Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Osteoarthritis (sering disebut pula dengan istilah penyakit

degeneratif sendi) merupakan keadaan kronis yang menyebabkan

degenerasi kartilago tulang dan pembentukan tulang baru sebagai reaksi

atas degenerasi tersebut di daerah tepi serta daerah subkondrium sendi.

(Kowalak dkk, 2014). Osteoarthritis dapat menyerang semua sendi,

predileksi yang tersering adalah pada sendi-sendi yang menanggung

beban berat badan seperti panggul, lutut, dan sendi tulang belakang bagian

lumbal bawah (Sitinjak, 2016).

Pada penderita osteoartritis dapat terjadi nyeri sendi, nyeri tekan,

keterbatasan gerak, bunyi krepitasi, dan peradangan lokal. Kondisi ini

dapat mengakibatkan penderita tidak dapat melakukan aktifitas

kesehariannya, bahkan terjadi disabilitas (Hasanah, 2014). Pada penyakit

osteoartritis ada nyeri pada sendi yang terkena, dan meningkat pada waktu

bergerak. Nyeri umumnya timbul secara perlahan-lahan; mula-mula sendi

akan terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri (Mansjoer, 2001 dalam

Lumbantoruan, 2012).

Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan keluhan rasa kaku dan

keterbatasan gerak. Nyeri yang dirasakan bisa terjadi pada waktu tertentu

saja, namun pada osteoartritis lanjut nyeri akan dirasakan pada waktu yang

1
2

berkepanjangan (Felson & Schaible, 2009 dalam Lumbantoruan, 2012).

Tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis untuk menghilangkan nyeri yang

dapat dilakukan dengan cara hidroterapi (Arthini,2016).

Data dari World Health Organization (2011) menunjukkan jumlah

penderita OA di seluruh dunia sebanyak 151 juta jiwa diseluruh dunia dan

mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. Menurut penelitian yang

dilakukan Hoogeboom dkk 2012 terhadap 1233 responden menunjukkan

12% responden selalu mengalami nyeri pada sendi.

Di indonesia, angka osteoartritis masih cukup tinggi, mencapai 36,5

juta jiwa. Prevalensi terbesar terbesar terjadi pada usia lebih dari 75 tahun,

yaitu sebesar 58,8%. Pada usia 65-74 sebesar 51,9%, usia 55-64 sebesar

45,0%, dan usia 45-54 sebesar 37,2% (RIKESDES,2013). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Anisya,dkk (2016) pada lansia yang

mengalami nyeri osteoartritis yang mengalami nyeri sendi sebesar 100%

dan didapatkan rata-rata skala nyeri sedang yaitu sebesar 5,45.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 17

November 2017 dengan wawancara yang dilakukan di desa seletreng,

kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo, didapatkan hasil dari 10

responden yang menderita Osteoartritis, yaitu sebesar 10 responden

(100%) yang mengalami nyeri sendi. 70% mengalami nyeri sendi lutut yaitu

sebanyak 7 orang, dan 30% nyeri sendi panggul yaitu sebanyak 3 orang.

Terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko yaitu

umur (proses penuaan), kegemukan/obesitas, cedera, jenis kelamin dan

pekerjaan. Osteoartritis dapat menimbulkan gejala seperti nyeri sendi,

kekakuan, dan keterbatasan pergerakkan (Paramitha, dkk 2014).


3

Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang

berkualitas dan tidak mampu memelihara keseimbangan antara degradasi

dan sintesis matriks ekstraseluler termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI

dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut

menyebabkan terjadi perubahan pada diameter dan orientasi dari serat

kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang

rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya (Maharani, 2007). Selain

kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis, terutama

setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak

nyaman (Girsang, 2008).

Keberadaan nyeri akibat osteoarthritis, dapat membuat lansia yang

menderita kemudian membatasi pergerakan pada bagian yang nyeri

sehingga luas gerak sendi ke semua arah berkurang. Bila gerakan pasif

lebih dominan dari pada gerakan aktif dapat menyebabkan kekakuan dan

gangguan pada otot sendi. Nyeri dan kaku sendi yang bertahan lama dapat

menghentikan secara permanen fungsional sendi (Sitinjak, dkk 2016).

Keterbatasan pergerakan serta penurunan kemampuan muskuloskeletal

dapat menurunkan aktivitas fisik dan latihan sehingga akan mempengaruhi

lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily

Living/ ADL) (Rochana dan Utami, 2015).

Dampak nyeri sendi pada lansia akan menimbulkan perubahan

pada kolagen, menyebabkan turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga

dapat menimbulkan dampak nyeri, penurunan kekuatan otot, kesulitan

bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam

menimbulkan aktivitas sehari-hari. Proses itu dapat dihambat atau dicegah


4

bila upaya pencegahan dilakukan sejak dini, terpadu, terus-menerus dan

berkesinambungan (Pudjiastuti,2003 dalam Ristiyanto,2015).

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Arthiani (2016), yang

bertujuan untuk mengindentifikasi efektifitas hidroterapi dalam penurunan

skala nyeri ekstremitas pada penderita artritis gout dengan menggunakan

jenis penelitian quasy-eksperimen yang menggunakan rancangan non

randomized control group pretest and posttest design (non equivalent

control grup). Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

hidroterapi efektif dalam penurunan skala nyeri ekstremitas pada penderita

artritis gout. Akan tetapi belum mencapai nilai 0 (menghilangkan nyeri).

Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan nyeri sendi maka perlu

dilakukan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Terdapat

dua intervensi yang digunakan dalam meminimalkan dampak nyeri sendi

yaitu intervensi farmakologi dan intervensi non farmakologi (Cavalieri,

2002 dalam Rochana, 2015). Pada terapi farmakologis biasanya

kebanyakan dokter merekomendasikan acetaminophen (Tylenol), obat anti-

inflammatory (OAINS). Bagi penderita OA yang sudah parah, maka operasi

merupakan tindakan yang efektif (Pratiwi, 2015). Tindakan peredaan nyeri

nonfarmakologis dapat berupa hipnosis diri, mengurangi persepsi nyeri,

dan stimulus kutaneus. Stimulus kutaneus adalah stimulus kulit yang

dilakukan untuk menghilangkan nyeri yang dapat dilakukan dengan cara

hidroterapi (Rochana dan Utami, 2015). Hidroterapi digunakan untuk

mengobati gangguan rematik, ortopedi, dan neurologis. Dan merupakan

Salah satu pengobatan alternatif dengan penggunaan air untuk meredakan

rasa sakit. (Bras Fisioter et al, 2008).


5

Hidroterapi ini melibatkan banyak macam cara, yaitu : prosedur

paket, friksi, berendam, dan kompres hangat. (Nagaich, 2016). Kompres

adalah prosedur yang paling sederhana. Kompres hangat bertindak

analgetik, sedasi, vasodilator, yang mana ditunjukkan pada semua proses

peradangan kronis (Gaal, et al, 2012). Dalam Rochana dan Utami, 2015

mengungkapkan bahwa air adalah media terapi yang tepat untuk

pemulihan cedera, karena secara ilmiah air hangat berdampak secara

fisiologis bagi tubuh dan berdampak pada pembuluh darah yaitu membuat

sirkulasi darah menjadi lancar.

Penggunaan terapi panas permukaan pada tubuh dapat

memperbaiki fleksibilitas tendon dan ligament, mengurangi spasme otot,

meredakan nyeri, meningkatkan aliran darah dan meningkatkan

metabolisme (Wachjudi, 2006 dalam Rochana dan Utami, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

pengaruh hidroterapi (kompres hangat) terhadap perubahan skala nyeri

sendi osteoarthritis pada lansia di Desa Seletreng Kecamatan Kapongan

Kabupaten Situbondo Sehingga hal ini dapat memfasilitasi perawat untuk

membantu mengurangi nyeri dengan tindakan nonfarmakologis terhadap

pasien.
6

1.2 Rumusan masalah

Pada penelitian ini rumusan masalah adalah :

Apakah ada pengaruh hidroterapi kompres hangat terhadap

perubahan skala nyeri lutut pada penderita Osteoartritis di Desa Seletreng

Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh hidroterapi kompres hangat

terhadap perubahan skala nyeri sendi Osteoartritis pada lansia di

desa Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi skala nyeri sendi pada penderita osteoartritis

sebelum dilakukan hidroterapi kompres hangat di desa

Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo

2. Mengidentifikasi skala nyeri sendi pada penderita osteoartritis

setelah dilakukan hidroterapi kompres hangat di desa Seletreng

Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo

3. Menganalisis pengaruh hidroterapi kompres hangat terhadap

perubahan skala nyeri sendi Osteoartritis pada lansia di desa

Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo


7

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat

pendidik dalam meningkatkan kemampuan dalam memahami

pengaruh kompres hangat terhadap skala nyeri pada penderita

osteoartritis dan menerapkannya dalam pemberian asuhan

keperawatan

1.4.2 Bagi Instansi Pendidikan

Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat berguna

sebagai informasi dan sumber data baru bagi pendidikan serta

sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya

1.4.3 Bagi Responden

Mendapatkan informasi tentang mengurangi nyeri tanpa obat

dengan melakukan kompres hangat dan bisa menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari.

1.4.4 Bagi Lahan Penelitian

Dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan

penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan penatalaksanaan nyeri

pada pasien dengan osteoartritis.

1.4.5 Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai penambah informasi untuk pengembangan

penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti keperawatan yang

ingin melakukan pengembangan penelitian tentang kompres hangat

dengan masalah-masalah lain.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Munhith &

Siyoto, 2016).

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan

pada daur kehidupan manusia. Usia lanjut adalah seseorang yang

telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (Dewi,2014)

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi

stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya

kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara

individual (Hawari,2001 dalam effendi & makhfudli,2009)

2.1.2 Batasan Karateristik Lansia

1. Menurut World Health Organization (WHO)

a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun

8
9

2. Menurut Prof.Dr.Ny.Sumiati Ahmad Mohammad

a. Masa bayi : 0-1 tahun

b. Masa prasekolah : 1-6 tahun

c. Masa sekolah : 6-10 tahun

d. Masa pubertas : 10-20 tahun

e. Masa dewasa : 20-40 tahun

f. Masa setengah umur (prasenium) : 40-65 tahun

g. Masa lanjut usia (senium) : 65 tahun ke atas

3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa.

Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai

berikut :

a. Pertama (fase iuventus) : 25-40 tahun

b. Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun

c. Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia

(effendi & makhfudli,2009)

2.1.3 Perubahan sistem tubuh lansia

1. Perubahan fisik

a. Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan

ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan

intraseluler akan berkurang, proporsi protein di otak, otot,

ginjal, dan hati juga ikut berkurang, jumlah sel otak akan

menurun, mekanismeperbaikan sel akan terganggu, dan otak

menjadi atrofi.
10

b. Sistem persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1

per detik), hubungan persarafan cepat menurun, lambat

dalam merespons baik dari gerakan maupun jarak waktu,

khususnya dengan stress, mengecilnya saraf pancaindra,

serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.

c. Sistem pendengaran

Gangguan pada pendengaran (presbiakusis),

membran timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan

pengerasan serumen karena peningkatan keratin,

pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami

ketegangan jiwa atau stres.

d. Sistem penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya

respons terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola

(sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan

katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya

adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit

untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya

akomodasi, menurunnya lapang pandang.

e. Sistem kardiovaskular

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung

menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa

darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun,

hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.


11

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi

postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

f. Sistem pengaturan suhu tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermi) secara fisiologis =

35⁰C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun,

keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi

panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

g. Sistem pernapasan

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan

menjadi kaku, menurunnya aktivitas dali sillia, paru-paru

kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat,

menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum

menurun,dan kedalaman bernapas menuru. Ukuran alveoli

melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada

arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk

berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernapasan.

h. Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indrapengecapan mengalami

penurunan, esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar

menurun, produksi asam lambung dan waktu pengosongan

lambung dan waktu pengosongan lambung menurun,

peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi

absobsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan


12

menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai

aliran darah.

i. Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah

ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang

(berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk

mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun,

proteinuria biasanya +1). Blood urea nitrogen (BUN)

meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap

glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria)

melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan

menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung

kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.

j. Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH,

aktivitas tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran

gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin

seperti progesteron, estrogen, dan testosteron.

k. Sistem integumen

Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons

terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit

kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut

dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas

akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan


13

kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku

kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar

keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi

pudar dan kurang bercahaya. (effendi & makhfudli,2009)

l. Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan

semakin rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi

kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi

serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-

otot kram dan menjadi tremor.

Osteoartritis dan penyakit sendi degeneratif

Osteoartritis adalah keluhan yang paling sering

diungkapkan oleh lansia. Insidennya meningkat sesuai

pertambahan usia. Pada osteoartritis terjadi kerusakan

kartilago sendi, yang diikuti peningkatan produksi jaringan

pada batas sendi. Hal ini menyebabkan pembesaran sendi,

terutama pada lutut dan jari tangan.

Lansia dengan penyakit sendi degeneratif akan

mengeluh mengalami kekakuan sendi di pagi hari dengan

keterbatasan gerak dan nyeri pada otot, kram, atau spasme.

Lamanya gejala yang dialami oleh setiap orang akan berbeda-

beda. Ada lansia yang mengalami nyeri dan kekakuan

sepanjang hari, ada juga yang hanya merasakan nyeri dan

kekauan otot sebentar saja. (Dewi,2014)


14

2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental

adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingka pendidikan,

keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan

(intellegence quotient-IQ), dan kenangan (memory). Kenangan

dibagi menjadi dua, yaitu kenangan jangka panjang (berjam-jam

sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan

dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit)

biasanya dapat berupa kennagan buruk.

3. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang

mengalami pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi

pada masa pensiun.

1. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income)

berkurang.

2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi

yang cukup tinggi, lengkap dengan segala finansialnya.

3. Kehilangan teman atau relasi

4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan

5. Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of

awereness of mortality). (effendi & makhfudli,2009).


15

2.2 Konsep Osteoartritis

2.2.1 Definisi Osteoartritis

Osteoartritis adalah bentuk paling artritis yan paling umum,

dengan jumlah pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah pasien

artritis. (A.Price & M.Wilson, 2012).

Sebagai bentuk artritis yang umum ditemukan, osteoartritis

(sering disebut pula dengan istilah penyakit degeneratif sendi)

merupakan keadaan kronis menyebabkan degenerasi kortilago

tulang dan pembentukan tulang baru sebagai reaksi atas

degenerasi tersebut di daerah tepi serta di daerah subkondrium

sendi. Biasanya osteoartris menyerang sendi-sendi yang

menyangga berat tubuh atau weight bearing joints (sendi lutut,

sendi kaki, sendi paha, vertebra lumbalis). ( Kowalak, dkk. 2014).

Osteoartritis adalah penyakit yang menimbulkan rasa nyeri

di persendian bahkan menimbulkan rasa sendi yang terkunci. Rasa

nyeri yang menyerang persendian dan adanya rasa terbakar di otot

dan tendon. (Mumpuni dan pratiwi, 2017).

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab dari Osteoartritis untuk sekarang masih belum

jelas tetapi faktor resiko Osteoartritis dapat diketahui dari :

1. Osteoartritis primer/idiopatik

a) Usia

Proses penuaan berakibat pada penurunan kualitas

dan kuantitas dari proteoglikan pada kartilago artikular.

(M.black, 2014). Kartilago artikular adalah sel-sel yang


16

bertanggungjawab atas pembentukan proteoglikan, yaitu

glikoprotein yang bekerja sebagai bahan seperti semen

dalam tulang rawan, dan kolagen. (Kowalak, dkk. 2014).

Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas usia 70 tahun

baik pria maupun wanita. Sebelum usia 45 tahun, OA lebih

sering terjadi pada pria. Setelah usia 55 tahun, OA lebih

sering terjadi pada wanita. (Mumpuni & Pratiwi, 2017)

b) Faktor kimiawi

Obat-obat yang menstimualsi enzim yang mencerna

kolagen dalam membran sinoval seperti preparat steroid

(Kowalak, dkk. 2014).

c) Jenis kelamin

Perkembangan osteoartritis sendi-sendi interfalang

distal tangan (Nodus Heberden) dipengaruhi oleh jenis

kelamin dan lebih dominan pada perempuan. Nodus

Heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada perempuan

dibandingkan laki-laki. (A.Price & M.Wilson, 2012).

2. Osteoartritis sekunder

a) Akibat trauma

Trauma pada sendi merupakan faktor risiko

berkembangnya penyakit OA. Hal ini dikarenakan

kemungkinan adanya kerusakan pada mayor ligamen, tulang

pada sekitar sendi tersebut. Trauma merupakan faktor risiko

pada OA lutut karena kerusakannya bisa menyebabkan

perubahan pada meniskus, atau ketidakseimbangan pada


17

anterior ligamen krusial dan ligamen kolateral.

(amanda,2015).

b) Hipermorbilitas sendi

Kerusakan berulang berhubungan dengan pekerjaan

individu atau olahraga tertentu (misalnya, artritis

pergelangan pada pemain keyboard, manifestasi kelainan

bahu pada pemukul bola baseball)(M.black & Hawks. 2014).

c) Obesitas

Menurut (eyley,2003 dalam aldila, 2014) menyatakan

bahwa obesitas merupakan faktor resiko kuat bagi

osteoartritis. Pada saat berjalan beban dipindahkan ke sendi

lutut 3-6 kali lipat lebih berat badan. Bila proposi berat badan

lebih tinggi badan (obesitas), kerja sendipun akan semankin

berat.

2.2.3 Klasifikasi

Osteoartritis dapat diklasifikasikan menjadi idiopatik (primer)

atau sekunder.

1. Osteoratritis idiopatik yang merupakan bagian normal dalam

proses penuaan ( Kowalak, dkk. 2014). Penyakit sendi paling

sering ditemukan pada orang dewasa berusia 65 tahun atau

lebih, osteoartritis idiopatik lebih sering ditemukan pada wanita

daripada pria. Hal ini menimbulkan ketidakmampuan sebagai

efek yang ditimbulkan pada sendi-sendi besar penunjang berat

dan tulang belakang.


18

2. Ostoartritis sekunder lebih sering terjadi pada pria daripada

wanita. Hal ini diakibatkan oleh trauma, penyakit sendi yang lain,

nekrosis avaskular. Artritis traumatis dapat terjadi setelah fraktur,

atau kerusakan sendi yang terbuka. Hal ini dapt pula terjadi

akibat pekerjaan individu atau olahraga tertentu (misalnya, artritis

pergelangan tangan pada pemain keyboard, manifestasi kelainan

bahu pada pemukul bola baseball). (M.black & Hawks. 2014).

2.2.4 Manifestasi Klinis

1. Osteoartritis tahap awal

a. Tidak ada gejala atau nyeri tumpul ringan ketika sendi

digunakan

2. Osteoartritis tahap lanjut

a. Nyeri yang menjadi lebih sering, bahkan selama istirahat,

dan biasanya memburuk seiring berjalannya hari

b. Nyeri sendi yang hebat dan dalam setelah latihan atau

menyangga beban pada sendi yang sakit

(stockslager & schaeffer,2008)

3. Tanda dan gejala umum

a. Nyeri sendi yang bersifat pegal dalam akibat degenerasi

kartilago, inflamasi, dan tekanan tulang, nyeri ini terutama

timbul sesudah melakukan aktivitas fisik, olahraga atau

pekerjaan yang bersifat mengangkat beban weight bearing

b. Rasa kaku pada pagi hari dan sesudah melakukan latihan


19

c. Krepitasi atau “bunyi berderik” pada sendi selama

melakukan gerakan, bunyi ini timbul kerena kerusakan

kartilago.

d. Nodus Herbeden (pembesaran tulang pada ujung distal

sendi interfalang) akibat inflamasi berulang

e. Perubahan cara berjalan akibat kontraktur yang

disebabkan oleh kompensasi-berlebihan otot yang

menyangga sendi tersebut

f. Penurunan kisaran gerak akibat rasa nyeri dan kaku

g. Pembesaran sendi akibat tekanan pada tulang dan

gangguan pertumbuhan tulang (Kowalak, dkk. 2014).

2.2.5 Patofiologi

Kartilago artikular yang sehat akan tampak rata, berkilau,

dan berwarna putih. Hal ini menunjukkan vikoelastisitas dan

kemampuan kompresif yang berkaitan dengan kemampuannya

menahan goncangan. Kondrosit, sel yang memproduksi kartilago,

secara konstan meremajakan dan memelihara integritas kartilago

artikular yang akan memproteksi tulang dalam persendian.

Kondrosit memproduksi matriks kartilago dengan cara

menghasilkan dua tipe kolagen proteoglikan. Proteoglikan yang

bersifat hidrofilik (menarik air) secara signifikan menambah

kemampuan kartilago untuk menahan beban berat pada

penggunaan sendi.

Secara sederhana, osteoartritis dapat dideskripsikan

sebagai sebuah proses degradasi matriks kartilago yang diikuti


20

dengan ketidakefektifan usaha tubuh dalam memperbaiki.

Perubahan patologis dini adalah pengurangan proteoglikan dalam

matriks, yang diikuti dengan pelunakan dan hilangnnya elastisitas

pada kartilago. Ketika tubuih berusaha mengompensasi, pertama

kali kondrosit akan berproliferasi dan kolagen. Destruksi yang

progresif oleh enzim lisosom akan meningkatkan produksi

melampaui batas, sehingga kartilago menjadi rentan pada

pergerakan sendi. Perubahan pada sintesis kolagen juga akan

terjadi, meminimalkan kemampuan kompresif dari kartilago. Faktor-

faktor yang menyebabkan perubahan-perubahan tersebut belum

sepenuhnya dimengerti, namun yang jelas, efek pada kartilago

adalah hilangnya kemampuan menahan air pada penggunaan

beban yang berat.

Fibrilasi, erosi, dan keretakan terjadi pada lapisan superfisial

dari kartilago ketika serat kolagen pecah. Kartilago mengalami

perubahan warna menjadi kunin, dan rusak pada permukaan

artikular, pertumbuhan tulang meningkat pada batas sendi,

pertumbuhan tulang abnormal (osteofit) terjadi pula. Bagian tengah

kartilago yang diikuti oleh pembangunan pada pemukaan tulang.

Distribusi normal akibat tekanan normal akan berubah,

mengakibatkan nyeri dan pergerakan yang terbatas. Cairan

sinovium juga akan berespons dengan adanya sekresi berlebih dari

cairan sinovial, menjadi inflamasi dan pembengkakan kapsul sendi

(M.black & Hawks. 2014).


21

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi osteoartritis meliputi :

1. Perubahan sendi yang irevesibel dan pembentukan nodu (nodus

akhirny berwarna merah, membengkak, dan nyeri tekan)

2. Subluksasi sendi

3. Penurunan kisaran gerak sendi

4. Kontraktur sendi

5. Rasa nyeri (yang pada stadium lanjut dapat menimbulkan

disabilitas)

6. Kehilangan kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari

( Kowalak, dkk. 2014).

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Sinar-X

Mungkin normal pada tahap awal. Foto selanjutnya

dapat menunjukkan penyempitan ruang sendi atau margin,

deposit tulang seperti kista pada ruang sendi dan margin,

sklerosis pada ruang subkondral, deformitas sendi yang

disebabkan oleh degenerasi atau kerusakan srtikular,

pertumbuhan tulang di area penyokong beban, dan fusi sendi

pada pasien yang menderita osteoartritis yang bersifat erosif

dan inflamatorik.

2. Analisis cairan sinovial

Dapat menyingkirkan artritis inflamatorik.

3. Pemindahan tulang radionuklida

Juga dapat menyingkirkan artritis inflamatorik


22

4. Artroskopi

Mengidentifikasi pembengkakan jaringan lunak dengan

menunjukkan struktur sendi interna.

5. Magnetic resonance imaging

Menghasilkan gambar potongan melintang sendi yang

artritis dan tulang di dekatnya dan dapat mengggambarkan

perkembangan penyakit.

6. Pemeriksaan neuromuskular

Dapat menunjukkan penurunan kekuatan otot (seperti

penurunan kekuatan genggaman) (stockslager &

schaeffer,2008)

2.2.8 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk mencegah atau

menahan kerusakan yang lebih lanjut pada sendi tersebut, dan

untuk mengatasi nyeri dan kaku sendi guna mempertahankan

mobilitas.

1. Melindungi sendi dari trauma

Evaluasi pola bekerja dan aktivitas sehari-hari

membantu untuk menghilangkan segala kegiatan yang

meningkatkan tegangan berat badan pada sendi yang sakit.

2. Fisioterapi (latihan isometrik) penting untuk menghilangkan

nyeri dan mempertahankan kekuatan otot dan ROM

3. Pemakaian es atau air hangat pada sendi yang sakit dapat

menghilangkan nyeri
23

4. Obat-obat analgetik

Seperti asetaminofen, aspirin dan ibuprofen biasanya

cukup untuk menghilangkan nyeri. Efek samping obat-obatan

ini biasanya lebih sering pada pasien yang lebih tua

5. Obat-obat antireumatik

Dapat mengubah penyakit tidak dipakai untuk

mengobati osteoartritis, sebab penyakit ini bukanlah penyakit

sistemik. Kortikosteroid oral biasanya merupakan

kontraindikasi. Obat-obatan ini biasanya tidak efektif dalam

memperbaiki gejala-gejala yang timbul, dan potensi toksiknya

membuat pemakaian obat-obat ini mengundang risiko.

6. Operasi

Dirancang untuk membuang badan-badan yang lepas,

memperbaiki jaringan penyokong yang rusak, atau untuk

mengganti jaringan penyokong yang rusak, atau untuk

mengganti seluruh sendi.

a. Bedah astroskopi : partikel-partikel cartilago daripada

operasi biasa. Partikel-partikel cartilago dapat juga dibuang

dengan efisiensi yang sama bila dibandingkan dengan cara

operasi biasa.

b. Osteotomi angulasi : dipakai untuk mengobati osteoartritis

lutut yakni hanya mempengaruhi satu kompartemen saja.

Nyeri sendi dapat dihilangkan dengan

memperbaikideformitas varus atau valgus dengan cara

menyambungkan satu bagian rawan sendi yang sehat


24

dengan rawan sendi lain yang juga masih sehat. (A.Price &

M.Wilson, 2012).

2.3 Konsep Nyeri

2.3.1 Pengertian Nyeri

Nyeri dapat digambarkan sebagai “suatu pengalaman

sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau

dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut”. Definisi ini

menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan

(stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat

sebujektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi. (A.Price

& M.Wilson, 2012).

Rasa nyeri merupakan akibat serangkaian langkah kompleks

yang berasal dari lokasi cedera menuju otak yang menafsirkan

stimulus sebagai rasa nyeri (Kowalak dkk, 2014).

2.3.2 Klasifikasi nyeri

Klasifikasi secara umum dibagi menjadi dua, yakni :

1. Nyeri akut : Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan

cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai

adanya peningkatan tegangan otot.

2. Nyeri kronis : Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-

lahan, baisanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu

lebih dari 6 bulan.


25

2.1 Tabel Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status eksistensi

Sumber Sebab eksternal Tidak diketahui atau pengobatan yang


atau penyakit terlalu lama
dari dalam

Serangan Mendadak Bisa mendadak, berkembang dan


terselubung

Pernyataan Daerah nyeri Daerah nyeri sulit dibedakan


nyeri tidak diketahui intensitasnya, sehingga sulitdievaluasi
dengan pasti (perubahan perasaan)

Gejala-gejala Pola respons Pola respons yang bervariasi dengan


klinis yang khas sedikit gejala (adaptasi)
dengan gejala
yang lebih jelas

Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik,

diantarannya nyeri somatis, nyeri viseral dan nyeri menjalar (referent

pain).

Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit

dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulan. Perbedaan

antara kedua jenis nyeri ini dapat dilihat pada tabel.

2.2 Tabel perbedaan nyeri somati dan nyeri viseral


Karateristik Nyeri somatis Nyeri viseral
Superfisial Dalam
Kualitas Tajam, menusuk, Tajam, tumpul, Tajam, tumpul, nyeri
membakar nyeri terus terus, kejang
Menjalar Tidak Tidak Ya
Stimulasi Tirehan, abrasi Torehan, Distensi, iskemia,
terlalu panas dan panas, iskemia spasmus, iritasi kimiawi
dingin pergeseran (tidak ada torehan)
tempat
26

Reaksi Tidak Ya Ya
otonom
Refleks Tidak Ya Ya
kontraksi
otot

(Alimul H, 2013)

2.3.3 Teori Nyeri

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, di

antaranya :

1. Teori Pemisahan (Specificity theory)

Menurut teori ini, rangsangan nyeri masuk ke medulla

spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di

daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang

di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks tempat

rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

2. Teori Pola (Pattern Theory)

Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganggion dorsal ke

medulla spinalis merangsang aktivitas sel T. Hal ini

mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian

yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi

menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga

menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas

respons dari reaksi T.


27

3. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kinerja serat saraf

besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion

dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan

meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang

mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehinggan

aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran

rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat

langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan

dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen dan

reaksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat

kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan

membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel

T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.

4. Teori Transmisi dan Inhibisi

Adanya stimulasi pada nociceptor memulai transmisi

impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi

efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi

impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-

serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut

lamban dan endogen opiate sistem supresif.

(Alimul H, 2013)
28

2.3.4 Penilaian klinis nyeri

Penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha

yang cermat untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan

mengidentifikasi kausa sehingga kausa tersebut dapat dihilangkan,

apabila mungkin. Dokter pertama-tama harus melakukan

anamnesis yang teliti.

Nyeri karena postur timbul setelah aktivitas berkepanjangan

(biasanya sore/malam hari), sedangkan nyeri artritis paling parah

pada gerakan-gerakan pertama setelah inaktivitas lama (biasanya

pagi hari saat bangun tidur).

Kualitas nyeri dapat dinilai dengan secara sederhana

meminta pasien menjelaskan nyeri dengan kata-kata mereka

sendiri. (A.Price & M.Wilson, 2012).

Menurut Alice Rich, RN – Recommender and Maintainer

Modified by AcceIEMR Solutions - Last Revision May 2014 nyeri

dapat diukur menggunakan skala nyeri Comparative Pain Scale.

Dengan skala 0-10, yatiu :

1. Ringan : Tidak mengganggu sebagian besar aktivitas. Mampu

beradaptasi dengan rasa sakit secara psikologis dan dengan

obat atau alat seperti bantal. Skala nyeri 0 – 3

0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal

1 = Nyeri seperti gigitan nyamuk

2 = Rasa sakit ringan, seperti cubitan ringan pada kulit

3 = Nyeri sangat terasa, seperti pukulan ka hidung, atau

suntikan oleh dokter


29

2. Sedang : Mengganggu banyak aktivitas. Membutuhkan

perubahan gaya hidup namun tetap mandiri. Tidak dapat

beradaptasi dengan ptasi dengan rasa sakit. Skala nyeri 4 – 6

4 = Seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah

5 = Rasa sakit yang kuat, dalam, menusuk, seperti

pergelangan kaki terkilir

6 = Rasa sakit yang kuat, dalam, menusuk sakit kepala

Parah

3. Berat : Tidak dapat melakukan aktivitas normal. Tidak dapat

bekerja dan tidak dapat berfungsi secara mandiri. Skala nyeri 7 -

10

7 = Sama seperti 6 kecuali rasa sakit benar-benar

mendominasi indra Anda, jadi Anda tidak bisa lagi

berpikir dengan jelas, mungkin mengalami kesulitan

melakuakan perawatan diri

8 = Sebanding dengan persalinan atau sakit kepala yang

sangat parah

9 = Rasa sakit begitu hebat sehingga Anda tidak bisa

mentolerirnya dan meminta sedikit kelegaan, tidak peduli

efek samping atau risikonya

10 = Rasa sakit yang begitu hebat itu akan segera tak

sadarkan diri

2.3.5 Penatalaksanaan nyeri

Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah

mengurangi nyeri sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek


30

samping paling kecil. Terdapat dua metode umum untuk terapi nyeri

: farmaklogi dan nonfarmakologi.

Untuk mencapai tujuan meredakan nyeri pada pasien,

perawat perlu ;

1. Menggunakan pengetahuan tentang aspek-aspek

neuropatofisiologi nyeri sebagai dasar untuk melakukan

berbagai intervensi

2. Menilai nyeri secara rutin dengan menggunakan instrumen yang

sesuai, baik sebelum mapoun setelah pengobatan

3. Menggunakan berbagai metode penghilang nyeri secara

nonfarmakologi, dan

4. Mencatat efektivitas berbagai intervensi untuk meredakan nyeri

(A.Price & M.Wilson, 2012).

2.3.6 Penatalaksanaan nyeri muskuloskeletal

Pasien yang mengalami gangguan muskloskeletal yang

menyebabkan nyeri kronis nonmalignan harus dikaji dan ditangani

dengan pendekatan bertahap. Tindakan penanganan meliputi :

1. Metode nonfarmakologis, seperti kompres hangat, kompres es,

elevasi

2. Asetaminopfen (Tylenol)

3. Obat antiinflamasi nonsteroid, seperti ibuprofen (Motrin)

4. Obat analgetik nonnarkotikmlain, seperti tramadol (Ultram) atau

preparat topikal kapsaicin (Zostrix), Analgetik opiod yang bisa

diberikan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan obat

anti-depresan (Kowalak dkk, 2014).


31

2.4 Konsep Hydotherapy

2.4.1 Pengertian Hydrotherapy

Hidroterapi adalah salah satu metode pengobatan dasar

yang banyak digunakan dalam sistem pengobatan alami, yang juga

disebut sebagai terapi air, kompres hangat, terapi kolam renang,

dan balneotherapy. Penggunaan air dalam berbagai bentuk dan

dalam berbagai suhu bisa menghasilkan efek yang berbeda pada

sistem tubuh yang berbeda. (A Mooventhan & L Nivethitha, 2014).

Hidroterapi adalah bentuk dari terapi modalitas yang

menggunakan air hangat. Air menjadi media yang tepat untuk

pemulihan cedera dan meringankan gejala-gejala regular gangguan

persendian (Setyohadi & Kushariyadi,2011).

2.4.2 Prinsip Hydrotherapy

Prinsip metode terapi ini didasarkan pada sifat fluida:

mekanik (konduktivitas termo air 30 kali lebih besar dari udara,

kapasitas panas, 8 kali lebih besar dari udara), panas dan bahan

kimia. Faktor fluida fisiologis dilakukan melalui kulit, kulit adalah

organ pertama yang kontaknya, karakteristik struktur dari jaringan

reseptor vaskular dan saraf yang luas dapat diperoleh tanggapan

yang beragam dan beragam, reaksi lokal dan umum. (Dumitrascu et

all, 2012)

2.4.3 Manfaat Hydrotherapy

Dapat meningkatkan kelenturan jaringan otot ikat, kelenturan

pada struktur otot, mengurangi rasa nyeri.

Dapat dirasakan pada;


32

1. Nyeri bahu : kehangatan air mengendurkan persendian dan

meredakan nyeri. Mempertahankan kekuatan otot dan

meningkatk an rentang gerakan

2. Penggantian pinggul (kekakuan sesudah pembedahan,

kelemahan dan pengerutan otot) : memaksimalkan rentang

gerakan. Memulihkan kekuatan otot

3. Cedera : kehangatan air mengendurkan persendian dan

meredakan nyeri. Mempertahankan kekuatan otot dan

meningkatkan rentang gerakan

4. Osteoartritis lutut : lutut terdapat topangan lebih besar dan,

kehangatan air meredakan nyeri (Yuwono, dkk. 2009)

2.4.4 Indikasi & Kontraindikasi Hydrotherapy

1. Indikasi

a. Klien dengan nyeri punggung bawah (low back pain)

b. Klien dengan nyeri punggung atas (upper back pain)

c. Klien dengan nyeri leher (cervical pain)

d. Klien dengan nyeri panggul dan lutut

e. Klien dengan rematik

f. Klien dengan cedera atau gangguan pada tanga

g. Klien dengan kelemahan fungsi gerak akibat usia lanjut dan

permasalahan pada otot, dan tulang.

2. Kontraindikasi

Kondisi di mana aplikasi panas harus dihindari

a. Dalam 24 jam pertama setelah cedera traumatis. Suhu

meningkatkan perdarahan dan edema.


33

b. Perdarahan aktif. Suhu menyebabkan vasodilatasi dan

meningkatkan perdarahan

c. Edema tidak disebabkan oleh peradangan. Suhu

meningkatkan permeabilitas kapiler dan edema.

d. Pada tumor ganas lokal. Suhu meningkatkan risiko

metastasis dengan cara mempercepat tingkat metabolisme

sel, pertumbuhan sel dan sirkulasi.

e. Pada masalah kulit yang ditandai dengan kemerahan dan

terik. Suhu bisa menyebabkan parah kerusakan atau luka

bakar kulit (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

2.4.5 Macam-macam metode Hydrotherapy

1. Prosedur paket

Lembaran Basah dan basah kering Lembaran

digunakan sebagai selimut yang menutupi pasien secara

langsung atau setelah teknik tertentu, ada kemasan dengan zat

berbeda (parafin, lumpur). Tindakan mereka sangat vasodilator,

dengan efek antiinflamasi yang baik, resorbitiv analgesik dan

santai. Digunakan pada semua proses peradangan kronis:

artritis, osteoartritis, neuralgia, kaku dll. Hal yang sama

dilakukan dengan lumpur dan pasir impahetarile. Setelah

prosedur ini hangat wajib mengikuti pencucian.

2. Friksi

Friksi adalah prosedur yang bertindak baik oleh faktor

termal, dan oleh alat mekanik. Mereka selalu dingin,

menggunakan kain basah di atas gesekan yang sedang


34

berjalan, goresan panjang, geser telapak tangan sampaii

dipanaskan (vasodilatasi aktif). Setelah itu, gosok daerah dan

lapas. Gesekan bisa parsial (tangan, kaki, dada dll) atau total

(complete). Hal ini dapat dilakukan samping tempat tidur

immobilized (patah tulang, rematik).

3. Berendam

Berendam adalah prosedur yang paling banyak diminta

dalam hidroterapi. Mereka terdiri dari beberapa jenis:

sederhana (air biasa), obat-obatan, dengan zat berbeda

(garam, yodium, belerang, dll.), Lengkap atau sebagian

(tangan, kaki, kursi), tidak sesuai dengan suhu (35-37 °),

hangat (38-40 °) atau dingin (di bawah 22 °). Mandi dilakukan

oleh tiga faktor: termal, kimia dan mekanik (tekanan hidrostatik

tekanan ke atas, pergerakan air di kamar mandi) (dumitrascu et

al, 2012).

4. Kompres hangat

Kompres hangat bertindak analgesik, santai, sedasi,

anti-ing, vasodilator, yang mana ditunjukkan pada semua

proses peradangan kronis. (dumitrascu et al, 2012). Pada suhu

dibawah 40⁰C menyebabkan rangsangan reseptor hangat. Ini

menyebabkan relaksasi otot. (Marshall & Russell, 2011).

Perawat perlu memahami respons adaptif ketika

memberikan kompres. Klien mungkin ingin mengubah suhu

suhu pada kompres tersebut karena adanya perubahan sensasi

termal setelah adaptasi. Menigkatkan suhu kompres setelah


35

adaptasi terjadi dapat menyebabkan luka bakar yang serius.

Suhu yang direkomendasikan dalam kompres hangat adalah

37-40⁰C. (Berman,dkk 2009)

Hidroterapi kompres hangat dapat membantu

meredakan rasa nyeri, kaku dan spasme otot. Panas

supervisial dapat diberikan dalam bentuk kompres hangat.

Manfaat maksimal dari hydrotherapy akan dicapai dalam waktu

20 menit selama 1 kali dalam sehari (Arthiani,2016).

Panas menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam 20-

30 menit, melanjutkan kompres melebihi 30-45 menit akan

mengakibatkan kongesti jaringan, dan pembuluh arah

kemudian berkontriksi dengan alasan yang tidak diketahui.

Apabila kompres hangat dilanjutkan, klien beresiko mengalami

luka bakar, karena pembuluh darah yang berkontriksi tidak

mampu membuang panas secara adekuat melalui sirkulasi

darah. (Berman,dkk. 2009)

Pada kelompok intervensi diberikan hidroterapi kompres

hangat yang dilakukan selama 20 menit sehari selama 3 hari

berturut-turut dapat menurunkan skala nyeri ektremitas berkisar

antara 1-4 (Arthiani,2016) dan menurut Kamioka et al,2010

periode intervensi berkisar dari 15 hari-12 bulan dalam

penatalaksanaan hydrotherapy. dan hydrotherapy merupakan

terapi modalitas yang efektif pada pasien lanjut usia dengan

osteoartritis yang manfaatnya dapat bertahan dalam waktu

minimal 3 bulan setelah perawatan. (Gaal et all, 2008).


36

2.4.6 Langkah-langkah penatalaksanaan Hydrotherapy Kompres

Hangat

Kompres hangat dapat berbentuk kering dan basah.

Kompres hangat kering dapat digunakan secara lokal, untuk

konduksi panas, dengna menggunakan botol air berisi air hangat,

bantalan pemanas elektrik, bantalan akuatermia, atau kemasan

pemanas disposible (Berman,dkk. 2009). Pada penelitian ini

menggunakan kompres panas kering dengan menggunakan botol

yang berisi air hangat.

1. Persiapan alat dan bahan

a. Botol

b. Sarung botol/kain pembungkus/handuk

c. Air hangat dan sebuah termometer

2. Langkah-langkah

a. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan, dan

bagaimana klien dapat bekerjasama. Diskusikan bagaimana

hasilnya akan digunakan untuk merencanakan perawatan

atau terapi selanjutnya.

b. Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi

yang tepat.

c. Berikan privasi klien

d. Ukur suhu. Suhu yang digunakan adalah antara 37-40⁰C

e. Isi sekitar dua pertiga botol dengan air hangat


37

f. Keluarkan udara dari botol. Udara yang tetap berada di

botol akan mencegah botol mengikuti bentuk tubuh yang

sedang dikompres.

g. Tutup botol dengan kencang

h. Balikkan botol, dan periksa adanya kebocoran

i. Bungkus botol dengan kain pembungkus/handuk

j. Letakkan bantalan panas/botol yang berisi air hangat pada

bagian tubuh yang merasakan nyeri, lakukan selama 20

menit Jika nyeri pada :

Lutut : letakkan botol pada area lutut yang

nyeri

Panggul : letakkan botol pada area panggul yang

nyeri

Punggung : pasien dalam posisi nyaman/posisi

telungkup lalu letakkan botol air panas dii

atas punggung

2.4.7 Cara Kerja

Efek yang diberikan hidroterapi adalah pemberian rasa

nyaman dan memblok nosiseptor dengan aktivitas ternal dan

mekanoreseptor terhadap mekanisme segmental spinotalamikus

yang dapat menurunkan nyeri.

Mekanisme kerja hidroterapi adalah dengan adanya

mekanisme seperti gerbang di area dorsal horn pada spinal cord.

Serabut saraf kecil (reseptor nyeri) dan serabut saraf besar

(reseptor normal) bermuara di sel proyeksi yang membentuk jalur


38

spinothalamic menuju pusat saraf tertinggi (otak), dan sinyal dapat

diperlemah atau diperkuat oleh inhibitory interneurons. Ketika tidak

ada rangsangan nyeri, inhibitory neuron mencegah projection

neuron (Projection cell) untuk mengirim sinyal ke otak. Sehingga,

kita dapat katakan gerbang tertutup atau tidak ada presepsi nyeri.

Ketika rangsangan normal somatosensori (sentuhan, perubahan

suhu, dll) terjadi.

Rangsangan akan di hantarkan melalui serabut saraf besar

(hanya serabut saraf besar). Meyebabkan inhibitory neuron dan

projection neuron aktif. Tetapi inhibitory neuron mencegah

projection neuron untuk mengirim sinyal terkirim ke otak. Sehingga,

gerbang masih tertutup dan tidak ada presepsi nyeri. Ketika

nociception (rangsangan nyeri) muncul. Rangsangan akan

dihantarkan melaui serabut saraf kecil. Dan ini menyebabkan

inhibitory neuron menjadi tidak aktif, dan projection neuron

mengirimkan sinyal ke otak. Sehingga, gerbang terbuka dan

presepsi nyeri muncul.

Peran hidroterapi adalah pada mekanisme rangsangan yang

dapat menutup gerbang dan dapat menstimulus pengeluaran

endhorphin sehingga menciptakan rasa nyaman (Guyton and Hall,

2014). Berkurangnya rasa nyeri pada metode hidroterapi

disebabkan oleh perbaikan sirkulasi darah yang ada pada

persendian, berkurangnya tekanan otot, serta meningkatnya

produksi endorfin (stress related hormone). Memperbaiki sirkulasi

darah memperbaiki sirkulasi dan oksigenasi darah otot sehingga


39

lebih banyak oksigen masuk ke area persendian. Air mengurangi

nyeri dengan merangsang respon fisiologi termasuk redistribusi

volume darah yang akan merangsang pelepasan endorphin, air

hangat akan dapat merelaksasi otot-otot dan mental, meningkatkan

pelepasan katekolamin yang meningkatkan perfusi, relaksasi dan

kontraksi jantung, sehingga mengurangi nyeri. Proses vasodilatasi

yang terjadi akibat air hangat sehingga melancarkan aliran darah

balik ke atrium kanan, kemudian jumlah volume optimum yang

dialirkan kembali kejantung dari bagias distal atau ekstremitas akan

dikembalikan lagi dengan jumlah volume mencapai 5 liter dengan

diperantarai oleh hormon katekolamin yang dapat meningkatkan

perfusi. Perfusi aliran darah yang baik maka akan meningkatkan

oksigen terutama pada daerah yang nyeri. Proses gate control dana

berlaku pada hal ini dimana apabila intake oksigen dan proses

relaksasi pada pembuluh terjadi akibat hidroterapi, maka akan

merangsang amygdala pada bagian hipothalamus yang akan

menginhibisi rangsang nyeri sehingga dapat mengurangi nyeri.

(Guyton and Hall, 2014 dalam izza,2017).


40

2.5 Konsep Pengaruh

Pengaruh hydrotherapy rendam hangat terhadap penurunan

nyeri ankle pada penderita Rhematoid Artritis di kelurahan tambakboyo

kec. Ambarawa, hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang

signifkan antara tingkat nyeri ankle pada penderita Rhematoid Artritis

sebelum dan sesudah diberikan hidroterapi pada kelompok intervensi

dengan sampel penelitian terdiri dari kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol. Menggunakan metode quasi experiment atau eksperimen semu

(izza, 2017).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lombard et al (2015), tentang

Hydrotherapy and its effects on chronic pain intensity, physical

functionality and quality of lifein the elderly, menunjukkan 51% hidroterapi

mampu menurunkan nyeri akut dan nyeri kronis, dimana rata-rata

penurunan nyeri dari 3 sampai 5.


BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Faktor resiko Osteoartritis


osteoartritis
1. Usia
2. Hipermorbilitas atau Tanda gejala osteoartritits :
ketidakstabilan
karena pekerjaan 1. Nyeri Sendi
atau akibat 2. Rasa kaku
olahraga 3. Bunyi krepitasi
3. Jenis kelamin 4. Perubahan cara berjalan
4. obesitas 5. Penurunan kisaran gerak
akibat rasa nyeri dan kaku

Macam-macam
hydrotherpy: Hydrotherapy Nyeri sendi
Kompres hangat osteoartritis
1. Prosedur paket
2. Friksi
3. Berendam
4. Kompres hangat Skala Nyeri :
1. Cuci tangan
2. Ukur suhu 0 - 10
3. Keluarkan udara
4. Tutup botol
5. Balikkan botol
6. Bungkus botol
7. Letakkan pada
daerah yang nyeri
8. Kaji

Keterangan :

Diteliti :

Tidak diteliti :

Menghubungkan :

Bagan 3.1 Kerangka konseptual penelitian Pengaruh Hydrotherapy (kompres hangat)


terhadap perubahan skala nyeri sendi osteoartritis pada lansia di desa
seletreng kecamatan kapongan kabupaten situbondo

41
42

Berdasarkan Bagan 3.1 Dapat di jelaskan bahwa osteoartritis

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia, hipermorbilitas atau

ketidakstabilan karena pekerjaan atau akibat olahraga, jenis kelamin, dan

obesitas. Tanda gejala yang sering muncul pada osteoartritis adalah nyeri sendi

dan Berbagai pelaksanaan dalam menurunkan nyeri sendi yaitu Hydrotherapy

kompres hangat. Hydrotherapy kompres hangat adalah sebuah terapi dengan

penggunaan air untuk meredakan dan perubahan pada skala nyeri sendi .

3.2 Hipotesis penelitian

Hipo artinya bawah, tesis artinya pendapat. Jadi hipotesis berarti

pendapat yang kebenarannya masih dangkal dan perlu diuji. Hipotesis

adalah kesimpulan teoritis yang masih harus dibuktikan kebenarannya

melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris. Setelah melalui pembuktian

dari hasil penelitian, maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat

diterima atau ditolak (Setiadi,2013)

Adapun Hipotesis pada penelitian ini adalah :

H1 : ada Pengaruh Hydrotherapy (kompres hangat) terhadap

perubahan skala nyeri sendi osteoartrtitis pada lansia di desa seletrreng

kecamatan kapongan kabupaten situbondo.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitian. Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam

penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan

sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013).

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian pra eksperimen

dengan menggunakan metode one-group pre-post test design merupakan

metode penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan

cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi

sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi

(Nursalam, 2016).

Kerangka Design

Subjek Pra Perlakuan Pasca – Tes

K O I OI

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan :

K : Subjek (pasien osteoartritis)

O : Observasi skala nyeri sendi pasien osteoartritis

I : Intervensi (pemberian hydrotherapy kompres hangat)

OI : Observasi skala nyeri sesudah pemberian hydrotherapy kompres

hangat

43
44

4.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah suatu yang abstrak, logis secara arti harfiah

dan akan membantu penelitian dalam menghubungkan hasil penemuan

dengan body of knowledge (Nursalam, 2014).


45

4.1 Kerangka Kerja

Pengaruh hydrotherapy kompres hangat Terhadap Perubahan Skala Nyeri


Sendi Osteoartritis Pada Lansia di Desa Seletreng Kecamatan Kapongan
Kabupaten Situbondo.

Populasi
Seluruh Lansia penderita Osteoartritis di Desa Seletreng Kecamatan Kapongan
Kabupaten Situbondo sejumlah 41 pasien pada tahun 2017

Sampel
Sebagian Lansia Penderita Osteoartritis di Desa Seletreng Kecamatan
Kapongan Kabupaten Situbondo sejumlah 37 pasien

Tehnik Sampling
Non Probability Sampling (Purposive Sampling)

Desain Penelitian
Pra Eksperimen (One Group Pre-Post Test Design)

Pengumpulan Data
Observasi

Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa Data
Paired t test

Kesimpulan

jika p value ≤ α (0,05) menunjukkan H1 di terima yang berarti ada pengaruh


jika p value > α (0,05) menunjukkan H0 diterima yang berarti tidak ada
pengaruh

Bagan 4.1 : Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Hydrotherapy kompres hangat


Terhadap Perubahan Skala Nyeri Sendi Osteoartritits pada Lansia di desa
sletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo
46

4.3 Populasi, Sampel dan Sampling

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek (misal:

manusia, pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini populasinya adalah Pasien

Osteoartritis di Desa Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten

Situbondo sebanyak 41 pasien.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013).

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan

dijadikan sampel, dan besar sampel dalam penelitian ini akan

ditentukan menggunakan rumus : (Nursalam, 2016).

N
n =
1+N (𝑑2 )
41 41 41
= = =
1+41 (0,05)2 1+41 (0,0025) 1+0,1025
41
= = 37,18
1,1025

Keterangan :

n : Besar Sampel

N : Besar Populasi

d : Tingkat Signifikasi (p)


47

Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah Warga

Lansia penderita osteoartritis yang berusia >60 tahun di Desa

Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo sejumlah 37

pasien.

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari

populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu

ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksluasi. Kriteria inklusi

adalah karakteristik umum subjek penelitian untuk subjek penelitian

dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.

Sedangkan kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai

sebab (Nursalam, 2016).

1. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Bersedia menjadi responden.

b. Penderita osteoartritis yang tinggal di Desa Seletreng

Kecamatan Kapongan yang sudah di diagnosa osteoartritis

c. Tidak mengkonsumsi obat analgetik

2. Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini adalah :

a. Pasien dengan gangguan pendengaran

b. Pasien tidak bisa membaca dan menulis

c. Dalam keadaan dirawat di Rumah sakit

d. Tidak ada di tempat saat penelitian


48

4.3.3 Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi. Tekhnik sampling merupakan cara-

cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh

sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek

penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 1995 & Nursalam, 2008 dalam

Nursalam, 2016).

Penelitian ini dilakukan dengan teknik Purposive Sampling

yaitu suatu tekhnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel

diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya

(Nursalam, 2016). Adapun jumlah sampel yang akan diambil oleh

peneliti dengan tehnik purposive sampling 37 responden dari 41

populasi di Desa Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten

Situbondo.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto, Putra &

Haryanto, 2000 dalam Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel penelitian yaitu ada variabel sebagai berikut.

4.4.1 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang dimanipulasi oleh

peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel terikat


49

(Setiadi,2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

Hydrotherapy (kompres hangat).

4.4.2 Variabel dependen

Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel

lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi

variabel-variabel lain (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel dependen adalah Perubahan Skala Nyeri Sendi

Osteoartritis Pada Lansia.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Seletreng Kecamatan

Kapongan Kabupaten Situbondo

4.5.2 Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2018.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian

(Setiadi, 2013).
50

Tabel 4.1 : Definisi operasional penelitian hydrotherapy kompres hangat terhadap

perubahan skala nyeri sendi osteoartritis pada lansia

Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor

operasional

Variabel Hydrotherapy Tahap dan SOP


Independen : kompres langkah-
Hydrotherapy hangat adalah langkah
kompres metode penatalaksan
hangat pengobatan aan
dasar yang hydrotherapy
banyak kompres
digunakan hangat
dalam sistem sesuai
pengobatan dengan SOP
alami, untuk
mengurangi
skala nyeri

Variabel Nyeri adalah berdasarkan Observasi Rasio Skor :


Dependen : rasa tidak instrumen 0 = Tidak ada
Perubahan nyaman yang penilaian rasa sakit.
skala nyeri dirasakan baik nyeri Merasa normal
sendi itu ringan Comaparativ 1 = Nyeri
maupun berat e Pain Scale seperti gigitan
tidak ada nyamuk
rasa sakit 2 = Rasa sakit
dengan skala ringan, seperti
0 cubitan ringan
pada kulit
Ringan : 3 = Nyeri
Tidak sangat terasa,
mengganggu seperti pukulan
sebagian ka hidung, atau
besar suntikan oleh
aktivitas. dokter
Mampu 4 = Seperti sakit
beradaptasi gigi atau rasa
dengan rasa sakit dari
sakit secara sengatan lebah
psikologis 5 = Rasa sakit
dan dengan yang kuat,
obat atau dalam,
alat seperti menusuk,
bantal. Skala seperti
nyeri 1 – 3 pergelangan
Sedang : kaki terkilir
Mengganggu 6 = Rasa sakit
banyak yang kuat,
aktivitas. dalam,
Membutuhka menusuk sakit
n perubahan kepala parah
gaya hidup 7 = Sama
51

namun tetap seperti 6 kecuali


mandiri. rasa sakit
Tidak dapat benar-benar
beradaptasi mendominasi
dengan ptasi indra Anda, jadi
dengan rasa Anda tidak bisa
sakit. Skala lagi berpikir
nyeri 4 – 6 dengan jelas,
Berat : Tidak mungkin
dapat mengalami
melakukan kesulitan
aktivitas melakuakan
normal. perawatan diri
Tidak dapat 8 = Sebanding
bekerja dan dengan
tidak dapat persalinan atau
berfungsi sakit kepala
secara yang sangat
mandiri. parah
Skala nyeri 7 9 = Rasa sakit
- 10 begitu hebat
sehingga Anda
tidak bisa
mentolerirnya
dan meminta
sedikit
kelegaan, tidak
peduli efek
samping atau
risikonya
10 = Rasa sakit
yang begitu
hebat itu akan
segera tak
sadarkan diri

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Prosedur Administratif

Mendapatkan surat izin penelitian dari Ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Hafshawaty Jurusan S1 Keperawatan Genggong

Probolinggo, kemudian peneliti mengajukan permohonan izin

penelitian kepada Kepala Desa Seletreng Kecamatan Kapongan

Kabupaten Situbondo, peneliti juga mengajukan ijin kepada Kepala


52

Puskesmas Kapongan untuk memperoleh data pasien osteoartritis

di daerah yang akan diteliti dan juga izin penelitian di desa seletreng

kecamatan kapongan Kabupaten Situbondo.

4.8 Pengumpulan Data

4.8.1 Prosedur Teknis

1. Meminta surat ijin dari instansi.

2. Setelah mendapat ijin dari instansi, peneliti mengajukan

permohonan ijin kepada Kepala Desa seletreng untuk

mendapatkan persetujuan penelitian.

3. Setelah disetujui, peneliti melakukan kunjungan Door To Door dari

masing-masing rumah responden untuk melakukan pendekatan

serta menjelaskan maksud dan tujuan dari peneliti. Setelah

menjelaskan maksud dan tujuan, peneliti meminta persetujuan

dengan memberi surat persetujuan untuk masing-masing

responden dan peneliti langsung mengobservasi sebelum (Pre

Test) dilakukan pemberian Hydrotherapy kompres hangat.

4. Setelah observasi sebelum (Pre Test) dilakukan pemberian

Hydrotherapy kompres hangat selesai, kontrak waktu kembali

responden pada besok hari untuk pemberian Hydrotherapy

kompres hangat sesuai waktu dan tempat yang ditentukan.

5. Setelah dilakukan pemberian Hydrotherapy kompres hangat

setiap hari dalam waktu 7 hari Pada kunjungan hari terakhir,

peneliti langsung melakukan observasi setelah (Post Test)

dilakukan pemberian Hydrotherapy kompres hangat.


53

6. Cara yang dipakai dalam pengumpulan data ini menggunakan

observasi tertutup, artinya setiap observasi ke masing-masing

rumah responden peneliti sudah mencatat hasil penelitiannya.

7. Setelah data terkumpul, peneliti melanjutkan melakukan

pengolahan data.

4.8.2 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat ukur atau alat

pengumpulan data (instrumen) pada pre test biasanya digunakan

lagi pada post test. Hal ini sudah tentu akan berpengaruh terhadap

hasil post test (Setiadi, 2013). Instrument dalam penelitian ini

adalah treatment dan observasi yang berupa kunjungan Door To

Door langsung.

Observasi yang dilakukan dalan penelitian ini menggunakan

Observasi dengan Comparative Pain Scale.

4.8.3 Uji Validitas Dan Reliabilitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data.

Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur

(Nursalam, 2016).

Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau

pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau

diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara

mengukur atau mengamati sama-sama memegang peranan yang

penting dalam waktu yang bersaman. Perlu diperhatikan bahwa

reabel belum tentu akurat (Nursalam, 2016).


54

Dalam penelitian ini yang digunakan oleh peneliti adalah

SOP hydrotherapy kompres hangat sebagai treatmennya

sedangkan untuk mengobservasi perubahan skala nyeri digunakan

instrumen penilaian nyeri Comparative Pain Scale sehingga tidak

dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4.8.4 Tekhnik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam pengukuran skala nyeri sendi

osteoartritis adalah instrumen penilaian nyeri Comparative Pain

Scale, alat tulis dan untuk pengolahan data-datanya antara lain :

1. Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebeneran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding adalah memberikan kode pada setiap observasi berupa

angka dan memberikan kode pada identitas responden.

Pemberian kode dalam penelitian ini yaitu :

a. Data Umum

1) Usia

a) 60 – 74 tahun : Kode 1

b) 75 – 90 tahun : Kode 2

c) > 90 tahun : Kode 3

2) Jenis Kelamin

a) Laki – Laki : Kode 1

b) Perempuan : Kode 2

3) Pendidikan Terakhir

a) SD : Kode 1
55

b) SMP : Kode 2

c) SMA : Kode 3

d) Perguruan Tinggi : Kode 4

4) Pekerjaan

a) Swasta : Kode 1

b) PNS : Kode 2

c) Ibu rumah Tangga : Kode 3

d) Petani : Kode 4

b. Data Khusus

1) Perubahan Skala nyeri sendi Osteoartritis pada lansia

a) Tidak nyeri : Kode 0

b) Nyeri ringan : Kode 1

c) Nyeri sedang : Kode 2

d) Nyeri berat : Kode 3

3. Scoring merupakan memberikan penilaian terhadap item-item

yang perlu diberikan penilaian atau skor. Hasil dari pengukuran

langsung pada responden di interpretasikan, dengan penilaian

sebagai berikut :

Skala nyeri dengan skor :

0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal

1 = Nyeri seperti gigitan nyamuk

2 = Rasa sakit ringan, seperti cubitan ringan pada kulit

3 = Nyeri sangat terasa, seperti pukulan ka hidung, atau

suntikan oleh dokter

4 = Seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah


56

5 = Rasa sakit yang kuat, dalam, menusuk, seperti

pergelangan kaki terkilir

6 = Rasa sakit yang kuat, dalam, menusuk sakit kepala

parah

7 = Sama seperti 6 kecuali rasa sakit benar-benar

mendominasi indra Anda, jadi Anda tidak bisa lagi

berpikir dengan jelas, mungkin mengalami kesulitan

melakuakan perawatan diri

8 = Sebanding dengan persalinan atau sakit kepala yang

sangat parah

9 = Rasa sakit begitu hebat sehingga Anda tidak bisa

mentolerirnya dan meminta sedikit kelegaan, tidak peduli

efek samping atau risikonya

10 = Rasa sakit yang begitu hebat itu akan segera tak

sadarkan diri

4. Tabulating adalah proses pengolahan data yang bertujuan untuk

membuat tabel-tabel yang dapat memberikan gambaran

statistik. Proses ini merupakan tahapan akhir pengolahan data

yang sangat berguna untuk kegiatan selanjutnya yaitu teknik

penyajian data.

a) Tidak nyeri =0

b) Nyeri ringan = 1-3

c) Nyeri sedang = 4-6

d) Nyeri berat = 7-10


57

4.9 Analisa data

Melakukan analisa data untuk mengetahui pengaruh hydrotherapy

(kompres hangat) terhadap perubahan skala nyeri sendi osteoartritis pada

lansia yang dimulai dengan tabulasi yang selanjutnya data dianalisa

dengan menggunakan uji statistik Paired T Test. Dengan alasan menguji

Hipotesis pengaruh bila datanya berbentuk rasio, untuk menguji hipotesis

yang menyatakan digunakan uji statistik menggunakan media komputer

program windows SPSS 17 yaitu uji Paired T Test, untuk melakukan uji

tersebut maka data harus di lakukan uji normalitas data. jika distribusi data

tidak normal, maka uji Paired T Test tidak dapat dilakukan. maka peneliti

menggunakan uji Wilcoxon sebagai alternatif. Untuk mengetahui sebelum

dan sesudah. Apabila nilai ϸ <0,05 maka H1 diterima, H0 ditolak.

4.10 Etika Penelitian

Pada penelitian ini peneliti mengajukan permohonan ijin pada pihak

terkait setelah mendapat persetujuan barulah peneliti datang ke rumah

masing-masing responden yang akan diteliti dengan menekankan masalah

etika yang meliputi:

4.10.1 Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan diteliti peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang

dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah

mengumpulkan data. Tetapi jika tidak bersedia atau responden

menolak untuk diteliti, peneliti tidak akan memaksa dan

menghormati hak responden.


58

4.10.2 Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data

yang akan diisi oleh responden lembar tersebut hanya diberik

inisial dari responden yang bersangkutan.

4.10.3 Confidentality (Kerahasiaan)

Kelompok informasi yang diberikan responden dijamin oleh

peneliti hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan

data.
59

DAFTAR PUSTAKA

A Mooventhan & L Nivethitha, (2014). Scientific Evidence-Based Effects of


Hydrotherapy on Various Systems of the Body

Aldila, Yussi (2014). Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut
pada Ibu Rumah Tangga

Alimul H, A. Aziz (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Keperawatan. Buku 1. Jakarta: Sallemba Medika

Anisya, Noor (2016). Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Diberikan
Senam Tai Chi pada Lansia yang Menderita Osteoartritis Lutut di Desa
Pakis Kecamatan Tayu Kabupaten Pati

Arthiani, Novias Dwita (2016). Efektifitas hidroterapi kompres hangat dalam


penurunan skala nyeri ekstremitas pada penderita artritis gout di desa
sidomulyo

A.Price & M.Wilson, (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit.


Edisi 4. Jakarta: EGC

Berman,dkk (2009). Buku ajar keperawatan klinis. Edisi 5. Cetakan 1. Jakarta:


EGC

Bras Fisioter, Sao carlos, at all (2008). Effect of hydrotherapy in balance and
prevention of falls among elderly women.

Dewi, Sofia Rhosma (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 1. Cetakan
1. Yogyakarta : Deepublish

Dumitrascu, et all (2012). Hidrotherapy Ballneo-Reserch Journal. Vol 3

Effendi & Makhfudli (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan


Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Sallemba Medika
60

Gaal et all (2008). Balneotherapy in Elderly Patients: Effect on Paints from


Degenerative Knee and Spine Conditions on Quality of Life

Girsang. K. (2008). Efektifitas Penambahan Glukosamin HCL-Kondroitin Sulfat


Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Dan Indeks Lequesne Pada Pasien
Osteoartritis Lutut Yang Diberi Natrium Diklofenak.

Hasanah, (2014). Pengaruh Terapi Transcutaneous Electricall Nerve Stimulation


Dan Kompres Panas Dalam Menurunkan Nyeri Pada Penderita
Osteoartritis Lutut. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Izza, Najmil (2017). Pengaruh Hidroterapi (rendam air hangat) terhadap


Penurunan Nyeri Ankle pada Penderita Reumatoid Artritis di Kelurahan
Tambakboyo Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Kowalak, dkk (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Lombard et al (2015), Hydrotherapy and its effects on chronic pain intensity,


physical functionality and quality of lifein the elderly.

Lumbantoruan, Septa Meriana (2012). Hubungan Intensitas Nyeri dengan Stres


Pasien Psteoartritis di RSUP H.adam mallik medan

M.Black, Joyce d & Hawks (2014). Keperawatan Medikall Bedah. Edisi 8. Buku 1.
Sinagpura: Elsevier

Maharani, Eka Pratiwi (2007). Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Studi


Kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang)

Mahrany, (2015). Ketidakmampuan (Disability) Pasien Pria Dan Wanita Yang


Mengallami Nyeri Osteoartritis Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Mallik Medan. Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Medan

Marshall & Russell (2011). Review of hydrotherapy & balneotherapy medical


evidence for efficacy and systematic literature review

Mumpuni & Pratiwi (2017). Tetap Sehat Saat Lansia. Edisi 1. Yogyakarta: Rapha
Publishing
61

Munhith & Siyoto, (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik.Edisi 1. Yogyakarta:


Andi Offset

Nursalam, 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika, 2016

Nursalam, 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika, 2016

Paramitha, Dkk (2014). Pengaruh Peregangan Statis Dan Dinamis Terhadap


Perubahan Intensitas Nyeri Sendi Lutut Pada Lansia dengan Osteoarthritis.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Denpasar. Bali

Pratiwi, Anisa Ika. 2015. Diagnosis and treatment oateoarthritis. Vol. 4. No. 4.
Faculty of Medicine, University of Lampung

Ristiyanto, Iik. (2015). Efektifitas Latihan Peregangan Otot (streaching) dan


Kompres Hangat Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Pucang Gading Semarang

Rochana dan Utami. (2015). Holistic Nursing In Emergency And Disaster : Issue
And Future. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Setiadi, (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Edisi Kedua.
Yogyakarta: Graha Ilmu

Setyohadi & Kushariyadi (2011). Terapi Modallitas Keperawatan pada Klien


Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika

Sitinjak, dkk (2016). Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala Nyeri
pada Lanjut Usia dengan Osteoarthritis Lutut. Program Studi Keperawatan
Universitas Tanjungpura Pontianak

Stockslager & Schaeffer (2008). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta:


EGC

Yuwono, dkk. (2009). Pustaka Kesehatan Populer Pengobatan Praktis:


Perawatan Allternatif dan Tradisionall. Edisi 3. Buku 7. Jakarta: PT. Bhuana
Ilmu Populer

Anda mungkin juga menyukai