Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah penyakit langka namun serius karena
adanya reaksi hipersensitivitas yang diperantarai kompleks imun, biasanya
melibatkan kulit dan membran mukosa. Pada perjalanan penyakit biasanya
mengenai mulai dari mulut, hidung, mata, vagina, uretra, pencernaan, dan
mukosa pernapasan bawah. Sindrom Stevens-Johnson merupakan gangguan
sistemik serius dengan potensi morbiditas parah dan bahkan kematian.
Seringkali, Sindrom Stevens-Johnson hanya muncul dengan gejala seperti flu,
diikuti dengan ruam merah atau keunguan yang menyebar dan lecet, akhirnya
menyebabkan lapisan atas kulit mati dan mengelupas.
SSJ merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan dengan ciri
eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang
mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari SSJ
saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya
SSJ seperti obat-obatan atau infeksi virus. mekanisme terjadinya sindroma pada
SSJ adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Apa definisi dari Steven Johnson Sindrom ?


2. Apa saja klasifikasi pada Steven Johnson Sindrom ?
3. Bagaimana anatomi fisiologi kulit ?
4. Apa etiologi Steven Johnson Sindrom ?
5. Bagaimana manifestasi klinis pada orang yang menderita Steven Johnson
Sindrom ?

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 1


6. Bagaimana patofisiologi Steven Johnson Sindrom ?
7. Apa saja komplikasi dari Steven Johnson Sindrom ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Steven Johnson
Sindrom ?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit Steven Johnson Sindrom ?
10. Apa saja masalah yang lazim muncul pada pasien penderita Steven Johnson
Sindrom ?
11. Apa discharge planning pada penderita Steven Johnson Sindrom ?
12. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien Steven Johnson
Sindrom ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Steven
Johnson Sindrom, mengetahui apa definisi dari Steven Johnson Sindrom, apa
saja klasifikasi pada Steven Johnson Sindrom, bagaimana anatomi fisiologi kulit,
apa etiologi Steven Johnson Sindrom, bagaimana manifestasi klinis pada orang
yang menderita Steven Johnson Sindrom, bagaimana patofisiologi Steven
Johnson Sindrom, apa saja komplikasi dari Steven Johnson Sindrom, apa saja
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Steven Johnson Sindrom,
bagaimana penatalaksanaan pada Steven Johnson Sindrom, apa saja masalah
yang lazim muncul pada pasien penderita Steven Johnson Sindrom, apa
discharge planning pada penderita Steven Johnson Sindrom dan bagaimana
Asuhan Keperawatan pada pasien penderita Steven Johnson Sindrom.

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Sindrom Steven Jhonson atau dalam bahasa inggris Stevens-Johnson sindrom
(SJS) adalah suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai
oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata
disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-
Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom
muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll. Selain nama sindrom Steven
Johnson, ada TEN (Toksic Epidermal Necrolisys) dimana ketika lesi kulit kurang
dari 10% total dari tubuh disebut Sindrom Stevens Johnsons, 10-30% kerusakan
kulit disebut transisi, sementara jika lebih dari 30% disebut TEN.
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari
dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus
bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan,
infeksi dan terkadang keganasan. (Amin Huda Nurarif 2015).
2. Klasifikasi
Terdapat 3 derajat klasifikasi Sindrom Stevens Johnsons :
a) Derajat 1 : Erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%.
b) Derajat 2 : Lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%.
c) Derajat 3 : Lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 3


3. Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit mempunyai susunan serabut saraf yang teranyam sangat halus, berfungsi
merasakan sentuhan atau sebagai alat peraba. Kulit merupakan organ yang sangat
luas sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari,
mikroorganisme dan menjaga keseimbangan tubuh dengan lingkungan. Kulit
merupakan indikator untuk memperoleh kesan umum, dengan melihat perubahan
yang terjadi pada kulit misalnya pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan.

Kulit merupakan organ hidup yang mempunyai ketebalan yang sangat


bervariasi. Bagian yang sangat tipis terdapat di sekitar mata dan yang paling tebal
pada telapak kaki dan telapak tangan yang mempunyai ciri khas (dermatoglipic
pattern) yang berbeda pada setiap orang yaitu berupa garis lengkung dan
berbelok-belok, hal ini berguna untuk mengidentifikasi seseorang.

Dua sel yang ditemukan dalam epitel kulit :

a) Sel utama (terang), merupakan sel serosa yang menempati bagian


tengah sel. Sitoplasmanya mengandung bintik lemak dan granula
pigmen. Sel ini mengeluarkan getah encer mengandung bahan pelarut.
b) Sel-sel musigen (gelap), bertebaran di antara sel-sel serosa yang
mempunyai retikulum endoplasma granular dan granula sekretori
basofil, manghasilkan glikoprotein mukoid. Kontraksi sel ini membantu
pengosongan getah kelenjar dan berfungsi sebagai bangun penyangga
menahan perubahan tekanan osmotik yang memungkinkan bahaya pada
keutuhan susunan kanalikuli intersel.

Lapisan kulit

Kulit dapat dibedakan menjadi dua lapisan utama yaitu kulit ari (epidermis)
dan kulit jangat (dermis/kutis). Kedua lapisan ini berhubungan dengan lapisan
yang ada di bawahnya dengan perantaraan jaringan ikat bawah kulit

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 4


(hipodrmis/subkutis). Dermis atau kulit mempunyai alat tambahan atau pelengkap
kulit yang terdiri dari rambut dan kuku.

a. Epidermis
Kulit ari atau epidermis adalah lapisan paling luar yang terdiri dari lapisan
epitel gepeng unsur utamanya adalah sel-sel tanduk (keratinosit) dan sel
melanosit. Lapisan epidermis tumbuh terus karena lapisan sel induk yang
berada di lapisan bawah bermitosis terus, lapisan paling luar epidermis akan
terkelupas atau gugur. Epidermis tersusun oleh sel-sel epidermis terutama
serat-serat kolagen dan sedikit serat elastis. Kulit ari (epidermis) terdiri dari
beberapa lapis sel. Sel-sel ini berbeda dalam beberapa tingkat pembelahan sel
secara mitosis. Lapisan permukaan dianggap sebagai akhir keaktifan sel
lapisan tersebut, terdiri dari lima lapis yaitu :
1) Stratum korneum : terdiri dari banyak lapisan sel tanduk (keritinasi),
gepeng, kering, dan tidak berinti. Sitoplasma diisi dengan serat keratin,
makin keluar letak sel makin gepeng seperti sisik lalu terkelupas dari
tubuh, yang terkelupas digantikan oleh sel yang lain. Zat tanduk
merupakan keratin lunak yang susunan kimianya berada dalam sel-sel
keratin keras. Lapisan tanduk hampir tidak mengandung air karena adanya
penguapan air, elastisnya kecil dan sangat efektif untuk pencegahan
penguapan air dari lapisan yang lebih dalam.
2) Stratum lusidum : terdiri dari beberapa lapis sel yang sangat gepeng dan
bening. Sulit melihat membran yang membatasi sel-sel itu sehingga
lapisannya secara keseluruhan tampak seperti kesatuan yan bening.
Lapisan ini ditemukan pada daerah tubuh yang berkulit tebal.
3) Stratum granulosum : terdiri dari 2-3 lapis sel poligonal yang agak
gepeng, inti di tengah, dan sitoplasma berisi butiran granula keratohialin
atau gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi masuknya
benda asing, kuman, dan bahan kimia ke dalam tubuh.

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 5


4) Stratum spinosum : terdiri dari banyak lapisan sel berbentuk kubus dan
poligonal, inti terdapat di tengah dan sitoplasmanya berisi berkas-berkas
serat yang terpaut pada desmosom (jembatan sel) seluruh sel terikat rapat
lewat serat-serat itu sehingga secara keseluruhan lapisan sel-selnya
berduri. Lapisan ini untuk menahan gesekan dan tekanan dari luar,
sehingga harus tebal dan terdapat di daerah tubuh yang banyak
bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti tumit dan pangkal
telapak kaki.
5) Stratum malfighi : unsur-unsur lapis taju yang mempunyai susunan kimia
yang khas, inti bagian basal lapis taju mengandung kolesterol dan asam-
asam amino. Stratum malfighi lapisan terdalam dari epidermis berbatasan
dengan dermis di bawah, terdiri dari selapis sel berbentuk kubus (batang).

Gabungan stratum malfighi dan stratum spinosum disebut startum


germinatifum. Gabungan ini terletak bergelombang karena lapisan dermis di
bawahnya membentuk tonjolan yang disebut papila. Batas germinatifum
dengan dermis di bawahnya berupa lapisan tipis jaringan pengikat yang
disebut lamina basalis. Pada stratum malfighi, di antara sel epidermis terdapat
melanosit yaitu sel yang berisi pigmen melanin yang berwarna cokelat dan
sedikit kuning. Pada orang berkulit hitam, melanosit menerobos sampai ke
dermis, melanosit ini mempunyai tonjolan banyak, panjang, dan halus
menyelusup di antara sel-sel epidermis stratum germinatifum.

b. Dermis
Batas dermis (kulit jangat) yang pasti sukar ditentukan karena menyatu
dengan lapisan subkutis (hipodermis). Ketebalannya antara 0,5 – 3 mm.
Beberapa kali lebih tebal dari epidermis dibentuk dari komponen jaringan
pengikat. Derivat (turunan) dermis terdiri dari bulu, kelenjar minyak, kelenjar
lendir, dan kelenjar keringat yang membenam jauh ke dalam dermis.
Lapisan dermis terdiri dari :

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 6


1) Lapisan papila, mengandung lekuk-lekuk papila sehingga stratum
malfighi juga ikut berlekuk. Lapisan ini mengandung lapisan pengikat
pengikat longgar membentuk lapisan bunga karang disebut lapisan stratum
spongeosum. Lapisan papila terdiri dari serat kolagen halus, alastin, dan
retikulin yang tersusun membentuk jaring halus terdapat di bawah
epidermis. Lapisan ini memegang peranan penting dalam peremajaan dan
penggandaan unsur-unsur kulit.
2) Lapisan retikulosa, mengandung jaringan pengikat rapat dan serat
kolagen. Sebagian besar lapisan ini tersusun bergelombang, sedikit serat
retikulin, dan banyak serat elastin. Sesuai dengan arah jalan serat-serat
tersebut terbentuk garis ketegangan kulit. Bahan dasar dermis merupakan
bahan matrik amorf yang membenam pada serat kolagen, elastin, dan
turunan kulit.

Unsur utama sel dermis adalah fibroblas dan makrofag, juga terdapat sel
lemak yang berkelompok. Di samping itu juga sel jaringan ikat bercabang,
berpigmen pada lingkungan epidermis yang banyak mengandung pigmen
(mis. Areola mamae dan sekitar anus).

c. Hipodermis
Lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) terdiri dari jaringan pengikat longgar.
Komponennya serat longgar, elastis, dan sel lemak. Pada lapisan adiposa
terdapat susunan lapisan subkutan yang menentukan mobilitas kulit di
atasnya. Bila terdapat lobulus lemak yang merata di hipodermis membentuk
bantalan lemak yang disebut panikulus adiposus. Pada daerah perut, lapisan
ini dapat mencapai ketebalan 3 cm. Pada kelopak mata, penis, dan skrotum
lapisan subkutan tidak mengandun lemak. Bagian superfisial hipodermis
mengandung kelenjar keringat dan folikel rambut.
Dalam lapisan hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena,
anyaman saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit di bawah dermis.

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 7


Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat kulit secara
longgar terhadap jaringan di bawahnya.

4. Etiologi
Hampir semua kasus SJS disebabkan oleh reaksi toksik terhadap obat,
terutama antibiotik (mis. obat sulfa dan penisilin), antikejang (mis. fenitoin) dan
obat antinyeri, termasuk yang dijual tanpa resep (mis. ibuprofen). Terkait HIV,
penyebab SJS yang paling umum adalah nevirapine (hingga 1,5% penggunanya)
dan kotrimoksazol (jarang). Reaksi ini dialami segera setelah mulai obat,
biasanya dalam 2-3 minggu. Walaupun abacavir dapat menyebabkan reaksi
gawat pada kulit, reaksi ini tidak terkait dengan SJS. Eritema multiforme dapat
disebabkan oleh herpes simpleks (Lembaran Informasi (LI) 519), tetapi penyakit
ini jarang menjadi gawat.
Beberapa penyebab Sindrom Stevens Johnson :
1) Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes
simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-
Barr, atau sejenisnya).
2) Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole,
valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin,
azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide,
carbamazepin).
3) Keganasan (karsinoma dan limfoma).
4) Faktor idiopatik (hingga 50%).
5) Sindrom Stevens Johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek
samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng.
Sindrom Steven Johnson juga mungkin disebabkan oleh karena
penggunaan kokain.
6) Walaupun SJS dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi
alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena
penggunaan antibiotic dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 8


turun menurun diketahui menyebabkan SJS, eritem multiformis, sindrom
Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide
(antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin
(antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin
dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SJS.

5. Patofisilogi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi yang
membentuk mikropresitipasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan
IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi. Antigen
penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang
respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau
karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau
metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut
(struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi,
atau proses metabolik). Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit
dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen
dan reaksi inflamasi yang terjadi.
Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator
yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis
lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas
mediator serta produk inflamasi lainnya.
Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit
yang akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 9


6. Pathway

Obat-obatan, infeksi virus, Kelainan hipersensitifitas


keganasan

Hipersensitifitas tipe IV Hipersensitifitas tipe III

Limfosit T tersintesisasi Antigen antibody


terbentuk terperangkap
dalam jaringan kapiler
Pengaktifan sel T

Aktivasi S. komplemen
Melepaskan limfokin/
sitotoksik
Degranulasi sel mast
Penghancuran sel-sel
Akumulasi netrofil
memfagositosis sel rusak
Reaksi peradangan

Melepas sel yang rusak


Nyeri Hipertermi

Kerusakan jaringan

Triase gangguan pada


kulit, mukosa dan mata

Kerusakan integritas
jaringan

Respon lokal : eritema, Respon inflamasi sistemik Respon psikologis


vesikel dan bula

Respon inflamasi sistemik Kondisi kerusakan


Port de entree jaringan kulit

Gangguan gastrointestinal
Resiko infeksi demam, malaise Ansietas

- Ketidakseimbangan
ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM
nutrisi kurang dari Page 10
kebutuhan tubuh
- Deficit perawatan diri
7. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala
prodormal berupa demam tinggi (30ºC - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek
dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung 2 minggu. Gejala-gejala ini
dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi
dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menurunnya
kesadaran, soporous sampai koma.
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk,
koriza, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat
bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Kulit berupa
eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna
merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada
membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan
meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran
utama.
Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi
kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan
faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid,
merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan.
Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
Pada sindroma ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
1) Kelainan kulit
Kelainan pada kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema
berbentuk cincin (pinggir eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang
berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 11


pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat
juga terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai
purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat
kelainannya menjadi Generalisata.
2) Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa
mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat
genetalia (50%), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-
masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel
pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal stomatitis merupakan
gejala yang dini dan menyolok. Stomatitis ini kemudian menjadi lebih
berat dengan pecahnya vesikel dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi,
pendarahan, ulcerasi dan berbentuk krusta kehitaman. Juga dapat
terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah
krusta berwarna hitam yang tebal. Adanya stomatitis ini dapat
menyebabkan penderita sukar menelan. Kelainan di mukosa dapat juga
terjadi di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus.
Terbentuknya pseudomembran di faring dapat memberikan keluhan sukar
bernafas dan penderita tidak dapat makan dan minum.
3) Kelainan mata
Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang sering
terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivities
purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus kornea, iritis/iridosiklitis yang
pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu
stomatitis, conjunctivities, balantis uretritis.

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 12


8. Komplikasi Steven Johnson Sindrom

Sindrom Steven Johnsons sering sering menimbulkan komplikasi, antara lain :

a. Kehilangan cairan dan darah.


b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, shock.
c. Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan.
d. Gastroenterologi – Esophageal strictures.
e. Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,
stenosis vagina.
f. Pulmonari – pneumonia, bronchopneumonia.
g. Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,
infeksi kulit sekunder.
h. Infeksi sitemik, sepsis

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila
disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
b. Histopatologi : kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan
ekstravasasi sel darah merah, degenarasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
c. Imunologi : dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

10. Penatalaksanaan
a. Kortikosteroid
Penggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada
sindrom stevens johnson yang ringan cukup diobati dengan prednison
dengan dosis 30 - 40 mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan
kesadaran yang menurun dan kelainan yang menyeluruh, digunakan
dexametason intravena dengan dosis awal 4 – 6 x 5mg/hari. Setelah

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 13


beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan (masa kritis telah
teratasi), ditandai dengan keadaan umum yang membaik, lesi kulit yang baru
tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami involusi. Pada saat ini
dosis dexametason diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan sebanyak
5mg. Setelah dosis mencapai 5mg sehari lalu diganti dengan tablet prednison
yang diberikan pada keesokan harinya dengan dosis 20mg sehari. Pada hari
berikutnya dosis diturunkan menjadi 10mg, kemudian obat tersebut
dihentikan. Jadi lama pengobtan kira-kira 10 hari.
b. Antibiotika
Penggunaan antibiotika dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi
akibat efek imunosupresif kortikosteroid yang dipakai pada dosis tinnggi.
Antibiotika yang dipilih hendaknya yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakterisidal. Dahulu biasa digunakan
gentamisin dengan dosis 2 x 60-80 mg/hari. Sekarang dipakai netilmisin
sulfat dengan dosis 6 mg/kg BB/hari, dosis dibagi dua. Alasan menggunakan
obat ini karena pada beberapa kasus mulai resisten terhadap gentamisin,
selain itu efek sampingnya lebih kecil dibandingkan gentamisin.
c. Menjaga Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Nutrisi
Hal ini perlu diperhatikan karena penderita mengalami kesukaran atau
bahkan tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan ditenggorokan serta
kesadaran yang menurun. Untuk ini dapat diberikan infus yang berupa
glukosa 5% atau larutan darrow. Pada pemberian kortikosteroid terjadi
retensi natrium , kehilangan kalium dan efek katabolik. Untuk mengurangi
efek samping ini perlu diberikan diet tinggi protein dan rendah garam, KCl
3x500mg/hari dan obat-obat anabolik. Untuk mencegah penekanan korteks
kelenjar adrenal diberikan ACTH (Synacthen depot) dengan dosis 1mg/hari
setiap minggu dimulai setelah pemberian kortikosteroid.
d. Transfusi Darah
Bila dengan terapi di atas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam 2-3
hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300-500 cc setiap hari

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 14


selama 2 hari berturut-turut. Tujuan pemberian darah ini untuk memperbaiki
keadaan umum dan menggantikan kehilangan darah pada kasus dengan
purpura yang luas. Pada kasus purpura yang luas dapat ditambahkan vitamin
C 500 mg atau 1000 mg sehari intravena dan obat-obat hemostatik.
e. Perawatan Topikal
Untuk lesi kulit yang erosif dapat diberikan sofratulle yang bersifat
sebagai protektif dan antiseptic atau krem sulfadiazin perak. Sedangkan
untuk lesi dimulut/bibir dapat diolesi dengan kenalog in obrase. Selain
pengobatan diatas, perlu dilakukan konsultasi pada beberapa bagian yaitu ke
bagian THT untuk mengetahui apakah ada kelainan difaring, karena kadang-
kadang terbentuk pseudomembran yang dapat menyulitkan penderita
bernafas.

11. Masalah yang Lazim Muncul


1) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi).
2) Nyeri akut b.d adanya bula.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
kurang, gangguan gastrointestinal, disfagia.
4) Defisit perawatan diri b.d nyeri pada jaringan kulit, mukosa dan mata.
5) Kerusakan integritas jaringan b.d bula yang mudah pecah.
6) Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi.
7) Resiko infeksi b.d efek samping terpasangnya infus dan terapis steroid.
8) Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan, pola interaksi (kondisi
kerusakan jaringan kulit /muncul kelainan pada kulit).
9) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d kerusakan pada mukosa bibir
dan rongga mulutnya
10) Pola nafas tidak efektif b.d
11) Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d perpindahan cairan dari
intravaskuler ke dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit
akibat luka

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 15


12) Gangguan citra tubuh b.d krisis situasi,kecacatan,kejadian traumatic

12. Discharge Planning


1) Terapkan kebersihan personal.
2) Mandilah setidaknya sekali sehari dan keringkan kulit hingga benar-benar
kering.
3) Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan
karena dapat menyebabkan penyebaran virus ke kornea yang
mengakibatkan kebutaan.
4) Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta
perubahan lainnya yang terjadi. Rasional : menentukan garis dasar dimana
perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang
tepat.
5) Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut. Rasional : menurunkan
iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka
terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko
infeksi.
6) Perbanyak minum air putih.
7) Jaga kebersihan alat tenun. Rasional : untuk menghindari infeksi.

1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN STEVENS JOHNSON


SYNDROM
1. Pengkajian
a. Anamnesa riwayat pengobatan pasien.
b. Gambaran klinik.
c. Histopatologi.
d. Riwayat Kesehatan : riwayat alergi, reaksi alergi terhadap makanan, obat
serta zat kimia, masalah kulit sebelumnya dan riwayat kanker kulit.
e. Pemeriksaan kulit infeksi

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 16


I : warna, suhu, kelembapan, kekeringan, factor
P : turgor kulit, edema
Data Fokus :
 DS : Gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandanganya kabur,
aktivitas menurun.
 DO : Kemerah-merahan, memegangi tenggorokan, gelisah, tampak
lemas dalam aktivitas

Data Penunjang :
 Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
 Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal,
spongiosis danedema intrasel di epidermis.
 Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun
yangmengandung IgG, IgM, IgA.B.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi).
b. Nyeri akut b.d adanya bula.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
kurang, gangguan gastrointestinal, disfagia.
d. Defisit perawatan diri b.d nyeri pada jaringan kulit, mukosa dan mata.
e. Kerusakan integritas jaringan b.d bula yang mudah pecah.
f. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi.
g. Resiko infeksi b.d efek samping terpasangnya infus dan terapis steroid.
h. Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan, pola interaksi (kondisi
kerusakan jaringan kulit /muncul kelainan pada kulit).
i. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d kerusakan pada mukosa bibir
dan rongga mulutnya
j. Pola nafas tidak efektif b.d

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 17


k. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d perpindahan cairan dari
intravaskuler ke dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit
akibat luka
l. Gangguan citra tubuh b.d krisis situasi,kecacatan,kejadian traumatic

3. Intervensi Keperawatan

Tujuan intervensi keperawatan adalah peningkatan integritas jaringan kulit,


terpenuhinya intake nutrisi harian, penurunan risiko infeksi, menurunkan stimulus
nyeri, mekanisme koping yang efektif, dan penurunan kecemasan.

Gangguan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan ... x 24 jam integritas kulit dapat teratasi dan
membaik secara optimal.
Kriteria evaluasi : Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoarisis berkurang.
Intervensi Rasional
Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi Menjadi data dasar untuk memberikan
pada klien. informasi intervensi perawatan yang akan
digunakan.
Lakukan tindakan peningkatan integritas Perawatan lokal kulit merupakan
jaringan. penatalaksanaan keperawatan yang
penting. Jika diperlukan berikan kompres
hangat, tetapi harus dilaksanakan dengan
hati-hati sekali pada daerah yang erosif
atau terkelupas. Lesi oral yang nyeri akan
membuat higiene oral dipelihara.
Lakukan oral higiene. Tindakan oral higiene perlu dilakukan
untuk menjaga agar mulut selalu bersih.
Obat kumur larutan anestesi atau agen
gentian violet dapat digunakan dengan

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 18


sering untuk membersihkan mulut dari
debris, mengurangi rasa nyeri pada
daerah ulserasi dan mengendalikan bau
mulut yang amis. Rongga mulut harus
diinspeksi beberapa kali sehari dan setiap
perubahan harus dicatat, serta dilaporkan.
Vaselin (atau salep yang diresepkan
dokter) dioleskan pada bibir.
Tingkatkan asupan nutrisi. Diet TKTP diperlukan untuk
meningkatkan asupan dari kebutuhan
pertumbuhan jaringan.
Evaluasi kerusakan jaringan dan Apabila masih belum mencapai dari
perkembangan pertumbuhan jaringan. kriteria evaluasi 5 x 24 jam, maka perlu
dikaji ulang faktor-faktor menghambat
pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.
Lakukan intervensi untuk mencegah Perawatan di tempat khusus untuk
komplikasi. mencegah infeksi. Monitor dan evaluasi
adanya tanda dan gejala komplikasi.
Pemantauan yang ketat terhadap tanda-
tanda vital dan pencatatan setiap
perubahan yang serius pada fungsi
respiratorius, renal, atau gastrointestinal
dapat mendeteksi dengan cepat
dimulainya suatu infeksi.
Tindakan asepsis yang mutlak harus
selalu dipertahankan selama pelaksanaan
perawatan kulit yang rutin.
Mencuci tangan dan mengenakan sarung
tangan steril ketika melaksanakan

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 19


prosedur tersebut diperlukan setiap saat.
Ketika keadaannya meliputi bagian tubuh
yang luas, pasien harus di rawat dalam
sebuah kamar pribadi untuk mencegah
kemungkinan infeksi silang dari pasien-
pasien lain.
Para pengunjung harus mengenakan
pakaian pelindung dan mencuci tangan
mereka sebelum menyentuh pasien.
Orang-orang yang menderita penyakit
menular tidak boleh mengunjungi pasien
sampai mereka sudah tidak lagi
berbahaya bagi kesehatan pasien tersebut.
Kolaborasi untuk pemberian Kolaborasi pemberian glukokortikoid
kortikosteroid. misalnya metil prednisolon 80-120 mg
peroral (1,5 – 2mg/KgBB/hari) atau
pemberian deksametason injeksi (0,15 –
0,2 mg/KgBB/hari).
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik untuk infeksi
dengan catatan menghindari pemberian
sulfonamide dan antibiotik yang sering
juga sebagai penyebab SJS misalnya
penisilin, cephalosporin. Sebaiknya
antibiotik yang diberikan berdasarkan
hasil kultur kulit, mukosa, dan sputum.
Dapat dipakai injeksi gentamisin 2 – 3 x
80 mg iv (1 – 1,5 mg/KgBB/kali (setiap
pemberian)).

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 20


Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d perpindahan cairan dari intravaskuler ke
dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit akibat luka
Tujuan : setelah dilakukan tindakan ... x 24 jam kekurangan volume cairan dapat
teratasi
Kriteria evaluasi :
 Haluaran urine individu adekuat (0,5-1,0 mg/kgBB/jam
 Urine jernih dan berwarna kuning
 Membran mukosa lembab
 Kadar elektrolit serum dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji dan catat turgor kulit Untuk mengetahui keseimbangan cairan
tubuh
Observasi tanda-tanda vital Untuk memonitor keadaan umum pasien
Monitor dan catat cairan yang masuk dan Agar keseimbangan cairan tubuh klien
keluar terpantau
Timbang BB klien setiap hari Penggantian cairan tergantung pada BB
klien
Berikan penggantian cairan IV yang Resusitasi cairan menggantikan
dihitung, elektrolit, plasma, albumin kehilangan cairan/elektrolit dan
mencegah komplikasi
Awasi pemeriksaan laboratorium Mengidentifikasi kehilangan darah atau
kerusakan sel darah merah, dan
keburuhan penggantian cairan dan
elektrolit

Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan ... x 24 jam nyeri berkurang /hilang atau
teradaptasi.
Kriteria evaluasi :

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 21


 Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala
nyeri 0-1 (0-4). Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST. Menjadi parameter dasar untuk
mengetahui sejauh mana intervensi yang
diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi manajemen
nyeri keperawatan.
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
noninvasif. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan Posisi fisiologis akan meningkatkan
 Atur posisi fisiologis. asupan O2 kejaringan yang mengalami
peradangan. Pengaturan posisi idealnya
adalah pada arah yang berlawanan
dengan letak dari lesi.
Bagian tubuh yang mengalami inflamasi
lokal dilakukan imobilisasi untuk
menurunkan respons peradangan dan
 Istirahatkan klien. meningkatkan kesembuhan.
Istirahat diperlukan selama fase akut.
Kondisi ini akan meningkatkan suplai
 Bila perlu premidikasi sebelum darah pada jaringan yang mengalami
melakukan perawatan luka. peradangan.
Kompres yang basah dan sejuk atau
terapi rendaman merupakan tindakan
protektif yang dapat mengurangi rasa

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 22


nyeri. Pasien dengan lesi yang luas dan
 Manajemen lingkungan : nyeri harus mendapatkan premidikasi
lingkungan tenang dan batasi dahulu dengan preparat analgesik
pengunjung. sebelum perawatan kulitnya mulai
dilakukan.
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
 Ajarkan tekhnik relaksasi pengunjung akan membantu
pernapasan dalam. meningkatkan kondisi O2 ruangan yang
akan berkurang apabila banyak
 Ajarkan tekhnik distraksi pada saat pengunjung yang berada di ruangan.
nyeri. Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari
peradangan.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat

 Lakukan manajemen sentuhan. menurunkan stimulus internal dengan


mekanisme peningkatan produksi
endorfin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan dengan otomatis
membantu suplai darah dan oksigen ke
area nyeri dan menurunkan sensasi

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 23


nyeri.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri
analgetik. sehingga nyeri akan berkurang.

BAB III

PENUTUP

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 24


A. Kesimpulan

Syndrome Steven Johnson atau biasa disingkat SSJ yaitu syndrom kelainan
pada kulit, selaput lendir orifisium dan mata atau dengan kata lain, reaksi yang
melibatkan kulit & mukosa (selaput lendir) yang berat & mengancam jiwa
ditandai dengan pelepasan epidermis, bintil berisi air & erosi/pengelupasan dari
selaput lendir.

Penyakit ini menyerang selaput lendir, meliputi selaput bening mata, bibir
bidang dalam & rongga mulut, genital & anus. Gejala awalnya berupa demam,
kesukaran diwaktu menelan, pegal-pegal atau nyeri di tubuh, sakit kepala, &
sesak napas, dan ada tanda kemerahan atau ruam merah kepada kulit, munculnya
bintil berisi air (seperti cacar) yang terasa sakit bahkan sampai menyebabkan kulit
mengelupas & melepuh. Penyebabnya yaitu dikarenakan infeksi virus, bakteri dan
jamur, atau alergi obat-obat tertentu, umumnya yakni pemakaian obat antibiotik.

B. Saran

Sindrom Stevens Johnson bisa menyerang semua usia, namun lebih sering
terjadi pada usia dewasa. Begitu pula dengan gender, laki-laki dan perempuan
memiliki risiko yang sama untuk terkena SSJ. Pencegahan yang terbaik adalah
tidak mengonsumsi obat sembarangan. Ada baiknya pasien memberitahukan
kepada dokter jika memiliki alergi terhadap suatu obat-obatan, makanan atau
bahan-bahan kimia tertentu dan penyakit yang pernah klien derita. Karena hal ini
sangat penting bagi dokter agar bisa menentukan dengan tepat jenis obat apa yang
aman bagi pasien.

Demikian makalah yang telah penulis buat. Penulis sadar akan banyaknya
kesalahan dan kekurangan sehingga makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mangharapkan kritik dan saran agar bisa menjadikan motivasi agar
penulisan makalah kedepan bisa menjadi lebih baik. Akhir kata semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 25


DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda (North American Nursing Diagnosis Association) Nic-Noc,
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional Jilid 2. Yogyakarta :
MediaAction

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 26


Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : Salemba Medika

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON SINDROM Page 27

Anda mungkin juga menyukai