Disusun oleh :
KALIMANTAN TIMUR
2018
1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN P ENDAHUUAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)
Disusun oleh :
(…………………………………………………) (…………………………………………………)
Mengetahui,
Dosen Koordinator
Keperawatan Gawat Darurat
2
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
DAN
DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)
A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
yang di tularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepty ( Susilaninrum dkk, 2013). Dengue Haemoragic
Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer :2000).
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot / nyeri sendi yang disertai ruam, trombositopenia dan ditesis
hemoragik (Amin dan Hardin, 2015). Penyakit DBD adalah penyakit infeksi virus dengue akut yang
disebabkan oleh virius dengue, virus dengue ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti atau nyamuk
aedes albopictus, yang masuk kedalam tubuh melalui gigitanya (Andre dan Yessie, 2013). Demam
berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Padila, 2013).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi
pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).
Dengue Shock Syndrome (DSS) atau dalam artikel ini akan banyak disebut sebagai Sindrom syok
dengue (SSD) adalah syok hipovolemik yang terjadi pada DBD. Penyebabnya adalah peningkatan
permeabilitas kapiler yang disertai kebocoran plasma. Syok pada pasien dengue pada umumnya
terjadi pada fase kritis, yaitu pada hari demam ke 4–5 (rentang hari ke 3–7), dan sering kali didahului
oleh tanda bahaya (warning signs). Bila pasien tidak mendapat terapi cairan intravena yang adekuat
dengan segera, pasien sangat berpotensi jatuh pada kondisi syok. Secara garis besar, kondisi syok
pada pasien dengue dapat dibagi dalam 3 tahapan klinis: Hemodinamik Stabil, Syok terkompensasi,
dan Syok Dekompensasi. Hemodinamik stabil artinya tekanan darah pasien stabil, tanda-tanda vital
dalam batas normal dan tidak didapatkan tanda-tanda syok. Dalam pembahasan selanjutnya kita akan
3
B. Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi
Menurut Evelyn C.P (2009), darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan
interseluler adalah cairan yang disebut lasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu
sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira satu per dua belas berat badan atau kira-
kira liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah.
Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume darah yang dipadatkan yang berkisar
4
antara 40-47.Plasma darah adalah cairan berwarna kuning yang dalam reaksi bersifat sedikit alkali.
Susunan darah atau plasma terdiri dari 91,0% air, 8,0% protein meliputi albumin, globulin,
protromblin, dan fibrinogen. Sedangkan 0,9% mineral yang terdiri dari natrium klorida, natrium
bikarbonat, garam kalsium, fosfor, magnesium dan besi. Sisanya di isi sejumlah bahan organik,
yaitu: glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam amino. Adapun sel-sel darah
terdiri dari:
1) Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah berupa cakrem kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya,
sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak
belakang. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Sel
darah merah juga memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk penggantinya diperlukan
Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipi dan
tak beraturan. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap: mula-
mula besar dan berisi nukleus, tetapi tidak ada hemoglobin; kemudia dimuati hemoglobin dan
2) Leukosit
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari pada sel
darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000
3) Trombosit
Trombosit adalah keping-keping darah yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan
eritrosit dan leukosit. Trombosit tidak berinti, tidak teratur, dan berasal dari bagian mega
kariosit dalam sumsum tulang. Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah
jika tubuh mengalami luka. Jika terjadi luka, trombosit dalam darah pecah dan mengeluarkan
enzim trombokinase. Enzin trombokinase membentuk thrombin dengan bantuan vitamin k
dan ion Ca. Jumlah trombosit 1 mililiter kubik darah terdapat 300.000 trombosit.
5
a. Fisiologi
Menurut Evelyn C.P (2009), fungsi plasma yaitu sebagai medium (perantara) untuk
penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan
medium untuk mengangkat bahan buangan seperti urea, asam urat, dan sebagian dari karbon
dioksida.
Sedangangkan menurut Tarwoko, dkk (2015), fungsi darah secara umum adalah:
1) Transport Internal
Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.
a) Respirasi
Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin dalam sel darah merah dan
b) Nutrisi
Nutrien/zat gizi diabsorpsi dari usus, kemudian dibawa dalam plasma ke hati dan
c) Sekresi
d) Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan juga berperan dalam
hemoestasis.
e) Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya mempunyai efek dalam aktivitas
3) Proteksi terhadap cedera dan perdarahan. Proteksi terhadap respon peradangan lokal
terhadap cedera jaringan. Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit karena
6
Secara khusus fungsi dari sel darah adalah:
Sel darah merah terdiri membran dan hemoglobin. Hemoglobin itu sendiri
mengandung globin (terdiri dari polipeptida) dan heme (mengandung pigmen merah
porfirin sehingga darah arteri yang kaya oksigen menjadi lebih merah dibandingkan darah
pada vena yang kurang oksigen). Hemoglobin menyusun 95% dari berat sel darah merah.
ikatan ini dipengaruhi oleh Ph darah dan temperatur. Ph (asidosis) akan menurunkan saturasi
oksigen sehingga kemampuan suplay ke jaringan menjadi berkurang. Saturasi oksigen juga
berkurang pada hipotermia. Disamping oksigen, hemoblobin juga dapat berkaitan dengan
karbondioksida yang merupakan hasil metabolisme tubuh diangkut melalui proses diffusi
dalam kapiler untuk selanjutnya ditransport ke alveoli. Gas lain yang dapat berkaitan adalah
karbon monoksida. Jika hemoglobin banyak berikatan dengan karbon dioksida dan karbon
monoksida maka memampuan untuk mengikat dengan oksigen akan berkurang sehingga
Zat besi merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh orang
dewasa kira-kira mengandung 50 mg besi per 100 ml darah. Total kebutuhan zat besi kira-
kira antara 2-6 gr, tergantung berat badan dan kadar Hb nya. Sedangkan hormon-hormon
yang penting dalam pembentukan sel darah merah adalah hormon tiroid, tiroid stimulating
horeritropoitin. Penurunan hormon adrenal akan mempengaruhi respon eritropoetik.
2) Leukosit
Fungsi utama leukosit adalah mengatasi inflamasi dan immunitas. Misalnya neutrofil
fungsi utamanya memakan benda asing atau fagositosis, demikian juga dengan monosit.
Limfosit T membunuh sel secara langsung atau membentuk limfokin suatu substansi yang
memperkuat aktivitas sel fagosit, sedangkan limfosit B menghasilkan antibodi, yaitu suatu
molekul protein yang akan menghancurkan benda asing. Eosinofil dan basofil berfungsi
sebagai tempat penyimpanan berbagai material biologis kuat seperti histamine, serotonin,
dan heparin. Material ini sangat penting dalam suplai darah ke jaringan.
7
3) Trombosit
perdarahan). Bila pembuluh darah mengalami injuri atau kerusakan maka dapat dihentikan
C. ETIOLOG
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat
tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor
yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor
penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut
berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar
rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih
alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
8
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan
imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan
terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan
infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi
virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya
melalui plasenta.
Menurut Yekti dan Widayati (2015), demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang utamanya
ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Setelah penularan melalui gigitan nyamuk, virus
dengue akan terinkubasi selama 3-15 hari. Dengue ini kemudian menyebabkan sakit mirip flu dan nyeri,
demam tinggi, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, dan ruam.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan rincian gejalannya, demam dengue dapat dibagi menjadi empat derajat:
tourniquet positis
DBD II Gejala tersebut di
atas+perdarahan spontan
terukur
9
Perbedaan DD dengan DSS
ada sembuh
DBD Ada Tidak Suhunaik-turun-belum
syok
DSS Ada Ada Suhu naik-turun- syok
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 mmHg),
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin,
a. Derajat I meliputi demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan sepontan, uji turniket positif,
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. DerajatII meliputi perdarahan spontan selain manifestasi klien pada derajat I, biasanya pada
bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III meliputi gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta
penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.
d. Derajat IV meliputi rejatan berat, denyut nadi, dan tekanan darah tidak dapat diukur. Yang disertai
dengan dengue shock sindrom.
10
E. PATOFISIOLOGI
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,
petekia dan purpura.(Soedarto, 1990).Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran
11
cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. Perdarahan gastrointestinal biasanya di
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang
gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki
serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
adalah :
Asites.
Cairan dalam rongga pleura (kanan).
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang –
kejang.
Tanda lanjut kemebihan cairan yang berat (WHO,200):
a. Edema paru
b. Sianosis
c. Syok ivarerbel
Menurut Amin dan Hardin (2015),manifestasi klinis yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
DBD, antara lain:
12
c. Trombositopenia <100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
1) Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat.
e. Tanda kebocoran plasma seperti: hipoproteinemi, asites, efusi fleura.
Sedangkan menurut Padila (2013) setelah virus dengue masuk kedalam tubuh manusia gejala yang akan
timbul yaitu meningkatnya suhu tubuh, nyeri pada otot seluruh tubuh, suara mulai serak, batuk,
epistaksis, disuria nafsu makan menurun, muntah, ptekei, ekimosis, pedarahan pada gusi, dan muntah
darah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura
3. USG
Hepatomegali
Menurut Andra SW dan Yessie MP (2013), pemeriksaan diagnostik pada kasus DBD sebagai berikut:
a. Darah lengkap
Leukpenia pada hari ke 2-3
13
b. Kimia darah
SGOT/SGPT meningkat
Umum meningkat
pH darah meningkat
H. PENATALAKSAAN MEDIS
Prinsip: Mengatasi renjatan dengan penggantian volume cairan yaitu cairan RL.
3. Pengobatan bersifat simtomatis dan supportif.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, adalah :
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.
ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air
bauh susu secukupnya
14
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan
sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan
sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut :
- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi
kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi
dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan
dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam
dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur
kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan
dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai
dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi
menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
15
penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka
syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
· R/C
· NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.
2) Koloid
· HES
· Wida HES
· Voluven
16
I. KOMPLIKASI
b. Efusi pleura
c. Heptomegali
d. Gagal Jantung
J. PENATALAKSANAAN DSS
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang
berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami syok
dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati.
cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi cairan
intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%).
Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid isotonik
efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan reaksi alergi.
Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan
lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah
Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan tekanan
onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan
Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20 ml/kgbb disamping
pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian
kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan
maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus
17
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht turun.
Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari
kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah
turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik.
oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah apabila
dipasang masker oksigen.
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien
syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun
telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah
untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk
pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan
FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.
Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah :
Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering
sampai syok teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan,
untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi.
Rawat di PICU
Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi
perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif.
18
K. KEGAWATAN DBD
Dengue Manifestasi klinik utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam tinggi (>39C
sampai hiperpireksi 40-41C), hepatomegali, fenomena perdarahan dan gagal sirkulasi. Sering terdapat
keluhan epigastrik, nyeri tekan pada pinggir kosta kanan, nyeri abdomen menyeluruh dan mungkin
disertai kejang. Kegawatan DBD adalah kegawatan medik akut yang terutama melibatkan sistem
hematologi dan kardiovaskular.14 Fenomena perdarahan pada DBD berkaitan dengan perubahan
vaskular, penurunan jumlah trombosit (5 detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh lebih dari 2o C
menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada tahap SSD kompensasi curah jantung dan
tekanan darah normal kembali.Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat pada SSD,
yang berarti sistem homeostasis terganggu, kelainan hemodinamik berat, dan telah terjadi
dekompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun kurang dari 20mmHg misalnya 100/ 90mmHG, oleh
karena tekanan sistolik turun sesuai dengan penurunan venous return dan volume sekuncup,
Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis. Efektivitas dan
integritas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro
dan mikro terganggu, terjadi iskemia jaringan, kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel,
sehingga terjadi kerusakan sel dan organ dan pasien akan meninggal dalam 12-24 jam. Prognosis
kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat, segera dan pemantauan syok secara
ketat. Sekali SSD teratasi walaupun berat, penyembuhan akan terjadi dalam 2-3 hari. Tanda prognosis
baik adalah membaiknya takikardia, takipneu dan kesadaran, diuresis cukup dan nafsu makan timbul.
Lama perjalanan DBD berat adalah 7- 10 hari. Pada masa konvalesen DBD biasanya terdapat
Transisi SSD terkompensasi ke ireversibel berlangsung cepat sekali, karena itu intervensi
agresif untuk penyelamatan hidup perlu dilakukan segera. Intervensi dilakukan sebelum terjadi
anuria, hipotensi, asidosis dan koma, yaitu saat terdapat tanda hipovolemia, hipoperfusi dan
takikardia. Tata laksana kegawatan DBD berorientasi pada pendekatan patofisiologi multisistem
terpadu yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan oksigen dan nutrien, melalui optimalisasi curah
19
jantung dan perfusi jantung, otak dan ginjal sehingga fungsi homeostasis kembali normal, nutrisi
• Penimbangan berat badan. Berat badan perlu ditimbang saat pasien datang sebagai dasar
perhitungan pengobatan dan untuk menilai perjalanan penyakit. Pada tahap awal, penimbangan
berat badan dilakukan 2–3 kali sehari (dengan timbangan gantung), selanjutnya paling kurang satu
kali sehari. Perkiraan berat badan dapat dihitung berdasarkan rumus: BB (kg) = 2 x umur (tahun) +
4. Pemberian tunjangan hidup dasar. Obat pertama yang harus diberikan pada kegawatan DBD
adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan dikoreksi. Dimulai dengan resusitasi jantung paru
yang memastikan jalan napas terbuka dan pernafasan adekuat. Saturasi oksigen dipertahankan
antara 95–100% dan kadar hemoglobin cukup.
• Pemasangan akses vena. Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk analisis gas darah, kadar
hemoglobin, hemotokrit, jumlah trombosit, golongan darah dan crossmatch, ureum, kreatinin,
dan pengukuran berat jenis urin. Jumlah diuresis dihitung setiap jam (normal: 2-3 ml/kgbb/jam).
Bila diuresis kurang dari 1 ml/kgbb/jam berarti terdapat hipoperfusi ginjal. Oliguria lebih dahulu
berguna untuk dekompresi, memantau perdarahan saluran cerna (stres gastritis) dan melakukan
bilasan lambung dengan garam fisiologik.11-13 Stres Gastritis biasanya memberi respons baik
terhadap pembilasan lambung dan koreksi hemodinamik.
• Resusitasi cairan. Resusitasi cairan adalah pemberian bolus cairan resusitasi secara cepat melalui
akses intravaskular atau intraoseal pada keadaan hipovolemia. Tujuan resusitasi cairan adalah
menyelamatkan otak dari gangguan hipoksikiskemik, melalui peningkatan preload dan curah
jantung, mengembalikan volume sirkulasi efektif, mengembalikan oxygen-carrying capacity dan
mengoreksi gangguan metabolik dan elektrolit.
Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang intersisial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak
menimbulkan reaksi alergik; namun hanya seperempat bagian bolus tetap berada di ruang
20
intravaskular, sehingga diperlukan volume yang lebih besar 4-5 kali defisit dengan risiko terjadi edema
jaringan terutama paru. Contoh cairan kristaloid isotonik adalah garam fisiologik (NaCl 0.9%), ringer
laktat dan ringer asetat. Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu
mempertahankan tekanan onkotik, namun selain lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas
dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin 5%, hetastarch, dextran 40% dan gelatin.
Darah, fresh frozen-plasma dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb,
menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk mengoreksi koagulopati.
Produk darah perlu dihangatkan terlebih dahulu sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah dalam
jumlah besar dan cepat adalah infeksi blood-borne, hipotermia dan hipokalsemia, karena clearance
sitrat tidak adekuat sehingga dapat mengganggu fungsi miokard. Cairan yang mengandung glukosa
tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik. Hiperglikemik yang sering terdapat pada pasien syok akan
terkontrol tanpa insulin oleh perbaikan fungsi homeostatik apabila syok teratasi.
cairan paling baik dilakukan pada tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga dapat
mencegah terjadinya syok dekompensasi dan ireversibel.5-15 Bolus kristaloid isotonik 10-30 ml/kgbb
diberikan dalam 6-10 menit, (WHO kurang dari 20 menit) melalui akses intravaskular atau intraoseal
dengan bantuan syringe pump dan three-way stopcock.10,12 Setiap selesai pemberian bolus dilakukan
penilaian keadaan anak. Bila masih terdapat tanda syok diberikan bolus kristaloid kedua 10-30
ml/kgbb/6-10menit. Bolus selanjutnya baik kristaloid maupun koloid diberikan sampai perfusi sistemik
membaik dan syok teratasi.5-15 Anak yang mengalami syok hipovolemik sering memerlukan cairan
resusitasi 60-80 ml/kgbb dalam satu jam pertama dan 200 ml/kgbb dalam beberapa jam kemudian.12
Ekspansi volume intravaskular secara cepat dengan panduan diuresis dapat mengembalikan tekanan
Cairan resusitasi dapat diberikan secara aman sampai 30% volume intravaskular. Hal yang
membatasi resusitasi cairan ialah apabila peningkatan preload atau pengisian ventrikel tidak diikuti
oleh peningkatan curah jantung, tidak memperbaiki perfusi perifer dan vascular bed , atau malah
meningkatkan tekanan vena, kebocoran vaskular, dan edema.5-15 Bila volume yang diberikan lebih
dari 50-100 ml/ kgbb dalam 1-2 jam pertama perlu dilakukan pemantauan invasif tekanan vena sentral
(CVP) atau tekanan atrium kanan untuk menilai fungsi miokard. Bila CVP 10 mmHg berarti terdapat
21
disfungsi miokard atau penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru
Anak yang menderita SSD perlu dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi
Pemberian obat-obatan
Umumnya kegawatan DBD cukup diatasi dengan tunjangan ventilasi, pemberian oksigen dan
resusitasi cairan. Pada SSD berat obat yang mungkin pula perlu diberikan saat resusitasi adalah bolus
epinefrin, sodium bikarbonat, atropin, glukosa dan kalsium klorida, dan pasca resusitasi untuk stabilitas
hemodinamik adalah infus epinefrin, dopamin dan dobutamin.15 Bolus obat resusitasi dapat diberikan
secara intravena (IV), intraoseal (IO) atau endotrakeal. Penyuntikan obat resusitasi intrakardial tidak
dilakukan lagi mengingat risiko terjadinya laserasi arteri koroner, tamponade dan aritmia jantung
disamping pijatan jantung terpaksa harus dihentikan sementara. Infus obat resusitasi disiapkan dengan
dekstrosa 5%, garam fisiologik atau ringer laktat menurut rule of six yaitu 6 mg obat x BB (kg)
dilarutkan dalam 100 mL, diberikan dengan kecepatan 1 mL/jam = 1.0 µg/kgbb/menit.
Epinefrin
Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikadia dan hipotensi yang non-responsif
terhadap resusitasi jantung paru dan resusitasi cairan. Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah
0.01 mg/kgbb (0.1 ml/kgbb epinefrin 1:10.000). Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan menjadi 0.1-0.2
mg/kgbb (0.1-0.2 ml epinefrin 1:1000), yang diulang tiap 3-5 menit. Dosis epinefrin endotrakeal adalah
0.1 mg/kgbb (0.1mL/ kgbb epinefrin 1:1000).lah 0.01 mg/kg (0.1 mL/kgbb cairan 1:10.000) yang bila
perlu dinaikkan menjadi 0.1-0.2 mg/kgbb (0.1-0.2 mL/kgbb cairan 1:1000). Infus epinefrin diberikan
bila masih terdapat hipotensi, bradikardia dan perfusi sistemik buruk. Dosis infus epinefrin adalah 0.1-
1.0 mg/kgbb/menit Epinefrin atau adrenalin adalah katekolamin endogen dengan efek a dan b
adrenergik yang bekerja langsung pada reseptor adrenergik tanpa melalui pelepasan norepinefrin,
karena itu dapat diberikan kepada bayi dan anak walaupun cadangan norepinefrin miokard terbatas.
Efek b-adrenergik epinefrin yang muncul pada dosis rendah (0.3 µg/ kgbb/menit) adalah
vasokonstriksi splanknik, renal, mukosa usus dan kulit yang mengalihkan aliran darah ke otak dan
jantung, meningkatkan resistensi vaskular sistemik, tekanan darah sistolik dan diastolik, meningkatkan
perfusi koroner dan pelepasan oksigen di jantung. Masa paruh epinefrin sekitar 2 menit, karena itu
22
kecepatan infus epinefrin disesuaikan setiap 5 menit dengan memperhatikan laju denyut jantung,
tekanan darah dan perfusi. Untuk mencegah ekstravasasi, infus epinefrin diberikan melalui kateter vena
atau kateter vena sentralis. Asidosis yang menekan katekolamin perlu dikoreksi dengan pemberian
oksigen, hiperventilasi dan perbaikan perfusi sistemik. Epinefrin tidak aktif pada cairan alkali karena itu
tidak dicampurkan pada cairan bikarbonat atau alkali lain Epinefrin tersedia dalam vial 1 mg/mL.
Larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk IV dan IO dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan
untuk IV dan IO dosis tinggi dan endotrakeal, masing-masing larutan perlu diberi label supaya tidak
terjadi kesalahan. Infus epinefrin disiapkan menurut rule of six. (0.6 mg epinefrin x BB kg) dalam 100
mL bila diinfuskan dengan kecepatan 1mL/jam akan memberikan epinefrin 0.1 µg/kg/menit.
Sodium bikarbonat
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan keadaan hemodinamik tidak
stabil yang menyebabkan asidosis berat dan hiperkalemia. Bila dengan resusitasi jantung paru, pijat
jantung dan pemberian bolus epinefrin masih terdapat henti jantung, 160 Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4,
Maret 2003 di berikan bolus sodium bikarbonat 1 mEq/kgbb IV/ IO (tidak endotrakeal). Sesudah
sirkulasi spontan terjadi, dosis sodiumbikarbonat selanjutnya didasarkan pada pemeriksaan pH dan
PaCO2 . Bila pemeriksaan analisis gas darah tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0.5
mEq/kgbb tiap 10 menit secara infus pelan selama 1-2 menit. Pemberian bikarbonat akan
dibandingkan plasma 280 mOsm/L, dapat menyebabkan hiperosmolaritas, dan hipernatremia. Pipa IV
dan IO harus dibilas dulu dengan garam fisiologik sebelum dan sesudah dipakai untuk memberikan
sodium bikarbonat. Sodium bikarbonat menyebabkan katekolamin tidak aktif dan pengendapan
garam kalsium. Sodium bikarbonat tidak diberikan melalui endotrakeal Ekstravasasi sodium bikarbonat
menyebabkan sklerosis vena dan nekrosis jaringan.
Dobutamin
Dobutamin diberikan pada pengobatan hipoperfusi yang berhubungan dengan peninggian
resistensi vaskular sistemik. Dobutamin adalah katekolamin sintetik dengan efek selektif langsung
pada reseptor badrenergik dan tidak tergantung pada cadangan norepinefrin. Dobutamin tidak
mempunyai efek dopaminergik dan tidak berpengaruh pada aliran darah renal dan splangnik.
Dobutamin paling efektif untuk mengobati gagal jantung kongestif atau syok kardiogenik terutama
23
yang disebabkan oleh kardiomiopati karena merendahkan resistensi vaskular paru dan sistemik
sehingga meningkatkan curah jantung. Dobutamin kurang efektif dibandingkan epinefrin pada syok
septik dan hipotensi karena memperburuk vasodilatasi sistemik yang sudah terjadi. Karena masa
paruhnya rendah dobutamin diberikan secara infus kontinu melalui kateter vena dengan bantuan
pompa infus. Dobutamin tersedia dalam vial 25 mg dan 12.5 mg/mL. Infus dobutamin disiapkan
menurut rule of six. Ekstravasasi dobutamin dapat menyebabkan iskemia jaringan dan nekrosis lokal.
Dobutamin non aktif dalam cairan alkali. Infus dopamin dimulai dengan dosis 5-10 mg/kgbb/menit (5-
10 mL/jam). Kecepatan infus dobutamin disesuaikan dengan tekanan darah dan perfusi pasien.
Biasanya tidak diperlukan dosis dobutamin yang lebih besar daripada 20 mg/kgbb/menit.
Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer buruk pada anak dengan
volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil. Dopamin tersedia dalam kemasan 40 mg/mL.
Cairan infus dopamin disiapkan menururt rule of six, yaitu 6 x BB(kg) mg dopamin dalam cairan 100 ml.
Apabila diinfuskan dengan kecepatan 1ml/jam akan memberikan dopamin 1 mg/kgbb/menit. Masa
paruh dopamin pendek karena itu diberikan secara infus kontinu dengan bantuan pompa infus. Infus
dopamin harus diberikan melalui kateter vena yang besar atau kateter vena sentraliis. Ekstravasasi
dopamin dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dopamin dan katekolamin lain tidak
diberikan bersamaan dengan sodium bikarbonat karena di nonaktifkan. Infus dopamin dimulai dengan
10mL/ jam atau 10mg/kgbb/menit yang selanjutnya disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi
sistemik, dan tekanan darah. Pada dosis rendah (2–5mg/kgbb/ menit), efek langsung dopamin pada
reseptor badrenergik jantung sedikit, namun pada vascular bed dopamin merangsang reseptor
dopaminergik dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal, splangnik, koroner dan
serebral. Pada dosis tinggi (>5mg/kgbb/menit) dopamin memberi efek langsung dan tidak langsung
melalui pelepasan norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor β-adrenergik jantung dan efek
vasokonstriksi α-adrenergik. Efek inotropik dopamin pada anak terbatas sesuai dengan inervasi
simpatis miokard ventrikel yang belum sempurna. Infus dopamin 5-10 mg/kgbb/menit meningkatkan
kontraktilias jantung tanpa efek pada tekanan darah dan denyut jantung. Infus dopamin 10-20
mgbb/kg/ menit terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun timbul masalah
takikardia. Infus dopamin >20mg/kgbb/menit menyebabkan vasokonstriksi perifer hebat dan iskemia
tanpa tambahan efek inotropik. Karena itu bila diperlukan efek inotropik, dopamin >20mg/kgbb/menit
diberikan secara infus untuk memperoleh efek α dan β adrenergik lebih kuat.
24
Kalsium klorida
10% adalah 27.2 mg/mL. Dosis kalsium klorida 10% adalah 0.2-0.5 mL/kgbb atau 5-7 mg/kgbb elemen
kalsium sama dengan 20-25 mg/kgbb garam kalsium yang diberikan secara infus pelan (100
mg/menit) untuk mencegah bradikardia dan asistol. Dosis ini dapat diulangi satu kali lagi sesudah 10
menit. Dosis selanjutnya hanya diberikan biila dilakukan pengukuran kadar kalsium.Kalsium tidak
Glukosa
Glukosa hanya diberikan bila terdapat hipoglikemia dan pasien tidak memberikan respons
terhadap tindakan resusitasi standar. Cadangan glikogen bayi dan anak sakit gawat terbatas dan cepat
habis. Gejala hipoglikemia serupa dengan gejala hipoksemia yaitu perfusi buruk, takikardia, hipotermia,
letargi dan hipotensi, karena hipoglikemia menekan fungsi miokard. Glukosa diberikan dengan dosis
0.5-1.0 g/ kg secara IV atau IO. Bolus D10W 5-10 ml/kgbb atau D5 W atau D5 NaCl 0.9% atau RL 10-20
mL/kgbb dapat diberikan dalam 20 menit untuk mengobati hipoglikemia, walaupun cairan resusitasi
mengandung glukosa tidak rutin digunakan. Konsentrasi maksimum D25W hanya diberikan secara IV.
L. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
Menurut susilaningrum, nursalam dan utami (2013) pengkajian yang muncul pada pasien dengan
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DBD tersering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis
kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua dan pekerjaan orang tua`
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DBD adalah anak demam tinggi dan kondisi anak
lemah.
25
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil, saat demam kesadaran kompos
mentis. Panas menurun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi
perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
Bila anak mempunyai kekebalan tubuh yang baik, kemungkinan timbul komplikasi dapat
dihindari.
f. Riwayat gizi
Semua anak dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko apabila terdapat faktor
predisposisinya. Pada anak menderita DBD sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
adekuat anak dapat mengalami penurunan berat badan, sehingga status gizinya menjadi kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya, lingkungan yang kurang kebersihanya (air
1) Nutrisi dan metabolik, yaitu frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang
2) Eliminasi alvi (BAB) kadang-kadang anak mengalami diare. DBD pada grade III-IV bisa terjadi
melena
3) Eliminasi urine perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada
grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat, anak sering mengalami kurang tidur karena sakit atau nyeri otot dan
persendian.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
6) Tanggapan bila ada keluarga yang sakit dan upaya untuk menjaga kesehatan`
i. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki.
26
j. Berdasarkan tingkatan DBD, keadaan fisik anak sebagai berikut:
1) Grade I: kesadaran kompos mentis; keadaan umum lemah; tanda-tanda vital nadi lemah.
2) Grade II: kesadaran kompos mentis; keadaan umu lemah; adanya perdarahan spontan
petekia; perdarahan gusi dan telinga; nadi lemah, kecil tidak teratur.
3) Grade III: kesadaran apatis; somnolen; keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, tidak teratur;
tensi menurun.
4) Grade IV: kesadaran koma; nadi tidak teraba; tensi tidak terukur; pernafasan tidak teratur;
ekstrimitas dingin; berkeringat dan kulit tampak biru.
k. Sistem integumen
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang
mengalami perdarahan/epistakis (grade II, III. IV). Pada mulut didapatkan mukosa mulut kering,
perdarahan gusi, kotor, dan nyeri telan. Tenggorokan mengalami hiperemia faring, terjadi
perdarahan telinga (grade II, III, IV)
Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya
berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit
sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.
Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan yang berat
27
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °c, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal
NIC :
menggigil.
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada
klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau
lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi.
Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
28
2. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari Intravaskuler Ke
Ekstravaskuler
NOC : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80 –
120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
NIC :
syok.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Intake In Adekuat
NOC : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan
meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
NIC :
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara
waktu makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.
29
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
penyembuhan.
NIC :
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok / shock.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan.
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat
segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara
hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan
30
5. Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan Trombisitopenia
NOC : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80 – 100 x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan
spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
NIC :
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari
adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan
seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila
terjadi perdarahan.
c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda
perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang
pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
31
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika : Jakarta
Hockenberry, Wilson.2007. Wong’s Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition. Mosby Elsevter :
Canada.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius : Jakarta.
Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
Tatty ES.2004. Pengelolaan Syok Pada Demam Berdarah Dengue Anak Dalam Sutaryo.Tatalaksana Syok
32