Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencegahan primer : terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor,
meliputi : promosi kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencegahan
primer mengutamakan pada penguatan flexible lines of defense dengan cara
mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi dilakukan
jika resiko atau masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum reaksi terjadi.
Strateginya mencakup : immunisasi, pendidikan kesehatan, olah raga dan
perubahan gaya hidup.
Pencegahan sekunder : Meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah
ada gejala dari stressor. Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan
internal lines of resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor
resisten sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang
tepat sesuai gejala. Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem
secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak
berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat
mendukung sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa menyebabkan
kematian.
Pencegahan Tersier : dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-
strategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan
kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya
adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi
timbul kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi.
Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui tentang Upaya Pencegahan Primer, Sekunder,
dan Tersier pada Sistem Reproduksi
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Untuk Mengetahui tentang Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier
pada Sistem Reproduksi
1.2.2.2 Untuk Mengetahui tentang Observasi Hasil USG
1.2.2.3 Untuk Mengetahui tentang Observasi Pemeriksaan Kolposkopi
1.2.2.4 Untuk Mengetahui tentang Interpretasi Hasil Laboratorium
1.2.2.5 Untuk Mengetahui tentang Persiapan Kemoterapi
1.2.2.6 Untuk Mengetahui tentang Radiologi
1.2.2.7 Untuk Mengetahui tentang Pemeriksaan Refleks
1.2.2.8 Untuk Mengetahui tentang Observasi Cairan Vagina
1.2.2.9 Untuk Mengetahui tentang Observasi Edema
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier Pada Sistem Reproduksi


2.1.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
Pencegahan primer juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap
terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor risiko. Tahap
pencegahan primer diterapkan dalam fase pre pathogenesis yaitu pada
keadaan dimana proses penyakit belum terjadi atau belum mulai.
Dalam fase ini meskipun proses penyakit belum mulai tapi ketiga faktor
utama untuk terjadinya penyakit, yaitu agent, host, dan environment yang
membentuk konsep segitiga epidemiologi selalu akan berinteraksi yang satu
dengan lainya dan selalu merupakan ancaman potensial untuk sewaktu-waktu
mencetuskan terjadinya stimulus yang memicu untuk mulainya terjadinya
proses penyakit dan masuk kedalam fase pathogenesis. Untuk pencegahan
primer masalah sistem reproduksi pada dewasa, antara lain :
1. Pada Pria
a. Promosi Kesehatan
Tingkat pencegahan yang pertama, yaitu promosi kesehatan oleh
para ahli kesehatan di terjemahkan menjadi peningkatan kesehatan,
bukan promosi kesehatan, hal ini dikarenakan makna yang terkandung
dalam istilah promotion of health disini adalah meningkatkan
kesehatan seseorang, yaitu melalui asupan gizi seimbang, olahraga
teratur, dan lain sebagainya agar orang tersebut tetap sehat, tidak
terserang penyakit. Namun demikian, bukan berarti bahwa
peningkatan kesehatan tidak ada hubungannya dengan promosi
kesehatan. Leavell dan Clark dalam penjelasannya tentang promotion
of health menyatakan bahwa selain melalui peningktan gizi dan
sebagainya peningkatan kesehatan juga dapat di lakukan dengan
memberikan pendidikan kesehatan (health education) kepada individu
dan masyarakat. Usaha ini merupakan pelayanan terhadap
pemeliharaan kesehatan pada umumnya.
Sebagian besar strategi promosi kesehatan termasuk ke dalam
pencegahan primer. Seperti peningkatan kesehatan, misalnya: dengan
pendidikan kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS; standarisasi
nutrisi; menghindari seks bebas dan sebagainya. Perlindungan khusus,
misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian kondom.
b. Spesific Protection
Di bawah ini merupakan pencegahan primer (specific protection)
secara umum yang dapat dilakukan pria, untuk mencegah terjadinya
masalah dalam sistem reproduksi.
1. Melakukan pemeriksaan organ reproduksi secara rutin agar
kelainan dapat segera ditangani lebih awal.
2. Melindungi testis selama beraktifitas, misalnya dengan tidak
menggunakan pakaian teralu ketat sehingga testis tidak kepanasan.
3. Mengurangi kebiasaan mandi dengan air panas. Temperatur yang
sejuk diperlukan untuk perkembangan sperma.
4. Menjalankan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi makanan
bergizi, cukup olahraga, menghindari penyakit menular seksual,
dan menciptakan ketenangan psikis.
5. Menghindari minuman berakohol dan rokok.
2. Pada Wanita
Pada wanita, pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah
dengan promosi kesehatan dan spesific protection. Pada promosi
kesehatan seperti peningkatan kesehatan, misalnya dengan pendidikan
kesehatan reproduksi tentang menghindari seks bebas kanker serviks; dan
sebagainya. Untuk spesific protection, berikut ada penjelasannya
a. Pencegahan HIV
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah
melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau
jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama
periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat
ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi,
namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan
tersebut, dengan demikian resiko infeksinya secara umum dapat
diabaikan.
Pencegahan untuk mengurangi terjadi HIV/AIDS adalah A-B-C-.
A (abstinensia) = tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.
B (befaithful) = jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan
pasangannya.
C (condom )= jika cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka gunakanlah
condom.
b. Pencegahan Kanker Payudara
Merupakan promosi kesehatan yang sehat. Yaitu melalui upaya
menghindarkan diri dari faktor risiko serta melakukan pola hidup
sehat. Termasuk juga dengan pemeriksaan payudara sendiri alias
SADARI.
c. Pencegahan Vulvavaginitis
1. Gunakan celana dalam bersih, tidak ketat dan kering
2. Membersihkan diri setelah buang air kecil atau buang air besar
dengan air bersih (gunakan air mengalir kalau sedang di toilet
umum), cara pembersihan dengan gerakan dari depan ke belakang
3. Hindari penggunaan bahan kima atau parfum yang biasanya
terdapat pada sabun pembersih kewanitaan atau sabun mandi
4. Jangan menggunakan pembalut yang mengandung perfume
5. Jangan mengusap area vagina terlalu keras saat membersihkannya

d. Pencegahan Gonorrhea
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain
1. Menggunakan kondom saat berhubungan seksual
2. Hindari kontak seksual dengan beberapa orang yang memiliki
resiko penyakit seksual menular ( seperti pekerja seks komersil)
3. Obati sedini mungkin patner yang sudah terkena infeksi atau
pastikan patner seksual bebas dari penyakit sebelum berhubungan
seksual
e. Pencegahan Sifilis
Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat
dicegah dengan cara melakukan hubungan seksual secara aman ,
misalnya menggunakan kondom.
f. Pencegahan Herpes Genitalis
Cara untuk mencegah herpes genital adalah sama dengan yang
untuk mencegah penyakit menular seksual lainnya. Kuncinya adalah
untuk menghindari terinfeksi dengan HIV, yang sangat menular, pada
waktu lesi ada. Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah
menjauhkan diri dari aktivitas seksual atau membatasi hubungan
seksual denagn hanya satu orang yang bebas infeksi. Cara yang dapat
dilakukan antara lain :
1. Gunakan, atau pasangan Anda gunakan, sebuah kondom lateks
selama setiap kontak seksual
2. Batasi jumlah pasangan seks
3. Hindari hubungan seksual jika pasangan terkena herpes di daerah
genital atau di mana pun
g. Pencegahan Kanker Serviks
1. Bila mungkin, hindari faktor resiko yaitu bergati pasangan seksual
lebih dari satu dan berhubungan seks dibawah usia 20 karena
secara fisik seluruh organ intim dan yang terkait pada wanita baru
matang pada usia 21 tahun.
2. Bagi wanita yang aktif secara seksual, atau sudah pernah
berhubungan seksual, dianjurkan untuk melakukan tes HPV, Pap
Smear, atau tes IVA, untuk mendeteksi keberadaanHuman
Papilloma Virus (HPV), yang merupakan biang keladi dari
tercetusnya penyakit kanker serviks.
3. Bagi wanita yang belum pernah berhubungan seks, atau anak-anak
perempuan dan laki-laki yang ingin terbentengi dari serangan virus
HPV, bisa menjalani vaksinasi HPV. Vaksin HPV dapat mencegah
infeksi HPV tipe 16 dan 18. Dan dapat diberikan mulaidari usia 9-
26 tahun, dalam bentuk suntikan sebanyak 3 kali (0-2-6 bulan).
Dan biayanya pun terbilang murah.
4. Menjaga pola makan seimbang dan bergizi, serta menjalani gaya
hidup sehat (berolahraga).

2.1.2 Pencegahan sekunder


Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang mana sasaran
utamanya adalah pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu. Adapun tujuan pada pencegahan
sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Adapun beberapa
pengobatan terhadap penyakit masalah sistem reproduksi dapat melalui obat
dan operasi. Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakaukan
pada fase awal patogenik yang bertujuan untuk :
1. Mendeteksi dan melakukan interfensi segera guna menghentikan
penyakit pada tahap ini
2. Mencegah penyebaran penyakit menurunkan intensitas penyakit bila
penyakit ini merupakan penyakit menular
3. Untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan
orang sakit serta untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan
hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi. Karena
rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang
terjadi di masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau
tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini dapat
menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang
layak.
Pencegahan sekunder terdiri dari :
a. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Contohnya adalah pap smear, merupakan pemeriksaan untuk
mendeteksi gejala kanker serviks secara dini. Dengan melakukan
pemeriksaan pap smear setiap tahun, jika ditemukan adanya kanker
serviks baru pada tahap awal sehingga kesempatan untuk sembuh lebih
besar. Artinya semakin dini penyakit kanker serviks diketahui maka
semakin mudah menanganinya.
Pemeriksaan pap smear, pemeriksaan IVA, sadari sebagai cara
mendeteksi dini penyakit kanker. Bila dengan deteksi ini ditemui
kelainan maka segera dilakukan pemeriksaan diagnostic untuk
memastikan diagnosa seperti pemeriksaan biopsy, USG atau mamografi
atau kolposcopy
b. Pembatasan ketidakmampuan (disability limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat
tentang kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak
melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain mereka
tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap
penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat
mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau mengalami ketidak
mampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada
tahap ini. Penanganan secara tuntas pada kasus-kasus infeksi organ
reproduksi mencegah terjadinya infertilitas.

2.1.3 Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier berfokus pada proses adaptasi kembali. Tujuan
utama dari pencegahan tersier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha
rehabilitasi. Menurut Kodim dkk (2004), tujuan dari pencegahan tersier
adalah untuk mencegah komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala
klinis berkembang dan diagnosis sudah ditegakkan. Pencegahan tersier
terhadap penyakit masalah sistem reproduksi dapat dengan melakukan
perawatan pasien hingga sembuh serta melakukan terapi-terapi untuk
meminimalisir kecacatan akibat masalah tersebut. Pencegahan tersier adalah
Rehabilitasi. contoh: rehabilitasi pada penderita-penderita kanker ovarium,
kanker payudara dan lain sebagaiannya.
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang
menjadi cacat, untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang
diperlukan latihan tertentu. Disamping itu orang yang cacat setelah sembuh
dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Sering
terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggoota
masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan
diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu
pendidikan kesehatan pada masyarakat. Pada pusat-pusat rehabilitasi
misalnya rehabilitasi PSK, dan korban narkoba.
Rehabilitasi ini terdiri atas :
1. Rehabilitasi fisik
yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik semaksimal-
maksimalnya.
2. Rehabilitasi mental
yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri dalam hubungan
perorangan dan social secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan
terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan
mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan
kejiwaan sebelum kembali ke dalam masyarakat.
3. Rehabilitasi sosial vokasional
yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/jabatan dalam
masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimal-maksimalnya
sesuai dengan kemampuan dan ketidak mampuannya.
4. Rehabilitasi aesthesis
usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa
keindahan,walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri
tidak dapat dikembalikan.

2.2 Observasi Hasil USG


Citra USG merupakan hasil citra dari foto yang dihasilkan oleh mesin
USG. USG adalah suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan
gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang memiliki frekuensi yang
tinggi (250 kHz - 2000 kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam
layar monitor. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang
akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi kristal disini adalah untuk
mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang dapat
dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
Alat pada USG yang digunakan sebagai penerima gelombang akuistik dari
pasien disebut dengan transduser. Transduser adalah komponen USG yang
ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa dimana dalam transduser
sendiri terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan
gelombang yang disalurkan oleh transduse (Mose, 2011)
Kualitas suatu gambar hasil pada USG di pengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor individu dan faktor mesin USG. Faktor individu terbagi
menjadi dua yaitu, pasien dan operator (dokter), sedangkan untuk faktor
mesin dapat dipengaruhi oleh kesesuaian setting pada alat USG itu sendiri
(Endjun, 2007.)
Semakin baik kualitas citra USG dapat dilihat dari banyak atau tidaknya
noise berupa speckle yang terdapat pada citra tersebut. Salah satu cara untuk
dapat menghilangkan noises pada citra adalah dengan cara melakukan
segmentasi. Segmentasi adalah metode pemisahan suatu objek yang menjadi
bagian penting dari latar belakang objek atau membagi citra kedalam
beberapa objek atau daerah (Puspitasari, 2010)
Segmentasi kepala janin pada citra USG bertujuan untuk memperoleh
skleton kepala janin. Beberapa metode segmentasi pada citra USG telah
dikembangkan, antara lain segmentasi dengan metode adaptive tresholding
dengan menghilangkan piksel-piksel disekitar gambar skleton kepala yang
diinginkan. Kemudian segmentasi berbasis klastering dengan metode K-
Means berupa klasterisasi piksel berdasarkan nilai keabuan. Dari kedua
penelitian diatas hasil segmentasi berdasarkan metode yang digunakan
menghasilkan segmentasi yang kurang baik, dimana noise pada gambar yang
dihasilkan masih terlalu banyak. Dari beberapa metode segmentasi yang telah
dilakukan kenyataannya segmentasi berbasis clustering dapat diterapkan pada
citra USG, yaitu dengan melakukan perhitungan kedekatan piksel
ketetanggaan (Puspitasari, 2010)

2.3 Observasi Pemeriksaan Kolposkopi


1. Defenisi
Kolposkopi merupakan suatu prosedur pemeriksaan vagina dan
serviks dengan menggunakan instrumen kaca pembesar dengan
pencahayaan. Pada awalnya digunakan untuk mendeteksi kanker serviks
invasif dini asimptomatik tetapi sekarang digunakan untuk mendeteksi
kelainan pre invasif dengan tujuan mencegah perkembangan kanker
serviks invasive (Jennifer, 2008)
Kolposkop adalah mikroskop binokuler dengan pembesaran rendah
(10-40 x) untuk visualisasi langsung serviks. Meskipun kolposkopi tidak
menggantikan metode lainnya untuk mendiagnosis kelainan serviks,
pemeriksaan ini merupakann alat tambahan yang penting. Pasien yang
paling mendapat manfaat dari kolposkopi adalah pasien dengan apusan
Pap abnormal. Kolposkopi juga digunakan untuk mengevaluasi wanita
yang terpajan DES intrauterine dan yang sedang berada pada pematauan
lanjut terapi kanker ginekologi (Jennifer, 2008)
Normalnya, epitel kolumner melapisi ektoserviks sampai dewasa,
dan kemudian secara bertahap berubah menjadi skuamosa. Zona
transformasi mudah diamati dengan kolposkopi dan perubahan permukaan
displastik dapat dikenali. Perubahan ini meliputi epitel putih (misalnya
lembaran lapisan sel metaplastik), pola mosaik (misalnya sel yang berada
sendri-sendiri dan kelompok sel), pungtata (misalnya merupakan
pembuluh darah di antara kelompok-kelompok sel) dan leukoplakia
(misalnya plak sel pucat abnormal) (Jennifer, 2008)
Kolposkopi memungkinkan mengenali adanya dysplasia seluler
dan kelainan jaringan atau vascular yang tidak terlihat. Kolposkopi
memungkinkan pemilihan daerah yang dicurigai kanker untuk biopsy.
Filter hijau memperjelas perubahan vascular (yang sering menyertai
perubahan patologis). Larutan asam asetat encer (3%) digunakan untuk
mengangkat mukus dan mempermudah visualisasi. Bahan kimia dan
pewarna juga dapat digunakan untuk memperbaiki visualisasi. Kamera
yang dilekatkan pada kolposkop mempermudah pematauan lanjut. Biopsi
yang diarahkan dengan kolposkopi akan menurunkan jumlah laporan
negatif palsu dan dapat mengurangi perlunya konisasi serviks, salah satu
penyebab morbidias (Jennifer, 2008)
2. Teknik pemeriksaan
Menurut Barbara (2008), ada beberapa teknik pemeriksaan kolposkopi
adalah :
a. Bahan dan alat diperiksa sebelum pemeriksaan dimulai
b. Dokumentasi yang baik
c. Pasien dalam posisi litotomi dan dipasang duk steril
d. Ahli kolposkopi duduk pada alat kolposkopi, jarak binokular di atur
dan kolposkopi dinyalakan
e. Tergantung pada indikasi kolposkopi, vulva dapat dilihat dengan
kolposkopi. Asam aseat 3-5 % dapat digunakan untuk mempermudah
melihat epitel. Bila terlihat daerah abnormal, maka segera dilakukan
biopsi vulva. Beberapa ahli kolposkopi menunda kolposkopi dan
biopsi sampai semua pemeriksaan selesai.
f. Dimasukkan spekulum ukuran paling besar
g. Servik harus dapat dilihat sempurna, kadang perlu dilakukan usapan
mukus yang menutupi serviks. Bila posisi serviks kurang pas maka
dapat diselipkan kasa basah di fornik dengan memakai forsep
h. Diambil sampel untuk pemeriksaan sitologi, bila ada perdarahan
cukup ditekan biasanya akan berhenti
i. Serviks disinari dengan cahaya putih dengan perbesaran 4-8 x. dicatat
temuan makroskopis
j. Pola pembuluh darah dinilai dengan tabir/saringan berwarna hijau
dengan perbesaran rendah dan tinggi. Asam asetat sebaiknya baru
digunakan setelah pembuluh darah dilihat
k. Kemudian digunakan asam asetat 3-5 % secara hati-hati sampai semua
bagian serviks basah, diikuti asam asetat terlarut untuk menjamin
terjadinya reaksi memutih karena asetat (acetowhite reaction)
l. Epitel serviks dinilai dengan perbesaran rendah, sedang dan tinggi.
Acetowhite reaction pelan-pelan akan hilang tergantung pada
parahnya abnormalitas epitel. Dengan menghilangnya reaksi ini maka
gambaran mosaik pembuluh darah akan menjadi lebih jelas karena
kontras dengan jaringan sekitarnya. Bila terlihat pembuluh darah
maka harus dilihat dengan perbesaran tinggi
m. Epitel normal dan abnormal serta pola pembuluh darah di ingat
dengan baik karena akan diperlukan saat mengisi data
n. Bila memungkinkan di ambil sampel endoserviks dengan kuret
endoserviks atau dengan cytobrush. Kuret dipegang seperti memegang
pensil dan di masukkan kedalam os servikalis dan seluruh kanalis
dikuret dengan tarikan definitif. Sampel difiksasi dan ditempatkan
dalam botol sampel serta diberi label
o. Dilakukan biopsi yang dipandu kolposkopi. Tempat biopsi dipilih dan
sampel di ambil dengan tang biopsi. Perdarahan dirawat
p. Vagina dilihat kembali bersamaan dengan dikeluarkannya spekulum
q. Bila diperlukan dapat dilanjutkan dengan biopsi vulva
r. Pasien diberi tahu tentang kesan hasil pemeriksaan awal kolposkopi
s. Spesimen diperiksa kelengkapannya, dilakukan dokumentasi serta
kolposkopi dibersihkan dan alat-alat yang digunakan disterilkan
kembali.
3. Kekurangan dan kelebihan koloskopi
Kekurangan : mahal dan membutuhkan peralatan khusus, pelatihan
dan evaluasi patologis, wanita yang menjalani pemeriksaan kolposkopi
sering mengalami kecemasan yang sama bahkan lebih besar dari
pembedahan mayor (Barbara, 2008)
Kelebihan : kolposkopi adalah satu-satunya cara yang ada untuk
mengevaluasi serviks terhadap penyakit berpotensi premaligna lanjut yang
terlewatkan atau hanya tergolong sebagai kanker stadium rendah pada
papsmear, kolposkopi memungkinkan dokter menindaklanjuti pap smear
abnormal lebih baik (Barbara, 2008)

2.4 Interpretasi Hasil Laboratorium


Menurut KKRI (2011), interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut adalah :
a) RBC ( Red Blood Cells)
Nilai normal dari pemeriksaan RBC adalah 3,5 – 5 x 1012 sel/L
untuk wanita dan pada pemeriksaan RBC pada kasus didapatkan hasil
terjadinya penurunan kadar RBC di dalam tubuh pasien. Penurunan kadar
RBC ini biasanya terjadi pada pasien anemia, penurunan fungsi ginjal,
thalassemia, hemolysis dan lupus eritematous. Penurunan ini juga dapat
terjadi karena pemakaian obat (drug induced anemia ) seperti sitostatika
dan antiretroviral
b) Hb (Hemoglobin)
Nilai normal dari pemeriksaan Hb adalah 12 – 16 gram/dL untuk
wanita dan pada pemeriksaan Hb pada kasus didapatkan hasil terjadinya
penurunan kadar Hb di dalam tubuh pasien. Penurunan kadar Hb dapat
terjadi pada anemia ( terutama anemia defisiensi besi ), sirosis,
hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
c) Hct ( Hematokrit)
Nilai normal pada pemeriksaan Hct adalah 35% – 45% untuk
wanita dan pada pemeriksaan Hct pada kasus didapatkan hasil terjadinya
penurunan kadar Hct di dalam tubuh pasien. Penurunan kadar Hct dapat
terjadi pada kasus anemia, reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan
banyak darah dan hipertiroid. Pada pasien anemia defisiensi besi, nilai
Hct terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume
yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah terlihat normal.
d) MCV ( Mean Corpuscular Volume )
Nilai normal pada pemeriksaan MCV adalah 80 – 100 fl dan pada
pemeriksaan MCV pada kasus didapatkan hasil terjadinya penurunan
kadar MCV di dalam tubuh pasien. Penurunan kadar MCV dapat terjadi
pada kasus anemia defisiensi besi, anemia pernisiosa dan thalassemia
yang biasanya disebut dengan anemia mikrositik.
e) MCH ( Mean Corpuscular Hemoglobin)
Nilai normal pada pemeriksaan MCH adalah 28 – 34 pg/sel dan
pada pemeriksaan MCH pada kasus didapatkan hasil terjadinya
penurunan kadar MCH. Penurunan kadar MCH mengindikasikan anemia
mikrositik.
f) MCHC ( Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration )
Nilai normal pada pemeriksaan MCHC adalah 32 – 36 g/ dL dan
pada pemeriksaan MCHC pada kasus didapatkan hasil terjadinya
penurunan kadar dari MCHC. Penurunan kadar MCHC didapatkan pada
pasien anemia defisiensi besi, anemia mikrositik, anemia karena
piridoksin, thalassemia dan anemia hipokromik.
g) Trombosit ( Platelet )
Nilai normal pada pemeriksaan platelet adalah 170 – 380 x 10 9/L
dan pada pemeriksaan platelet pada kasus didapatkan hasil terjadinya
kenaikan kadar dari platelet. Kenaikan kadar platelet didapatkan karena
adanya infeksi, stress, trauma , defisiensi besi, penyakit keganasan dan
hipoksemia
Menurut Gandasoebrata (2009), interpretasi hasil pemeriksaan
laboratorium adalah :
1. Hemoglobin
Defenisi : molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai
polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit
dan bertugas untuk mengangkut oksigen.
Nilai Normal : LAKI-LAKI : 15.7 (14.0–17.5) g/dl dan PEREMPUAN :
13.8 (12.3–15.3) g/dl
Peningkatan : Dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung kongesti, dan
luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa dan
gentamicin.
Penurunan : Anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan intravena
berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti:
Antibiotik, aspirin, antineoplastic (obat kanker), indometasin,
sulfonamida, primaquin, rifampin, dan trimetadion.
2. Hematocrit
Defenisi : atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume,
PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan
dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu.
Nilai Normal : Anak : 33-38%, Laki-laki Dewasa : 40-50%, Perempuan
Dewasa : 36-44%
Peningkatan : Terjadi pada hipovolemia, dehidrasi, polisitemia vera,
diare berat, asidosis diabetikum, emfisema paru, iskemik serebral,
eklamsia, efek pembedahan, dan luka bakar.
Penurunan : Terjadi dengan pasien yang mengalami kehilangan darah
akut, anemia, leukemia, penyakit hodgkins, limfosarcoma, mieloma
multiple, gagal ginjal kronik, sirosis hepatitis, malnutrisi, defisiensi vit B
dan C, kehamilan, SLE, athritis reumatoid, dan ulkus peptikum.
3. Eritrosit
Defenisi : jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah.
Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua
metode, yaitu manual dan elektronik (automatik).
Nilai Normal : Dewasa laki-laki : 4.50 – 6.50 (x106/μL), Dewasa
perempuan : 3.80 – 4.80 (x106/μL), Bayi baru lahir : 4.30 – 6.30
(x106/μL), Anak usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x106/μL), Anak usia 4-5
tahun : 3.70 – 5.70 (x106/μL), Anak usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80
(x106/μL)
Peningkatan : polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran
tinggi, penyakit kardiovaskuler
Penurunan : kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi
kronis, mieloma multipel, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal
kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan
4. Trombosit
Defenisi : komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik,
dan berfungsi utama dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai
dibawah 100.000/ µL berpotensi untuk terjadinya perdarahan dan
hambatan pembekuan darah.
Nilai Normal : 150.000-400.000 /µL
Peningkatan : (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan,
sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis,
pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis
tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.
Penurunan : (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah
dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya
pada <30.000 sel/mm3.
5. Leukosit
Definisi : menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter
darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh,
terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga
hitung julah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui
respon tubuh terhadap infeksi.
Nilai Normal : Dewasa : 4000-10.000/ µL, Bayi /anak : 9000-12.000/ µL,
Bayi baru lahir : 9000-30.000/ µL
Peningkatan : pneumonia, meningitis, apendisitis, tuberkolosis, tonsilitis,
dll. Dapat juga terjadi miokard infark, sirosis hepatis, luka bakar, kanker,
leukemia, penyakit kolagen, anemia hemolitik, anemia sel sabit , penyakit
parasit, dan stress karena pembedahan ataupun gangguan emosi.
Penurunan : terutama virus, malaria, alkoholik, SLE, reumaotid artritis,
dan penyakit hemopoetik(anemia aplastik, anemia perisiosa).
6. Laju Endap Darah ( LED)
Defenisi : kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum
membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak
spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi
akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen,
rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya
kehamilan).
Nilai Normal : Metode Westergreen : Laki-laki : 0 – 15 mm/jam,
Perempuan : 0 – 20 mm/jam dan Metode Wintrobe : Laki-laki : 0 – 9
mm/jam, Perempuan : 0 – 15 mm/jam
Peningkatan : LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau
inflamasi, penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan
penyakit keganasan.
Penurunan : LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan
poikilositosis.

2.4 Persiapan Kemoterapi


1. Defenisi
Kemoterapi adalah pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang
bertujuan untuk membunuh sel kanker.
2. Tujuan
Tujuan Pemberian Kemoterapi :
a. Kuratif : sebagai pengobatan
b. Mengurangi massa tumor selain dengan pembedahan atau radiasi.
c. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kwalitas hidup penderita.
d. Mengurangi komplikasi akibat metastase.
3. Kebijakan
a. Pelayanan pada pasien kemoterpi melibatkan multidisiplin ilmu, dan
tersedia dalam suatu tim asuhan
b. Setiap pasien kemoterapi mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan asuhannya
4. Prosedur
a. Persiapan dan syarat kemoterapi
1) Persiapan
Sebelum pengobatan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan yang meliputi:
a. Darah Lengkap
b. Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c. Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test
bila serim creatinin meningkat.
d. Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e. EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
2) Syarat
a. Keadaan umum cukup baik.
b. Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi
c. Informed concent.
d. Faal ginjal dan hati baik.
e. Diagnosis patologik
f. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
g. Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
h. Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram
%, leukosit > 5000/mm³, trombosit > 150 000/mm³.
i. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group
(ECOG) yaitu status penampilan < 2
b. Persiapan Penderita

1) Aspek penderita dan keluarga, meliputi :


a. Penjelasan tentang tujuan dan perlunya kemoterapi
sehubungan dengan penyakitnya.
b. Penjelasan mengenai macam dan jenis obatnya, jadwal
pemberian dan persiapan setiap siklus obat kemoterapi.
c. Penjelasan mengenai efek samping yang mungkin terjadi pada
penderita.
d. Pejelasan mengenai harga obat kemoterapi (kalau perlu)
e. Informed Consent.
2) Aspek Onkologis, meliputi:
a. Diagnosa keganasan telah confirmed baik secara klinis
(besarnya tumor diukur dengan kaliper atau penggaris),
radiologis dan patologis (triple diagnostic), kalau
memungkinkan diperiksa juga tumor marker.
b. Tentukan stadium (klinis, imaging) dengan sistem TNM.
c. Tentukan tujuan terapi (neoajuvan, ajuvan, terapeutik atau
paliatif).
d. Tentukan regimen kombinasi terapi, dosis dan prosedur
pemberianya.
3) Aspek Medis
a. Anamnesa yang cermat mengenai adanya komorbiditas yang
mungkin ada yang dapat mempengaruhi pemberian kemoterapi
seperti usia, penyakit jantung, hipertensi, diabetes, kelainan
fungsi ginjal atau hati, kehamilan dan lain-lain.
b. Pemeriksaan secara menyeluruh semua keadaan yang
berhubungan dengan penyakit tersebut di atas (klinis, imaging
dan laboratorium).
c. Penentuan status performance (karnoffsky atau ECOG).

c. Persiapan Pemberian Obat Sitostatika


Keamanan penanganan obat sitostatika merupakan hal yang
penting yang harus diperhatikan oleh dokter, perawat, farmasi,
penderita, gudang/distribusi. Oleh karena itu persiapannya harus
sesuai prosedur.
1) Persiapan Obat
a. Dosis : ditentukan dengan menggunakan luas permukaan tubuh
(body surface area /BSA) yang diketahiu dengan mengukur TB
dan BB.
b. Storage dan Stability
Baca petunjuk mengenai storage dan stability masing-masing
obat sehingga tetap dalam keadaan baik. Obat yang tidak
mengandung preservasi setelah dibuka/dilarutkan (oplos) harus
segera dibuang dalam waktu 8-24 jam.
c. Preparasi (pelarutan)
Pelarut untuk masing-masing obat biasanya disebutkan dalam
penjelasan pemakaian masing-masing obat. Kadang ada
pelarut yang incompatible terhadap obat-obat tertentu.
2) Persiapan provider
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), yaitu :
a. Pakaian (Gown)
- Pakaian terdiri dari pakaian dalam dan pakaian luar
b. Sarung tangan
- Sarung tangan yang digunakan double untuk melindungi
jika terjadi tusukan dan harus menutupi manset baju.
- Sarung tangan yang dipakai harus bebas dari bedak,
untuk menghindari partikel tersebut masuk kedalam vial.
- Sarung tangan yang robek harus segera diganti
c. Tutup Kepala
Tutup kepala harus dapat menutupi rambut sekeliling agar
tidak ada partikel kotoran yang dapat mengkontaminasi
sediaan.
d. Tutup Kaki
Tutup kaki digunakan sampai menutup manset baju dalam
e. Masker & Kaca mata
- Untuk melindungi mata dan mengurangi inhalasi
digunakan kaca mata dan masker.
- Di samping untuk melindungi petugas penggunaan
masker juga untuk mengurangi kontaminan.
- Kaca mata yang digunakan harus dapat melindungi mata
dari kemungkinan adanya percikan obat kanker.
3) Persiapan peralatan dan cairan
a. Jarum suntik yang kecil, abocath no 20 atau 24 (disesuaikan
dengan ukuran vena).
b. Spuit disposibel 3cc, 5cc, 20cc.
c. Infus set, pada obat golongan taxan telah disediakan infus set
khusus.
d. Larutan NaCl 0,9% 100 cc, NaCl 0,9% 500 cc dan aquadest
25 cc.
e. Syringe pump/infuse pump kalau ada.
f. Alas penyuntikan, untuk menghindari kontak obat dengan
laken.
4) Penyuntikan
a. Teliti protokol pemberian obat kemoterapi yang akan
diberikan.
b. Cek apakah informed consent sudah ada.
c. Pilih vena yang paling distal dan lurus (biasanya metacarpal
bagian distal) dan kontralateral dengan kankernya. Dipastikan
tidak terjadi ekstravasasi yaitu dengan memasang infus dan
drip cepat.
d. Setelah penyuntikan selesai, alat-alat atau botol bekas dan
obat sitostatika dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
diikat serta dimasukkan dalam wadah sampah medis khusus.
e. Buat catatan pada rekam medik penderita, catat semua
tindakan (Intrumen Akreditas Rumah Sakit, 2012)

2.5 Persiapan Radiologi


1. Defenisi
Persiapan pemeriksaan adalah semua tindakan yang diperlukan untuk
kelancaran pemeriksaan termasuk surat pernyataan ataupun anamnesa
pasien untuk menjamin terciptanya pencitraan diagnostik yang optimal
maupun untuk mewujudkan terjaminnya keselamatan pasien
2. Tujuan
Sebagai jaminan untuk menghasilkan pencitraan diagnostik yang optimal
dan untuk menjamin terwujudnya keselamatan pasien
3. Kebijakan
Kepmenkes RI Tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik Di
Sarana Pelayanan Kesehatan, SK Direktur Rumah Sakit Sejahtera
Kambias Tentang Penetapan Jenis Pelayanan Radiologi Rumah Sakit
Sejahtera Kambias, SK Uraian Tugas Penata Radiologi
4. Prosedur
a. Persiapan Umum
1) Untuk persiapan pemeriksaan radiologi konvensional non kontras
tidak ada persiapan khusus, hanya saja benda – benda yang akan
menyebabkan gambaran radio opaque harus di lepaskan dari objek
yang akan diperiksa
2) USG tidak ada persiapan khusus, hanya saja benda – benda yang
akan menyebabkan gangguan pada gambaran harus di lepaskan dari
objek yang akan diperiksa
b. Persiapan Khusus
1) Semua tindakan radiologi dengan penyuntikan media kontras melalui
Intra Vena harus memeriksa Ureum / Cretine terlebih dahulu, serta
mengisi formulir Informed Consent
2) Untuk pemeriksaan Barium Meal pasien harus puasa 6 jam sebelum
pemeriksaan, untuk anak kecil 4 jam sebelum pemeriksaan
3) Untuk pemeriksaan Appendicografi, enam jam sebelum pemeriksaan
pasien minum Media Kontras yaitu Barium Sulfate yang dilarutkan
dengan air putih satu gelas
4) Persiapan pemeriksaan untuk tindakan radiologi BNO-IVP dan
Colon In Loop antara lain :
- Sehari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan yang lunak
(lembek), tidak berserat dan berlemak misalnya: bubur + kecap
saja
- Jam 19.00 WIB pasien makan malam terakhir
- Jam 20.00 WIB pasien minum dulcolax tablet sebanyak 2 tablet
- Jam 20.00 WIB pasien memasukkan dulcolax suppositoria 2
kapsul ke dalam anus.
- Jam 23.00 WIB pasien masih boleh minum air putih sedikit bila
haus
- Jam 24.00 WIB pasien puasa total ( tidak boleh merokok, atau
banyak bicara )
- Jam 05.00 WIB pagi dilakukan klisma (Khusus untuk pasien
opname)
- Jam 07.30 WIB pasien datang ke bagian Radiologi
- Rumah Sakit Sejahtera dalam keadaan puasa untuk dilakukan
pemeriksaan
Khusus: Untuk pasien anak kecil/ bayi tetap makan bubur lunak, 6 jam
sebelum pemeriksaan dimasukkan dulcolax suppositoria 1 kapsul
melalui anus
2.6 Pemeriksaan refleks
2.7 Observasi cairan vagina
2.8 Observasi udem

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

(Mose, Pribadi A, Firman W, “Ultrasonografi Obsetri dan Ginekologi,” Jakarta:


Sagung Setyo. 2011.)

(Endjun J, “Ultrasonografi Dasar Obsestri dan Ginekologi,” Jakarta: Balai


Penerbit FKUI. 2007.)

(Puspitasari D, Handayani T, ”Deteksi Kepala Janin Pada Gambar USG


Menggunakan Fuzzy C-Means (FCM) Dengan Informasi Spasial Dan Iterative
Randomized Hough Transform (IRHT),” Surabaya. 2010: 2.)

(Pedoman interpretasi data klinik: kementerian kesehatan republik indonesia,


2011)

(Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. hal.


11-42.)

Intrumen Akreditas Rumah Sakit 2012


Pedoman Pemberian obat resiko tinggi atau kemoterapi RS Pratama
Sangkulirang, 2017.
Frank E. Jennifer, 2008

Apgar S. Barbara, 2008

Anda mungkin juga menyukai