan ARV keempat adalah entry inhibitor. Obat golongan ini mencegah
pemasukan HIV ke dalam sel dengan menghambat langkah kedua dari siklus
hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:
 Enfuvirtide (T-20)
 Maraviroc (MVC)
5) Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan ini mencegah
pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan menghambat
langkah kelima dari siklus hidupnya. Obat INI pertama adalah:
 Raltegravir (RGV)
b. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang mungkin
didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah. Sedangkan obat yang
bersifat infeksi oportunistik adalah Aerosol Pentamidine, Ganciclovir, Foscamet.

9. FAKTOR RESIKO
Dari 49 kasus yang faktor resikonya diketahui, sebanyak 90% penularan melalui
hubungan seksual, yaitu homoseksual 16% dan heteroseksual 74%, sisanya dari
transfusi darah dan jarum suntik. Dari50 kasus yang diketahui pekerjaannya 38% WTS,
20% pekerja swasta, 12% PNS, 10% tenaga kerja luar negri 6% mahasiswa, 16% lain –
lain.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
3. Orang yang ketagihan obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Melakukan hubungan tanpa perlindungan
6. Laki-laki yang belum tersikumsisi
7. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

10. Pohon Masalah


(terlampir)

11. Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit
yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar
kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrée). Virus HIV sampai saat ini terbukti
hanya menyerang sel Limfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya.Virus HIV
sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa
virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik
dan darah penderita (Siregar, 2004).
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
a) Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun heteroseksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan
dengan semen dan cairan vagina. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi
HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan
pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian
Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung
naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap.Orang yang
sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia
yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV (Siregar, 2004).
 Homoseksual di dunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas
homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan
krusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan
resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan
dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran
pada saat berhubungan secara anogenital.
 Heteroseksual di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui
hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah
kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak
pasangan dan berganti-ganti.

b) Transmisi Non Seksual


 Transmisi Parenteral jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah
terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari
1%. Darah/Produk Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di
negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui
jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari
90%.
 Transmisi Transplasental penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke
anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk
penularan dengan resiko rendah. (Siregar, 2004).

12. PENCEGAHAN
Untuk mencegah penularan HIV/AIDS, dapat diingat menggunakan ABCDE, yang
terdiri dari:
1. Abstinence, yaitu tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan
(abstinansia).
2. Be faithful, yaitu tetap setia pada pasangannya, untuk yang sudah menikah.
3. Condom, gunakan kondom saat melakukan hubungan seksual (melindungi diri).
4. Don't do drugs, tidak melakukan penyalahgunaan Napza sama sekali.
5. Equipment, berhati-hati terhadap peralatan yang beresiko membuat luka dan
digunakan secara bergantian (bersamaan), misalnya jarum suntik, pisau cukur, dll.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian.
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada
bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku
kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II. Diagnosa keperawatan


1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup
yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.

III. Intervensi Keperawatan


DX 1
Tujuan : Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya
Kriteria Hasil : tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital
dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda infeksi baru. Untuk pengobatan dini
2. gunakan teknik aseptik pada setiap Mencegah pasien terpapar oleh kuman
tindakan invasif. Cuci tangan sebelum patogen yang diperoleh di rumah sakit.
meberikan tindakan.
3. Anjurkan pasien metoda mencegah Mencegah bertambahnya infeksi
terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab Meyakinkan diagnosis akurat dan
sesuai order. pengobatan
5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
Mempertahankan kadar darah yang
terapeutik

DX 2
Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal
precautions
Kriteria Hasil : kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen
lain seperti TBC.
Intervensi Rasional
1. Anjurkan pasien atau orang penting Pasien dan keluarga mau dan memerlukan
lainnya metode mencegah transmisi HIV informasikan ini
dan kuman patogen lainnya.
2. Gunakan darah dan cairan tubuh Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang
precaution bial merawat pasien. Gunakan lain
masker bila perlu.

DX 3
Tujuan : Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan
Kriteria Hasil : bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Monitor respon fisiologis terhadap Respon bervariasi dari hari ke hari
aktivitas
2. Berikan bantuan perawatan yang pasien Mengurangi kebutuhan energi
sendiri tidak mampu
3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga Ekstra istirahat perlu jika karena
tidak mengganggu isitirahat. meningkatkan kebutuhan metabolik

DX 4
Tujuan : Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metaboliknya
Kriteria Hasil mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein
dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.
Intervensi Rasional
1. Monitor kemampuan mengunyah dan Intake menurun dihubungkan dengan nyeri
menelan. tenggorokan dan mulut
2. Monitor BB, intake dan ouput Menentukan data dasar
3. Atur antiemetik sesuai order Mengurangi muntah
4. Rencanakan diet dengan pasien dan Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan
orang penting lainnya. keinginan pasien

DX 5
Tujuan : Pasien merasa nyaman dan mengnontrol direnya
Kriteria Hasil diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak
dan warna normal, kram perut hilang,
Intervensi Rasional
1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses Mendeteksi adanya darah dalam feses
dan adanya darah.
2. Auskultasi bunyi usus Hipermotiliti mumnya dengan diare
3. Atur agen antimotilitas dan psilium Mengurangi motilitas usus, yang pelan,
(Metamucil) sesuai order emperburuk perforasi pada intestinal
4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau Untuk menghilangkan distensi
zinc oside

Dx 6
Tujuan : Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi
terhadap perubahan akan kebutuhannya
Kriteria Hasil: pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi Rasional
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit Memulai suatu hubungan dalam bekerja
pasein dan perawatannya secara konstruktif dengan keluarga.
2. Biarkan keluarga mengungkapkana Mereka tak menyadari bahwa mereka
perasaan secara verbal berbicara secara bebas
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang Menghilangkan kecemasan tentang
penyakit dan transmisinya. transmisi melalui kontak sederhana

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.2000.Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta:EGC.


Doenges at al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta:EGC
Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4.
Jakarta:EGC
Komisi Penanggulangan AIDS Banyumas. 2008. Info Dasar HIV.
http://www.http://nursingcorner.com. Diakses tanggal 5 Februari 2011
Ishmayana, Safri. 2005. Adakah Obat HIV?AIDS saat ini?. http://www.chem-is-
try.org/artikel_kimia/berita Diakses tanggal 5 Februari 2011
Wikipedia. 2009. AIDS. http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS. Diakses tanggal 5 Februari 2012
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 3. Penerbit Buku Keoikteran EGC.
2002. Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book,
Toronto.
Herdiana. 2008. How to Diagnose HIV Infection.
http://danieher.multiply.com/journal/item/20/How_to_diagnose_HIV_Infection.
Jelsoft Enterprises Ltd. 2009. Informasi Dasar HIV dan AIDS.
http://www.perawan.us/archive/index.php/t-2677.html.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya..
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai