Iki Liquid Kelompok 2
Iki Liquid Kelompok 2
DASAR TEORI
1.1 Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah
sediaan seperti tersebut diatas, dan tidak termasuk kelompok suspense yang lebih
spesifik, seperti suspens oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi
dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang
harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera
sebelum digunakan. Sediaan seperti ini disebut “suspensi oral”. (Depkes Ri,1995)
Suspensi merupakan campuran heterogen antara fase terdispersi dalam
medium pendispersi. Secara umum, fase terdispersi adalah padatan, sedangkan
medium pendispersinya adalah cairan. Dalam sistem suspensi dapat dibedakan
antara zat terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi dalam bentuk
padatan dengan ukuran besar akan terlihat tersebar dalam medium cair. Oleh
karena itu ukuran zat terdispersi besar sehingga fase air tidak mampu lagi
menahannya. Oleh karenanya zat terdispersi akan mengendap. Ukuran zat
terdispersi dalam suspensi lebih dari 10-5 cm. Dengan penyaringan biasa zat
terdispersi bisa disaring. Jadi suspense bisa disebut juga disperse padatan dalam
bentuk fisik heterogen.
Suspensi farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel padat yang tak larut
terdispersi dalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang sebagian
besar lebih dari 0,1 mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah mikroskop
menunjukkan gerakan brown bila dispersinya mempunyai viskositas yang rendah.
Jenis-jenis suspensi berdasarkan cara penggunaannya adalah:
1.Ssuspensi oral, yaitu suspensi yang ditujukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi topical, yaitu suspensi yang ditujukan untuk kulit.
3. Suspensi tetes telinga, yaitu suspensi yang ditujukan untuk diteteskan pada
telinga bagian luar.
4. Suspensi untuk injeksi, yaitu suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
5. Suspensi untuk injeksi kontinyu, yaitu sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai.
b. Bentuk Kimia
a. Magnesium Hidroksida
Pemerian : Serbuk, putih, ruah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam
asam encer.
b. Alumunium Hidroksida
Pemerian serbuk : Serbuk amorf, putih, tidak berbau, dan tidak berasa
Pemerian gel : Suspensi kental, putih, jika dibiarkan akan terjadi
sedikit cairan jernih yang memisah.
Kelarutan : Praktis tidak larut air dan etanol, larut dalam asam mineral
encer dan larutan alkali hidroksida
c. Farmakologi
Mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam
lambung, tukak lambung, tukak usus dua belas jari, dengan gejala-gejala seperti mual,
nyeri lambung, dan nyeri ulu hati.
d. Data Klinis
Indikasi :
a. Pengobatan hiperasiditas (meningkatnya asam lambung).
b. Pengobatan jangka pendek konstipasi dan gejala-gejala hiperasiditas, terapi
penggantian magnesium. Magnesium hidroksida juga digunakan sebagai
bahan tambahan makanan dan suplemen magnesium pada kondisi defisiensi
magnesium.
c. Meredakan gejala gas yang berlebihan dalam saluran pencernaan seperti
bersendawa, kembung, dan rasa penuh pada perut.
d. Menurunkan asam lambung untuk membantu penyembuhan tukak
lambung, ataupun tukak usus dua belas jari (duodenum).
Kontraindikasi :
a. Hipersensitivitas terhadap garam alumunium atau bahan-bahan lain
dalam formulasi.
b. Hipersensitivitas terhadap bahan-bahan dalam formulasi, pasien
dengan kolostomi atau ileostomi, obstruksi usus, fecal impaction,
gagal ginjal, apendisitis.
c. Pasien yang harus mengontrol asupan sodium (seperti: gagal
jantung, hipertensi, gagal ginjal, sirosis, atau kehamilan)
Efek Samping :
a. Alkalosis, retensi cairan dan gejala keracunan Mg dengan depresi
SSP.
b. Konstipasi pada pemakaian Ca-karbonat.
c. Diare pada pemakaian preparat Mg.
d. Gangguan absorpsi atau sekresi obat lain seperti tetrasiklin,
digoksin, fenitoin, dan obat lain yg bersifat Asam.
Interaksi :
a. Dengan obat lain :
Antasida berpengaruh pada penyerapan obat : efek obat
menurun.
Antasida mengubah keasaman air kemih, kemudian
beberapa obat diserap kembali oleh tubuh dan tidak
dikeluarkan : efek obat meningkat.
b. Dengan makanan :
Pengikatan obat Dengan makanan.
Penurunan jumlah obat pada tempat absorbs.
Perubahan laju disolusi obat.
Perubahan pH saluran cerna
c. Terhadap Kehamilan : aman digunkaan selama kehamilan dan
menyusui.
e. Toksisitas.
g. Cara Kerja :
a. Magnesium Hidroksida
Alasan Pemilihan bahan aktif : Bahan aktif ini dipilih karena antasida
yang mengandung magnesium relatif tidak larut air sehingga bekerja lebih
lama bila berada dalam lambung dan sebagian besar tujuan pemberian
antasida tercapai.
b. Alumunium Hidroksida
Alasan pemilihan bahan aktif : Bahan aktif ini dipilih karena memiliki
daya menetralkan asam lambung lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang.
Alumunium ini bersifat demulsen dan absorben. Dan juga absorbsi makanan
setelah pemberian alumunium dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah.
Efek samping pada antasida yang mengandung Al(OH)3 yaitu konstipasi.
Pemerian : serbuk amorf, putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Bahan aktif obat yang digunakan tidak larut air. Obat yang dibuat
diinginkan dalam saluran cerna, sehingga harus dalam bentuk partikel
halus.
Antasida lebih efektif bila diberikan dalam bentuk suspensi, karena
tidak mengalami pengeringan selama pembuatan, sehingga
mengurangi daya netralisasinya seperti pada sediaan tablet. (Obat-obat
Penting hal 251)
Bentuk suspensi mulai kerjanya lebih cepat dibandingkan bentuk
tablet.
5. Spesifikasi produk :
a. Persyaratan umum sediaan
1. Dapat diterima
Mempunyai estetika, penampilan, bentuk yag baik serta menarik
sehigga menciptakan rasa nyaman pada saat pengunaan (USP XIII, pge
1346-1347)
2. Aman
Aman artinya sediaan yang kita buat harus aman secara
fisiologismaupun psikologis, dan dapat meminimalisir suatu efek
samping sehingga tidak lebih toksik dari bahan aktif yang belum
difornulasi. Bahan sediaan farmasi merupakan suatu senyawa kimia yang
mempunyai karakteristik fisika, kimia yang berhubungan dengan efek
farmakologis, perubahan sedikit saja pada karakteristik tersebut dapat
menyebabkan perubahan farmakokinetik, farmakodinamik suatu
senyawa.
Sediaan dalam taraf aman apabila kadar bahan aktif dalam batas yang
telah ditetapkan.
- Magnesium Hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105oC selama
2 jam mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 100,5%
Mg(OH)2
- Gel Alumunium Hidroksida adalah suspense dari alumunium gidroksida
bentuk amorf, sebagian hidroksida disubstitusi dengan karbonat.
Mengandung alumunium hidroksida setara dengan tidak kurang dari 90%
dan tidak lebih dari 110% Al(OH)3 dari jumlah yang tertera pada etiket.
- Simetikon adalah campuran polimer siloksan linier yang termetilasi
penuh. Mengandung tidak kurang dari 90,5% dan tidak lebih dari 99%
polidimetilsiloksan, [(CH3)2 SiO]n, dan tidak kurang dari 4% dan tidak
lebih dari 7% silikon dioksida SiO2
3. Efektif
Efektif dapat diartikan sebagai dalam jumlah kecil mempunyai
efek yang optimal. Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai sehari
selama pengobatan (1 kurun waktu) harus mampu mencpai reseptor dan
memiliki efek yang dikehendaki.
Sediaan yang efektif adalah sediaan bila digunakan menurut
aturan pakai yang disarankan akan menghasilkan efek farmakologi yang
optimal untuk tiap-tiap bentuk sediaan dengan efek samping yang
minimal.
4. Stabilitas fisika
Sifat-sifat fisika organoleptis, keseragaman, kelarutan, dan
viskositas tidak berubah
5. Stabilitas kimia
Secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan perubahan warn,
pH, dan bentuk sediaan. Sediaan dibuat pada pH 6-9 diharapkan ridak
mengalami perubahan potensi.
6. Stabilitas mikrobiologi
Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama wktu
edar. Jika mengandung presertvatif harus tetap efektif selama waktu edar.
Mikroorganisme yg tidak boleh ditemukan pada sediaan : Salmonella sp.,
E.coli, Enterobacter sp., P. aeruginosa, Clastridium sp., Candida
albicans
7. Stabilitas farmakologi
Selama penyimpanan dan pemakaian efek terapetiknya harus
tetap sama.
8. Stabilitas toksikologi
Pada penyimpanan dan pemakaian tidak boleh ada kenaikan
toksisitas.
b. Rencana spesifikasi sediaan
3 Warna Hijau
4 Bau Menthol
6. RANCANGAN FORMULA
KETERANGAN :
Propilen Glikol.
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab.
Konsentrasi : 15 %
Stabilitas : Dalam suhu yang sejuk, propilen glikol stabil dalam wadah
tertutup. Propilen glikol stabil secara kimia ketika dicampur dengan etanol,
gliserin, atau air.
Sorbitol.
BM : 182,17
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, metanol
dan asam asetat.
Konsentrasi : 70 %
CMC Na.
Nipasol.
Pemerian : Kristal putih, tidak berbau dan tidak berasa, sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : sukar larut dalam etanol ( 95%), mudah larut dalam air dan
etanol 30 %
Konsentrasi : 0.01–0.02 %
Nipagin C8H8O3
Pemerian : hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal putih, tidak berbau
atau berbau khas lemah, dan mempunyai rasa sedikit panas.
Kelarutan : mudah larut dalam etanol, eter; praktis tidak larut dalam minyak;
larut dalam 400 bagian air
Konsentrasi : 0,015-0,2 %
BM : 18,02.
Stabilitas : Air harus disimpan dalam wadah yang sesuai. Pada saat
penyimpanan dan penggunaannya harus terlindungi dari
kontaminasi partikel - pertikel ion dan bahan organik yang dapat
menaikan konduktivitas dan jumlah karbon organik. Serta harus
terlindungi dari partikel - partikel lain dan mikroorganisme yang
dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
PERHITUNGAN
SIRUP 1 BOTOL = 60 ml (+3%) = 60 ml + (60 x 3%) = 61,8 ml
BAHAN AKTIF
BAHAN TAMBAHAN
Propilen Glikol
- (ADI = 0-25 mg/kg BB) → Handbook of excipient 205, BJ =
1,2620 g/cm³
- Sediaan = 15% x 61,8 mL
= 9,27 mL
= 9,27 mL x 1,04 g/cm³
= 9,64 g
Pembanding
- ADI pasien
12 tahun = (32,52 kg) → ( ISO Indonesia : 518 )
= 32,52 kg x 25 mg/kg BB
= 813 mg = 0,813 gram
- Perhitungan untuk mengetahui apakah melebihi ADI atau tidak
1x pakai = 5mL x 9,64 g
60 mL
= 0,803 gram (tidak melebihi ADI)
Nipagin (Metil paraben)
- (ADI = 10 mg/kg BB) → Handbook of excipient halaman 312, BJ
= 1,352 g/cm³
- Penggunaan nipagin 0,015% - 0,2% → excipient halaman 310
- Sediaan = 0,1% x 61,8 mL
= 0,0618 mL
= 0,0618 mL /x 1,352 g/ cm³
= 0,0835 g
Pembanding
- ADI pasien
12 tahun = (32,52 kg) → ISO Indonesia : 518
= 32,52 kg x 10 mg/kg BB
= 325,2 mg = 0,325 g
- Perhitungan untuk mengetahui apakah melebihi ADI atau tidak
1x pakai = 5mL x 0,0835g
60 mL
= 0,01 gram (tidak melebihi ADI)
CMC Na ( Carboxy methylcellulose sodium )
- BJ = 0,75 g/ cm³
Sediaan = 5mL x 61,8 mL
100 mL
= 0,309 mL
= 0,309 mL x 0,75 g/ cm³
= 0,834 gram
- Tidak ada ADI (Excipient halaman 80)
Sorbitol
- BJ = 1,49 g/ cm³
Sediaan = 70mL x 61,8 mL
100 mL
= 43,26 mL
= 43,26 mL x 1,49 g/ cm³
= 64,45 g = 0,644 mg
Pembanding
Catatan : Sebagai Pembanding (Volume tetap 60 ml)
- ADI pasien (> 20g/hari)
- Perhitungan melebihi ADI atau tidak
12 tahun → 1x pakai = 5mL x 6258mg
60 mL
= 521,5 mg
→ 1 hari = 3x 521,5mg
=1564,5mg=1,564g (tidak melebihiADI)
Nipasol
- BJ = 1,288 g/ cm³ , penggunaan nipasol 0,01% - c
- Sediaan = 0,02% x 61,8 ml
= 0,01236 mL
= 0,01236 mL x 1,288 g/ cm³
= 0,0159 g
Pembanding
Catatan : Sebagai Pembanding (Volume tetap 60 ml)
- ADI pasien (10 mg/kg BB)
12 tahun = (32,52 kg) → ISO Indonesia : 518
= 32,52kg x 10mg/kg BB
= 532,5mg = 0,532 g
- Perhitungan melebihi ADI atau tidak
1x pakai = 5mL x 15,5mg
60 mL
= 1,29mg (tidak melebihi ADI)
CARA PEMBUATAN
Pembuatan Mucilago
a. Timbang CMC Na 0,927 gram, sisihkan
b. Panasi mortar dengan menuangkan air panas kedalam mortar hingga
panasnya merata,kemudian buang airnya
c. Masukkan CMC-Na dalam mortar (a)
d. Takar air panas 20 ml, basahi CMC-Na dengan air tersebut
e. Tunggu hingga CMC-Na mengembang
Pembuatan Suspensi
a. Timbang Mg(OH)2 5,562 gram
b. Timbang Al(OH)3 4,944 gram
c. Masukkan Mg(OH)2 dan Al(OH)3 ke dalam mortar (a)
d. Timbang Propilen Glikol 18,54 ml ambil setengah bagian kemudian
masukkan mortar, aduk ad homogen sisihkan (b)
e. Timbang Sorbitol 1,288 gram tambahkan ke dalam campuran di atas ad
homogeny, masukkan ke mortar (b)
f. Timbang Nipagin 0,167 gram masukkan mortar (b)
g. Timbang Nipasol 0,318 gram tambahkan ke dalam mortar (b)
h. Campurkan ke dalam mortar (a), aduk homogen
8. Cara Evaluasi
a) Evaluasi Organoleptik
Mengamati bentuk, bau, dan rasa secara visual yaitu
bebas dari kerusakan, dari kontaminasi bahan baku atau dari
pengotoran saat proses pembuatan. Evaluasi ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui warna, rasa, dan aroma dari
sediaan suspense.
Alat :-
Metode :
Diamati dan di identifikasi warna, rasa, dan aroma
suspensi yang disesuaikan dengan bahan yang diinginkan atau
digunakan dalam formulasi.
b) Uji Volume terpindahkan
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan volume pada
setiap botol sediaan sama dengan volume yang ditentukan.
Pengujian menggunakan alat gelas ukur.
Alat :
Alat :
Piknometer (2 buah)
Neraca Analitik (1 buah)
Botol Semprot (1 buah)
Pipet tetes (1 buah)
Metode :
1. piknometer kosong bersih dan kering ditimbang (W1),
2. lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer dilap sampai
kering dan ditimbang (W2),
3. Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan
cairan yang akan diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada
saat pengukuran air suling, dan timbang (W3).
4. Hitung bobot jenis cairan menggunakan persamaan
𝑤3 − 𝑤1
Bobot Jenis =
𝑤2 − 𝑤1
d) Uji pH.
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui pH sediaan akhir sesuai dengan yang diinginkan.
Alat :
pH universal (4 lembar)
Beaker Glass (2 buah)
Metode :
9. HASIL PRAKTIKUM
10. PEMBAHASAN
EVALUASI
Organoleptik
Setelang pengamatan 2 minggu, didapati hasil suspense yang sama
seperti sebelum didiamkan 2 minggu, yaitu suspense berwarna hijau, berbau
mint dan rasanya mint. Ini artinya sediaan suspense antasida ini stabil dari
segi organoleptik.
Volume Terpindahkan
Volume Botol 1 sebelumnya diukur sebanyak 60 ml. Setelah 2 minggu
volume juga tetap 60 ml. Kemudian dilakukan uji volume terpindahkan
dengan cara memindahkan sediaan dari botol kedalam beaker glass sebanyak
3 kali dan disertai pengukuran volume yang terpindahkan. Hasilnya yaitu
Volume I 60 ml, volume II 58 ml, dan volume III 57,5 ml. Kemudian dihitung
apakah sediaan jumlahnya dibawah 95% atau tidak.Caranya yaitu 95% x 60
ml = 57 ml. Artinya volume sediaan masih diatas 95% yaitu sebesar 57,5 ml.
Volume Botol 2 sebelumnya diukur sebanyak 60 ml. Tetapi setelah
pengamatan 2 minggu, volumenya menjadi 57,5 ml. Hal ini mungkin
disebabkan karena sediaan lumayan kental sehingga menempel di dinding
dinding botol, dan juga bisa jadi karena saat sediaan didiamkan terdapat
perlakuan organoleptis seperti mencicipi rasa sehingga volumenya berkurang.
Volume sebanyak 57,5 ml diuji volume terpindahkan dengan cara yang sama
seperti sebelumnya. Hasilnya volume I 57,5 ml, volume II 56 ml, volume III
54,5 ml. Jumlahnya yaitu sebanyak 54,5 ml yang artinya masih dibawah
95%. Ini disebabkan karena banyaknya volume yang hilang sebelum
dilakukan uji volume terpindahkan
Bobot Jenis
Pertama-tama yaitu piknometer kosong bersih dan kering ditimbang
(W1). Lalu diisi dengan air suling, bagian luar piknometer dilap sampai
kering dan ditimbang (W2). Kemudian dibuang air suling tersebut, dan
dikeringkan piknometer. Selanjutnya diisi piknometer dengan cairan yang
akan diukur bobot jenisnya (suspense antasida) pada suhu yang sama pada
saat pengukuran air suling, dan ditimbang (W3). Penimbangan ini
b=dilakukan berulang sebanyak 3 x. Dari analisa tersebut diperoleh data bobot
jenis rata-rata suspense antasida yaitu 1,283 g/mol
Uji Ph
Uji Viskositas
b. Etiket
c. Brosur
d. Kemasan sekunderdos