Anda di halaman 1dari 3

Ayat-ayat Aisyah Pembuka Hati

Karya : Dhea Agustin

Terdengar lantunan ayat suci Al Qur’an yang berasal dari sebuah Surau. Surau
yang berada di sebuah perkampungan pelosok, di Ranah Minang. Seorang gadis kecil
yang nampak duduk ditemani oleh seorang wanita parubaya yang tak lain adalah
ustadzah Zahraini. Aisyah nama anak itu. Allah swt memang maha adil, Allah swt
membukakan mata hati Aisyah walaupun tidak dengan mata sesungguhnya. Ya, Aisyah
adalah anak penyandang tunanetra. Walaupun begitu, keterbatasan yang dimilikinya
tidak bisa melunturkan tekadnya untuk menjadi hafizh Qur’an .
Begitulah rutinitas yang dijalani Aisyah selain ia menuntut ilmu di SD SLB.
Ibundanya bernama Nurhidayah selalu menuntun Aisyah untuk membaca dan
menghafal ayat-ayat Al Quran. Sedari kandungan, ibunya sering melantunkan ayat-ayat
suci Al Quran . hingga kini umur Aisyah mencapai 9 tahun, ia sangat fasih dalam
mengucapkan ayat-ayat suci Al Quran.
Ia pertama kali bertemu dengan ustadzah Zahraini saat duduk di kelas 2 SD SLB .
Kebetulan saat itu ustadzah Zahraini menjadi pengajar di salah satu taman baca Al
Quran didekat rumahnya. Saat itu ia sudah lancar membaca Al Qur’an karena bimbingan
ibunya yang sering memperdengarkan Aisyah dengan bacaan-bacaan al Qur’an yang
didapat dari radio, CD muratal Al Qur’an bahkan tak jarang ibunya membacakan sendiri
untuk Aisyah.
Ibundanya yang selama ini sabar dalam membimbing dan mengajarkan Aisyah,
selalu tak jenuh-jenuhnya memberikan motivasi dan dorongan untuk Aisyah agar selalu
semangat dan pantang menyerah dalam berjihad di jalan Allah swt.
Suatu ketika, Aisyah tengah berulang tahun. Aisyah dengan polosnya
mengungkapkan isi hatinya kepada ibunda tercintanya. “ Bunda, Aisyah tidak punya
apapun untuk diberikan kepada bunda dan ayah, Aisyah hanya ingin bisa menjadi
penghafal Al Qur’an, supaya Aisyah bisa menghadiahkan jubah kebesaran untuk bunda
dan ayah kelak di akhirat nanti.” Kata Aisyah (dengan polosnya). “ Subhanallah, sungguh
beruntungnya bunda dan ayah mendapatkan seorang bidadari kecil yang sangat mulia
hatinya”,kata bunda (sambil meneteskan air mata).
Ayah Aisyah pun hanya bekerja sebagai sopir truk salah satu perkebunan sawit.
Ayahnya merupakan sosok ayah yang pekerja keras dan selalu bertekad untuk bisa
membahagiakan putri semata wayangnya itu. Ia sama sekali tidak menyesal karena
memiliki anak yang memiliki kekurangan fisik. Malah ia menganggap bahwa Allah Swt
telah mengutus bidadari kecil untuk mengantarkannya ke surga nanti.
Setelah mengenal ustadzah Zahraini, Aisyah lebih kiat untuk mempelajari dan
menghafal Al Qur’an. Dengan suara yang menyentuh hati dan jelas, ustadzah Zahraini
perlahan membacakan dan memperdengarkannya kepada Aisyah. Aisyah pun
mengingat, mengikuti, dan mengulangi bacaan yang didengarkan kepadanya. Setiap
sore ba’da ashar, Aisyah menuju surau dengan menggunakan bantuan tongkat dan
tuntunan tangan lembut ibundanya.
Sesampainya ia di sana, ia meletakkan memberikan tongkat kepada bundanya
lalu ia duduk tepat didepan ustadzah Zahraini. Dengan sabar dan penuh senyuman,
bunda Aisyah menunggui Aisyah untuk belajar Al Qur’an. Walaupun tidak melihat
ataupun bisa membaca Al Qur’an secara langsung, Aisyah tetap bisa melantunkan ayat
demi ayat suci Al Qur’an dengan fasih dan mengingatnya dengan sangat baik. Setiap
makhrojul hurufnya pun dilafalkan secara baik dengan irama tartil yang cukup
menyentuh hati. Ibu Aisyah pun selalu tersentuh mendengar Aisyah melantunkan ayat
suci Al Qur’an bahkan tak jarang bunda Aisyah meneteskan air mata ketika melihat
bidadari kecilnya berjuang demi berjihad di jalan Allah swt.
Rasanya senang sekali, apabila bisa melihat kebesaran dan karunia Allah swt
yang telah menciptakan alam yang sangat indah beserta kenikmatan di dalamnya.
Sayang, mungkin itu hanya angan-angan semata yang tak mungkin akan terwujud.
Seperti pungguk merindukan bulan yang tak mungkin ia capai. Hanya Al Qur’an sajalah
yang bisa menjadi asy-syifa atau penyembuh dari rasa keputus-asaan yang sering
bergejolak di hati Aisyah.
Hingga tibalah suatu hari ustadzah Zahraini datang mengunjungi rumah Aisyah
yang tidak terlalu jauh dari surau. Dengan raut wajah senang sekaligus bahagia
ustadzah langsung mengetuk pintu rumah Aisyah. “Assalamua’laikum, bunda Nur, ini
saya Zahraini”, panggil ustadzah Zahraini. “ waa’laikumsalam, oh ustadzah Zahraini,
masuklah”, sahut bunda Aisyah.
“Di manakah Aisyah?, berita ini khusus untuk Aisyah, bunda”, tanya ustadzah
Zahraini dengan tergesa-gesa.“Aisyah, nak kemari sayang, ustadzah zahraini
mencarimu”,seru bunda.” Ya bunda, Aisyah ada didapur, sebentar bunda” sahut Aisyah.
Tuk,tuk,tuk,tuk, begitulah suara ketukan tongkat penunjuk, milik Aisyah. Sempat
terbentur meja. Tetapi dengan mata hatinya ia bisa menunjuk arah dengan benar dan
menuju ruang tamu untuk menemui ustadzah Zahraini dan bunda yang berada disana.
“Ada apa ustadzah zahrani kemari”, tanya Aisyah dengan lembut. “ akan
diadakan lomba hafizh Quran, dengan kategori 8 juz, lomba itu akan diselenggarakan
pada lusa esok. “ saya mau ikut ustadzah” , jawab Aisyah dengan antusias. “Tapi apakah
bisa saya ikut lomba tersebut”, tanya Aisyah dengan wajah yang sedih,
Aisyah lebih giat belajar dan menghafalkan ayat-ayat suci Al Qur’an. Ia pun
mendapat bimbingan langsung oleh ustadzah Zahraini dan bundanya sendiriri. Hari-
demi hari tidak ada yang bisa mengusik pikiran Aisyah selain dengan lomba tersebut.
Dengan suara merdu dan lembut tetapi fasih seolah-olah Aisyah merupakan seorang
hafizh yang sdah mantap bacaan surahnya.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun datang juga. Tepatnya hari Jum’at. Anak
pertama dipanggil untuk maju ke depan. Dan dari 70 orang, tibalah giliran Aisyah yang
dipanggil untuk giliran lomba hafizh Qur’an . Maklum dari 70 peserta hafizh , Aisya lah
yang termuda dalam kategorinya pun ia yang paling kecil.
Juri pun memberikan soal nama surah dan ayatnya. Dan dengan segera lantunan
suara merdu Aisyah pun terdengar dan membuat seluruh peserta bahkan juri ikut
menangis haru karena mendengar lantunan ayat suci yang dilatunkan oleh Aisyah. Dan
setelah Aisyah melantunkan ayat-ayat Allah swt, semua seisi ruangan itupun
mengucapkan takbir dengan keras.
Akhirnya tiba pada penghujung acara tersebut. Aisyah dengan pasrahnya, ia
menyerahkan semuanya kepada Allah swt. Dan dari beberapa juara-juara yang
dipanggil, Aisyah termasuk pemenang hafizh Qur’an juara pertama dari kategori 8 juz .
Ia langsung sujud syukur, ditempat itu. Ia mendapat hadiah berupa uang tunai sebesar
50 juta rupiah dan diberikan kesempatan untuk ke baitullah yakni untuk menunaikan
ibadah haji di tahun depan. Ia pun diberikan kesempatan untuk mengajak kedua orang
tuanya untuk berangkat haji bersamanya.
Itulah balasan bagi orang-orang yang teguh berjalan dijalan Allah swt, buta
karena tidak pernah melihat kemaksiatan, tuli karena tidak mendengarkan gunjingan
ataupun hal yang tidak baik dan bisu karena tidak pernah membicarakan hal yang tidak
baik.
Akhirnya Aisyah sadar, betapa beruntung dirinya. Ia diizinkan untuk
mempelajari dan memperdalami Al Qur’an dengan mudah. Tak disangka mata yang
kiranya buta bagi orang-orang biasa tetapi malah menjadi jalan untuk pembuka hati
bagi Aisyah.

Anda mungkin juga menyukai