Anda di halaman 1dari 8

KANKER KANDUNG KEMIH

1. PENGERTIAN
Kanker kandung kemih adalah kanker yang mengenai kandung kemih dan kebanyakan akan
menyerang laki-laki se usia diatas 50 tahun. Biasanya dijumpai sebagai tumor yang
superfisial dan pada umumnya belum diserta metastasis, namun rekurensinya tinggi.
Terjadi tumor ini banyak dihubungkan dengan kebiasaan merokok, pemakaian zat, pemanis
buatan, penggunaan siklofosfamid, trauma fisis seperti infeksi , instrumentasi dan batu,
dan kontak lama dengan zat-zat kimia pewarna, bahan-bahan karet dan kulit. Karsinogen
yang dipikirkan terdapat pada rokok adalah alfa dan – beta – naftilamin, sedangkan pada
industri adalah benzidin, beta-naftilamin, dan 4-amrnobifenil.
Individu dengan nefrolitiasis kronik, rekuren dan infeksi saluran kemih bagian atas rukuren
juga mempunyai insidensi kanker urotelial yang meningkat karsinama skuamosa terjadi
lebih sering pada pasien yang infestasi kronik dengan schistosoma haematobium.
Pemberian siklofosfamid jangka panjang agen anti kanker pegalkilasi yang dimetabilis
menjadi bahan aktif yaitu, akrolein dan mustrad fosforamid, disertai dengan timbulnya
neoplasma uroteial.
a. Bentuk
1) Papiler
2) Tumor non invasif (in situ)
3) Noduler (infiltratif)
4) Campuran antara papiler dan intiltratif
2. Etiologi
 Para pekerja di pabrik kimia (trauma cat), laboratorium, pabrik korek api, tekstil, pabrik
kulit, dna pekerja salon karena sering terpapar oleh bahan karsinogenik (senyawa air
aromatik : 2 naftilamin, bensidin, dan 4 aminobi famil).
 Perokok aktif karena rokok mengandung bahan karsinogen berupa amin aromatic dan
nitro samine.
 Infeksi saluran kemih seperti E. coli dan proteus spp yang menghasilkan nitrosamine
sebagai zat karsinogen.
 Sering mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin dan silamat,
serta pemakaian obat-obatan siklofosmamid melalui intracesika fenatin, opium, dan
anti tuberkulosis INH dalam jangka waktu lama.
 Minum oabt analgesik yang mengandung fenasetin secara berlebihan disertai dengan
timbulnya karsinoma sel tradisional.
 Kelainan sitonegetik yang melibatkan kromoson 1, 5, 7, 9 dan 11 telah di identifikasi
pada spesimen kanker kandung kemih, meskipun perannya pada lesi ini belum
diketahui.
3. Klasifikasi
Ta :
Tumor terbatas pada epitelium
Tis :
Karsinoma in situ
T1 :
Tumor sampai dengan lapisan subepitelium
T2 :
Tumor sampai dengan lapisan otot superfisial
T3a :
Tumor sampai dengan lapisan otot dalam
T3b :
Tumor sampai dengan lapisan lemak perivesika
T4 :
Tumor sampai dengan jaringan di luar buli-buli :
Prostat, uterus, vagina, dinding pelvis, dna dinding abdomen.
Stadium Ta, Tis dan T1 digolongkan sebagai tumor superfisial, sedang stadium T2 sampai
dengan T4 digolongkan sebagai tumor invasif
Stadium
Stadium Oa Ta NO MO
Stadium Ois Tis NO MO
Stadium I T1 NO MO
Stadium II Ta NO Mo
Stadium III T3a No MO
T4a NO Mo
Stadium IV T4b NO MO
Setiap T N1 MO
Setiap T N2 MO
Setiap T N3 MO
Setiap T Setiap N M1

4. Patofisiologis
Karsinoma kandung kemih yang masih dini merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama
kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot, dan lemak perivesika yang
kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya.
Tumor ini dapat menyebar secara limfogen maupun hematogen penyebaran limfogen
menuju kelenjar limfe, obturator, ilaika eksterna, dan ilaika komunis : sedangkan
penyebaran hematogen paling sering ke kepar, paru dan tulang.
 Jenis histopalogi
Sebagian besar (+ 90 %) tumor kandung kemih adalah karsinoma sel transisional.
Tumor ini bersifat multifokal, yaitu dapat terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri
atas sel transisional, seperti di pielu, ureter atau ureter posterior. Sedangkan jenis
lainya adalah karsinoma sel skuamosa (+ 10%) dan adeno karsinoma (+ 2 %).
 Ademo karsinoma
Ada tiga kelompok adenokarsinoma pada kandung kemih yaitu :
1) Primer terdapat dikandung kemih, biasanya terdapat didasar serta di fundus
kemih.
2) Urakhus persisten (sisa duktus urakhus) yang mengalami degenerasi maligna
menjadi adenokarsinoma.
3) Tumor sekunder yang berasal dari focus metastasis dari organ lain, diantaranya
prostat, rektum ovarium, lambung, mamae dan endometrium.
 Karsinoma sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa terjadi rangsangan kronis pada kandungan kemih dan
mengakibatkan sel epitel mengalami metaplasia ganas.
Rangsangan kronis ini terjadi karena :
a. Infeksi saluran kemih kronis
b. Batu kandung kemih
c. Kateter menetap yang dipasang dalam jangka waktu lama
d. Infestasi cacing schistosomiasis pada kandung kemih
e. Pemakaian obat-obatan siklofosfamaid secara intravesika.

5. Manifestasi klinis
Perlu di waspadai jika seorang pasien datang dengan mengeluh hematuria bersifat :
a. Tanpa disertai rasa nyeri (painless)
b. Kambuhnya (intermitten)
c. Terjadi pada seluruh proses miksi (totol)

Meskipun sering kali karsinoma kandung kemih tanpa disertai gejala disuria, pada
karsinomainsitu atau karsinoma yang sudah mengadakan infiltrasi luas, tidak jarang terjadi
gejala iritasi kandung kemih yaitu :

1) Disuria
2) Pola kisuri
3) Frekuensi
4) Urgensi

Hematurin dapat menimbulkan keluhan retensi bekuan darah. Keluhan akibat penyakit
yang telah lanjut berupa gejala osbtruksi saluran kemih atas atau edema tungkai,
disebabkan adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau kelenjar limfe yang
membesar di daerah pelvis.

Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak dijumpai kelainan. Penebalan kandungan kemih atau
terabanya masa tumor. Baru didapatkan dengan perabaan bimanual. Perabaan bimanual
dikerjakan dengan narkose umum (supaya otot kandung kemih rileks). Pada saat sebelum
dan sesudah intervensi. Masa tumor teraba apabila ukurannya sangat besar atau sudah
tumbuh keluar dinding kandung kemih. Bila terjadi metas tisis dapat ditemukan
hepatomegali.

6. Prosedur diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium urin
Biasanya ditemukan kelainan selain hematuria – anemia dapat dijumpai sebagai tanda
adanya perdarahan kronis atau pendesakan sel metastasis ke sumsum tulang,
sedangkan uremia dapat dijumpai bila tumor menyumbat kedua muara ureter baik
karena obstruksi tumornya sendiri ataupun limfa denopati.
2) Pemeriksaan radiologi
Dilakukan foto polos abdomen, plelografi, intravena, dan foto thoraks. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menilai keadaan trkatus urinarius yaitu berupa adanya gangguan
fungsi ekstresi ginjal, hidronefrosis, hidro ureter, dan filling defect pada buli-buli.
Menilai infiltrasi tumor ke dinding buli-buli, dan melihat adanya metastasis regional.
3) Sistokopi dan biopsi
Pada persangkaan adanya tumor buli-buli maka pemeriksaan siskopi adalah mutlak
dilakukan, bila perlu dapat dilakukan ct-scan. Pada pemeriksaan siskotopi, dapat dilihat
adanya tumor dan sekaligus dapat dilakukan biopsi atau reseksi tumor yang juga
merupakan tindakan pengobatan pada tumor-tumor superfisial.

7. Terapi dan penatalaksanaan


 Terapi kanker kandung kemih dapat dibagi lagi berdasarkan pengertian menjadi super
fisialis, invasif, atau metastasik, karsinoma superfisialis kandung kemih meliputipasien
dengan karsinoma in situ, keterlibatan mukosa (O), atau keterlibatan submukosa Sa
(Stadium A). Pasien umumnya diterapi dengan reseksi endoskopik dan biopsi kandung
kemih dengan evaluasi sistokopik berulang setiap 3 sampai 6 bulan. Pasien dengan
kekambuhan superfisialis selanjutnya dilakukan terapi intervesikal, yaitu thiotepa,
dexorabisin, mitomisin, basil calmette-guerin (BCG)

Terapi alternafit setelah transurethal resection

NO STADIUM TERAPI INISIAL PILIHAN


1. Superfisial (Stadium 0-A) - Ter buli /fulgurasi
- Instalasi intravesika
2. Invasif (Stadium B) - Tur Buli
- Sistektomi radikal
- Kemoterapi neoajuvan diikuti sistektomi
radikal.
- Sistektomi radikal diikuti kemoterapi
neojuvan
- Kemoterapi neoajuvan diikuti kemoterapi
dan radiasi secara bersamaan.
3. Metastasis (Stadium D2) - Ajuvativus kemoterapi
- Radiasi poliatif

 Penatalaksanaan
Pada pasien dengan tumor superfisial yang hanya menjalani pengobatan dengan TUR
(disertai atau tidak disertai Kemoterapi Intravesika), kontrol sistokopi berkala mutlak
dikerjakan. Sedangkan pada pasien yang menjalani pengobatan dengan sistektomi
radikal dilakukan foto toraks berkala.

8. Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
 Kaji hematuria, gejala iritasi saat berkemih, faktor resiko (khususnya riwayat
merokok), penurunan berat badan, kelelahan, dan tanda metastase.
 Kaji kemampuan koping dan pengetahuan tentang penyakit.

 Diangnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urine b.d hematuria dan bedah transuretra ditanda dengan :
Ds : Laporan adanya darah dalam urine dan status pasca operasi trans-uretra
Do : Pasca operasi trans-uretra dan hematuria
2) Nyeri akut / kronis b.d gejala berkemih dengan gangguan rasa nyaman akiat
pemasangan kateter ditandai dengan:
Ds : Laporan adanya nyeri
Do : Ekspresi wajah meringis, menahan sakit, dan perubahan tanda vital
3) Cemas b.d diagnosis kanker ditandai dengan :
Ds : Laporan akan perasaan cemas.
Do : Ekspresi wajah tegang, tidak bisa tidur, gelisah, perubahan tanda vital,
dan berkeringat.
4) Resiko terhadap kekurangan volume cairan b.d hemoragi pasca bedah setelah
reaksi transuretra kandung kemih.
5) Perubahan eliminasi urine b.d obstruksi kateter suprapubik
 Intervensi
- Dx 1
Tujuan eliminasi urine teratur sesudah pembedahan transuretral.
1) Pasang kateter (irigasi manual merupakan kontraindikasi b.d perubahan
perforasi kandung kemih), mungkin dilakukan irigasi kandung kemih secara
terus menerus jika diperlukan.
2) Pastikan bahwa asupan cairan per oral atau IV mencukupi
3) Monitor asupan dan engeluaran, termasuk cairan irigasi
4) Monitor out put urine untuk membersihkan hematuria.

- Dx 2
Tujuan : Nyeri terkontrol
1) Berikan obat analgesik untuk memberikan rasa nyaman pada pelvis.
2) Berikan anti kolinergik atau belladona dan opium suposutoria untuk
menghilangkan spasme kandung kemih.
3) Pastikan kateter berada pada posisi yang tepat, jangan dilakukan irigasi tanpa
pemberitahuan
4) Angkat kateter segera setelah prosedur

- Dx 3
Tujuan : Menghilangkan cemas
1) Biarkan pasien mengungkapkan perasaan cemas
2) Berikan informasi yang realistis mengenai hasil pemeriksaan diangostik,
perbedaan dan pengobatan.

- Dx 4
Tujuan : Pasien normovolemik, ditandai dengan TD > 90/60 mmHg, Fj < 100 dpm.
1) Pantau dan laporkan TV dan M & H, catat warna konsistensi drainase kateter
minimal tiap 8 jam.
2) Waspadai hipotensi dan FJ dengan cepat, dan perhatikan terhadap drainase
kental, merah terang atau drainase yang tidak menjadi terang setelah irigasi.
3) Pantau status mental pasien pasca operasi RTKT, waspadai perubahan mental,
seperti konfusi, yang menandakan perubahan keseimbangan elektrolit dan
memerlukan intervensi medis.
- Dx 5
Tujuan : Tiga Hari Setelah operasi, saluran urine pasien tepat dengan jumlah
masukan
1) Pertahankan catatan drainase dari kateter supra publik tetap terpisah dari
kateter lain dan drain.
2) Cegah obstruksi kateter secara eksternal, kaji dengan sering terhadap
kepatenan.
3) Sebelum melepaskan kateter suprapublik, dokter dapat meminta pengkleman
3-4 jam rutin untuk mengkaji kemampuan pasien berkemih dengan normal.
4) Setelah kateter, dilepas, evaluasi kemampuan pasien untuk berkemih.
5) Jika pasien tidak dapat berkemih 8-12 jam setelah kateter dilepas dan
mengalami nyeri abdomen atau distensi kemih, konsul dokter untuk
intervensi.
6) Jika pasien mengalami rasa terbakar saat berkemih, anjurkan untuk
meningkatkan masukkan cairan dna berikan kompres hangat diatas area
kandung kemih, dengan menggunakan selimut hangat, bantalan panas, atau
rendam duduk. Ini akan meningkatkan sirkulasi ke area tersebut dan
melamaskan otot.
7) Ambil spesimen untuk kultur urine program jika pasien mengeluh rasa
terbakar, dorongan atau frekuensi.

- Evaluasi
1) Fungsi ginjal maksimal
2) Tidak ada/kurangnya laporan mengenai nyeri
3) Tidak ada /kurangnya laporan mengenai rasa cemas.
DAFTAR PUSTAKA

1. KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH, EDISI 2, 1996


2. Tanagho, Mc Anich J.ed. Smith’s General Urdogy 14th ed. Hertfordhire: Lange Medical
Publications, 1994.
3. Sjamsuhidayat R. Jong Wp. Penyunting Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. 1997
4. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 3. International Edition, 1994
5. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN.
6. Dr. Nursalam, M Nurs (Hons).

Anda mungkin juga menyukai