Anda di halaman 1dari 172

NASKAH AKADEMIK

Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
KATA SAMBUTAN
Puja dan puji syukur perlu kita panjatkan kehadirat Allah SWT.
Atas hikmat dan rahmat-Nya Naskah Akademik Kebijakan Transmigrasi
2015-2019 ini dapat selesai disusun secara tepat waktu dan tanpa ada
hambatan apapun.
Naskah ini disusun atas dasar semangat dan kebutuhan untuk
melakukan perubahan saat ini dan di masa depan, pemenuhan
ekspektasi publik, dan akomodasi berbagai gagasan kritis-kreatif
tentang ketransmigrasian. Tentu saja, kita berharap moga-moga semua
gagasan dan konsep yang telah dirumuskan di dalam naskah ini dapat
terwujud, sehingga kerja-kerja intelektual yang telah dilakukan benar-
benar memberikan manfaat bagi semua.
Dengan kaidah-kaidah metodologis penulisan ilmiah, tim
penyusun naskah ini telah bekerja keras melakukan analisis dan
interpretasi terhadap berbagai gagasan dan aspirasi publik tentang
ketransmigrasian yang saat ini berkembang. Berbagai forum telah
diselenggarakan untuk menghimpun bahan dan masukan, baik dialog-

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi i
meja bundar (rountable dialogue) seminar, maupun workshop, dengan
melibatkan para pakar (akademisi), pegiat lembaga-lembaga non-
pemerintah, dan para stakeholders lain, dari pusat dan daerah. Tentu
Living Document
saja dengan melakukan kajian-kajian literatur, atau pencermatan
sumber-sumber tertulis (dokumen kebijakan, hasil-hasil penelitian,
dan statistik).
Berbagai pemikiran telah dielaborasi di dalam naskah ini. Secara
keseluruhan, naskah ini telah memuat konsep-konsep ideal dan
teoretis transmigrasi kedepan, sekaligus gagasan-gagasan praktis
tentang pekerjaan pemerintah (steering), yang berbasis ukuran-
ukuran kinerja utama (IKU), sebagai bagian dari sistem manajemen
pembangunan transmigrasi kedepan. Berbagai situasi eksternal
juga telah diperhitungkan, dengan mengungkap berbagaia fakta dan
informasi tentang lingkungan strategis, baik nasional maupun global,
yang akan sangat berpengaruh pada kerja-kerja pemerintahan pada
kurun 2015-2019. Dan lingkungan strategis yang sangat penting
adalah perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Ketransmigrasian, PP
dari UU. No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Perubahan
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang pembagian
kewenangan urusan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Intinya adalah bahwa Naskah Akademik ini disusun dengan telah
mempertimbangkan berbagai kecenderungan pemikiran terkini,
pengalaman sejarah pelaksanaan rencana program, dan situasi
lingkungan strategik serta berbagai kebutuhan pembangunan nasional,
sehingga sudah cukup ideal sebagai basis pemikiran dalam perumusan
konsep kebijakan strategis dan praktis transmigrasi kedepan. Karena
itu, konsep kebijakan ini perlu diturunkan kedalam dokumen yang
lebih rinci, dengan memuat sasaran-sasaran strategis, tahap-tahap
pembangunan, dan mengacu pada prinsip good governance.
Naskah Akademik ini sangat penting bagi Kementerian ini, terutama
dalam upaya mempertahankan dan memperbaiki kinerja pembangunan
ketransmigrasian kedepan. Menyadari betapa pentingnya naskah ini,
maka perlu kiranya dilakukan berbagai upaya agar semua stakeholder
dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan atas materi, dan
substansi gagasan yang terjkandung di dalamnya.

ii PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Akhirnya, atas nama Kepala Badan Litbang dan Informasi, kami


memberikan penghargaan kepada tim penyusun naskah ini, dan semua
yang terlibat dalam kerja-kerja intelektual dan teknis, baik pejabat

Living Document
fungsional peneliti, pejabat structural dan para staf, di lingkungan
Puslitbangtrans, Balitfo.

Jakarta, Desember 2013


Kepala Badan
Penelitian, Pengembangan dan Informasi

DR. Ir. Sugiarto Sumas, MT


1958 0417 198203 1 004

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi iii
Living Document

KATA PENGANTAR
Sejarah transmigrasi di Indonesia telah memperlihatkan, bahwa
dalam usianya yang lebih dari satu abad (lebih dari seratus tahun
sejak tahun 1905) transmigrasi mampu bertahan sebagai program
pemerintah. Meskipun Kabinet pemerintahan silih-berganti, namun
transmigrasi tetap bertahan, baik sebagai program pembangunan
maupun sebagai nomenklatur kelembagaan birokrasi.
Sejarah transmigrasi, yang sudah sangat panjang, merupakan
bukti bahwa transmigrasi memang selalu diperlukan bagi Indonesia,
untuk membangun negeri berkepulauan, penuh dengan ketimpangan,
baik ketimpangan hasil ekonomi, pembangunan, antar wilayah, desa
kota, maupun ketimpangan persebaran penduduknya.
Maka kedudukan transmigrasi kedepan akan semakin kuat,
bukan saja sebagai pembangunan negeri Indonesia, sebagai bagian
dari pelaksanaan amanat Undang-Undang, tetapi juga sebagai jalan
alternatif bagi sebagian masyarakat untuk memperbaiki taraf hidupnya.
Kita semua boleh menyadari, bahwa transmigrasi adalah
pelaksanaan amanat UUD 1945, untuk mencapai Indonesia yang

iv PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

makmur dan berkeadilan. Dan sebagai pendekatan pembangunan,


transmigrasi memiliki nilai-nilai hakiki, bukan saja sebagai bentuk
pengamalan Pancasila, tetapi juga pengamalan berbagai klausul

Living Document
berbagai perangkat perundangan, dalam mencapai tujuan berbangsa
dan bernegara. Hal ini berarti bahwa kedepan transmigrasi akan tetap
dibutuhkan, dipertahankan dan dilaksanakan.
Dengan menyadari semua itu, maka pada tahun 2013 ini,
Puslitbang Transmigrasi berkepentingan untuk menyusun sebuah
Naskah Akademik tentang Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019,
sebagai dokumen kebijakan, yang diharapkan dapat menjadi dasar
bagi penyusunan kebijakan strategis dan praktis pada kurun tersebut.
Kerja keras telah dilakukan oleh Tim Penyusun dari Puslitbangtrans,
yang terdiri dari para Peneliti, Pejabat Struktural, dan para staf. Hasil
kerja telah terwujud dalam sebuah karya besar yang dapat dan haraus
dibaca oleh semua pihak. Tentu saja, sebagai Kepala Puslitbangtrans,
kami wajib memberikan penghargaan, terima kasih, dan atensi yang
sebesar-besarnya kepada mereka yang telah memberikan jasa-jasa
intelektual guna penyelesaian penyusunan Naskah ini. Semoga semua
yang telah diberikan menjadi kebaikan bagi semua.

Jakarta, Desember 2013


Kepala Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian

Totok Hariyanto, SH, MM


1956 0928 198503 1005

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi v
Living Document

DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN i
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 URGENSI TRANSMIGRASI BAGI INDONESIA:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis 11
A. LANDASAN FILOSOFIS 12
B. LANDASAN HISTORIS 17
C. LANDASAN YURIDIS 25

BAB 3 LINGKUNGAN STRATEGIS 29
A. LINGKUNGAN GLOBAL 30
1. Kesepakatan MDGs 30
2. Kesepakatan AFTA 32
3. Kesepakatan APEC 33
4. Komitmen Terhadap Forum G-20 34

vi PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

B. LINGKUNGAN NASIONAL 35
1. Ketimpangan Demografis 35
2. Ketimpangan Wilayah 41

Living Document
3. Ketahanan Pangan 42
4. Ketersediaan Energi 46
5. Ketenagakerjaan, Kemiskinan dan
Pengangguran 49
6. Perluasan Kesempatan Kerja 54
7. Iklim Investasi 56
8. Lingkungan Hidup 58

BAB 4 TELAAHAN TERHADAP RENCANA STRATEGI


TRANSMIGRASI TAHUN 2010-2014 65
A. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
NASIONAL (RPJP-N) 2005-2025 65
B. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH
NASIONAL (RPJM-N) 2010-2014
[PERPRES NO.5/2010] 66
C. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
[RPJP] 2010-2025 BIDANG KETENAGAKERJAAN
DAN KETRANSMIGRASIAN [PERMEN NAKERTRANS
No.12/2012] 69
D. TRANSMIGRASI DALAM RENCANA STRATEGIS
TRANSMIGRASI 2010-2014 [PERMEN NAKERTRANS
No. 2/Tahun /2012] 74
E. EVALUASI PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI
TAHUN 2010-2014 81

BAB 5 AGENDA KETRANSMIGRASIAN KE DEPAN 87


A. MEMBANGUN RUANG-WILAYAH 88
1. Hirarki Ruang-Wilayah 88
2. Integrasi Ke dalam Sistem Tata-Ruang 92
3. Perolehan dan Konsolidasi Lahan 98
4. Berada dalam Koridor Ekonomi Nusantara 103
5. Prioritas Sumber Daya Alam 106
B. PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN [SDM] 107
1. Pengarahan dan Penataan Penduduk 107
2. Kualitas Sumberdaya Manusia 111

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi vii
3. Pemanfaatan Bonus Demografi 111
4. Harmonisasi Hubungan Lintas-Kultural 114
5. Penguatan Modal Sosial dan Adaptasi
Lingkungan 115
Living Document
C. PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL 117
1. Sistem Agribisnis dan Investasi 118
2. SDM yang Kompeten 120
3. Sistem Insentif 120
4. Mendukung Green Economy 120
5. Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan 121
D. PENGUATAN KELEMBAGAAN PENYELENGGARA 122
1. Kerjasama-Sinergis Pemerintah-Provinsi-
Kabupaten-Kota 122
2. Komitmen Pusat-Daerah 122
3. Indikator Kinerja Utama 123
4. Kebijakan Berbasis Pengetahuan
(knowledge based policy) 123

BAB 6 KONSEP ARAH KEBIJAKAN TRANSMIGRASI


2015-2019 125
A. TRANSMIGRASI DALAM PARADIGMA BARU 128
1. Pemilihan Ruang-Wilayah 128
a. Dasar Pertimbangan (Rationale): 128
b. Arah Kebijakan 130
2. Penyiapan dan Pengembangan Sumberdaya
Manusia 131
a. Dasar Pertimbangan 131
b. Arah Kebijakan: 134
3. Pengembangan Ekonomi Lokal 135
a. Dasar Pertimbangan: 135
b. Arah Kebijakan: 136
B. TRANSMIGRASI DALAM PEMERINTAHAN
DESENTRALISTIK 137
1. Kerjasama Pusat-Daerah 138
a. Dasar Pertimbangan: 138
b. Arah Kebijakan 139

viii PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

2. Kerjasama Lintas-Kementerian/Lembaga 140


a. Dasar Pertimbangan: 140
b. Arah Kebijakan: 141

Living Document
3. Kelembagaan yang Menangani Urusan
Ketransmigrasian 141
a. Dasar Pertimbangan 141
b. Arah Kebijakan 142
4. Kebijakan berdasarkan Hasil Penelitian,
Pengembangan dan Data serta Informasi 143
a. Dasar Pertimbangan 143
b. Arah Kebijakan 143

BAB 7 PENUTUP 145


REFERENSI PENDUKUNG DALAM FGD 157

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi ix
Living Document

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah
2010-2014 Program Pembangunan Kawasan
Transmigrasi 77
Tabel 2. Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah
2010-2014 Program Pengembangan Masyarakat
dan Kawasan Transmigrasi 79
Tabel 3. Realisasi Penempatan Transmigrasi Menurut Jenis
Transmigrasi Tahun 2010-2014 84
Tabel 4. Skenario Penataan Persebaran Kekuatan Ekonomi
Dan Persebaran Penduduk di Wilayah Nusantara 105
Tabel 5. Sub Urusan Pemerintah Bidang Ketransmigrasian 139
Tabel 6. Hubungan Misi dan Sasaran Strategis
Ketransmigrasian 150

x PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Profil Persebaran Penduduk 1930-2010 3
Gambar 2. Peta Ilustrasi Ketimpangan Populasi 4
Gambar 3. Peta Ilustrasi Ketimpangan Ekonomi 4
Gambar 4. Floods in Java 2000-2008 39
Gambar 5. Landsudes in Java 2000-2008 39
Gambar 6. Peta Strategis Ketransmigrasian 152

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi xi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Bab I
PENDAHULUAN
Pengertian transmigrasi dalam UU No. 29 Tahun 2009 adalah
perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan
kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah. Interpretasi terhadap definisi
tersebut bahwa pembangunan transmigrasi pada dasarnya merupakan
suatu upaya untuk merekayasa ruang atau wilayah agar mempunyai
nilai tambah dan daya tarik bagi penduduk untuk mendatanginya,
bertempat tinggal di dalamnya, dan untuk bekerja-berusaha guna
peningkatkan kesejahteraan. Masyarakat transmigrasi, baik para
pendatang ataupun masyarakat (penduduk lokal), yang berada di
satuan-satuan permukiman dalam kawasan transmigrasi, merupakan
entitas kehidupan sosial sebagai subyek, pionir, sekaligus pemanfaat
pembangunan transmigrasi.
Pembangunan transmigrasi telah berhasil menciptakan wilayah-
wilayah baru berbasis komoditas unggulan, baik sebagai pusat
pertumbuhan baru, maupun sebagai pendukung pusat pertumbuhan
yang telah ada, sehingga mempercepat pembangunan daerah. Melalui

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 1
Pendahuluan

pembangunan transmigrasi selama ini, telah terbentuk 3.052 desa, 382


kecamatan, 104 (kabupaten-kota), dan satu ibu kota provinsi1). Hingga
saat ini, tercatat sekitar 2 (dua) juta keluarga atau 10 jutaan jiwa,
Living Document
yang difasilitasi langsung untuk bermukim, bekerja atau berusaha di
kawasan transmigrasi2 ), sementara itu terdapat sekitar 20 jutaan jiwa
yang merupakan generasi berikutnya. Jalan telah terbangun sepanjang
50.025 Km, jembatan 40.551 Km, ribuan sekolah dasar dan pusat
kesehatan desa hingga dermaga dibangun. Kehadiran transmigrasi di
bumi nusantara ini juga telah memperkuat nilai–nilai persatuan bangsa
dan merekatkan kesatuan wilayah serta memperkaya kemajemukan
budaya.
Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2009, dari sisi pembangunan
kewilayahan, misi pembangunan transmigrasi adalah memunculkan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi sebagai wahana bagi penduduk
untuk melakukan mobilitas, baik secara horisontal (gerak keruangan)
maupun secara vertikal (peningkatan kesejahteraan), dengan slogan
people follow jobs. Cara untuk mencapainya adalah dengan menekankan
pada kemampuan SDM dalam memanfaatkan sumber daya alam dan
sarana-prasarana yang tersedia, untuk mengembangkan komoditas
unggulan dengan prinsip green economy.
Secara empirik perencanaan dan pembangunan kawasan
transmigrasi belum sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Rencana kawasan
transmigrasi belum sepenuhnya didasarkan atas Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Usulan-usulan
atau pencadangan lokasi (area) untuk permukiman transmigrasi
dengan basis kawasan yang diajukan Pemerintah, Pemerintah Daerah
(Gubernur, atau Bupati dan atau Walikota) perlu ditindaklanjuti dengan
suatu Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) sebagai bagian dari
Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan (RTRKP). Bilamana RTRKP

1
Sumber: Data PusdatinTrans (2010).
2
Hasil penelitian Najiyati et al. (2005, 2006) bahwa sebanyak 2.115.309 Kepala
Keluarga telah ditempatkan, kesejahteraan transmigran meningkat dibandingkan
kehidupan di daerah asal sebelumnya, dan kesempatan kerja yang diciptakan tidak
hanya terbatas pada sektor pertanian, tetapi juga sektor-sektor non pertanian
lainnya baik di hulu maupun hilirnya.

2 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

belum ada, maka dokumen RKT itu digunakan sebagai masukan dalam
penyusunan RTRKP.
Dari sisi pembangunan kependudukan, transmigrasi akan

Living Document
tetap memperhatikan masalah-masalah kependudukan sebagai
basis perencanaan pembangunan. Di samping sebagai bagian dari
pembangunan kewilayahan (spasial), transmigrasi masih akan menjadi
bagian dari pembangunan kependudukan, yang oleh karenanya harus
mempertimbangkan isu-isu kependudukan, seperti kuantitas, kualitas,
serta mobilitas dan persebaran penduduk, sebagai basis perencanaan
pembangunan3 .
Salah satu isu penting dalam ranah kependudukan yang menjadi
persoalan nasional adalah ketimpangan persebaran penduduk, berupa
fenomena aglomerasi demografis. Hingga saat ini Indonesia masih
menghadapi persoalan aglomerasi penduduk di Indonesia Bagian
Barat, yang dicirikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berada
di Pulau Jawa lebih dari separuhnya (58%). Aglomerasi ini relatif tidak
berubah sejak tahun 1930 hingga saat ini, padahal luas Pulau Jawa tidak
lebih dari 7% wilayah Indonesia. Selengkapnya lihat tabel 1, berikut.

Profil Persebaran Penduduk 1930-2010

Harmadi, Sonny H. B. 2013. Kependudukan dan Transmigrasi


3

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 3
Pendahuluan

Aglomerasi demografis di wilayah barat ini terjadi sebagai akibat


dari politik investasi dan pembangunan, yang menempatkan jumlah
penduduk yang besar (di wilayah Jawa dan Sumatera) sebagai dalih bagi
Living Document
Pemerintah dan Swasta untuk berinvestasi di segala bidang, sehingga
memicu semakin terkonsentrasinya pusat-pusat pemerintahan,
informasi, transportasi, ekonomi, dan berbagai fasilitas publik lain yang
lebih banyak berada di satu wilayah. Kondisi demikian melahirkan
aglomerasi ekonomi4, dengan konsekuensi bahwa penduduk di wilayah-
wilayah lain akan cenderung terus bergerak dan mendorong terjadinya
konsentrasi (pemusatan) yang kemudian menjadi kontraproduktif bagi
upaya-upaya pemerataan pembangunan antar-wilayah (lihat gambar
berikut).

Gambar 1. Peta Ilustrasi Ketimpangan Populasi

Peta Ilustrasi Ketimpangan Ekonomi

Wolfgang Fengler. 2009. Indonesia’s Economic Geography and Fiscal Decentralization: 10 Years after Designing the Big Bang.

Luas pulau Jawa sekitar 7% dari seluruh luas daratan Indonesia JOBS FOLLOW
Ditempati Sekitar 60% dari Total penduduk Indonesia
Kontribusi
1/7/2014 Pulau Jawa Menyumbang 59% PDRB nasional
harry hs PEOPLE 7

Sumber: Grand Design Pembangunan Kependudukan 2012-2015, Kemenko Kesra,


2012

4
Sumber: World Bank (2011).

4 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Fenomena ini terjadi tidak lain dari pembangunan yang bias pada
jobs follow people, berupa semakin deras dan besarnya arus urbanisasi
ke wilayah perkotaan tertentu di wilayah Barat Indonesia. Fenomena

Living Document
yang berkelanjutan memicu munculnya perangkap bagi negara-
negara berpenghasilan menengah untuk naik menjadi kelompok
berpenghasilan tinggi. Dengan kata lain, upaya untuk menebar
kekuatan ekonomi melalui transmigrasi menjadi kurang optimal
dengan adanya fenomena jobs follow people.
Di Indonesia ada fenomena yang menjadi ancaman dan membuat
stagnansi pendapatan per kapita penduduk bagi negara-negara
berkembang Asia yang telah sukses meningkatkan pendapatannya dari
kelompok rendah ke kelompok menengah (US $ 2.000 – 6.000), yaitu
meningkatnya populasi usia lanjut, masifnya arus urbanisasi, serta
terganggunya etika lingkungan yang tidak mampu meredam dampak
pembangunan terhadap kerusakan planet. Kekhawatiran ini semakin
beralasan bila dikaitkan dengan fenomena urbanisasi yang begitu
kuat, yaitu migrasi desa-kota tidak lain sebagai akibat dari adanya
kemiskinan perdesaan dan meningkatnya upah perkotaan5 .
Seperti diketahui, bahwa jumlah penduduk Indonesia saat ini telah
berada pada peringkat ke 4, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237.6 juta jiwa6 , disertai
dengan fenomena pertumbuhan yang sangat cepat, persebaran yang
tidak seimbang, kualitas yang rendah, dan komposisi yang sebagian
besar berusia muda. Karakteristik demografis Indonesia dicirikan
oleh dominasi (64% atau 151 juta jiwa) kelompok usia produktif (15-
59 tahun). Dengan karateristik yang demikian, pada periode (2020-
2030) Indonesia diperkirakan segera memasuki window of opportunity,
sehingga dapat memanfaatkan bonus demografi dalam pembangunan
sepanjang dapat memenuhi semua persyaratan7 .

5
Sumber Haruhiko Kuroda (ADB 2011).
6
BPS Tahun (2010).
7
Bonus demografi adalah suatu kondisi ketika struktur penduduk suatu negara
dicirikan oleh beban penduduk yang harus ditanggungnya (kelompok anak-anak
dan lansia) lebih kecil dari 50 %, atau porsi kelompok usia produktif lebih besar
dibandingkan dengan beban yang harus ditanggungnya, sehingga kondisi pada
periode ini merupakan modal dasar bagi peningkatan produktivitas ekonomi dan
pengembangan pasar domestik.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 5
Pendahuluan

Agenda lain dalam konsep pembangunan kependudukan terutama


yang terkait dengan nirfisik adalah dengan mengembangkan penduduk
sebagai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, berkemampuan
Living Document
Iptek dan Imtaq agar berdaya saing sebagai modal dasar dalam
membentuk masyarakat yang maju dengan tetap memiliki asal-usul
identitas etnis, kultural, dan kearifan lokalnya.
Dari sisi pengembangan ekonomi lokal, saat ini pemerintah
telah meluncurkan kebijakan nasional melalui Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan
enam Koridor Ekonomi-nya. Tantangan yang dihadapi adalah
bagaimana menjadikan koridor ekonomi tersebut sebagai tulang
punggung wilayah ekonomi Nusantara dan berbagai pembangunan
yang berskema kawasan, yang dapat bersinergi, melengkapi satu sama
lain, dan meniadakan kelemahannya masing-masing.
Maka tantangan transmigrasi kedepan adalah mengintegrasikan
kawasan transmigrasi ke dalam koridor ekonomi (seperti MP3EI)
dan mempercepat terbentuknya pusat pertumbuhan. Sementara itu,
kawasan yang sudah terbangun dengan skema Kota Terpadu Mandiri
(KTM) mulai tahun 2007 dilakukan revitalisasi kawasan transmigrasi
sebagai upaya percepatan.
Transmigrasi dengan skema KTM tersebut merupa kan upaya
menggerakkan pengembangan ekonomi daerah yang diawali dengan
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan yang bersifat lokal.
Perkembangan tersebut melalui tahapan-tahapan yang dimulai dari
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, yang selanjutnya
berkembang menjadi klaster komoditas atau industri sampai
membentuk integrasi desa-kota dan akhirnya terjadi proses aglomerasi
ekonomi di satu wilayah. Selanjutnya perkembangan ekonomi tersebut
juga diharapkan dapat mencapai ke skala sub-nasional, nasional,
regional, dan global.
Dari sisi komitmen pembangunan internasional, transmigrasi
menjadi bagian dan patuh pada kesepakatan-kesepakatan yang
tertuang dalam instrumen komitmen internasional, baik bilateral
seperti IJEPA, plurilateral (AFTA, CAFTA) dan multilateral (WTO,
MDGs, dan Agenda Pembangunan Pasca MDGs 2015). Besarnya

6 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

jumlah penduduk di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi


yang tinggi membuat keamanan pasokan pangan (pertanian,
peternakan, perikanan), penciptaan lapangan kerja, pendidikan,

Living Document
kesehatan, dan fasilitas publik menjadi krusial. Tantangan pada
tahun 2014–2019 terdapat hal-hal penting seperti hadirnya ASEAN
Economic Community (AEC) yang efektif berlaku Desember 2015 dan
pelaksanaan Agenda Pembangunan Dunia Pasca-MDGs 2015. Dengan
semakin terbukanya pasar global menjadikan konsumen di wilayah
perdagangan bebas tersebut tidak lagi membedakan pasar domestik
atau pasar internasional dalam memperoleh barang dan atau jasa yang
dibutuhkan dengan harga yang bersaing8 . Implikasi selanjutnya di
wilayah tersebut akan terjadi fenomena: (1) konsumsi global dengan
pendapatan lokal; (2) berlakunya hukum satu harga untuk barang dan
atau jasa yang ditawarkan; dan (3) pemenang akan menguasai pasar.
Konsensus global tentang Millenium Develelopment Goals (MDGs)
akan berakhir pada tahun 2015, Sebagai kesepakatan pembangunan
internasional, MDGs telah mendorong negara-negara anggotanya
untuk memajukan berbagai aspek pembangunan. Seperti diketahui,
ada 8 (delapan) tujuan dari Pembangunan Millenium (MGDs), yang
telah disepakati para pemimpin dunia pada pertemuan puncak PBB
tahun 2000, dengan target-target spesifik pemecahan masalah terkait
dengan ketransmigrasian, yaitu: (1) pengentasan kemiskinan, (2)
pendidikan, (3) kesetaraan gender, (4) kesehatan anak dan ibu, (5)
stabilitas lingkungan, dan (6) kemitraan global untuk pembangunan.
Lebih jauh dari itu menyongsong kedepan, pembangunan transmigrasi
juga diletakkan dalam kaidah-kaidah Sustainable Development Goals
(SDGs), sebagai wujud dari pasca-MDGs. Kaidah-kaidah tersebut
satu sama lain terkait antara dinamika kependudukan dengan aspek
keadilan sosial, masalah lingkungan, dan pembangunan ekonomi.
Dengan adanya perubahan-perubahan pada ranah pemikiran
dan wacana ketransmigrasian, serta tantangan dan situasi eksternal,
maka pemahaman baru transmigrasi yang lebih inklusif dan

Saleh, H. Heriawan. Memahami dan Menyikapi Perdagangan Bebas: Tinjauan


8

Perspektif Bisnis dan Implikasinya terhadap Ketenagakerjaan (IJEPA-AFTA-ACFTA


sudah di dalam rumah kita). Bahan paparan (2010).

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 7
Pendahuluan

responsif diperlukan, dalam wujud paradigma baru: Pembangunan


Transmigrasi Berbasis Kawasan dan Pembangunan Kawasan
Transmigrasi Berbasis Kependudukan dan Ekonomi Lokal.
Living Document
Paradigma tersebut perlu mendasari seluruh perencanaan dan
pembangunan transmigrasi kedepan.

Paradigma Pembangunan Transmigrasi Berbasis Kawasan dan


Pembangunan Kawasan Transmigrasi Berbasis Kependudukan dan
Ekonomi Lokal, mencakup pemahaman sebagai berikut.
1. Pembentukan kawasan transmigrasi dirancang secara bertahap mulai
dari unit spasial terkecil berupa pembangunan Satuan Pengembangan
(SP), Satuan Kawasan Pengembangan (SKP), hingga unit terbesar yaitu
kawasan dengan tingkat konektivitas dan inter-konektivitas tinggi,
sesuai dengan sistem tata ruang dan koridor ekonomi nasional;
2. Pembentukan kawasan beserta Kawasan Perkotaan Baru (KPB) sebagai
pusat pelayanan kawasan (PPK) dilengkapi dengan infrastruktur
pelayanan dasar dan infrastruktur lainnya bagi perkembangan sektor
sekunder dan tersier dengan tetap memperhatikan kaidah keserasian
lingkungan;
3. Perpindahan penduduk secara horisontal diarahkan menuju kawasan-
kawasan transmigrasi terbangun, turut menciptakan struktur
penduduk yang lebih produktif, dengan memperhatikan keserasian
hubungan antar-kelompok;
4. Perpindahan melalui sponsor pemerintah dilakukan sebagai inisiatif
awal (initial goverment investment) untuk mengantisipasi terjadinya
kegagalan proses alamiah (pasar bebas);
5. Fasilitasi perpindahan penduduk secara spontan diberikan secara
proposional untuk mendukung terjadinya perpindahan secara alamiah
(atas dasar daya tarik pasar kerja atau people follow jobs);
6. Investasi di kawasan transmigrasi didasarkan atas potensi daerah
untuk kepentingan nasional guna mendukung ketahanan pangan dan
ketersediaan energi;
7. Investasi pembangunan kependudukan dalam penyelenggaraan
transmigrasi diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk dan
kapasitas sosial (kesehatan, pendidikan, modal sosial) sehingga
tercipta aktivitas ekonomi masyarakat secara lebih produktif;
8. Menggerakkan ekonomi lokal (local economic development) dengan
sistem agribisnis yang sinergis, dengan dukungan SDM yang kompeten;
sistem insentif yang berpihak kepada masyarakat transmigrasi dan
pelaku bisnis; sistem produksi yang berorientasi Green Economy;
penyediaan infrastruktur untuk konektivitas kawasan yang
termanfaatkan oleh masyarakat dan pelaku bisnis, pada akhirnya dapat
mendorong mobilitas penduduk secara vertikal berupa meningkatnya
kesejahteraan masyarakat.

8 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Naskah ini disusun dengan tujuan untuk merumuskan arah kebijakan


pembangunan transmigrasi sebagai basis perencanaan strategis dan
perencanaan kinerja tahunan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Living Document
periode 2015-2019.

Naskah akademik Kebijakan Transmigrasi 2015-2019 disusun


dengan memperhatikan berbagai pemikiran di atas dan tetap mengacu
pada rumusan: (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJP-N) 2005-2025 pada tahap pembangunan kedua nasional
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-N) 2010-
2014) yang berfokus pada pemantapan penataan kembali NKRI,
peningkatan kualitas SDM, pembangunan kemampuan Iptek, dan
penguatan daya saing perekonomian9 ; (2) RPJM-N 2015-2019 yang
berfokus pada pemantapan pembangunan secara menyeluruh dengan
penekanan pada pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian
yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta
kemampuan iptek, dan pada akhirnya menjadikan pembangunan
yang mempunyai daya saing ekonomi; (3) Rencana Pembanganan
Jangka Panjang (RPJP) 2010-2025 dan Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2010-2014.
Di samping memuat konsep-konsep ideal dan teoretis transmigrasi
kedepan, Naskah Akademik Arah Kebijakan Transmigrasi Tahun
2015-2019 ini juga memuat sisi-sisi praktis menyangkut pekerjaan
pemerintah (steering), yaitu bagaimana melakukan pentahapan
operasional dengan membuat ukuran-ukuran kinerja utama (IKU),
sebagai bagian dari sistem manajemen kinerja dalam pembangunan
transmigrasi kedepan, yang juga dipengaruhi oleh lingkungan strategis
dari perubahan peraturan Pemerintah Daerah UU. No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, dan perubahan Peraturan Pemerintah No.
38 Tahun 2007 tentang pembagian kewenangan urusan Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Sumber: RPJM-Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian 2010-2025 [Permen


9

Nakertrans No. 12/2012]

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 9
Pendahuluan

Naskah Akademik Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019


ini disusun melalui analisis terhadap berbagai gagasan (wacana)
ketransmigrasian yang saat ini berkembang, yang dihimpun dari dialog
Living Document
pakar dan stakeholders melalui diskusi terbatas, seminar/workshop;
maupun dari hasil pencermatan terhadap sumber-sumber tertulis
meliputi literatur, dokumen kebijakan dan pembangunan, hasil-hasil
penelitian, dan data statistik pembangunan.

10 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Bab II
URGENSI TRANSMIGRASI BAGI INDONESIA:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis
dan Yuridis
Pemikiran filosofis, historis, sosiologis dan yuridis transmigrasi
jelas akan memperkukuh kedudukan dan urgensi transmigrasi
bagi Indonesia. Gagasan tentang hakikat (filsafat) transmigrasi
memberikan legitimasi secara logis bahwa transmigrasi, baik secara
semantis maupun substansial, adalah bagian dari sunnatullah. Karena
itu pikiran-pikiran jernih tentang transmigrasi perlu terus digali agar
transmigrasi tidak kehilangan makna hakikinya, baik bagi masyarakat
sebagai pelaku dan pemanfaat (beneficiaries), maupun bagi pemerintah
sebagai agen pembangunan.
Sementara itu, sosiologi transmigrasi sebagai fenomena khas
Indonesia, telah diakui dan dirasakan oleh masyarakat, sebagai sarana
[alternatif] pemecahan masalah ketiadaan pekerjaan, sekaligus
pencapaian kesejahteraan. Transmigrasi telah begitu popular, dikenal
masyarakat, karena jasa-jasanya dalam membentuk komunitas/
masyarakat, yang bermukim di desa-desa baru di berbagai belahan
negeri ini. Banyak entitas kehidupan sosial-ekonomi dan kultural, yang
terbentuk melalui transmigrasi, yang kini telah maju dan berkembang.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 11
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

Sejarah transmigrasi di Indonesia telah memperlihatkan, bahwa


dalam usianya yang lebih dari satu abad (lebih dari seratus tahun
sejak tahun 1905) transmigrasi mampu bertahan sebagai program
Living Document
pemerintah. Meskipun kabinet pemerintahan silih-berganti, namun
transmigrasi tetap bertahan, baik sebagai program pembangunan
maupun sebagai nomenklatur kelembagaan birokrasi. Sejarah
transmigrasi, yang sudah sangat panjang, merupakan bukti bahwa
transmigrasi memang selalu diperlukan bagi Indonesia untuk
membangun negeri berkepulauan, dengan suasana penuh ketimpangan,
baik hasil pembangunan (ekonomi) maupun persebaran penduduknya
antarwilayah.
Kedudukan transmigrasi kedepan akan semakin kuat, bukan
saja sebagai kebutuhan pembangunan bagi Indonesia, tetapi juga
sebagai bagian dari pelaksanaan berbagai amanat Undang-Undang.
Transmigrasi adalah pelaksanaan amanat UUD 1945, untuk mencapai
Indonesia yang makmur dan berkeadilan. Sebagai pendekatan
pembangunan, transmigrasi memiliki nilai-nilai hakiki, bukan saja
sebagai bentuk pengamalan Pancasila, tetapi juga pengamalan berbagai
klausul berbagai perangkat perundangan, dalam mencapai tujuan
berbangsa dan bernegara.

A. Landasan Filosofis

Filsafat (filosofi) transmigrasi dapat dirumuskan ketika transmigrasi


dipertanyakan dari sudut pandang filosofis dan hakikat transmigrasi
itu sendiri. Filosofi transmigrasi berurusan dengan pemikiran tentang
hakikat manusia, hakikat gerak dan perpindahan, hakikat nasib manusia,
kehendak bebas, dan potensi jati diri manusia sebagai makhluk sosial
yang berdimensi ruang dan waktu.

Salah satu aliran dalam filsafat berpandangan bahwa seluruh isi


alam semesta, dari yang sangat kecil hingga yang terbesar, berada
dalam keadaan memancar atau bergerak dari satu tempat ke tempat

12 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

lain10 . Dalam pandangan ini, benda-benda langit, baik itu planet,


bintang (matahari), dan satelit, molekul dan sel tubuh manusia, berada
pada posisi bergerak dalam poros atau orbitnya masing-masing, atau

Living Document
bergerak berputar-melingkar seperti spiral, dalam keabadian, tidak
berpermulaan dan tidak berkesudahan. Tidak ada hakikat lain bahwa
hakikat itu sendiri adalah gerak (pergerakan) atau perpindahan, yang
pada dasarnya merupakan suatu perubahan ke arah yang lebih baik.
Jika disepakati bahwa yang ada adalah gerak, pertanyaan yang
muncul adalah, kemanakah tujuan dari setiap gerak segala sesuatu
di alam semesta ini?. Filsafat teleology (filsafat tentang tujuan),
berpandangan bahwa tujuan gerak adalah kesempurnaan, peremajaan,
pengejawantahan kembali, revitalisasi atau hidup kembali11 .
Jadi, gerak atau perpindahan, adalah hukum semesta, atau hukum
alam [Sunnatullah]. Tuhan menciptakan benda-benda (bumi dan
benda-benda angkasa lainnya) dalam keadaan bergerak, berpindah
dari satu ruang ke ruang lain, agar semua benda tersebut terus dan
tetap bergairah, menghirup angkasa luas tanpa batas, sehingga dengan
gerak itu maka segala sesuatu menjadi mungkin.
Manusia adalah makhluk bagian dari alam semesta, karena itu ia
juga terikat dengan hukum alam, hukum gerak. Secara eksistensial,
gerak manusia pertama adalah gerak pertumbuhan fisik, dari
pembuahan [janin], kelahiran, kekanakan, ketuaan, hingga kematian.
Gerak kedua adalah keruangan, yaitu gerak manusia sebagai penghuni
semesta (bumi) atau benda langit, yang berpindah dan berputar dalam
poros dan orbitnya, dalam tata surya maupun dalam galaksi. Gerak
ketiga adalah gerak atomis, yaitu gerak seluruh organ dan sel tubuh,
metabolism, sirkulasi darah, pergantian sel, dan napas kehidupan
itu sendiri. Gerak keempat adalah gerak sosial dan spasial, yaitu
perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, dan satu kondisi ke
kondisi lain, dan seterusnya. Dengan kata lain, manusia adalah bagian
dari makhluk semesta yang selalu bergerak. Gerak adalah hakikat
dasar dari segala sesuatu sebagai bagian dari semesta.

Sumber: Sahrastani: Filsafat Iluminasi (1999).


10

Sumber: Jujun Surya Sumantri: Ilmu dalam perspektif (1999)


11

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 13
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

Transmigrasi, sebagai perpindahan atau gerak manusia [penduduk]


dari satu tempat ke tempat lain, secara esensial sejalan dengan hakikat
semesta, hahikat hukum alam. Bertransmigrasi, berpindah dari suatu
Living Document
tempat ke tempat lain, bukan saja berarti mengharmoniskan dengan
hukum semesta, tetapi juga mengembalikan eksistensi (keberadaan)
manusia dengan eksistensi jagat yang lebih besar.

Sebagai makhluk yang memiliki kesadaran (pikiran), manusia


dapat menguasai ruang (tempat). Gerak manusia bukanlah gerak
mekanik yang tanpa disadari (sebagaimana geraknya binatang), tetapi
gerak yang didasarkan atas pertimbangan pikiran [kesadaran], pilihan
baik-buruk (etis), ataupun nilai-nilai lain yang melekat (inherent)
dalam tingkat kesadaran manusia.
Dengan demikian maka transmigrasi atau perpindahan manusia
dari suatu tempat ke tempat lain adalah sunnatullah. Dimensi sunatullah
dari transmigrasi adalah gerak (perpindahan) itu sendiri. Perpindahan
adalah konsekuensi dari ekspresi kehendak bebas. Ketika komunitas
manusia mengalami tekanan-tekanan struktural-geografis dan sosial-
demografis, maka pilihan pertama dalam proses penyesuaian dan
kenyamanan hidup adalah melalui perpindahan. Karena itu, sejarah
umat manusia ditandai oleh perpindahan manusia [suku-suku bangsa]
dari suatu wilayah [tempat] ke wilayah [tempat] lain.
Jika manusia adalah makhluk yang harus tunduk pada hukum
gerak dan sunnatullah itu, maka apakah manusia berarti tidak memiliki
kehendak bebas?; Atau apakah manusia tidak memiliki peluang untuk
memilih tindakannya secara bebas? Apakah manusia berada dalam
posisi pasif, bagaikan wayang yang tidak memiliki kehendak dan
eksistensi, kecuali kehendak dan eksistensi kekuatan yang lebih besar,
yaitu Sang Dalang-nya?.
Dalam khasanah filsafat agama, setidaknya ada dua paham
tentang nasib manusia; yaitu paham Pre-determination, dan paham
Kehendak Bebas (Self-determination). Paham Pre-ditermination
memandang bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas. Manusia
dipandang bagaikan robot, atau wayang yang seluruh aktivitas dan
geraknya ditentukan oleh kehendak Sang Dalang, Sang Pencipta. Dan

14 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

inilah paham yang melandasi tentang nasib manusia sebagai kodrat


(takdir)12.
Paham Self-Determination berpandangan sebaliknya, bahwa

Living Document
manusia memiliki kehendak bebas, dan karena itu mempunyai
tanggung jawab atas apa yang dikerjakannya. Paham ini menempatkan
manusia pada posisi bebas, untuk memilih menjadi baik atau
buruk. Manusia diberi instrumen organik berupa akal dan pikiran,
kemampuan untuk membedakan dan mengambil resiko atas pilihan-
pilihan dalam hidupnya, dan Tuhan tidak lagi melakukan intervensi
terhadap alam, gerak, nasib, dan usaha manusia. Tuhan mencipta
alam dilengkapi dengan hukum-hukum, siapa yang patuh akan hukum-
Nya akan mendapat keberuntungan, siapa yang melanggar hukum
mendapat resiko bagi dirinya. Dengan kehendak bebas (free will)-nya,
manusia dapat memilih jalan mana yang akan ditempuh, dan karena
itu manusia mempunyai tanggung jawab atas pilihan jalan hidupnya.
Transmigrasi menempatkan posisi filosofisnya pada pandangan
Self-determination, sehingga konsekuensi filosofisnya adalah bahwa
manusia pada dasarnya makhluk yang memiliki kuasa atas dirinya, atas
lingkungan dan alam semesta. Maknanya adalah bahwa alam semesta
diciptakan untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan demikian,
kawasan transmigrasi sebagai bagian dari alam semesta dibangun
dan dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat transmigrasi.
Selanjutnya bila masyarakat transmigrasi tidak mampu mengelola
ruang beserta sumber kekayaan alam yang ada di dalamnya untuk
kawasan transmigrasi, justru menjadi sumber bencana.
Dengan menempatkan manusia pada posisi supremasi atas alam,
dan memandang manusia memiliki kebebasan, tanggung jawab, dan
moralitas dalam menjalankan kehidupan di atas bumi ini, maka nasib
buruk manusia, kemalangan, dan juga kemujuran tidak lain adalah
konsekuensi sosial-logis dari jalan yang dipilih manusia itu sendiri,
baik itu cara berpikir, berbuat, atau pilihan-pilihan sadar atas nilai-
nilai atau ukuran-ukuran yang dianut. Demikian sebaliknya, nasib baik
dan keberuntungan manusia juga diperoleh melalui cara-cara berpikir
dan tindakannya yang positif.

Sumber: Sidi Gazalba, Filsafat Agama (1992)


12

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 15
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

Landasan filosofis transmigrasi sejalan dengan pandangan


keagamaan [Islam], yang dikenal dengan konsep “hijrah” dalam
pengertian luas, yaitu sebagai upaya konsolidasi spiritual dan sosial.
Living Document
Transmigrasi secara eksplisit mendapat legitimasi teologis, tercantum
dalam teks-teks kitab suci, baik Al-Qur’an maupun Al-Kitab [Perjanjian
Lama]. Dalam Perjanjian Lama, dikisahkan perpindahan [eksodus,
pengusiran atau diaspora] orang-orang Israel dari Mesir ke wilayah
Timur, menyeberangi Sungai Nil, telah membangun peradaban Timur
Tengah. Di masa abad ke-7 [Nabi Muhammad], migrasi jemaah Islam
Arab [kaum muhajirin] dilukiskan sebagai orang-orang yang lebih
hebat dari pada para pejuang (mujahid)13 .
Hijrah atau transmigrasi bukanlah merupakan realitas yang
semata-mata menjadi monopoli sejarah Islam, sebagaimana yang
dikenal dengan hijrahnya kaum muslimin dari Makkah ke Habasyah
atau Madinah, atas perintah Rasul. Sebaliknya, hijrah atau transmigrasi
merupakan Iandasan sosial yang teramat penting dalam kehidupan
suatu bangsa.
Di balik semua pertumbuhan budaya, tersembunyi suatu proses
sosial yang disebut hijrah atau transmigrasi. Ketika ditelusuri secara
cermat sejarah masyarakat besar manapun, ditemukan bahasa dan
cerita-cerita tentang hijrah (migrasi dan transmigrasi) kelompok-
kelompok diaspora yang menjadi pelopor peradaban. Sebagai contoh,
transmigrasi yang dilakukan oleh suku-suku Aria pasca-primitif ke
Selatan dan Barat, telah melahirkan peradaban-peradaban Barat
dan Timur yang lebih besar. Sedangkan transmigrasi orang-orang
Samiyah ke wilayah antara dua sungai (Eufrat dan Tigris), Mesir, dan
Afrika Utara, telah mendorong lahirnya peradaban-peradaban besar
di Sumeria, Babilon, dan Arkadea. Sementara itu exodus kaum Bani
Israel dari Mesir ke Palestina, dan orang-orang Barbar ke Barat dan
Timur, serta bangsa Frank, Slavia dan Saxon ke dataran Eropa di kurun
waktu belakangan, semuanya membuktikan bahwa transmigrasi, atau
hijrah, merupakan faktor dasar bagi peralihan komunitas nomadik dan
kekabilahan menjadi masyarakat yang memiliki peradaban besar.

13
Sumber: Ali Syariati: Alhajj: Mizan, Bandung [1993]

16 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Demikian juga, transmigrasi besar-besaran yang dilakukan oleh


kabilah-kabilah pasca-primitif ke berbagai wilayah baru, selalu diikuti
kemudian dengan munculnya peradaban-peradaban dan bangunan

Living Document
masyarakat besar, serta rnunculnya bangsa-bangsa, sistem budaya,
agama-agama, dan pembangunan di muka bumi. Itulah mengapa,
teks-teks dalam Al-Qur’an juga menggambarkan hijrah secara jelas
sebagai salah satu upaya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik
bagi orang-orang yang secara kultural dan ekonomik tersisih, dan
sebagai cara untuk memperoleh kenikmatan yang lebih besar dan
perubahan kondisi kehidupan di dunia. Ketika teks-teks Kitab Suci
berbicara tentang hijrah (transmigrasi), maka hijrah selalu dilukiskan
sebagai “mencari penghidupan yang lebih baik di muka bumi”, “keluar
dari suatu negeri” (bedol desa) atau “lingkungan yang secara sosio-
kultural dan ekonomik tidak lagi memungkinkan bagi individu untuk
berkembang”14 .

Jadi, etos dan ajaran agama mendorong umatnya untuk meninggalkan


tanah tumpah darahnya, demi mengangkat kemerdekaan dan martabat
serta kehormatan individu. Tuhan mendorong umatnya untuk berhijrah
demi tercapainya kemungkinan-kemungkinan baru, dan ditemukannya
lingkungan baru yang lebih kondusif bagi pengembangan diri dan potensi
masyarakat, sekaligus demi menyebarluaskan dan mengembangluaskan
pemikiran serta akidah di wilayah lingkungan lain, dalam rangka
menunaikan tugas risalah kemanusiaan yang universal.

B. Landasan Historis
Transmigrasi di Indonesia telah berjalan selama lebih dari satu
abad. Transmigrasi di Indonesia telah memiliki sejarah panjang. Sebagai
program pembangunan yang khas Indonesia, awalnya merupakan
program politik etis Pemerintah Hindia Belanda, dengan memberikan
kesempatan bagi penduduk miskin Jawa, untuk bekerja sebagai buruh
di perkebunan swasta di Sumatera. Program ini dinamakan kolonisatie,

Sumber: Anharudin, Teologi Transmigrasi: Jurnal Perspektif [1995].


14

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 17
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

yang dimulai sejak tahun 1905. Selama tahun 1905 hingga 1941,
sejumlah besar penduduk telah dipindahkan ke Lampung dan Sumatera
Bagian Selatan. Setelah kemerdekaan, Pemerintah Indonesia, dengan
menggantikan istilah kolonisatie dengan transmigrasi, melanjutkan
Living Document
program ini dengan cara-cara yang relatif sama.
Antara tahun 1905-1941, pemerintah Hindia Belanda secara
keseluruhan telah memindahkan sekitar 200 ribuan jiwa dari Jawa ke
luar Jawa. Namun, selama kurun waktu yang sama, penduduk Pulau
Jawa meningkat dari 30 juta menjadi 45 juta jiwa. Sementara itu,
program pemindahan penduduk pada masa-masa berikutnya sudah
dirintis. Para pemimpin Republik Indonesia, di masa awal proklamasi,
walaupun mengritik kesalahan penjajah dan tidak mengakui apa yang
telah dicapai program kolonisatie, tetap menyelenggarakan program
yang sama. Akan tetapi, dengan alasan berkonotasi “pejoratif”, istilah
kolonisatie pada tahun 1947 digantikan dengan kata “transmigrasi15”
Transmigrasi diselenggarakan Pemerintah pasca kemerdekaan
atas alasan-alasan: Demografis (ketimpangan penduduk Indonesia),
ideologis (persatuan dan kesatuan bangsa), ekonomis (pengentasan
kemiskinan), politis (pemerataan pembangunan antar-wilayah), dan
kultural, yaitu terjadinya akulturasi dalam hubungan lintas etnis, bagi
masyarakat lokal dan pendatang dalam setting budaya masyarakat
Indonesia yang plural.
Transmigrasi merupakan salah satu program khas Pemerintah
Indonesia, yang diselenggarakan dalam bentuk pemindahan
(perpindahan) penduduk secara besar-besaran dari dan keluar pulau
Jawa, Madura, Bali, dan Lombok, untuk bekerja sebagai petani. Selama
masa Orde Baru, atau sebelum tahun 2000-an, program transmigrasi
pernah dilaksanakan secara besar-besaran untuk menangani problem
kemiskinan perdesaan Jawa.
Dari waktu ke waktu, sejarah transmigrasi diwarnai beberapa
perubahan baik dari sisi aturan legal, kebijakan dan paradigma, serta
orientasi pragmatis pelaksananya. Sejak masa pra-Pelita hingga kini,
setidaknya ada 4 (empat) kategori “generasi transmigrasi”, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.

15
Patric Levang (1998).

18 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Generasi Pertama, adalah transmigrasi yang dilaksanakan


di masa pra-Pelita dan berakhir hingga pertengahan tahun 1980-
an (Pelita III). Dasar legalnya adalah UU No. 3 tahun 1972 (tentang

Living Document
Ketentuan Pokok Transmigrasi). Ciri utama transmigrasi generasi ini
adalah pemindahan penduduk secara besar-besaran dari dan keluar
Pulau Jawa, Madura, Bali (Jambal), dan Lombok, dengan sepenuhnya
biaya ditanggung pemerintah. Tema-tema utama transmigrasi saat
itu adalah pengurangan kepadatan penduduk Jawa dan kelangkaan
penduduk luar Jawa. Pola usaha dan permukiman transmigrasi hampir
seluruhnya dibangun dengan orientasi pengembangan pertanian
(padi-sawah) baik lahan basah maupun lahan kering. Produk akhir
transmigrasi generasi ini adalah kesatuan-kesatuan sosial, atau
komunitas-komunitas administratif desa, yang dalam jangka panjang
telah terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan
wilayah dan ekonomi regional sebagai pusat-pusat produksi pertanian
dan menjadi wilayah belakang (hinterland) dari kota-kota yang
secara tradisional sudah ada di wilayah provinsi yang bersangkutan.
Komunitas desa-desa eks transmigrasi umumnya berskala besar, dan
berkembang pesat baik secara politis maupun administratif.
Generasi Kedua, adalah transmigrasi yang dilaksanakan di masa
Pelita IV hingga berakhir di akhir tahun 1990-an (Pelita VII). Dalam era
ini transmigrasi ditandai salah satunya oleh keterlibatan pihak swasta
untuk berinvestasi di sektor perkebunan. Sekalipun pola usaha tanaman
pangan (padi sawah) masih dipertahankan, pola-pola kemitraan
perkebunan dalam bentuk Perusahaan Inti Rakyat (PIR-Trans)
dikembangkan secara besar-besaran. Program transmigrasi mendapat
berkah dengan dikucurkannya dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia) kepada swasta, sehingga banyak swasta yang kemudian
berinvestasi membangun perkebunan sawit dan karet dalam bentuk
PIR-Trans. Tema-tema demografis transmigrasi di era ini kemudian
ditinggalkan, karena efek-efek pengurangan penduduk di daerah asal
(Jambal) ternyata tidak tercapai. Transmigrasi kemudian dilakukan
dengan orientasi pengembangan wilayah di daerah. Maka lahirlah
UU No. 15 tahun 1997 (tentang Ketransmigrasian, sebagai pengganti
UU Nomor 3 tahun 1972). Secara konseptual, orientasi transmigrasi
generasi kedua bukan lagi membangun komunitas administratif desa

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 19
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

atau desa definitif, melainkan pembangunan proyek-proyek berbasis


spasial yaitu WPT (Wilayah Pengembangan Transmigrasi) dan LPT
(Lokasi Permukiman Transmigrasi).
Living Document
Generasi ketiga, adalah transmigrasi yang dilaksanakan sejak
berakhirnya pemerintahan sentralistik Orde Baru, dan berakhir di
penghujung tahun 2004. Dengan demikian, dalam prakteknya UU
nomor 15/1997 belum sempat diimplementasikan secara utuh dan
orientasi pengembangan wilayah praktis belum sempat dilaksanakan,
karena ketika itu transmigrasi lebih difokuskan atau mendapat mandat
yang bersifat ad hoc untuk menangani secara permanen korban konflik
baik horisontal maupun konflik vertikal melalui upaya pemukiman
kembali di berbagai wilayah (termasuk daerah asal Jawa, Madura, dan
Bali). Pada era ini, transmigrasi mengalami stagnasi. Tahun 2000-
2001, misalnya, tidak ada penempatan transmigrasi. Di beberapa
propinsi, program transmigrasi dihentikan. Sejak saat itulah maka
citra (syi’ar) transmigrasi mulai meredup. Kondisi ini semakin sulit,
karena otonomi daerah yang mulai diberlakukan menjadikan dikotomi
yang begitu kuat antara kepentingan daerah tujuan dan daerah
asal transmigrasi, serta perolehan lahan pun untuk permukiman
transmigrasi berskala luas (yang bersifat eksklusif) menjadi semakin
sensitif untuk dibicarakan. Satuan-satuan permukiman transmigrasi
dibangun dalam skala yang relatif lebih kecil, sehingga sulit untuk
menjadi embrio pusat pertumbuhan ekonomi wilayah.
Transmigrasi kembali normal menjadi program reguler pemerintah
yang teratur di tahun 2005. Namun transmigrasi di era ini sebagian
masih mewarisi problematik di era generasi ketiga. Dalam paruh
kedua pemerintahan SBY Jilid I, upaya untuk membenahi transmigrasi
sebagai program reguler-sektoral, telah berhasil dilakukan. Maka
muncullah paradigma baru transmigrasi, yang bukan lagi berorientasi
demografis melalui pemindahan dan penempatan penduduk secara
besar-besaran, tetapi lebih pada pembangunan transmigrasi dengan
membangun dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan baru
dan atau pusat pertumbuhan yang sudah ada melalui skema Kota
Terpadu Mandiri (KTM) dengan basis kawasan transmigrasi (dimulai
tahun 2007), yang tujuannya untuk mengurangi ketimpangan dan
mempercepat pembangunan daerah dalam rangka memperkukuh
pelaksanaan otonomi.

20 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Tetapi dalam era ini, transmigrasi masih tetap harus dilakukan


dalam bentuk perpindahan penduduk dari dan keluar daerah pengirim
(asal), dengan tetap menyertakan masyarakat setempat sebagai

Living Document
Transmigran Penduduk Setempat (TPS), dan dengan dengan porsi dan
komposisi yang lebih seimbang, bahkan lebih besar. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan perlindungan hak-hak masyarakat lokal agar
tidak terjadi marginalisasi, karena mereka adalah pemilik teritorial
atau daerah kebudayaan, masyarakat penerima, atau bahkan sebagai
pemberi lahan untuk lokasi pembangunan.
Di medio KIB jilid I tahun 2006, keluar Inpres 6 yang
menginstruksikan antara lain tentang perlunya menyempurnakan
UU 15/1997 agar transmigrasi dapat berperan lebih berarti dalam
Pembangunan Nasional, dengan harus mempertimbangkan kejelasan
peran pemda dalam otonomi daerah, peningkatan peranserta
masyarakat termasuk badan usaha, serta rencana tata ruang sebagai
dasar perencanaan. Pada tahun 2009, UU No. 29/2009 disahkan
sebagai perubahan (amandemen) atas UU No. 15/1999. Banyak
tugas baru yang diamanatkan dalam UU tersebut. Transmigrasi di
era Kabinet SBY jilid II, di bawah kepemimpinan Menteri Muhaimin
Iskandar, dihadapkan pada tuntutan perubahan kebijakan dan strategi
implementasi transmigrasi, sebagai pelaksanaan amanat UU tersebut.
Salah satu tugas baru transmigrasi, sesuai amanat UU No. 29/2009,
adalah menempatkan kawasan transmigrasi yang di dalamnya
terdapat Kawasan Perkotaan Baru (KPB), sebagai satu kesatuan sistem
pengembangan ekonomi wilayah.
Membangun KPB, tidak lain dimulai dengan membangun dan
mengembangkan kawasan. Hal ini berarti bahwa transmigrasi
kedepan masih tetap berorientasi pengembangan wilayah, yang bukan
saja sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, tetapi sekaligus juga
sebagai kawasan-kawasan yang memiliki fungsi-fungsi perkotaan baru
atau mempunyai ciri fungsi perkotaan baru, di daerah-daerah luar
Pulau Jawa, Madura dan Bali.
Era baru transmigrasi akan menjadi transmigrasi generasi
keempat, yaitu transmigrasi yang mendapat tugas lebih kompleks,
yaitu: Pertama, merencanakan infrastruktur kawasan transmigrasi

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 21
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

sebagai kawasan yang memiliki fungsi-fungsi perkotaan atau ciri


fungsi perkotaan baru. Maka transmigrasi dihadapkan pada tantangan
untuk memperoleh dukungan aparat birokrasi yang memahami
Living Document
betul planologi wilayah perkotaan. Kedua, transmigrasi harus
mempersiapkan para calon transmigran, baik dari daerah pengirim
maupun dari daerah tujuan atau penempatan (transmigran penduduk
setempat), untuk menjadi calon masyarakat transmigrasi yang mampu
menopang pertumbuhan budaya perkotaan dengan basis pertanian.
Selain tugas membangun prasarana dan sarana fisik kawasan perkotaan
guna melayani kebutuhan masyarakat, tugas baru transmigrasi adalah
membuat program-program pengembangan kultur perkotaan bagi
masyarakat transmigran, atau model transformasi kultural yang
diperlukan guna menopang kemajuan kawasan yang berciri atau
berfungsi perkotaan. Pada generasi ini (saat ini) diperlukan aparat
birokrasi (pusat maupun daerah) yang mampu melakukan rekayasa
transformasi budaya dari tradisional ke modernitas pendukung
kehidupan kota. Ketiga, memberikan pemahaman kepada publik bahwa
transmigrasi kedepan bukan lagi hanya membangun desa, melainkan
membangun masyarakat kota yang dicirikan oleh kultur kerja keras,
kompetitif, dan reseptif terhadap nilai-nilai moderen yang mendukung
kemajuan. Di era baru ini, transmigrasi akan memasuki babak baru,
sebagai program yang sangat prestisius, tetapi tetap berciri populis,
dan akan mendapat simpati rakyat (publik), bagi siapapun rezim
pelaksana dan berkuasa di negeri ini.
Setiap generasi, karena bentuk dan sifat pembangunannya,
transmigrasi secara langsung bersinggungan dengan problema
pluralitas kultural. Dengan mempertemukan berbagai kelompok etnik,
kultur dan agama ke dalam unit-unit kehidupan (permukiman) baru,
transmigrasi bisa memperkukuh pluralitas, atau sebaliknya rentan atas
disintegrasi. Tetapi transmigrasi pada umumnya telah memperkukuh
pluralitas masyarakat dengan tumbuh dan berkembangnya simpul-
simpul pertumbuhan ekonomi, dengan tingkat akulturasi berbagai
kelompok yang tinggi. Oleh karena itu tantangan pembangunan
transmigrasi salah satunya adalah bagaimana memperkukuh kesatuan
dan persatuan masyarakat, baik pada tingkat lokal, regional maupu
nasional, dengan meningkatkan tingkat integrasi dan akulturasi

22 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

masyarakat dengan memperkuat basis kehidupan ekonomi pada


tingkat akar rumput.
Dengan menempatkan atau memukimkan kembali penduduk

Living Document
dalam wilayah permukiman baru, atau dengan memfasilitasi
perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain di wilayah
Indonesia, transmigrasi diselenggarakan dalam konteks kemajemukan
Indonesia, baik kemajemukan suku bangsa, agama dan regional. Dalam
konteks kemajemukan suku-suku bangsa, transmigrasi pada dasarnya
merupakan jalan untuk mempertemukan berbagai varian suku-bangsa
yang berbeda tersebut, sehingga tidak lagi terjadi isolasionisme
kultural.
Dalam konteks kemajemukan agama dan kepercayaan,
transmigrasi perlu mengembangkan sikap keberterimaan (tolerance)
di antara komunitas-komunitas agama yang berbeda dalam sebuah
komunitas baru. Dengan demikian, transmigrasi berkaitan erat
dengan penciptaan hubungan lintas-budaya (cross-cultural relation)
di antara beragam kelompok budaya dan suku-bangsa. Transmigrasi
merupakan salah satu upaya pemerintah menciptakan peluang
kerja dan berusaha bagi masyarakat. Lokasi-lokasi transmigrasi
sebagian telah menjadi daya tarik bagi terjadinya mobilitas penduduk,
merangsang perkembangan daerah dan kegiatan perekonomian,
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik transmigran
maupun masyarakat sekitar.
Pembukaan daerah baru melalui pembangunan transmigrasi, jelas
mengundang dan mengandung konsekuensi hubungan lintas-etnik,
baik yang berciri integratif, maupun yang berpotensi disintegratif.
Transmigrasi berekonsekuensi positif jika penempatan transmigran
yang plural secara etnik dan kultural itu berakhir secara harmonis,
dan integratif melalui proses akulturasi. Berkonsekuensi negatif
jika penempatan transmigrasi berciri disintegratif dan disharmonis,
jika permukiman transmigrasi menjadi arena pertarungan antar-
kelompok etnik dan agama, atau menjadi ajang kekerasan antar sesama
transmigran atau transmigran dengan masyarakat setempat.
Konsep ideal masyarakat transmigrasi, atau masyarakat
yang dibangun melalui transmigrasi, adalah masyarakat di mana

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 23
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

keanekaragaman etnik-kultural tetap eksis dan terpelihara dan mampu


hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Hal ini berarti
bahwa pengembangan komunitas desa transmigrasi diarahkan pada
Living Document
terjadinya integrasi berbagai kelompok (etnis, agama, dan ideologi)
dengan tetap memelihara identitas kultural masing-masing.
Masyarakat transmigrasi diandaikan sebagai sebuah masyarakat
yang memiliki integrasi tinggi di atas keragaman (ke-bhinneka-an)
dengan basis wawasan kebersamaan, pluralisme, dan multikulturalisme
yang kuat-mendalam. Integrasi sosial yang dikehendaki adalah suatu
akulturasi yang adil dan seimbang, yang ditandai salah satunya oleh
semakin mencairnya fanatisme sempit terhadap primordialisme
identitas kultural-etnis masing-masing. Akulturasi yang demikian,
yang dengan ditopang oleh basis perekonomian yang kuat, secara
nasional akan melanggengkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Apa yang menjadi ciri khas (“trademark”) dari program
transmigrasi, adalah bahwa melalui transmigrasi, atau dengan
mengikuti program ini, seseorang atau suatu unit keluarga, dapat
memperoleh bantuan sarana produksi, berupa tanah, pangan untuk
bekerja (food for work), dan perlakuan pembinaan kemasyarakatan
setelah bertempat tinggal (pasca penempatan) di permukiman baru
transmigrasi. Dengan kata lain, program transmigrasi memberikan
akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bekerja dan berusaha
di daerah baru, dengan memanfaatkan sumber daya alam (lahan
pertanian).
Konsekuensi sosial dari pembangunan transmigrasi, adalah
terbentuknya komunitas-komunitas lokal yang bersifat plural, baik
secara etnik, budaya, maupun agama. Pluralitas etnis menjadi karakter
umum dari desa-desa atau komunitas-komunitas yang dibentuk
melalui skim transmigrasi. Dengan kata lain, “proyek transmigrasi”
telah membentuk komunitas (community bulding) dengan nilai dan
norma baru yang berciri plural, karena bentuk programnya adalah
mempertemukan dan memukimkan penduduk dari berbagai varian
etnis, budaya, dan agama, dalam sebuah kompleks permukiman baru,
untuk tinggal-menetap sebagai warga komunitas baru, dan untuk
berusaha-bekerja dengan basis lahan, sebagai petani atau pekebun.
Pemerintah memberikan berbagai subsidi, baik berupa sarana usaha,

24 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

bantuan pangan (jaminan hidup), maupun berbagai sarana lain yang


diperlukan.
Kelompok sosial (penduduk) yang “ditransmigrasikan”, umumnya

Living Document
adalah kelompok-kelompok masyarakat dari “lapisan bawah”, baik itu
petani, buruh, nelayan, pengrajin, pekerja seks, maupun pekerja kasar,
dari daerah-daerah perdesaan dari daerah pengirim. Kelompok lain
yang masuk ke dalam komunitas transmigrasi, adalah masyarakat atau
penduduk sekitar permukiman baru, yang dikenal sebagai Transmigran
Penduduk Setempat (TPS). Pemberian kesempatan bagi masyarakat
sekitar (setempat) untuk menjadi transmigran, dilakukan atas dasar
“asas” bahwa transmigrasi berwawasan lingkungan, dan berbasis etika
politik, dengan melibatkan “golongan pribumi” atau masyarakat lokal
(indegenous people), sebagai peserta atau transmigran, untuk juga
tinggal-menetap di unit-unit permukiman baru transmigrasi.
Sebagai program pembangunan Pemerintah Indonesia, transmigrasi
pernah mengalami masa gemilang dan masa-masa suram. Tingkat
keberhasilannya sama dengan tingkat kegagalannya. Keberhasilan
dan atau kegagalan program transmigrasi, berkaitan erat dengan
persepsi publik pengamat, yang secara sederhana dapat dipetakan
kedalam dua kubu, yang pro dan yang kontra. Dalam pandangan yang
pro, misalnya dari kalangan birokrasi Pemerintah, transmigrasi selalu
dipandang sukses, terutama dalam hal pembentukan daerah-daerah
baru, pembukaan dan pemanfaatan sumber daya lahan secara lebih
produktif, dan bahkan dalam hal pengentasan kemiskinan16.

C. Landasan Yuridis
Landasan hukum di sini diartikan sebagai peraturan baku
yang merupakan dasar bagi penyelenggaraan transmigrasi sejalan
dengan perkembangannya. Transmigrasi awalnya dilaksanakan oleh
Badan Koordinasi Penyelenggara Transmigrasi yang telah dibentuk
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 1958, dianggap
sebagai Badan Koordinasi Penyelenggara Transmigrasi. Sejak itu,
beberapa landasan hukum penyelenggaraan transmigrasi adalah
sebagai berikut.

Patrice Levang, 1998.


16

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 25
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis

(1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)


Nomor 29 Tahun 1960 (29/1960); (2) Ketentuan Ketentuan Pokok
Transmigrasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
Living Document
1972; (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
1973 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi; (4) UU No. 15 Tahun 1997
tentang Ketransmigrasian; (5) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Ketransmigrasian; (6) Transmigrasi
pada dasarnya merupakan sektor pembangunan yang diselenggarakan
sebagai bentuk pelaksanaan atas berbagai Undang-Undang; yaitu UU
No. 15/1997 Jo UU No. 29/2009.
Peraturan yang terkait dengan ketransmigrasian dari sektor
yaitu: (1) UU No. 52/2009, tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga; (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan
UU No. 1/2011 tentang Tata Ruang Nasional; (3) Dalam UU No. 26/2007
tentang Tata Ruang Nasional, dan PP No 26/2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional ditekankan pentingnya Perencanaan
Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik propinsi maupun kabupaten-
kota (RTRWK), Pemanfaatan Ruang Wilayah, baik wilayah nasional,
propinsi, maupun kabupaten-kota. Juga menekankan pentingnya
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dan Perdesaan, serta Perencanaan
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan dan Perdesaan. Dengan demikian
maka transmigrasi sudah harus tunduk dan mendukung pelaksanaan
ketentuan dalam kedua instrumen hukum tersebut.
Dalam UU 52/2009, disebutkan bahwa: (1) Pengarahan mobilitas
penduduk dan/atau penataan persebaran penduduk diarahkan untuk
mencapai persebaran penduduk yang optimal, didasarkan pada
keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan
daya tampung lingkungan; (2) Pengarahan mobilitas penduduk dan/
atau penyebaran penduduk meliputi (a) mobilitas internal dan (b)
mobilitas internasional dilaksanakan pada tingkat nasional dan daerah
serta ditetapkan secara berkelanjutan.
Dalam UU No. 1/2011, disebutkan bahwa; kawasan permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pembangunan

26 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

keruangan diarahkan pada tumbuh dan berkembangnya kota-kota


kecil baru tanpa permukiman kumuh, terutama di luar Jawa. Sementara
itu, pembangunan berwawasan kependudukan diarahkan pada

Living Document
pengarahan mobilitas penduduk untuk mendukung pembangunan.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 27
Urgensi Transmigrasi Bagi Indonesia:
Landasan Filosofis, Historis-Sosiologis dan Yuridis
Living Document

28 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Bab III
LINGKUNGAN STRATEGIS
Lingkungan strategis suatu negara-bangsa, umumnya terus
mengalami perubahan dan perkembangan, baik pada tataran global,
regional, maupun nasional. Perubahan-perubahan tersebut jelas
sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Banyak hal yang dapat dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan strategis, antara lain: aturan main atau persyaratan dalam
berbagai jenis hubungan, baik antar-kelembagaan, perdagangan dunia,
maupun dalam hal tata cara pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal yang sama juga terjadi pada kondisi lingkungan strategis
pembangunan Indonesia, seperti lingkungan strategis negara-negara
Asia Tenggara (ASEAN), dan lingkungan strategis negara-negara
Asia Pasifik atau APEC. Lingkungan strategis nasional pun sangat
berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan nusantara, yang
tentunya tidak terlepas dari perkembangan politik, ekonomi, sosial
budaya dan Hankam dalam negeri. Perkembangan lingkungan strategis
yang semakin dinamis tersebut merupakan perkembangan penting yang
harus sejak dini diantisipasi oleh para stakeholders pembangunan.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 29
Lingkungan Strategis

A. Lingkungan Global
1. Kesepakatan MDGs
Living Document
Lingkungan yang mempengaruhi konsensus global tentang
Millenium Develelopment Goals (MDGs) akan berakhir pada tahun
2015. Sebagai kesepakatan pembangunan internasional, MDGs telah
mendorong negara-negara anggotanya untuk memajukan berbagai
aspek pembangunan. Seperti diketahui, ada 8 (delapan) tujuan dari
pembangunan millenium (MGDs), yang telah disepakati para pemimpin
dunia pada pertemuan puncak PBB tahun 2000, dengan target-target
spesifik pemecahan masalah, yaitu: (1) pengentasan kemiskinan, (2)
mencapai pendidikan dasar untuk semua, (3) kesetaraan gender, (4)
menurunkan angka kematian balita, (5) meningkatkan kesehatan ibu,
(6) stabilitas lingkungan, (7) penurunan angka penderita HIV/AIDS dan
penyakit menular lain, dan (8) kemitraan global untuk pembangunan.
Namun demikian, MDGs belum cukup sebagai kekuatan pendorong
bagi negara pihak yang terkait dalam keanggotaannya untuk mengatasi
masalah-masalah domestiknya. Kesepakatan tersebut telah menjadi
tanggung jawab bersama semua negara dan diharapkan pasca 2015
perjuangan melawan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan
pada intinya dapat ditata kembali.
Menjelang berakhirnya masa konsesus MGDs, kini dunia tengah
mulai memikirkan dan mencurahkan perhatian pada post 2015
development (pembangunan pasca 2015). Sebagai negara peserta,
Indonesia berkesempatan untuk dapat mewarnai proses perumusan
agenda-agenda pembangunan pasca 2015, bersama negara-negara
lain dan badan-badan PBB. Peran aktif Pemerintah diperlukan untuk
menjamin bahwa kebijakan internasional tersebut bukan saja sesuai
dengan kebutuhan negara-negara berkembang, tetapi juga dapat
memperkuat agenda pembangunan nasional yang benar-benar dapat
menyejahterakan masyarakat.
Gagasan awal tentang prinsip-prinsip agenda pembangunan
pasca 2015, adalah; Pertama, Inklusif; bahwa kesepakatan
agenda pembangunan pasca 2015 harus dengan tegas memuat
penghormatan dan perlindungan kepada kebhinekaan dan prinsip
non-diskriminasi. Proses penyusunan dan pelaksanaan kesepakatan

30 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

agenda pembangunan pasca 2015 harus berlangsung konsultatif dan


partisipatif, termasuk melibatkan kelompok masyarakat sipil dan
marjinal. Kedua, International Cooperation; bahwa kesepakatan
agenda pembangunan pasca 201517 harus feasible, dalam arti secara

Living Document
politik merupakan titik temu kepentingan antara negara maju dan
negara berkembang serta miskin. Dengan kata lain, tidak boleh hanya
merupakan kepentingan negara maju atau negara miskin. Ketiga,
Akuntabilitas; bahwa sasaran post 2015 harus memuat perubahan
dan perbaikan keadaan di tingkat nasional dan global. Pada tingkat
nasional terjadi penurunan indeks ketimpangan (gini ratio); terjadi
kenaikan HDI (human development index), dan pada tingkat global,
misalnya, terjadi penurunan kasus, jumlah dan besaran penghindaran
pajak oleh MNCs. Pada tingkat global lainnya adalah pemenuhan ODA
0,7% GNI (pendapatan) oleh sebagian besar negara-negara OECD
(Organization for Economic Co-operation and Development) pada tahun
2020.
Hal yang tidak kalah penting adalah dalam agenda pembangunan
pasca 2015, bahwa peran masyarakat sipil perlu diakui sebagai
Non-State Actor (Aktor di luar Negara). Sebagaimana dalam Busan
Outcome Document Pasal 22, disebutkan bahwa masyarakat sipil
adalah aktor pembangunan yang memiliki peran penting dalam
pemberdayaan masyarakat, dan penggalakan pendekatan pemenuhan
hak-hak (pendekatan pembangunan berbasis hak). Dengan demikian
setidaknya ada sebelas agenda yang akan digagas dan diajukan dalam
pembangunan pasca 2015 , yang diistilahkan dengan “The World We
Want” Development Agenda, yaitu: (1) Dinamika kependudukan, (2)
Pengurangan kemiskinan dan kesamaan (equity), (3) Kesehatan,
(4) Pendidikan, (5) Pertumbuhan perkotaan dan pemekerjaan, (6)
Ketahanan pangan dan gizi, (7) Kecukupan sumberdaya air, (8)
Kecukupan dan efisiensi energi, (9) Kelestarian lingkungan, (10)
Konflik dan fragility, dan (11) Tata kelola (governance).
Berdasarkan perjalanan pembahasan persiapan pembangunan
pasca 2015, disimpulkan bahwa pembangunan pasca 2015 adalah

Salim, Emil et al. Roles Of Population Dynamics In Development: An Indonesian Case


17

Study, 2013

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 31
Lingkungan Strategis

agenda universal (universal agenda) yang perlu digerakkan oleh lima


pergeseran besar yang bersifat transformatif (five big, transformative
shifts)18 : (1) Tidak ada seorang pun tertinggal (leave no one behind);
(2) Tempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai inti (put
Living Document
sustainable development at the core); (3) Transformasikan ekonomi
untuk pekerjaan dan pertumbuhan yang inklusif (transform economies
for jobs and inclusive growth); (4) Bangun kelembagaan untuk semua
yang damai dan efektif, serta terbuka dan akuntabel (build peace and
effective, open and accountable institutions for all); (5) Bangun suatu
kemitraan global yang baru (forge a new global partnership). Kelima
langkah besar tersebut diyakini merupakan perubahan yang tepat,
cerdas, dan penting untuk dilakukan. Namun dampaknya akan sangat
tergantung pada seberapa jauh dapat diterjemahkan ke dalam agenda
prioritas dan aksi yang khas bagi setiap Negara.

2. Kesepakatan AFTA
ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan
bebas ASEAN, artinya tidak ada hambatan tarif perdagangan (karena
bea masuk hanya 0-5%), atau hambatan non tarif bagi negara-negara
anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA. AFTA merupakan wujud
dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai
basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta
penduduknya.19
Tujuan AFTA adalah: (1) Meningkatkan perdagangan di tingkat
ASEAN (intra-ASEAN trade); (2) Merangsang pertumbuhan penanaman
modal langsung (foreign direct investment); dan (3) Membuat
kawasan regional ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif.
Manfaat AFTA bagi Indonesia antara lain: (1) Terbukanya peluang
pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, karena
jumlah penduduk ASEAN sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan

18
The Report of the High-Level Panel of Eminent Persons on Post-2015 Development
Agenda. A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies
Through Sustainable Development. United Nations, 2013
19
Samriyah.files.wordpress.com/2013/01/asean-free-trade-area.docx, diunduh 30
Nopember 2013

32 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

masyarakatnya yang beragam; (2) Biaya produksi menjadi lebih


efisien karena ada spesialisasi; (3) Pemasaran produk lebih mudah ke
negara-negara ASEAN; (4) Implementasi AFTA meningkatkan ekspor

Living Document
negara-negara ASEAN; (5) Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk
yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga
dan mutu tertentu; (6) Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin
terbuka karena pelaku bisnis dapat beraliansi dengan pelaku bisnis
lain di lingkup negara anggota ASEAN.
Tantangan AFTA bagi Indonesia adalah kurang siapnya sumber
daya manusia Indonesia dalam berinovasi, dan belum maksimalnya
Pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dasar wilayah. Dengan
kondisi demikian, maka pelaku bisnis Indonesia dituntut untuk terus-
menerus meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnisnya
secara lebih profesional guna memenangkan kompetisi terhadap
produk-produk yang berasal dari negara-negara anggota ASEAN
lainnya. Selain itu, pelaku bisnis Indonesia juga dituntut dapat
memenangkan kompetisi, baik dalam memanfaatkan peluang pasar
domestik maupun pasar negara-negara anggota ASEAN lainnya.

3. Kesepakatan APEC
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) merupakan forum kerja
sama ekonomi lingkar Pasifik yang didirikan di Canberra, Australia pada
tahun 1989. APEC saat ini beranggotakan 21 negara, yaitu Australia,
Brunei Darussalam, Kanada, Cili, China, Hong Kong-China, Indonesia,
Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Filipina,
Papua New Guinea, Rusia, Singapura, Thailand, China Taipei, Amerika
Serikat, dan Vietnam.
APEC bertujuan untuk mencapai Bogor Goals, yaitu terciptanya
liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik sebelum
tahun 2010 untuk negara-negara anggota yang tergolong Ekonomi
Maju, dan sebelum tahun 2020 untuk negara-negara anggota yang
tergolong Ekonomi Berkembang. Dalam mencapai Bogor Goals,
APEC melandaskan kerjasama yang dibangun pada tiga pilar, yaitu
liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi bisnis, dan kerjasama
ekonomi dan teknik (ECOTECH). KTT APEC 2011 diselenggarakan
di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada tanggal 12-15 November

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 33
Lingkungan Strategis

2011, dengan memprioritaskan pembahasan pada tiga bidang, yaitu


isu-isu perdagangan dan investasi generasi baru, pertumbuhan hijau
(green growth), dan kerja sama reformasi regulasi (regulatory reform).
Living Document
Diharapkan negara-negara anggota APEC lebih fokus pada
upaya memperkuat integrasi ekonomi guna mewujudkan kawasan
perdagangan bebas Asia Pasifik, sehingga nantinya berbagai tarif
perdagangan dapat dihilangkan dan tidak ada lagi tarif-tarif baru yang
akan muncul. Pada tahun 2013, KTT ke-21 APEC akan diselenggarakan
di Bali, dan seluruh rangkaian pertemuan APEC perlu dimanfaatkan
sebagai peluang untuk menunjukkan peran aktif Indonesia di
dalam memajukan arsitektur ekonomi regional, memanfaatkan
integrasi ekonomi kawasan bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja, peningkatan investasi dan ekspor Indonesia, serta
mempromosikan potensi perdagangan, investasi, pariwisata,
kebudayaan daerah dan nasional.
Manfaat APEC bagi Indonesia yaitu: Pertama, APEC merupakan
forum yang fleksibel untuk membahas isu-isu ekonomi internasional;
Kedua, APEC merupakan forum konsolidasi menuju era perdagangan
terbuka dan sejalan dengan prinsip-prinsip perdagangan multilateral,
yaitu (1) Peningkatan peran swasta dan masyarakat Indonesia menuju
liberalisasi perdagangan; (2) Peningkatan Human and Capacity
Building; dan (3) Sumber peningkatan potensi ekonomi perdagangan
dan investasi Indonesia; Ketiga, APEC sebagai forum untuk bertukar
pengalaman, dan memproyeksikan kepentingan-kepentingan Indonesia
dalam konteks ekonomi internasional; Keempat, APEC merupakan
salah satu forum yang memungkinkan Indonesia memproyeksikan
kepentingan-kepentingannya dan mengamankan posisinya dalam tata
hubungan ekonomi internasional yang bebas dan terbuka.

4. Komitmen Terhadap Forum G-20


Krisis ekonomi dan keuangan global yang terjadi pada tahun 2007
merupakan dampak dari sistem arsitektur ekonomi dan keuangan
internasional yang tidak berimbang terutama dalam hal regulasi
sektor keuangan yang kurang accountable. Berawal dari krisis kredit
perumahan (subprime mortgage crisis) di AS, lemahnya regulasi
keuangan dan tingginya keterikatan sektor keuangan antarnegara,
khususnya produk derivatif keuangan, menyebabkan menjalarnya

34 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

krisis negara maju ke negara berkembang lainnya. Efek domino krisis


ekonomi tersebut turut menyeret sektor riil dan mengakibatkan
terpuruknya perekonomian negara-negara di dunia.

Living Document
Krisis ekonomi serupa pernah dialami kawasan Asia tahun
1997. Namun, krisis ini memiliki pengaruh yang lebih besar sehingga
memerlukan penanganan yang lebih menyeluruh dan kerjasama
negara-negara di dunia. Krisis ekonomi dan keuangan global telah
menghambat proses pembangunan terutama di negara-negara Least
Developed Countries serta telah menyebabkan kemunduran pencapaian
MDGs.
Peran Indonesia dalam setiap KTT G-20 senantiasa memajukan
kepentingan negara berkembang serta menjaga terciptanya sistem
perekonomian global yang inklusif dan berkelanjutan (antara lain,
usulan pembentukan global expenditure support fund, menghindari
pembahasan exit strategy paket stimulus fiskal yang dapat merugikan
negara-negara berkembang, dan mendorong tercapainya konsensus
selaku bridge builder).
Manfaat konkret Indonesia berpartisipasi aktif dalam G-20 yaitu:
(1) Indonesia masuk anggota baru Financial Stability Forum (FSF) yang
merupakan standart setting body bagi sistem keuangan; (2) Indonesia
mendapatkan Defered Drawdown Option (DDO) dari Bank Dunia, ADB,
Jepang dan Australia bagi program pengentasan kemiskinan dan
infrastruktur yang menjadi model GESF; (3) G-20 yang merupakan
pemegang saham terbesar di ADB berkomitmen untuk meningkatkan
permodalan ADB untuk mendorong pembangunan kawasan Asia; (4)
Negara maju berkomitmen untuk memberikan peningkatan kapasitas
bagi pengembangan sektor keuangan di negara-negara berkembang;
(5) Manfaat non keuangan yakni, G-20 berkomitmen menjamin dan
melindungi hak pekerja migran.

B. Lingkungan Nasional
1. Lingkungan Hidup
Spektrum persoalan lingkungan hidup sangat luas, baik
yang bersifat global, maupun yang bersifat nasional dan lokal. Isu

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 35
Lingkungan Strategis

lingkungan hidup Indonesia pada tingkat nasional adalah antara lain


adalah: Pertama, adalah perubahan-perubahan pada cuaca dan iklim,
yang berakibat pada munculnya kekeringan, banjir, longsor, erosi,
Living Document
dll. Penyebabnya salah satunya adalah kerusakan hutan, terutama
disebabkan oleh: Penebangan liar (ilegal logging); kebakaran hutan
dan lahan, kegiatan penambangan; peralihan fungsi hutan (konversi)
menjadi perkebunan skala besar dan hutan tanaman industri;
Penebangan yang tidak lestari (unsustainable logging). Contoh,
penyebab dan dampak lingkungan nasional, antara lain: Kebakaran
Hutan. Proses kebakaran hutan dapat terjadi dengan alami atau
ulah manusia. Kebakaran oleh manusia biasanya karena bermaksud
pembukaan lahan untuk perkebunan. Dampaknya: memberi
kontribusi CO2 di udara, hilangnya keaneragaman hayati, asap yang
dihasilkan dapat mengganggu kesehatan dan asapnya bisa berdampak
kenegara lain. Tidak hanya pada lokal namun ke negara tetanggapun
juga terkena.
Kedua, Pencemaran lingkungan. Salah satu contohnya adalah
pencemaran air lain pada minyak lepas pantai. Hasil ekploitasi minyak
bumi diangkut oleh kapal tanker ke tempat pengolahan minyak bumi.
Pencemaran minyak lepas pantai diakibatkan oleh sistem penampungan
yang bocor atau kapal tenggelam yang menyebankan lepasnya minyak
ke perairan. Dampak : mengakibatkan limbah tersebut dapat tersebar
tergantung gelombang air laut. Dapat berdampak kebeberapa negara,
akibatnya tertutupnya lapisan permukaan laut yang menyebabkan
penetrasi matahari berkurng menyebabkan fotosintesis terganggu,
pengikatan oksigen, dan dapat menyebabkan kematian organisme laut.
Ketiga, Ilegal logging: proses penebangan hutan tanpa kendali
dan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya
berupa permukiman di DAS dan kawasan hutan lindung. Dampaknya
antara lain adalah pada saat musim hujan wilayah Indonesia sering
dilanda banjir dan tanah longsor. Menurut Catatan Harian, pada tahun
2007 Indonesia telah mengalami 236 kali banjir di 136 kabupaten dan
26 propinsi. Di samping itu juga terjadi 111 kejadian longsor di 48
kabupaten dan 13 propinsi.
Isu Lingkungan Global yang dihadapi semua negara di antaranya
adalah pemanasan bumi akibat efek rumah kaca, atau menipisnya

36 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

lapisan ozon. Di tengah kondisi di atas mak dimulailah prakarsa-


prakarsa pro-lingkungan pada tingkat global. Kyoto Protokol adalah
konvensi yang masih cukup hangat dan masih akan diberlakukan

Living Document
secara efektif mulai tahun 2007. Isi utama Protokol ini adalah upaya
pengurangan emisi enam gas (CO2, Metana, Dinitrooksida, CFC, Klor, dan
Brom) yang mengakibatkan kenaikan suhu global. Pada tahun 2008-
2012 akan diadakan pengukuran sistematis balance pengeluaran dan
penyerapan gas-gas ini pada semua negara yang telah menandatangani
Protokol ini. Contoh, penyebab dan dampak lingkungan global:
a. Pemanasan Global: Pemanasan Global/Global Warming pada
dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global
dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca yang
disebabkan oleh meningkatnya emisi gas karbondioksida, metana,
dinitrooksida, dan CFC sehingga energy matahari tertangkap
dalam atmosfer bumi. Dampak bagi lingkungan biogeofisik
antara lain adalah: pelelehan es di kutub, kenaikan mutu air laut,
perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan
iklim, punahnya flora dan fauna, migrasi fauna dan hama penyakit.
Dampak bagi aktiitas sosial ekonomi masyarakat: gangguan pada
pesisir dan kota pantai, gangguang terhadap prasarana fungsi
jalan, pelabuhan dan bandara. Gangguan terhadap pemukiman
penduduk, ganggungan produktifitas pertanian. Peningkatan
resiko kanker dan wabah penyakit.
b. Penipisan Lapisan Ozon: Dalam lapisan statosfer pengaruh
radiasi ultraviolet, CFC terurai dan membebaskan atom klor.
Klor akan mempercepat penguraian ozon menjadi gas oksigen
yang mengakibatkan efek rumah kaca. Beberapa atom lain yang
mengandung brom seperti metal bromide dan halon juga ikut
memeperbesar penguraian ozon. Dampak bagi makhluk hidup
antara lain adalah lebih banyaknya kasus kanker kulit melanoma
yang bisa menyebabkan kematian, meningkatkan kasus katarak
pada mata dan kanker mata, menghambat daya kebal pada manusia
(imun), penurunan produksi tanaman jagung, serta kenaikan suhu
udara dan kematian pada hewan liar.
c. Hujan Asam merupakan proses revolusi industri mengakibatkan
timbulnya zat pencemaran udara. Pencemaran udara tersebut bisa

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 37
Lingkungan Strategis

bereaksi air hujan dan turun menjadi senyawa asam. Dampaknya


yaitu proses korosi menjadi lebih cepat, iritasi pada kulit, sistem
pernafasan, menyebabkan pengasaman pada tanah.
Living Document
d. Desertifikasi, merupakan penggurunan, menurunkan kemampuan
daratan. Pada proses desertifikasi terjadi proses pengurangan
produktifitas yang secara bertahap dan penipisan lahan bagian
atas karena aktivitas manusia dan iklim yang bervariasi seperti
kekeringan dan banjir. Dampak : awalnya berdampak local
namun sekarang isu lingkungan sudah berdampak global dan
menyebabkan semakin meningkatnya lahan kritis di muka bumi
sehingga penangkap CO2 menjadi semakin berkurang.
e. Penurunan keaneragaman hayati: adalah keaneragaman jenis
spesies makhluk hidup. Tidak hanya mewakili jumlah atau sepsis
di suatu wilayah, meliputi keunikan spesies, gen serta ekosistem
yang merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Dampaknya: karena keaneragaman hayati ini memeliki potensi
yang besar bagi manusia baik dalam kesehatan, pangan maupun
ekonomi.
f. Pencemaran limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun): bahan
yang diindentifikasi memiliki bahan kimia satu atau lebih dari
karasteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifai reaktif,
beracun, penyabab infeksi, bersifat korosif. Dampak : dulunya
hanya bersifat lokal namun sekarang antar negara pun melakukan
proses pertukaran dan limbanya di buang di laut lepas. Dan jika itu
semua terjadi maka limbah bahan berbahaya dan beracun dapat
bersifat akut sampai kematian makhluk hidup.
g. Pertumbuhan populasi merupakan pertambahan penduduk dunia
yang mengikuti pertumbuhan secara eksponsial merupakan
permasalahan lingkungan. Dampaknya adalah terjadinya
pertumbuhan penduduk akan menyebabkan meningkatnya
kebutuhan sumber daya alam dan ruang, ilustrasi seperti pada
Gambar 2 dan 3 berikut.

38 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Gambar 2. FLOODS IN JAVA 2000-2008

Living Document
2000 2003

2006 2008

Sumber: Grand Design Pembangunan Kependudukan


2012-2035, Kemenko Kesra, 2012

Gambar 3. LANDSLIDES IN JAVA 2000-2008

2000 2003

ed ed
ed ed

2006 2008

ed
ed ed
ed

Sumber: Grand Design Pembangunan Kependudukan


2012-2035, Kemenko Kesra, 2012

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 39
Lingkungan Strategis

Dampak bagi Indonesia. Banjir dan tanah longsor di Indonesia


telah memakan korban harta dan jiwa yang sangat besar. Kerusakan
lingkungan yang paling terlihat adalah di daerah Jawa dan Sumatera,
banjir bandang dan tanah longsor sangat parah. Akibat dari perubahan
Living Document
iklim/pemanasan global, disertai dengan ulah manusia yang muncul
secara bersamaan dengan aglomerasi penduduk dan aglomerasi
ekonomi membuat intensitas dan frekuensi bencana alam semakin
tinggi/luas dan semakin kerap (lihat gambar ilustrasi berikut).
Bahkan studi UNFPA (2011)20 secara lebih spesifik mengisyaratkan
bahwa perlu antisipasi untuk melakukan mitigasi lingkungan terhadap
perkiraan 40 C kenaikan suhu bumi pada tahun 2050 terhadap sekitar
60 jutaan jiwa di wilayah pantai Utara Jawa.

Lingkungan strategis pada berbagai tataran berupa pertumbuhan


ekonomi, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan, yang berinteraksi
secara timbal balik dengan dinamika penduduk, menuntut kawasan
transmigrasi harus berdaya saing sebagai wahana bagi rakyat dalam
mendayagunakan sumber daya alam yang tersedia (resource endowment)
dengan prinsip green economy guna meningkatkan kesejahteraannya.

Dampak negatif yang dialami Indonesia, juga dirasakan oleh


belahan dunia lainnya, karena pada akhirnya kemaslahatan umat
manusia sangat tergantung pada keberadaan sumber daya alam dan
perilaku manusia dalam memperlakukan sumber daya alam tersebut21
. Tak dipungkiri bahwa pertumbuhan jumlah penduduk dunia memang
melambat, namun tidak menjamin kemaslahatannya tercukupi.
Konsumsi yang berkelebihan di Negara-negara kaya dan sebaliknya
malnutrisi di Negara-negara miskin akan terus berlanjut yang bahkan
meningkatkan ketidakadilan di muka bumi ini. Kerusakan lingkungan
sudah menjadi isu yang fatalistic dan berpengaruh nyata terhadap
kemaslahatan umat manusia. Populasi dunia akan bertambah sekitar
2,5 milyar jiwa pada tahun 2050 yang akan didominasi penduduk
perkotaan dan hampir seperempat penduduk dunia akan berusia
lebih dari 60 tahun. Abad 21 ini diwarnai oleh kombinasi yang unik

20
Hayes, C. Adrian. Population and Climate Change in Indonesia: Mobilizing for a
Sustainable Future. UNFPA-Indonesia, 2011.
21
The Royal Society Science Policy Centre Report 01/12. People and the Planet. The
Royal Society Science Policy. London, 2012.

40 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

antara tiga aspek, yaitu diversitas demografi, perubahan lingkungan


global, dan globalisasi. Kesemua itu membawa konsekuensi timbal
balik antara konsumsi (pangan dan energi) yang terus bertambah dan
perubahan demografi.

Living Document
2. Ketimpangan Demografis
Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan kependudukan.
Ketimpangan persebaran penduduk merupakan salah satu masalah,
baik persebaran antarpulau, antarpropinsi, maupun antardesa-kota
telah lama menjadi isyu strategis pembangunan nasional. Aglomerasi
demografis di wilayah barat Indonesia ini terjadi sebagai akibat dari
politik investasi dan pembangunan, yang mendorong pembangunan
wilayah dan industrialisasi lebih dipusatkan di wilayah Jawa dan
Sumatera.
Konsentrasi penduduk di wilayah barat Indonesia (Jawa dan
Sumatera), telah menjadi persoalan pembangunan, yaitu pusat
pemerintahan, informasi, transportasi, ekonomi, dan berbagai fasilitas
publik lebih terkonsentrasi dan lebih banyak berada di wilayah barat.
Konsekuensinya adalah, penduduk di wilayah-wilayah lain cenderung
bermigrasi, dan akhirnya akan terus semakin terjadi terkonsentrasi
(terpusat), yang kemudian menjadi kontra produktif bagi upaya-upaya
pemerataan pembangunan antar wilayah.
Aglomerasi demografis di wilayah Barat Indonesia juga terjadi
sebagai akibat langsung dari warisan pembangunan kolonial, yang
menjadikan Jawa sebagai episentrum pemerintahan dan aktivitas
ekonomi Hindia-Belanda. Sementara Pemerintah Indonesia merdeka
tidak melakukan rekonstruksi dan koreksi secara menyeluruh terhadap
paradigma pembangunan kolonial tersebut. Pemerintah sebelum
reformasi (1966-1998), yang ditopang stabilitas politik dan pinjaman
modal asing begitu besar, sebenarnya berkesempatan menciptakan
ekuilibrium pembangunan nasional, namun sayangnya justru terjebak
pada model ekonomi pertumbuhan dan “mengabaikan” pada aspek
pemerataan, baik pemerataan antargolongan maupun antarwilayah.
Investasi di Jawa terus dipacu, dengan tanpa diikuti oleh akselerasi
pembangunan di wilayah lain, terutama di wilayah timur Indonesia.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 41
Lingkungan Strategis

Masalah kependudukan Indonesia yang bakal dihadapi di era


pasca 2015, adalah munculnya penduduk berusia lanjut (emerging
ageing population), yang akan menjadi beban atau tekanan bagi
Living Document
pembangunan ekonomi. Gejala ini muncul sebagai konsekuensi dari
angka harapan hidup (life expectancy at birth) yang cukup tinggi (71
tahun) pada tahun 2010, dan angka ini akan terus berlanjut hingga
beberapa dekade kedepan. Isu tentang penduduk berusia tua (ageing
issue) di Indonesia adalah munculnya begitu besar penduduk tua yang
hidup dengan tingkat pendapatan rendah.
Seiring dengan kemajuan di bidang transportasi publik dan
teknologi informasi (IT) serta semakin terbukanya pasar kerja global,
pola dan kecenderungan arah mobilitas penduduk Indonesia pasca
2015, akan mengalami perubahan. Kecenderungan yang akan terjadi
adalah meningkatnya migrasi internal berupa mobilitas (migrasi)
komuter (ulang-alik), meningkatnya mobilitas musiman, serta
meningkatnya mobilitas keluar negeri (overseas migration), internal
displaced persons (IDP’s/pengungsi), dan membanjirnya tenaga-tenaga
asing. Sementara itu, pola dan kecenderungan lain yang akan terjadi
dan berlanjut kedepan adalah: (1) perpindahan ke arah daerah-daerah
urban terutama di Jawa; (2) perpindahan ke arah daerah-daerah di
mana terdapat konsentrasi industri ekstraktif di luar Jawa; dan (3)
perpindahan ke luar negeri, terutama negara-negara penerima buruh
rendah, seperti Malaysia, Arab, Korea Selatan, Jepang, dan Hong Kong.
Atas dasar pemikiran di atas, maka agenda pembangunan pasca
2015 perlu mempertimbangkan aspek kependudukan. Dan ke depan
diperlukan perubahan dan koreksi mendasar terhadap paradigma
pembangunan yang selama ini justru melestarikan ketimpangan.

3. Ketimpangan Wilayah
Pertumbuhan ekonomi nasional selama masa pra-reformasi,
seperti tercermin dalam indikator tingginya GNP, ternyata tidak dengan
sendirinya berimplikasi terhadap pemerataan pertumbuhan yang
seimbang antarwilayah, terutama antara Kawasan Barat Indonesia
(KBI) dan Kawasan Timur(KTI). Perkembangan antardaerah
memperlihatkan kecenderungan bahwa daerah-daerah di Pulau
Jawa umumnya mengalami perkembangan ekonomi lebih cepat
dibandingkan dengan daerah di luar Jawa. Dengan kata lain, proses

42 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

pembangunan selama ini masih belum sepenuhnya mampu mengatasi


masalah kesenjangan (disparitas) antardaerah, terutama antara Jawa-
luar Jawa, antara perkotaan dan pedesaan, dan terlebih antara KBI

Living Document
dengan KTI.
Kebijakan pembangunan yang justru telah memperlebar
kesenjangan antarwilayah, telah membawa implikasi berlapis, bukan
saja pada aspek demografis, tetapi juga pada aspek pembangunan
sektoral dan daerah. Berbagai program pembangunan pemerintah
tidak berjalan secara optimal, karena tidak ditopang oleh kebijakan
pemerataan investasi. Transmigrasi, pengentasan kemiskinan,
swasembada pangan, maritim, dan sistem transportasi nasional,
merupakan beberapa contoh yang tidak bisa berjalan secara optimal,
karena tidak didukung oleh keseimbangan pembangunan infrastruktur,
SDM, dan distribusi modal antara Jawa dan luar Jawa.
Selama ini pilihan strategi pembangunan yang mengedepankan
pertumbuhan ekonomi telah memberikan kemajuan di berbagai
bidang. Namun, pendekatan pembangunan yang terkonsentrasi di
wilayah maju atau Kawasan Barat Indonesia (Pulau Jawa, Sumatera)
dan bersifat ekstraktif terhadap sumberdaya tidak terbarukan
(non renewable) masih menyisakan disparitas atau ketimpangan
antardaerah. Kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi di masa
lalu juga telah merubah struktur ekonomi dan mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Di lain pihak perubahan
tersebut hanya terjadi pada tingkat nasional, sedangkan pada level
daerah, ternyata tidak semua daerah memperoleh manfaat dari strategi
tersebut.
Masalah mendasar ketimpangan ekonomi tersebut adalah karena
potensi ekonomi (SDA, SDM, aksesibilitas) yang tidak sama. Terdapat
beberapa wilayah yang tidak mempunyai kelimpahan SDA, tetapi
dilakukan intervensi (investasi, infrastrukur) dan didorong untuk
menjadi kawasan industri sebagai pusat pertumbuhan. Secara nyata
ketimpangan antarwilayah terjadi antara perdesaan dan perkotaan,
antara pulau Jawa dengan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia
dan Kawasan Timur Indonesia antara pusat pertumbuhan dan
kawasan perbatasan, antara wilayah pedalaman dan pesisir, termasuk
di dalamnya pulau-pulau kecil yang tersebar di berbagai wilayah.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 43
Lingkungan Strategis

Indikasi ketimpangan terlihat dari distribusi penduduk yang


tidak merata antarkawasan. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010,
menunjukkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 238.641.326
Living Document
jiwa, tetapi 57.5 % terkonsentrasi di Pulau Jawa yang luas wilayahnya
6,77 % dari luas wilayah Indonesia. Wilayah Papua dan Maluku yang
luasnya 25,9 % dari luas wilayah Indonesia hanya dihuni oleh 2.59 %
penduduk Indonesia.
Ditinjau dari sisi kesejahteraan, masih terjadi ketimpangan
antara daerah perkotaan dan perdesaan. Pada Maret 2013, jumlah
penduduk miskin Indonesia mencapai 28,07 juta jiwa (11,27 persen).
Dari jumlah tersebut penduduk miskin di daerah perdesaan sebanyak
17,74 juta jiwa (14,32 persen), sedangkan jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan adalah 10,33 juta jiwa (8,39 persen). Secara spasial
persentase pendududk miskin terbesar berada di Pulau Maluku dan
Papua, yaitu 23,97 persen, sementara penduduk miskin terendah
berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebanyak 0,92 juta orang.(6,37
persen). Sedangkan jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa sebanyak
15,36 juta orang.
Ketimpangan juga terlihat dari aktivitas ekonomi yang masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada triwulan III-
2013 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang
memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
sebesar 58,20 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar
23,75 persen, Pulau Kalimantan 8,45 persen, Pulau Sulawesi 4,87
persen, dan sisanya 4,73 persen di pulau-pulau lainnya. Di Pulau Jawa,
provinsi-provinsi yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
Produk Domestik Bruto adalah DKI Jakarta (16,58 persen), Jawa Timur
(15,02 persen), Jawa Barat (14,26 persen), dan Jawa Tengah (8,27
persen). Sedangkan di Pulau Sumatera tiga provinsi penyumbang PDB
terbesar adalah Riau (6,83 persen), Sumatera Utara (5,30 persen), dan
Sumatera Selatan (3,07 persen). Provinsi penyumbang PDB terbesar
di Pulau Kalimantan adalah Kalimantan Timur sebesar 5,33 persen,
sedangkan provinsi penyumbang terbesar di Pulau Sulawesi adalah
Sulawesi Selatan sebesar 2,52 persen.
Ketimpangan spasial juga terlihat di kawasan tertinggal dan
kawasan perbatasan. Kawasan atau daerah yang dikategorikan

44 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

tertinggal, sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia.


Permasalahan yang dihadapi daerah tertinggal antara lain: (1)
terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan daerah tertinggal

Living Document
dengan daerah maju; (2) kepadatan penduduk yang relatif rendah dan
kondisinya tersebar; serta (3) miskin sumberdaya alam dan manusia.
Oleh karena itu, perlu penanganan yang terintegrasi dari semua
sektor terkait dan pemerintah daerah untuk mengembangkan wilayah
tersebut.
Selain daerah tertinggal, beberapa wilayah di Indonesia juga
berbatasan langsung dengan negara tertangga. Di bagian utara,
wilayah Sumatera dan Kalimantan berbatasan dengan empat negara
yaitu Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Selain itu, wilayah
Sulawesi juga berbatasan dengan negara Filipina. Di bagian Timur,
wilayah Papua berbatasan dengan Negara Papua Nugini dan di
bagian selatan wilayah Nusa Tenggara berbatasan langsung dengan
Negara Timor Leste dan Australia. Permasalahan yang muncul di
beberapa wilayah perbatasan, khususnya di Kalimantan adalah
masih tertinggalnya pembangunan di wilayah perbatasan Indonesia
dibandingkan negara tetangga (Malaysia), serta pandangan tentang
daerah perbatasan sebagai halaman belakang sehingga bukan menjadi
prioritas pembangunan.
Salah satu kebijakan untuk mengurangi ketimpangan antarwilayah
adalah melalui upaya pengembangan ekonomi daerah, selain
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka
peningkatan daya saing ekonomi daerah, juga untuk memeratakan
pembangunan serta memperkecil ketimpangan pembangunan
antarwilayah Jawa-luar Jawa, antarprovinsi, antarkabupaten/kota, dan
juga antardesa-kota secara berkeadilan melalui peningkatan daya saing
daerah. Melalui pembangunan secara terpadu dalam satu wilayah,
proses pembangunan daerah yang digerakkan oleh pengembangan
ekonomi daerah umumnya diawali dengan pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan, baik yang bersifat lokal, kemudian berkembang ke skala
regional maupun nasional dan internasional, melalui tahapan-tahapan
yang dimulai dengan pusat pertumbuhan lokal, pengembangan klaster
komoditas industri sampai akhirnya terjadi proses aglomerasi di
satu wilayah, yang selanjutnya memberikan efek pengganda bagi

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 45
Lingkungan Strategis

perkembangan daerah sekitarnya. Sebagai bagian dari tahapan


pengembangan tersebut, beberapa upaya pengembangan pusat-
pusat pertumbuhan wilayah lokal dalam kerangka pengembangan
Living Document
keterkaitan desa-kota telah dilakukan, baik dengan membangun pusat
pertumbuhan lokal yang baru maupun dengan mengembangkan pusat
pertumbuhan lokal yang telah ada, melalui pengembangan kawasan
agropolitan dan minapolitan, kawasan sentra produksi, kawasan
industri berbasis kompetensi inti industri daerah, dan juga dilakukan
melalui pengembangan kawasan transmigrasi dengan skema Kota
Terpadu Mandiri.

4. Ketahanan Pangan
Saat ini, Indonesia tengah mengalami ketahanan pangan yang
rapuh, ditandai salah satunya oleh keharusan untuk mengimpor beras
dan kedele dalam jumlah besar. Pada tahun 2010 jumlah penduduk
Indonesia sudah mencapai 235 juta jiwa dan akan terus bertambah dari
tahun ke tahun. Penduduk yang besar ini akan membawa implikasi
terutama dalam penyediaan pangan disamping permasalahan
pendidikan dan lapangan pekerjaan. Karena pangan adalah kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan setiap hari, maka pangan merupakan
komoditas strategis. Isu politis dapat muncul karena adanya
kelangkaan dan naiknya harga pangan, khususnya komoditas beras.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan demi menjaga ketersediaan
beras dalam negeri, maka jalan pintas yang diambil pemerintah adalah
membuka kran impor beras.
Ironis, bila dikaitkan dengan Indonesia sebagai negara agraris,
namun untuk komoditas ubi kayu saja masih harus didatangkan
dari negara luar walau ubi kayu bukan merupakan makanan pokok
masyarakat Indonesia pada umumnya. Data memperlihatkan bahwa
hingga bulan April 2012, Indonesia telah mengimpor beras sebanyak
834 ribu ton dengan nilai seluruhnya sebesar US$ 456 juta atau Rp 4,24
triliun. Pada bulan April, di mana tengah panen raya di Indonesia, terjadi
impor beras sebesar 63 ribu ton dengan nilai US$ 35 juta (Hida.R.E,
2012). Tingginya nilai impor beras Indonesia karena permintaan yang
tidak seimbang dengan hasil produksi beras nasional. Bila kran import
tidak dibatasi atau bahkan ditutup dan program diversifikasi pangan
tidak berjalan, maka diprediksikan Indonesia akan kekurangan pangan.

46 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Data tersebut di atas memperlihatkan betapa sangat tergantungnya


Indonesia terhadap impor komoditas pertanian terutama beras. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor pangan

Living Document
adalah melakukan diversifikasi pangan secara konsisten dengan
pangan lokal sumber karbohidrat. Beberapa kebijakan yang telah
dikeluarkan harus sudah saatnya dijalankan sesuai sasaran yang
hendak dicapai, seperti Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal. Dalam Perpres ini telah ditindaklanjuti dengan
terbitnya Peraturan Gubernur di 22 provinsi dan Peraturan Bupati/
Walikota di 30 daerah (Kompas, 2011). Walau program diversifikasi
pangan sampai sekarang terus dipromosikan oleh pemerintah, namun
belum memberikan efek yang berarti bagi masyarakat Indonesia.
Di tengah kesulitan untuk meningkatkan produksi pangan,
terutama beras, justru terjadi alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian yang terus terjadi, diantaranya untuk kawasan industri,
perumahan dan lain-lain. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan
mengingat kebutuhan pangan Indonesia terutama beras terus
meningkat. Disisi lain, produksi pangan juga menghadapi tantangan
seperti adanya perubahan iklim global.
Saragih 2009, mengatakan bahwa penduduk Indonesia pada
tahun 2035 diperkirakan akan bertambah menjadi 2 kali lipat dari
jumlahnya sekarang, atau menjadi kurang lebih 400 juta jiwa. Dengan
meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, terjadi pula
peningkatan konsumsi/kapita untuk berbagai pangan. Akibatnya,
dalam waktu 35 tahun yang akan datang Indonesia memerlukan
tambahan ketersediaan pangan yang lebih dari 2 kali jumlah
kebutuhan saat ini. Produksi beras pada tahun 2010 adalah 32,65
juta ton, sementara kebutuhan beras pada tahun 2010 sebesar 36,77
juta ton, sehingga terjadi defisit sekitar 4,12 juta ton beras. Demikian
pula untuk tahun 2015 dan 2020 diprediksi terjadi kekurangan beras
sebanyak 5,8 juta ton pada tahun 2015, dan meningkat menjadi 7,49
juta ton pada tahun 2020.
Adanya alih fungsi lahan sawah terutama di Jawa yang tidak
terkendali, dapat menyebabkan ancaman terhadap stabilitas ketahanan
pangan nasional. Dalam periode 1981-1999 konversi lahan sawah

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 47
Lingkungan Strategis

nasional mencapai 1.628 ribu ha, dimana sekitar 61,6% terjadi di Jawa.
Sebagian besar lahan sawah yang terkonversi tersebut pada mulanya
beririgasi teknis atau setengah teknis dengan produktivitas tinggi.
Living Document
Bahkan jika dilihat pada 3 tahun terakhir atau periode 1999-2002
menunjukkan peningkatan konversi lahan sawah rata-rata sekitar
187.720 ha/tahun (Saragih, 2009). Perhatian Pemerintah terhadap
hal ini diwujudkan dengan menetapkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan.
Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan
ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah
memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Hal ini
diwujudkan dengan bekerjanya sub sistem ketersediaan, sub sistem
distribusi dan sub sistem konsumsi. Penganekaragaman pangan
merupakan suatu hal yang harus ditingkatkan sejalan dengan teknologi
pengolahan, yang bertujuan menciptakan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.
Pada Pasal 1 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan
bahwa definisi pangan adalah “segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan dan air baik yang diolah yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia”.
Banyak definisi tentang ketahanan pangan, namun yang sering
diacu: Pertama, Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 yaitu,
kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Kedua, USAID
(United states Agency for International Development), 1992: Kondisi
ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan
ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup
sehat dan produktif. Ketiga, FAO (Food and Agriculture Organization),
1997, ketahanan pangan adalah situasi dimana semua rumah tangga
mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh
pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak
beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.

48 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Perbedaan mendasar dari tiga definisi ketahanan pangan tersebut


yaitu pada UU No 7 Tahun 1996 menekankan pada ketersediaan, rumah
tangga dan kualitas (mutu) pangan, sedangkan pada definisi USAID
menekankan pada konsumsi, individu dan kualitas hidup. Menurut

Living Document
FAO konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai,
stabilitas dan akses terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari
ketahanan pangan dengan demikian adalah daya beli atau pendapatan
yang memadai untuk memenuhi biaya hidup.
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan
UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ada 4 komponen yang
harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: (1)
Kecukupan ketersediaan pangan; (2) Stabilitas ketersediaan pangan
tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun; (3)
Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan; dan (4) Kualitas/
keamanan pangan.
Tidak hanya aspek jumlah yang perlu diperhatikan, namun
aspek lain seperti mutu pangan, kontinyuitas ketersediaan dan
keterjangkauannya juga diperhatikan. Dilihat dari sisi kualitas,
kontinyuitas dan keterjangkauannya (aspek harga) ini berarti bahwa
konsepsi ketahanan pangan mengandung isi keadilan. Amanat yang
terkandung dalam pengertian tesebut adalah pangan yang baik
harus tersedia secara berkesinambungan hingga ke segenap lapisan
masyarakat. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri
atas sub sistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi.
Hasil akhir dari sistem tersebut adalah stabilitas antara pasokan
pangan, distribusi dan kemudahan akses masyarakat terhadap pangan
serta pemanfaatan pangan termasuk di dalamnya pengaturan menu
dan distribusi pangan dalam keluarga. Indikator dari kebaikan sistem
ketahanan pangan tercermin dalam status gizi masyarakat dengan
indikator utama adalah status gizi anak balita. Indikator ini dipilih
karena anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan
dan paling cepat terkena dampak dari buruknya sistem ketahanan
pangan di suatu daerah.

5. Ketersediaan Energi
Kondisi keenergian Indonesia saat ini masih memiliki banyak
tantangan. Besarnya ketergantungan energi Indonesia terhadap

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 49
Lingkungan Strategis

minyak bumi dan rendahnya pemanfaatan energi terbarukan bila


dibandingkan dengan potensi yang dimiliki masih menjadi tantangan
tersendiri di sektor energi. Lebih kurang 80 % kebutuhan energi
Living Document
di Indonesia dipenuhi oleh minyak bumi. Permintaan energi
diproyeksikan akan terus meningkat, seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, perubahan gaya hidup
(life style) maupun peningkatan standar kesejahteraan sosial. Studi
Comprehensive Assessment of Diferent Energy Source for Electricity
Demand atau CADES (2000), memproyeksikan bahwa permintaan
energi akan mengalami pertumbuhan, dimulai sekitar 4.028 Peta Joule
pada tahun 2000, dan mencapai angka sekitar 8.200 Peta Joule pada
tahun 2025.
Pertumbuhan yang substansial dalam permintaan energi nasional
ini tentu akan menjadi tantangan besar bagi sektor pemasok energi
Indonesia. Sementara itu, tidak dapat dihindarkan bahwa sumber
energi ini semakin langka dan mahal harganya. Ketergantungan
tersebut memunculkan masalah-masalah peningkatan kelangkaan
ketersediaan sumber energi fosil, ketimpangan distribusi lokasi
cadangan energi fosil, harga minyak bumi yang fluktuatif-spekulatif
tapi cenderung naik, potensi konflik berlatar belakang energi fosil,
dan masalah lingkungan akibat konsumsi energi fosil. Dalam masalah
lingkungan saja tercakup di dalamnya fenomena pemanasan global
yang memunculkan sangat banyak masalah serius.
Meskipun demikian, Indonesia adalah negara yang termasuk
sebagai negara yang kaya energi, baik energi tak terbarukan maupun
yang terbarukan. Energi tak terbarukan selama ini dimanfaatkan
secara berlebihan, sedangkan energi alternatif belum dikelola dan
dimanfaatkan secara baik. Penggunaan energi yang tak terbarukan akan
menimbulkan permasalahan: pertama, energi primer produksi minyak
sedang menurun, sementara produksi gas memiliki harapan untuk
ditingkatkan. Kedua, energi non migas perlu dilakukan diversifikasi
mengingat cadangan minyak Indonesia hanya 0,3 persen dan cadangan
gas hanya 1,7 persen dari cadangan dunia; Oleh karena itu, harus
ditingkatkan peran sumber panas bumi karena Indonesia memiliki 50
persen dari cadangan dunia. Selain itu, juga sumber energi matahari
yang berlimpah 12 jam sehari, batubara, biofuel yang diperoleh dari

50 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

tanaman yang tumbuh subur di Indonesia. Ketiga, pengelolaan energi


mineral masih dapat ditingkatkan untuk mendapatkan devisa negara
yang lebih tinggi dengan cara ekstraksi sehingga biji yang berkualitas
tinggi yang dikirim ke pasar. Ke empat, listrik yang sangat dibutuhkan

Living Document
oleh masyarakat, akan diusahakan agar elektrifikasinya ditingkatkan
(ketersediaan listrik sampai ke desa-desa, maupun di daerah terpencil).
Pengembangan sumber energi alternatif sebagai usaha untuk
membatasi konsumsi sumber energi tak terbarukan seperti minyak
bumi dan batubara, serta yang paling penting, mengurangi pencemaran
lingkungan dan efek negatif pada sumber daya alam seperti air,
udara, hutan, dan lain-lain. Keuntungan lain dengan meningkatkan
penggunaan sumber energi alternatif akan menciptakan lapangan
kerja baru sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Potensi energi alternatif yang dapat dimanfaatkan di Indonesia
iantara lain:
(a) Tenaga Nuklir; dari hasil survei yang dilakukan pada tahun 2007
menunjukkan, sekitar 14% pasokan listrik dunia dipenuhi oleh
pembangkit listrik tenaga nuklir.
(b) Energi Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui
proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh
biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi,
limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan kotoran ternak. Selain
digunakan untuk bahan primer pembuatan serat, bahan pangan,
pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya,
biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar).
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan,
antara lain merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui
(renewable) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara
berkesinambungan (suistainable).
(c) Gas Alam; yang sekarang ini telah menjadi sumber energi alternatif
yang banyak digunakan masyarakat dunia untuk berbagai
keperluan, baik untuk perumahan, komersial maupun industri.
Dari tahun ke tahun penggunaan gas alam selalu meningkat. Hal ini
karena banyaknya keuntungan yang didapat dari penggunaan gas
alam dibanding dengan sumber energi lain. Energi yang dihasilkan

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 51
Lingkungan Strategis

gas alam lebih efisien. Tidak seperti halnya minyak bumi dan batu
bara, penggunaannya jauh lebih bersih dan sangat ramah lingkungan
sehingga tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Selain
Living Document
itu, gas alam juga mempunyai beberapa keunggulan lain, seperti
tidak berwarna, tidak berbau, tidak korosif, dan tidak beracun.
(d) Panas bumi; adalah sumber energi alternatif yang ekonomis, dapat
diandalkan dan ramah lingkungan. Panas bumi juga merupakan
sumber energi yang dapat diperbarui sehingga bebas dari isu
kelangkaan. Panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas
yang tersimpan di dalam Bumi. Energi panas bumi ini berasal
dari aktivitas tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet
ini diciptakan. Panas ini juga berasal dari panas matahari yang
diserap oleh permukaan bumi. Energi ini telah dipergunakan
untuk memanaskan (ruangan ketika musim dingin atau air)
sejak peradaban Romawi, namun sekarang lebih populer untuk
menghasilkan energi listrik. Sekitar 10 Gigawatt pembangkit listrik
tenaga panas bumi telah dipasang di seluruh dunia pada tahun
2007, dan menyumbang 0,3% total energi listrik dunia.
(e) Tenaga air atau hydropower; adalah energi yang diperoleh dari air
yang mengalir. Pada dasarnya, air di seluruh permukaan bumi ini
bergerak atau mengalir. Tenaga air yang memanfaatkan gerakan
air biasanya didapat dari sungai yang dibendung. Pada bagian
bawah bendungan tersebut terdapat lubang-lubang saluran air.
Pada lubang-lubang itu terdapat turbin yang berfungsi mengubah
energi kinetik dari gerakan air menjadi energi mekanik yang dapat
menggerakan generator listrik. Energi listrik yang berasal dari
energi kinetik air disebut hydroelectric. Energi ini menyumbang
sekitar 715 ribu MW atau sekitar 19% kebutuhan listrik dunia.
Bahkan di Kanada, 61% dari kebutuhan listrik negara berasal dari
hydroelectric. Tenaga air juga merupakan sumber energi terbarukan
sekaligus ramah lingkungan karena tidak menghasilkan limbah.
(f) Sumber energi tenaga angin; Angin juga dapat diolah menjadi
sumber energi alternatif. Melalui penggunaan baling-baling atau
kincir, tenaga angin disalurkan ke dalam turbin dan diolah menjadi
listrik. Kebanyakan tenaga angin moderen dihasilkan dalam bentuk
listrik dengan mengubah rotasi dari pisau turbin menjadi arus

52 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

listrik dengan menggunakan generator listrik. Pada kincir angin,


energi angin digunakan untuk memutar peralatan mekanik untuk
melakukan kerja fisik, seperti menggiling gandum atau memompa

Living Document
air. Tenaga angin digunakan dalam ladang angin skala besar untuk
penghasilan listrik nasional dan juga dalam turbin individu kecil
untuk menyediakan listrik di lokasi yang terisolir. Tenaga angin
banyak jumlahnya, tidak habis-habis, tersebar luas, bersih, dan
merendahkan efek rumah kaca. Pada tahun 2005, terdapat ribuan
turbin angin yang beroperasi dengan kapasitas total 58.982 MW,
yang 69% di antaranya berada di Eropa. Jerman merupakan
produsen terbesar tenaga angin dengan 32% dari total kapasitas
dunia pada 2005.
(g) Tenaga Matahari atau tenaga surya adalah energi yang didapat
dengan mengubah panas matahari melalui peralatan tertentu
menjadi sumber pembangkit daya. Tenaga matahari kini umum
digunakan sebagai pembangkit listrik dalam bentuk pembangkit
listrik tenaga surya (PLTS) adalah pembangkit listrik yang mengubah
energi matahari menjadi energi listrik. Pembangkitan listrik bisa
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung menggunakan
photovoltaic dan secara tidak langsung dengan pemusatan energi
matahari. Photovoltaic mengubah secara langsung energi cahaya
menjadi listrik menggunakan efek fotoelektrik. Sedangkan
pemusatan energi matahari menggunakan sistem lensa atau cermin
dikombinasikan dengan sistem pelacak untuk memfokuskan energi
matahari ke satu titik untuk menggerakkan mesin kalor.
(h) Energi gelombang laut adalah energi yang dihasilkan dari pergerakan
gelombang laut menuju daratan dan sebaliknya. Beberapa negara
di dunia, seperti Jerman dan Jepang, sudah memanfaatkan energi
tersebut untuk menghasilkan listrik dan mendistribusikannya ke
rumah-rumah. Pemanfaatan energi gelombang laut juga ramah
lingkungan, tidak seperti BBM yang menimbulkan polusi udara.
Namun, memang tidak dipungkiri bahwa pengadaan alat untuk
merealisasikan pembangkit listrik tenaga gelombang laut mahal
dan sangat sulit perawatannya. Selain itu, masalah lain dalam
memperluas penggunaan pemanfaatan energi ini adalah dampak
negatif yang akan terjadi pada lingkungan laut. Pembangkit

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 53
Lingkungan Strategis

listrik dari gelombang laut juga berpotensi mengganggu usaha


penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan.
(i) Energi Pasang Surut atau tidal energy adalah energi yang dihasilkan
Living Document
dari pergerakan air laut akibat perbedaan pasang surut. Energi
pasang surut merupakan energi yang terbarukan. Prinsip kerjanya
sama dengan pembangkit listrik tenaga air, yang memanfaatkan air
untuk memutar turbin dan menghasilkan energi listrik.
(j) Energi panas laut sebagai ide pemanfaatan energi dari laut yang
terakhir bersumber dari adanya perbedaan temperatur di dalam
laut. Perbedaan temperatur tersebut dapat dimanfaatkan untuk
pembangkit listrik. Pemanfaatan sumber energi jenis ini disebut
dengan konversi energi panas laut atau Ocean Themal Energy
Conversion (OTEC). OTEC mempunyai kelebihan seperti tidak
menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya, tidak
membutuhkan bahan bakar, biaya operasi rendah, produksi listrik
stabil, serta dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya, yakni
menghasilkan air pendingin, produksi air minum, suplai air untuk
aquaculture, ekstraksi mineral, dan produksi hidrogen secara
elektrolisis. Namun, OTEC juga memiliki kekurangan seperti
belum adanya analisis mengenai dampaknya terhadap lingkungan,
efisiensi total masih rendah (hanya 1 - 3%), dan biaya pembangunan
yang sangat mahal.
6. Ketenagakerjaan, Kemiskinan dan Pengangguran
Indonesia saat ini masih dihadapkan pada persoalan kemiskinan,
terlihat dari masih begitu besarnya jumlah penduduk miskin.
Pencermatan terhadap data kemiskinan menunjukkan bahwa jumlah
penduduk miskin di Indonesia mengalami fluktuasi. Menurut Badan
Pusat Statistik (2013), jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun
2012 tercatat 28,59 juta atau (11.66%) dari total penduduk Indonesia.
Jumlah ini mengalami penurunan 4,92% dari sebelumnya mencapai
16,58% pada tahun 2007. Walaupun demikian, jumlah ini masih relatif
tinggi dibandingkan dengan target Millennium Development Goals
(MDGs) sebesar 7,5% pada tahun 2015.
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebanyak 10,33
juta orang sedangkan di pedesaan sebesar 17,74 juta orang. Sementara
itu, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2013 mencapai

54 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

121,2 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja mencapai 114,0 juta
orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,92 persen,
jumlah ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia
tinggi.

Living Document
Bagi Pemerintah, persoalan kemiskinan tidak semata-mata
persoalan politis dan gengsi negara di percaturan internasional, tetapi
menyangkut tanggung jawab negara terhadap pemenuhan hak setiap
warga negara untuk hidup secara layak, sejahtera dan terbebas dari
masalah kemiskian. Pasal 39 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup
tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Undang
Undang No 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin menyebutkan bahwa
fakir miskin berhak untuk memperoleh derajad kehidupan yang layak.
Oleh sebab itu, program penanggulangan kemiskinan menjadi stategis
untuk selalu dikaji dan disempurnakan mekanismenya.
Berbagai upaya pembangunan nasional hingga saat ini masih
belum sepenuhnya mampu mengangkat dan memecahkan masalah
kemiskinan. Model-model aksi nasional pengentasan kemiskinan
selama masa dan pasca reformasi, masih belum sepenuhnya efektif
mengangkat golongan miskin baik di perdesaan maupun perkotaan.
Pemecahan dan penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan
sentralistik, seragam dan berskala nasional hasilnya masih belum
optimal. Berbagai proyek pengentasan kemiskinan belum mampu
mengurangi jumlah angka kemiskinan, sehingga jumlah orang miskin
tidak pernah berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan
sebagai masalah nasional tidak dapat hanya diselesaikan oleh
pemerintah melalui berbagai kebijaksanaan pembangunan, tetapi
juga harus menjadi tanggung jawab bersama bagi semua pelaku
pembangunan.
Program penanggulangan kemiskinan secara yuridis diatur dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Program penanggulangan
kemiskinan dilakukan melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Agenda pemerintah
untuk menyejahterakan rakyat dengan menurunkan penduduk miskin

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 55
Lingkungan Strategis

menjadi 7.5% sesuai target MDGs serta memenuhi hak-hak dasar rakyat
seperti memperoleh pekerjaan dan perumahan yang layak, pelayanan
pendidikan dan kesehatan yang memadai, serta pangan yang cukup
Living Document
memerlukan penanganan terintegrasi dari berbagai sektor.

7. Perluasan Kesempatan Kerja


Salah satu masalah kependudukan di negara berkembang adalah
peningkatan jumlah penduduk yang besar dan kualitas rendah,
sehingga berakibat pada tingginya jumlah tenaga kerja yang menjadi
penganggur. Jumlah penduduk Indonesia yang besar, juga berakibat
pada proporsi penduduk kelompok usia produktif relatif lebih tinggi
dibandingkan usia non produktif. Persoalan ini semakin rumit tatkala
peningkatan jumlah penduduk produktif, tidak diimbangi dengan
ketersediaan kesempatan kerja dan peluang usaha yang memadai,
sehingga berdampak pada timbulnya akumulasi pengangguran dari
waktu ke waktu yang cenderung terus meningkat.
Pengangguran dan kesempatan kerja merupakan dua aspek
ketenagakerjaan yang sangat erat. Pengangguran dan kesempatan
kerja ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Banyak
penduduk yang menjadi penganggur di satu sisi akibat kesempatan
kerja terbatas, dan di sisi lain penduduk yang menganggur tidak mampu
menciptakan kesempata kerja, sehingga mengakibatkan pengangguran
terus meningkat. Banyaknya penduduk yang menganggur antara lain
karena rendahnya kualitas sumberdaya manusia bersangkutan, atau
karena kesempatan kerja yang tersedia tidak sesuai dengan keahlian/
keterampilan yang dibutuhkan. Salah satu upaya untuk mengatasi
pengangguran adalah menciptakan kesempatan kerja melalui
transmigrasi.
Transmigrasi merupakan salah satu pendekatan pembangunan
yang memiliki kontribusi bagi upaya pemerintah untuk memperluas
kesempatan kerja. Upaya perluasan kesempatan kerja ini merupakan
salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang 1945, Pasal (2) yang menyatakan,
bahwa memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak merupakan
hak setiap warga Negara Indoensia yang dijamin oleh Undang-Undang.

56 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Kesempatan kerja yang tercipta dalam pembangunan transmigrasi


sangatlah luas, mulai dari kesempatan kerja pada kegiatan persiapan
permukiman hingga pasca penempatan, baik yang bersifat temporer

Living Document
maupun permanen. Pekerjaaan temporer umumnya tercipta selama
tahap pembangunan fisik permukiman transmigrasi, sedangkan
pekerjaan yang bersifat permanen tercipta setelah pembangunan fisik
permukiman selesai, dan dilanjutkan dengan kegiatan penempatan
serta pengembangan usaha pokok transmigran.
Berdasarkan sifatnya, pembangunan transmigrasi dapat
menciptakan kesempatan kerja secara langsung (direct employment)
maupun tidak langsung (indirect employment). Pertama, kesempatan
kerja yang tercipta secara langsung; Kesempatan kerja seperti ini
tercipta, baik pada masa pembangunan fisik permukiman maupun
pada masa penempatan dan pengembangan usaha pokok transmigran.
(1) Pada masa pembangunan fisik permukiman, pekerjaan utama yang
tercipta adalah penyiapan lahan, dilanjutkan dengan pembangunan
prasarana dan sarana permukiman. Kesempatan kerja yang tercipta
dalam kegiatan penyiapan lahan meliputi pembukaan lahan (tebas,
tebang, potong, pilah, kumpul, bersih). Sedangkan kesempatan kerja
yang tercipta dalam pembangunan prasarana dan sarana permukiman
meliputi pembangunan jalan, jembatan, gorong-gorong, saluran
drainase dan dermaga (untuk lahan basah). Disamping itu, kesempatan
kerja yang tercipta dalam pembangunan permukiman meliputi
pembangunan rumah transmigran dan jamban keluarga (RTJK),
sarana air bersih (SAB), dan fasilitas umum (kantor permukiman,
balai desa, rumah ibadah, gudang, pustu, rumah kepala unit dan
rumah petugas). (2) Pada masa penempatan dan pengembangan
usaha pokok, pekerjaan utama yang tercipta secara permanen adalah
pengembangan usaha sesuai dengan komoditas unggulan setempat.
Jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan meliputi pengembangan usaha
tani dan kegiatan pendukungnya (non usaha tani), seperti usaha
industri, jasa, dan perdagangan yang terkait dengan komoditas
unggulan yang dikembangkan. Tenaga kerja yang terlibat biasanya
adalah transmigran dan keluarganya.
Kedua, kesempatan kerja yang tercipta secara tidak langsung;
Kesempatan kerja ini tercipta karena adanya dampak pekerjaan utama

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 57
Lingkungan Strategis

yang sering disebut sebagai efek pengganda (multiplier effect), baik pada
masa pembangunan permukiman, maupun pada masa pengembangan
usaha pokok. (1) Pada Masa Pembangunan Permukiman; kesempatan
Living Document
kerja yang tercipta secara tidak langsung adalah pemasok bahan
bangunan, industri kayu, batu bata, batako, genteng, jasa transportasi,
dan pekerjaan pada usaha efek konsumsi; (2) Pada Pengembangan
Usaha Pokok; kesempatan kerja yang tercipta secara tidak langsung
meliputi pekerjaan pada usaha penunjang usaha pokok, baik di
bagian hulu maupun hilir (backward and forward linkages), termasuk
kesempatan kerja karena efek konsumsi dan usaha tambahan
transmigran, seperti usaha warung yang melayani pekerja bangunan,
usaha warung kelontong dan usaha dagang kebutuhan sehari-hari.
Pada umumnya, tenaga kerja yang terlibat adalah penduduk yang
berada di sekitar permukiman transmigrasi dan pendatang dari luar
daerah (termasuk transmigran swakarsa). Dengan demikian, melalui
program transmigrasi diharapkan mampu memberikan kontribusi
nyata bagi penanggulangan kemiskinan dan pengangguran melalui
penciptaan kesempatan kerja baru, utamanya di sektor usaha primer.

8. Otonomi Daerah
Tidak sedikit wacana yang berkembang yang membahas mengenai
masalah yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan
otonomi daerah dan permasalahannya secara umum adalah terkait
dengan kelemahan dan kekurangan yang masih terdapat dalam regulasi
yang mengatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Undang-
undang tentang pemerintahan daerah hingga saat ini telah mengalami
perubahan hingga beberapa kali dan rencananya masih akan dilakukan
perubahan.
Perubahan regulasi yang terlalu sering dilakukan tersebut
merupakan salah satu indikasi bahwa konsepsi otonomi daerah yang
dilaksanakan bukan hanya sedang mengikuti perkembangan yang
terjadi di masyarakat, melainkan pada dasarnya memang belum
komprehensif dan masih mencari bentuk yang paling tepat. Faktanya
saat ini kita masih membahas persoalan mekanisme pemilihan
Gubernur yang rencananya akan dikembalikan dari pemilihan langsung
menjadi pemilihan tidak langsung atau melalui lembaga perwakilan

58 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

rakyat daerah. Artinya regulasi yang telah ditetapkan melalui undang-


undang pemerintahan daerah akan diubah kembali ke bentuk semula.
Daerah juga hingga saat ini dianggap belum siap dalam

Living Document
melaksanakan otonomi daerah. Salah satu indikasinya adalah lemahnya
kemampuan daerah dalam menyusun peraturan daerah yang sesuai
dengan ketentuan. Sejumlah peraturan daerah telah dianulir oleh
Kementerian Dalam Negeri karena dianggap tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan berpotensi menghambat laju pertumbuhan
ekonomi daerah.
Beberapa hal terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah dan
permasalahannya di daerah, antara lain: lemahnya pemahaman
pemerintah daerah terhadap konsepsi otonomi daerah, dan minimnya
sumber daya manusia yang memadai. Beberapa permasalahan tersebut
telah menjadi wacana yang tidak boleh dipandang sebelah mata dan
harus segera diselesaikan.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah merebaknya kasus
korupsi di daerah. Masyarakat luas bisa melihat sendiri melalui media
massa sejumlah Kepala Daerah dan pejabatnya yang menjadi tersangka
kasus korupsi. Wacana ini sebenarnya telah menjadi issu sejumlah
kalangan aktivis pada masa awal pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia.

9. Iklim Investasi
Secara lebih spesifik berdasarkan UU Nomor 25/2007 bahwa
investasi adalah semua kegiatan usaha yang menanamkan modalnya
di Indonesia. Persoalan investasi yang dihadapi Indonesia adalah
banyaknya keluhan dari kalangan dunia usaha tentang sejumlah
hambatan investasi (iklim investasi), baik yang terkait dengan
persoalan kepastian hukum, keterbatasan infrastruktur, keamanan
berinvestasi, dan lain-lain yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.
Untuk meningkatkan aliran investasi, baik yang terkait dengan
Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN), pada saat ini Pemerintah telah dan sedang mengevaluasi
13.520 Peraturan Daerah, serta membatalkan 824 Peraturan Daerah
dalam kerangka menyeimbangkan kecepatan dan kemudahan

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 59
Lingkungan Strategis

perijinan yang dipandang menghambat investasi22 . Sebagai contoh,


jika pada masa lalu penerbitan ijin usaha membutuhkan waktu
sekitar 60 hari, maka pada saat ini proses perijinan diharapkan dapat
Living Document
dipercepat menjadi 17 hari. Demikian pula, dalam upaya penegakan
hukum, sangat penting dilakukan untuk meningkatkan rasa aman
dan stabilitas dalam berinvestasi. Keluhan dari dunia usaha sangat
mungkin terjadi berdasarkan pengalaman dalam upaya menanamkan
modalnya di Indonesia. Penjelasan sederhana adalah sebagai berikut:
“Para investor akan berinvestasi di suatu daerah yang paling
kecil resikonya dalam berbagai dimensi (seperti keamanan dan
kenyamanan) serta daerah yang aksesibilitasnya paling tinggi dan
infrastrukturnya paling bagus”23 . Pilihan tempat untuk berinvestasi
dalam konteks internasional selalu dikaitkan dengan berbagai indikator
seperti yang dilaporkan oleh Global Economic Forum (2013) dalam the
Global Competitiveness Report 2012-2013, kita berada pada peringkat
50, sebelumnya 44 (2010-2011), 54 (2009-2010), dan 55 (2008-2009).
Demikian pula halnya, seperti indikator the Ease of Doing Business
yang dibuat oleh International Finance Corporation (IFC)/World Bank
(2013), memposisikan Indonesia pada peringkat 128 (2012), naik dari
129 (2011). Secara umum dapat dikatakan bahwa di kalangan ASEAN,
Indonesia selalu berada di kelompok menengah baik untuk daya saing
maupun kemudahan berinvestasi.
Dengan penjelasan tersebut, tentunya akal sehat akan memutuskan
bahwa kalaupun para investor akan menanamkan modalnya di
Indonesia, Jawa tetap menjadi pilihan bagi sebagian besar investor.
Pilihan para investor ini terbukti dari seri publikasi BKPM dari tahun
ke tahun bahwa nilai rencana dan realisasi investasi selalu didominasi
oleh kawasan Jawa dan lebih khusus lagi Jabodetabek.
Untuk memperbaiki iklim investasi, selain dengan membenahi
sistem perijinan dan regulasi yang telah diterbitkan, juga dapat dilakukan
dengan pembangunan infrastruktur dasar wilayah, yang mencakup
pembangunan dan pengembangan prasarana jalan, kelistrikan,
telekomunikasi, dan sarana air bersih. Karena hal ini, jika dipersiapkan

22
Kemendagri, 2011
23
Mergonoto, Soedomo. Industrialisasi Indonesia Timur: Dari Perspektif Dunia Usaha
(2013)

60 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

dengan baik dapat menarik investor untuk mengembangkan usaha


di suatu daerah dengan mempertimbangkan potensi dan peluang
investasi yang terbentang luas di Indonesia. Ketersediaan dan kualitas

Living Document
infrastruktur dasar wilayah merupakan syarat keharusan (necessary
condition) yang perlu mendapat dukungan dari berbagai kalangan,
termasuk dunia usaha nasional dalam mengakselerasi pembangunan
untuk menjamin keberlanjutan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan penciptaan
lapangan usaha baru. Namun demikian, tantangan terberat dalam
pembangunan infrastruktur dewasa ini adalah kebutuhan infrastruktur
yang amat tinggi, sementara anggaran yang tersedia dalam APBN
relatif terbatas. Pada tahun 2013, kebutuhan transfer dana ke daerah
berjumlah lebih dari Rp 500 triliun, sehingga Pemerintah mengundang
BUMN dan swasta untuk bekerja sama dengan Pemerintah guna
mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur. Jika hal
ini tidak dilakukan, maka ekonomi Indonesia yang dewasa ini tumbuh
rata-rata 6 persen, dengan peluang investasi yang amat besar tidak
akan mencapai hasil yang lebih tinggi.
Untuk mendorong pengembangan usaha ekonomi di kawasan
transmigrasi, perlu didukung oleh adanya investasi sebagai pemicu
dalam menumbuh-kembangkan perekonomian kawasan, sehingga
kapasitas usaha dari waktu ke waktu semakin meningkat. Investasi
di kawasan transmigrasi secara umum terbagi menjadi dua kategori,
yaitu investasi berbasis lahan dan investasi berbasis non lahan.
Pertama, investasi berbasis lahan, dalam hal ini pelaksanaannya telah
diakomodasikan melalui berbagai peraturan, antara lain: (a) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep.216/Men/2003
tentang Tata Cara Kemitraan Badan Usaha dengan Transmigran Dalam
Pelaksanaan Transmigrasi; (b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No: PER.03/MEN/III/2008 tentang Peranserta Badan
Usaha Dalam Pelaksanaan Transmigrasi, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri No: Per.12/Men/2009 yang menitikberatkan
pada regulasi tentang Pemberian Izin Kemitraan; (c) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No:Kep.214/Men/V/2007
tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pengembangan KTM
di Kawasan Transmigrasi; serta (d) Berbagai Peraturan Daerah

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 61
Lingkungan Strategis

yang terkait dengan investasi. Kedua, investasi berbasis non lahan,


sampai saat ini tampaknya belum diakomodasikan dalam peraturan
perundangan-undangan, padahal dalam pemberdayaan masyarakat
Living Document
transmigran banyak sekali kerjasama-kerjasama yang dilakukan antara
petani dengan perusahaan, baik antara kelompok tani (Gapoktan)
dengan badan usaha (swasta/BUMD), atau kerjasama antara
koperasi transmigran dengan badan usaha (swasta/ BUMD), bahkan
kerjasama antar individu dengan swasta. Keadaan seperti ini tentunya
akan menjadi persoalan apabila tidak diatur secara jelas, terutama
menyangkut pengaturan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
terlibat dalam kerjasama kemitraan. Dengan demikian dalam konteks
ini pemerintah perlu menyusun regulasi tentang kerjasama kemitraan
usaha berbasis non lahan.
Sebagai contoh, ada kerjasama antara Badan Usaha Swasta
dengan transmigran di beberapa kawasan transmigrasi untuk
mengembangkan komoditas tertentu. Ternyata Badan Usaha (Swasta/
BUMD) tidak selalu menjadi faktor penyebab yang merugikan
transmigran, tetapi adakalanya Badan Usaha tersebut justru merasa
dirugikan oleh kebijakan pemerintah yang memberi bantuan cuma-
cuma (charity) secara sporadis kepada transmigran. Bantuan tersebut
diberikan melalui dinas-dinas terkait, yang dampaknya petani menjadi
kurang serius dalam mengembangkan budidaya tanaman karena
dimanjakan oleh bantuan. Implikasi dari adanya bantuan charity
yang dilakukan secara berlebihan menyebabkan kesulitan tersendiri
untuk menciptakan kemandirian transmigran, karena dengan adanya
bantuan dari berbagai pihak telah mengakibatkan meningkatnya
ketergantungan transmigran kepada pemerintah. Kondisi seperti
ini, seringkali menyebabkan Badan Usaha yang berinvestasi
mengundurkan diri dalam kerjasama kemitraan.
Demikian pula dalam aspek kelembagaan, keberadaan dan peran
Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) di suatu kabupaten sangat
dibutuhkan untuk melayani calon investor yang akan berinvestasi di
kawasan transmigrasi. Dari banyak kasus, ternyata keberadaan KPTSP
belum banyak berperan secara optimal dalam melayani masyarakat
dan dunia usaha yang akan berinvestasi di kawasan transmigrasi. Oleh
karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk berperan lebih aktif

62 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

dalam memberikan pelayanan kepada investor dan calon investor,


dengan tidak memberikan kesan bahwa KPTSP justru menambah
birokrasi ketika calon investor akan mengembangkan usahanya di

Living Document
kawasan transmigrasi.
Berdasarkan penjelasan di atas problematik investasi di kawasan
transmigrasi masih cukup besar. Investasi belum berkembang optimal
diantaranya karena pelaku usaha (badan usaha swasta) kurang
tertarik untuk menanamkan modalnya di kawasan transmigrasi
akibat terbatasnya infrastruktur dasar wilayah, proses perijinan yang
membutuhkan waktu relatif panjang dan biaya besar, sehingga hal
ini mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Bahkan kondisi ini sering
diperparah oleh adanya tumpang-tindih alokasi lahan usaha, masalah
kepastian hukum, dan keamanan berinvestasi yang kurang terjamin.
Tidak dipungkiri bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
telah mengeluarkan beberapa kebijakan investasi dan kerjasama
kemitraan antara badan usaha swasta dan petani (transmigran),
disamping juga menyediakan prasarana dan sarana dasar wilayah yang
diharapkan mampu mendukung investasi di kawasan transmigrasi.
Namun, upaya tersebut tampak belum mampu menjawab sepenuhnya
ketertarikan investor untuk masuk ke kawasan transmigrasi. Oleh
karena itu, Pemerintah dan pemerintah daerah dituntut untuk bekerja
lebih professional menemukenali kendala dan faktor-faktor yang
menyebabkan investasi di kawasan transmigrasi kurang berkembang.
Upaya ini perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan hasilnya
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan penyempurnaan
kebijakan investasi di kawasan transmigrasi dalam rangka mewujudkan
kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan atau mendukung
pusat pertumbuhan yang sudah ada.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 63
Lingkungan Strategis
Living Document

64 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Bab IV
TELAAHAN TERHADAP
RENCANA STRATEGI TRANSMIGRASI
TAHUN 2010-2014
Telaahan Rencana Strategi Transmigrasi Tahun 2010-2014
ditinjau dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJP-N) Tahun 2005-2025; Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJM-N) Tahun 2010-2014; Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Tahun 2010-2025 Bidang Ketenagakerjaan dan
Ketransmigrasian; dan Review Rencana Strategis Kementerian Tenaga
Kerja dan Ketransmigrasian Tahun 2010-2014.

A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional


(RPJP-N) 2005-2025
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 65
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

Nasional (RPJMN) merupakan salah satu langkah penting yang harus


dilakukan. Hasil evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan akan
memberikan informasi kinerja pembangunan, khususnya pencapaian
Living Document
berbagai sasaran yang telah ditetapkan, permasalahan dan kendala
yang dihadapi, serta alternatif tindak lanjut yang diperlukan dalam
perencanaan pembangunan pada periode berikutnya
Pentahapan kedua RPJP-N 2005-2025 pada RPJMN 2010-2014
adalah memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas
SDM, membangun kemampuan Iptek, memperkuat daya saing
perekonomian, dengan 14 prioritas nasional : (1) reformasi birokrasi
dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan: (4) penanggulangan
kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim
investasi dan iklim usaha; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan
pengelolaan; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca
konflik; (11) kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi; (12)
bidang politik, hukum dan keamanan; (13) bidang perekonomian; (14)
bidang kesejahteraan. Keterkaitan kebijakan bidang ketransmigrasian
dalam prioritas nasional terletak pada penanggulangan kemiskinan
serta daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik.
Tujuan dari pentahapan RPJM-N 2010-2014 ini adalah (1)
mendukung koordinasi antar pelaku; (2) menjamin integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi antardaerah/antarruang/antarwilayah,
antarwaktu, antar fungsi pemerintah, antara pusat dan daerah;
(3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan
partisipasi masyarakat; (5) Menjamin tercapainya penggunaan sumber
daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


(Rpjm-N) 2010-2014 [Perpres No.5/2010]
Selain terkait dengan Prioritas Nasional, sesuai dengan tugas
dan fungsinya, maka di dalam RPJMN 2010-2014, Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada bidang ketransmigrasian juga
terkait dengan prioritas bidang yaitu Bidang Wilayah dan Tata Ruang

66 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

yang diarahkan pada pembangunan perdesaan dan pengembangan


ekonomi lokal dan daerah. Prioritas Bidang Wilayah dan Tata Ruang
dilaksanakan melalui:

Living Document
1. Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi, dengan kegiatan:
a. Penyediaan Tanah Transmigrasi;
b. Penyusunan Rencana Pembangunan Kawasan Transmigrasi dan
Penempatan Transmigrasi;
c. Pembangunan Permukiman di Kawasan Transmigrasi;
d. Fasilitasi Perpindahan di Kawasan Transmigrasi;
e. Fasilitasi Perpindahan dan Penempatan Transmigrasi;
f. Pengembangan Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan
Transmigrasi.
2. Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi,
dengan kegiatan:
a. Penyusunan Rencana Teknis Pengembangan Masyarakat
Transmigrasi dan Kawasan Transmigrasi;
b. Peningkatan kapasitas SDM dan Masyarakat di Kawasan
Transmigrasi;
c. Pengembangan Usaha di Kawasan Transmigrasi;
d. Pengembangan Sarana dan Prasarana di Kawasan Transmigrasi;
e. Penyerasian Lingkungan di Kawasan Transmigrasi.

Penilaian terhadap capaian sasaran-sasaran pembangunan


dilakukan dengan menggunakan gap analysis, yaitu melihat
perbedaan capaian sampai dengan Oktober 2013 dan memperkirakan
pencapaian sasarannya pada tahun 2014 pada tingkat visi, misi dan
agenda pembangunan kebijakan ketransmigrasian dan pembiayaan
pembangunan, serta sasaran prioritas bidang pembangunan perdesaan
dan pengembangan ekonomi lokal dan daerah. Analisis pencapaian
sasaran utama pembangunan didasarkan pada indikator sasaran
utama pembangunan nasional serta berdasarkan pada kegiatan
prioritas yang dianggap stategis yang dimuat dalam Buku II RPJMN24
transmigrasi secara eksplisit disebutkan (dibahas) tertuang pada Bab
IX. Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa Kedudukan transmigrasi

Perpres No. 5 Tahun 2010


24

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 67
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

dalam pembangunan nasional25 adalah bagian dari pembangunan


Wilayah dan Tata Ruang. Sementara itu, perencanaan pembangunan
transmigrasi termasuk dalam program bidang Pembangunan
Living Document
Perdesaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah26.

Dalam pembangunan perdesaan, sesuai dengan RPJM-N,


pembangunan perdesaan diarahkan pada pembangunan permukiman
dengan basis pelayanan dasar, dengan output (untuk mencapai) desa
mandiri dalam jangka waktu lima tahun. Sementara itu, pembangunan
transmigrasi diarahkan pada pembangunan berbasis kawasan dengan
skema KTM, dan ditujukan pada pembangunan bidang pengembangan
ekonomi lokal dan daerah, dengan output (menuju) terbentuknya pusat
pertumbuhan (embrio) kawasan perkotaan baru.

Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah dalam konteks


transmigrasi dilakukan sebagai bagian dari upaya pembentukan
(perwujudan) pusat-pusat pertumbuhan wilayah, melalui
pengembangan konektivitas inter dan antar kawasan (sub-kawasan),
baik untuk mendukung pusat pertumbuhan baru maupun pusat
pertumbuhan yang telah ada. Baik berada dalam lokus kawasan
tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan terluar, maupun kawasan
strategis dan cepat tumbuh.
Sampai dengan tahun 2010, rintisan pembangunan kawasan
perkotaan baru melalui skema KTM telah dilaksanakan di 44 kawasan
pada 22 provinsi27 .

25
Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun
2010-2014. Buku II Memperkuat Sinergi Antar Bidang Pembangunan Bab IX Wilayah
dan Tata Ruang.
26
lampiran Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2010-2014 (RPJM 2010-2014).
27
Dengan rincian: 14 kawasan di Pulau Sumatera (Provinsi NAD, Sumbar, Riau,
Jambi, Bengkulu, Sumsel, dan Lampung), 10 kawasan di pulau Kalimantan (Provinsi
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan), 12 kawasan pulau
Sulawesi (Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan,
dan Sulawesi Tenggara), 1 kawasan di Provinsi Maluku Utara, 1 kawasan di Provinsi
Maluku, 3 kawasan di Provinsi Papua, 1 kawasan di Provinsi NTT, dan 2 kawasan di
Provinsi NTB.

68 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

C. Rencana Pembangunan Jangka Panjang [RPJP]


2010-2025 Bidang Ketenagakerjaan dan
Ketransmigrasian [Permen Nakertrans No.12/2012]

Living Document
Pembangunan transmigrasi dalam periode 2010-2014
diarahkan untuk memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan
“Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan” melalui pembangunan
kawasan transmigrasi menjadi klaster-klaster sistem pengembangan
ekonomi wilayah. Pembangunan kawasan transmigrasi dilaksanakan
dengan:
1. Mengedepankan pembangunan dan pengembangan sumber
daya manusia masyarakat transmigrasi menjadi lebih berkualitas
sebagai modal dasar menghadapi persaingan yang semakin ketat;
2. Memperkuat perekonomian kawasan berbasis keunggulan lokal
menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan
sistem produksi, distribusi, dan pasar;
3. Mempertegas penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah
berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebagai aset sosial,
ekonomi, dan budaya yang berkeadilan;
4. Meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan
pengetahuan dan teknologi tepat guna;
5. Membangun infrastruktur yang memadai; dan
6. Melakukan penyempurnaan sistem perencanaan, pemrograman,
dan pelaksanaan pembangunan kawasan transmigrasi terintegrasi
dengan pemugaran permukiman penduduk setempat dalam
satu kesatuan, serta sistem pelayanan dan pengendalian dan
pengawasan28 .

Untuk melaksanakan arah pembangunan transmigrasi tersebut,


ada tujuh kebijakan yang telah dicanangkan, dan diharapkan telah
dilaksanakan secara konsisten, yaitu:
Pertama, memberikan perhatian khusus pada unsur-unsur
pengembangan daya saing kawasan, dengan mengutamakan


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Ketenagakerjaan dan
28

Ketransmigrasian Tahun 2010-2025 (Permen Nakertrans No 12 Tahun 2012).

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 69
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

keterkaitan produksi, pengolahan, dan pasar atau hulu-hilir dalam


bentuk keterkaitan antar-kawasan berdasarkan produk unggulan
setempat; memprioritaskan wilayah tujuan berbasis kemampuan
Living Document
sumberdaya dan prospek pengembangan kawasan secara terintegrasi;
dan memprioritaskan wilayah sasaran sumber calon transmigran
berbasis kebutuhan penyelesaian masalah kependudukan dalam
rekruitmen calon transmigran.
Kedua, mengarusutamakan Kawasan Perkotaan Baru sejak dari
proses perencanaan hingga pengembangan kawasan, baik dalam
kerangka revitalisasi permukiman penduduk yang ada maupun
pembangunan kawasan baru.
Ketiga, memfokuskan dan memprioritaskan pembangunan
kawasan transmigrasi untuk mempercepat pengembangan kabupaten
daerah perbatasan (termasuk pulau-pulau kecil terluar), dan kabupaten
daerah tertinggal, tanpa mengesampingkan kawasan strategis lain.
Keempat, lebih memerankan Pemerintah Daerah dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan transmigrasi.
Kelima, pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi
dilaksanakan secara terintegrasi dengan bidang-bidang pembangunan
lain dalam koridor ekonomi sesuai dengan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menjadi embrio
sistem pengembangan ekonomi wilayah yang didukung adanya
Kawasan Perkotaan Baru sebagai pusat Pelayanan Kawasan.
Keenam, peningkatan kemandirian masyarakat di kawasan
transmigrasi.
Ketujuh, meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi untuk
membangun kesepakatan berbagai pihak.
Renstra Pertama dan yang direview, sama-sama tidak menyebutkan
angka (target). Sementara, RPJP 2010-2025 bidang ketenagakerjaan
dan ketransmigrasian sudah menyebutkan bahwa tahun 2010-2014,
telah mengembangkan KTM, dengan tahapan sebagai berikut:

70 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Pada periode 2010-2014, Sasaran yang hendak dicapai pada tahap
ini seperti dibawah ini. Ada 44 KTM yang dibangun menjadi rintisan
mulai periode tahun 2007-2010, terdiri dari 16 KTM yang direvitalisasi
sudah terbangun menjadi arah kemandirian, dan ditargetkan 2015-
2019 menjadi klaster sistem pengembangan ekonomi yang didukung
adanya Kawasan Perkotaan Baru. Sedangkan sisanya 28 KTM diarahkan
untuk memenuhi basic services, kemudian dilanjutkan pemenuhannya
pada tahun 2015-2019.
Dari hasil evaluasi terhadap target pembangunan transmigrasi
periode 2010-2014 terdapat kecenderungan tidak keseluruhan
sasaran dapat tercapai.
Pertama, dari target penyesuaian tata kelola, sampai dengan akhir
periode tahapan. Rencana Peraturan Pemerintah sebagai salah satu
payung hukum penyusunan peraturan pelakanan maupun peraturan
teknis masih belum disahkan sebagai dokumen hukum resmi. Kondisi
tersebut sangat berpengaruh terhadap penyusunan peraturan
pelaksanaan sebagai kerangka kerja maupun penyusunan satuan biaya
setiap kegiatan.
Namun, dibalik keterbataan peraturan pelaksanaan tersebut telah
dilaksanakan sosialisai, konsultasi, pelatihan teknis ketranmigrasian,
workshop dengan para pihak baik di tingkat pusat dan daerah terkait

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 71
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

dengan paradigma baru ketransmigrasian. Hal ini dimasudkan sebagai


strategi untuk mencapai pemahaman yang sama tentang konsep-konsep
baru ketransmigrasian, pentingnya transmigrasi dalam kerangka
Living Document
pengentasan kemiskinan, ketimpangan wilayah, ketahanan pangan
yang seluiruhnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan. Langkah
ini penting mengingat bahwa desentralisasi mempunyai implikasi
dengan spektrum yang luas terhadap aspek birokrasi, persepsi tentang
transmigrasi khususnya di tingkat daerah (kabupaten/kota).
Dari sisi waktu, penetapan payung hukum ketransmigrasian
terlalu singkat, baik penetapan UU No. 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan UU No. 29 Tahun
2009 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian sehingga menghambat evaluasi pencapaian dan
kebutuhan yang harus dirumuskan dalam kerangka kerja jangka
panjang ketransmigrasian.
Kedua, revitalisasi29 16 kawasan dengan skema KTM menjadi
WPT dan LPT. Sasaran dari target tersebut adalah meningkatkan
kapasitas 16 kawasan transmigrasi dari 44 yang telah ditetapkan
sebagai KTM sehingga mampu tumbuh berkembang menjadi menjadi
embrio kawasan transmigrasi yang berdaya saing. Namun, dari
hasil penelusuran data dan informasi dari pelaksana program target
revitalisasi dari 16 kawasan sebagai WPT maupun LPT sebagai
embrio kawasan yang berdaya saing dan berperan sebagi sub sistem
produksi masih belum sepenuhnya tercapai. Hal ini mengingat bahwa
proses revitalisasi dalam skala kawasan mempunyai spektrum yang
sangat luas, baik dalam aspek luasan, lingkup aktivitas, aktor yang
terlibat maupun dukungan pembiayaan. Untuk sisanya 28 KTM akan
didorong dapat memenuhi pembangunan dengan basic services dalam
menumbuhkan embrio kawasan transmigrasi/pusat pertumbuhan
baru.

29
Pengertian revitalisasi, adalah kegiatan atau upaya untuk menghidupkan kembali
kawasan mati, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan
kembali potensi yang dimiliki ( pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki) oleh
sebuah kota, baik dari segi sosio-kultural, sosio-ekonomi, segi fisik alam lingkungan,
sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota
yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya (Ditjen Tata
Perkotaan dan Perdesaan, 2003).

72 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Adapun isu yang relevan dengan kondisi kawasan transmgrasi


adalah: Pertama, penurunan vitalitas kawasan diakibatkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah perekonomian yang tidak stabil,
pertumbuhan dan produktivitas kawasan yang menurun. Kedua,

Living Document
prasarana dan sarana tidak memadai mencakup penurunan kondisi
dan pelayanan parasarana (jalan/jembatan, air bersih, drainase
sanitasi), penurunan kondisi dan pelayanan sarana (pasar, ruang
industri, ekonomi fasilitas sosial dan budaya dan sarana transportasi).
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka tujuan yang
akan dicapai dalam revitalisasi kawasan adalah memberdayakan
daerah dalam usaha menghidupkan kembali vitalitas kawasan untuk
mewujudkan kawasan yang mempunyai daya saing pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, serta terintegrasi dalam
kesatuan sistem kota.
Untuk mengembangkan kawasan yang mengalami kemerosotan
pertumbuhan mempunyai kendala dan tantangan yang sangat
kompleks. Oleh sebab itu, sebagai suatu program kegiatan harus
dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut.
1. Intervensi fisik, merupakan kegiatan pembangunan dan
pengembangan prasarana rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan;
2. Rehabilitasi ekonomi, melalui kegiatan penciptaan lapangan
kerja dan pendapatan ekonomi daerah, mengembangakan daerah
usaha dalam stabilitas ekonomi kawasan, mendorong partisipasi
masyarakat, investor dan pemerintah lokal;
3. Revitalisasi sosial dan kelembagaan mendorong partisipasi
masyarakat, investor, dan pemerintah lokal;

Mengacu tentang konsepsi revitalisasi, maka upaya menjadikan


kawasan transmigrasi yang berdaya saing mempunyai tantangan dan
spektrum sangat luas. Di samping faktor-faktor yang telah disebutkan
sebelumnya, revitalisasi 16 kawasan sebagai target pembangunan pada
periode 2010-2014 faktor desentralisasi juga menjadi faktor penentu
keberhasilan.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 73
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

Bergesernya peran daerah sebagai pelaku utama pengembangan


wilayah belum diikuti dengan kemampuan untuk pembiayaan
pembangunan kawasan transmigrasi dalam skala WPT dn LPT.
Living Document
Selain itu, otonomi daerah telah merubah struktur kelembagaan
penyelenggara transmigrasi di tingkat kabupaten/kota, yaitu organisasi
penyelenggaraan yang hanya setingkat bidang maupun seksi.
Penempatan aparat juga cenderung tidak mempunyai kompetensi
di bidang ketranmigrasian, sehingga pengusulan program umumnya
hanya berorientasi proyek, dengan mengesampingkan posisi strategis
transmigrasi.
Di lain pihak, penetapan 16 kawasan revitalisasi belum
sepenuhnya menjadi fokus berbagi aktivitas pada tingkat Direktorat
Jenderal. Pertimbangannya adalah sebagai berikut: (a) keterbatasan
kapasitas dalam melakukan pencermatan ulang terhadap faktor-faktor
penentu pembentukan WPT dan LPT sebagai kawasan berdaya saing;
(b) masih terdapat sisa program periode sebelumnya yang harus
dipenuhi; (c) keterbatasan dukungan anggaran untuk pembangunan
dan pengembangan infrastruktur dasar khususnya fasilitas pelayanan
perkotaan.

D. Transmigrasi Dalam Rencana Strategis Transmigrasi


2010-2014 [Permen Nakertrans No. 2/Tahun /2012]
Review Renstra memuat alasan-alasan mengenai perubahan
terhadap Dokumen Rencana Strategis Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor PER.03/MEN/I/2010 tanggal 28 Januari
2010. Alasan-alasan tersebut meliputi
Pertama, perlunya dilakukan penyesuaian (mengacu) pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2010-2014. Disebutkan dalam RPJMN, bahwa tugas dan fungsi
Kemennakertrans diarahkan untuk mendukung pencapaian 4 (empat)
prioritas sasaran pembangunan dalam RPJM, yaitu: Pendidikan,
Penanggulangan Kemiskinan, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, serta
Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik. Selain

74 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

mengakomodasi prioritas pembangunan yang dimuat dalam RPJMN,


dokumen Renstra juga memuat tentang kebijakan kementerian dan
target sasaran yang ingin dicapai setiap tahunnya, sebagai acuan untuk

Living Document
perencanaan penganggaran tahunan pada saat penyusunan Rencana
Kerja (Renja) Kemnakertrans.
Kedua, dalam perjalanan pelaksanaan program dan kegiatan pada
kurun waktu 2010-2011 telah terjadi berbagai perubahan strategis, di
lingkup internal terjadi perubahan struktur organisasi Kemnakertrans
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.12/MEN/VIII/2010 yang berimplikasi
pada perubahan nomen klaktur unit kerja. Unit kerja Eselon I Ditjen
Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penempatan Transmigrasi
(P4Trans) berganti nama menjadi Ditjen Pembinaan Pembangunan
Kawasan Transmigrasi (P2KT). Selain pada tingkat Eselon I,
perubahan juga terjadi pada tingkat direktorat, misalnya Direktorat
Fasilitasi Perpindahan Transmigrasi berubah nama menjadi Direktorat
Fasilitasi Penempatan Transmigrasi. Dalam lingkup Ditjen Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan, Direktorat Pemberdayaan Pengawasan
Ketenagakerjaan berganti nama menjadi Direktorat Bina Penegakan
Hukum. Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Direktorat
Produktivitas menjadi Direktorat Produktivitas dan Kewirausahaan.
Ketiga, terjadi perubahan kebijakan di bidang ketransmigrasian
dengan diterbitkannya UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, yang
secara prinsip mengatur perubahan pendekatan pembangunan
ketransmigrasian.
Keempat, terjadi perubahan dalam penerapan sistem
penganggaran yang diberlakukan sejak tahun 2011. Pada sistem ini
setiap unit kerja Eselon I melaksanakan satu program dan capaiannya
terletak pada tingkatan outcome. Adapun indikator yang digunakan
sebagai pengukur keberhasilan pada level ini adalah Indikator kinerja
utama. Sedangkan, unit kerja Eselon II melaksanakan satu kegiatan
dengan output yang terukur. Dengan kata lain, outcome yang dicapai
oleh unit kerja Eselon I bergantung pada capaian output yang dihasilkan
oleh unit kerja Eselon II.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 75
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

Kelima, perubahan strategis eksternal dalam penempatan tenaga


kerja ke beberapa negara penerima Tenaga Kerja Indonesia (TKI),
perkembangan dan tuntutan penurunan angka pengangguran dan
kemiskinan juga mempengaruhi kebijakan di bidang ketenagakerjaan
Living Document
dan ketransmigrasian.
Dengan adanya perubahan kebijakan di internal-eksternal
Kemnakertrans, maka dilakukan review terhadap Renstra
Kemnakertrans 2010-2014, sebagai upaya menyesuaikan tuntutan
kebutuhan dan mempertajam kembali arah kebijakan, program,
kegiatan dan sasaran Kemnakertrans.
Proses penyusunan review Renstra ini melibatkan seluruh jajaran
unit organisasi Kemnakertrans sehingga penyempurnaannya dapat
merupakan representasi dari seluruh unit di lingkungan Kemnakertrans
sebab dokumen review Renstra ini akan menjadi acuan semua unit
jajaran Kemnakertrans dalam merencanakan program dan kegiatan
untuk mewujudkan visi dan misi dalam kurun waktu 2010-2014.
Rencana tindak pembangunan jangka menengah 2010-2014 bidang
ketransmigrasian dirumuskan dalam Program Pembangunan Kawasan
Transmigrasi dan Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan
Transmigrasi. Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi ditujukan
untuk terwujudnya permukiman dalam kawasan transmigrasi sebagai
tempat tinggal dan tempat berusaha yang layak, dengan indikator
kinerja utama program adalah jumlah permukiman transmigrasi yang
dibangun dan transmigran yang ditempatkan di kawasan transmigrasi,
yang diukur dari: (1) Penduduk yang tertata terintegrasi dalam kawasan
transmigrasi; (2) Infrastruktur kawasan yang dibangun; (3) Lahan
yang tersedia; (4) Rencana pembangunan kawasan transmigrasi; (5)
Lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang berpartisipasi dalam
pembangunan kawasan transmigrasi. Program ini meliputi kegiatan-
kegiatan (1) Fasilitasi penempatan transmigrasi, (2) Pembangunan
permukiman dan infrastruktru kawasan transmigrasi, (3) Penyediaan
tanah transmigrasi, (4) Penyusunan rencana pembangunan kawasan
transmigrasi, (5) Partisipasi masyarakat. Kegiatan, sasaran, serta
indikator kegiatan Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi
selama tahun 2010-2014 disajikan dalam tabel berikut.

76 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
Indikator
Tabel 1. Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi

No Kegiatan Sasaran
Keluaran 2010 2011 2012 2013 2014
1 Fasilitasi Penempatan Terfasilitasinya penempatan Keluarga yang difasilitasi 8.598 8.500 9.000 9.250 9.300
Transmigrasi transmigran perpindahannya ke permukiman
transmigrasi (KK)

Penduduk yang tertata, terintegrasi 24.500 25.500 27.000 27.750 27.900


dalam kawasan transmigrasi (KK)

2 Pembangunan Terbangunnnya permukiman Sarana yang di bangun (Unit) 11.065 13.221 14.984 15.250 18.897
permukiman dan transmigrasi dan infrastruktur di Prasarana yang dibangun (km) 51 316 426,20 417,15 464,23
infrastruktur kawasan kawasan transmigrasi
transmigrasi

3 Penyediaan tanah Tersedianya lahan untuk Lahan yang tersedia (Ha) 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
transmigrasi pembangunan kawasan
transmigrasi
4 Penyusunan rencana Tersedianya rencana Rencana pembangunan kawasan 6 Kws 6 Kws 6 Kws 10 Kws 9 Kws
pembangunan pembangunan kawasan transmigrasi (Kawasan)
kawasan transmigrasi transmigrasi

5 Partisipasi Meningkatnya peran serta Lembaga pemerintah yang berpartisipasi 304 115 115 115 115
masyarakat masyarakat dalam dalam pembangunan kawasan
pemabngunan kawasan transmigrasi (Lembaga)
transmigrasi dalam rangka
pembangunan perdesaan Lembaga non pemerintah yang 15 15 28 26 34
berpartisipasi dalam pembangunan
kawasan transmigrasi (Lembaga)

Sumber: Review Rencana Strategis Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Tahun 2010-2014

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019
NASKAH AKADEMIK

77
Living Document
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan


Transmigrasi. Ditujukan untuk berkembangnya masyarakat dan
kawasan transmigrasi yang terintegrasi dalam satu kesatuan sistem
Living Document
pengembangan ekonomi wilayah yang berdaya saing, dengan
indikator kinerja utama dari program ini adalah jumlah permukiman
transmigrasi (kimtrans) yang mandiri dan kawasan transmigrasi yang
berkembang, yang diukur dari: (1) Jumlah kimtrans dan kawasan yang
dikembangkan sarana dan prasarananya; (2) Jumlah luasan lahan
yang produktif dan produktivitas lahan di Kimtrans dan Kawasan;
(3) Jumlah kepala keluarga yang mendapat layanan sosial budaya
dan kelembagaan di Kimtrans yang berfungsi; (4) Jumlah kimtrans
yang mandiri dan kawasan yang berwawasan lingkungan; (5) Jumlah
Dokumen Rencana Pengembangan Masyarakat dan Kawasan yang dapat
diimplementasikan. Program kegiatannya adalah: (1) Pengembangan
sarana dan prasarana kawasan; (2) Pengembangan usaha di kawasan
transmirasi; (3) Peningkatan kapasitas SDM dan masyarakat di
kawasan transmigrasi; (4) Penyerasian lingkungan di kawasan
transmigrasi; (5) Perencanaan teknis pengembangan masyarakat
di kawasan transmigrasi. Kegiatan, sasaran, serta indikator kegiatan
pada Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi
selama tahun 2010-2014 disajikan dalam Tabel berikut.

78 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
Tabel 2. Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan

Indikator
No Kegiatan Sasaran
Keluaran 2010 2011 2012 2013 2014
Transmigrasi

1 Pengembangan sarana Berkembangnya sarana dan Jumlah kimtrans/kawasan yang 30/20 31/20 34/20 40/22 40/22
dan prasarana prasarana dipermukiman dikembangkan kawasannya
kawasan, transmigrasi dan kawasan Jumlah kimtrans/kawasan yang 50/20 50/20 49/20 50/22 50/22
transmigrasi dikembangkan prasarananya
Pengembangan usaha Meningkatnya produktivitas Jumlah luasan lahan produktif dan 6.734 / 20.202 7.116/ 12.962 10.242/ 30.726 10.131/ 30.393 10.614/ 31.842
di kawasan transmirasi, lahan dan penerapan produktifitas lahan di permukiman
teknologi tepat guna, transmigrasi (Ha/ton)
berkembangnya jejaring Jumlah kelompok masyarakat 128 162 95 106 119
pemasaran, kelembagaan transmigrasi yang menerapkan
ekonimi yang fungsional dan teknologi pengolahan hasil pertanian
tumbuhnya wirausaha (Kimtrans)
mandiri Jumlah kelembagaan ekonomi yang 46 65 87 100 139
fungsional di kawasan transmigrasi
(Lembaga)
Jumlah kewirausahaan yang 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
berkembang di kawasan transmigrasi
(orang)
Jumlah kawasan yang 0 0 0 0 2
dipersiapkan/dikembangkan/ terwujud
sebagai agroindustri (Kawasan)
3 Peningkatan kapasitas Meningkatnya kapasitas Jumlah transmigran yang mendapat 50.731 53.171 41.622 49.118 56.719
SDM dan masyarakat masyarakat transmigrasi bantuan pangan dan kesehatan di
dikawasan yang produktif, sehat, terdidik imtrans (KK)
transmigrasi, dan kelembagaan yang Jumlah permukiman transmigrasi/ 155/18 155/18 197/18 255/18 300/18
berfungsi di kimtrans/ kawasan yang mendapat layanan
kawasan transmigrasi sosial budaya/pendidikan, mental
spiritual (Kimtrans/Kawasan)
Jumlah kelembagaan/ pengelola yang 76/18 91/18 22/18 15/18 51/18
terbentuk dan berfungsi di permukiman
transmigrasi/Kawasan
(Lembaga/Kawasan)
Jumlah KK yang mendapat bantuan 50.731 53.171 41.622 49.118 56.719
pendampingan/ pemberdayaan di
Kimtrans (KK)

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019
NASKAH AKADEMIK

79
Living Document
80
Living Document
Indikator
No Kegiatan Sasaran
Tahun 2010-2014

Keluaran 2010 2011 2012 2013 2014


4 Penyerasian Berkembangnya permukiman Jumlah dokumen lingkungan di 15/2 19/2 29/5 14/5 16/1
lingkungan di kawasan transmigrasi yang mendiri permukiman transmigrasi/ kawasan
transmigrasi, dan pusat pertumbuhan (Dokumen/Kawasan)
kawasan yang berkelanjutan Jumlah mitigasi lingkungan di 11/3 15/2 11/8 29/4 28/7
permukiman transmigrasi/ kawasan
(Kimtrans/Kawasan)
Jumlah permukiman transmigrasi yang 62 76 18 17 17

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


mandiri (Kimtrans)
Jumlah hasil evaluasi perkembangan 2 2 4 4 3
pusat pertumbuhan (Kawasan)

Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi


5 Perencanaan teknis Tersedianya dokumen Jumlah dokumen renbang masyarakat 15/2 22/2 28/4 33/8 35/8
pengembangan perencanaan pengembangan di kimtrans dan renbang kawasan
masyarakat di kawasan masyarakat dan kawasan transmigrasi yang dapat diaplikasikan
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi

transmigrasi transmigrasi yang berkualitas (Kimtrans/Kawasan)


Jumlah rencana pengembangan pusat 0 2 4 8 8
pertumbuhan yang dapat diaplikasikan
(Pusat Pertumbuhan)
Data dan informasi pengembangan 155/10 195/10 182/10 186/14 186/6
masyarakat dan kawasan transmigrasi
yang akurat dan valid
(Kimtrans/Kawasan)
Jumlah Masterplan di WPT yang di- 2 2 4 3 3
Perda-kan (Kawasan)
Sumber: Review Rencana Strategis Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Tahun 2010-2014
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

E.
Evaluasi Penyelenggaraan Transmigrasi Tahun
2010-2014

Living Document
Evaluasi pembangunan transmigrasi ini dilakukan melalui
pendekatan content analisis, yaitu analisis terhadap pelaksanaan
pembangunan transmigrasi berdasarkan target dan realisasi
pencapaian, dalam periode 2010-201430. Berbagai faktor yang
menyebabkan arahan pembangunan transmigrasi 2010-2014 tIdak
(belum) sepenuhnya dilaksanakan adalah:
Pertama, penyusunan rencana dan program dalam dokumen
Review Rencana Strategi Kementerian Tenaga Kerja dan
Ketransmigrasian 2010-2014 tidak konsisten dengan RPJP 2010-2025
bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian;
Kedua, pelaksanaan transmigrasi selama tahun 2010-2014
kurang konsisten dengan rencana dan program yang tertuang dalam
dokumen Review Rencana Strategi Kementerian Tenaga Kerja dan
Ketransmigrasian 2010-2014;
Ketiga, pembangunan transmigrasi dalam tataran rencana
dan program pada tahun 2010-2014, belum berdasarkan pola pikir
transmigrasi berbasis kawasan, meskipun sudah mempunyai
indikator keluaran kegiatan berupa rencana pengembangan
kawasan transmigrasi. Indikator Kinerja Utama (IKU) yang digunakan
untuk penilaian pelaksanaan Renstra Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Tahun 2010-2014 masih didasarkan atas IKU yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 20 Tahun 2008 yang sesungguhnya diperuntukan bagi Renstra
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 2005-2009. IKU
tersebut semata-mata ditetapkan karena tuntutan bahwa sistem
penganggaran harus berbasis kinerja (Anggaran Berbasis Kinerja/

Sumber data utama dalam melakukan evaluasi ini adalah buku dokumen resmi, yaitu
30

Bab-VIII Buku II. Memperkuat Sinergi Antar Bidang Pembangunan Bab IX Wilayah
dan Tata Ruang (lampiran Permen No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nakertrans Tahun 2010-2014), Rencana Pembangunan Panjang
Bidang Ketenagakerjaan dan Bidang Ketransmigrasian serta Rencana Strategis
(Lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun
2012). Selain itu, juga dianalisis secara mendalam terhadap faktor penghambat dan
dan faktor yang mendorong percepatan pencapaian target program.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 81
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

ABK), selain pada saat yang bersamaan pembangunan transmigrasi


sudah memulai berbasis kawasan dengan skema KTM. Dengan
demikian anggaran transmigrasi yang dialokasikan melalui APBN pada
Living Document
saat itu perlu diwujudkan dalam berbagai kegiatan berikut indikator
capaian kinerja, sehingga kurang mempertimbangkan kaidah-kaidah
yang baik dan benar, tercermin dari masih rancunya antara indikator
input/proses/output yang seolah-olah sebagai ukuran indikator
keberhasilan (outcomes). Kondisi ini diperparah dengan suatu
kenyataan bahwa IKU yang ditetapkan pada tahun 2008 tersebut masih
digunakan sebagai dasar penyusunan Renstra Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Tahun 2010-2014 dan RPJP tahun 2010-2025
Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian. Menjadi sangat ironis
ternyata sampai saat ini evaluasi capaian kinerja Renstra 2010-2014
belum pernah dilakukan. Seyogyanya evaluasi capaian kinerja ini harus
dilakukan secara berkala dan terus menerus sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Akibat dari ini semua
menjadikan hasil penilaian terhadap Laporan Akuntabilitas Instansi
Pemerintah (LAKIP) setiap tahun tidak beranjak dari kriteria nilai C,
karena IKU belum ditetapkan padahal bobotnya besar.
Lebih dari itu, pembangunan transmigrasi berbasis kawasan juga
mengandung makna people follow jobs, yang berarti program TSM
seharusnya semakin meningkat, namun dalam RPJP Tahun 2010-2025
bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian dan dokumen review
Renstra Tahun 2010-2014 justru terjadi bias Transmigran Umum;
Keempat, UU No.29/2009 belum diikuti dengan peraturan
pelaksanaan sehingga para pelaksana tetap berpegang pada tradisi
yang berlaku, atau mengembangkan Permukiman Transmigrasi yang
cenderung tidak memiliki keterkaitan fungsional dengan kawasan
sekitar.
Kelima, penyusunan rencana pembangunan transmigrasi berbasis
kawasan memerlukan proses panjang (3-4 tahun sebelum pelaksanaan
pembangunan permukiman) sehingga pembangunan transmigrasi
periode 2010-2014 masih menggunakan hasil-hasil perencanaan
tahun sebelumnya.

82 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Keenam, pola pikir dan pola sikap pelaksana transmigrasi


di berbagai tingkatan cenderung diwarnai oleh ”kebiasaan” yang
berpandangan bahwa ”transmigrasi adalah perpindahan penduduk ke

Living Document
Permukiman Transmigrasi (Kimtrans) sehingga pengelola Kimtrans
cenderung hanya pada urusan pemberdayaan transmigran yang
pindah, sementara penduduk setempat belum dipahami sebagai bagian
dari tugas pengelola transmigrasi.
Ketujuh, Pelaksanaan pembangunan transmigrasi dengan skema
KTM cenderung dilakukan secara sektoral sehingga belum dipahami
sebagai upaya terpadu pembangunan dan pengembangan wilayah
dalam rangka mewujudkan daya saing. Beranjak dari fenomena
tersebut , maka revitalisasi 16 kawasan sebagai bagian dari 44 kawasan
dengan skema KTM yang dirintis pembangunannya pada periode
2001-2010 menjadi satu kesatuan sistem pengembangan belum dapat
diwujudkan dan karenanya harus ”diluncurkan” penyelesaiannya pada
periode 2015-2019”31 .
Kedelapan, pelaksanaan penempatan transmigran cenderung
bias Transmigrasi Umum (TU). Dalam penyelenggaraan transmigrasi
berbasis kawasan menggunakan cara pandang people follow jobs, yang
artinya penduduk pindah ke kawasan transmigrasi karena adanya
daya tarik kawasan. Dalam konteks ketransmigrasian berarti semakin
meningkatnya Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Pada faktanya
jumlah transmigran secara mandiri jauh dari harapan, seperti terlihat
pada Tabel 3 berikut ini.

Manuwito, Mirwanto. 2012. Arah Pembangunan Transmigrasi Tahun 2015-2029.


31

Pokok-pokok pikiran dsampaikan dalam dialog penyusunan Rencana Strategis


Pembangunan Transmigrasi Tahun 2015-2019. Biro Perencanaan Kemenakertrans.
Cikarang 18-19 Oktober 2012.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 83
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014

Tabel 3. Realisasi Penempatan Transmigrasi Menurut Jenis


Transmigrasi Tahun 2010-2014
Jumlah TSB Penataan TSM Total
Tahun TU (KK)
Living Document
UPT (KK) (KK) (KK) KK Jiwa
2010 75 4.124 897 850 1.475 7.346 28.081
2011 - 5.977 360 677 260 7.274 26.134
2012 75 12.666 1.840 586 - 15.092 56.552
2013*) - 756 50 31 - 837 2.989
Jumlah 2010 s.d 2013 30.549 113.756
2014**) - - - - - 9.300 -
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2013), dalam www.nakertrans.go.id
Keterangan :
*) Posisi 17 Oktober 2013, Rencana Penempatan pada wilayah: (1) perbatasan: 1.033 KK; (2) tertinggal: 2.822 KK; (3)
strategis/cepat tumbuh: 2.817 KK (total: 6.672 KK)
**) Target Penempatan Transmigran (Review Recana Strategis Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Tahun 2010-
2014

Kesembilan, RPJP 2010-2025 bidang Ketenagakerjaan dan


Ketransmigrasian memuat pengembangan transmigrasi berbasis
kelautan, namun di dalam Renstra bidang ketransmigrasian 2010-2014
tidak menyinggung transmigrasi perikanan. Pada beberapa daerah
justru transmigrasi nelayan dilaksanakan dengan dukungan ABPD,
tanpa dukungan APBN. Misalnya adalah penempatan transmigrasi
nelayan yang dilaksanakan di Kab. Parigi Moutong (Sulawesi
Tengah) tahun 2004-201132 program ini dilaksanakan sebagai upaya
pengentasan kemiskinan pada penduduk di wilayah pesisir.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah digambarkan di atas, maka
sebagai koreksi dan masukan untuk penyempurnaan penyelenggarakan
transmigrasi kedepan sebagai upaya mewujudkan transmigrasi
program strategis dalam konteks pembangunan nasional, maka perlu
dilakukan melakukan beberapa refleksi sebagai berikut.
1. Penyelenggara harus secara jujur dan berani menyadari bahwa
target program pada periode 2010-2014 tidak mencapai
sasaran yang telah ditetapkan sebanyak 44 kawasan berbasis
KTM, dan menjadikan prioritas terhadap 16 kawasan sehingga
menjadi kawasan berdaya saing sebagai bagian dari sub sistem
produksi wilayah, dan 28 kawasan menjadi kawasan yang
terpenuhi pembangunan basic services. Membangun 25 Kawasan
Transmigrasi Baru pada Kawasan Tertinggal.

32
Saraswati Soegiharto dkk, Kajian Pola-Pola Usaha Transmigrasi (Kasus Pola Nelayan),
2013 (belum dipbulikasi)

84 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

2. Melakukan redesain terhadap perencanan dan restrukturisasi


terhadap berbagai kegiatan, termasuk permukiman transmigrasi
yang sudah ada.
3. Berkomitmen menempatkan RPJP Tahun 2010-2025 bidang

Living Document
Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian dan Renstra kedepan
sebagai dasar pelaksanaan kegiatan
4. Mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten melaksanakan
prinsip-prinsip dan kebijakan sebagaimana tertuang dlam
RPJP bidang ketransmigrasian dalam rangka mewujudkan misi
“Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan”.
5. Semakin pentingnya peran sistem manajemen kinerja, maka
penetapan IKU merupakan suatu keharusan. Oleh karena itu sejak
tahun 2011, sudah dilakukan penyusunan IKU berbasis Balanced
Scorecard (BSC) yang hasilnya sudah disetujui oleh pimpinan
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dengan demikian
IKU berbasis BSC yang sudah disetujui tersebut, agar segera
ditetapkan dengan Peraturan Menteri sebagai dasar antara lain
untuk penyusunan dokumen perencanaan yang disinergikan/
disinkronkan dengan penetapan indikator yang didasarkan pada
pedoman penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga Tahun
2015-2019.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 85
Telaahan Terhadap Rencana Strategi Transmigrasi
Tahun 2010-2014
Living Document

86 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Bab V
AGENDA KETRANSMIGRASIAN
KE DEPAN
Pemberlakuan UU No. 29/2009, mengharuskan adanya perubahan paradigma
(paradigm shift) transmigrasi, yaitu; “Pembangunan Transmigrasi Berbasis Kawasan.”
Dengan paradigma ini maka transmigrasi tidak boleh lagi dibangun dalam bentuk
permukiman yang single tanpa adanya konektivitas (keterkaitan) baik secara
horisontal dengan permukiman lain di sekitarnya, atau secara vertikal dengan pusat
pertumbuhan yang ada.
Istilah “kawasan” dalam konteks paradigma ini adalah, bahwa suatu wilayah
haruslah dibangun secara terstruktur, atau secara hirarkis, dari ruang terkecil berupa
unit (satuan) permukiman skala kecil (SP), ke skala yang lebih besar yaitu ruang
permukiman yang lebih besar (gabungan lebih dari satu SP menjadi SKP), hingga ruang
permukiman yang lebih besar lagi, yaitu kawasan, yang terdiri atas beberapa SKP.
Dengan demikian, orientasi transmigrasi ke depan bukan lagi membangun satuan-
satuan permukiman yang terisolasi atau berdiri sendiri secara spasial, atau terpencil
secara sosial, tanpa adanya jaringan konektivitas, atau saluran penghubung dari dan ke
dalam permukiman tersebut, dan tanpa adanya garis deliniasi yang menggambarkan
posisi permukiman tersebut dalam satuan permukiman yang lebih besar.
Agenda Ketransmigrasian ke depan intinya adalah mengembangkan ruang
(wilayah), orang (sumber daya masyarakat transmigrasi) dan uang (aktivitas ekonomi
dan peningkatan produktivitas untuk mencapai kesejahteraan).

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 87
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

A. Membangun Ruang-Wilayah

Pembangunan keruangan mencakup; Hirarkis Ruang-Wilayah


Living Document
(teori nodal, supply and demand side, perubahan dari rural-subsitence-to
industrialization of urban); Integrasi ke dalam Sistem Tata Ruang (Aturan
ketataruangan dan Lokus: Perbatasan-Tertinggal-Strategis); Perolehan
dan Konsolidasi Tanah, Koridor Ekonomi- termasuk MP3EI, dan Prioritas
Sumber Daya Alam;

1. Hirarki Ruang-Wilayah
Kawasan transmigrasi kedepan harus dirancang dan dibangun
atas dasar prinsip-prinsip teori pembangunan wilayah, salah satunya
adalah bahwa suatu kawasan dibangun dengan menempatkan pusat-
tepian secara terstruktur yang bersifat hirarkis, dari unit-unit (satuan)
permukiman terkecil hingga lebih besar. Dengan demikian transmigrasi
tidak lagi dibangun dengan pendekatan permukiman skala kecil yang
hanya berorientasi terbentuknya unit-unit administratif setingkat desa
transmigrasi (Satuan Permukiman Transmigrasi).
Struktur kawasan (region) transmigrasi kedepan harus dibangun
atas dasar ciri “fungsional-struktural”, yaitu bentuk hirarki struktur
yang mencerminkan hubungan fungsional, dari skala yang paling kecil
hingga skala yang lebih luas. Dengan ciri tersebut maka diharapkan
pada kurun waktu tertentu unit-unit atau satuan-satuan permukiman
(SP) transmigrasi akan berkembang bukan saja menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjadi unit-unit (SP) yang kuat
baik secara ekonomi maupun administratif (berskala desa, kecamatan,
dan atau kabupaten).
Sejak diterapkan UU No. 15/1997 tentang Ketransmigrasian, pada
dasarnya telah ada tuntutan untuk membangun transmigrasi melalui
pendekatan kawasan (dalam bentuk WPT dan atau LPT). Namun pada
tingkat implementasi, banyak lokus transmigrasi yang dibangun dengan
skala kecil, tidak memiliki keterkaitan fungsional (konektivitas) baik
dengan permukiman lain maupun dengan kawasan yang lebih besar.
Bahkan banyak permukiman yang dibangun secara tunggal, terpencil,
dan terpisah dari pusat pertumbuhan yang ada. Sampai dengan

88 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

pemberlakuan UU No. 29/2009, apa yang terjadi dalam implementasi


transmigrasi adalah kesalahan (fallacies) pada ranah perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, perencanaan kawasan

Living Document
transmigrasi ke depan perlu disusun atas dasar prinsip-prinsip teori
pembangunan wilayah tersebut.
Jika konsep istilah WPT dan LPT masih akan digunakan, maka
LPT dibangun sebagai penyangga sebuah pusat, atau berperan sebagai
pendukung pusat yang telah ada. Sementara WPT dirancang dan
dibangun dari awal sebagai embrio terbentuknya sebuah pusat baru.
Pusat di sini dapat berupa kegiatan ekonomi, atau pusat pelayanan
jasa-jasa secara lebih intensif.
Jadi konsep struktur ruang transmigrasi, dalam perspektif
pengembangan wilayah tersebut adalah Wilayah Pengembangan
Transmigrasi (WPT) sebagai wilayah (pusat) pertumbuhan ekonomi,
yang basis penyangganya adalah satuan-satuan permukiman yang
dibangun secara bertahap melalui skim transmigrasi dan termasuk
desa sekitarnya dalam deliniasinya. Sementara Lokasi Permukiman
Transmigrasi (LPT) adalah lokasi-lokasi permukiman transmigrasi
yang dibangun di dalam wilayah penyangga atau desa-desa yang telah
ada guna mendukung pusat yang sudah ada (tidak harus WPT).
Jadi kawasan transmigrasi baik berwujud WPT maupun LPT
merupakan lokus tujuan perpindahan transmigrasi, yang secara
konseptual merupakan sebuah wilayah atau ruang delineatif yang
dibangun dengan struktur hirarkis-nodal. Dalam konsep WPT, struktur
hirarkisnya adalah strata (orde) terkecil berupa satuan permukiman
(SP), dan beberapa SP kemudian diintegrasikan dalam satuan lintas-
SP berupa SKP, dan kemudian beberapa SKP diintegrasikan dalam satu
kesatuan kawasan yang di dalamnya ada satu titik yang dibangun baru
dengan predikat KPB dan berfungsi sebagai pusat pelayanan kawasan.
Sementara LPT merupakan kawasan transmigrasi yang didelineasikan
dan di dalamnya sudah ada titik (atau potensi titik) yang sudah (atau
akan) dipromosikan sebagai pusat pelayanan kawasan, sehingga
keberadaan permukiman desa-desa setempat yang telah ada, bersama-
sama dengan potensi permukiman transmigrasi baru terintegrasi
sebagai satuan-satuan permukiman, dan seterusnya membentuk SKP

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 89
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

menjadi wilayah penyangga bagi pusat pertumbuhan yang telah ada di


dalam kawasan tersebut.
Living Document
Perbedaan WPT dan LPT terletak pada pendekatan dalam
pembangunannya. Pendekatan pembangunan WPT digunakan untuk
membangun pusat pertumbuhan baru, sedangkan pendekatan LPT
digunakan untuk mendukung atau mendorong percepatan pusat
pertumbuhan yang ada.

Kawasan-kawasan transmigrasi yang saat ini telah menjadi pusat-


pusat pertumbuhan, basisnya adalah satuan permukiman (SP), yaitu
suatu permukiman penduduk yang tertata rapi dalam sebuah tata-
ruang yang terkonsentrasi (mengelompok) dan dengan sistem blok
(block system) permukiman-perumahan yang dilengkapi (dikelilingi)
oleh kapling-kapling lahan usaha pertanian (perkebunan). Satuan
permukiman itulah yang kemudian menjadi desa administratif,
komunitas basis, yang baik secara spasial maupun sosial saling
berinteraksi dan menjadi sebuah pusat produksi pertanian, atau yang
saat ini menjadi konsep-istilah “kawasan transmigrasi”.

Kawasan transmigrasi kedepan dibangun dan diskenariokan untuk


menjadi kawasan pusat-pusat pertumbuhan, atau menjadi daya tarik
(“gula”), yang mampu menarik perpindahan penduduk ke dalamnya.

Pengembangan wilayah melalui skim transmigrasi dapat dianggap


sebagai suatu bentuk intervensi positif terhadap pembangunan di
suatu wilayah. Dalam hal ini ada 2 (dua) strategi yang diterapkan untuk
melakukan intervensi tersebut, yang secara teoritis ada dua kategori
untuk dijadikan pertimbangan, yaitu (1) demand side strategy dan (2)
supply side strategy.
Strategi pertama, adalah suatu strategi pengembangan wilayah
yang diupayakan melalui peningkatan produksi barang-barang dan
jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan yang bersifat dan
berskala lokal, dengan tujuan agar secara umum terjadi peningkatan
taraf hidup penduduk. Peningkatan taraf hidup ini diharapkan akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang non-pertanian.

90 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Adanya permintaan tersebut akan meningkatkan perkembangan


sektor industri dan jasa-jasa yang akan mendorong perkembangan
wilayah yang bersangkutan.

Living Document
Strategi kedua, adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang
terutama diupayakan melalui investasi modal (capital invesment)
untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar, dengan
tujuan untuk meningkatkan pasokan dari komoditas yang pada
umumnya diproses dari sumber daya alam lokal. Kegiatan produksi
terutama ditujukan untuk ekspor yang akhirnya akan meningkatkan
pendapatan lokal. Hasil dari kegiatan ini selanjutnya diharapkan akan
menarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah tersebut.
Perbedaan dari kedua strategi tersebut terletak pada; bahwa
keuntungan penggunaan supply side strategy adalah prosesnya cepat
sehingga efek yang ditimbulkan cepat terlihat (quick yielding activities),
sebaliknya strategi pertama justru bersifat slow yielding. Namun pada
strategi kedua sering muncul komplikasi permasalahan berupa: (1)
muncul enclave karena keterbatasan kapasitas penduduk setempat
(pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan perilaku), sehingga yang
menikmati seringkali hanya kelompok masyarakat tertentu dengan
jumlah terbatas dari luar kawasan, dan (2) sangat peka terhadap
berbagai perubahan ekonomi di luar wilayah (faktor eksternal). Lain
halnya dengan strategi pertama, strategi kedua lebih terfokus pada
pemberdayaan masyarakat di kawasan tersebut (put people first) untuk
dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi dalam mengusahakan
dan mendayagunakan sumber daya alam yang ada.

Pengembangan wilayah (kawasan transmigrasi baru) melalui


strategi demand side adalah suatu pengembangan wilayah yang
diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa masyarakat
melalui ekonomi lokal, dengan pemberian input-input produksi
(perumahan, lahan, saprodi penyuluhan, mediasi).

Melalui berbagai intervensi, diharapkan terjadi peningkatan


taraf hidup akibat proses produksi (pertanian pangan) sehingga
menghasilnya produksi yang di atas kebutuhan masyarakat (marketable
surplus) dan mendorong meningkatnya permintaan barang dan jasa
non-pertanian.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 91
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

Melalui strategi kedua, dengan input yang berbeda suatu kawasan


[transmigrasi] akan tumbuh dan berkembang secara gradual, dari
tahapan sub-subsisten, subsisten, marketable surplus, industri
Living Document
pertanian, industri non-pertanian, sampai dengan mencapai tahap
industrialisasi perdesaan.

2. Integrasi Ke dalam Sistem Tata-Ruang


Pemilihan dan penetapan kawasan transmigrasi (site plan) ke
depan haruslah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Daerah. Sejak
diterapkan Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang,
dan PP No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
pembangunan kawasan transmigrasi harus tunduk pada ketentuan-
ketentuan dalam instrumen regulasi tersebut.
UU tersebut menekankan pentingnya Perencanaan dan
Pemanfaatan Ruang Wilayah. Perencanaan Tata Ruang Wilayah
(RTRW), mencakup propinsi dan kabupaten-kota (RTRWP dan Kab/
Kota), sementara Pemanfaatan Ruang Wilayah mencakup wilayah
Nasional, Propinsi, maupun Kabupaten-Kota. Di dalamnya juga
menekankan pentingnya Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dan
Perdesaan, serta Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan dan
Perdesaan.
Dengan demikian, transmigrasi kedepan perlu dan harus tunduk
pada aturan-aturan penataan ruang, baik pada skala nasional, propinsial,
maupun lokal (kabupaten-kota). Pada skala lokal (Kabupaten/Kota)
transmigrasi harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten (Kota), yang di dalamnya terdapat kategori
kawasan perkotaan, perdesaan, dan agropolitan.

Intinya adalah, bahwa kedepan RTRWK akan melahirkan RTR


Kawasan Perdesaan, dan Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT)
disusun sebagai bentuk perwujudan RTR Kawasan Perdesaan. Dengan
kata lain, bahwa RKT kedepan akan menjadi bagian dari perencanaan
tingkat daerah, dan fungsi perencanaan ini perlu (akan) dijalankan oleh
pemerintahan daerah (Kabupaten Kota). Maka kawasan transmigrasi
akan mendapat kedudukan kuat dalam setting perencanaan tata ruang
daerah.

92 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Penyelenggaraan transmigrasi sepanjang sejarahnya pada


dasarnya telah mengacu ketentuan [aturan] kewilayahan. Karakteristik
potensi sumberdaya unggulan, keterkaitan dengan pusat pertumbuhan

Living Document
dan hirarki kawasan merupakan faktor penting yang dipertimbangan
dalam membangun kawasan transmigrasi di berbagai daerah. Terkait
dengan struktur dan hirarki kawasan transmigrasi, hal ini sejalan
dengan rencana pengembangan wilayah yang telah menggariskan
skenario tata ruang nasional melalui Strategi Nasional Pengembangan
Pola Tata Ruang (SNPPTR) sebagai dasar penyusunan Rencara Tata
Ruang Wilayah Propinsi/Kabupaten (RTRWP/K).
Strategi pemanfaatan ruang nasional berisikan struktur dan
kriteria pengelolaan kawasan lindung dan budidaya, sedangkan dalam
struktur ruang mengidentifikasikan kawasan-kawasan strategis
nasional, sistem kota-kota dan arahan pengembangannya, sistem
transportasi dan infrastruktur utama (pelabuhan laut dan udara).
Selama ini, salah satu kendala dalam percepatan pembangunan
kawasan adalah adanya perencanaan kawasan yang bersifat sektoral.
Idealnya kawasan transmigrasi periode tersebut dipandang sebagai
bentuk pengembangan wilayah dan pembangunan daerah dan
merupakan ruang bersama yang disepakati lintas sektor terkait
dalam merancang program dan kegiatan secara terpadu. Sebaliknya
yang terjadi adalah munculnya kecenderungan ego-sektoral yang
kuat. Dalam arti setiap sektor mempunyai rancangan tata ruang
pembangunan yang berbeda sehingga menyebabkan pengembangan
sistem transportasi, hirarki pusat pelayanan, sistem pengadaan faktor-
faktor produksi sistem pasar tidak terencana secara terintegrasi (Ernan
Rustiadi, 2004).
Meskipun demikian, kawasan-kawasan transmigrasi yang dibangun
melalui pendekatan kewilayahan, dalam kurun waktu relatif panjang
mampu berkembang menjadi pusat pertumbuhan baru, pusat produksi
baru di berbagai daerah. Dalam kerangka pengembangan wilayah,
kawasan transmigrasi dapat berperan menciptakan konektivitas antar
daerah, antara wilayah maju dan wilayah terbelakang. Maupun menjaga
keseimbangan pertumbuhan antar wilayah akibat berkembangnya
aktivitas usaha pokok. Di sisi lain, terbatasnya peraturan perundangan

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 93
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

tata ruang telah menyebabkan pemanfaatan ruang yang menyebabkan


berubahnya fungsi kawasan (pemanfaatan kawasan hutan produksi
dan hutan lindung melalui program Hutan Rakyat Transmigrasi (HRT),
Living Document
pemanfaatan tanah adat secara sepihak, pembangunan kawasan
transmigrasi di wilayah pesisir).
Sebagai payung hukum, Peraturan perundangan tentang
Rencana Tata Ruang merupakan landasan hukum yang mendasari
pemanfaatan dan pengelolaan ruang dan menjadi acuan penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi/Kabupaten kota
(RTRWN/P/K). Dalam rencana tata ruang Nasional, Provinsi,
Kabupaten secara substansi penting, di antaranya adalah: penyusunan
rencana pembangunan jangka panjang (Nasional, Provinsi dan
Kabupaten), penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
(Nasional, Provinsi dan Kabupaten) pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah (Nasional, Provinsi dan
Kabupaten) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antarwilayah (Provinsi, Kabupaten) serta keserasian
antar-sektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,
penataan ruang kawasan strategis (nasional Provinsi dan Kabupaten);
dan penataan ruang wilayah Provinsi dan, Kabupaten/Kota
Pertanyaannya dimana dan bagaimana kedudukan rencana
pembangunan transmigrasi dalam kerangka rencana tata ruang?.
Secara eksplist dalam penjelasan UU No 29 Tahun 2009 ditegaskan
bahwa dengan mempertimbangan dinamika perubahan dan
tantangan yang dihadapi, maka pembangunan kawasan transmigrasi
dilaksanakan melalui pendekatan (berbasis) kawasan yang memiliki
keterkaitan dengan kawasan sekitar membentuk suatu kesatuan
sistem pengembangan wilayah kegiatan ekonomi.

Di dalam imlementasinya, pembangunan kawasan [transmigrasi]


sebagian besar sudah dirancang secara komprehensif dan holistik,
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah melalui pendekatan
Wilayah Pembangunan Transmigrasi (WPT) untuk mewujudkan pusat
pertumbuhan baru, atau sebagai Kawasan Perkotaan Baru dan Lokasi
Permukiman Transmigrasi (LPT) untuk mendukung pusat pertumbuhan
yang telah ada ataupun sedang berkembang sebagai Kawasan Perkotaan
Baru (KPB).

94 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Sebagai program yang mengacu pada prinsip-prinsip kewilayahan,


transmigrasi pada hakekatnya merupakan program pembangunan
pada suatu wilayah potensial, dengan penempatan penduduk baru

Living Document
untuk menetap, atau sumberdaya manusia yang kompeten secara
terbatas sebagai aktor pembangunan. Oleh sebab itu, pembangunan
transmigrasi pada dasarnya merupakan bagian integral dari
pembangunan Nasional, Provinsi, Kabupaten, maupun lokal, pada
wilayah-wilayah potensial yang telah ditetapkan.
Kedudukan lokasi transmigrasi pada umumnya merupakan
kawasan belakang (hinterland) dalam bentuk kawasan perkotaan baru
atau bagian dari kawasan perkotaan baru yang bercirikan perdesaaan.
Sebagai kawasan perkotaan baru, kawasan transmigrasi mempunyai
pusat pelayanan perkotaan sebagai pendukung aktivitas produksi,
masyarakat yang kompeten sebagai pelaku penting aktivitas produksi.
Melalui skenario demikian maka kawasan transmigrasi merupakan
hinterland penyedia bahan baku produksi yang berdaya saing.
Sebagai kawasan hinterland yang berciri perdesaan, maka
kedudukan rencana kawasan transmigrasi yang berisikan struktur dan
pola ruang, rencana penyediaan sumberdaya, rencana pengembangan
kawasan, rencana pengembangan usaha, rencana pengembangan
sosial-budaya adalah merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis dalam lingkup Nasional, Provinsi dan Kabupaten.
Dalam RPJMN 2010-2014, disebutkan bahwa pembangunan
transmigrasi diarahkan pada bidang pembangunan pedesaan dan
bidang pengembangan ekonomi lokal dan daerah untuk mendukung
prioritas nasional dalam pembangunan daerah perbatasan yang
tertinggal, terdepan, terluar dan paska konflik. Oleh karena itu, lokus
pembangunan transmigrasi kedepan, masih perlu diarahkan pada
daerah (wilayah) perbatasan, daerah tertinggal dan daerah pasca
konflik.
Wilayah perbatasan, kedepan perlu dipersepsikan sebagai
beranda depan wilayah NKRI agar tingkat kerawanan perbatasan
Indonesia dengan negara lain ke depan dapat diantisipasi. Sebagai
batas kedaulatan negara, wilayah perbatasan sangatlah penting, karena
itu kebijakan transmigrasi perlu diarahkan ke wilayah ini, baik untuk

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 95
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

kepentingan pertahanan dan ketahanan nasional, maupun kepentingan


hubungan antar-negara. Pembangunan wilayah perbatasan pada
hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Living Document
Wilayah perbatasan seringkali dipandang sebagai wilayah pinggiran
yang terbelakang. Padahal, wilayah perbatasan sangat penting
bagi keutuhan NKRI. Karena itu, wilayah perbatasan perlu menjadi
perhatian bagi seluruh komponen bangsa.
Kesadaran dan kepedulian terhadap wilayah perbatasan sebagai
bagian integral dari wilayah NKRI, telah mendorong berbagai upaya
untuk membangun dan mengelolanya sebagai halaman (beranda)
depan negara, yang bernilai sangat strategis.
Pembangunan dan pengelolaan wilayah perbatasan sebagai
beranda depan, tidak saja untuk mengendalikan lalu-lintas orang,
barang dan jasa, yang keluar-masuk wilayah negara, tetapi juga untuk
tujuan kesejahteraan bagi masyarakat yang berada di wilayah tersebut.
Pembangunan dan pengelolaan wilayah perbatasan juga dilakukan
untuk menghindari penggunaan wilayah perbatasan sebagai lalu lintas
kegiatan yang merugikan kepentingan nasional, seperti infiltrasi,
penyelundupan (pencurian), kejahatan transnasional dan tindakan
lain yang dapat mengganggu stabilitas nasional.
Pembangunan kawasan perbatasan dengan skema transmigrasi
dipandang sebagai salah satu model dalam upaya peningkatan
kesejahteraan di kawasan perbatasan, yang dilakukan dengan
membangun titik-titik tumbuh disepanjang perbatasan melalui
pengembangan Kawasan Perkotaan Baru.
Pembangunan transmigrasi di wilayah perbatasan negara
telah dilaksanakan sejak era reformasi antara lain, di Pulau Natuna,
Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu
Provinsi Kalimantan Barat, Nunukan Provinsi Kalimantan Timur, Arso,
Tanah Merah dan Muting di Papua. Di Belu, Alor dan Timor Tengah
Utara di Nusa Tenggara Timur.
Pembangunan transmigrasi di kawasan perbatasan juga telah
disinergikan dengan pengembangan investasi dengan mengembangkan
komoditas perkebunan dan pangan. Beberapa diantara wilayah-
wilayah tersebut sekarang telah berkembang menjadi daerah otonom
sebagai kabupaten baru.

96 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Sebagai negara kepulauan (archipelago state), Indonesia memiliki


perbatasan dengan beberapa wilayah negara tetangga, yaitu India,
Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Republik Palau,

Living Document
Papua New Guinea, Timor Leste, dan Australia. Khusus untuk
perbatasan darat, wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan tiga
negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste.
Perbatasan darat antara Indonesia dengan Republik Demokratik
Timor Leste (RDTL) membentang sepanjang 255,4 km meliputi
Kabupaten Belu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kota Kupang
di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung
dengan tiga distrik di Negara Timor Leste, yaitu Maliana, Kovalima
dan Oecusse. Wilayah distrik Oecusse, menjadi daerah enclave yang
terjepit antara Kabupaten Belu dan Kabupaten TTU di Provinsi NTT,
Indonesia. Khusus di Kabupaten Belu, terdapat 9 (sembilan) Kecamatan
meliputi 28 desa yang berbatasan langsung dengan Timor Leste yaitu;
Kecamatan Lasiolat, Raihat, Lamaknen, Lamaknen Selatan, Tasifeto
Timur, Tasifeto Barat, Kobalima, Kobalima Timur, dan Malaka Barat.
Sementara Pos lintas batas darat di Provinsi Papua, belum ada
yang diresmikan. Peraturan dan perjanjian perbatasan yang telah
dibuat meliputi: Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 1973, Keputusan
Presiden RI Nomor 27 Tahun 1974, Keputusan Presiden RI Nomor 6
Tahun 1980 dan Pembaharuan Perjanjian Perbatasan dengan Papua
New Guinea (18 Maret 2003).
Namun, ke depan pembangunan transmigrasi perbatasan perlu
diprioritaskan pada perbatasan Indonesia-Malaysia, di mana terdapat
8 (delapan) Kabupaten perbatasan, yaitu 5 Kabupaten di Kalimantan
Barat (Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Putusibau), dan 3
Kabupaten di Kalimantan Timur (Nunukan, Malinau, dan Kutai Barat).
Wilayah perbatasan darat Indonesia-Malaysia berada pada
wilayah Provinsi Kalimantan Barat dengan Negeri Serawak, dan
Propinsi Kalimantan Timur dengan Negeri Sabah. Kedua wilayah
tersebut relatif berhubungan langsung satu sama lain. Kondisinya
berbeda di mana wilayah Malaysia relatif lebih maju dibandingkan
dengan wilayah Indonesia, sehingga terjadi kecenderungan perubahan
orientasi kegiatan sosial ekonomi penduduk dari wilayah Indonesia ke
wilayah Malaysia. Pos lintas batas darat yang telah diresmikan meliputi

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 97
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

dua titik, yaitu Entikong (Kalimantan Barat)-Tebedu (Negeri Sarawak)


dan Nanga Badau (Kalimantan Barat)-Lubuk Antu (Sarawak).
Membangun dan mengembangkan kawasan transmigrasi baru
Living Document
di kabupaten daerah tertinggal pada 183 kabupaten di Indonesia,
dengan memberikan perhatian khusus agar wilayah tersebut dapat
relatif terbuka sebagai bagian dari NKRI serta menekan potensi konflik
vertical, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam24 , Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua
Barat dan Papua.

3. Perolehan dan Konsolidasi Lahan


Oleh karena transmigrasi merupakan sektor pembangunan yang
berbasis keruangan, maka lahan (tanah) menjadi persoalan sentral
dalam pembangunan. Maka ke depan diperlukan strategi perolehan
tanah (lahan) untuk transmigrasi, baik lahan untuk permukiman dan
atau untuk sarana usaha masyarakat. Diperlukan lahan diketahui bahwa
program transmigrasi terkait erat dengan upaya menjawab masalah
pangan dan kemiskinan. Selama dijalankan dalam kurun waktu 63
tahun, sampai tahun 2013 program transmigrasi telah membuka lahan
pertanian baru lebih kurang 4 juta hektar, yang dibagikan kepada
sekitar 2,2 juta KK petani atau sekitar 8,8 juta orang; bentuk distribusi
tanah kepada rakyat. Di waktu yang lalu program ini telah sangat besar
peranannya dalam menjadikan Indonesia swasembada beras tahun
1984 s/d 1998, yang telah membuat Presiden Soeharto/Pemerintah
Indonesia memperoleh Food Award, sebuah penghargaan dari FAO dan
menjadikan Indonesia produser terbesar CPO kelapa sawit.
Cara-cara mendapatkan ruang-wilayah, yang di dalamnya terdapat
lahan (tanah), baik “milik” masyarakat, negara dan atau badan usaha,
haruslah sesuai sesuai dengan instrumen hukum pertanahan yang
masih berlaku. Juga sesuai atau mempertimbangkan aspek-aspek
sosiologi (antropologi tanah), kultur pemilikan lokal (tradisional)
masyarakat. Hukum positif pertanahan mencakup aturan dan
prosedur administratif lahan (aspek legal) berkaitan dengan hak-hak
lahan (tanah), yang harus dilalui secara sah.

24
Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, 2012

98 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Karena penyediaan tanah untuk pembangunan transmigrasi pada


dasarnya merupakan persoalan hukum, maka wacana ketransmigrasian
ke depan harus sarat dengan perspektif mengenai hukum pertanahan

Living Document
nasional. Persoalan transmigrasi tidak bisa dipisahkan dengan
persoalan penyediaan dan perolehan tanah, karena disadari bahwa
transmigrasi adalah sektor pembangunan yang berbasis tanah, dan
sangat tergantung pada ketersediaan dan atau penyediaan tanah.
Klausul-klausul kebijakan penyediaan lahan (tanah) untuk
pembangunan transmigrasi antara lain berbunyi: Pasal 23:
menyebutkan: (a) Pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan
transmigrasi. (b) Alokasi penyediaan tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan rencana Tata Ruang Wilayah dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (UU 15/1997].
Pasal 24, Tanah yang diperoleh Pemerintah untuk penyelenggaraan
transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 diberikan dengan
hak pengelolaan (HPL) sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku25 . Dalam hal tanah yang akan diberikan kepada
transmigran dikuasai oleh Badan Usaha, tanah tersebut terlebih dahulu
diserahkan kepada Pemerintah sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku. Tanah yang diperuntukkan (diberikan)
kepada transmigran berstatus hak milik.
Lahan berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diberikan
kepada Pemerintah (Kementerian atau Departemen) yang mengurusi
transmigrasi secara yuridis hanya dibenarkan jika digunakan untuk
pembangunan transmigrasi. Dengan kata lain, lahan HPL-Transmigrasi
peruntukannya hanyalah untuk pembangunan transmigrasi, baik untuk
lahan pekarangan dan tapak rumah transmigran, lahan fasilitas umum
dan fasilitas ekonomi, maupun lahan usaha (LU-I dan atau LU-II).

Hak pengelolaan (HPL) adalah hak yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional
25

kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas areal yang telah dicadangkan
untuk lokasi permukiman transmigrasi dengan wewenang untuk merencanakan
peruntukan dan penggunaan tanah serta menyerahkan bagian-bagiannya kepada
para transmigran atau instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
transmigrasi. Dalam perkembangannya banyak lokasi HPL yang belum dipergunakan
untuk pembangunan permukiman transmigrasi, dan malah dipergunakan oleh pihak
lain, dikarenakan kurang pengaturan, pemeliharaan, dan pengamanan terhadap HPL
tersebut.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 99
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

Prioritas HPL untuk pembangunan transmigrasi, dimaksudkan


untuk memberikan kepastian (jaminan) bagi transmigran, yaitu
kepastian akan adanya lapangan kerja dan atau ruang usaha (lahan
Living Document
usaha) dan permukiman bagi dirinya setelah berada di daerah baru.
Maka dalam Pasal 24 ayat 1, Tanah yang diperoleh Pemerintah untuk
penyelenggaraan transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 diberikan dengan hak pengelolaan (HPL) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian maka lahan (tanah) yang akan dijadikan sebagai


lokasi pembangunan transmigrasi pertama-tama berstatus sebagai
Hak Pengelolaan (HPL), yang dipunyai Kementerian yang mengurusi
transmigrasi, dan hak tersebut diperoleh (dikeluarkan) dari Badan
Pertanahan Nasional (BPN). Setelah dibangun permukiman dan lahan
usaha, maka lahan yang berstatus HPL tersebut, kemudian dibagikan
kepada transmigran sebagai Hak Milik, pada setiap bidang (persilnya),
baik lahan pekarangan maupun Lahan Usaha.

Selanjutnya, dalam penjelasan ayat 1 dalam UU: Penyediaan


tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi dapat berasal dari tanah
negara dan/atau tanah hak. Apabila berasal dari dari tanah hak, tanah
dimaksud harus terlebih dahulu dibebaskan dari segala hak atas tanah
dan segala sesuatu yang berada di atasnya, dan selanjutnya diproses
hak pengelolaan (HPL)-nya, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Ayat 2, Dalam hal tanah yang akan diberikan kepada transmigran
dikuasai oleh Badan Usaha, tanah tersebut terlebih dahulu diserahkan
kepada Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Penjelasan ayat 2 dalam UU: Tanah yang dikuasi oleh
Badan Usaha yang dialihkan peruntukannya bagi penyelenggaraan
transmigrasi terlebih dahulu diserahkan kepada Menteri yang diserahi
urusan agraria (BPN) untuk kemudian diproses hak pengelolaan
(HPL)-nya kepada Menteri (Transmigrasi).
Dalam PP No. 2 Th 1999 (Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi),
Pasal 28 menyebutkan bahwa tanah untuk Wilayah Pengembangan
Transmigrasi (WPT) dan Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT)
berasal dari tanah negara dan atau tanah hak. Pasal 29, ayat 1,
Perolehan tanah untuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan

100 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Lokasi Permukiman Transmigrasi yang berasal dari kawasan hutan,


didahului dengan pelepasan kawasan hutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Living Document
Pasal-pasal mengenai penyediaan lahan, sebagaimana dikutip di
atas, adalah pasal-pasal yang tidak diubah dalam UU No. 29/2009,
sehingga masih tetap berlaku, mengikat, dan tetap harus dijadikan
acuan bagi Pemerintah dalam penyediaan lahan transmigrasi.
Masalah pertanahan transmigrasi seringkali muncul di tingkat
hilir, antara lain: Pertama, kekurangan lahan (sehingga pemenuhan
hak normatif lahan bagi transmigran tidak terlaksana), banyak kasus
misalnya transmigran sudah ditempatkan di permukiman baru tetapi
kemudian tidak memperoleh lahan usaha (karena lahan usaha dua
sekalipun ada tetapi “diambil” pihak lain. Kedua, klaim masyarakat adat
setempat terhadap lahan transmigrasi yang telah dibagikan, bahkan
ada yang sudah bersertifikat hak milik; dan Ketiga, dan tumpang tindih
lahan HPL transmigrasi dengan pihak lain, misalnya kasus perijinan
investor.
Dengan demikian maka “struktur persoalan” lahan HPL
transmigrasi, pada umumnya berbentuk konflik antara pemerintah
dengan pihak lain, khususnya masyarakat setempat. Banyak kasus
sengketa atau konflik lahan tersebut yang proses penyelesaiannya
cenderung berlarut-larut.
Kasus konflik pertanahan transmigrasi, atau masalah-masalah
yang timbul dikemudian hari pada lahan-lahan HPL transmigrasi perlu
dilihat dari ranah hulu dan hilir. Banyak hal yang tidak dipertimbangkan
pada ranah hulu, yaitu ketika masa pra-pencadangan dan proses
perolehan.
Oleh karena itu, kedepan pemahaman terhadap kultur tanah
masyarakat lokal (setempat) perlu ditingkatkan, sebagai basis kegiatan
pencadangan dan perolehan, sehingga proses clear and clean benar-
benar dapat dicapai. Tindakan preventif seharusnya dilakukan
pada tahap hulu, yaitu masa pra-pencadangan (penyediaan), masa
pencadangan (sertifikasi), dan proses perolehan (pembebasan hak
penguasaan lokal).
Perhatian dan atau tindakan preventif yang perlu dilakukan di
ranah hulu antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, Pemahaman

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 101
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

Kultur Lokal. Ketika proses pencadangan (penyediaan) dilakukan,


semestinya terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap bentuk-
bentuk kultur lokal terhadap penguasaan tanah, mencakup hak-hak
Living Document
tradisional yang berkembang, berbagai upacara simbolis mengenai
kesuburan tanah, bentuk penguasaan, cara-cara pemindah-tanganan,
kultur pengelolaan dan budidaya, dan simbol-simbol magis-spiritual
masyarakat atas tanah yang dikuasainya. Komunitas tradisional,
masyarakat adat (lokal) umumnya memiliki tradisi yang mengatur tata
kelola penguasaan tanah.
Banyak kajian antropologis yang menyajikan fakta-fakta budaya
masyarakat “pedalaman” yang memiliki simbol-simbol tentang
kekuatan magis, yang menguasai jagat termasuk lahan dan tanam-
tumbuh serta benda-benda material yang berada di atasnya, semua
benda diandaikan ada yang menunggu berupa makhluk-makhluk
supra-natural, yang jika diganggu keberadaan ekosistemnya maka
dipercayai akan mengganggu dan membahayakan kehidupan
komunal. Kepercayaan tradisional mengenai kekuatan magis (gaib) itu
dilembagakan dalam pranata adat atau tradisi, dan dijadikan pedoman
praktis kehidupan sehari-hari.
Atas dasar kenyataan adanya pranata tradisional tersebut, maka
pengambilan tanah tradisional untuk kepentingan pembangunan
(modernisasi), termasuk transmigrasi, selain harus mendapat restu
dan izin secara kolektif, juga harus ditempuh dengan cara-cara
pelepasan tradisional berupa upacara-upacara yang dipercayainya
dapat menghalau “kekuatan magis” penjaga lahan, sehingga tidak lagi
terjadi kekacauan sosial. Pemahaman terhadap kultur lokal tanah
tradisional, dan mempertimbangkannya melalui pendekatan kultural
dalam pengambil-alihan, merupakan tindakan preventif terjadinya
konflik lahan di kemudian hari. Dan hal ini mestinya dilakukan pada
saat proses pencadangan atau bahkan proses perolehan (pelepasan
hak).
Kedua, Komunikasi Budaya dalam Proses Perolehan. Perolehan
merupakan proses di mana Pemerintah “mengambil” lahan masyarakat
yang secara legal-yuridis telah diberikan melalui pencadangan.
Perolehan dilakukan untuk mencapai kondisi sosial dan yuridis clear
and clean (2C). Tindakan preventif yang harus dilakukan dalam proses

102 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

perolehan antara lain adalah komunikasi-budaya secara intensif


dengan masyarakat setempat, tentang pelepasan hak-hak tradisional
dan bentuk-bentuk kesepakatan mengenai rekognisi dan ganti-untung
(kompensasi), baik kompensasi simbolis maupun material-ekonomis,

Living Document
yang sifatnya partisipatif.
Karakteristik masyarakat transmigrasi (sosial, budaya dan
ideologi) negara kesatuan perlu dikomunikasikan secara intensif
dengan masyarakat setempat. Komunikasi itu dilakukan sebelum dan
atau proses penentuan lahan untuk lokasi transmigrasi. Komunikasi itu
dapat dilakukan melalui silaturahim tatap-muka (face to face relation),
dengan media focus group discussion (FGD-Kelompok Diskusi Terarah)
atau hadir dalam upacara ritual peralihan dan komunitas adat.
Konsolidasi tanah kedepan bukan saja dilakukan pada Satuan
Permukiman Baru, tetapi pada satuan-satuan permukiman yang
dipugar (SP-Pugar) dan satuan permukiman setempat (tempatan).
Konsolidasi tanah merupakan merupakan aspek penting dalam
pembangunan transmigrasi, yaitu melalui pendekatan partisipasi
masyarakat karena menyangkut kepastian hukum bagi transmigran,
dari sisi kepemilikan aset produksi, khususnya lahan.

4. Berada dalam Koridor Ekonomi Nusantara


Agenda ketransmigrasian ke depan adalah mengintegrasikan
kawasan terpilih ke dalam koridor ekonomi (MP3EI). Saat ini
Pemerintah Indonesia tengah menerapkan kebijakan nasional untuk
mempercepat pembangunan ekonomi melalui peningkatan investasi
di bidang infrastruktur, SDM dan komoditas pada wilayah-wilayah
tertentu, yang dikenal sebagai koridor ekonomi. Dokumen perencanaan
pembangunan ekonomi tersebut tertuang dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan nasional.
Dalam MP3EI tersebut dirumuskan secara rinci perencanaan 6
(enam) koridor ekonomi, yang diharapkan akan menjadi pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi regional. Enam koridor ekonomi yang telah
ditetapkan adalah Sumatera Timur, Pantai Utara Jawa, Kalimantan,
Sulawesi Barat, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat dan Maluku-
Papua. Keenam koridor meliputi (1) Sumatra sebagai pusat sentra
produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. (2)

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 103
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

Jawa sebagai pendorong industri dan jasa Nasional. (3) Kalimantan


sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung
energi nasional. (4) Sulawesi sebagai pusat produksi dan pengolahan
Living Document
hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional. (5) Bali-Nusa
Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan
nasional. (6) Papua-Maluku sebagai pengolahan sumber daya alam
yang melimpah dan SDM yang sejahtera.
Upaya konkrit untuk mewujudkan integrasi tersebut adalah
dengan mendorong perwujudan 16 kawasan transmigrasi (lihat
kembali RPJPN bidang transmigrasi 2010-2025) untuk dapat
menjadi embrio di antara 24 kota-kota kecil baru pada tahun 202526
, sebagaimana ditargetkan dalam MP3EI, yang dalam perencanaan
dan pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan Kementerian yang
menangani urusan perumahan rakyat. Hubungan dan integrasi kedua
kepentingan ini secara teoritik perlu diletakkan dalam suatu skenario
penataan persebaran kekuatan ekonomi (yang direpresentasikan
dengan keberadaan wilayah perkotaan) dan persebaran penduduk di
wilayah Nusantara27 . Selengkapnya lihat tabel 5 berikut.
Merujuk pada skenario besar tersebut, pembangunan transmigrasi
berbasis kawasan harus diperankan sebagai jalan (perintis) dan hulu
ledak yang berisikan muatan secara integratif dengan pembangunan
(semua sektor) berskema kewilayahan dalam wujud satu kesatuan
sistem pengembangan ekonomi wilayah. Integrasi ekonomi wilayah
ini secara berjenjang akan mendorong dan memperkuat keberadaan
kota-kota kecil, kota-kota sedang, kota-kota besar hingga munculnya
metropolitan di seantero Nusantara. Kemunculan kota-kota kecil ini
dengan sendirinya menjadi daya tarik bagi pergerakan keruangan
penduduk (people follow jobs) secara lebih seimbang. Diperkirakan
pada tahun 2035 dari 300 jutaan penduduk Indonesia pada saat itu,
sekitar 160 jutaan penduduk di antaranya akan menghuni wilayah
perkotaan (metropolitan dan kota besar) aktual dan potensial di
Nusantara, yang 50 jutaan di antaranya bergerak dari Jawa ke luar Jawa.

26
Kemenpera, 2011
27
Saleh, H. Heriawan dan Tirtosudarmo, R. Spatial Dimensions Of Population And
Socio-Economic Development And Their Implications To Macro And Sustainable
Development (2013)

104 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Tabel 4. Skenario Penataan Persebaran Kekuatan Ekonomi Dan


Persebaran Penduduk di Wilayah Nusantara
No Region (000 km2) Number of Urban Area: Actual (A) & potential demand of

Living Document
Potential (P) population to
Mega- Metropolita Big City generate urban
metropolitan n (mill)
1. Sumatera A= 1 A= 2 A = 30 +22
(473,5) P= 2 P= 8 P = 23
2. Kalimantan A= 0 A= 0 A= 9 +24
(425,3) P= 3 P= 3 P = 21
3. Sulawesi-Maluku A= 0 A= 0 A = 14 +26 112
(261,9) P= 3 P= 4 P = 13
4. Papua A= 0 A= 0 A= 5 +30
(537,4) P= 3 P= 3 P = 26
5. Bali-Nusa A= 0 A= 1 A= 4 +10
Tenggara P= 1 P= 3 P= 4
(73,7)
6. Java A= 3 A= 4 A = 34 -51
(127,0) P= 2 P= 2 P = 27
Total A=4 A=7 A = 96
P = 14 P = 23 P =114
Scenario of Spatial Distribution on Potential Urban Areas by Region and by Potential Demand (2035)
Remark: 1. if A > P  the city needs to be consolidated or reclassified or downgraded
2. If P > A  to promote the lower city to be the higher one
3. The number of A includes capital of province, capital of regency, and/or municipality (autonomous city)
4. The great majority of actual big cities outside Java are still under capacity regarding spatial class

Kawasan-kawasan transmigrasi yang akan dibangun kedepan,


haruslah berada dalam koridor-koridor ekonomi tersebut, dengan
demikian maka transmigrasi akan berposisi sebagai penopang
pembangunan zona ekonomi wilayah tersebut. Dengan memperhatikan
daerah-daerah tujuan transmigrasi, maka koridor ekonomi nusantara
yang relevan adalah seluruh koridor, kecuali Jawa.

MP3EI dirancang sedemikian rupa atas dasar prinsip not bussines


as usual (bukan bisnis biasa), yaitu bahwa pembangunan koridor
tidak semata-mata berbasis anggaran negara, melainkan merupakan
“proyek” dari seluruh stakeholder untuk membiayainya.
Filosofi MP3EI adalah bahwa Indonesia membutuhkan percepatan
transformasi ekonomi, agar kesejahteraan seluruh masyarakat dapat
diwujudkan lebih cepat. Tujuan itulah yang akan ditempuh melalui
langkah-langkah percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi.
Untuk itu dibutuhkan perubahan pola pikir (mindset) yang didasari
oleh semangat “Not Business As Usual”.
Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa
pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama antara

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 105
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan Swasta


(dalam semangat Indonesia Incorporated). Oleh karena kemampuan
finansial pemerintah melalui ABPN dan APBD dalam pembiayaan
pembangunan sangat terbatas, maka diperlukan investasi swasta.
Living Document
Dengan pemahaman bahwa semakin maju perekonomian suatu negara,
semakin kecil proporsi anggaran pemerintah dalam pembangunan
ekonomi, maka dinamika ekonomi suatu negara perlu mengedepankan
peran dan partisipasi dunia usaha, mencakup BUMN, BUMD, dan
swasta domestik dan asing.
Semangat Not Business As Usual inilah yang mendasari
pembangunan koridor ekonomi (MP3EI), terutama dalam hal
penyediaan infrastruktur. Semangat inilah yang merubah pola pikir
masa lalu, bahwa infrastruktur harus dibangun dengan menggunakan
anggaran Pemerintah. Dan karena anggaran Pemerintah selalu
terbatas, maka pola pikir tersebut kemudian berujung pada kesulitan
memenuhi kebutuhan infrastruktur bagi percepatan kemajuan
ekonomi. Saat ini, telah didorong pola pikir yang lebih maju dalam
penyediaan infrastruktur, yaitu melalui model kerjasama pemerintah
dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP).
Jadi, keuntungan yang diperoleh dari pengintegrasian
pembangunan transmigrasi kedalam korideor MP3EI, adalah bahwa
pembangunan koridor tersebut diharapkan akan meningkatkan
penyediaan infrastruktur secara besar-besaran guna mendukung
konektivitas dan interkonektivitas wilayah. Dengan demikian, “proyek”
MP3EI, diharapkan akan menjadi “habitat” yang sangat menguntungkan
bagi penyelenggaraan transmigrasi di daerah. Penyediaan infrastruktur
yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya transportasi
dan logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, dan
mempercepat gerak ekonomi.

5. Prioritas Sumber Daya Alam


Sumber daya alam, terutama lahan, ke depan masih menjadi basis
produksi dan aktivitas ekonomi masyarakat transmigrasi. Karena itu,
lahan (tanah) akan tetap menjadi modal (capital) prioritas, baik sebagai
permukiman (tapak rumah dan pekarangan), maupun sebagai sarana
produksi (means of production) dan pilihan komoditasnya. Dengan
demikian, pola-pola usaha transmigrasi ke depan masih berciri land-

106 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

base, dengan mengandalkan sumber daya alam sebagai basis produksi


(primer).

Living Document
B. Pembangunan Kependudukan [SDM]
Pembangunan kependudukan mencakup, Pengarahan dan Penataan
Penduduk; Kualitas Sumber Daya Transmigran; Pemanfaatan Bonus
Demografi; Harmonisasi hubungan lintas-kultural; Penguatan Modal
Sosial dan Adaptasi Lingkungan.

1. Pengarahan dan Penataan Penduduk


Agenda pengarahan perpindahan, dan penataan penduduk
di kawasan transmigrasi, adalah untuk melakukan intervensi agar
perpindahan penduduk tidak berciri kounter-produktif terhadap
kecenderungan aglomerasi ke arah Indonesia Bagian Barat.

Pembangunan transmigrasi ke depan bukan saja berbasis kawasan,


tetapi juga “Pembangunan Kawasan [Transmigrasi] yang Berbasis
Kependudukan”, yang berarti bahwa kawasan-kawasan transmigrasi
dibangun dengan mempertimbangkan aspek kependudukan, yaitu
situasi dinamik perkembangan penduduk Indonesia sebagai subyek
pembangunan.

Sebagai pendekatan pembangunan dengan dua pendekatan


(kewilayahan dan kependudukan), maka transmigrasi ke depan akan
tetap memposisikan penduduk [orang-orang atau komunitas yang
berada di dalam ruang atau kawasan transmigrasi], sebagai subyek
yang berperan aktif dalam kegiatan ekonomi untuk mencapai kondisi
sejahtera, yaitu sehat fisik-jasmani dan berpengetahuan luas, sehingga
mampu beraktivitas ekonomi secara produktif.

Jika aspek pengembangan wilayah [bangwil] dalam pembangunan


transmigrasi secara jelas dirancang dan dibangun dalam bentuk kawasan,
yaitu suatu ruang wilayah yang hirarkis-terstruktur sehingga menjamin
kemajuan secara ekonomi dan spasial, maka aspek kependudukan
[bangduk] dalam pembangunan transmigrasi dirancang dan dilaksanakan
dalam bentuk pengarahan dan fasilitasi perpindahan, penataan
persebaran, peningkatan kapasitas dan kompetensi, serta pemanfaatan
bonus demografi secara terencana dan programatik.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 107
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

Jika penekanan dalam konsep pengembangan wilayah [bangwil]


adalah terjadinya konektivitas dan interkonektivitas, baik pada skala
mikro maupun skala makro, maka penekanan pada pengembangan
Living Document
kependudukan [bangduk], adalah pada pada link-and-macth antara
pengarahan perpindahan dan penataan persebaran, antara pendidikan,
penyehatan, dan peningkatan kapasitas dengan pemekerjaan
(employment-creation) dan aktivitas ekonomi [produktifitas].
Paradigma ini juga berarti bahwa pembangunan kawasan
transmigrasi ditujukan untuk mendorong dan menarik mobilitas
penduduk dari kawasan lain kedalam kawasan tersebut. Pengembangan
wilayah transmigrasi didasarkan atas konsep people follow jobs [ada
gula ada semut], sebagai bagian dari upaya pengelolaan penduduk
agar menjadi kekuatan pembangunan. Dengan demikian, transmigrasi
ke depan akan menjadi bagian dari pembangunan wilayah berbasis
kependudukan; yang secara eksplisit mendukung agenda pembangunan
pasca 2015.
Paradigma pembangunan wilayah berbasis kependudukan, bagi
sektor transmigrasi, dilakukan melalui (1) pembentukan “kawasan
transmigrasi”, secara bertahap dari unit spasial terkecil berupa
pembangunan SP, SKP, hingga unit terbesar yaitu kawasan dengan
tingkat konektivitas dan inter-konektivitas tinggi; (2) Pembentukan
kawasan beserta pusat kawasan sebagai kota, dengan infrastruktur
pelayanan dasar-basic servises); (3) Pengarahan perpindahan
penduduk secara horisontal menuju kawasan-kasawan transmigrasi
terbangun, diarahkan agar terjadi second stage migration secara
spontan (4) Perpindahan penduduk secara horisontal terjadi secara
alamiah (atas daya tarik pasar kerja, atau people follow jobs), dan (5)
Perpindahan melalui sponsor pemerintah dilakukan hanya sebagai
inisiatif awal (initial goverment investement) untuk mengantisipasi
terjadinya kegagalan proses alamiah (pasar bebas); (6) Investasi
di dalam bangwil tersebut diarahkan pada kebijakan nasional;
mendukung ketahanan pangan dan suplai energi; (7) Investasi di dalam
pembangunan kependudukan diarahkan pada peningkatan kesehatan
dan pengetahuan (pendidikan) penduduk, sehingga tercipta aktivitas
ekonomi masyarakat secara lebih produktif.
Hahekat transmigrasi pada dasarnya merupakan pembangunan
yang secara langsung memberikan perlakuan terhadap penduduk,

108 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

terutama penduduk yang melakukan perpindahan, baik untuk tujuan


kesejahteraan, pemerataan pembangunan daerah, maupun tujuan
kesatuan dan persatuan bangsa.

Living Document
Definisi Transmigrasi dalam Undang-Undang memang perpindahan
penduduk..dst, tetapi perpindahan dalam hal ini merupakan konsekuensi
logis dari terbangunnya kawasan-kawasan transmigrasi. Dengan
demikian, pembangunan transmigrasi kedepan harus mampu menjadi
arah dan sekaligus tujuan bagi pergerakan penduduk secara spasial. Jadi,
kedepan perpindahan penduduk dalam konteks transmigrasi tidak lagi
diterjemahkan sebagai perpindahan antar-pulau, dari pulau-pulau Jambal
(Jawa-Bali-Madura-dan Lombok) ke pulau-pulau lain, tetapi lebih pada
penataan persebaran penduduk antar kabupaten dalam satu propinsi,
dan atau antar propinsi dalam wilayah NKRI.

Pembangunan kependudukan tidak bisa dipisahkan dengan


pembangunan wilayah (spasial), demikian sebaliknya. Bahwa
perkembangan terakhir transmigrasi diarahkan pada pembangunan
spasial, yaitu pembentukan kawasan-kawasan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, core business transmigrasi
pada hakekatnya adalah membangun kualitas sumber daya manusia
sebagai penopang kemajuan, melalui perpindahan (pemindahan)
penduduk28 .
Program transmigrasi kedepan harus didasarkan atas pemahaman
bahwa, jika tidak dikelola secara baik, jumlah penduduk Indonesia
yang begitu besar akan menjadi beban pembangunan. Dalam konteks
kondisi kependudukan yang ditandai oleh ketimpangan persebaran,
maka salah satu bentuk pengelolaan kependudukan adalah dengan
mengarahkan perpindahan (mobilitas, migrasi) penduduk ke wilayah-
wilayah lain (di luar Jawa), melalui penyediaan lapangan kerja, dan

Hingga saat ini, terma-terma transmigrasi masih tetap dikaitkan dengan persoalan
28

kependudukan, misalnya perpindahan penduduk, Transmigran Penduduk Asal


(TPA), Transmigran Penduduk Setempat (TPS), Penduduk Sekitar, Penduduk
Lokal, dll. Penggunaan istilah-istilah tersebut tidak berarti bahwa pembangunan
transmigrasi saat ini bahkan dikaitkan dengan perspektif baru, yaitu pembangunan
berwawasan kependudukan, dan pembangunan kependudukan yang berwawasan
spasial (keruangan), melalui upaya penataan persebaran, pengarahan mobilitas, dan
penempatan (memukimkan) penduduk sesuai daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 109
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

pembangunan spasial yang menjamin tumbuh-kembangnya wilayah


tersebut menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi.
Sebagai upaya untuk menekan kekuatan sentrifugal terjadinya
Living Document
aglomerasi penduduk di wilayah Jawa, Pemerintah Indonesia
sesungguhnya telah menetapkan kebijakan pengarahan penyebaran
penduduk, dengan tujuan untuk mencapai persebaran penduduk secara
seimbang dan yang optimal, yaitu kondisi seimbang antara jumlah
penduduk dengan dukung daya alam dan daya tampung lingkungan
[UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga].
Sejalan dengan UU tersebut, transmigrasi diselenggarakan dengan
orientasi pada penataan persebaran penduduk yang serasi dan
seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan,
peningkatan kualitas SDM, dan perwujudan integrasi masyarakat
[sebagaimana juga diamanatkan oleh pasal 5 UU No. 15 tahun1997, jo
UU No. 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian.
Dengan demikian, upaya-upaya untuk mengarahkan persebaran
penduduk, termasuk penataan persebaran penduduk, melalui program
transmigrasi, selama ini telah dilakukan agar interaksi antara matra
dan fungsi ruang dengan penduduk di atasnya berada dalam kondisi
seimbang, selaras dan serasi. Jika jumlah penduduk terlalu besar
dan melebihi daya tampung lingkungan, maka akan terjadi degradasi
lingkungan yang berpengaruh pada kualitas kehidupan penduduk,
tetapi jika jumlah penduduk sangat kurang, juga akan terjadi inefisiensi
pemanfaatan sumber daya dan fasilitas publik.
Transmigrasi menghadapi tantangan besar, karena melawan
arus perpindahan penduduk yang terjadi atas daya tarik pasar bebas,
dimana penduduk cenderung bermigrasi dari wilayah pinggiran ke
pusat (dari luar Jawa ke Jawa). Karena itu, mobilitas penduduk melalui
transmigrasi selama ini terjadi melalui intervensi (dukungan, campur
tangan, dan subsidi) Pemerintah, baik secara finansial, program,
dan fasilitas perpindahannya. Namun demikian, pembangunan
transmigrasi, sejak masa pemerintahan sebelum reformasi hingga saat
ini, telah berhasil menciptakan simpul-simpul konsentrasi penduduk
di luar Jawa, sebagai basis kegiatan ekonomi kerakyatan (lokal) di

110 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

bidang pertanian. Komunitas dan permukiman yang dibangun melalui


program transmigrasi, telah menjadi unit-unit administratif, baik
dalam skala lokal (desa), kecamatan, ataupun kabupaten.

Living Document
2. Kualitas Sumberdaya Manusia
Agenda Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, dilakukan agar
transmigrasi didukung oleh kualitas SDM yang mumpuni, dan unggul
baik dari segi pendidikan, dan atau keahlian, dan atau kompetensi
sesuai kebutuhan karakteristik keunggulan lokal, sehingga dapat
mempercepat perkembangan dan kemajuan kawasan dapat terjadi.
Transmigrasi juga perlu memperhitungkan bonus demografi, di dalam
seleksi, rekruitmen dan perlakuan diarahkan pada penduduk usia
produktif, sehingga tidak terjadi masalah di daerah tujuan. Sebaliknya
adanya multiplier effect dari terbangunnya pusat pertumbuhan di
kawasan transmigrasi, maka akan lebih mudah mengisi lapangan kerja
yang tersedia, kesempatan pendidikan yang lebih baik, peningkatan
kesehatan dan kesejahteraan penduduk bertambah.

3. Pemanfaatan Bonus Demografi

Fasilitasi perpindahan penduduk dari daerah asal ke daerah


tujuan, atau penataan persebaran penduduk di daerah sekitar kawasan
transmigrasi, perlu diprioritaskan pada penduduk yang berusia muda
(produktif), dan berpendirikan. Sasaran rekruitmen dan seleksi calon-calon
transmigran perlu diperketat untuk mendapatkan sumber daya manusia
yang memiliki etos kerja tinggi, berketerampilan, dan berkemampuan
kerja produktif, sehingga kawasan transmigrasi yang dibangun dapat
berkembang cepat atas dukungan sumber daya masyarakat yang
berkompeten.

Indonesia diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030.


Bonus tersebut adalah Bonus Demografi, dimana penduduk dengan
umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan
usia lanjut belum banyak. Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun)
pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30
persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan
di atas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif
mencapai sekitar 180 juta, sementara non-produktif hanya 60 juta.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 111
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

Jadi, bonus Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara


sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (usia 15-
64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Sebetulnya
Living Document
sejak saat ini Indonesia sudah memulai mengalami bonus demografi
dikarenakan proses transisi demografi yang berkembang sejak
beberapa tahun lalu, yang dipercepat dengan keberhasilan program KB
menurunkan tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan
serta suksesnya program-program pembangunan lainnya. Akan tetapi
usia produktif ini apabila tidak berkualitas malah akan menjadi beban
negara.
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial-ekonomi.
Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk,
yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk non
produktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan
mencapai 44 per 100 penduduk produktif. Hal ini sejalan dengan
laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara
Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus
turun sampai 2020.
Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan
dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi
ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun berkah ini
bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan
kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian
lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara
kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70
persen penduduk usia kerja di tahun 2020-2030.
Berkaca dari fakta yang ada sekarang, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia masih
rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111.
Sementara di kawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam
dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand,
Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak
kompetitifnya pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun
luar negeri. Paling tidak, pekerja Indonesia di luar negeri adalah

112 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk


tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja Indonesia masih kalah dengan
pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi

Living Document
strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.
Permasalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) inilah
yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus
demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru
membawa bencana dan membebani negara atau pemerintah, karena
masalah yang mendasar pada kualitas manusia. Kenyataannya
pembangunan kependudukan seolah terlupakan dan tidak dijadikan
underlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia
yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama
kemajuan suatu bangsa.
Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of
development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia (human
capital), mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi,
serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan
keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak
hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu
menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah
juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga
aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya
akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi
pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara
menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek
yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri. Dengan
demikian, bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah
berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah bencana
seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan. Sebuah bangsa yang kuat
harus mempunyai perencanaan, termasuk membangun sumber daya
manusia berkualitas yang akan menjadi daya saing sebuah bangsa.
Sejatinya, perubahan tidak bisa dilakukan dalam sekejap, maka dari itu
pembenahan kualitas manusia harus dimulai dari sekarang.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 113
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

4. Harmonisasi Hubungan Lintas-Kultural

Agenda pengembangan hubungan lintas kultural dilakukan agar


Living Document
penduduk di dalam kawasan transmigrasi mampu hidup secara harmonis,
sehingga terhindar dari segala bentuk potensi konflik dan disharmoni,
baik antar personal-komunitas, maupun antar etnis-agama dan budaya.

Agenda lain dalam konsep pembangunan kependudukan, adalah


penduduk sebagai sumber daya manusia (SDM) dan sekaligus sebagai
komunitas basis yang memiliki asal-usul identitas etnis (kultural).
Transmigrasi merupakan model pembangunan yang mempertemukan
berbagai varian penduduk [suku-bangsa atau etnik] yang berbeda.
Kawasan transmigrasi dihuni oleh beragam identitas kultural
[etnisitas], yang berinteraksi dalam hubungan lintas kultural. Oleh
karena itu, pengembangan komunitas transmigrasi [sebagai bagian dari
pembangunan kependudukan] perlu diarahkan pada pembentukan
sikap dan perilaku yang co-eksistensial (pro-eksistensial) damai,
antar dan lintas-kultural dalam kemajemukan (baik tradisi, keyakinan
agama, ideologi, norma-sosial, maupun nilai-nilei etik).
Implikasi dari hubungan lintas-kultural yang beragam adalah
kebutuhan tumbuhnya sikap-pandangan dan perilaku toleran, reseptif,
relatif, dan pluralistik, maka pembangunan kependudukan dalam
konteks Bangwil Transmigrasi, perlu diarahkan pada perlindungan
dan pemenuhan hak-hak kultural penduduk, yaitu dengan menjamin
hak-hak sosio-kultural, kelestarian [preservasi] identitas budaya asal,
dan harmonisasi hubungan lintas-etnis [budaya] antar berbagai varian
etnis yang ada. Dengan kata lain, pembangunan kependudukan dalam
konteks pengembangan wilayah transmigrasi harus mampu mengelola
dan mengontrol situasi yang memungkinkan terjadinya disharmoni
tersebut, yang disebabkan oleh stereotipe-etnik (prasangka etnis),
etnosentris, religiosentris, dan kecemburuan-kultural, baik antar-
transmigran, maupun antara transmigran dengan penduduk setempat.
Salah satu resiko dari hubungan lintas-etnik, lintas-kultural, dan
lintas-agama, adalah ketegangan, pertikaian, disharmoni, konflik,
disintegrasi, atau berbagai macam ketidaknyamanan sosial-kultural
yang muncul bermula dari sikap dan pandangan yang inheren dari

114 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

setiap komunitas etnik itu sendiri, yaitu pandangan etnosentris dan


stereotipe-etnik. Dengan demikian, pembangunan transmigrasi
harus mampu mengelola dan mengontrol situasi yang memungkinkan

Living Document
terjadinya disharmoni tersebut, yang disebabkan oleh stereotipe-
etnik (prasangka etnis), etnosentris, religiosentris, dan kecemburuan-
kultural, baik antar-transmigran, maupun antara transmigran dengan
penduduk setempat.
Problematik hubungan lintas etnis, berupa disharmoni,
disintegrasi, dan segala bentuk konflik, dalam pembangunan
transmigrasi perlu dihindari, dan integrasi menjadi agenda yang
perlu diupayakan secara terus-menerus (berkesinambungan) guna
menopang proses pertumbuhan ekonomi, baik pada pada tingkat
lokal maupun regional. Maka pengembangan komunitas transmigrasi
diarahkan pada terjadinya integrasi sosial-budaya.

5. Penguatan Modal Sosial dan Adaptasi Lingkungan


Dalam rangka peningkatan perekonomian di daerah modal
sosial memegang peranan penting karena merupakan sumberdaya
yang dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan individu
dan masyarakat seperti halnya sumberdaya lain (alam, ekonomi dan
sumberdaya manusia). Modal sosial merupakan modal produktif
yang terdiri dari rasa percaya (trust), kemampuan dalam membangun
jaringan kerja (network) serta kepatuhan terhadap norma (norm)
yang berlaku. Modal tersebut memberi keuntungan untuk mengakses
modal lainnya serta memfasilitasi kerjasama intra dan antar kelompok
masyarakat dalam tataran inter dan antar kawasan transmigrasi.
“Kapital/modal” dapat dipahami sebagai aset-aset dari berbagai
macam hal dan modal sosial dapat diciptakan. Aset adalah segala
sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat untuk membuat proses
produktif di masa mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat
diperluas/disebarkan dengan mudah. Modal sosial merupakan
akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif,
kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan
manfaat bersama dari perilaku kerjasama antara penduduk setempat
dan pendatang di kawasan transmigrasi, sehingga dapat menguatkan
kapital manusia (pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan), kapital

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 115
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

fisik (sarana dan prasarana dapat ditingkatkan melalui swadaya


masyarakat), kapital sosial (hubungan sosial, melalui penguatan
kelembagaan yang mempunyai tingkat kepercayaan, mentaati norma,
serta saling interaksi).
Living Document
Dimensi modal sosial yang telah berkembang perlu dilembagakan
agar menjadi rujukan dan penguatan interaksi antar subkultur dalam
mencapai keberhasilan usaha secara berkelanjutan. Pertanyaannya
apakah modal sosial harus dianggap sebagai bentuk kapital/modal?
Apakah ia harus menjadi hasil dari beberapa investasi? Dengan kata
lain, apakah ia harus disengaja-terencana ataukah dapat tumbuh
dengan alamiah-natural? Apakah modal sosial harus memiliki
beberapa manfaat lintas domain atau hanya dalam aktivitas yang
spesifik pada komunitas di kawasan transmigrasi?. Untuk itu
pengembangan kawasan transmigrasi dengan penguatan modal sosial
perlu ditumbuhkan mulai dari level grass root (komunitas) dengan
lintas etnis-budaya, sosial, ekonomi yang ada di kawasan transmigrasi,
dibentuk dengan menumbuhkan saling percaya, taat pada norma-
norma yang berlaku, mempunyai jaringan kerja dan saling berinteraksi
mulai dari level komunitas (mikro) dan level pemerintah desa baik intra
dan antar kawasan transmigrasi, sampai ke level meso (pemerintahan
di level Kecamatan/Kabupaten) dan level regional (Provinsi), serta
level makro (nasional/global).
Adaptasi lingkungan merupakan adaptasi dan keberdayaan
masyarakat atau penduduk yang berada di kawasan transmigrasi, baik
penduduk lokal dan pendatang dapat memanfaatkan dan mengelola
sumberdaya alam yang ada pada wilayah kawasan transmigrasi yang
ditempati sebagai usaha dalam keberlanjutan kehidupannya. Oleh
karena itu, masyarakat juga adalah kelompok yang paling rentan
terhadap perubahan kondisi di lingkungan hidupnya. Adanya pola-
pola adaptasi kehidupan masyarakat dengan kebiasaan hidupnya pada
daerah asalnya maupun tumbuhnya usaha-usaha baru bagi penduduk
pendatang dan lokal yang berada di kawasan transmigrasi yang saling
berinteraksi. Sebagai contoh ada dampak dari perubahan iklim , bukan
hanya persoalan aspek ekonomi, pangan, kekurangan air bersih,
tetapi juga tentang aspek kesehatan, budaya dan spiritualitas, maka
penduduk pada komunitas yang baru di kawasan transmigrasi dapat
menguasai kondisi alam yang ada.

116 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Dari beragam dampak-tersebut, masyarakat juga memiliki kapasitas


beradaptasi dan memitigasi yang luar biasa, seiring dengan perubahan
lingkungan yang telah mempengaruhi mata pencaharian mereka di

Living Document
masa lalu, dalam banyak kasus masyarakat dapat mengembangkan
strategi menghadapi perubahan lingkungannya, dengan penguasaan
teknologi yang dipunyai dari masing-masing penduduk yang berada di
kawasan transmigrasi.

C. Pengembangan Ekonomi Lokal

Agenda pengembangan ekonomi lokal (perdesaan) dalam


transmigrasi mencakup: agribisnis, kemitraan usaha, dan investasi
perdesaan. Pengembangan ekonomi lokal dilaksanakan secara sinergis
antara kewenangan pemerintah, kekuatan pasar, dan kemampuan
masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Prinsip yang harus dikembangkan dalam pengembangan ekonomi


lokal adalah pertama, investasi berbasis lahan harus memenuhi skala
minimal ekonomi, alokasi lahan untuk masyarakat transmigrasi
menjadi prioritas utama dengan memperhatikan reforma agraria yang
mengarah pada dimungkinkannya penerapan modernisasi pertanian.
Alokasi lahan untuk pihak swasta tidak memunculkan fenomena
penguasaan aset tanah yang berkelebihan dengan prinsip berkeadilan
dan saling menguntungkan. Kedua, investasi berbasis non lahan dalam
mengembangkan ekonomi lokal harus sudah mulai menempatkan
bahwa masyarakat transmigrasi sebagai mitra mempunyai hak sebagai
pemegang saham atas usaha yang dikembangkan, tidak hanya sebagai
tenaga kerja. Ketiga, semua bantuan dan insentif pemerintah dalam
bentuk apapun untuk pengembangan ekonomi lokal harus diarahkan
untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan daya saing usaha
investasi, bukannya menciptakan ketergantungan.
Pada tingkat Satuan Permukiman (SP), usaha di bidang primer
(budidaya) lahan, perlu diperkuat sedemikian rupa agar dapat
mencapai produktivitas tinggi, melalui penerapan inovasi teknologi
budidaya secara intensif. Desa Utama sebagai pusat pertumbuhan SKP

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 117
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

didorong (dipromosikan) untuk mengembangkan usaha sekunder, dan


sementara Pusat Kegiatan Ekonomi (PKE) pada Pusat Pertumbuhan
dipromosikan untuk mengembangkan usaha sekunder dan tersier.
Living Document
Pembagian lahan sebagai pemenuhan hak normatif transmigran
terutama untuk pengembangan usaha sektor primer harus diberikan
sekaligus sesuai dengan ketentuan minimal dua hektar. Lahan tersebut
dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas pertanian (dalam
arti luas), yang tidak hanya terbatas pada budidaya atau usaha tani,
tetapi terintegrasi juga dengan penanganan pasca panennya dalam
sistem agribisnis. Selanjutnya secara berjenjang pengembangan usaha
sekunder yang mengambil lokus di pusat SKP dilakukan terintegrasi
dengan usaha sektor primer di tingkat SP dan usaha sektor sekunder
dan tersier yang ada di KPB.

1. Sistem Agribisnis dan Investasi


Memperhatikan konsep pengembangan kawasan transmigrasi
(ada gula ada semut), maka pertanian sebagai salah satu faktor
penggerak keberhasilan transmigrasi perlu dikembangkan ke arah
“Agricultural Industry Oriented 29“.
Sistem agribisnis yang perlu dikembangkan di kawasan
transmigrasi, sebagai pendukung perkembangan pusat pertumbuhan
adalah sebagai berikut.
a. Pengembangan diversifikasi usahatani, melalui pengembangan
usahatani dengan komoditas bernilai tinggi dan pengembangan
kegiatan off-farm untuk meningkatkan pendapatan dan nilai
tambah;
b. Peningkatan nilai tambah produk pertanian peternakan, kehutanan,
dan perikanan melalui peningkatan penanganan pasca panen, mutu,
pengolahan hasil dan pemasaran dan pengembangan agroindustri
di wilayah transmigrasi;
c. Pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian dan
pemukiman transmigrasi, melalui perbaikan jaringan irigasi dan
jalan usahatani, serta infrastruktur lainnya di wilayah transmigrasi;

29
Heady (1974), yang kemudian lebih umum dikenal sebagai konsep “Agribisnis”
(Saragih, 2010).

118 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

d. Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif, terutama


permodalan;
e. Pengurangan hambatan perdagangan antar wilayah dan

Living Document
perlindungan dari sistem perdagangan yang tidak adil;
f. Peningkatan IPTEK pertanian dan pengembangan riset pertanian
melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat dan
spesifik lokasi yang ramah lingkungan; dan
g. Pengembangan lembaga keuangan di wilayah transmigrasi dan
sistem pendanaan yang layak bagi usaha pertanian, antara lain
melalui pengembangan dan penguatan lembaga keuangan mikro/
perdesaan, insentif permodalan dan pengembangan pola-pola
pembiayaan yang layak dan sesuai bagi usaha pertanian.

Memperhatikan program-program tersebut di atas, maka akan


sangat sulit jika sebuah wilayah transmigrasi yang sifatnya masih
baru untuk dapat mengakomodir program-program tersebut, maka
pengembangan pertanian berbasis agribisnis sebaiknya dilekatkan/
didekatkan pada wilayah transmigrasi yang sudah lebih maju.
Filosofi tersebut telah diadopsi dengan penerapan Kota
Terpadu Mandiri (KTM), konsep ini cukup baik dalam rangka ikut
mengembangkan penerapan konsep agribisnis di wilayah transmigrasi.
KTM menyatakan bahwa Kota Terpadu Mandiri adalah Kawasan
Transmigrasi yang pertumbuhannya dirancang menjadi Pusat
Pertumbuhan melalui pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
yang mempunyai fungsi sebagai berikut.
a. Pusat kegiatan pertanian berupa pengolahan barang pertanian jadi
dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis;
b. Pusat pelayanan agroindustri khusus dan pemuliaan tanaman
unggul;
c. Pusat kegiatan pendidikan dan pelatihan di sektor pertanian,
industri dan jasa;
d. Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-
pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 119
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

2. SDM yang Kompeten


Pengembangan ekonomi lokal akan berhasil apabila digerakkan
oleh SDM yang kompeten yaitu SDM yang memiliki pengetahuan dan
Living Document
keterampilan yang memadai serta memiliki perilaku yang baik. SDM
penggerak ekonomi lokal ini meliputi SDM aparat Pemerintah, swasta
dan masyarakat yang bergerak di sektor hulu hingga hilir atau dari
subsistem sarana dan prasarana hingga subsistem pemasaran, dari
non-farm, on-farm, hingga off-farm.
Guna mempersiapkan SDM dengan kompetensi yang memadai, akan
dilakukan peningkatan kompetensi aparat penyelenggara transmigrasi,
seleksi calon transmigran yang tepat, serta penyelenggaraan pelatihan
teknis dan managamen yang efektif bagi pelaku usaha dan masyarakat;
serta diseminasi teknologi inovatif yang berkesinambungan.

3. Sistem Insentif
Pembangunan ekonomi lokal di kawasan transmigrasi meliputi
aspek perencanaan, monitoring serta evaluasi perlu didukung oleh
data dan informasi yang akurat dan terkini serta dukungan peraturan
perundang-undangan yang diarahkan agar dapat dihasilkan produk
yang berdaya saing dan mensejahterakan pelaku usaha dalam setiap
sub sistem agribisnis. Peraturan atau kebijakan pemerintah harus
berpihak kepada para pelaku usaha dari setiap sub sistem agribisnis
di kawasan transmigrasi, seperti kemudahan berinvestasi, kemudahan
perijinan dalam berusaha, kemudahan ekspor, melindungi produk
pertanian (secara luas) dalam negeri dari serbuan produk-produk
impor, menghilangkan pungutan ilegal, penyediaan fasilitas modal
yang mudah dan murah, insentif pajak, biaya transportasi yang murah,
jaminan keamanan usaha, infrastruktur, penyediaan fasilitas lembaga
keuangan mikro, Bank untuk usaha pertanian dan sebagainya.
Peraturan atau kebijakan pemerintah harus berpihak kepada
para pelaku usaha dari setiap sub sistem agribisnis dan memberikan
perlindungan terhadap produsen maupun konsumen baik pada
perdagangan di tingkat lokal, nasional maupun internasional.

4. Mendukung Green Economy


Pembangunan transmigrasi sebagaimana diamanatkan Undang-
Undang adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

120 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

transmigrasi dan penduduk di sekitarnya. Peningkatan kesejahteraan


dalam hal ini bukan diartikan sebagai kesejahteraan dalam jangka
pendek tetapi harus memiliki makna dalam jangka panjang hingga ke

Living Document
generasi-generasi berikutnya. Oleh sebab itu, pengembangan ekonomi
lokal di kawasan transmigrasi harus mengacu pada prinsip-prinsip
green economy yaitu yang meningkatkan kesejahteraan manusia
dan kesetaraan sosial bagi generasi kini dan mendatang, sekaligus
mengurangi risiko lingkungan secara signifikan .
Sebagai konsekuensi dari prinsip green economy dalam
penyelenggaran transmigrasi, maka pengembangan ekonomi lokal di
kawasan transmigrasi harus mengacu pada komoditas unggulan yang
sesuai dan memberikan kontribusi bagi produksi O2, mendukung
konservasi tanah dan air, serta menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan dan sesedikit mungkin memproduksi CO2 sejak aktifitas
penyiapan lahan, penyiapan sarana hingga subsistem pemasaran.

5. Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan


Kelembagaan petani merupakan unsur yang sangat penting untuk
mendukung pengembangan agribisnis di kawasan transmigrasi, guna
merespon pasar dan persaingan, meningkatkan efisiensi produksi,
serta mengefektifkan pelayanan yang menunjang pengembangan
usaha agribisnis. Kelembagaan usaha menjadikan petani memiliki
kemandirian usaha dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan untuk
mampu bersaing. Pengembangan kelembagaan di tingkat petani
diarahkan untuk membentuk Kelompok Tani, asosiasi produsen atau
koperasi usaha sehingga dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining
position). Untuk memperkuat aspek kelembagaan maka ada beberapa
hal yang perlu dilakukan diantaranya: penguatan manajemen kelompok
melalui pola partisipatif, fasilitasi kemitraan antara kelompok tani
dengan pedagang atau pengusaha, fasilitasi pertemuan pelaku
usaha untuk pengaturan logistik dan distribusi, pertemuan pelaku
usaha dalam rangka tukar menukar informasi supply dan distribusi,
disamping penguatan modal usaha kelompok. Pelaku usaha agribisnis
terdiri dari banyak petani yang tersebar di pedesaan dengan skala
kecil dan bersifat musiman sehingga menyebabkan adanya fluktuasi
produksi dan harga. Oleh karena kecilnya skala usahatani, maka

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 121
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

pembentukan kelembagaan produksi yang serasi (compatible) dengan


ciri sosial-budaya dan ekonomi petani sangat diperlukan.

D. Penguatan Kelembagaan Penyelenggara


Living Document

1. Kerjasama-Sinergis Pemerintah-Provinsi-Kabupaten-Kota
Untuk membangun kawasan berikut pusat-pusat pelayanannya
tidak bisa dilaksanakan oleh suatu sektor tertentu tetapi harus
melibatkan sektor lain secara terpadu. Dalam hal pembangunan
kawasan transmigrasi sebagaimana pembangunan sektor lain yang
berbasis kewilayahan harus dipersepsikan menjadi kepentingan
bersama. Oleh karena itu perencanaan kawasan dengan skema-
skema sektoral tertentu pada berbagai jenjang pemerintahan harus
dikoordinasikan oleh Kementerian/Lembaga atau Satker yang
berkewenangan dalam perencanaan pembangunan. Konsekuensi
logis dari pembangunan yang melibatkan multisektor adalah
dalam pembiayaan yang dapat bersumber dari Pemerintah (APBN),
Pemerintah Provinsi (APBD), dan Pemerintah Kabupaten/Kota
(APBD), serta sangat terbuka kemungkinan dana masyarakat termasuk
dunia usaha. Sesuai amanat UU. Nomor 29 Tahun 2009 dan Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang ketransmigrasian bahwa koordinasi
dan pengawasan pelaksanaan pembangunan transmigrasi diatur
dengan Peraturan Presiden. Sehubungan dengan itu berbagai macam
skema pembangunan berbasis kewilayahan (seperti agropolitan,
minapolitan, Kawasan Ekonomi Khusus, dan Kawasan Transmigrasi)
sepanjang memenuhi persyaratan perlu dipertimbangkan untuk
diintegrasikan satu dengan yang lainnya menjadi klaster-klaster dalam
kawasan tertentu (konteks lokal menjadi sangat penting, karena perlu
diketahui sejauh mana pemerintah daerah memandang peran program
transmigrasi dalam pembangunan daerah).

2. Komitmen Pusat-Daerah
Komitmen Pusat-Daerah dalam pembangunan dan pengembagan
kawasan transmigrasi diperlihatkan dengan dipilihnya transmigrasi
sebagai sebuah kewenangan pada suatu daerah. Untuk merealisasikan
komitmen dirumuskan pembagian urusan kewenangan dalam

122 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

pembangunan transmigrasi. Pembagian kewenangan ini harus


diletakkan sebagai satu kesatuan yang utuh pada masing-masing
tingkat pemerintahan (Pemerintah, Pemprov, dan Pemkab/Kota)

Living Document
sehingga dapat menggambarkan rangkaian proses penyelenggaraan
transmigrasi dan rancangan kelembagaan, kepegawaian dan
ketatalaksanaan. Pembagian urusan ini harus sejalan dengan revisi UU
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah serta revisi PP
nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Kewenangan.
Pembagian peran ini mungkin berbeda dan bervariasi antara satu
daerah dengan daerah lainnya, bergantung pada isu pembangunan lokal
dan aspirasi dan penerimaan (acceptance) pemerintah daerah. Bisa
saja program yang dibutuhkan dan diinginkan daerah adalah semacam
“Transmigrasi Lokal’. Strategi marketing sangat diperlukan. Untuk
itu konteks lokal menjadi sangat penting. Sejauh mana pemerintah
daerah memandang peran program transmigrasi dalam pembangunan
daerah?
Transmigrasi merupakan pembangunan terpadu antar sektor,
artinya transmigrasi tidak akan mencapai tujuannya apabila tidak
didukung oleh kegiatan sektor lainnya. Oleh karenanya, keberhasilan
pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi mensyaratkan
komitmen pengambil kebijakan dan keterlibatan secara aktif sektor-
sektor terkait.

3. Indikator Kinerja Utama


Tersusunnya indikator kinerja utama ketransmigrasian yang
berbasis outcome dengan menetapkan: (a) terpenuhinya kualifikasi
SDM sesuai dengan daya tampung alam dan daya dukung lingkungan,
(b) tumbuh dan berkembangnya kewirausahaan sebagai indikator
keberhasilan kehidupan masyarakat transmigrasi, (c) berfungsinya
kelembagaan sosial budaya sebagai indikator keberhasilan layanan
kesehatan dan pendidikan, (d) bermanfaatnya infrastruktur intra dan
antar kawasan.

4. Kebijakan Berbasis Pengetahuan (knowledge based policy)


Transmigrasi ke depan menghadapi tantangan dan kendala
yang semakin kompleks dengan stakeholder yang semakin kritis.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 123
Agenda Ketransmigrasian Kedepan

Dalam lingkungan ilmu pengetahuan juga sedang terjadi pergeseran


paradigma. Dalam situasi ini, dukungan teori, riset, dan data semakin
diperlukan dalam perumusan kebijakan. Oleh sebab itu, kebijakan
Living Document
transmigrasi ke depan disusun berbasis pengetahuan yang diperoleh
dari riset dengan menggunakan teori, data dan informasi terkini.

124 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Bab VI
KONSEP ARAH KEBIJAKAN
TRANSMIGRASI 2015-2019
Dari berbagai pemikiran yang telah dihimpun, maka diperoleh
suatu intisari (khulasoh) bahwa transmigrasi ke depan [2015-2019]
perlu melakukan penyesuaian strategis, dengan mengubah cara-
pandang (paradigma) dan strategi kebijakan. Karena itu, paradigma
yang dapat diajukan adalah: “pembangunan transmigrasi berbasis
kawasan, dan pembangunan kawasan berbasis kependudukan dan
pengembangan ekonomi lokal”.
Paradigma ini diharapkan dapat mewujudkan transmigrasi sebagai
pendekatan pembangunan yang lebih komprehensif baik secara spasial,
sosial, dan ekonomi. Untuk menginplementasikan konsep transmigrasi
dengan paradigma baru tersebut, dalam periode 2015-2019, perlu
disusun arah-kebijakan yang relevan dan akurat.
Salah satu masalah yang akan dihadapi pada ranah pelaksanaan,
adalah hubungan kelembagaan birokratik, baik hubungan vertikal
Pusat-Daerah, maupun hubungan horisontal lintas-Kementerian. Oleh
karena itu, langkah yang perlu dilakukan adalah: Pertama, peningkatan
pemahaman konseptual transmigrasi Aparat Penyelenggara Pusat

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 125
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

dan Daerah secara menyeluruh melalui diseminasi dan dialog-dialog


kebijakan transmigrasi. Kedua, meningkatkan negosiasi-negosiasi
Pusat-Daerah, untuk mencapai kesepahaman dan kerjasama yang
Living Document
saling bertanggungjawab, baik secara teknis maupun finansial, dalam
implementasi program transmigrasi.

Transmigrasi secara kontemporer perlu diarahkan pada upaya untuk


mendukung kebijakan politik pembangunan nasional, khususnya di bidang-
bidang strategis; (1) Mendukung ketahanan pangan nasional, melalui
upaya-paya peningkatan produktivitas pertanian pangan (padi, kedelai,
jagung, gula, dan daging (sapi). Upaya ini dilakukan melalui intensifikasi
budidaya, penerapan teknologi pertanian moderen, penyediaan sarana
dan prasarana yang memadai, serta ekstensifikasi lahan-lahan pertanian,
dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani; (2) Mendukung upaya
pencarian sumber-sumber energi alternatif, sekaligus merekayasa dan
mengembangkannya teknologi energi alternatif. Upaya ini dilakukan
melalui berbagai uji-coba, riset, dan pengembangan potensi-potensi lokal
di kawasan transmigrasi; meliputi biomas, hidro-power, dan tenaga angin.
Transmigrasi kedepan secara permanen (jangka panjang) akan tetap
diarahkan pada (1) Upaya pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan
wilayah negara, melalui terjadinya interdependensi ekonomi yang kuat
antar satu daerah dengan daerah lainnya, serta interdependensi sosial-
budaya yang harmonis antar-etnis. (2) Upaya mendukung kualitas sumber
daya manusia guna meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
atau Human Development Indekx (HDI) khususnya di bidang pendidikan
dan kesehatan (masyarakat). (3) Upaya mendukung kelestarian
lingkungan, yang secara embedded terintegrasi pada seluruh aktivitas
pembangunan. Kebijakan ini ditekankan sebagai bagian dari komitmen
global tentang green economy dan pencegahan pemanasan global (efek
rumah kaca).

Konsep Kebijakan transmigrasi 2015-2019, diturunkan dari mimpi


besar yang belum seluruhnya dapat diwujudkan yaitu masyarakat
transmigrasi yang produktif dan sejahtera dalam kawasan transmigrasi
yang berdaya saing. Guna mewujudkan mimpi tersebut dicapai melalui
2 (dua) pemikiran (konseptual) besar, yaitu: Pertama, Konsep tentang
Bentuk Konstruksi dan Arsitektur Transmigrasi dalam perspektif
(paradigma) baru; Kedua, Konsep tentang Manajerial Penyelenggaraan
Transmigrasi dalam perspektif kelembagaan Pemerintahan Otonomi
(Desentralistik).

126 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Arah dan langkah yang perlu diambil untuk mewujudkan mimpi


tersebut berdasarkan dua konsep pemikiran diatas adalah sebagai
berikut:

Living Document
PARADIGMA TRANSMIGRASI KE DEPAN:
“Pembangunan Transmigrasi Berbasis Kawasan”, dan
Pembangunan Kawasan Transmigrasi Berbasis Kependudukan, serta
Pengembangan Ekonomi Lokal”.

ARAH DAN LANGKAH KEDEPAN


1. Membangunan kawasan transmigrasi yang inklusif dan responsive
terhadap lingkungan strategi;
2. Membangun dan mengembangkan wilayah secara hirarkis sebagai
sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat;
3. Menempatkan posisinya sebagai wahana bagi seluruh sektor
pembangunan untuk berperan aktif dalam mendukung percepatan
pembangunan ekonomi regional;
4. Membangun wilayah berbasis kependudukan dengan penekanan
pada keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara
pendidikan dan pemekerjaan (employment), dan antara kesehatan
dan aktivitas ekonomi [produktif];
5. Mengembangkan wilayah atas dasar ada gula ada semut [people
follow jobs], dan mengelola penduduk sebagai kekuatan
pembangunan.
6. Mengembangkan ekonomi lokal dengan sistem agribisnis dan
agroindustri yang mengarah pada fungsi/ciri perkotaan baru
melalui penguatan kapital sosial dan adaptasi lingkungan, serta
memperhatikan green economy dan kelestarian lingkungan;
7. Mengembangkan komunitas transmigrasi [sebagai bagian dari
pembangunan kualitas nirfisik penduduk] yang diarahkan
untuk membentuk sikap dan perilaku yang co-eksistensial (pro-
eksistensial) damai, antar dan lintas-kultural dalam kemajemukan
(baik tradisi, keyakinan agama, ideologi, norma-sosial, maupun
nilai-nilai etik);

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 127
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

8. Meletakan landasan hasil ilmu pengetahuan san teknologi,


penelitian, pengembangan, data dan informasi di bidang
ketransmigrasian untuk menyusun bahan kebijakan di bidang
Living Document
ketransmigrasi berdasarkan

A. TRANSMIGRASI DALAM PARADIGMA BARU


Untuk memayungi implementasi paradigma baru ketransmigrasian
dengan tiga dimensi ruang, orang dan uang, maka peran modal sosial
menjadi sangat strategis untuk mengakselerasikan bergeraknya tiga
dimensi tersebut secara harmonis.

Transmigrasi dalam paradigma baru, yaitu “pembangunan


transmigrasi berbasis kawasan, dan pembangunan kawasan berbasis
kependudukan:”, diterjemahkan sebagai transmigrasi membangun
Ruang (wilayah), Orang (Sumberdaya Manusia dan Masyarakat), dan
Uang (ekonomi, kapital, teknologi, dan kegiatan bisnis), dalam rangka
pencapaian kesejahteraan dan kemajuan.
Dalam konsep ini, arah kebijakan yang diperlukan mencakup
(1) Pemilihan dan [Penentuan] Ruang (Wilayah; (2) Penyiapan dan
Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM); dan (3) Pengembangan
Ekonomi Lokal.

1. Pemilihan Ruang-Wilayah
a. Dasar Pertimbangan (Rationale):
Pemilihan dan penentuan ruang merupakan kegiatan ranah
hulu yang sangat menentukan (determinan) dalam pencapaian
kesuksesan penyelenggaraan transmigrasi. Prinsip pengembangan
kawasan transmigrasi adalah penciptaan “gula” yang mampu
menarik berbagai macam “semut”.
Hal ini berarti bahwa perwujudan kawasan perkotaan baru
(KPB) di setiap kawasan transmigrasi (sebagaimana diamanatkan
UU No. 29/2009) diharapkan akan dapat menjadi alternatif untuk
mengalihkan arus urbanisasi dari kota-kota metropolitan yang ada,
ke kawasan perdesaan [transmigrasi] yang telah dilengkapi dengan
fungsi-fungsi perkotaan (kota bentukan). Dengan demikian maka

128 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

akan terjadi integrasi desa kota sebagai satu kesatuan fungsi (ruang
kehidupan).
Dengan dasar konsep penciptaan “gula”, maka perlu ditekankan

Living Document
bahwa kedepan kawasan-kawasan transmigrasi (berikut kawasan
perkotaan baru) harus dibangun dengan basis komoditas unggulan,
harus menjadi sebuah klaster atau simpul-simpul kegiatan
ekonomi, yang mempunyai inter-konektivitas dengan kawasan–
kawasan lainnya. Konektivitas antarkawasan perlu ditekankan,
karena hal itu merupakan penggerak ekonomi wilayah yang secara
inklusif melibatkan masyarakat transmigrasi sebagai objek, subjek
dan penerima manfaat dari kemitraan bisnis yang dikembangkan
bersama dunia usaha. Jika hal ini dapat terwujud maka kawasan-
kawasan transmigrasi akan menjadi kontributor penting bagi
pembangunan nasional, baik di bidang pangan, energi, perluasan
kesempatan kerja, maupun di bidang penghapusan kemiskinan dan
ketimpangan wilayah
Pengembangan wilayah [kawasan transmigrasi], yang
muaranya untuk menghasilkan daya saing daerah, pada dasarnya
tidak cukup hanya mengandalkan keberadaan [ketersediaan] SDA
(resources endowment), kapasitas SDM, kepemimpinan dan elit
daerah, tetapi juga faktor letak lokasi kawasan transmigrasi yang
dipilih. Karena itu, pemilihan lokasi menjadi sangat penting.
Dalam perspektif sistem ketata-keruangan, kawasan
transmigrasi dapat diskenariokan sebagai alat bagi semua
pemangku kepentingan untuk melakukan transformasi struktur
ekonomi dari sektor primer ke sekunder dan tersier secara
sistematis. Transformasi ini bergerak dari pengembangan usaha
yang berbasis SDA (pertanian) dan sekaligus dilengkapi dengan
upaya peningkatan kapasitas SDM untuk dapat menjadi pelaku
yang handal di sektor selanjutnya. Skenario tersebut dapat beranjak
dengan: (1) pengembangan permukiman transmigrasi yang ada
sepanjang memenuhi persyaratan minimal suatu kawasan, (2)
pengembangan kawasan transmigrasi sebagai PKSN, PKW dan PKL
sesuai dengan potensi wilayah masing-masing, (3) mengembangkan
kawasan transmigrasi sebagai hinterland dari pusat-pusat kegiatan
yang ada (PKN, PKSN, PKW dan PKLP).

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 129
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

Mengingat pembangunan kawasan transmigrasi berangkat


dari pembangunan kawasan perdesaan maka rencana kawasan
transmigrasi harus merujuk pada Rencana Tata Ruang Perdesaan.
Living Document
Namun rencana tata ruang perdesaan di luar Jawa belum ada yang
tersusun, maka rencana kawasan transmigrasi yang ditetapkan
dengan Perda sebaliknya dapat menjadi masukan untuk penyusunan
rencana tata ruang kawasan perdesaan.
Terkait dengan pembangunan ekonomi regional (koridor
ekonomi), pembangunan transmigrasi yang berbasis kawasan
harus dipersepsikan bukan sebagai lokomotif pembangunan
daerah, tetapi lebih sebagai rel bagi semua gerbong pembangunan
lintas sektor yang diletakkan di sepanjang koridor ekonomi.
Pembangunan transmigrasi yang berbasis kawasan juga
mempunyai mandat untuk melaksanakan kebijakan reforma agraria
dalam wujud pendistribusian aset produksi (termasuk konsolidasi
tanah) kepada rakyat, berikut hak milik atas tanah tersebut.
Pendistrbusian aset ini juga sebagai wujud dari pemberian akses
modal dan teknologi kepada masyarakat.
b. Arah Kebijakan
1) Pemilihan atau penentuan calon lokasi [lokus kawasan]
diletakkan pada koridor ekonomi dengan prioritas pada daerah
perbatasan, daerah tertinggal, strategis (nasional, propinsi dan
atau kabupaten).
2) Perencanaan kawasan yang [harus] didasarkan atas prinsip-
prinsip pengembangan spasial; struktur hirarkis, nodal, dan
berkonektivitas tinggi, sehingga menjamin terjadinya perubahan
(perkembangan) kearah pusat-pusat pertumbuhan yang berdaya
saing, menjadi daya tarik (“gula” ) bagi arus migrasi (mobilitas)
penduduk sekunder.
3) Perolehan sumber daya alam (lahan), yang dilakukan secara
demokratis, dengan melibatkan secara intensif para stakeholder
daerah, sehingga menjamin diperolehnya lahan dengan kondisi
clear-clean, baik secara, legal, sosial, maupun kultural.
4) Penyelesaian aspek hukum atas aset-aset masyarakat, yang
dilakukan melalui upaya konsolidasi tanah (land consolidation)

130 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

sebagai bagian dari upaya pemberian kepastian hukum


(kepemilikan aset) bagi masyarakat di kawasan transmigrasi.

Kebijakan tersebut akan [dan perlu] ditekankan pada pembangunan

Living Document
kawasan transmigrasi baru pada periode 2015-2019, dengan mengacu
pada RPJP (2010-2025) bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
(Permen No 12/2012), yaitu: “membangun dan mengembangkan 25
kawasan transmigrasi baru berupa WPT/LPT yang diprioritaskan di
Kabupaten daerah tertinggal dan perbatasan”.

5) Pembangunan tahap dua (second stage development) atau


perlakuan ulang terhadap kawasan-kawasan terbangun sejak
tahun 2007, hingga 2014, yang diarahkan pada penyediaan
dan atau peningkatan kualitas infrastruktur yang mendukung
konektivitas inter dan antar kawasan, sehingga menjamin dan
mendukung kelancaran [perputaran] arus barang, jasa, modal,
dan berbagai aktivitas ekonomi masyarakat.
Kebijakan ini perlu ditekankan pada pembangunan kawasan-
kawasan transmigrasi yang telah dibangun sejak tahun 2007
hingga 2014, yang ditengarai masih menghadapi berbagai
kendala dalam proses perkembangannya menuju kawasan
pusat pertumbuhan. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai sebagai
pelaksanaan RPJP (2010-2025) Bidang Ketenagakerjaan dan
Ketransmigrasian, yaitu sebagai berikut.

Terdapat 44 Kawasan Transmigrasi dengan skema KTM sebagai


hasil pembangunan periode 2007-2010. Dari 44 kawasan yang ada, 28
diantaranya akan dipacu untuk menjadi kawasan perdesaan yang
memiliki pelayanan dasar (basic services) secara lengkap pada periode
2015-2019. Sisanya 16 kawasan akan dipromosikan menjadi klaster-
klaster sebagai bagian dari 25 kota-kota kecil baru yang diproyeksikan
secara nasional pada tahun 2025.

2. Penyiapan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia


a. Dasar Pertimbangan
Pembangunan transmigrasi kedepan harus mampu
menciptakan kesempatan kerja dan peluang berusaha melalui
aktivitas mobilitas penduduk baik secara horizontal (spasial)

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 131
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

maupun vertikal (pemberdayaan masyarakat), sehingga dapat


menaikkan bonus demografi daerah yang bersangkutan. Hal ini
dapat menjadi komponen penentu dalam perencanaan tenaga kerja
Living Document
daerah.
Di daerah-daerah padat penduduk, transmigrasi dilakukan
dengan mendorong dan mengarahkan mobilitas penduduk ke arah
kawasan-kawasan yang dibangun. Sedangkan di daerah-daerah
di mana dibangun kawasan transmigrasi, dilakukan penataan
persebaran penduduk, yang dilakukan dengan menarik penduduk
setempat (lokal) yang berada dalam permukiman-permukiman
terpencar dan terpencil ke dalam kawasan-kawasan yang dibangun,
sehingga terjadi konsentrasi sebagai persyaratan demografis
terbentuknya pusat pertumbuhan. Baik pengarahan perpindahan
maupun penataan persebaran penduduk ditujukan pada kelompok
usia produktif, sehingga menjadi penduduk yang berpindah mampu
menjadi penggerak di kawasan baru, dan tidak menjadi beban bagi
daerah yang ditempatinya.
Salah satu tujuan transmigrasi adalah kesejahteraan masyarakat
transmigran dan penduduk sekitar. Tujuan kesejahteraan dicapai
salah satunya melalui pendekatan ekonomi, melalui pengelolaan
dan pemanfaatan sumber-sumberdaya alam, penciptaan
kesempatan kerja, dan pembentukan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah.
Pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya
alam memerlukan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang
handal dan profesional. Dalam konteks ini maka aspek pendidikan
memiliki peran penting dalam peningkatan kualitas dan kapasitas
SDM. Aspek pendidikan dalam pembangunan transmigrasi, juga
sangat penting untuk pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat transmigran. Kegagalan dalam mengembangkan aspek
pendidikan masyarakat transmigran akan melahirkan problematik
sosial berupa kemiskinan dan keterbelakangan.
Dewasa ini, paradigma pembangunan yang merujuk pada
knowledge-based economy semakin dominan. Paradigma ini
menekankan tiga hal: Pertama, kemajuan ekonomi yang bertumpu

132 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

pada dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, hubungan


kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi
semakin kuat. Ketiga, pendidikan menjadi penggerak utama

Living Document
dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses
transformasi struktural berjangka panjang.
Selain pendidikan, adalah aspek kesehatan, yang juga sangat
penting sebagai indikator kualitas sumber daya manusia (SDM).
Kesehatan merupakan bagian dari indikator kesejahteraan
masyarakat. Karena itu, untuk mencapai kesejahteraan, kesehatan
masyarakat perlu menjadi prioritas. Dengan menerapkan prinsip-
prinsip hidup sehat, akan tercapai kesehatan masyarakat, dan
melahirkan generasi sehat yang mampu memberikan kontribusi
optimal bagi membangun. Individu dan masyarakat yang sehat
secara fisik dan batin, akan menjadi kekuatan pendorong kemajuan.
Kesehatan mencakup spektrum yang luas; dari kesehatan keluarga,
kesehatan reproduksi, hingga kesehatan masyarakat, dari kesehatan
fisik hingga kesehatan mental-spiritual.
Kesehatan keluarga merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang perlu diperhatikan, mengingat keluarga adalah
bagain terkecil dari masyarakat. Kebutuhan akan terciptanya
keluarga yang sehat, perlu menjadi perhatian masyarakat dan
karena itu masyarakat perlu memiliki pengetahuan dalam
melindungi kesehatan keluarga.
Kesehatan reproduksi sangat penting untuk diberikan kepada
para wanita, terutama para ibu dan remaja yang umumnya
sangat rentan. Pemahaman tentang kesehatan reproduksi perlu
dikuasai masyarakat, mengingat masih banyak wanita yang belum
memahami pentingnya merawat kesehatan ini. Masyarakat di
kawasan transmigrasi ditengarai masih sangat terbatas dalam
menguasai pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi ini. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya media yang memberikan informasi
secara menyeluruh dan mendalam tentang kesehatan reproduksi.
Dengan begitu kompleks dan luasnya aspek kesehatan
masyarakat, khususnya masyarakat di kawasan transmigrasi,
maka dipelukan upaya untuk memahaminya secara mendalam

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 133
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

dan menyeluruh, agar dapat diketahui kebutuhan program


dan dukungan kegiatan pembangunan yang diperlukan guna
peningkatan kesehatan masyarakat di kawasan transmigrasi.
Living Document
b. Arah Kebijakan:
1) Penentuan calon transmigran dari daerah sekitar kawasan, yang
didasarkan atas kriteria tertentu (yang perlu segera disusun), yaitu
kriteria pemenuhan standar kompetensi antara lain; berusia produktif,
berpendidikan minimal SMA/SLTA, berketerampilan sesuai pola usaha
yang dikembangkan.
2) Perencanaan Sumberdaya Kawasan yang [harus] dilaksanakan pada
T-2 dengan didasarkan atas prinsip-prinsip; penataan persebaran
penduduk di dalam dan di luar kawasan, kesesuaian antara daya
dukung dan tampung, kesempatan kerja, pola usaha, dan kompetensi
yang dibutuhkan, dan berorientasi pada pemanfaatan bonus
demografi.
3) Model-model perlakuan masyarakat (pelatihan-training) peningkatan
kualitas dan kapasitas (pasca penempatan di lingkungan baru) di
kawasan transmigrasi, yang didisain sedemikian rupa sehingga dapat
mencapai transformasi mental dan personalitas, mencakup; sikap
dan perilaku reseptif, terampil, berwawasan pluralis-multikulturalis,
peningkatan hasrat need-for achievement (N-Ach), dan toleran,
sehingga menjamin pencapaian transmigran unggul.
4) Model-model pendampingan untuk peningkatan kapasitas masyarakat
menjadi SDM yang berdaya saing dan kompetitif, dalam pengembangan
kawasan transmigrasi.

Kebijakan tersebut akan [perlu] ditekankan pada pembangunan


kawasan baru 2015-2019, sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJP
(2010-2025) bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian, yaitu:
“membangun dan mengembangkan 25 kawasan transmigrasi baru
berupa WPT/LPT yang diprioritaskan di Kabupaten daerah tertinggal dan
perbatasan”.

Terhadap kawasan-kawasan telah dibangun sejak tahun 2007


hingga 2014, pengembangan sumber daya manusia dan masyarakat
diarahkan pada:
• Peningkatan kapasitas kelembagaan (institutional capacity
building) bagi kelompok-kelompok yang telah ada melalui
fasilitasi [pemberian bantuan] sarana-sarana aktivitas
organisasional yang diperlukan;

134 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

• Penyelenggaraan berbagai pelatihan dengan materi-materi


khusus bagi agen-agen (pelaku, pegiat) di kawasan yang ada;
• Peningkatan aktivitas pelayanan umum, khusus di bidang

Living Document
pendidikan dan kesehatan, baik di dalam hal sarana fisik maupun
pendampingan sosial.

3. Pengembangan Ekonomi Lokal


a. Dasar Pertimbangan:
Baik kawasan-kawasan transmigrasi yang akan dibangun,
maupun yang saat ini telah terbangun, pada kurun waktu 2015-
2019, pola usaha pokok yang berbasis tanaman pangan, harus
dibangun dan atau dikembangkan dengan menerapkan sistem
agrobisnis-agroindustri dari hulu ke hilir. Tanaman pangan yang
diusahakan harus menjawab tantangan isu global (liberalisasi
perdagangan) serta perubahan iklim (pemanasan global) dikaitkan
dengan ketahanan pangan.
Untuk mewujudkan kawasan transmigrasi sebagai lokus
pengembangan agribisnis, maka produk yang dihasilkan tidak
hanya sebatas pada produk primer, melainkan juga produk yang
mempunyai nilai tambah, dan sepanjang memungkinkan terkait
dengan produk yang dibutuhkan konsumen akhir. Oleh karena itu,
semua prasyarat harus terpenuhi, yaitu infrastruktur, SDM, insentif
fiskal dan non fiskal, modal, dan teknologi.
Dalam pengembangan usaha, perencanaannya harus
memperhatikan: (a) pertumbuhan dan sebaran penduduk; (b)
kebutuhan konsumsi pangan dan gizi; (c) daya dukung sumber daya
alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan; (d) pengembangan
sumber daya manusia dalam Penyelenggaraan Pangan; (e) kebutuhan
sarana dan prasarana penyelenggaraan pangan; (f) potensi pangan
dan budaya lokal; (g) rencana tata ruang wilayah; dan (h) rencana
pembangunan nasional dan daerah; (h) pengurangan kemiskinan.
Untuk menjamin keberlanjutan pengembangan usaha petani dan
masyarakat transmigrasi tersebut harus juga diperhatikan antara
kepentingan konsumen dan petani sebagai produsen.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 135
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

Mengingat selama ini usaha khusus usaha tanaman pangan


yang dilakukan oleh petani tidak kompetitif dengan komoditas
lainnya maka perlu adanya intervensi dari pemerintah dalam bentuk
Living Document
infrastruktur, modal dan teknologi, serta jaminan pemasaran. Untuk
meringankan beban bantuan pemerintah dalam pengembangan
usaha tanaman pangan dimungkinkan keterlibatan badan usaha
melakukan kemitraan dengan petani, serta tetap menempatkan
Bulog sebagai penjamin dan penyeimbang pasar yang semakin
kompetitif.
b. Arah Kebijakan:

1) Perencanaan kegiatan ekonomi (kawasan), yang sejak dini perlu


diarahkan pada pemilihan komoditas unggulan yang tepat, bentuk
kelembagaan ekonomi relevan, sumber-sumber akses permodalan
daerah, investor yang potensial, dan konsep kerjasama sektor public
dan sektor private yang kuat, dan saling menguntungkan.
2) Pengembangan ekonomi lokal yang terkait erat dengan koridor
ekonomi, dan penekanan pada formula agribisnis sesuai dengan
potensi kawasan.
3) Penggalakkan investasi swasta yang diprioritaskan pada investor-
investor nasional setempat, baik skala besar maupun menengah,
dengan skema kerjasama bisnis transmigran-dunia usaha yang
berkeadilan dan saling menguntungkan;
4) Pengembangan sistem insentif bidang perpajakan (tax incentive) bagi
investasi di kawasan transmigrasi;
5) Advokasi pemanfaatan zona-zona ekonomi kawasan, yang dilakukan
secara intensif bagi pengembangan (penanaman investasi) dunia
usaha, sehingga diperoleh investor-investor yang handal dan
terpercaya.
6) Pembangunan kawasan transmigrasi baru, yang dilaksanakan
dengan mempertimbangkan pola usaha transmigrasi berbasis
sumber daya alam (lahan), dengan orientasi pangan atau mendukung
ketahanan pangan dalam spektrum luas (padi, kedelai, gula, jagung
dan daging sapi).
7) Menyeimbangkan perlindungan petani dan pelaku bisnis dalam
mendorong pengembangan ekonomi lokal melalui sistem agribisnis di
kawasan transmigrasi.
8) Penguatan kapital sosial di level masyarakat untuk pengembangan
masyarakat yang berorientasi pada usaha yang kompetitif dan
berdaya saing, serta mampu beradaptasi lingkungan.

136 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Terhadap kawasan-kawasan yang telah dibangun sejak tahun


2007 hingga 2014, pengembangan ekonomi lokal diarahkan pada:

Living Document
1) Peningkatan fungsi-fungsi pelayanan usaha ekonomi, meliputi
akses permodalan, akses pasar lokal dan regional, peningkatan
sarana-prasarana perhubungan antar dan inter, satuan dan pusat
permukiman;
2) Promosi (iklanisasi), advokasi, dan penyebarluasan informasi peluang
investasi dan pengembangan usaha dengan konsep kemitraan
bisnis yang berkeadilan dan saling menguntungkan di kawasan
transmigrasi;
3) Peningkatan .(penyediaan) infrastruktur pelayanan jasa-jasa dan
penyediaan zona-zona (lapak) bagi usaha kecil menengah (UKM).
4) Penumbuhan wirausahawan dengan basis pola usaha yang
dikembangkan baik sektor primer, skunder dan tertier pada kawasan
transmigrasi
5) Perlindungan dan keberpihakan pada petani dalam proses produksi
melalui sistem agribisnis dan agroindustri dengan sistem insentif
yang dapat mensejahterakan masyarakat dan petani.
6) Penumbuhan kapital sosial (tumbuhnya saling kepercayaan (trust),
saling berinteraksi, taat pada norma yang berkembang, serta
mempunyai jaringan kerja (network) diantara masyarakat yang
berada di kawasan transmigrasi melalui penguatan kelembagaan
yang tumbuh di masyarakat.

Pola usaha transmigrasi yang telah dipilih dan dibangun


diperkuat, dan ditingkatkan pada tahap berikutnya, yaitu
marketable surplus, dengan penerapan sistem agribisnis, dan
dengan melibatkan peran swasta melalui kemitraan usaha.

B. Transmigrasi Dalam Pemerintahan Desentralistik


Domain manajerial pembangunan transamigrasi mencakup kerja
organisasional (birokratis-pemerintahan) menyangkut hubungan
kelembagaan Pusat-Daerah dan Pusat-Pusat (lintas-Sektoral-
Kementerian), dan Daerah-Daerah (Lintas-Dinas) dengan tetap
mengacu pada pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 137
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

1. Kerjasama Pusat-Daerah
a. Dasar Pertimbangan:
Hubungan Pusat-Daerah dalam implementasi transmigrasi
Living Document
sejak dan selama masa reformasi ditandai dengan pola hubungan
yang asimetrik, dengan ketergantungan begitu besar daerah
terhadap Pusat, sehingga beban pusat menjadi semakin berat.
Sementara itu, karakter daerah sendiri sangat beragam dari sisi
potensinya. Ada kemampuan dan kompetensi daerah, tetapi tidak
ada kompetensi untuk melakukannya, sementara ada kemauan
tetapi tidak memiliki kemampuan, baik kemampuan sumber dana
maupun sunber daya aparat pelaksananya.
Mensikapi kondisi keberagaman daerah, maka perlu dilakukan
assesment terhadap daerah-daerah. Selama ini, data base tentang
kondisi dan tingkat kemampuan masing-masing daerah (Provinsi
dan atau Kabupaten/Kota) masih belum dimiliki pusat secara
akurat. Tidak ada perlakuan Pusat terhadap Daerah melalui
negosiasi-negosiasi atas dasar kemampuan daerah, terutama dalam
hal memberikan persetujuan pengajuan program dan anggaran
pembangunan transmigrasi. Pemberian pagu daerah, selama ini,
bukan berdasarkan ketersediaan anggaran daerah, melainkan
masih atas dasar pertimbangan teknis, misalnya ketersediaan lahan
yang ada di daerah tersebut. Jadi, perlu interpretasi ulang atas
klausul kewenangan pilihan.
Saat ini tengah diajukan perubahan UU Pemerintah Daerah,
menyangkut kewenangan dan pembagian urusan dalam
pembangunan transmigrasi. Perubahan yang diusulkan adalah
bahwa pembangunan transmigrasi akan kembali menjadi
kewenangan pusat. Hal ini dilakukan atas dasar pengalaman selama
satu dasawarsa (dekade) kebelakang, di mana penyelenggaraan
transmigrasi mengalami karut-marut di tangan pemerintah
kabupaten kota.
Atas pertimbangan itulah maka saat ini tengah diajukan
perubahan manajemen pembangunan transmigrasi, melalui
revisi UU Otonomi Daerah. Perubahan fungsi-fungsi manajerial
pembangunan transmigrasi ke depan akan terjadi sebagaimana
dalam Tabel 5 berikut.

138 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Tabel 5. Sub Urusan Pemerintah Bidang Ketransmigrasian


PEMERINTAHAN
PEMERINTAHAN
SUB URUSAN PEMERINTAH DAERAH
DAERAH PROVINSI
KABUPATEN/KOTA

Living Document
PERENCANAAN Penetapan dan Pencadangan tanah untuk Pencadangan tanah
KAWASAN perencanaan kawasan kawasan transmigrasi untuk kawasan
TRANSMIGRASI transmigrasi lintas Kabupaten/Kota transmigrasi di
dalam 1 (satu) Provinsi Kabupaten/Kota
PEMBANGUNAN • Pembangunan Penataan pesebaran Penataan pesebaran
KAWASAN Satuan Permukiman penduduk yang berasal penduduk yang
TRANSMIGRASI di kawasan dari lintas-Kabupaten/ berasal dari 1 (satu)
transmigrasi Kota dalam 1 (satu) wilayah
• Penataan persebaran Provinsi Kabupaten/Kota
penduduk yang
berasal lintas-
Provinsi
PENGEMBANGAN • Pengembangan Pengembangan Satuan Pengembangan
KAWASAN Satuan Permukiman Permukiman pada tahap Satuan Permukiman
TRANSMIGRASI pada tahap pemantapan pada tahap
penyesuaian kemandirian
• Pengembangan
kawasan transmigrasi

Penyelenggaraan transmigrasi ke depan akan sangat terikat


pada pencapaian indikator kinerja utama (IKU). Indikator kinerja
utama ketransmigrasian ke depan akan berbasis outcome, yaitu
dengan menetapkan: (a) terpenuhinya kualifikasi SDM sesuai
dengan daya tampung alam dan daya dukung lingkungan, (b)
tumbuh dan berkembangnya kewirausahaan sebagai indikator
keberhasilan kehidupan masyarakat transmigrasi, (c) berfungsinya
kelembagaan sosial budaya sebagai indikator keberhasilan layanan
kesehatan dan pendidikan, (d) bermanfaatnya infrastruktur intra
dan antar kawasan.
b. Arah Kebijakan
1) Hubungan kerjasama Pusat-daerah, yang dilakukan pada negosiasi-
negosiasi secara setara dana menguntungkan, saling mendukung
sehingga menjamin pelaksanaan program transmigrasi, menghadapi
karakter daerah yang bermacam-macam.
2) Peningkatan kompetensi aparat Pemda (di bidang urusan
ketransmigrasian) agar menguasai konsep-konsep pembangunan
ketransmigrasian, sekaligus kemampuan praktis penyelenggaraan.
3) Advokasi terhadap Pemerintahan Daerah (eksekutif dan legislatif) agar
memberikan share pembiayaan secara signifikan bagi pembangunan
kawasan transmigrasi.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 139
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

2. Kerjasama Lintas-Kementerian/Lembaga
a. Dasar Pertimbangan:
Kerjasama kelembagaan antar sektor pemerintah
Living Document
(lintas-stakeholder) atau lintas-pemangku kepenting (antar-
kementerian), umumnya masih dalam hal saling pengertian
(mutual understanding), menyangkut kepercayaan dan terutama
pemahaman antar lembaga pemerintah tersebut dalam mencapai
tujuan atau merumuskan tujuan. Ini merupakan cerminan dari
kecenderungan ego-sektoral yang masih mewarnai hubungan
kelembagaan antar pemerintah. Ego-sektoral muncul karena terkait
dengan kinerja lembaga, atau tingkat pencapaian target-target
programatik dan finansial dalam satu kurun anggaran, oleh seuatu
lembaga atau unit kerja. Kinerja juga berkaitan dengan tanggung
jawab, baik finansial, teknis, maupun moral suatu lembaga dalam
menjalankan tuigas dan fungsinya.
Karena itu, kedepan pengembangan kelompok kerja lintas-
sektor dalam suatu progran pembangunan ke depan perlu terus
dilakukan dan ditingkatkan, mengingat ada berbagai keterbatasan
dan kendala yang dihadapi unit-unit kerja pemerintahan. Kendala
tersebut dapat berupa anggaran, SDM, kapasitas, dan sarana
prasarana. Dalam upaya pengembangan kawasan transmigrasi,
perlu dikembangkan kerjasama lintas sektor secara efektif, yang
bukan saja bergerak (bekerja) pada perumusan kebijakan lintas-
sektor, tetapi juga perumusan program dan kegiatan lintas-sektor
yang relevan dengan upaya-upaya perkembangan ekonomi kawasan.
Politik anggaran berbasis sektoral selama ini telah menjadi
faktor kendala, yaitu menjadi pembatas kemampuan sektor untuk
menjalankan fungsi-fungsi program pembangunan, dan persoalan
ini masih belum terpecahkan. Jika kendala finansial pembangunan
zona ekonomi diatasi melalui model kerjasama pemerintah dan
swasta atau Public-Private Partnership (PPP). Maka kendala
finansial pembangunan yang bersumber dari APBN sesungguhnya
dapat diatasi dengan cara joint-budgeting antar [lintas] sektoral,
baik di pusat maupun di daerah.
Gagasan tentang pembiayaan bersama lintas-sektor untuk
pembangunan transmigrasi sesungguhnya telah lama muncul,
namun hingga saat ini masih sulit untuk diterapkan karena

140 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

landasaran hukum yang mengikatnya belum ada. Oleh karena itu,


kedepan perlu diprakarsai adanya advokasi kebijakan, yang didasari
atas kesamaan kepentingan (common interest) terhadap seluruh
fungsi pembangunan yang berbasis spasial (PU, Perumahan Rakyat,

Living Document
Kemendagri, PDT, Perdagangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
Kelautan dan Perikanan, Pertanian, dan Perindustrian), yang
dipayungi oleh ketentuan minimal Peraturan Presiden (Perpres)
tentang Koordinasi dan Pembiayaan Bersama (joint budgeting)
pembangunan berbasis kawasan.

b. Arah Kebijakan:

1. Kerjasama lintas-sektor diarahkan pada upaya untuk meningkatkan


rasa tanggung jawab dan sense of belonging semua sektor terhadap
transmigrasi sebagai pembangunan spasial, sosial dan ekonomi yang
sangat besar manfaat dan kontribusinya bagi pembangunan daerah.
2. Kerjasama lintas sektor (Kementerian/Lembaga) diarahkan pada upaya
untuk dapat menjalin integrasi program, sinkronisasi pelaksanaan, dan
pembagian alokasi biaya (budget sharing) dalam penyelenggaraan
transmigrasi.
3. Mempersiapkan Kelembagaan Pengelola Kawasan Perkotaan Baru yang
tumbuh dari pembangunan transmigrasi, sehingga secara fungsional
mampu melayani kebutuhan kegiatan ekonomi kawasan, dan secara
administratif memiliki status dan hirarki dalam sistem pemerintahan.

3. Kelembagaan Yang Menangani Urusan Ketransmigrasian


a. Dasar Pertimbangan
Sejarah membuktikan penyelenggaraan transmigrasi yang
dirintis sejak jaman kolonisasi 1905 sampai dengan saat ini
mempunyai motif yang berbeda dari satu masa ke masa berikutnya.
Konsekwensi dari perubahan motif ini membuat kelembagaan yang
menangani urusan ketransmigrasi selalu berubah sesuai dengan
kepentingan rezim yang berkuasa (politik, ideologi dan ekonomi).
Bukti ini menunjukkan bahwa transmigrasi tetap menjadi salah
satu alat untuk mencapai tiga dari empat tujuan nasional yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 141
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019

Perkembangan sejarah yang demikian dinamis menempatkan


transmigrasi dalam posisi pasang surut, lebih sebagai peran
pelengkap dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan. Padahal,
Living Document
the founding fathers RI menegaskan bahwa unsur perekat persatuan
bangsa dan kesatuan wilayah NKRI dipengaruhi oleh keadilan
sosial yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di seantero
nusantara. Kata kunci untuk terwujudnya keadilan sosial tersebut
antara lain dari terdistribusinya secara seimbang sebaran kekuatan
ekonomi dan sebaran penduduk. Dengan demikian, dimensi
pembangunan pemanfaatan ruang untuk kemaslahatan masyarakat
dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri yang justru menjadi roh
dari pembangunan transmigrasi merupakan suatu keniscayaan.
Belajar dari masa lalu dan perkembangan masa kini dengan
mempertimbangkan dunia tanpa batas geografis (borderless
world) menuntut tingginya daya saing daerah dan mumpuninya
kapasitas SDM, yang didorong oleh aktivitas ekonomi inklusif.
Kesemua itu harus berjalan secara simultan dalam arah dan tujuan
seluruh sektor pembangunan berbasis spasial. Oleh karena itu,
semua kepentingan sektor pembangunan berbasis spasial harus
terkoordinasi dalam suatu kelembagaan.
b. Arah Kebijakan

Penataan ulang dan penajamaan fungsi-fungsi pemerintahan yang


berorientasi pada pembangunan berbasis spasial berada dalam satu
Kementerian/Lembaga yang terintegrasi.

Dalam hal ini perspektif kelembagaan bidang ketransmigrasian


diletakkan pada ranah kewilayahan sebagai fungsi utama tugas
umum pemerintahan, yang diperkaya dengan fungsi-fungsi lainnya
untuk meningkatkan kualitas ruang wilayah yaitu fungsi pengelolaan
kependudukan dan fungsi pengembangan ekonomi lokal.
Arah kebijakan dalam penataan ulang fungsi-fungsi
pemerintahan di bidang ketransmigrasian dirumuskan dengan
sasaran-sasaran strategi transmigrasi ke depan yang secara
indikatif disusun berdasarkan prinsip good governance melalui
komitmen menjalankan Indikator Kinerja Utama berbasis Balanced
Scoredcard.

142 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

4. Kebijakan berdasarkan Hasil Penelitian dan Pengembangan


serta Data dan Informasi
a. Dasar Pertimbangan

Living Document
Penyusunan kebijakan bidang ketransmigrasian didasarkan
atas penelitian dan pengembangan yang berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologi serta data dan informasi yang mutakhir agar
rumusan kebijakan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu
peningkatan kualitas hasil penelitian dan pengembangan serta data
dan informasi di bidang ketransmigrasian.

b. Arah Kebijakan

1. Peningkatan kualitas hasil penelitian dan pengembangan serta data


dan informasi yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi
serta inovasi;
2. Peningkatan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan serta
data dan informasi sebagai bahan rumusan kebijakan di bidang
ketransmigrasian.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 143
Konsep Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019
Living Document

144 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
Bab VII
PENUTUP

Naskah Akademik Arah Kebijakan Transmigrasi 2015-2019


disusun dengan mempertimbangkan berbagai kecenderungan
pemikiran terkini, pengalaman sejarah pelaksanaan rencana program,
dan situasi lingkungan strategik serta kebutuhan nasional sehingga
dipandang cukup ideal sebagai tuntunan dalam perumusan konsep
transmigrasi kedepan. Namun demikian, konsep kebijakan ini masih
harus diturunkan kedalam dokumen yang lebih rinci, dengan memuat
sasaran-sasaran strategis, tahap-tahap pembangunan, dan mengacu
pada prinsip good governance dengan menetapkan Indikator Kinerja
Utama (IKU) serta situasi politis pragmatis yang bersifat sangat
dinamis sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
Misi pembangun transmigrasi kedepan, berasaskan 3 dimensi
yaitu: (1) ruang (M1), (2) orang (M2) dan uang (M3). Sedangkan
sasaran-sasaran strategi transmigrasi kedepan yang dapat dirumuskan
secara indikatif berdasarkan IKU adalah sebagaimana gambar peta
strategis sebagai berikut.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 145
Penutup

1. Peningkatan produktivitas usaha ekonomi di kawasan transmigrasi


(SS1)
2. Peningkatan layanan sosial budaya di Kawasan Transmigrasi (SS2)
3. Peningkatan kelembagaan ekonomi yang Fungsional di kawasan
Living Document
transmigrasi (SS3)
4. Peningkatan jumlah KawasanTransmigrasi yang dikembangkan
dan berkelanjutan (SS4)
5. Peningkatan penataan persebaran penduduk di kawasan
transmigrasi (SS5)
6. Peningkatan jumlah kawasan transmigrasi yang dibangun (SS6)
7. Peningkatan kualitas perencanaan pengembangan kawasan (SS7)
8. Peningkatan kualitas perencanaan pembangunan kawasan (SS8)
9. Peningkatan kapasitas organisasi dan pegawai di lingkungan
ketransmigrasian (SS9)
10. Peningkatan kualitas hasil penelitian dan pengembangan serta data
dan informasi untuk perumusan kebijakan bidang ketransmigrasian
(SS10
11. Peningkatan ketersediaan sumber dana lain dalam mendukung
program transmigrasi (SS11)
12. Peningkatan efisiensi dan efektivitas anggaran transmigrasi (SS12)

Berdasarkan sasaran-sasaran strategis dimaksud dapat disusun


rancangan program dan atau kegiatan secara indikatif sebagai berikut.
1. Pemilihan atau penentuan calon lokasi [lokus kawasan] diletakkan
pada koridor ekonomi dengan prioritas pada daerah perbatasan,
daerah tertinggal, strategis (nasional, propinsi dan atau kabupaten)
-> [M1, SS8]
2. Perencanaan kawasan yang [harus] didasarkan atas prinsip-
prinsip pengembangan spasial; struktur hirarkis, nodal, dan
berkonektivitas tinggi, sehingga menjamin terjadinya perubahan
(perkembangan) kearah pusat-pusat pertumbuhan yang berdaya
saing, menjadi daya tarik (“gula” ) bagi arus migrasi (mobilitas)
penduduk sekunder. -> [M1, SS7, SS8]
3. Perolehan sumber daya alam (lahan), yang dilakukan secara
demokratis, dengan melibatkan secara intensif para stakeholder
daerah, sehingga menjamin diperolehnya lahan dengan kondisi
clear-clean, baik secara, legal, sosial, maupun kultural. -> [M1, SS8]

146 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

4. Penyelesaian aspek hukum atas aset-aset masyarakat, yang


dilakukan melalui upaya konsolidasi tanah (land consolidation)
sebagai bagian dari upaya pemberian kepastian hukum
(kepemilikan aset) bagi masyarakat di kawasan transmigrasi. ->

Living Document
[M1, SS8, SS10]
5. Pembangunan tahap dua (second stage development) atau
perlakuan ulang terhadap kawasan-kawasan terbangun sejak tahun
2007, hingga 2014, yang diarahkan pada penyediaan dan atau
peningkatan kualitas infrastruktur yang mendukung konektivitas
inter dan antar kawasan, sehingga menjamin dan mendukung
kelancaran [perputaran] arus barang, jasa, modal, dan berbagai
aktivitas ekonomi masyarakat. -> [M3, SS3, SS7, SS8, SS10]
6. Penentuan calon transmigran dari daerah sekitar kawasan, yang
didasarkan atas kriteria tertentu (yang perlu segera disusun),
yaitu kriteria pemenuhan standar kompetensi antara lain; berusia
produktif, berpendidikan minimal SMA/SLTA, berketerampilan
sesuai pola usaha yang dikembangkan. -> [M2, SS2, SS5]
7. Perencanaan sumberdaya kawasan yang harus dilaksanakan pada
T-2 dengan didasarkan atas prinsip-prinsip; penataan persebaran
penduduk di dalam dan di luar kawasan, kesesuaian antara
daya dukung dan tampung, kesempatan kerja, pola usaha, dan
kompetensi yang dibutuhkan, dan berorientasi pada pemanfaatan
bonus demografi. -> [M1, SS5, SS6, SS8, SS10]
8. Model-model perlakuan masyarakat (pelatihan-training)
peningkatan kualitas dan kapasitas (pasca penempatan di
lingkungan baru) di kawasan transmigrasi, yang didisain
sedemikian rupa sehingga dapat mencapai transformasi mental
dan personalitas, mencakup; sikap dan perilaku reseptif, terampil,
berwawasan pluralis-multikulturalis, peningkatan hasrat need-for
achievement (N-Ach), dan toleran, sehingga menjamin pencapaian
transmigran unggul. -> [M2, SS1, SS2, SS3, SS7]
9. Peningkatan kapasitas kelembagaan (institutional capacity
building) bagi kelompok-kelompok yang telah ada melalui fasilitasi
[pemberian bantuan] sarana-sarana aktivitas organisasional yang
diperlukan. -> [M3, SS1, SS3]

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 147
Penutup

10. Penyelenggaraan berbagai pelatihan dengan materi-materi khusus


bagi agen-agen (pelaku, pegiat) di kawasan yang ada. -> [M2, SS1,
SS3]
Living Document
11. Peningkatan aktivitas pelayanan umum, khusus di bidang
pendidikan dan kesehatan, baik di dalam hal sarana fisik maupun
pendampingan sosial. -> [M2, SS2]
12. Perencanaan kegiatan ekonomi (kawasan), yang sejak dini perlu
diarahkan pada pemilihan komoditas unggulan yang tepat, bentuk
kelembagaan ekonomi relevan, sumber-sumber akses permodalan
daerah, investor yang potensial, dan konsep kerjasama sektor
public yang melayani dan sektor private yang kuat, dan saling
menguntungkan. -> [M3, SS1, SS3, SS7, SS10]
13. Pengembangan ekonomi lokal yang terkait erat dengan koridor
ekonomi, dan penekanan pada formula agribisnis sesuai dengan
potensi kawasan. -> [M3, SS1, SS3, SS7, SS10]
14. Penggalakan investasi swasta yang diprioritaskan pada investor-
investor nasional setempat, baik skala besar maupun menengah,
dengan skema kerjasama bisnis transmigran-dunia usaha yang
berkeadilan dan saling menguntungkan. -> [M3, SS1, SS3, SS7,
SS10]
15. Pengembangan sistem insentif bidang perpajakan (tax incentive)
bagi investasi di kawasan transmigrasi. -> [M3, SS1, SS3, SS4, SS7,
SS10]
16. Advokasi pemanfaatan zona-zona ekonomi kawasan, yang
dilakukan secara intensif bagi pengembangan (penanaman
investasi) dunia usaha, sehingga diperoleh investor-investor yang
handal dan terpercaya. -> [M3, SS1, SS3, SS7, SS10]
17. Pembangunan kawasan transmigrasi baru, yang dilaksanakan
dengan mempertimbangkan pola usaha transmigrasi berbasis
sumber daya alam (lahan), dengan orientasi pangan atau
mendukung ketahanan pangan dalam spektrum luas (padi, kedelai,
gula, jagung dan daging sapi). -> [M1, SS1, SS4, SS6, SS8, SS10]
18. Menyeimbangkan perlindungan petani dan pelaku bisnis dalam
mendorong pengembangan ekonomi lokal melalui sistem agribisnis
di kawasan transmigrasi. -> [M3, SS1, SS3, SS7, SS10]

148 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

19. Peningkatan fungsi-fungsi pelayanan usaha ekonomi, meliputi


akses permodalan, akses pasar lokal dan regional, peningkatan
sarana-prasarana perhubungan antar dan inter, satuan dan pusat
permukiman. -> [M3, SS1, SS3, SS7, SS10]

Living Document
20. Promosi (iklanisasi), advokasi, dan penyebarluasan informasi
peluang investasi dan pengembangan usaha dengan konsep
kemitraan bisnis yang berkeadilan dan saling menguntungkan di
kawasan transmigrasi. -> [M3, SS1, SS3, SS7, SS10]
21. Peningkatan (penyediaan) infrastruktur pelayanan jasa-jasa dan
penyediaan zona-zona (lapak) bagi usaha kecil menengah (UKM).
-> [M3, SS1, SS3, SS10]
22. Penumbuhan dan penguatan kapital sosial (kepercayaan, norma,
jejaring kerja) diantara masyarakat baik intra dan antar kawasan
transmigrasi -> [M2, SS1, SS2, SS3, SS7, SS10]
23. Penumbuhan wirausahawan dengan basis pola usaha yang
dikembangkan baik sektor primer, skunder dan tertier pada
kawasan transmigrasi. -> [M3, SS1, SS3, SS10]
24. Perlindungan dan keberpihakan pada petani dalam proses produksi
melalui sistem agribisnis dan agroindustri dengan sistem insentif
yang dapat mensejahterakan masyarakat dan petani. -> [M3, SS1,
SS3]
25. Hubungan kerjasama Pusat-daerah, yang dilakukan pada negosiasi-
negosiasi secara setara dana menguntungkan, saling mendukung
sehingga menjamin pelaksanaan program transmigrasi,
menghadapi karakter daerah yang bermacam-macam. -> [M4, SS9,
SS10, SS11]
26. Peningkatan kompetensi aparat Pemda (di bidang urusan
ketransmigrasian) agar menguasai konsep-konsep pembangunan
ketransmigrasian, sekaligus kemampuan praktis penyelenggaraan.
-> [M4, SS9, SS10, SS11, SS12]
27. Advokasi terhadap Pemerintahan Daerah (eksekutif dan legislatif)
agar memberikan share pembiayaan secara signifikan bagi
pembangunan kawasan transmigrasi. -> [M4, SS9, SS10, SS11,
SS12]
28. Peningkatan pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan dan data
serta informasi bidang ketransmigrasian untuk bahan kebijakan
dan program di bidang ketransmigrasian -> [M4, SS9, SS10, SS11,
SS12]

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 149
Penutup

Sasaran-sasaran strategi tersebut sebagai wujud dari berbagai


program dan kegiatan di bidang ketransmigrasian guna mewujudkan
misi dan mencapai visi ketransmigrasian, sebagai mana termuat pada
Living Document
Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Hubungan Misi dan Sasaran Strategis Ketransmigrasian


Misi
No Sasaran Stratgis M1 (Ruang) M2 (Orang) M3 (Uang) M4 (good
governance)

1 Peningkat an produktivitas usaha (9), (12), (14), (15),


ekonomi di K awas an Trans migrasi (17) (8), (10), (22) (16), (18), (19), (20),
(SS1) (21), (23), (24)
2 Peningkat an layanan sosial budaya di
(6), (8), (11), (22)
Kawasan Transmigrasi (SS2)
3 Peningkat an kelembagaan ekonomi (5), (9), (12), (14),
yang Fungsional di K awas an (8), (10), (22) (15), (16), (18), (19),
Transmigrasi (SS3) (20), (21), (23), (24)
4 Peningkat an jumlah
kawasantransmigrasi yang (17) (15)
dikembangkan dan berkelanjutan (SS4)
5 Peningkat an penat aan persebaran
penduduk di kawasan t rans migrasi (7) (6)
(SS5)
6 Peningkat an jumlah kawas an
(7), (17)
transmigrasi yang dibangun (SS6)
7 Peningkat an kualitas perenc anaan (5, (14), (15), (16),
pengembangan kawasan (SS7) (2) (8), (22)
(18), (19), (20)
8 Peningkat an kualitas perenc anaan (1), (2), (3), (4),
pembangunan kawasan (SS8) (5)
(7), (17)
9 Peningkat an kapasitas organisasi dan
pegawai di lingkungan (25), (26), (27)
Ketransmigrasian*) (SS9)
10 Peningkat an ketersediaan s umber dana (5), (14), (15), (16),
lain dalam mendukung program (4), (7), (17) (22) (18), (19), (20), (21), (25), (26), (27)
transmigrasi*) (SS10) (23)
11 Peningkat an kualitas dan pemanf aat an
hasil penelitian, pengembangan , data
(25), (26), (27)
dan inf ormasi bidang
ketransmigrasian*) ( SS11)
12 Peningkat an efisiensi dan efektivitas
(25), (26), (27)
anggaran transmigrasi*) (SS12)
Keterangan
*): Sebagai sasaran strategis untuk mendukung terciptanya good governance (M4)

Hubungan misi dan sasaran strategis ini dapat dilihat pada Gambar
5 berikut.

150 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Gambar 5. Peta Strategis Ketransmigrasian


VISI KEMENAKERTRANS
“Terwujudnya Tenaga Kerja dan Masyarakat Transmigrasi yang Produktif, Kompetitif dan Sejahtera”
Visi dan Misi

Living Document
Membangun kawasan serta memfasilitasi Mengembangkan kapasitas masyarakat transmigrasi dan
perpindahan dan penempatan transmigran kawasan transmigrasi
Pelanggan

Peningkatan layanan sosial budaya di Peningkatan produktivitas usaha


Kawasan Transmigrasi ekonomi di Kawasan transmigrasi
Manajemen Internal

Peningkatan jumlah Kawasan Peningkatan realisasi persebaran


Transmigrasi yang dibangun dan penduduk sesuai dengan rencana
dikembangkan rinci SKP

Peningkatan kualitas
perencanaan di bidang
ketransmigrasian

Peningkatan

pembelajaran
Pertumbuhan
Keuangan

ketersediaan sumber Peningkatan efiensi Peningkatan kualitas


dana lain dalam anggaran Satker dukungan manajemen dan
mendukung program ketransmigrasian teknis
transmigrasi

PERSPEKTIF PENDUKUNG

Sekalipun secara teknis isi dan bentuk Naskah ini masih


menyimpan ketidak-sempurnaan, tetapi secara substansial dipandang
cukup untuk menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan untuk
merumuskan berbagai dokumen perencanaan strategik pada kurun
waktu 2015-2019. Akhirnya, sebesar apapun suatu kesalahan, masih
ada peluang untuk disempurnakan.
Saripati dari substansi Naskah Akademik ini, dirumuskan dalam
wujud mimpi, arah, dan langkah kedepan sebagai berikut.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 151
Penutup

TRANSMIGRASI KE DEPAN
Living Document
PARADIGMA:
“Pembangunan Transmigrasi Berbasis Kawasan, serta
Pembangunan Kawasan Transmigrasi Berbasis Kependudukan
dan Pengembangan Ekonomi Lokal”.

VISI:
Mewujudkan masyarakat transmigrasi yang produktif dan
sejahtera di kawasan transmigrasi yang berdaya saing

ARAH DAN LANGKAH KE DEPAN (MISI)


1. Membangun kawasan transmigrasi secara hirarkis yang inklusif
dan responsif terhadap lingkungan strategi sebagai wahana bagi
seluruh pemangku kepentingan untuk mempercepat pembangunan
daerah.
2. Mengembangkan masyarakat transmigrasi yang sejahtera dan
produktif dengan kapasitas SDM yang mumpuni, integrasi lintas-
kultural yang harmonis, modal sosial yang berlimpah, dan
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang responsif.
3. Mengembangkan kawasan transmigrasi sebagai satu kesatuan
sistem pengembangan ekonomi wilayah.
4. Melalui reformasi birokrasi, diwujudkan penyelenggaraan
transmigrasi yang berasaskan good governance

Transmigrasi kedepan akan tetap menekankan pembangunan dan


pengembangan wilayah sebagai tools untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk pembangunan kawasan
yang dirancang dan dibangun secara struktural (nodal) dan hirarkis.
Kawasan-kawasan transmigrasi perlu dibangun dengan tingkat
konektivitas dan interkonektivitas tinggi, baik pada skala mikro
maupun skala makro, sehingga menjamin terjadinya kemajuan, baik
secara secara ekonomi maupun spasial.

152 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Lebih lanjut bahwa kemiskinan perdesaan ini selalu didampingi


dengan rendahnya melek huruf dan miskinnya kepemilikan aset
mereka yang berurbanisisasi, bahkan banyak melibatkan pekerja anak

Living Document
. Dengan demikian maka pengembangan wilayah melalui transmigrasi
ke depan harus didasarkan atas konsep people follow jobs [ada gula
ada semut], sebagai bagian dari upaya pengelolaan penduduk agar
menjadi kekuatan pembangunan. Paradigma ini juga berarti bahwa
pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi ditujukan
untuk mendorong dan mengalihkan sebagaian arus urbanisasi dari
wilayah-wilayah perkotaan yang selama ini terjadi ke dalam kawasan
tersebut.
Transmigrasi mendatang akan menjadi bagian dari pembangunan
wilayah berbasis kependudukan. Dan pembangunan kependudukan
di bidang kualitas melalui transmigrasi dirancang dan dilaksanakan
dalam bentuk pendidikan dan kesehatan. Dalam pembangunan
kependudukan, penekanannya pada link-and-macth antara pendidikan
dan pemekerjaan (employment), dan antara kesehatan dan aktivitas
ekonomi [produktif].
Sebagai bagian dari pembangunan kependudukan, transmigrasi
kedepan perlu mempertimbangkan implikasi-implikasi sosio-kultural
dari mobiltas etnis. Transmigrasi merupakan model pembangunan
yang mempertemukan berbagai varian penduduk [suku-bangsa atau
etnik] yang berbeda. Kawasan transmigrasi dihuni oleh beragam
identitas kultural [etnisitas], yang berinteraksi dalam hubungan lintas-
etnis dan kultural. Dengan kata lain, masyarakat yang terbentuk
melalui transmigrasi adalah masyarakat diaspora yang heterogen dan
plural, baik secara etnik, budaya dan agama, sehingga rentan terhadap
situasi disharmoni (konflik dan segala bentuk ketegangan sosial).
Oleh karena itu, pengembangan komunitas transmigrasi [sebagai
bagian dari pembangunan kependudukan] perlu diarahkan pada
pembentukan sikap dan perilaku yang co-eksistensial (pro-eksistensial)
damai, antar dan lintas-kultural dalam kemajemukan (baik tradisi,
keyakinan agama, ideologi, norma-sosial, maupun nilai-nilai etik).
Implikasi dari hubungan lintas-kultural yang beragam, di samping
potensi konflik dan disharmoni, adalah kebutuhan akan tumbuhnya

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 153
Penutup

sikap-pandangan dan perilaku toleran, reseptif, relatif, dan pluralistik.


Karena itu pembangunan kependudukan dalam konteks pengembangan
wilayah transmigrasi, perlu diarahkan pada perlindungan dan
Living Document
pemenuhan hak-hak kultural penduduk, yaitu dengan menjamin hak-
hak sosio-kultural, kelestarian [preservasi] identitas budaya asal, dan
harmonisasi hubungan lintas-etnis [budaya] antar berbagai varian
etnis yang ada.
Dengan kata lain, pembangunan kependudukan dalam konteks
pengembangan wilayah transmigrasi harus mampu mengelola
proses terbentuknya suatu masyarakat harmonis yang terdiri dari
kelompok pendatang dan penduduk setempat. Juga harus mampu
menghindari situasi yang memungkinkan terjadinya disharmoni, baik
yang disebabkan oleh stereotipe-etnik (prasangka etnis), etnosentris,
religiosentris, maupun kecemburuan-ekonomi. Karena itu, juga harus
mampu mempersempit jurang kesenjangan ekonomi yang dapat
memicu konflik antar-lapisan dan antar-kelompok dalam masyarakat
di kawasan transmigrasi.
Kedepan, transmigrasi perlu menjadi bagian dari Agenda
Pembangunan Pasca 2015. Konsensus global tentang Millenium
Develelopment Goals (MDGs) akan berakhir pada tahun 2015.
Sebagai kesepakatan pembangunan internasional, MDGs telah
mendorong negara-negara anggotanya untuk memajukan berbagai
aspek pembangunan. Seperti diketahui, ada 8 (delapan) tujuan dari
Pembangunan Millenium (MGDs), yang telah disepakati para pemimpin
dunia pada pertemuan puncak PBB tahun 2000, dengan target-target
spesifik pemecahan masalah terkait dengan ketransmigrasian, yaitu:
(1) pengentasan kemiskinan, (2) pendidikan, (3) kesetaraan gender,
(4) kesehatan anak dan ibu, (5) stabilitas lingkungan, dan (6) kemitraan
global untuk pembangunan. Lebih jauh dari itu menyongsong kedepan,
pembangunan transmigrasi juga diletakkan dalam kaidah-kaidah
Sustainable Development Goals (SDGs), sebagai wujud dari pasca-
MDGs. Kaidah-kaidah tersebut terkait antara dinamika kependudukan
dengan aspek keadilan sosial, masalah lingkungan, dan pembangunan
ekonomi.

154 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Apa yang baru dari paradigma tersebut di atas adalah bahwa


kawasan-kawasan yang dibangun melalui skema transmigrasi
[pembangunan wilayah] kedepan harus mempertimbangkan aspek

Living Document
kependudukan, suatu situasi dinamik perkembangan penduduk
Indonesia sebagai subyek pembangunan.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 155
Penutup
Living Document

156 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

Living Document
REFERENSI PENDUKUNG
DALAM FORUM KELOMPOK DISKUSI
1. Abdul Aziz Ahmad, 2013. Transmigrasi Sebagai Program
Pembangunan Industri Dan Perdagangandi Pedesaan, pada Diskusi
Terbatas. Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
2. Agus Manshur, 2013. Kontribusi Pemikiran Pengembangan
Kawasan Transmigrasi: Pokok-Pokok Bahasan Terhadap Naskah
Akademik Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2015-2019,
pada Workshop Menuju Pembangunan Kawasan Transmigrasi
Berdaya Saing 2015-2019, Bandung, 16 Desember 2013. Puslitbang
Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Jakarta.
3. Anharudin, Dewi RN, Anggraini R. 2006. Membidik Arah
Kebijakan Transmigrasi Pasca Reformasi. Jakarta: Puslitbangtrans
Depnakertrans.
4. Anharudin, Priyono, Susilo SRT. 2008. Transmigrasi di Era Kabinet
Indonesia Bersatu. Jakarta: Bangkit Daya Insana.

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 157
Referensi Pendukung Dalam Forum Kelompok Diskusi

5. Arsyad Nurdin, M, 2013. Pembangunan Kawasan Transmigrasi:


Pokok-Pokok Bahasan Terhadap Naskah Akademik Arah Kebijakan
Ketransmigrasian Tahun 2015-2019, pada Workshop Menuju
Pembangunan Kawasan Transmigrasi Berdaya Saing 2015-2019,
Living Document
Bandung, 16 Desember 2013. Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
6. Arie Sukanti Hutagalung. 2013. Aspek Hukum Tanah Transmigrasi,
pada Forum Diskusi Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
7. Arya Hadi Dharmawan. 2013. Pengembangan Masyarakat [di
Desa] Transmigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi Lokal Berbasis
Kawasan2015-2019, pada Seminar Transmigrasi Dalam Perspektif
Pengembangan Wilayah, Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan, 4
Desember 2013, Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
8. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Beberapa
Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS.
9. Diah Indrajati. 2013. Kebijakan Pembangunan Kawasan
Transmigrasi Dalam Perubahan UU Pemerintahan Daerah (Revisi
Uu 32/2004 Dan Pp 38/2007), pada Seminar Transmigrasi Dalam
Perspektif Pengembangan Wilayah, Kependudukan dan Ekonomi
Pedesaan, 4 Desember 2013, Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
10. Dadang Solihin, 2013. Pembangunan Transmigrasi dalam Perspektif
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, pada Workshop Menuju
Pembangunan Kawasan Transmigrasi Berdaya Saing 2015-2019,
Bandung, 16 Desember 2013. Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
11.
Ernan Rustiadi dan Junaidi, 2013. Pembangunan Kawasan
Transmigrasi Dalam Perspektif Pengembangan Wilayah &
Perdesaan, pada “Workshop Perencanaan Pembangunan Kawasan
Transmigrasi” Integrasi Perencanaan Kawasan Transmigrasi Dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kamis, 14 November 2013. Direktorat
Jenderal P2KTrans, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Jakarta.
12. Firman Soebagyo. 2013. Keberpihakan Kebijakan Ketahanan Pangan
Untuk Petani / Masyarakat di Kawasan Transmigrasi. Komisi IV

158 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
NASKAH AKADEMIK
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2014-2019

DPR. pada Seminar Transmigrasi Dalam Perspektif Pengembangan


Wilayah, Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan, 4 Desember
2013, Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.

Living Document
13. Hayu Parasasti, 2013. Arah Kebijakan Pembangunan Transmigrasi
Tahun 2015-2019, disampaikan pada Workshop Badan Penelitian
dan Informasi Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, di Solo, 25
Nopember 2013.
14.
Harry H. Saleh. 2013. Revitalisasi Transmigrasi Mendorong
Daya Saing Daerah: Mendayagunakan Ruang-Memberdayakan
Masyarakat- Mengembangkan Ekonomi Lokal, pada Seminar
Transmigrasi Dalam Perspektif Pengembangan Wilayah,
Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan, 4 Desember 2013,
Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi. Jakarta.
15. Haryati, Soegiharto S, Priyono, Wibowo DP, Purbandini L, Warsono
SH. 2006. Studi Pembangunan Pusat Pertumbuhan. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
16. Herbert Siagian, 2013. Government Roles Towards Decentralization
In The Next Mid-Term, pada Dikusi Terbatas. Puslitbang
Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Jakarta.
17. Oswar Mungkasa, MURP, 2013. Transmigrasi Dalam Perspektif
Ruang, pada Seminar Transmigrasi Dalam Perspektif Pengembangan
Wilayah, Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan, 4 Desember 2013,
Puslitbang Ketransmigrasian. Jakarta
18.
Mulyanto 2007. Pengembangan dan Pengukuran Indikator
Pembangunan Daerah di Era Otonomi dan Desentralisasi. Region
2(1). 53-66.
19. Mulyadi Moehsin, 2013. Pengembangan Masyarakat dan Kawasan
Transmigrasi, Pokok-Pokok Bahasan Terhadap Naskah Akademik
Arah Kebijakan Ketransmigrasian Tahun 2015-2019, pada
Workshop Menuju Pembangunan Kawasan Transmigrasi Berdaya
Saing 2015-2019, Bandung, 16 Desember 2013. Puslitbang
Ketransmigrasian. Jakarta

PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi 159
Referensi Pendukung Dalam Forum Kelompok Diskusi

20. Najiyati S, Wasono SH, Manurung L, Anharudin, Kuswandari D.


2008. Transmigrasi dan Pengembangan Masyarakat Desa Sekitar.
Jakarta: Bangkit Daya Insana.
Living Document
21. Nizam, 2013. Dukungan SDM & De-Bottlenecking Kebutuhan
Iptek, pada Forum Diskusi Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
22. Rachmat Pambudy, 2013. Pengembangan Agribisnis di Kawasan
Transmigrasi, pada Forum Diskusi Puslitbang Ketransmigrasian,
Balitfo, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
23. Rahma Iryanti, 2013. Pasar Tenaga Kerja Indonesia: Isu Dan
Arah Kebijakan, pada Workshop Badan Penelitian dan Informasi
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Solo, 25 Nopember 2013.
24. Riwanto Tirtosudarmo, 2013. (Trans) Migrasi, Konflik dan Otonomi
Daerah di Indonesia, pada Seminar Transmigrasi Dalam Perspektif
Pengembangan Wilayah, Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan, 4
Desember 2013, Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
25. Sonny Harry B. Harmadi, 2013. Kependudukan dan Transmigrasi,
pada Seminar Transmigrasi Dalam Perspektif Pengembangan
Wilayah, Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan, 4 Desember
2013, Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
26. Tommy Firman, 2013. Kebijakan Transmigrasi dan Pengembangan
Wilayah serta Kelembagaan Implementasinya, pada Seminar
Transmigrasi Dalam Perspektif Pengembangan Wilayah,
Kependudukan dan Ekonomi Pedesaan, 4 Desember 2013,
Puslitbang Ketransmigrasian, Balitfo, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi. Jakarta.

160 PUSAT LITBANG KETRANSMIGRASIAN


Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

Anda mungkin juga menyukai