Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDICITIS AKUT
Di Ruang Bedah “Boegenville” RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Blitar

Di susun oleh :
IVAN KURNIAWAN
201210461011003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013

LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDIKTOMY E.C APPENDICITIS AKUT

I. DEFINISI

Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis.


Apendik periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih
sebesar pensil dengan panjang 2 - 6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka
kanan, di bawah katup iliacecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik
Mc Burney.

II. ANATOMI FISIOLOGI

Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari


ujung inferiornya. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang
menonjol pada apek caecum sepanjang 4,5 cm. Pada orang dewasa panjang
appendiks rata-rata 9 – 10 cm, terletak posteromedial caecum kira-kira 3 cm
inferior valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal,subileal
atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama. Persarafan para
simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis x, karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar
umbilikus. Perdarahan pada appendiks berasal dari arteri appendikularis yang
merupakan artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis
pada infeksi maka appendiks akan mengalami gangren.
III. ETIOLOGI
 Obstruksi hiperplasia dari folikel limfoid
 Ulserasi pada mukosa
 Obstruksi fekalit (faeses yang keras) dalam lumen appendiks
 Berbagai macam penyakit cacing
 Tumor (karsinoma karsinoid)
 Striktur karena fibrosis pada dinding usus akibat peradangan sebelumnya

IV. MANIFESTASI KLINIS

- Nyeri kuadran kanan bawah saat palpasi (titik Mc.Burney)


- Demam (38 ºC)
- Nyeri tekan saat diperkusi
- Mual dan muntah
- Klien mempertahankan lutut tetap fleksi agar tetap nyaman
Pemeriksaan Fisik:

 Nyeri : Mc Burney point pada palpasi

Menentukan titik Mc. Burney yaitu dengan menarik garis bayangan dari
umbilicus ke SIAS dan bagi menjadi 3 bagian. Tekan pada sepertiga luar
titik Mc.Burney, bila ada nyeri tekan, nyeri lepas, dan nyeri menjalar
kontralateral berarti ada peradangan pada appendik.

 Psoas sign : nyeri timbul bila paha kanan di extensikan

 Obturator sign : nyeri timbul bila paha kanan dirotasikan

 Rovsing’s sign : nyeri pada RLQ timbul pada palpasi LLQ

 Dunphy’s sign : peningkatan nyeri bila klien batuk

V. PATOFISIOLOGI
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah,
dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat
mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa
lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena
omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang, dinding
apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga
pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi
lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya
hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
VI. KOMPLIKASI

- Peritonitis
- Pelvic or Lumbar abscess
- Subphrenic abscess (Abscess under diaphragma)
- Ileus Paralytic & Mechanical

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Darah. Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya
perforasi (jumlah sel darah merah). Netrofil meningkat 75 %
b. Urine. Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
c. C-Reactive Protein. Level CRP lebih dari 1 mg/dL didapatkan
adanya appendicitis. Peningkatan kadar CRP yang lebih tinggi (lebih
dari 3 mg/dL) mengindikasikan adanya gangren. Tetapi, normalisasi
CRP terjadi 12 jam setelah timbulnya gejala.
2. Pemeriksaan Radiologi.
BOF: Tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
Barium enema : Appendiks terisi barium hanya sebagian

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Non Pembedahan

- Antibiotik dan cairan IV

- Analgesik

2. Pembedahan, cara yang paling banyak digunakan untuk menurunkan risiko


perforasi

 Posisi appendektomy

IX. PROSES KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
Sebelum operasi
 Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
 mual, muntah, kembung
 Tidak nafsu makan, demam
 Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
 Diare atau konstipasi
Sesudah operasi
 Nyeri daerah operasi
 Lemas
 Haus
 Mual, kembung
 Pusing

b. Data Obyektif
Sebelum operasi
 Nyeri tekan di titik Mc. Berney
 Spasme otot
 Takhikardi, takipnea
 Pucat, gelisah
 Bising usus berkurang atau tidak ada
 Demam 38 - 38,5  C
Sesudah operasi
 Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
 Terpasang infus
 Terdapat drain/pipa lambung
 Bising usus berkurang
 Selaput mukosa mulut kering

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d discontinuitas jaringan/syaraf sekunder
dari apendictomy
2. Gangguan pola tidur b/d nyeri luka operasi, tidak adequatnya aktivitas
3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b/d intake kurang/puasa
sekunder dari fungsi GI tract menurun
4. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak)
Rencana Tindakan Keperawatan

Dix. Kep dan hasil yang diharapkan Rencana Tindakan Rasional

Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ). 1. Kaji nyeri, catat lokasi, Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,
karakteristik, beratnya kemajuan penyembuhan.
Kriteria hasil :
( skala 0-10 )
- Nyeri hilang/terkontrol 2. Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi organ
- Tampak rileks, mampu istirahat ( merangsang peristaltik dan flatus,
dengan tenang menurunkan ketidaknyamanan abdomen

3. Berikan aktivitas hiburan Meningkatkan relaksasi dan kemampuan


koping
Lakukan program kolaborasi :

4. Pertahankan puasa pade fase Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik


awal usus dini dan iritasi gaster/muntah.
5. Berikan analgesik sesuai indikasi Menghilangkan nyeri, mempermudah
kerjasama dengan intervensi terapi lain.

1. Kurangi kebisingan Kebisingan yang minimal merupakan stimulus


Gangguan pola tidur yang efektif untuk menurunkan ambang
seseorang untuk terjaga.
Kriteria hasil :

- Tidur dengan pola sesuai kebiasaan


dirumah 2. Organisasikan prosedur untuk Meminimalkan stimulus
- Mengidentifikasi tehnik untuk memberikan jumlah terkecil
menginduksi tidur gangguan selama periode tidur.
- Beradaptasi terhadap faktor yang
menghambat tidur. 3. Tetapkan bersama klien jadwal Aktivitas yang adequat sesuai kemampuan akan
untuk program aktivitas meningkatkan keinginan untk tidur o/k sel-2
sepanjang hari. perlu istirahat.
4. Diskusikan dengan klien tentang Merangsang otot mata untuk beraktivitas dan
cara menggunakan waktu serileks pada periode tertentu akan mengalami
mungkin sebelum tidur. kelelahan sehingga ada keinginan untuk tidur.

Resiko tinggi kekurangan cairan 1.Awasi tekanan darah dan nadi Tanda yang membantu mengidentifikasi
fluktuasi volume intravaskuler.
Kriteria hasil :

- Membrane mukosa lembab 2. Observasi membrane mukosa, kaji Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan
- Turgor kulit baik turgor kulit dan pengisian kapiler hidrasi seluler.
- Tanda vital stabil
- Urine stabil 3. Auskultasi bising usus, catat Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan
kelancaran flatus dan, gerakan usus. untuk pemasukan oral

4. Awasi intake dan output, catat warna Penurunan pengeluaran urine pekat dengan
urine/konsentrasi, berat jenis. peningkatan berat jenis diduga
dehydrasi/kebutuhan cairan meningkat.
5. Berikan sejumlah kecil minuman Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk
jernih bila pemasukan peroral meminimalkan kehilangan cairan.
dimulai dan lanjutkan diit sesuai
toleransi.

6. Berikan perawatan mulut dengan Dehydrasi menyebabkan bibir dan mulut kering
perhatian khusus pada dan pecah-pecah.
perlindungan bibir.

7. Lakukan program kolaborasi cairan Peritonium bereaksi terhadap iritasi dengan


IV dan elektrolit menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah
mengakibatkan hipovolemia.

Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan


pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma 1. Lakukan perawatan luka sesuai Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat
jaringan lunak) protokol penyembuhan luka.
Kriteria Hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Ajarkan klien untuk mempertahankan Meminimalkan kontaminasi.
infeksi sterilitas luka.
 Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi 3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat
 Jumlah leukosit dalam batas normal toksoid tetanus sesuai indikasi. digunakan secara profilaksis, mencegah atau

 Menunjukkan perilaku hidup sehat mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk


mencegah infeksi tetanus.

4. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada proses


laboratorium (Hitung darah lengkap, infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat
LED, Kultur dan sensitivitas terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
luka/serum/tulang) mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

5. Observasi tanda-tanda vital dan tanda- Mengevaluasi perkembangan masalah klien.


tanda peradangan lokal pada luka.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakart

Diktat Kuliah Medikal Bedah II. PSIK FK.Unair. TA: 2014. Surabaya.

Rothrock,Jane C. 2011. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC.


Jakarta.

Sjamsuhidajat. R & Jong,Wim de.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. Revisi. EGC.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai