Anda di halaman 1dari 3

Mutiara hikmah dari panggung sejarah

Islam #26: Kedermawanan khalifah Ali bin


Abi Thalib
Muhib Al-Majdi

Selasa, 14 Agustus 2012 14:56:46

(Arrahmah.com) – Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu adalah orang yang
pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Ia menggantikan Nabi shallallahu 'alaihi
wa salam tidur di ranjangnya pada malam hijrah ke Madinah. Ia hijrah ke Madinah, ikut
semua peperangan Islam dan menikahi Fatimah putri Nabi shallallahu 'alaihi wa salam.

Ia seorang penghafal Al-Qur'an, pencatat wahyu, penasehat dan hakim pada masa khalifah
Umar bin Khathab dan Utsman bin Affan. Ia menjadi khalifah rasyid keempat dan gugur
sebagai syahid oleh serangan seorang Khawarij. Ia termasuk salah seorang yang diberi kabar
gembira oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa salam sebagai penghuni surga.

Sejak kecil, Ali bin Abi Thalib terbiasa hidup miskin karena ayahnya, Abu Thalib, adalah
orang miskin dengan banyak anak. Kehidupan ekonominya di zaman Nabi shallallahu 'alaihi
wa salam di Madinah sangat sulit. Seiring kemenangan pasukan Islam atas imperium
Romawi dan Persia pada masa khalifah Umar bin Khathab, kehidupan ekonomi Ali bin Abi
Thalib juga membaik. Ia memiliki beberapa kebun korma yang hasil panennya melebihi
kebutuhan hidup keluarganya.

Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai seorang yang pemurah dan dermawan. Ia gemar berinfak,
suka memuliakan tamu dan meringankan kesusahan orang lain. Diceritakan oleh Asbagh bin
Nabatah bahwasanya pada suatu hari ada seorang laki-laki yang datang kepada Ali bin Abi
Thalib. Laki-laki itu berkata, "Wahai amirul mukminin, saya memiliki sebuah keperluan
dengan Anda. Saya telah mengadukan keperluan ini kepada Allah, sebelum saya
mengajukannya kepada Anda. Jika Anda memenuhi keperluan saya ini, niscaya saya akan
memuji Allah dan berterima kasih kepada Anda. Tapi jika Anda tidak memenuhi keperluan
saya ini, niscaya saya akan memuji Allah dan memaafkan Anda."
Mendengar ucapan laki-laki itu yang sangat berlagak, Ali bin Abi Thalib menjawab,
"Tulislah keperluanmu di tanah. Aku tidak ingin melihat hinanya meminta-minta pada
wajahmu."

Laki-laki itu menulis kalimat pendek di tanah, "Saya orang yang membutuhkan."

Ali bin Abi Thalib memanggil pembantunya untuk diambilkan perhiasan kalung emas. Begitu
Ali mengulurkan perhiasan itu, laki-laki itu langsung saja menerimanya dan mengenakannya
di lehernya. Laki-laki itu kemudian melantunkan syair:

‫ف أ َ ْكسُوكَ ِم ْن ُحس ِْن الثَّنَا ُحلَ َل‬


َ ‫ فَ َس ْو‬... ‫س ْوتَنِي ُحلَّةً ت َ ْبلَى َم َحا ِسنُ َها‬
َ ‫َك‬

‫ َولَسْتَ ت َ ْب ِغي بِ َما قَدْ قُ ْلتُهُ بَدَ ًل‬... ً‫سنَ ثَنَائِي ِن ْلتَ َم ْك ُر َمة‬
َ ‫إِ ْن ِن ْلتَ َح‬

‫س ْه َل َو ْال َجبَ َل‬ ِ ‫ ك َْالغَ ْي‬... ‫احبِ ِه‬


َّ ‫ث يُحْ يِي نَدَاهُ ال‬ ِ ‫ص‬َ ‫إِ َّن الثَّنَا َء لَيُحْ يِي ِذ ْك َر‬

‫سيُجْ زَ ى بِالَّذِي َع ِم َل‬


َ ‫ فَ ُك ُّل َع ْب ٍد‬... ُ‫َل ت َْز َه ِد الدَّ ْه َر فِي َخي ٍْر ت ُ َواقِعُه‬

Kau memakaikan kepadaku perhiasan yang akan usang kebagusannya

Maka akan aku kenakan kepadamu pujian yang baik sebagai perhiasan

Jika kau mendapatkan bagusnya pujianku, kau telah meraih kemuliaan

Kau tak perlu mencari kemuliaan lain pengganti bagusnya pujianku

Pujian kan menghidupkan nama baik orang yang dipuji

Bagai air hujan menghidupkan lembah dan gunung

Selamanya jangan pernah enggan melakukan kebaikan

Setiap orang kan dibalas sesuai amalnya

Mendengar lantunan syair laki-laki itu, Ali bin Abi Thalib meminta pembantunya untuk
mengambilkan uang dinar (uang emas) yang ada di rumahnya. Uang sebanyak 100 dinar itu
dipegang Ali, kemudian diserahkannya kepada laki-laki peminta-minta itu.

Asbagh bin Nabatah yang menyaksikan hal itu kontan saja kaget. Jumlah uang yang
diberikan sangatlah besar! 100 dinar setara dengan emas seberat 425 gram!!! Ia segera
bertanya keheranan, "Wahai amirul mukminin, anda memberikan kepadanya perhiasan emas
dan uang sebanyak 100 dinar?"

Ali tidak kaget dengan pertanyaan bernada protes Asbagh. Ali menjawab, "Ya, saya telah
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:

‫َازلَ ُه ْم‬ َ َّ‫أ َ ْن ِزلُوا الن‬


ِ ‫اس َمن‬

"Tempatkanlah manusia menurut kedudukan mereka!"


"Inilah kedudukan orang ini menurut pandanganku," ujar Ali lebih lanjut.

Subhanallah, khalifah Ali bin Abi Thalib tidak marah atau jengkel dengan sikap pengemis itu
yang sangat berlagak shalih, zuhud, pandai bersyukur dan sabar. Lantunan syairnya yang
sangat meremehkan sedekah perhiasan Ali dan melebih-lebihkan nilai pujiannya sangatlah
keterlaluan. Meski begitu Ali tidak marah, jengkel, memaki-maki atau mengusir pengemis
itu.

Ali memahami bahwa pengemis itu memang 'pengemis elit', pengemis yang banyak lagak
dan gila harta. Ia menghayati perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa salam untuk menyikapi
manusia menurut sifat dan kedudukan mereka. Pengemis yang gila harta dan banyak gaya
hanya akan puas jika mendapatkan harta yang banyak, meski untuk itu ia harus merendahkan
si pemberi dan meninggikan posisi dirinya sendiri!

Maka Ali pun memberikan harta tunai dalam jumlah begitu besar kepada si pengemis itu.
Subhanallah, sungguh sangat mulia, penyantun dan dermawan menantu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa salam ini. Sungguh benar dan layak jika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa salam memberikan kabar gembira surga untuknya.

Referensi:

Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Bidayah wan Nihayah, 11/118-119, Kairo: Dar Hajar, cet. 1,
1418 H.

(muhib almajdi/arrahmah.com)

Anda mungkin juga menyukai