Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Sindrom dispepsia adalah suatu kumpulan gejala ketidaknyamanan pada
area ulu hati, terasa panas saat bersendawa, perut rasa penuh dan kembung, dapat
disertai mual yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung. Hal yang perlu
diperhatikan seorang perawat dalam melakukan pengkajian pasien dengan
sindrom dispepsia adalah suatu perasaan tidak nyaman pada ulu hati pada saat
setelah makan atau pun saat makan, nafsu makan pasien, apakah pasien
mengalami stress, bagaimana pola makan pasien teratur atau tidak, jenis makanan
yang dimakan (pedas, asam, panas, di bakar), pola istirahat dan tidur pasien,
apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang serta adakah
keluarga yang menderita sakit sama seperti pasien (Nugroho, 2013).
Proses pengkajian yang dilakukan pada pasien Ny. W yang berusia 52
tahun dengan diagnosa medis saat klien masuk yaitu Sindrom Dispepsia, pasien
dirawat diruang Maria Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Data pasien
menyangkut riwayat penyakit serta keluhan-keluhan diperoleh dari pengkajian
dengan cara wawancara dengan pasien maupun keluarganya, mengobservasi
langsung, melakukan pengkajian fisik langsung kepada klien, melihat catatan
medis dokter dan data-data pemeriksaan penunjang dari laboratorium maupun
radiologi serta data-data yang ada pada status rawat inap pasien.
Pelaksanaan pengkajian mengacu pada teori, akan tetapi juga disesuaikan
dengan kondisi pasien saat di kaji. Pada saat dilakukan pengkajian, keluarga
pasien cukup terbuka dan kooperatif sehingga terjalin hubungan saling percaya
dengan perawat. Namun, pada hari pertama pengkajian langsung ke pasien,
pasien sedikit tertutup dan tidak mau menceritakan alasannya mengalami stress
dan banyak pikiran. Sehingga, sedikit lebih sulit untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan oleh penulis dalam melakukan perumusan suatu diagnosa
keperawatan. Dari kejadian ini, pada hari kedua penulis mencoba melakukan
pendekatan dengan pasien menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang
dimana penulis menjadi pendengar yang baik dan memberikan simpati kepada

73
pasien. Akhirnya, pasien mau menceritakan semua yang dirasakannya dengan
syarat jika keluarga pasien tidak boleh ada yang tahu tentang permasalahan yang
sedang dialami pasien. Pengalaman ini sejalan dengan teori Mubarak (2015)
yang mengatakan bahwa dalam melakukan pendekatan dengan pasien dan
keluarga harus menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Dimana komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi
yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk
hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan. Oleh karena itu
komunikasi terapeutik merupakan merupakan hal yang penting dalam kelancaran
pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui apa yang
dirasakan dan diinginkan pasien. Dimana menurut Oktaria (2017) teknik
komunikasi terapeutik terdiri dari mendengarkan seperti mengerti pasien dengan
cara mendengarkan apa yang disampaikan pasien, menunjukan penerimaan yaitu
bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau
ketidaksetujuan, menanyakan pertanyaan yang berkaitan, memberikan
pertanyaan terbuka, menawarkan diri, memfokuskan dan mengklarifikasi.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis didapatkan data bahwa
pasien mengeluh nyeri ulu hati rasa panas sewaktu bersendawa, kepala pusing,
badan rasa lemas, makan 1x sehari (5 sendok makan) dengan porsi setengah
dihabiskan, makan bubur saja, lauknya tidak dimakan. BB sebelum sakit 50 kg,
saat sakit dirumah seperti sakit kepala dan sakit perut hanya beli obat di warung
saja karena tidak tahu bagaimana cara penanganan dan pencegahan untuk
penyakit yang dialami sekarang ini. Kalau sakitnya tidak terlalu parah, tidak
perlu sampai pergi ke Puskesmas. Kadang susah tidur (jam 1 malam) karena saat
sakit seperti ini takut dan cemas sekali jika suami meninggalkan pasien serta
memikirkan anak dirumah siapa yang akan mengurusnya. Tidak bisa tidur karena
merasa takut dan cemas pada suami pasien, karena sempat mendengar cerita dari
tetangga pasien jika suaminya sudah punya isteri lagi. Hasil pengkajian ini
dilakukan melalui metode wawancara dengan pasien dan keluarganya.
Kemudian untuk hasil pengkajian berupa observasi keadaan umum dan
pengkajian fisik pasien didapatkan data berupa pasien tampak sakit sedang, nyeri
tekan di epigastrium dan tampak muka pasien lesu sedikit menahan rasa sakit

74
ketika ditekan area epigastriumnya. Akral teraba dingin, kesadaran
composmentis. Pasien telah makan pagi dan tampak sisa makanan setengah porsi
dihabiskan (bubur) lauknya tidak dimakan. TTV: TD= 100/70 mmHg, P= 72
x/menit, RR= 21 x/menit, T= 36 C, dengan karakteristik nyeri P: peningkatan
asam lambung, Q: panas, R: epigastrium, S: 2 (0-4), T: sewaktu bersendawa.
Pasien tampak termenung, murung, ekspresi wajah tampak cemas, sesekali
melihat kearah luar dan kurang bersemangat ketika di wawancara. Untuk hasil
observasi pada pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan hasil bahwa semua
pemeriksaan laboratorium pasien dalam batas normal. Untuk hasil pemeriksaan
OMD pasien juga dalam batas normal, namun untuk hasil pembacaan OMD oleh
dokter didapatkan diagnosa banding yaitu GERD Psikologenik dan pasien
disarankan untuk konsultasi dengan dokter Psikolog (kejiwaan). Untuk hasil
pemeriksaan Thoraks pasien disimpulkan bahwa ada bekas TB paru pada paru
sebelah kiri pasien. Hal ini sejalan dengan pendapat Pratiwi (2016), bahwa pasien
dengan sindrom dispepsia harus dilakukan pemeriksaan OMD.
Dari hasil pengkajian diatas baik melalui proses wawancara, observasi dan
pengkajian fisik yang dilakukan oleh penulis sudah sesuai dengan teori yang
dikatakan oleh Nugroho (2013) bahwa tanda dan gejala pasien dengan sindrom
dispepsia adalah nyeri di epigastrium terlokalisasi, mudah kenyang, anoreksia,
perut cepat rasa penuh saat makan dan mual. Hasil pengkajian penulis juga sesuai
dengan pendapat Purnamasari (2017) yang mengatakan bahwa tanda dan gejala
pada pasien sindrom dispepsia adalah perut rasa penuh, cepat kenyang, nyeri
epigastrium dan rasa terbakar di ulu hati yang disebabkan oleh faktor stress, pola
makan tidak teratur dan kurang tidur. Dimana pasien memiliki keluhan yang
sama dengan teori yaitu nyeri ulu hati, rasa panas saat bersendawa, nafsu makan
berkurang, pasien mengalami stress, pola makan tidak teratur, pola istirahat dan
tidur yang tidak teratur.

75
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian fisik, observasi langsung, wawancara dengan
klien dan keluarga, serta data-data penunjang (labolatorium dan radiologi)
didapatkan masalah keperawatan pasien Ny. W yang dirawat di ruang Maria
Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (peningkatan asam
lambung) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri ulu hati, rasa panas saat
bersendawa dibuktikan dengan P: peningkatan asam lambung, Q: panas, R:
epigatrium, S: 2 (0-4), T: sewaktu bersendawa, pasien tampak sakit sedang,
nyeri tekan pada area epigastrium dan TTV: TD= 100/70 mmHg, P= 72
x/menit, RR= 21 x/menit, T= 36 C.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan ditandai
dengan pasien mengeluh kadang susah tidur (jam 1 malam) karena saat sakit
seperti ini takut dan cemas sekali jika suami meninggalkan pasien serta
memikirkan anak dirumah siapa yang akan mengurusnya. Tidak bisa tidur
karena merasa takut dan cemas pada suami pasien, karena sempat mendengar
cerita dari tetangga pasien jika suaminya sudah punya isteri lagi dibuktikan
dengan pasien tampak termenung, murung, ekspresi wajah tampak cemas,
sesekali melihat kearah luar dan kurang bersemangat ketika di wawancara.
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko tidak nafsu
makan (porsi makan setengah dihabiskan atau 5 sendok makan saja dalam 1 x
sehari).
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai
dengan pasien mengeluh sebelum sakit saat sakit kepala, sakit perut biasanya
pergi ke warung untuk membeli obat dan tidak tahu bagaimana cara
penanganan dan pencegahan untuk penyakit yang dialami sekarang ini, kalau
sakitnya tidak terlalu parah, tidak perlu sampai pergi ke Puskesmas
dibuktikan dengan pasien tampak menanyakan bagaimana cara menangani
dan mencegah penyakitnya.
Sedangkan menurut Nugroho (2013) diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan sindrom dispepsia adalah:

76
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamansi esophagus atau lambung,
peningkatan asam lambung.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan makanan inadekuat, mual dan muntah.
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif (muntah).
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, perawatan, serta
pencegahan kekambuhan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
Namun, pada kasus pasien Ny. W penulis mengangkat 4 diagnosa
keperawatan saja. Hal ini berdasarkan masalah yang muncul dari tanda dan gejala
yang didapatkan penulis dari hasil pengkajian. Karena pada saat pengkajian,
pasien NY. W tidak mengalami muntah, turgor kulit elastis, bibir lembab, urine
berwarna kuning muda dengan frekuensi BAK 5x sehari, jadi tidak ada tanda-
tanda dehidrasi pada pasien. Sehingga diagnosa keperawatan kekurang volume
cairan tidak diambil. Untuk diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh menurut teori tapi pada kasus didapatkan resiko
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dikarenakan pasien masih memiliki berat
badan dalam batas normal yaitu 50 kg (BBI: 44,8-50 kg) dan IMT masih dalam
batas normal yaitu 22,2 (IMT ideal: 18,5-24,9).
Setelah diagnosa keperawatan ditegakkan selanjutnya dilakukan pembuatan
rencana tindakan dan kriteria hasil untuk mengatasi masalah keperawatan yang
ada pada pasien dengan sindrom dispepsia.

C. INTERVENSI
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data terkumpul,
dikelompokkan, dianalisa dan ditetapkan diagnosa keperawatan. Pada tahap ini
penulis menyusun tujuan keperawatan, kriteria hasil dan rencana tindakan
keperawatan. Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang
disesuaikan dengan kondisi pasien. Perencanaan yang disusun mengandung
unsur tindakan pengkajian, mandiri, health education dan kolaborasi.
Perencanaan dilakukan oleh penulis bersama dengan pasien, keluarga pasien,
perawat senior, dokter, ahli gizi dan ahli radiologi.

77
Berdasarkan kasus pasien Ny. W dengan 4 diagnosa keperawatan yang
muncul, dalam kategori tindakan pengkajian yang dibuat oleh penulis terdapat
total 20 intervensi. Dalam kategori mandiri sebanyak 14 intervensi, dalam
kategori kolaborasi sebanyak 4 intervensi, dan dalam kategori health education
sebanyak 2 intervensi. Pada kategori tindakan mandiri paling banyak dibuat
penulis dikarenakan kondisi pasien yang composmentis/sadar penuh, dimana
kondisi tersebut membutuhkan lebih banyak tindakan mandiri untuk membantu
proses pemulihan kesehatan pasien. Keempat rencana tindakan yang akan
dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Melakukan manajemen nyeri dapat berupa 4 tindakan mandiri dan 1 tindakan
kolaborasi dengan dokter yaitu:
a. Kaji karakteristik nyeri
b. Anjurkan pasien untuk beristirahat
c. Ajarkan teknik relaksasi
d. Ajarkan teknik distraksi
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
2. Rencana tindakan manajemen stress yang dimana di dalam intervensi tersebut
terdapat 4 tindakan mandiri dan 1 tindakan kolaborasi bersama dokter yaitu:
a. Kaji tingkat kecemasan pasien
b. Gunakan pendekatan yang menenangkan
c. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada pasien
d. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi ketika merasa cemas
e. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti cemas
3. Rencana tindakan manajemen status nutrisi pasien penulis merumuskan 4
tindakan mandiri dan 2 tindakan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
multivitamin dan obat anti mual yang berupa:
a. Timbang BB pasien setiap hari
b. Kaji keadaan umum pasien
c. Anjurkan pasien menghirup aromatherapy ketika mual
d. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian multivitamin

78
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual
4. Rencana tindakan peningkatan pengetahuan pasien beserta keluarga, penulis
merencanakan tindakan health education kepada pasien dan keluarga.
Dari hasil rencana tindakan yang akan dilakukan penulis pada pasien Ny.
W sudah sesuai dengan teori Doenges (2015) yang mengatakan bahwa untuk
rencana tindakan diagnosa keperawatan pada pasien dengan sindrom dyspepsia
adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berupa manajemen nyeri:
a. Kaji pengalaman nyeri pasien, tentukan tingkat nyeri yang dialami.
b. Pantau keluhan pasien (verbal dan nonverbal).
c. Beri kesempatan untuk istirahat, lingkungan yang tenang dan nyaman,
minimalisasi stressor.
d. Ajarkan tindakan penurunan nyeri seperti relaksasi, bernafas perlahan dan
teratur.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik dan kaji efektifitasnya
setelah 30 menit pemberian.
2. Manajemen status nutrisi:
a. Kaji BB pasien.
b. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat.
c. Ciptakan suasana yang membangkitkan selera makan: sajian dalam
keadaan hangat, suasana yang tenang, lingkungan yang bersih.
d. Pertahankan kebersihan mulut sebelum dan sesuadah makan. Anjurkan
pasien yang mengalami penurunan nafsu makan untuk menghindari
makanan yang terlalu manis dan berminyak, coba minum air putih, makan
kapan saja bila dapat ditoleransi, makan dalam porsi kecil tapi sering.
e. Pantau asupan makan pasien.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi medis.
3. Peningkatan pengetahuan pasien dan keluarga:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.
b. Identifikasi faktor yang dapat menghalangi penatalaksanaan efektif
(kemauan, pengetahuan, dukungan).

79
c. Beri dan fasilitasi kebutuhan informasi yang cukup untuk pasien dan
keluarga.
d. Beri kesempatan bertanya dan libatkan dalam perawatan.
e. Tingkatkan kepatuhan pada kebiasaan sehat.
f. Jelaskan tentang kondisi, pengobatan, perawatan dan pencegahan
kekambuhan penyakitnya.
4. Manajemen stress:
a. Kaji tingkat kecemasan pasien.
b. Gunakan pendekatan yang efektif.
c. Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti cemas

D. IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
implementasi atau pelaksanaan. Implementasi merupakan pelaksanaan rencana
keperawatan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Menurut Capernito
(2016), sebelum melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan, harus
dilakukannya perencanaan tindakan terlebih dahulu yang dilakukan oleh perawat,
pasien dan keluarga serta tim medis (dokter, ahli radiologi, gizi, laboratorium,
farmasi). Pada pelaksanaan tindakan keperawatan pasien Ny. W ini penulis
melibatkan keluarga, perawat senior diruangan dan tim medis (dokter, dadiologi,
dan gizi). Dari intervensi yang telah dibuat penulis, semua intervensi dapat
terlaksana dengan baik dan tanpa ada hambatan. Hal ini dikarenakan telah
terjalinnya hubungan saling percaya antara pasien, keluarga dan perawat
sehingga terciptanya kerja sama yang baik dalam proses implementasi
keperawatan.

80
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah
apa yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Pada tahap evaluasi yang penulis lakukan pada pasien Ny. W dengan
diagnosa medis Sindrom Dispepsia dan dengan diagnosa keperawatan (1) Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologis (peningkatan asam lambung)
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri ulu hati, rasa panas saat bersendawa
dibuktikan dengan P: peningkatan asam lambung, Q: panas, R: epigatrium, S: 2
(0-4), T: sewaktu bersendawa, pasien tampak sakit sedang, nyeri tekan pada area
epigastrium dan TTV: TD= 100/70 mmHg, P= 72 x/menit, RR= 21 x/menit, T=
36 C. (2) Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan
ditandai dengan pasien mengeluh kadang susah tidur (jam 1 malam) karena saat
sakit seperti ini takut dan cemas sekali jika suami meninggalkan pasien serta
memikirkan anak dirumah siapa yang akan mengurusnya. Tidak bisa tidur karena
merasa takut dan cemas pada suami pasien, karena sempat mendengar cerita dari
tetangga pasien jika suaminya sudah punya isteri lagi dibuktikan dengan pasien
tampak termenung, murung, ekspresi wajah tampak cemas, sesekali melihat
kearah luar dan kurang bersemangat ketika di wawancara. (3) Resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko tidak nafsu makan (porsi
makan setengah dihabiskan atau 5 sendok makan saja dalam 1 x sehari). (4)
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai
dengan pasien mengeluh sebelum sakit saat sakit kepala, sakit perut biasanya
pergi ke warung untuk membeli obat dan tidak tahu bagaimana cara penanganan
dan pencegahan untuk penyakit yang dialami sekarang ini, kalau sakitnya tidak
terlalu parah, tidak perlu sampai pergi ke Puskesmas dibuktikan dengan pasien
tampak menanyakan bagaimana cara menangani dan mencegah penyakitnya,
adalah untuk mengetahui apakah masalah keperawatan yang muncul telah
teratasi sesuai dengan kriteria hasil yang dibuat.

81
1. Evaluasi pada diagnosa keperawatan nyeri akut teratasi semua pada hari
terakhir evaluasi (catatan perkembangan hari ketiga). Hal ini dikarenakan
pasien melaporkan bahwa nyeri di ulu hati sudah hilang, rasa panas saat
bersendawa juga hilang, dan tidak bersendawa lagi dapat dibuktikan dengan
karakteristik nyeri P: peningkatan asam lambung, Q: panas, R: epigastrium,
S: 0 (0-4), T: sewaktu bersendawa, pasien tampak rileks ketika di tekan area
epigastrium, pasien tampak tidak bersendawa ketika di kaji.
2. Evaluasi pada diagnosa keperawatan ansietas teratasi sebagian pada hari
terakhir perkembangan. Hal ini dikarenakan pasien sudah tidak mencemaskan
anaknya dirumah, tidur malam jam 10 malam sampai jam 6 pagi, hanya
masih takut dan cemas sekali jika yang dikatakan tentangga itu benar bahwa
suami sudah punya isteri lagi, masih belum bisa membicarakan dengan
suami.
3. Evaluasi pada diagnosa keperawatan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh tidak terjadi sampai hari terakhir perkembangan. Hal ini dikarenkan
BBI pasien masih dalam batas normal yaitu 50 kg dan nafsu makan membaik,
tadi makan siang porsi makan yang disediakan habis baik bubur maupun
lauknya. Dibuktikan dengan tampak tidak ada sisa makanan dalam tempat
makan pasien, BB: 50 kg, mukosa bibir pasien tidak pucat, turgor kulit elastis
dan lembab.
4. Evaluasi pada diagnosa keperawatan defisit pengetahuan teratasi semua pada
saat hari pertama melakukan intervensi keperawatan. Hal ini dikarenakan
pasien sudah paham dan tahu tentang penyakitnya dan cara mengatasi juga
mencegahnya dibuktikan dengan pasien tampak mampu menyebutkan
kembali pengertian, tanda dan gejala, peyebab penyakitnya, pasien tampak
mampu menyebutkan kembali cara penanganan dan pencegahan penyakitnya.
Sedangkan menurut teori Doenges (2016) kriteria hasil untuk diagnosa
keperawatan nyeri akut, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas dan
defisit pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut:
a. Pasien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
b. Pasien dapat mengikuti program farmakologis yang diresepkan

82
c. Pasien tampak tenang dan rileks
d. Pasien dapat mendemonstrasikan penggunan keterampilan distraksi dan
relaksasi
2. Ansietas:
a. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang ke tingkat yang
dapat ditangani
b. Menyatakan kesadaran tentang perasaan ansietas
c. Menunjukan keterampilan dalam menyelesaikan masalah
3. Defisit pengetahuan:
a. Pasien tahu dan mengerti tentang informasi yang diberikan selama 1 hari
b. Pasien dapat menyebutkan apa yang sudah dijelaskan perawat
c. Pasien mematuhi aturan pengobatan dan perawatan.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Kenaikan berat badan yang progresif
b. Porsi makan habis
c. Mual dan muntah tidak ada
d. Menunjukan perubahan perilaku, gaya hidup untuk meningkatkan
kembali atau mempertahankan berat badan yang tepat.
Jadi, analisa dari kriteria evaluasi baik teori maupun kasus menurut penulis
sudah sesuai.

83
84

Anda mungkin juga menyukai