PDT Gastro
PDT Gastro
DIVISI
GASTROENTEROLOGI
Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA,
Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA
1. Diare
2. Muntah
3. Konstipasi
4. Perdarahan Gastrointestinal
5. Amubiasis
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 2
1.DIARE
I. BATASAN
Diare adalah buang air yang tidak normal, bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang
lebih sering dari biasanya.
Pada keadaan normal frekuensi buang air besar tidak lebih dari 3x sehari dengan
konsistensi padat berbentuk.
Pada bayi (neonatus), konsistensi cair dengan frekuensi lebih sering bisa terjadi akibat
pengaruh ASI
II. ETIOLOGI
Bila terjadi kerusakan usus yang berkepanjangan dengan akibat terjadinya malabsorbsi,
peningkatan absorpsi protein asing, berkurangnya hormon enterik dan pertumbuhan
bakteri yang berlebihan, apalagi bila disertai dengan terjadinya sindrom post enteritis
akibat faktor imultikompleks ( misalnya ntoleransi sekunder, enteropati, malnutrisi, dll),
maka diare akut bisa berlanjut menjadi diare berkepanjangan atau bahkan diare kronis.
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 3
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kadang-kadang desertai peningkatan suhu badan. Frekuensi buang air
besar bertambah dengan bentuk dan konsistensi yang lain dari biasanya dapat cair,
berlendir atau berdarah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijauan karena
tecampur dengan empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan
semakin asamnya tinja. Mual, muntah dan kembung dapat terjadi akibat gangguan
keseimbangan elektrolit. Bila kehilangan cairan makin banyak maka gejala dehidrasi
mulai tampak. Pernafasan yang cepat dan dalam (Kussmaul) menunjukkan telah
terjadi gangguan gas darah (asidosis metabolik).
Panas ++ ++ ++ - ++ -
Muntah sering jarang sering - - sering
Nyeri perut tenesmus tenesmus tenesmus/ + tenesmus kramp
kolik
Nyeri kepala - + + - - -
Frekuensi 5-10X/hari >10X/hari sering sering sering terus
Sifat tinja : menerus
- Volume sedang sedikit sedikit banyak sedikit banyak
- cair lembek lembek cair lembek cair
Konsistensi jarang sering + + + -
- Lendir - sering + - + -
- Darah - + busuk + - amis khas
- Bau kuning merah kehijauan tidak merah seperti air
- Warna kehijauan kehijauan berwarna kehijauan cucian
beras
ETEC = Enterotoxigenic E. coli, EIEC = Enteroinvasive E. coli,
V. DIAGNOSIS
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi awal
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 4
1. Dehidrasi
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang, dibagi menjadi dehidrasi ringan , sedang
dan berat. Kriteria penentuan derajat dehidrasi adalah sebagai berikut :
Komplikasi lambat
VII. PENATALAKSANAAN
Resusitasi cairan dan elektrolit, sesuai dengan derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolitnya.
Dehidrasi berat : Cairan Ringer Laktat atau Ringer Asetat 100 cc/kgBB dengan
cara pemberian sebagai berikut :
- Umur < 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB
dalam 5 jam berikutnya.
- Umur > 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB
dalam 2 ½ jam berikutnya.
Minum diberikan bila penderita sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses
rehidrasi.
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang) : oralit 75 cc/kgBB/3 jam atau cairan infus
Ringer Laktat/ Ringer Asetat bila ada kesulitan minum.
Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit
diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah, dengan dosis :
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 5
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 6
CATATAN :
1) Perlu dipantau pemberian cairan dan tanda-tanda dehidrasi setelah terapi
cairan
2) Kebutuhan cairan maintenance sehari bisa dihitung dengan metode Holiday
segar, yaitu berdasarkan berat badan penderita sebagai berikut :
10 kg pertama = 100 cc/kgBB/hari
10 kg kedua = 50 cc/kgBB/hari
Sisa kg berikutnya = 20 cc/kgBB/hari
2. MUNTAH
I. BATASAN
Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara regurgitasi dari isi lambung sebagai
akibat refluks gastroesofageal atau dengan menimbulkan refleks emetik yang
menyebabkan mual, kontraksi dari diafragma, interkostal, dan otot abdomen anterior
serta ekspulsi dengan kekuatan isi lambung.
Secara klinis terdapat dua tipe muntah yaitu muntah akut dan kronis/ berulang.
Dikatakan muntah kronis bila muntah berlangsung lebih dari 2 minggu. Masalah di klinik
lebih banyak mengenai muntah yang kronis/ berulang atau muntah akut bila
menimbulkan komplikasi.
II. ETIOLOGI
Kelainan gastrointestinal :
1. Fungsional dan psikogenik :
- Muntah neonatal idiopatik (misalnya akibat iritasi lambung oleh amnion,
mekonium, darah)
- Muntah infantil idiopatik (misalnya karena pylorospasm)
- Kesulitan makan atau cara memberi makan dan minum yang salah
- Muntah siklik
2. Mallformasi dan obstruksi :
- Malformasi gastric outlet
- Hernia hiatal dan refluks gastroesofageal
- Stenosis pilorik hipertropik
- Volvulus, malrotasi, atresia, ileus mekonium, invaginasi, duplikasi, dll.
3. Intoleransi makanan (misalnya terhadap protein susu sapi atau makanan lain)
Infeksi :
- Infeksi saluran pencernaan
- Keracunan makanan
- Apendisitis
- Infeksi saluran kemih (ISK)
- Infeksi saluran pernapasan dan telinga
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 7
Kelainan neurologis :
- Meningitis dan ensefalitis
- Trauma kelahiran intrakranial
- Kenaikan tekanan intrakranial ( hidrosefalus, hematom subdural, kern ikterus,
tumor, hipertensi, dll)
Kelainan hepatik :
- Hepatitis
Dari data epidemiologis menunjukkan bahwa muntah akut sering merupakan gejala
yang mendahului diare pada anak dengan gastroenteritis. Sedangkan muntah kronis/
berulang merupakan komponen petunjuk akan adanya penyakit dasar yang perlu segera
mendapatkan penanganandengan baik.
III. PATOFISIOLOGI
Muntah merupakan proses refleks dengan tingkat koordinasi yang tinggi dan dimulai
dengan retching. Diafragma yang turun dengan kuat dan konstriksi dari otot perut
dengan relaksasi dari kardia lambung secara aktif memaksa isi lambung bergerak
kembali ke esofagus. Proses ini dikoordinasikan dalam pusat muntah medula yang
dipengaruhi secara langsung oleh inervasi aferen dan secara tidak langsung oleh
chemoreceptor trigger zone dan sistem saraf pusat.
Muntah merupakan gejala yang sering timbul pada bayi dan anak dengan berbagai
masalah penyakit, dari yang ringan atau tidak berarti hingga gejala dari penyakit yang
berat. Pendekatan diagnosis anak dengan muntah tergantung usia dan penyakkit yang
mendasari.
Anamnesis
a. Usia Anak
Minggu I
1. Obstruksi usus
2. Inborn metabolic error
3. Hiperplasia adrenal kongenital (CAH)
Sesudah minggu I
1. Stenosis pilorik
2. Hernia hiatur
Sesudah bulan I
1. Infeksi (ISK, meningitis dan sebagainya)
2. Gangguan metabolik, intoleransi makanan
3. Hematoma sundural
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 8
4. Aerofagia
Anak besar
1. Muntah siklik (migren abdominal)
2. Apendisitis, torsi testis, gastritis, keracunan makanan
3. Henoch schonlein
4. Ketoasidosis diabetik, uremi
5. tukak peptik
6. Peningkatan tekanan intra kranial
7. Iritasi faring
8. Psikogenik
b. Sifat muntah
Proyektil : stenosis pilorik hipertrofi
Muntah nokturnal : hernia hiatal
Muntah disertai nyeri : esofagitis
Pemeriksaan Fisik
a. Ikterus
Hepatitis
Malformasi traktus bilier
b. Ubun-ubun tegang
Meningitis, tumor serebral, hidrosefalus, hematom subdural
Intoksikasi vitamin A
c. Hipertensi arterial
Kelainan renal/supra renal, koarktasi aorta
d. Tumor abdomen
Tumor pilorik, stenosis pilorik hipertropik
Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Protein, darah, uro/bilirubin, bahan yang mereduksi (DM)
Analisa asam amino (penyebab metabolik)
Kultur (ISK)
b. Darah
BUN, kreatinin (kelainan ginjal)
Elektrolit (komplikasi muntah)
Status asam basa (komplikasi muntah)
Uji fungsi hati (penyakit hepar)
Pemeriksaan Radiologis/Endoskopi
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 9
IV. PENATALAKSANAAN
2. Sindrom muntah siklik : sindrom berulang dari muntah yang membandel yang
berlangsung beberapa jam dengan interval antar episode berupa keadaan klinis
yang bebas dari keluhan.
- Kalau perlu diberikan cairan intravena dan hisap nasogastrik berkala
- Evaluasi sumber tres pada pasien dan lingkungan keluarganya.
V. PENYULIT
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 10
3. KONSTIPASI
I. BATASAN
Keluarnya tinja yang sulit, keras, tidak basah dengan ukuran yang lebih besar dari
biasanya atau frekwensi buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau.
Konstipasi pada masa bayi biasanya disebabkan masalah diet atau pemberian
minum.
Berak yang nyeri dapat merupakan pencetus primer konstipasi pada awal masa
anak.
Pada masa bayi dan anak, konstipasi kronik dapat disebabkan lesi anatomis,
masalah neurologis, disfungsi neuromuskuler otot intrinsik, obat farmakologis, faktor
metabolik atau endokrin.
Pada masa anak penyebab terbanyak adalah konstipasi fungsional yang biasanya
berawal dari kurangnya makanan berserat, kurang minum atau kurangya aktifitas.
Konstipasi dapat terjadi apabila salah satu atau lebih faktor yang terkait dengan
faktor anatomi dan fisiologi dalam proses mekanisme berak terganggu. Gangguan
dapat terjadi pada kekuatan propulsif, sensasi rektal ataupun suatu obstruksi
fungsional pengeluaran (functional outlet).
Konstipasi dikatakan idiopatik apabila tidak dapat dijelaskan adanya abnormalitas
anatomik, fisiologik, radiologik dan histopatologik sebagai penyebabnya.
Selain konstipasi sendiri, juga dapat ditemukan gejala klinis lain anoreksia ringan,
tenesmus, flatus berlebihan, nyeri perut, bercak garis darah yang menempel pada tinja
sebagai akibat fisura ani, prolaps rekti, masa tinja pada abdomen bagian bawah,
rembesan tinja pada celana dalam (soiling)
V. PENATALAKSANAAN
|
1. Manipulasi diet : dengan menambahkan cairan dan banyak memberikan makanan
berserat , serta dicari apakah makanan/minuman yang telah diterima anak
mengandung bahan yang dapat menimbulkan konstipasi
2. Pemberian obatan-obatan yang meliputi 3 tahapan yaitu :
- Tahap Pertama untuk meniadakan pemampatan tinja ( disimpaction) : Laktulosa 5-
15 ml sekali sehari atau dengan enema fosfat hipertonik 3 ml/kg, diberikan 4-6
minggu.
- Tahap kedua untuk mencegah penumpukan tinja kembali, dengan diberikan laksan
yang bersifat stimulan atau osmotik seperti laktulosa, dilakukan selama 3 bulan.
- Tahap ketiga untuk menciptakan pergerakan intestinal yang teratur, dengan toilet
training. Refleks gastrokolikdiharapkan timbul bila anak didudukkan di atas
jamban (toilet) selama 5-15 menit sesudah anak mendapat makanan (biasanya
makanan pagi).
4. PERDARAHAN GASTROINTESTINAL
I. BATASAN
Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi dimana saja pada traktus digestivus dari mulut
sampai dengan anus. Darah dapat terlihat pada tinja atau muntahan atau dapat saja
perdarahan tersembunyi yang hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan laboratorium.
II. PATOFISIOLOGI
syndrome)
Muntahan darah merah segar atau Lesi proksimal dari ligamen Treitz
seperti kopi
Melena Lesi proksimal dari ligamen Treitz, usus kecil
Kehilangan darah berkisar 50-100 ml/hari
Darah segar bercampur tinja Lesi pada ileum atau colon
Perdarahan masif upper gastrointestinaltract
Darah diluar tinja Lesi pada ampula rektum atau anus
V. DIAGNOSIS
Bayi Anak
Hematemesis Tertelan darah ibu Epistaksis
Peptic esophagitis Peptic esophagitis
Mallory weiss syndrome
Varises esofagus
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
Henoch schonlein purpura
Melena Ulkus duodenum Ulkus duodenum
Duplikasi ileum Duplikasi ileum
Divertikulum Meckel Divertikulum Meckel
Melena dengan nyeri, Necrotizing enterocolitis Ulkus duodenum
obstruksi, peritonitis, Intususepsi Hemobilia
perforasi Volvulus Intususepsi
Volvulus
Hematochezia dengan Kolitis infeksiosa Kolitis infeksiosa
diare, crampy Kolitis pseudomembran Kolitis crohn
abdominal pain Enterokolitis Hirschprung Sindroma hemolitik uremi
Henoch schonlein purpura
Hematochezia tanpa Fisura ani Fisura ani
diare dan nyeri perut Kolitis eosinofilik Ulkus rektum
Juvenile polyp
VI. PENYULIT
VII. PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi cairan
2. Kumbah lambung dengan menggunakan normal saline
3. Perdarahan dari pembuluh darah (varises, kelainan vaskuler) yang persisten:
Vasopresin 20 unit/1,73m2 selama 20 menit atau ocreotide 25-30 µg/m 2/jam,
keduanya dapat diberikan selama 24 jam apabila diperlukan
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube
Skleroterapi
Konsul bedah anak
4. Perdarahan akibat ulkus : antasida, dekompresi gaster, elektrokauter, injeksi
epinefrin lokal, pembedahan darurat.
5. AMUBIASIS
I. BATASAN
Amubiasis merupakan suatu infeksi Entamuba histolytica pada manusia yang dapat
terjadi secara akut maupun kronis.
II. ETIOLOGI
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 14
Gejala umum sering tidak ada, sering tidak didapatkan demam dan ini menolong
membedakannya dengan disentri basiler yang disebabkab oleh Shigella.
Pemeriksaan tinja atau spesimen jaringan untuk menemukan adanya trofosoit atau
kista Entamuba histolytica.
Pemeriksaan USG bila dicurigai ada penyulit abses amuba hati serta pemeriksaan
yang berkaitan dengan penyulit lainnya.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti amubiasis ditegakkan dengan adanya trofosoit atau kista Entamuba
histolytica didalam feses atau spesimen jaringan.
Kolitis amuba invasif dapat menyerupai kolitis ulseratif, disentri basiler atau kolitis
tuberkulosa.
Abses amuba hati harus dibedakan dari abses piogenik dan neoplasma.
VII. PENATALAKSANAAN
Divisi Gastroenterologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 15
Penatalaksanaan umum :
- Isolasi penderita
- Pemberian cairan yang adekuat
- Pengobatan penyulit
Pengobatan spesifik :
1. Infeksi usus asimtomatik
- Diloksanid furoat (furamid) 7-10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, atau
- Iodokuinol (diiodohidroksi kuinin) 10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, atau
- Paromomisin (humatin) 8 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.
Obat-obat tersebut diberikan selama 7-10 hari
2. Infeksi usus ringan sampai sedang
- Metronidazol 15 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari. Efek samping
biasanya ringan berupa ruam, kadang-kadang ataksia atau parestesia.
3. Infeksi usus berat dan abses amuba hati
- Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral atau intravena, selama 10
hari, atau
- Klorokuin fosfat 10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral, selama 21 hari
(maksimal 600 mg/hari) efektiff untuk abses amuba hati, tetapi tidak untuk
amubiasis usus. Dapat terjadi muntah, gatal dan kerusakan kornea mata, tetapi
efek samping yang paling serius adalah injury retina yang reversibel.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis amubiasis usus tanpa penyulit adalah baik. Angka kematian abses amuba hati
sebesar 10-15%, sedangkan untuk amubiasis otak angka kematiannya 96%.
Divisi Gastroenterologi