Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)


DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)
Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pembimbing :
1. Ns. Kiki Hardiansyah, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB
2. Ns. Chrisyen Damanik S.Kep., M.Kep.

Rumah Sakit Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan

Disusun oleh :

Indah Endang Winarni : P.170677

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA

KALIMANTAN TIMUR
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN P ENDAHUUAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)

Disusun oleh :

Indah Endang Winarni : P.170677

Telah disetujui oleh dosen koordinator dan dosen pembimbing

Pada tanggal Mai 2018

Dosen Pembimbing Perceptor Klinik

Keperawatan Gawat Darurat Ruang PICU

(…………………………………………………) (…………………………………………………)

Mengetahui,

Dosen Koordinator
Keperawatan Gawat Darurat

Ns. Kiki Hardiansyah S, M.Kep., Sp. Kep.MB

2
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
DAN
DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)

A. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
yang di tularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepty ( Susilaninrum dkk, 2013). Dengue Haemoragic
Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer :2000).
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot / nyeri sendi yang disertai ruam, trombositopenia dan ditesis

hemoragik (Amin dan Hardin, 2015). Penyakit DBD adalah penyakit infeksi virus dengue akut yang

disebabkan oleh virius dengue, virus dengue ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti atau nyamuk

aedes albopictus, yang masuk kedalam tubuh melalui gigitanya (Andre dan Yessie, 2013). Demam
berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong

arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Padila, 2013).

Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi

pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).
Dengue Shock Syndrome (DSS) atau dalam artikel ini akan banyak disebut sebagai Sindrom syok
dengue (SSD) adalah syok hipovolemik yang terjadi pada DBD. Penyebabnya adalah peningkatan
permeabilitas kapiler yang disertai kebocoran plasma. Syok pada pasien dengue pada umumnya

terjadi pada fase kritis, yaitu pada hari demam ke 4–5 (rentang hari ke 3–7), dan sering kali didahului

oleh tanda bahaya (warning signs). Bila pasien tidak mendapat terapi cairan intravena yang adekuat

dengan segera, pasien sangat berpotensi jatuh pada kondisi syok. Secara garis besar, kondisi syok
pada pasien dengue dapat dibagi dalam 3 tahapan klinis: Hemodinamik Stabil, Syok terkompensasi,

dan Syok Dekompensasi. Hemodinamik stabil artinya tekanan darah pasien stabil, tanda-tanda vital
dalam batas normal dan tidak didapatkan tanda-tanda syok. Dalam pembahasan selanjutnya kita akan

membahas tentang bagaimana mengenali syok terkompensasi dan syok dekompensasi.

3
B. Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi

1. Anatomi sistem hematologi

Gambar 2.1 Sel Darah

Sumber: wikipedia. 2015. Fungsi dan Pembentukan Sel Darah.

(online) (www.kehidupankita.com, diakses pada

tanggal 28 Mei 2018, jam 10.00 WIB)

Menurut Evelyn C.P (2009), darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan

interseluler adalah cairan yang disebut lasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu
sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira satu per dua belas berat badan atau kira-
kira liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah.

Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume darah yang dipadatkan yang berkisar

4
antara 40-47.Plasma darah adalah cairan berwarna kuning yang dalam reaksi bersifat sedikit alkali.

Susunan darah atau plasma terdiri dari 91,0% air, 8,0% protein meliputi albumin, globulin,

protromblin, dan fibrinogen. Sedangkan 0,9% mineral yang terdiri dari natrium klorida, natrium

bikarbonat, garam kalsium, fosfor, magnesium dan besi. Sisanya di isi sejumlah bahan organik,
yaitu: glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam amino. Adapun sel-sel darah

terdiri dari:

1) Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah berupa cakrem kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya,

sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak

belakang. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah.

Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Sel

darah merah juga memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk penggantinya diperlukan

diet seimbnag yang berisi zat besi.

Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipi dan

tak beraturan. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap: mula-
mula besar dan berisi nukleus, tetapi tidak ada hemoglobin; kemudia dimuati hemoglobin dan

akhirnya kehilangan nukleusnya, kemudian baru diedarkan di dalam sirkulasi darah.

2) Leukosit
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari pada sel

darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000

sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih.

3) Trombosit
Trombosit adalah keping-keping darah yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan

eritrosit dan leukosit. Trombosit tidak berinti, tidak teratur, dan berasal dari bagian mega

kariosit dalam sumsum tulang. Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah
jika tubuh mengalami luka. Jika terjadi luka, trombosit dalam darah pecah dan mengeluarkan
enzim trombokinase. Enzin trombokinase membentuk thrombin dengan bantuan vitamin k

dan ion Ca. Jumlah trombosit 1 mililiter kubik darah terdapat 300.000 trombosit.

5
a. Fisiologi

Menurut Evelyn C.P (2009), fungsi plasma yaitu sebagai medium (perantara) untuk

penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan

medium untuk mengangkat bahan buangan seperti urea, asam urat, dan sebagian dari karbon
dioksida.

Sedangangkan menurut Tarwoko, dkk (2015), fungsi darah secara umum adalah:

1) Transport Internal
Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.

a) Respirasi
Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin dalam sel darah merah dan

plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di paru-paru.

b) Nutrisi

Nutrien/zat gizi diabsorpsi dari usus, kemudian dibawa dalam plasma ke hati dan

jaringan-jaringan lain yang digunakan untuk metabolisme.

c) Sekresi

Hasil metabolisme dibawa plasma kedunia luar melalui ginjal.

d) Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan juga berperan dalam
hemoestasis.

e) Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya mempunyai efek dalam aktivitas

metabolisme sel, dibawa dalam plasma.


2) Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan fungsi dari sel darah
putih.

3) Proteksi terhadap cedera dan perdarahan. Proteksi terhadap respon peradangan lokal
terhadap cedera jaringan. Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit karena

adanya faktor pembekuan, fibrinolitik yang ada pada plasma.


4) Mempertahankan temperatur tubuh, darah membawa panas dan bersirkulasi keseluruh

tubuh. Hasil metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas.

6
Secara khusus fungsi dari sel darah adalah:

1) Fungsi sel darah merah

Sel darah merah terdiri membran dan hemoglobin. Hemoglobin itu sendiri

mengandung globin (terdiri dari polipeptida) dan heme (mengandung pigmen merah
porfirin sehingga darah arteri yang kaya oksigen menjadi lebih merah dibandingkan darah

pada vena yang kurang oksigen). Hemoglobin menyusun 95% dari berat sel darah merah.

Pada laki-laki dewasa setiap 100 ml darah mengandung 14-16 gr


hemoglobin.Hemoglobin sangat penting dengan pengangkutan oksigen, karena mempunyai

kemampuan dalam berikatan dengan oksigen membentuk oksihemoglobin. Kemampuan

ikatan ini dipengaruhi oleh Ph darah dan temperatur. Ph (asidosis) akan menurunkan saturasi
oksigen sehingga kemampuan suplay ke jaringan menjadi berkurang. Saturasi oksigen juga

berkurang pada hipotermia. Disamping oksigen, hemoblobin juga dapat berkaitan dengan

karbondioksida yang merupakan hasil metabolisme tubuh diangkut melalui proses diffusi

dalam kapiler untuk selanjutnya ditransport ke alveoli. Gas lain yang dapat berkaitan adalah
karbon monoksida. Jika hemoglobin banyak berikatan dengan karbon dioksida dan karbon

monoksida maka memampuan untuk mengikat dengan oksigen akan berkurang sehingga

akan mengakibatkan kekurangan oksigen atau hipoksia jaringan.

Zat besi merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh orang

dewasa kira-kira mengandung 50 mg besi per 100 ml darah. Total kebutuhan zat besi kira-
kira antara 2-6 gr, tergantung berat badan dan kadar Hb nya. Sedangkan hormon-hormon

yang penting dalam pembentukan sel darah merah adalah hormon tiroid, tiroid stimulating
horeritropoitin. Penurunan hormon adrenal akan mempengaruhi respon eritropoetik.

2) Leukosit

Fungsi utama leukosit adalah mengatasi inflamasi dan immunitas. Misalnya neutrofil

fungsi utamanya memakan benda asing atau fagositosis, demikian juga dengan monosit.

Limfosit T membunuh sel secara langsung atau membentuk limfokin suatu substansi yang
memperkuat aktivitas sel fagosit, sedangkan limfosit B menghasilkan antibodi, yaitu suatu
molekul protein yang akan menghancurkan benda asing. Eosinofil dan basofil berfungsi

sebagai tempat penyimpanan berbagai material biologis kuat seperti histamine, serotonin,
dan heparin. Material ini sangat penting dalam suplai darah ke jaringan.

7
3) Trombosit

Fungsinya berkaitan dengan pembekuan darah dan hemostasis (menghentikan

perdarahan). Bila pembuluh darah mengalami injuri atau kerusakan maka dapat dihentikan

dengan serangkaian proses:

a) Permukaannya menjadi lengket, sehingga memungkinkan trombosit saling melekat

dan menutupi luka karena ada pembekuan darah.

b) Merangsang pengerutan pembuluh darah, sehingga terjadi penyempitan ukuran


lubang pembuluh darah.

C. ETIOLOG
1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus

(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat

tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara

serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat

berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel

mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes

Albopictus ( Widagdo, 2011)


2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes

aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor

yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari

penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor

penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut
berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar

rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih

alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.

8
3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan

imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus

dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan
terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan

infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi

virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya
melalui plasenta.
Menurut Yekti dan Widayati (2015), demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang utamanya

ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Setelah penularan melalui gigitan nyamuk, virus

dengue akan terinkubasi selama 3-15 hari. Dengue ini kemudian menyebabkan sakit mirip flu dan nyeri,
demam tinggi, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, dan ruam.

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan rincian gejalannya, demam dengue dapat dibagi menjadi empat derajat:

DD/DBD Derajat Gejala

DBD Demam disertai satu atau lebih


gejala: nyeri kepala, nyeri retro

orbita, mialgia, artalgia


DBD I Gejala tersebut di atas+ uji

tourniquet positis
DBD II Gejala tersebut di

atas+perdarahan spontan

DBD III Gejala tersebut di


atas+kegagalan sirkulasi

DBD IV Syio berat TD dan nadi tak

terukur

(Suhendro et. Al, 2007)

9
Perbedaan DD dengan DSS

Jenis penyakit Ada/tidak perdarahan Ada/tidak syok Tipe demam

DD Ada (kadang) atau tidak Tidak Suhu naik–turun-

ada sembuh
DBD Ada Tidak Suhunaik-turun-belum
syok
DSS Ada Ada Suhu naik-turun- syok

(Dudlish and ira, 2009)

WHO, mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :


a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,

trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,

hematemesis, melena, perdarahan gusi.

c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 mmHg),
d. Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin,

berkeringat dan kulit tampak biru.


Menurut Titik Lestari (2016), demam berdarah dengue dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Derajat I meliputi demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan sepontan, uji turniket positif,
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. DerajatII meliputi perdarahan spontan selain manifestasi klien pada derajat I, biasanya pada
bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III meliputi gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta
penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.
d. Derajat IV meliputi rejatan berat, denyut nadi, dan tekanan darah tidak dapat diukur. Yang disertai
dengan dengue shock sindrom.

10
E. PATOFISIOLOGI

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang

tidak spesifik misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa

lemah dapat menyetainya.


2. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,

petekia dan purpura.(Soedarto, 1990).Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran

11
cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. Perdarahan gastrointestinal biasanya di

dahului dengan nyeri perut yang hebat

3. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang
gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di

perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 1995).

4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki

serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan

prognosis yang buruk.


Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain

adalah :

 Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

 Asites.
 Cairan dalam rongga pleura (kanan).

 Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang –

kejang.
Tanda lanjut kemebihan cairan yang berat (WHO,200):

a. Edema paru

b. Sianosis

c. Syok ivarerbel
Menurut Amin dan Hardin (2015),manifestasi klinis yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
DBD, antara lain:

a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari.


b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:
1) Uji tourniquet positif
2) Petekei, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epistakis, perdarahan gusi), saluran cerna.
4) Hematemesis atau melana

12
c. Trombositopenia <100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
1) Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat.
e. Tanda kebocoran plasma seperti: hipoproteinemi, asites, efusi fleura.
Sedangkan menurut Padila (2013) setelah virus dengue masuk kedalam tubuh manusia gejala yang akan
timbul yaitu meningkatnya suhu tubuh, nyeri pada otot seluruh tubuh, suara mulai serak, batuk,
epistaksis, disuria nafsu makan menurun, muntah, ptekei, ekimosis, pedarahan pada gusi, dan muntah
darah.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil laboratorium

 Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7


 Hematokrit meningkat 20% atau lebih
 Albumin cenderung menurun

 SGOT, SGPT sedikit meningkat

 Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.

 Dengue blatIgM positif IgG positif pada hari ke 6.

 NS 1 positif

2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura
3. USG

Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :

 Asites dan Efusi pleura

 Hepatomegali

Menurut Andra SW dan Yessie MP (2013), pemeriksaan diagnostik pada kasus DBD sebagai berikut:

a. Darah lengkap
 Leukpenia pada hari ke 2-3

 Trombositopenia dan hemokonsentrasi


 Masa pembekuan normal

 Masa perdarahan memanjang

13
b. Kimia darah

 Hipoproteinemia, hiponatria, hipodorumia

 SGOT/SGPT meningkat

 Umum meningkat
 pH darah meningkat

 Urinalisis Mungkin ditemukan albuminuria ringan

 Pemeriksaan rontgen thoraks: effusi pleura

H. PENATALAKSAAN MEDIS

1. DHF tanpa Renjatan


Rasa haus dan dehidrasi timbul karena demam tinggi, anoreksia dan muntah, klien harus banyak
minum kurang lebih 1,5 liter/24 jam, dapat berupa air teh, sirup atau oralit.
Panas dapat diberi kompres hangat.
Pemberian infus dilaksanakan pada klien apabila :
a. Muntah, sulit makan per oral, muntah mengancam dapat terjadinya dehidrasi dan asidosis.
b. Nilai hematokrit tinggi.

2. DHF dengan Renjatan

Prinsip: Mengatasi renjatan dengan penggantian volume cairan yaitu cairan RL.
3. Pengobatan bersifat simtomatis dan supportif.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, adalah :
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.

- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.

- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari


Terapi cairan :
1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50

ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air
bauh susu secukupnya

14
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan

sesering mungkin.

3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan

sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut :

- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.

- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.


- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.

- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15

cc/kgBB/hari perdarahan hebat.


2. Dengan Renjatan (Grade III) :
1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi

kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi
dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan

dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam

dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm

diperhitungkan sebagai berikut :


- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.

- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.

- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.

- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.

2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur
kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh

plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan

dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai
dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk

dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi

menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka

15
penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)

sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka

penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi volume


pada DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat
mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi

syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
· R/C

· NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.

2) Koloid
· HES

· Wida HES
· Voluven

· Fima HES, dll.

Efek yang menguntungkan :

- Dapat meningkatkan ankotik plasma.


- Dapat meningkatkan volume darah.

- Dapat membatasi kebocoran vaskuler

3) Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen.

4) Transfusi komponen darah


· Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.
· Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo < 30.000 / m3).

5) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)


· Pemberian Antibiotika
· Pemberian obat antipiretik

· Imunoglobolin intravena (Gamaras)

· Bicnat bila asidosis metabolic

16
I. KOMPLIKASI

Menurut Widagdo (2012) Komplikasi DBD :


a. Gagal Ginjal

b. Efusi pleura

c. Heptomegali
d. Gagal Jantung
J. PENATALAKSANAAN DSS

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang

berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami syok
dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati.

Penggantian Volume Plasma Segera


Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian

cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi cairan
intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%).

Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid isotonik

efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan reaksi alergi.

Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan
lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah

ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%.

Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan tekanan

onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan

koloid adalah albumin, dextran dan gelatin.


Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan secepatnya.

Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20 ml/kgbb disamping

pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian
kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan

maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus

dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht.

17
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht turun.

Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari

kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah
turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan analisis
gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian

oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah apabila
dipasang masker oksigen.

Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien

syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun

telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah

untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk

pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan
FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.

Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk

menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah :

 Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering
sampai syok teratasi.

 Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.

 Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan,
untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi.

 Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).

Rawat di PICU
Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi
perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif.

18
K. KEGAWATAN DBD

Dengue Manifestasi klinik utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam tinggi (>39C

sampai hiperpireksi 40-41C), hepatomegali, fenomena perdarahan dan gagal sirkulasi. Sering terdapat

keluhan epigastrik, nyeri tekan pada pinggir kosta kanan, nyeri abdomen menyeluruh dan mungkin
disertai kejang. Kegawatan DBD adalah kegawatan medik akut yang terutama melibatkan sistem

hematologi dan kardiovaskular.14 Fenomena perdarahan pada DBD berkaitan dengan perubahan

vaskular, penurunan jumlah trombosit (5 detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh lebih dari 2o C
menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada tahap SSD kompensasi curah jantung dan

tekanan darah normal kembali.Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat pada SSD,

yang berarti sistem homeostasis terganggu, kelainan hemodinamik berat, dan telah terjadi

dekompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun kurang dari 20mmHg misalnya 100/ 90mmHG, oleh

karena tekanan sistolik turun sesuai dengan penurunan venous return dan volume sekuncup,

sedangkan tekanan diastolik meninggi sesuai dengan peningkatan tonus vaskular.

Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis. Efektivitas dan

integritas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro
dan mikro terganggu, terjadi iskemia jaringan, kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel,

sehingga terjadi kerusakan sel dan organ dan pasien akan meninggal dalam 12-24 jam. Prognosis

kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat, segera dan pemantauan syok secara

ketat. Sekali SSD teratasi walaupun berat, penyembuhan akan terjadi dalam 2-3 hari. Tanda prognosis
baik adalah membaiknya takikardia, takipneu dan kesadaran, diuresis cukup dan nafsu makan timbul.

Lama perjalanan DBD berat adalah 7- 10 hari. Pada masa konvalesen DBD biasanya terdapat

bradikardia atau aritmia.

Tata laksana Kegawatan Demam Berdarah Dengue

Transisi SSD terkompensasi ke ireversibel berlangsung cepat sekali, karena itu intervensi

agresif untuk penyelamatan hidup perlu dilakukan segera. Intervensi dilakukan sebelum terjadi
anuria, hipotensi, asidosis dan koma, yaitu saat terdapat tanda hipovolemia, hipoperfusi dan

takikardia. Tata laksana kegawatan DBD berorientasi pada pendekatan patofisiologi multisistem
terpadu yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan oksigen dan nutrien, melalui optimalisasi curah

19
jantung dan perfusi jantung, otak dan ginjal sehingga fungsi homeostasis kembali normal, nutrisi

dapat diberikan dan kesembuhan dapat diharapkan.

Urutan tata laksana kegawatan

• Penimbangan berat badan. Berat badan perlu ditimbang saat pasien datang sebagai dasar

perhitungan pengobatan dan untuk menilai perjalanan penyakit. Pada tahap awal, penimbangan
berat badan dilakukan 2–3 kali sehari (dengan timbangan gantung), selanjutnya paling kurang satu
kali sehari. Perkiraan berat badan dapat dihitung berdasarkan rumus: BB (kg) = 2 x umur (tahun) +
4. Pemberian tunjangan hidup dasar. Obat pertama yang harus diberikan pada kegawatan DBD

adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan dikoreksi. Dimulai dengan resusitasi jantung paru

yang memastikan jalan napas terbuka dan pernafasan adekuat. Saturasi oksigen dipertahankan
antara 95–100% dan kadar hemoglobin cukup.

• Pemasangan akses vena. Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk analisis gas darah, kadar

hemoglobin, hemotokrit, jumlah trombosit, golongan darah dan crossmatch, ureum, kreatinin,

elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, P dan asam laktat.


• Pemasangan kateter urin.Pasang kateter urin dan lakukan penampungan urin, pemeriksaan urinalisis,

dan pengukuran berat jenis urin. Jumlah diuresis dihitung setiap jam (normal: 2-3 ml/kgbb/jam).

Bila diuresis kurang dari 1 ml/kgbb/jam berarti terdapat hipoperfusi ginjal. Oliguria lebih dahulu

muncul dari pada penurunan tekanan darah dan takikardia.


• Pemasangan pipa oro / nasogastrik.Pemasangan pipa oro / nasogastrik pada anak sakit gawat

berguna untuk dekompresi, memantau perdarahan saluran cerna (stres gastritis) dan melakukan

bilasan lambung dengan garam fisiologik.11-13 Stres Gastritis biasanya memberi respons baik
terhadap pembilasan lambung dan koreksi hemodinamik.

• Resusitasi cairan. Resusitasi cairan adalah pemberian bolus cairan resusitasi secara cepat melalui

akses intravaskular atau intraoseal pada keadaan hipovolemia. Tujuan resusitasi cairan adalah

menyelamatkan otak dari gangguan hipoksikiskemik, melalui peningkatan preload dan curah
jantung, mengembalikan volume sirkulasi efektif, mengembalikan oxygen-carrying capacity dan
mengoreksi gangguan metabolik dan elektrolit.

Jenis cairan resusitasi

Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang intersisial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak
menimbulkan reaksi alergik; namun hanya seperempat bagian bolus tetap berada di ruang

20
intravaskular, sehingga diperlukan volume yang lebih besar 4-5 kali defisit dengan risiko terjadi edema

jaringan terutama paru. Contoh cairan kristaloid isotonik adalah garam fisiologik (NaCl 0.9%), ringer

laktat dan ringer asetat. Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu

mempertahankan tekanan onkotik, namun selain lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas
dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin 5%, hetastarch, dextran 40% dan gelatin.

Darah, fresh frozen-plasma dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb,

menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk mengoreksi koagulopati.
Produk darah perlu dihangatkan terlebih dahulu sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah dalam
jumlah besar dan cepat adalah infeksi blood-borne, hipotermia dan hipokalsemia, karena clearance

sitrat tidak adekuat sehingga dapat mengganggu fungsi miokard. Cairan yang mengandung glukosa

tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik. Hiperglikemik yang sering terdapat pada pasien syok akan

terkontrol tanpa insulin oleh perbaikan fungsi homeostatik apabila syok teratasi.

Cara pemberian cairan resusitasi Resusitasi

cairan paling baik dilakukan pada tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga dapat

mencegah terjadinya syok dekompensasi dan ireversibel.5-15 Bolus kristaloid isotonik 10-30 ml/kgbb

diberikan dalam 6-10 menit, (WHO kurang dari 20 menit) melalui akses intravaskular atau intraoseal

dengan bantuan syringe pump dan three-way stopcock.10,12 Setiap selesai pemberian bolus dilakukan
penilaian keadaan anak. Bila masih terdapat tanda syok diberikan bolus kristaloid kedua 10-30

ml/kgbb/6-10menit. Bolus selanjutnya baik kristaloid maupun koloid diberikan sampai perfusi sistemik

membaik dan syok teratasi.5-15 Anak yang mengalami syok hipovolemik sering memerlukan cairan
resusitasi 60-80 ml/kgbb dalam satu jam pertama dan 200 ml/kgbb dalam beberapa jam kemudian.12

Ekspansi volume intravaskular secara cepat dengan panduan diuresis dapat mengembalikan tekanan

darah dan perfusi perifer.

Cairan resusitasi dapat diberikan secara aman sampai 30% volume intravaskular. Hal yang
membatasi resusitasi cairan ialah apabila peningkatan preload atau pengisian ventrikel tidak diikuti

oleh peningkatan curah jantung, tidak memperbaiki perfusi perifer dan vascular bed , atau malah
meningkatkan tekanan vena, kebocoran vaskular, dan edema.5-15 Bila volume yang diberikan lebih

dari 50-100 ml/ kgbb dalam 1-2 jam pertama perlu dilakukan pemantauan invasif tekanan vena sentral

(CVP) atau tekanan atrium kanan untuk menilai fungsi miokard. Bila CVP 10 mmHg berarti terdapat

21
disfungsi miokard atau penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru

(afterload ventrikel kanan) atau syok kardiogenik.

Perawatan di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

Anak yang menderita SSD perlu dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi

perubahan sirkulasi dan metabolik dan memberikan tindakan suportif intensif.

Pemberian obat-obatan

Umumnya kegawatan DBD cukup diatasi dengan tunjangan ventilasi, pemberian oksigen dan

resusitasi cairan. Pada SSD berat obat yang mungkin pula perlu diberikan saat resusitasi adalah bolus

epinefrin, sodium bikarbonat, atropin, glukosa dan kalsium klorida, dan pasca resusitasi untuk stabilitas

hemodinamik adalah infus epinefrin, dopamin dan dobutamin.15 Bolus obat resusitasi dapat diberikan

secara intravena (IV), intraoseal (IO) atau endotrakeal. Penyuntikan obat resusitasi intrakardial tidak

dilakukan lagi mengingat risiko terjadinya laserasi arteri koroner, tamponade dan aritmia jantung

disamping pijatan jantung terpaksa harus dihentikan sementara. Infus obat resusitasi disiapkan dengan

dekstrosa 5%, garam fisiologik atau ringer laktat menurut rule of six yaitu 6 mg obat x BB (kg)

dilarutkan dalam 100 mL, diberikan dengan kecepatan 1 mL/jam = 1.0 µg/kgbb/menit.

Epinefrin

Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikadia dan hipotensi yang non-responsif

terhadap resusitasi jantung paru dan resusitasi cairan. Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah
0.01 mg/kgbb (0.1 ml/kgbb epinefrin 1:10.000). Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan menjadi 0.1-0.2

mg/kgbb (0.1-0.2 ml epinefrin 1:1000), yang diulang tiap 3-5 menit. Dosis epinefrin endotrakeal adalah

0.1 mg/kgbb (0.1mL/ kgbb epinefrin 1:1000).lah 0.01 mg/kg (0.1 mL/kgbb cairan 1:10.000) yang bila
perlu dinaikkan menjadi 0.1-0.2 mg/kgbb (0.1-0.2 mL/kgbb cairan 1:1000). Infus epinefrin diberikan
bila masih terdapat hipotensi, bradikardia dan perfusi sistemik buruk. Dosis infus epinefrin adalah 0.1-

1.0 mg/kgbb/menit Epinefrin atau adrenalin adalah katekolamin endogen dengan efek a dan b

adrenergik yang bekerja langsung pada reseptor adrenergik tanpa melalui pelepasan norepinefrin,
karena itu dapat diberikan kepada bayi dan anak walaupun cadangan norepinefrin miokard terbatas.
Efek b-adrenergik epinefrin yang muncul pada dosis rendah (0.3 µg/ kgbb/menit) adalah

vasokonstriksi splanknik, renal, mukosa usus dan kulit yang mengalihkan aliran darah ke otak dan
jantung, meningkatkan resistensi vaskular sistemik, tekanan darah sistolik dan diastolik, meningkatkan
perfusi koroner dan pelepasan oksigen di jantung. Masa paruh epinefrin sekitar 2 menit, karena itu

22
kecepatan infus epinefrin disesuaikan setiap 5 menit dengan memperhatikan laju denyut jantung,

tekanan darah dan perfusi. Untuk mencegah ekstravasasi, infus epinefrin diberikan melalui kateter vena

atau kateter vena sentralis. Asidosis yang menekan katekolamin perlu dikoreksi dengan pemberian

oksigen, hiperventilasi dan perbaikan perfusi sistemik. Epinefrin tidak aktif pada cairan alkali karena itu
tidak dicampurkan pada cairan bikarbonat atau alkali lain Epinefrin tersedia dalam vial 1 mg/mL.

Larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk IV dan IO dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan

untuk IV dan IO dosis tinggi dan endotrakeal, masing-masing larutan perlu diberi label supaya tidak
terjadi kesalahan. Infus epinefrin disiapkan menurut rule of six. (0.6 mg epinefrin x BB kg) dalam 100
mL bila diinfuskan dengan kecepatan 1mL/jam akan memberikan epinefrin 0.1 µg/kg/menit.

Sodium bikarbonat
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan keadaan hemodinamik tidak

stabil yang menyebabkan asidosis berat dan hiperkalemia. Bila dengan resusitasi jantung paru, pijat

jantung dan pemberian bolus epinefrin masih terdapat henti jantung, 160 Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4,

Maret 2003 di berikan bolus sodium bikarbonat 1 mEq/kgbb IV/ IO (tidak endotrakeal). Sesudah
sirkulasi spontan terjadi, dosis sodiumbikarbonat selanjutnya didasarkan pada pemeriksaan pH dan

PaCO2 . Bila pemeriksaan analisis gas darah tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0.5

mEq/kgbb tiap 10 menit secara infus pelan selama 1-2 menit. Pemberian bikarbonat akan

menimbulkan reaksi H+ + HCO3 - H2 CO3 H2 O + CO2 di dalam darah sehingga pH plasma


meningkat. Larutan sodium bikarbonat 8.4% (1 mEq/L) sangat hiperosmolar (2000 mOsm/L)

dibandingkan plasma 280 mOsm/L, dapat menyebabkan hiperosmolaritas, dan hipernatremia. Pipa IV

dan IO harus dibilas dulu dengan garam fisiologik sebelum dan sesudah dipakai untuk memberikan

sodium bikarbonat. Sodium bikarbonat menyebabkan katekolamin tidak aktif dan pengendapan

garam kalsium. Sodium bikarbonat tidak diberikan melalui endotrakeal Ekstravasasi sodium bikarbonat
menyebabkan sklerosis vena dan nekrosis jaringan.

Dobutamin
Dobutamin diberikan pada pengobatan hipoperfusi yang berhubungan dengan peninggian

resistensi vaskular sistemik. Dobutamin adalah katekolamin sintetik dengan efek selektif langsung

pada reseptor badrenergik dan tidak tergantung pada cadangan norepinefrin. Dobutamin tidak

mempunyai efek dopaminergik dan tidak berpengaruh pada aliran darah renal dan splangnik.
Dobutamin paling efektif untuk mengobati gagal jantung kongestif atau syok kardiogenik terutama

23
yang disebabkan oleh kardiomiopati karena merendahkan resistensi vaskular paru dan sistemik

sehingga meningkatkan curah jantung. Dobutamin kurang efektif dibandingkan epinefrin pada syok

septik dan hipotensi karena memperburuk vasodilatasi sistemik yang sudah terjadi. Karena masa

paruhnya rendah dobutamin diberikan secara infus kontinu melalui kateter vena dengan bantuan
pompa infus. Dobutamin tersedia dalam vial 25 mg dan 12.5 mg/mL. Infus dobutamin disiapkan

menurut rule of six. Ekstravasasi dobutamin dapat menyebabkan iskemia jaringan dan nekrosis lokal.

Dobutamin non aktif dalam cairan alkali. Infus dopamin dimulai dengan dosis 5-10 mg/kgbb/menit (5-
10 mL/jam). Kecepatan infus dobutamin disesuaikan dengan tekanan darah dan perfusi pasien.
Biasanya tidak diperlukan dosis dobutamin yang lebih besar daripada 20 mg/kgbb/menit.

Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer buruk pada anak dengan

volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil. Dopamin tersedia dalam kemasan 40 mg/mL.

Cairan infus dopamin disiapkan menururt rule of six, yaitu 6 x BB(kg) mg dopamin dalam cairan 100 ml.

Apabila diinfuskan dengan kecepatan 1ml/jam akan memberikan dopamin 1 mg/kgbb/menit. Masa
paruh dopamin pendek karena itu diberikan secara infus kontinu dengan bantuan pompa infus. Infus

dopamin harus diberikan melalui kateter vena yang besar atau kateter vena sentraliis. Ekstravasasi

dopamin dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dopamin dan katekolamin lain tidak

diberikan bersamaan dengan sodium bikarbonat karena di nonaktifkan. Infus dopamin dimulai dengan
10mL/ jam atau 10mg/kgbb/menit yang selanjutnya disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi

sistemik, dan tekanan darah. Pada dosis rendah (2–5mg/kgbb/ menit), efek langsung dopamin pada

reseptor badrenergik jantung sedikit, namun pada vascular bed dopamin merangsang reseptor

dopaminergik dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal, splangnik, koroner dan

serebral. Pada dosis tinggi (>5mg/kgbb/menit) dopamin memberi efek langsung dan tidak langsung
melalui pelepasan norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor β-adrenergik jantung dan efek

vasokonstriksi α-adrenergik. Efek inotropik dopamin pada anak terbatas sesuai dengan inervasi

simpatis miokard ventrikel yang belum sempurna. Infus dopamin 5-10 mg/kgbb/menit meningkatkan
kontraktilias jantung tanpa efek pada tekanan darah dan denyut jantung. Infus dopamin 10-20

mgbb/kg/ menit terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun timbul masalah

takikardia. Infus dopamin >20mg/kgbb/menit menyebabkan vasokonstriksi perifer hebat dan iskemia

tanpa tambahan efek inotropik. Karena itu bila diperlukan efek inotropik, dopamin >20mg/kgbb/menit
diberikan secara infus untuk memperoleh efek α dan β adrenergik lebih kuat.

24
Kalsium klorida

Kalsium diberikan untuk mengobati hipokalsemia, hiperkalemia dan hipermagnesemia.


Kandungan elemen kalsium pada kalsium glukonat 10% adalah 9 mg/mL dan pada kalsium klorida

10% adalah 27.2 mg/mL. Dosis kalsium klorida 10% adalah 0.2-0.5 mL/kgbb atau 5-7 mg/kgbb elemen

kalsium sama dengan 20-25 mg/kgbb garam kalsium yang diberikan secara infus pelan (100
mg/menit) untuk mencegah bradikardia dan asistol. Dosis ini dapat diulangi satu kali lagi sesudah 10
menit. Dosis selanjutnya hanya diberikan biila dilakukan pengukuran kadar kalsium.Kalsium tidak

dicampur dengan sodium bikarbonat karena dapat terjadi pengendapan.

Glukosa

Glukosa hanya diberikan bila terdapat hipoglikemia dan pasien tidak memberikan respons

terhadap tindakan resusitasi standar. Cadangan glikogen bayi dan anak sakit gawat terbatas dan cepat

habis. Gejala hipoglikemia serupa dengan gejala hipoksemia yaitu perfusi buruk, takikardia, hipotermia,
letargi dan hipotensi, karena hipoglikemia menekan fungsi miokard. Glukosa diberikan dengan dosis

0.5-1.0 g/ kg secara IV atau IO. Bolus D10W 5-10 ml/kgbb atau D5 W atau D5 NaCl 0.9% atau RL 10-20

mL/kgbb dapat diberikan dalam 20 menit untuk mengobati hipoglikemia, walaupun cairan resusitasi

mengandung glukosa tidak rutin digunakan. Konsentrasi maksimum D25W hanya diberikan secara IV.

L. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian

Menurut susilaningrum, nursalam dan utami (2013) pengkajian yang muncul pada pasien dengan

DBD antara lain:

a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DBD tersering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis
kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua dan pekerjaan orang tua`

b. Keluhan utama

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DBD adalah anak demam tinggi dan kondisi anak
lemah.

25
c. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil, saat demam kesadaran kompos

mentis. Panas menurun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, anak semakin lemah. Kadang-kadang

disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi

perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.

d. Riwayat penyakit yang pernah diderita.


Pada DBD, anak bisa mengalami serangan ulang DBD dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi

Bila anak mempunyai kekebalan tubuh yang baik, kemungkinan timbul komplikasi dapat

dihindari.
f. Riwayat gizi

Semua anak dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko apabila terdapat faktor

predisposisinya. Pada anak menderita DBD sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu

makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
adekuat anak dapat mengalami penurunan berat badan, sehingga status gizinya menjadi kurang.

g. Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya, lingkungan yang kurang kebersihanya (air

yang menggenang) dan gantungan baju dikamar.


h. Pola kebiasaan

1) Nutrisi dan metabolik, yaitu frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang

2) Eliminasi alvi (BAB) kadang-kadang anak mengalami diare. DBD pada grade III-IV bisa terjadi

melena

3) Eliminasi urine perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada
grade IV sering terjadi hematuria.

4) Tidur dan istirahat, anak sering mengalami kurang tidur karena sakit atau nyeri otot dan

persendian.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung

kurang terutama tempat tempat sarangnya nyamuk Aedes Aegypyi.

6) Tanggapan bila ada keluarga yang sakit dan upaya untuk menjaga kesehatan`

i. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki.

26
j. Berdasarkan tingkatan DBD, keadaan fisik anak sebagai berikut:

1) Grade I: kesadaran kompos mentis; keadaan umum lemah; tanda-tanda vital nadi lemah.

2) Grade II: kesadaran kompos mentis; keadaan umu lemah; adanya perdarahan spontan

petekia; perdarahan gusi dan telinga; nadi lemah, kecil tidak teratur.
3) Grade III: kesadaran apatis; somnolen; keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, tidak teratur;

tensi menurun.

4) Grade IV: kesadaran koma; nadi tidak teraba; tensi tidak terukur; pernafasan tidak teratur;
ekstrimitas dingin; berkeringat dan kulit tampak biru.
k. Sistem integumen

1) Kulit adanya petekie, tugor kulit menurun, keringat dingan, lembab.

2) Kuku cyanosis atau tidak


3) Kepala dan leher

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang

mengalami perdarahan/epistakis (grade II, III. IV). Pada mulut didapatkan mukosa mulut kering,

perdarahan gusi, kotor, dan nyeri telan. Tenggorokan mengalami hiperemia faring, terjadi
perdarahan telinga (grade II, III, IV)

Gejala klinis didapatkan :

 Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya
berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

 Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit

seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.


 Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat kegagalan sistem

sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.

 Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan yang berat

ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.

27
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)

2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler


3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat

4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat


5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia

III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue (Viremia)


 NOC : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.

 Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °c, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal

(80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.

 NIC :

a. Berikan kompres (air biasa / kran).


Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat

mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau

menggigil.

b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada

klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan

tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau

lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum

pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi.
Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

28
2. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari Intravaskuler Ke
Ekstravaskuler
 NOC : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.

 Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80 –
120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.

 NIC :

a. Observasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering.


Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill.

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.


Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.

d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).

Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral

e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.


Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic

syok.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Intake In Adekuat
 NOC : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
 Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan

meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.

 NIC :

a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.


b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.

c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan).


Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara

waktu makan.

Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.

29
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral.

f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.

Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.


g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses

penyembuhan.

h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.


i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.

k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

4. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Permeabilitas Membran Meningkat


 NOC : Tidak terjadi syok hipovolemik.

 Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.

 NIC :

a. Monitor keadaan umum pasien.


Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi

perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok.

b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.

Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok / shock.

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi

perdarahan.

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat

segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.

Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara

hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan

untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

30
5. Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan Trombisitopenia
 NOC : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.

 Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80 – 100 x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan

spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
 NIC :

a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest).

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari
adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan

seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila
terjadi perdarahan.

c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,

berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda

perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran

pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.


e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang

pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.

f. Monitor trombosit setiap hari.

g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).

31
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika : Jakarta

Hockenberry, Wilson.2007. Wong’s Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition. Mosby Elsevter :
Canada.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media

Aescullapius : Jakarta.

Nadesul, Handrawan.2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas : Jakarta.

Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.

Soedarto.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga :Surabaya.

Sutaryo.2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.

Tatty ES.2004. Pengelolaan Syok Pada Demam Berdarah Dengue Anak Dalam Sutaryo.Tatalaksana Syok

Dan Perdarahan Pada Demam Berdarah Dengue. Medika FK UGM : Yogyakarta.


Depkes RI. 2015.Demam Berdarah Biasanya Mulai Meningkat di Januari. Diakses: 12 Mei
2015.www.depkes.go.id.
Depkes, 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. www.depkes.go.id diakses Juli 2011
Halstead, Scott. Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Dalam: A.Samik Wahab.
Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Vol 2. Jakarta : EGC, 2000. IDAI. 2009. Demam
Berdarah Dengue. Indonesian Pediatric Society

32

Anda mungkin juga menyukai