Anda di halaman 1dari 46

KEBIJAKAN PELAYANAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RS PANTI BHAKTININGSIH CHARITAS
BELITANG

I. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI


A. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan
infeksi di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit Panti Bhaktiningsih melaksanakan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
B. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Tim PPI bertanggung jawab langsung
kepada direktur.
C. Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2011.
D. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional di
semua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
E. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka Rumah
Sakit RS Panti Bhaktiningsih memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control
Nurse) purnawaktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan
pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas Perawatan, kamar bedah, Instalasi
Gawat Darurat, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit, ruang Sterilisasi,
bagian Kendaraan, Staf Medis, sarana umum Rumah Sakit, Sanitasi, Farmasi,
Gizi, Laboratorium, Kamar Jenazah, Kamar Cuci dan Radiologi.
F. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) dan penanggung jawab PPI ruangan sebagai pelaksana
harian / penghubung di unit masing-masing.

II. KEWASPADAAN ISOLASI


Meliputi kebersihan tangan, kebersihan pernafasan / etika batuk, pemakaian alat
pelindung diri, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan limbah dan benda tajam,
praktik menyuntik yang aman, penatalaksanaan perawatan peralatan pasien,

1
penatalaksanaan linen, penempatan pasien, program kesehatan karyawan yang diatur
lebih jelas dalam kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit, praktek
lumbal punksi. Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area
Rumah Sakit dengan mengukur resiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas
pelayanan sesuai Panduan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Panti
Bhaktiningsih Charitas Belitang.

III. KEBERSIHAN TANGAN


A. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
seluruh lingkungan Rumah Sakit Panti Bhaktiningsih Charitas Belitang.

B. Indikasi kebersihan tangan secara umum :


1. Segera : setelah tiba di tempat kerja
2. Sebelum :
a. Kontak langsung dengan pasien
b. Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
c. Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
d. Mempersiapkan makanan
e. Memberi makan pasien
f. Meninggalkan rumah sakit
3. Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang
4. Setelah :
a. Kontak dengan pasien
b. Melepas sarung tangan
c. Melepas alat pelindung diri
d. Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan,
urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik
menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
e. Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk /
bersin).
f. Menyentuh lingkungan di sekitar pasien

2
C. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan(WHO):
1. Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
2. Momen 2 : sebelum tindakan aseptik
3. Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
5. Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

D. 6 langkah kebersihan tangan.


1. Langkah 1 : Gosok pada telapak tangan sampai handsrub / sabun merata
2. Langkah 2 : Gosok pada kedua punggung telapak tangan dan sela – sela jari
bergantian kiri dan kanan
3. Langkah 3 : gosok kedua telapak dan sela – sela jari kedua tangan
4. Langkah 4 : Gosok pada punggung jari tangan kanan dan kiri sambil saling
mengunci
5. Langkah 5 : Gosok ibu jari tangan dengan cara memutar bergantian kiri dan
kanan
6. Langkah 6 : gosok dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya

E. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis dan non-klinis) di
Rumah Sakit Panti Bhaktiningsih, yaitu :
1. Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
2. Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine
2% (aseptik)
3. Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
4. Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik
chlorhexidine 4 % (surgical).

F. Kebersihan tangan efektif :


1. Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
2. Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku
palsu dan cat kuku.

3
3. Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semua
perhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskan
selama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan.
4. Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air.
5. Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan tissue sekali
pakai.
6. Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan
terlihat kotor.
7. Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila
tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan.
8. Keringkan tangan menggunakan tissue sekali pakai.
9. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung
tangan.
10. Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
11. Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.

G. Sediakan di setiap ruangan / bagian :


1. Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
a. Wastafel dengan air yang mengalir.
b. Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan3) :
poli rawat jalan, kamar bayi, IGD (area non tindakan), ruang
keperawatan, unit penunjang medik (radiologi, laboratorium)
c. Larutan chlorhexidine 4 % : IGD (area tindakan), kamar bedah, VK,
neonatus.
d. Sabun biasa (handsoap) : pos perawat (indikasi kebersihan tangan
momen 1,4,5), toilet, dapur.
e. Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : area kritis (IGD, ruang
observasi VK, kamar bedah), setiap pintu masuk kamar pasien, meja
trolly tindakan.
2. Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
a. Wastafel dengan air yang mengalir.
b. Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
c. Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3):
sanitasi, kamar cuci, kamar jenazah, unit sterilisasi.

4
d. Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk petugas /
pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar jenazah, area
dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak
tersedia / jauh letaknya.

H. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :


1. Mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
a. Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (ruang keperawatan, IGD, kamar
bedah, rawat jalan, kamar bayi, VK, Gizi).
2. Dengan memperhatikan kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien
(Momen 1 menurut WHO).
a. Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi, dapur,
sarana umum RS, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai indikasi kebersihan
tangan secara umum.
b. Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun non klinis
dengan sasaran 50 % dari jumlah masing-masing profesi (Dokter, Perawat
dan Gizi).

I. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien
baru.

J. Setiap petugas di RS Panti Bhaktiningsih wajib mengikuti pelatihan kebersihan


tangan yang diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai
prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.

K. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter, perawat,


gizi) setiap 6 bulan sekali.

IV. ETIKA BATUK


A. Merupakan bagian dari kewaspadaan isolasi standar yang harus diterapkan oleh
semua petugas klinis maupun non klinis di seluruh lingkungan rumah sakit Panti
Bhaktiningsih Charitas Belitang. Etika batuk juga diajarkan kepada pasien,

5
keluarga dan pengunjung untuk meminimalisir penyebaran droplet melalui udara
melalui penyuluhan maupun leaflet yang disebar di bagian rumah sakit.

B. Indikasi etika batuk


1. Pada saat terasa akan bersin
2. Pada saat sedang mengalami ISPA
3. Mempunyai penyakit kronis pernafasan

C. Tatalaksana etika batuk


1. Berpaling dari orang banyak pada saat terasa akan bersin atau batuk
2. Ambil tissue tutup hidung dan dan mulut saat bersin atau batuk, bila tidak ada
tissue, gunakan lengan baju bagian dalam kiri atau kanan saat terasa bersin
atau batuk
3. Buang tissue ke tempat sampah infeksius
4. Segera melakukan kebersihan tangan dengan handsoap atau handrub
5. Gunakan masker bila perlu.

V. ALAT PELINDUNG DIRI


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Tim PPI RS
bersama K3 RS, Instalasi Farmasi dan bagian logistik RS.
A. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan
selalu mengukur potensi resiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan /
tindakan medik sehingga tepat, efektif dan efisien.
B. APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi dan logistik RS
C. Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
D. APD yang lain disediakan melalui unit K3 RS.
E. Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah rangkap 2.
F. Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai
bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.
G. Penggunaan Alat Pelindung Diri yang tepat untuk masing – masing ruangan :
1. Ruang keperawatan
a. Resiko rendah : kontak dengan kulit tidak terpajan darah langsung
Alat Pelindung Diri yang digunakan sarung tangan.
b. Resiko sedang : kemungkinan terpajan darah namun tidak ada cipratan

6
Alat Pelindung Diri yang digunakan sarung tangan, gaun pelindung dan
apron.
c. Resiko tinggi : kemungkinan terpajan darah dan terciprat perdarahan
masif
Alat Pelindung Diri yang digunakan sarung tangan, pelindung kepala,
masker, goggles, gaun pelindung, apron, pelindung kaki (maximal
barrier precaution)
2. Ruang gizi
Untuk ruang gizi Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan gizi RS adalah tutup kepala, masker, gaun
pelindung yang tidak tembus air, sarung tangan bersih, dan penggunaan
sepatu boat di pergunakan saat pembersihan ruangan.
3. Ruang sanitasi
Untuk ruang sanitasi Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan sanitasi adalah googles/kacamata, masker,
sarung tangan rumah tangga, sepatu boat.
Khusus untuk sanitasi IPAL alat pelindung diri yang digunakan adalah
googles/kacamata, masker, sarung tangan rumah tangga, gaun pelindung
yang tidak tembus air, sepatu boat.
4. Ruang kamar cuci
Untuk ruang kamar cuci Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan kamar cuci RS adalah tutup kepala, masker,
googles/kaca mata, gaun pelindung yang tidak tembus air, sarung tangan
rumah tangga, dan penggunaan sepatu boat .
5. Ruang bengkel
Untuk ruang bengkel Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan bengkel RS adalah tutup kepala(helm
bangunan), masker, googles, gaun pelindung yang tidak tembus air
dipergunakan saat pembersihan rutin, sarung tangan kain, dan penggunaan
sepatu khusus yang tahan tembus benda tajam.
6. Ruang perkantoran
Untuk ruang perkantoran Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan perkantoran RS adalah masker

7
( dipergunakan saat karyawan perkantoran ada yang mengalami sakit infeksi
pernapasan .
7. Bagian kendaraan
Untuk bagian kendaraan Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan di bagian kendaran RS adalah masker, gaun
pelindung yang tidak tembus air (jika diperlukan), sarung tangan bersih.
8. Bagian keamanan
Untuk bagian keamanan Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan bagian keamanan RS adalah masker, sarung
tangan bersih ( bila diperlukan).
9. Bagian logistik
Untuk bagian logistik Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan bagian logistik RS adalah masker
(dipergunakan saat karyawan sakit dan pembersihan ruangan)
10. Ruang penunjang medik
a. Rekam Medis
Untuk ruang rekam medis Alat Pelindung Diri yang harus disediakan
dan dipergunakan seluruh karyawan rekam medis RS adalah masker
b. Farmasi
Untuk ruang farmasi Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan farmasi RS adalah tutup kepala,
masker, sarung tangan bersih.
c. Laboratorium
Untuk ruang laboratorium Alat Pelindung Diri yang harus disediakan
dan dipergunakan seluruh karyawan laboratorium RS adalah masker,
sarung tangan bersih, tutup kepala.

d. Radiologi
Untuk ruang radiologi Alat Pelindung Diri yang harus disediakan dan
dipergunakan seluruh karyawan radiologi RS adalah masker dan sarung
tangan bersih.

8
VI. PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN PENATALAKSANAAN LIMBAH
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatan
ruang dan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan
linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai, pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah
padat medis/non medis dikelola oleh Sarana Umum RS dan Sanitasi RS bekerjasama
dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan Tim PPI RS, sehingga aman bagi
lingkungan.
A. Seluruh area permukaan rumah sakit dilakukan pembersihan setiap hari sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Permukaan rumah sakit meliputi lantai, jendela,
pintu, tempat tidur, meja pasien, meja troli, peralatan pasien.
B. Setiap air limbah hasil produksi rumah sakit dialirkan ke Instalasi Pengelolaan
Air Limbah (IPAL), diolah dan disterilkan. Setelah dipastikan telah layak buang,
air akan dibuang melalui saluran pembuangan. Air yang akan digunakan untuk
rumah sakit selalu diperiksa oleh BTKL provinsi setiap 3 – 6 bulan sekali.
C. Petugas pengendalian lingkungan memastikan tidak adanya binatang, hewan dan
serangga di lingkungan rumah sakit
D. Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
1. Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas wadah
/container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuk limbah
infeksius dan B3,hitam untuk limbah non medis / domestika.
2. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
3. Limbah B3 tidak boleh dibiarkan maksimal 90 hari.
4. Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup ¾ )
5. Meskipun limbah tidak sampai ¾ kantong namun bila ≥ dari 24 jam maka
dilakukan pengosongan dan dibuang sesuai dengan prosedur
6. Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang
terlindung dari binatang atau serangga.
7. Darah dan cairan tubuh lainnya dibuang melaui saluran pembuangan untuk
diolah di Intalasi Pengolahan Air Limbah yang selanjutnya dibuang melalui
saluran pembuangan ke lingkungan.
E. Limbah benda tajam dan jarum harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor
dan tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.

9
F. Limbah kassa / kapas yang terkontaminasi darah / cairan tubuh ditampung dalam
sampah medis infeksius yang dialasi kantong kuning
G. Untuk limbah B3 dikelola oleh pihak ketiga dengan perjanjian kerjasama.
H. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali. Apabila ada fasilitas lift harus dengan lift tersendiri.
I. Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini Incenerator RS.
J. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm
K. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan
desinfektan ,cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan
telaah Tim PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.
L. Karena tidak tersedianya jalur khusus untuk pembuangan limbah, maka diatur
jam untuk pembuangan dan pemusnahan limbah sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan RS.
M. Dilakukan monitoring dan evaluasi pengendalian lingkungan setiap satu bulan
sekali.

VII. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


A. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
B. Vial / ampul / botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara
yang dapat menjaga syarat aseptik.
C. Multi dose vial digunakan
1. Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang
steril
2. Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali
vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
3. Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama
kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
D. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama
untuk beberapa pasien.
E. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat
digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.

10
F. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakan jarum baru.

VIII. PENATALAKSANAAN PERAWATAN PERALATAN PASIEN


Di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan
pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan) dan pengeringan dilakukan di
masing – masing ruangan dan diperiksa kembali oleh petugas sterilisasi. Untuk
pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi dilakukan di unit sterilisasi. Untuk
penyimpanan dan distribusi dilakukan oleh petugas masing – masing ruangan diikuti
dengan pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas / mutu hasil sterilisasi secara
terpusat melalui Unit Sterilisasi yang saat ini berada di Kamar Bedah.
A. Pemrosesan alat / instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasi dilakukan untuk alat kritikal seperti instrumen operasi, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi
tingkat rendah untuk alat non kritikal seperti tensimeter, termometer.
B. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas
rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan
dan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan
dan antiseptik di RS sesuai rekomendasi Tim PPI RS Panti Bhaktiningsih Charitas
Belitang melalui instalasi logistik farmasi.
C. Unit Sterilisasi bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur tetap,
mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta kualitas
/ mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Tim PPI RS.
D. Unit Sterilisasi memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit
menggunakan formulir.
E. Proses penatalaksanaan perawatan peralatan pasien
1. Dekontaminasi
a. Dilakukan pada setiap alat medis dan linen yang telah digunakan pasien
b. Selalu memperhatikan kewaspadaan standar pada saat melakukan
dekontaminasi
c. Setiap akan melakukan dekontaminasi petugas wajib menggunakan alat
pelindung diri yaitu topi, masker, kaca-mata, scort, sarung tangan dan
sepatu boat.

11
d. Dekontaminasi masih dilakukan di masing-masing unit dengan prosedur
yang telah ditetapkan dari unit sterilisasi
e. Dekontaminasi alat menggunakan larutan klorin 0,5 %, dengan
perbandingan 1:9 (1 bagian klorin di campur dengan 9 bagian air)
f. Pembuatan larutan klorin disesuaikan dengan jumlah alat yang akan di
lakukan dekontaminasi
g. Selalu mengganti larutan klorin dalam waktu 1 x 24 jam atau bila larutan
klorin telah keruh.
h. Perendaman alat tidak boleh lebih dari 10 menit
i. Setelah selesai melakukan dekontaminasi setiap APD yang digunakan
dibuang ke tempat sampah infeksius
j. Untuk cara dekontaminasi diatur dalam prosedur tetap
2. Pembersihan
a. Setiap akan melakukan pembersihan petugas wajib menggunakan alat
pelindung diri yaitu topi, masker, kaca-mata, scort, sarung tangan dan
sepatu boat.
b. Pembersihan alat dilakukan di masing-masing unit dengan prosedur yang
telah ditetapkan dari unit sterilisasi
c. Setelah alat dilakukan dekontaminasi maka alat harus segera dibersihkan
menggunakan cara manual yaitu menggunakan detergent
d. Pembersihan menggunakan detergent disesuaikan dengan jumlah alat yang
akan di bersihkan
e. Alat yang sudah bersih di rendam kedalam air panas selama 10 menit
f. Alat dikeringkan dengan cara dilap atau dianginkan
g. Untuk cara pembersihan diatur dalam prosedur tetap

3. Desinfeksi
a. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan saat alat yang tidak memungkinkan
disterilkan seperti alat yang berbahan plastik atau karet.
b. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan menggunakan cairan kimiawi
(steranios)
c. Cairan steranios bertahan hingga satu bulan setelah itu harus dibuang dan
diganti dengan cairan yang baru
4. Pengemasan
a. Pengemasan dilakukan di unit sterilisasi oleh petugas unit sterilisasi
b. Pengemasan alat instrumen dan linen medis menggunakan pembungkus
linen 2 lapis

12
c. Pengemasan kassa menggunakan kertas krepe dan dikemas menggunakan
tromol
d. Linen pembungkus yaitu linen yang berbahan halus tidak terlalu tebal dan
tidak terlalu tipis
e. Bila linen pembungkus robek atau sudah menipis karena terlalu lama
dipakai harus segera diganti yang baru
5. Labeling
a. Labeling dilakukan di unit sterilisasi oleh petugas unit sterilisasi
b. Setiap alat yang akan di masukkan ke dalam mesin sterilisasi harus diberi
label terlebih dahulu
c. Label menggunakan indikator tape di tempelkan pada kemasan linen dan
disertakan etiket yang berisi nama barang, unit pemilik, tanggal sterilisasi,
waktu sterilisasi, operator dan tanggal kadaluarsa
6. Sterilisasi
a. Sterilisasi dilakukan di unit sterilisasi oleh petugas unit sterilisasi yang
masih tergabung dengan kamar bedah
b. Penggunaan mesin autoclave disesuaikan dengan alat yang akan di
sterilkan
c. Bila alat sudah steril disimpan di lemari khusus alat steril. Masa kadaluarsa
ditetapkan selama 7 hari. Untuk kassa yang terbungkus kertas krep masa
steril ditetapkan selama 30 hari. Setelah lewat masa steril, harus disterilkan
ulang.
d. Langkah proses sterilisasi dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
berlaku
e. Evaluasi hasil sterilisasi dilakukan secara periodik setiap 6 bulan sekali
dengan memeriksakan kultur ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Palembang.

IX. PENGELOLAAN LINEN


A. Jenis linen di RS Panti Bhaktiningsih dikualifikasikan menjadi linen bersih,
linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius
B. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen
yang berbeda, linen kotor non infeksi dengan kantong linen berwarna hitam dan
linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning
C. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
desinfeksi kereta linen, pengepelan / disinfeksi lantai, implementasi praktik

13
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko
selama bekerja.
D. Karena tidak tersedianya jalur khusus untuk pengantaran linen kotor infeksi dan
non infeksi dan pengambilan linen bersih, maka diatur jam untuk pengantaran
dan pengambilan linen dari kamar cuci sesuai prosedur yang di tetapkan RS.
E. Dilakukan monitoring dan evaluasi secara terbuka oleh tim PPI RS PB Charitas
Belitang .
F. Hasil evaluasi didesiminasikan ke pihak manajemen dan ruangan dan tim PPI
RS akan memberikan rekomendasi tentang hasil analisa data tersebut.
G. Pengelolaan linen dilakukan mulai dari ruangan yang bersangkutan sampai di
kamar cuci dan diatur dalam prosedur yang berlaku.

X. PENEMPATAN PASIEN
A. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
Merupakan tambahan kewaspadaan isolasi standar diterapkan pada pasien rawat
inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara
transmisi kontak, droplet atau airborne. Tatalaksana administratif meliputi
percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu
pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas ; tatalaksana
lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural
maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri.
1. Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur
isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular
dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial ( imuno supressed )
2. Pasien dengan imuno supressed hanya dilakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
3. Rumah Sakit berencana menyiapkan ruang tekanan negatif , namun saat ini
kita menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airborne desease,
dengan sistem ventilasi alami dan mekanik (exhaust dan kipas angin).
4. Transportasi pasien dengan airborne desease di rawat jalan dan atau Instalasi
Gawat Darurat melalui yang ditetapkan dalam prosedur.
5. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airborne atau kombinasinya.

14
6. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
7. Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan
umum dengan menggunakan bahan desinfektan
8. Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi
penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk.
9. Adanya pengaturan alur isolasi pasien penyakit menular

B. PENEMPATAN PASIEN DENGAN AIRBORNE DESEASE


Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPI RS, lebih diprioritaskan
kewaspadaan terhadap resiko transmisi penyakit TB, MDR dan XDR-TB
(Multiple Extend Drug Resistance TB).
1. Semua pasien yang berobat ke IGD dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi
dan diharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB
( batuk ≥2 minggu atau batuk darah )
2. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk
akan diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta
higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah
3. Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis
segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga
mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien
lain (ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem
kohorting dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
5. Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran
(menggunakan ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang
isolasi rawat inap) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar
penularan percik renik sehingga tidak menularkan ke orang lain.
6. Pasien rawat inap tersangka MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airborne
dengan ventilasi exhaust dan petugas medis menggunakan masker N-95
dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
7. Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan
konsep Isolasi Infeksi Airborne

15
8. Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum
dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
9. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara
(airborne) dan transmisi melalui kontak.
10. Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan
pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan personalia
dan K3 RS.
11. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
12. Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang
adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat
pelayanan.
13. Penempatan pasien yang sudah pasti menderita penyakit infeksi airborne,
penempatan dilakukan oleh dokter jaga baik IGD maupun unit rawat jalan.
Pada kasus dimana diagnosa pasti belum bisa ditegakkan maka penentuan
penempatan dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien.

C. PENEMPATAN PASIEN DENGAN DUGAAN EMERGING DESEASE


1. Emerging desease Rumah Sakit ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan pada
hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka infeksi RS melalui
surveilans.
2. Pencegahan dan pengendalian resiko penyebaran kejadian yang berpotensi
emerging desease dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Tim PPI rumah sakit.
3. Penempatan pasien dengan emerging desease dipisah dari pasien yang lain
dengan prinsip kamar isolasi standar.
4. Jika tidak memungkinkan pasien di kamar sendiri, maka dilakukan kohorting
dengan pasien kasus yang sama.
5. Petugas yang merawat pasien emerging desease wajib menerapkan
kewaspadaan standar.
6. Ruangan terjadinya emerging desease dilakukan audit kebersihan tangan.

D. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED

16
1. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan stabilisasi keadaan
umum, bila sudah stabil, rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain.
2. Rumah Sakit Panti Bhaktiningsih tidak melakukan perawatan pasien
imuncompromised. Apabila terdapat pasien imunocompromised, maka
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lainnya.
3. RS Panti Bhaktiningsih akan melakukan perawatan pasien dengan
imunocompromised dengan persetujuan keluarga dilakukan sesuai dengan
kemampuan rumah sakit dan surat pernyataan penolakan rujuk ke rumah sakit
/ fasilitas kesehatan yang lain oleh keluarga.

XI. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS)


Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –
perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (Infection Prevention Control
Link Nurse – perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat
kejadian berbagai penyakit infeksi target sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah
Sakit, Kemenkes dan penyakit endemis di rumah sakit. Target surveilans yaitu :
Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi Daerah Operasi (IDO),
Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien beresiko. Kegiatan surveilans yang dilakukan
adalah :
A. Mendata kejadian pasien infeksi yang terjadi akibat tindakan dan prosedur.
B. Melakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
dilakukan Tim PPI RS di bawah koordinator Dokter Penanggung jawab PPI
(IPCO) untuk tujuan pengendalian, manajemen resiko dan kewaspadaan
terhadap kejadian luar biasa (KLB)
C. Pengendalian angka infeksi RS menggunakan target sasaran sesuai program PPI.
D. Kejadian luar biasa Infeksi RS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan
pertimbangan Tim PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan
angka infeksi RS melalui surveilans. Kecenderungan kejadian infeksi rumah
sakit yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau
peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan tertentu
diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian resiko penyebaran
kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui
kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh Tim PPI rumah sakit.

17
E. Laporan Infeksi RS disampaikan Tim PPI RS kepada Direktur dan kepala bidang
Keperawatan setiap 6 bulan sekali.
F. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (ILI, ISK,
IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans infeksi RS.
G. Sasaran surveilans HAIs di RS PB Charitas Belitang
1. Andreas meliputi surveilans Infeksi saluran kemih, Infeksi Luka Infus.
2. Hanna meliputi surveilans infeksi daerah operasi

XII. PENCEGAHAN INFEKSI


A. Infeksi Daerah Operasi Operasi (IDO)
1. Rumah sakit melakukan upaya pencegahan infeksi daerah operasi dengan
menerapkan kewaspadaan standar
2. Rumah sakit mewajibkan prinsip sterilitas dalam upaya pencegahan infeksi
daerah operasi
3. Petugas diwajibkan menerapkan bundle infeksi daerah operasi dalam
mencegah terjadinya infeksi
4. Kegiatan bundle IDO diatur dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap
yang berlaku
B. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
1. Rumah sakit melakukan upaya pencegahan infeksi saluran kemih dengan
menerapkan kewaspadaan standar
2. Rumah sakit mewajibkan prinsip sterilitas dalam upaya pencegahan infeksi
saluran kemih
3. Petugas diwajibkan menerapkan bundle infeksi saluran kemih dalam
mencegah terjadinya infeksi
4. Kegiatan bundle ISK diatur dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap
yang berlaku
C. Infeksi Luka Infus (ILI)
1. Rumah sakit melakukan upaya pencegahan infeksi luka infus dengan
menerapkan kewaspadaan standar
2. Rumah sakit mewajibkan prinsip sterilitas dalam upaya pencegahan infeksi
luka infus
3. Petugas diwajibkan menerapkan bundle infeksi luka infus dalam mencegah
terjadinya infeksi

18
4. Kegiatan bundle ILI diatur dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap
yang berlaku

XIII. PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA YANG RASIONAL


A. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan laboratorium
B. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
1. Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
2. Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
3. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek samping minimal;
4. Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
5. Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
C. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang
ditimbulkan

XIV. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN DAN MATERIAL SEKALI PAKAI


(SINGLE USE YANG DIRE-USE).
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis
Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
A. Alat Medis Sekali Pakai dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil
sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman
digunakan bagi pasien.
B. Alat Medis Sekali Pakai sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit
diperoleh atau sangat mahal harganya
C. Pemrosesan Alat Medis Sekali Pakai yang disterilkan dan digunakan kembali
harus melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian sterilisasi
D. Alat Medis Sekali Pakai yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan
melihat secara visual dan fungsi dari alat / bahan.
E. Daftar Alat Medis Sekali Pakai yang akan digunakan kembali ditentukan oleh
RS.
F. Alat single use yang dire-use yang berlaku di RS Panti Bhaktiningsih Charitas
Belitang : oropharingeal tube, masker nebulizer, masker ambu bag
G. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use tertuang dalam
prosedur tetap.

19
H. Adanya form daftar monitoring dan evaluasi alat single use yang dire-use.
I. Untuk peralatan atau bahan medis (jarum, benang jahit dan yang sejenisnya)
yang tercetak tanggal kadaluarsa dan habis masa berlaku pemakaian dapat
digunakan ulang dengan cara disterilkan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
J. Obat dan cairan infus yang kadaluwarsa tidak dapat digunakan dan dikumpulkan
untuk dilakukan pemusnahan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

XV. OBAT DAN PERALATAN KADALUWARSA


A. Obat dan peralatan kadaluwarsa adalah obat dan peralatan yang sudah melewati
masa kadaluwarsa yang dicantumkan oleh pabrik pada kemasan.
B. Petugas membuat daftar obat dan peralatan yang mendekati masa kadaluwarsa
dan rusak.
C. Daftar diperiksa oleh kepala ruangan masing – masing.
D. Obat dan peralatan kadaluwarsa ditarik ditarik dikembalikan ke gudang farmasi
untuk dimusnahkan instalasi farmasi.
E. Untuk obat dan masa kadaluwarsa kurang dari tiga bulan dikembalikan ke
gudang farmasi untuk diretur ke distributor.
F. Untuk obat dan masa kadaluwarsa kurang dari enam bulan diberi label stiker
FEFO (First Expired First Out)
G. Kegiatan pemusnahan berkoordinasi dengan sarana umum dengan penggunaan
incenerator dan dibuat berita acara pemusnahan.
H. Pemusnahan diketahui dan dilaporkan ke direktur.

XVI. PENGELOLAAN MAKANAN


A. Penerimaan Bahan makanan
Suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan/ penelitian, pencatatan dan pelaporan
tentang macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai
dengan pesanan serta spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan dari
Rumah Sakit. Syarat penerimaan bahan makanan
1. Petugas Penerimaan bahan makanan
a. Petugas penerimaan tidak menderita penyakit kulit, penyakit menular,
scabies ataupun luka bakar

b. Bersih diri, pakaian dan seluruh badan

20
c. Mengetahui proses kerja penerimaan bahan makanan yang benar dan
tepat

d. Mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi serta


standar prosedur operasional penerimaan bahan makanan

e. Petugas pengolahan Memakai APD yang benar

f. Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan

2. Bahan makanan yangditerima sesuai dengan tabel spesifikasi bahan


makanan, kuantitas dan kualitas yang telah ditetapkan

3. Tersedianya bon pemesanan bahan makanan

4. Tersedianya tabel spesifikasi bahan makanan

5. Tersedianya timbangan penerimaan bahan makanan

B. Penyimpanan Bahan Makanan


Penyimpanan bahan makanan dapat berjalan dengan baik jika sudah
memiliki/memenuhi prasyarat penyimpanan yaitu :
a. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan
kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun
bahan berbahaya lainnya. Seperti ruang bahan makanan kering maupun
basah harus selalu dibersihkan setiap hari, jendela dan sirkulasi udara ruang
penyimpanan bahan makanan kering ditutup strimin, sedangkan ruang
penyimpanan makanan segar harus ditutup rapat.
b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out ( FIFO ) dan
first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih
dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih
dahulu.
c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan
contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari
pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan
tidak lembab.
d. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu +100C.

21
e. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu.
f. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm.
b. Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm.
c. Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan berdasarkan jenis bahan makanan :
1. Penyimpanan bahan makanan kering
a. Bahan makanan harus ditempatkan secara teratur menurut macam
golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan.
b. Menggunakan bahan makanan yang diterima terlebih dahulu (FIFO =
First In First Out) dan expired terlebih dahulu (FEFO = first expired
first out). Untuk mengetahui bahan makanan yang diterima diberi
tanggal penerimaan.
c. Pemasukan dan pengeluaran bahan makanan serta berbagai pembukuan
di bagian penyimpanan bahan makanan ini, termasuk kartu stok bahan
makanan harus segera diisi tanpa ditunda, letakan pada tempatnya,
diperiksa dan diteliti secara kontinyu.
d. Kartu atau buku penerimaan, stok dan pengeluaran bahan makanan,
harus segera di isi dan diletakkan pada tempatnya.
e. Gudang dibuka pada waktu yang telah ditentukan
f. Semua bahan makanan ditempatkan dalam tempat tertutup, terbungkus
rapat dan tidak berlobang. Diletakkan diatas rak bertingkat yang cukup
kuat dan tidak menempel pada dinding.
g. Pintu harus terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta dibuka pada
waktu-waktu yang ditentukan.
h. Suhu ruangan harus kering.
i. Pembersihan ruangan secara periodik 2 kali seminggu.
j. Penyemprotan ruangan dengan insektisida hendaknya dilakukan secara
periodik dengan mempertimbangkan keadaan ruangan.
k. Semua lubang yang ada di gudang harus berkasa, serta bila terjadi
perusakan oleh binatang pengerat, harus segera diperbaiki.

2. Penyimpanan bahan makanan segar.

22
a. Suhu tempat harus sesuai dengan keperluan bahan makanan, agar rusak.
b. Pengecekan terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dan pembersihan
lemari es/ ruangan pendingin dilakukan setiap hari.
c. Pencairan es pada lemari es dilakukan setelah terjadi pengerasan.
d. Semua bahan yang dimasukkan ke lemari/ ruang pendingin sebaiknya
dibungkus plastik atau kertas timah.
e. Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras bersama bahan
makanan yang tidak berbau.
f. Khusus untuk sayuran, suhu penyimpanan harus betul-betul
diperhatikan. Untuk buah-buahan, ada yang tidak memerlukan
pendingin. Perhatikan sifat buah tersebut sebelum dimasukkan dalam
ruang/lemari pendingin

TABEL SUHU PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN


Lama Waktu Penyimpanan
Jenis Bahan Makanan 3 hari atau kurang 1 minggu atau 1 minggu
kurang atau lebih
Daging, ikan, udang dan -5°C s/d 0°C -10°C s/d -5°C < -10°C
olahannya
Telur, Susu dan Olahannya 5°C s/d 7°C -5°C s/d 0°C < -5°C
Sayur, buah dan minuman 10°C 10°C 10°C
Tepung dan biji- bijian 25°C 25°C 25°C
.
C. Persiapan bahan makanan
Dalam persiapan bahan makanan di Rumah Sakit harus memperhatikan beberapa
hal, agar bahan yang yang dipersiapkan dapat disajikan dengan baik untuk pasien
maupun pelanggan.
1. Tenaga penjamah persiapan bahan makanan Instalasi Gizi
Untuk mewujudkan penyehatan perorangan yang layak dalam persiapan
bahan makanan, diperlukan tenaga penjamah makanan yang memenuhi
syarat sbb:
a. Petugas persiapan tidak menderita penyakit kulit, penyakit menular,
scabies ataupun luka bakar
b. Bersih diri, pakaian dan seluruh badan

c. Mengetahui proses kerja persiapn bahan makanan yang benar dan tepat

23
d. Mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi serta
standar prosedur operasional persiapan bahan makanan

e. Petugas pengolahan Memakai APD yang bena

f. Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan

2. Bahan makanan yang dipersiapkan harus bersih dan sesuai dengan tabel
spesifikasi bahan makanan dan kualitas yang telah ditetapkan

3. Menyediakan peralatan yang bersih dan steril pisau, baskom, talenan dll.
Maka harus tersedianya tempat pencucian peralatan masak dan alat pemanas
air untuk mensterilkan peralatan

4. Tersedianya prosedur tetap persiapan bahan makanan seperti : prosedur


persiapan lauk hewani, prosedur persiapan sayur, prosedur persiapan buah,
dan prosedur persiapan bumbu

5. Tersedia standar potongan dan bentuk bahan makanan yang menarik yang
akan disajikan . Agar pasien maupun pelanggan dapat berselera dan tertarik
untuk menghabiskan makanan, hal ini memerlukan keterampilan petugas
persiapan bahan makanan

6. Tersedianya standar porsi dan resep agar dapat menghitung jumlah kebutuhan
makanan yang diperlukan

D. Pengolahan Bahan Makanan


Suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan
yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk di konsumsi. Salah satu syarat
tujuan Pengolahan bahan makanan yang harus diperhatikan adalah Bebas dari
organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh. Maka tenaga penjamah makanan
dan bahan makanan harus memenuhi syarat berikut :
1. Tenaga penjamah pengolahan bahan makanan Instalasi Gizi
a. Petugas pengolahan bahan makanan Tidak menderita penyakit kulit,
penyakit menular, scabies ataupun luka bakar
b. Bersih diri, pakaian dan seluruh badan

24
c. Mengetahui proses kerja pengolahan bahan makanan yang benar dan
tepat
d. Mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi serta
standar prosedur operasional pengolahan bahan makanan
e. Petugas pengolahan harus Memakai APD yang benar
f. Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan
2. Peralatan yang digunakan untuk mengolah harus bersih dan tidak boleh kotor
3. Bahan makanan yang akan diolah harus bersih dan siap untuk diolah
4. Selain itu dibutuhkan juga Pengawasan pada pengolahan :
a. Temparatur
Mengatur besar kecilnya api
b. Waktu
Ketepatan waktu pemasakan agar tercapai tingkat kematangan yang
tepat
c. Rasa
Selain bumbu- bumbu yang perlu, mengontrol penggunaan gula dan
garam. Setiap orang mempunyai kepekaan terhadap rasa manis, asin
dan asam.

Pada pengolahan dalam jumlah yang banyak untuk mempertahankan agar bahan
makanan tidak hancur, tingkat kematangan merata, mencegah kontaminasi bahan
terhadap mikroorganisme pembusuk, maka ada beberapa cara pengolahan bahan
makanan perlu dilakukan yaitu dapat dilihat pada tabel, sebagai berikut :

Tabel
Cara pengolahan Bahan Makanan
No Cara Pengolahan Pengertian Contoh
1. Merebus Memasak dalam air mendidih dengan api Sup, Sayur Asem,
besar maupun sedang sampai bahan Sayur Lodeh,
makanan terendam dengan air mendidih Gulai, Semur
2. Mengukus Memasak dengan uap air. Bahan dapat Pepes, Botok
diletakkan langsung pada alat pengukus
atau ditempatkan didalam wadah atau
dibungkus kemudian diletakkan dikukusan.
3. Menumis Memasak dengan memanfaatkan cairan Daging Ungkep,

25
bahan makanan sendiri dengan Oseng Tempe,
menambahkan sedikit minyak atau air. Capcay Goreng
4. Memanggang Memasak dan membuat bahan berwarna Ayam Panggang,
kecoklatan dengan mengolesi sedikit Ikan Panggang
minyak.
5. Mengoven Memanggang dalam oven dengan suhu Roti, Cake
tertentu sesuai kebutuhan.
6. Menggoreng Memasak cepat dalam minyak panas Tahu Isi,
sampai bahan makanan berubah warna Pergedel, ayam
kecoklatan. goreng, ikan
goreng

E. Penyajian Bahan Makanan


Penyajian makanan adalah rangkaian akhir penyelenggaraan makanan. Makanan
yang disajikan adalah makanan yang siap dan baik untuk disantap dan harus
sesuai dengan tata cara penyajian yang baik dan prosedur yang telah ditetapkan
seperti
1. Petugas penyaji bahan makanan Instalasi Gizi
a. Petugas penyajian bahan makanan Tidak menderita penyakit kulit,
penyakit menular, scabies ataupun luka bakar
b. Bersih diri, pakaian dan seluruh badan
c. Mengetahui proses kerja penyajian bahan makanan yang benar dan tepat
d. Mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi serta
kebijakan standar prosedur operasional penyajian bahan makanan
e. Petugas pengolahan harus Memakai APD yang benar
f. Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan
2. Peralatan yang penyajian makanan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Permukaan utuh (tidak cacat), dan mudah dibersihkan

b. Lapisan permukaan tidak mudah rusak akibat dalam asam/basa, atau


garam-garaman yang lazim dijumpai dalam makananTidak terbuat dari
logam berat yang dapat menimbulkan keracunan, misalnya timah hitam
(Pb), Arsenium (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadium (Cd) dan
Antimony(Stibium)

26
c. Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi makanan harus tertutup.

d. Peralatan penyajian tidak boleh patah dan kotor.

F. Distribusi Bahan Makanan


Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai
dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani (makanan biasa
maupun makanan khusus). Ada beberapa persyaratan dan kebijakan didalam
pendistribusian bahan makanan yaitu
1. Tersedianya tenaga pramusaji
Tenaga pramusaji bertugas untuk menyalurkan makanan ke pasien. Petugas
pramusaji juga harus memenuhi beberapa persyaratan :
a. Petugas pramusaji tidak menderita penyakit kulit, penyakit menular,
scabies ataupun luka bakar
b. Bersih diri, pakaian dan seluruh badan
c. Mengetahui proses kerja distribusi bahan makanan yang benar dan tepat
d. Mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi serta
standar prosedur operasional distribusi bahan makanan
e. Peralatan yang digunakan untuk pendistribusian seperti harus bersih dan
tidak boleh kotor
f. Petugas pengolahan harus Memakai APD yang benar
g. Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan

2. Pengangkutan makanan

Alat pengangkut / roda / kereta makanan dan minuman harus tertutup


sempurna, dibuat dari bahan kedap air, permukaannya halus dan mudah
dibersihkan, pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia
udara untuk ruang gerak. Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan
jalur untuk mengangkut bahan atau barang kotor.
3. Ada peraturan pengambilan makanan.
Tabel 9
Jadwal Pengambilan Makan Pasien dan Karyawan
Jadwal Pengambilan Makan Pasien Jadwal Pengambilan Makan Karyawan
Pemberian Waktu Pemberian Waktu
Makan Pagi 06.30 WIB Snack Pagi 10.15 WIB

27
Selingan Pagi 09.00 WIB Makan Lembur Sore 14.00 WIB
Makan Siang 11.30 WIB Snack Sore 15.30 WIB
Selingan Sore 15.00 WIB Dinas Malam 17.30 WIB
Makan Sore 17.00 WIB

G. Penanganan Peralatan Makan pasien


Penanganan peralatan makan pasien tidak sepenuhnya dilakukan di dapur sentral
tetapi seperti pencucian dan pensterilan alat makan pasien dilakukan di pantry
bangsal. Dan diangkut menggunakan alat pengangkut (troelly) dengan keadaan
tertutup menuju dapur sentral.

H. Penyimpanan Sampel Makanan


1. Bahan makanan yang telah diolah diambil sampelnya minimal 200 gram.
2. Petugas memasukkan sampel makanan dalam plastik kecil dan diberi label /
keterangan nama masakan dan tanggal distribusi dan dijadikan satu untuk
setiap kali distribusi.
3. Petugas menyimpan sampel makanan di dalam lemari pendingin dengan suhu
< 4 0C selama 3 x 24 jam.
4. Petugas menyusun sampel makanan berdasarkan tanggal penyimpanan.
Sampel yang paling lama, diletakkan paling atas.
5. Setelah 3 hari sampel makanan dibuang.

Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan


minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
a. Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien,
pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur
pelayanan instalasi gizi dan pedoman higiene sanitasi makanan agar terhindar dari
pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan
b. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu
penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
c. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan pemeriksaan kesehatan
dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Tim K3 RS.

28
d. Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala selama
6 (enam) bulan sekali
e. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan wajib melaksanakan
kewaspadaan isolasi standar.
f. Dilakukan monitoring dan evaluasi secara terbuka oleh tim PPI RS PB Charitas
Belitang .
g. Hasil evaluasi didesiminasikan ke pihak manajemen dan ruangan dan tim PPI RS
akan memberikan rekomendasi tentang hasil analisa data tersebut.

XVII. PENGONTROLAN PERMESINAN


A. Dapur
Suhu di lemari pendingin yang berada di dapur harus sesuai dengan ketentuan
untuk penyimpanan daging. Bila suhu sudah berubah atau tidak sesuai dengan
rata- rata suhu segera dilaporkan ke bagian pemeliharaan.
B. Kamar cuci
1. Mesin cuci yang ada di kamar cuci harus diisi air dengan menyisakan ¼
bagian dari mesin cuci.
2. Mesin cuci infeksius dan non infeksius dipisahkan.
3. Khusus mesin cuci dibersihkan dengan desinfektan tiap kali selesai digunakan
C. Sanitasi
1. IPAL
a. Air yang dihasilkan dari pengolahan mesin IPAL selalu diperiksa ke
BTKL Palembang setiap 3 bulan sekali.
2. Incenerator
a. Sebelum pembakaran incenerator dibersihkan dan diletakkan dalam
wadah khusus limbah B3
b. Sebelum digunakan, incenerator dipastikan bisa berfungsi optimal
dengan memeriksa kesiapan alat incenerator
D. Sterilisasi
1. Mesin Sterilisasi selalu dioperasikan dengan sesuai ketentuan distributor.
2. Bila terjadi kerusakan seperti ketentuan suhu yang tidak tepat maka segera
dilakukan perbaikan melalui bagian pemeliharaan.

29
XVIII. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI RS
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh bagian
Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) RS bekerjasama dengan Tim PPI RS untuk
menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta didik dan
karyawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI RS, khususnya
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
A. Seluruh petugas yang bekerja di RS wajib mengikuti pelatihan dasar PPI.
B. Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPI
RS
C. Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberikan materi orientasi PPI RS.
D. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian
Diklat bersama Tim PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar
perencanaan program selanjutnya.

XIX. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN.
A. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru
masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah.

XX. PENGKAJIAN RESIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI DAN RENOVASI DI


RUMAH SAKIT
A. Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap
kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
B. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus
mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip -
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
C. Pengkajian resiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk
Assesment (ICRA).
D. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS melakukan pengkajian resiko
infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian sarana umum rumah sakit
dan K3 RS.

XXI. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN

30
A. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:
1. Peralatan Kritikal / resiko tinggi : adalah peralatan medis yang masuk ke
dalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh instrumen bedah.
Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
2. Peralatan semikritikal / resiko sedang : adalah peralatan yang kontak dengan
membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi
disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
Contoh oropharingeal airway (OPA)
3. Peralatan Nonkritikal / resiko rendah : adalah peralatan yang kontak dengan
permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai,
perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi
tingkat sedang sampai tingkat rendah. Contoh Ambubag dan masker
nebulizer.
B. Disinfeksi lingkungan rumah sakit
1. Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan disinfektan rendah.
2. Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan
dengan desinfektan tingkat menengah.
C. Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
1. Untuk mengepel/membersihkan lantai dan WC menggunakan : lysol
2. Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan
Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
3. Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan
disinfektan rendah
D. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah / cairan tubuh:
menggunakan disinfektan Chlorine 0.05%
Cairan desinfektan yang digunakan di RS Panti Bhaktiningsih
NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Ethil alkohol, poly Stero bac Antiseptik kulit
hexamethylene biguanide
2 Chlorhexidine 2% First Aid Antiseptik kebersihan
tangan ruang perawatan,
antiseptik kulit pre operasi
3 Povidone Iodine 7.5% Bethadine Antiseptik kulit dan luka
Solotion Operasi

31
4 Chlorin So Klin - Disinfektan tumpahan darah dan
cairan tubuh lainnya.
5 Gluteraldehyde 3.4% Steranios 2%, High level desinfektan
Stabimed
6 Ethanol Lysol Low level Disinfeksi

XXII. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,


KELUARGA DAN PENGUNJUNG.
A. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah
kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
B. Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPI RS.
C. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS Panti Bhaktiningsih
dikoordinasi oleh Tim PPI RS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat
inap.
D. Masing – masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, Gizi ,Farmasi dll )
maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll ) pasien ,keluarga dan
pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan danpengendalian infeksi.
E. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Panti Bhaktiningsih harus
mentaati peraturan yang ada di RS Panti Bhaktiningsih sesuai dengan peraturan
tata tertib pasien.
F. Buku Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dan
Fasilitas Lainnya Tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat
Pelindung Diri ( APD ) di fasilitas kesehatan
G. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Fisioterapi,
Pekarya, Gizi dll) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
H. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit menjadi salah satu
tanggung jawab pasien, keluarga dan pengunjung.
I. Anak-anak di bawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien
J. Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus menyediakan
fasilitas wastafel, tempat sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa
(handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.

32
XXIII. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
A. Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah Sakit Panti
Bhaktiningsih perlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
B. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di
rumah sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan
untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
C. Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat
dari surveilans diolah oleh Tim PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dan tindak
lanjut, dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit, dan
bahan komunikasi dengan bagian yang terkait.
D. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur dengan
melihat kecenderungan peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan
berturut-turut. Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu
pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
E. Penanganan KLB Infeksi RS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu
oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Tim PPIRS. Selama terjadi
KLB, Petugas Ruangan / Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus
berkoordinasi secara intensif dengan Tim PPI Rumah Sakit untuk menangani
KLB tersebut.
F. Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Tim PPIRS bersama IPCN /
IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
1. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans
Infeksi Rumah Sakit.
2. Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang
bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi diagnosis
infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis Infeksi RS dan mengkonfirmasi
sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi terhadap
kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan kemungkinan
penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau
memutuskan rantai penularan.
3. Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
a. Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.

33
b. Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi untuk
dibiakkan dan antibiogram.
c. Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan
laboratorium pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas Bahan
Menular”
4. Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan
klarifikasi – klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya
pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar.
G. Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Tim PPIRS
menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS.
H. Untuk menanggulangi KLB Tim PPIRS berkoordinasi dengan Kepala Bidang
Pelayanan Medik, Tim K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, instalasi
sterilisasi, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.
I. Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang
telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
J. Agar KLB Infeksi RS tidak meluas, Tim PPI bersama IPCLN dan perawat
ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
1. Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang
benar dan tepat.
2. Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain
sesuai indikasi.
3. Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
4. Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang
sama-sama terinfeksi / kohorting dan menentukan staf yang akan memberikan
penanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
5. Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk mengisolasi
ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh
infeksi.
6. Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Isolasi Standar.
7. Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
K. Tim PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah
diambil terhadap data atau informasi KLB.
L. Tim PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil
diatasi.

34
M.Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
N. Tim PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru.

XXIV. PEMERIKSAAN KULTUR DAN SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN


RUMAH SAKIT
A. Swab dilakukan 1 kali setahun untuk area kritis (zona resiko tinggi dan sangat
tinggi) di Andreas, kamar bedah, dan neonatus.
B. Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
C. Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit.
D. Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang terjadi ILI dan IDO.
E. Kultur dilakukan jika ada curiga kasus ILI dan IDO.
F. Khusus pemeriksaan kultur bahan dikirim ke laboratorium yang mempunyai
fasilitas yang lebih lengkap (Labkesda) dengan persetujuan keluarga.

XXV. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PEMULASARAN


JENAZAH
A. Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:
1. Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan
Standar.
2. Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang ingin
melihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga harus
menerapkan Kewaspadaan Standar.
3. Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang sesuai
4. Penanganan jenazah dengan penyakit menular dan tidak menular
dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
B. Perawatan jenazah di kamar jenazah:
1. Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar melakukan
kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yang sesuai dengan
resiko pajanan sekret / cairan tubuh pasien.
2. Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan formaldehide dilakukan
sesuai prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.
3. Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang meninggal
akibat penyakit menular, kecuali permintaan keluarga setelah

35
menandatangani inform consent / persetujuan dengan tetap memperhatikan
kewaspadaan isolasi standar.
4. Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan, merapikan
rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur) harus dilakukan
dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.
5. Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib dilakukan
dekontaminasi.
C. Pemeriksaan post-mortem:
1. Pemeriksaan post-mortem dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan
Standar.
2. Jumlah petugas harus dibatasi seminimal mungkin.
3. Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi memadai.
4. Tersedia APD yang sesuai dengan resiko pajanan.
D. Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan
Pengelolaan Kamar Jenazah.
E. Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
F. Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera mungkin,
tidak melebihi batas waktu 4 jam.
G. Rumah sakit menyediakan ruang transit jenazah untuk jenazah yang akan
langsung dibawa pulang keluarga tidak lebih dari 2 jam setelah dinyatakan
meninggal oleh dokter penanggung jawab pasien.
H. Untuk jenazah dari luar yang dititipkan di kamar jenazah dianggap sebagai
jenazah dengan penyakit menular. Keluarga wajib mengisi formulir berkas
penitipan jenazah sesuai dengan protap yang berlaku dan wajib mengikuti
peraturan yang ada di rumah sakit.
I. Petugas wajib memperlakukan jenazah titipan sebagai jenazah dengan penyakit
menular dengan tidak meninggalkan prinsip kewaspadaan isolasi standar.

XXVI. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI /


RENOVASI RUMAH SAKIT
A. Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara,
tingkat kebisingan .

36
B. Melakukan edukasi (pemasangan rambu atau gambar di area renovasi) kepada
petugas, pengunjung dan pasien.
C. Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan,
termasuk dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi beresiko tinggi.
D. Melakukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area beresiko
tinggi sebelum ruangan digunakan.

XXVII. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BAYI


A. Ruangan / Lingkungan
1. Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan disinfektan
2. Ruangan di bongkar satu kali dalam seminggu
3. AC dibersihkan setiap satu bulan sekali
4. Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali
5. Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit
6. Di Rumah Sakit Panti Bhaktiningsih bayi sehat ditempatkan di kamar bayi
di ruangan kamar bersalin
7. Untuk bayi sakit ditempatkan di ruang neonatus di bangsal perawatan
anak.
8. Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 – 24 °C & 45 -60%,
sedangkan untuk kamar bayi sakit : 22 – 24 °C & 35 – 60 %
B. Peralatan
1. Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan
setiap hari dengan kain lembab memakai detergen dan air bersih
2. Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari
3. Inkubator bayi dibersihkan setiap hari dengan cairan desinfektan dan air
humidifier dikosongkan bila inkubator tidak dipakai.

C. Persyaratan di kamar bayi


1. Petugas
a. Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan /
memberi susubayi, dari toilet, dll
b. Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis &
Varicella.
c. Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.

37
d. Perawat yang merawat bayi sehat tidakboleh merawat bayi sakit.
e. Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka
bayi saat memberi susu bayi.
f. Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
2. Ibu yang menyusui di kamar bayi
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
b. Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
c. Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka
pada botol harus ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan
ASI.
3. Bayi
a. Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
b. Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir
sedangkan bayidengan riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan
immunisasi pasif.
c. Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus
tali pusat.
d. Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan
tidak ditutup dengan kassa.
e. Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan
dibuka saat diberi susu.
f. Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan
ditempat yang sudah disediakan.

XXVIII. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR


BERSALIN
A. Pencegahan standar
1. Baju / gaun pelindung dan sarung tangan harus digunakan pada semua
prosedur yang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk
juga kebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.
2. Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
3. Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuang ke
dalam container yang telah tersedia.

38
4. Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan ke dalam kantong berwarna
kuning.
5. Staff yang mempunyai lesi / luka terbuka atau goresan pada tangan mereka
harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan
sarung tangan saat menangani persalinan.
6. Staff yang bekerja di kamar bersalin harus ikut dalam program vaccinasi
Hepatitis B.
7. Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang ke
dalam kantong plastik kuning.

B. Persyaratan di kamar bersalin


1. Petugas kamar bersalin
a. Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle, apron, topi)
sebelum menolong persalinan.
b. Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.
c. Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
2. Pasien
a. Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
b. Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
c. Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi)
3. Bayi
a. Perawat / bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD
lengkap.
b. Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
c. Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi
alkohol70%/povidine iodine 7.5% pada ujung tali pusat.
d. Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air
hangat.
C. Lingkungan
1. Ruang Bersalin
a. Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai
tindakan.
b. Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada
tindakan/persalinan.

39
c. Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan
menggunakan desinfektan chlorine.
d. Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan
disinfektan rendah setiap selesai digunakan.
2. Alat dan linen
a. Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk
menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim
ke instalasi sterilisasi.
b. Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan
lihat tanggal kadaluarsa.
c. Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya
sesuai dengan keperluan saat itu.
d. Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila
terkena darah
e. Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.
f. Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke dalam
kantong plastik warna kuning.

D. Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah–
Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena ibunya
positif terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harus
dilakukan:
1. Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
2. Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari transmisi baik
janin maupun ibu.
3. Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu
dibersihkan.
4. Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk
imunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
5. Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hati – hati sehingga semua
darah menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang di

40
plastik warna kuning atau dibersihkan sehingga semua yang mengandung
protein terangkat. Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa
ditangani dengan normal, tidak perlu diambil tindakan pengisolasian.
6. Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.

XXIX. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH


A. Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien,
petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.

B. PPI di Kamar Bedah meliputi :


1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan
menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir, atau
handsrub. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar bedah oleh
setiap petugas kamar bedah sesuai dengan kebijakan kebersihan tangan di
Rumah Sakit Panti Bhaktiningsih
a. Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar bedah
berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib dilaksanakan
(standar WHO) dan enam langkah prosedur.
b. Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %, dengan
enam langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.
2. Alat Pelindung Diri (APD)
a. Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
b. Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
c. Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi darah,
cairan tubuh, sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit
yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
d. Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.
e. Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti dengan
masker baru pada saat akan operasi berikutnya.
f. Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril
g. Kenakan gaun steril untuk tindakan operasi

41
h. Kenakan gaun bersih tidak steril untuk melindungi kulit dari kontaminasi
dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan /merawat pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuh pasien.
i. Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan diganti
setiap kali selesai operasi.
j. Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong bolong.
k. Gunakan pelindung kaki saat melakukan operasi.
C. Penanganan peralatan perawatan pasien
1. Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat dipergunakan
dan dilakukan oleh petugas terlatih.
2. Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada penderita TB
yang dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
D. Pembersihan lingkungan
1. Menggunakan cairan desinfektan untuk pembersihan sesuai dengan kebijakan
RS
2. Tempat tidur / kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan menggunakan
clorin 0,5 % atau desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah Sakit
3. Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning, benda
tajam masuk ke dalam box safety kemudian dibakar di incenerator, ,sampah
umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.
4. Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan
menggunakan spill kit yang tersedia sesuai dengan prosedur yang berlaku.
E. Pasien
1. Pasien mandi dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi untuk
operasi elektif.
2. Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum operasi
dengan menggunakan clipper bukan razor.
3. Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum, selama pasien
dan sesudah pasien operasi.
4. Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung masuk
kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan kamar operasi.
Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien dipindah ke kamar operasi

42
5. Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya di ruang kamar operasi / ruang
anastesi, tidak boleh di ruangan pemulihan.
F. Petugas
1. Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
2. Memberikan motivasi kepada petugas.
3. Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
4. Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
5. Petugas yang menderita penyakit menular dilarang untuk bekerja di kamar
bedah.

XXX. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK


GIGI
A. Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
1. Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
3. Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang
terluka maupun utuh atau mukosa
4. Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
B. Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme patogen.
1. Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap
2. Perlindungan diri :
a. Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat
pasien, hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan rambut serta
hindari memegang luka atau abrasi.
b. Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.
c. Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien
dengan chlorhexidine 2 %.
3. Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.
4. Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan :
a. Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat
memeriksa pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan, sarung
tangan steril digunakan pada saat melakukan tindakan bedah, sarung
tangan rumah tangga digunakan pada saat membersihkan alat/permukaan
kerja atau bila menggunakan bahan kimia.

43
b. Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris yang
diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi.
c. Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran
pernafasan atas maupun bawah.
C. Sterilisasi instrumen :
1. Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris
organik, darah dan saliva
2. Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi
3. Proses sterilisasi dilakukan di poli gigi.
4. Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus
5. instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam
waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
D. Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujung
alat three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepala
dengan plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
E. Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, penutup
permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampah
infeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan ke
dalam tempat sampah benda tajam.
F. Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi jumlah
oral mikroorganisme rongga mulut
XXXI. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)
A. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun
eksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik /bukti
ilmiah yang diakui).
B. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking
eksternal).
C. Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit
lokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang
terbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
D. Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara
tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan
surveilans tahunan (benchmarking eksternal).

44
E. Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan
dalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

XXXII. RISK MANAGEMENT PPI


A. Setiap gugus tugas melakukan pengkajian resiko PPI di masing-masing ruangan.
B. Pengkajian didasarkan pada managemen resiko.
C. Dilakukan analisis managemen resiko PPI oleh IPCN bersama Tim PPI.
D. Tim PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPI Rumah Sakit
Panti Bhaktiningsih.
E. Dengan manajemen resiko maka untuk pengadaan peralatan yang akan digunakan
rumah sakit harus melibatkan tim PPI.
F. Manajemen resiko PPI juga terkait kejadian KLB

XXXIII. PEMERIKSAAN KESEHATAN KARYAWAN


A. Karyawan yang dilakukan pemeriksaan kesehatan merupakan karyawan yang
beresiko tinggi menularkan infeksi kepada pasien
B. Karyawan yang beresiko seperti dalam point (A) adalah karyawan bagian IGD,
Rawat jalan, Rawat Inap, OK, Gizi, Staf Medis, Laboratorium, Radiologi
C. Pemeriksaan kesehatan karyawan, spesifikasi yang di periksa adalah :
1. Pemeriksaan Rectal swab prioritas adalah karyawan bagian gizi
2. Pemeriksaan HbsAg prioritas adalah karyawan di ruang perawatan,
IGD,OK,Kebidanan
3. Pemeriksaan Radiologi Thorax prioritas adalah perawatan, registrasi
D. Proses pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan oleh Tim K3 RSPB
E. Karyawan yang dalam pemeriksaan ditemukan penyakit, maka dilakukan tindakan
baik itu pengobatan maupun imunisasi sesuai dengan program K3
F. Evaluasi program kesehatan karayawan dilakukan setiap tahun sekali

XXXIV. PRAKTEK LUMBAL PUNKSI


Tindakan lumbal punksi dilakukan dengan memperhatikan indikasi yang terjadi pada
pasien yang akan dilakukan lumbal punksi.
A. Klinisi yang melakukan tindakan lumbal punksi atau anaestesi spinal harus
memperhatikan Alat Pelindung Diri yang maksimal sebelum melakukan tindakan
lumbal punksi atau anaestesi spinal.
B. Tindakan lumbal punksi bisa dilakukan di ruangan rawat inap ataupun kamar
bedah dengan menerapkan sistem steril.

45
C. Tindakan lumbal punksi tidak dilakukan pada saat terjadi kontra indikasi yang
akan membahayakan keselamatan jiwa pasien.
D. Pasien yang akan dilakukan tindakan lumbal punksi harus mendapatkan
penjelasan mengenai indikasi, kontra indikasi serta efek samping yang akan
terjadi dan menandatangani inform consent / persetujuan tindakan.
E. Bila tindakan lumbal punksi dilakukan pada pasien rawat jalan, maka pasien
diharuskan untuk tetap sementara tinggal di rumah sakit untuk melihat reaksi
komplikasi yang terjadi.

Belitang , 10 Januari 2015


Ketua Tim PPI

dr. Sr. M. Patricia FCh

46

Anda mungkin juga menyukai