Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Rinolit dianggap sebagai suatu benda asing tipe khusus yang biasanya
diamati pada orang dewasa. Garam-garam tak larut dalam sekret hidung
membentuk suatu massa berkapur sebesar benda asing yang tertahan lama atau
bekuan darah. Sekret sinus kronik dapat mengawali terbentuknya masa seperti itu
di dalam hidung. .15
Rinolit adalah batu seperti benda keras yang ditemukan di dalam rongga
hidung. Rinolit juga dianggap sebagai suatu benda asing tipe khusus yang
biasanya ditemukan pada orang dewasa. Biasanya terbentuk oleh benda asing dari
luar tubuh, bakteri, pus, darah, mukus atau krusta.1,2
Pemadatan ini biasa terjadi di rongga hidung perempuan dibandingkan
pada pria. Hal ini juga mungkin terjadi di nasofaring meskipun jarang. Biasanya
hampir selalu tunggal dan unilateral. Massa ini berbentuk seperti bola yang
irregular.1,
Permukaan rinolit seperti murbei, mungkin berwana abu-abu.
Konsistensinya dapat lunak sampai keras dan rapuh. Rinolit ini terutama terbuat
dari fosfat dan kalsium karbonat. Kadang-kadang juga dibentuk oleh magnesium
fosfat, natrium klorida dan magnesium karbonat. Garam ini berasal dari sekresi
mukous hidung, air mata, dan eksudat inflamasi.1
Rinolit terdiri dari dua jenis: rinolit eksogen dan rinolit endogen.
Gumpalan darah, gigi ektopik, dan fragmen-fragmen tulang adalah contoh materi
endogen. Bahan eksogen yaitu termasuk biji buah, bahan tanaman, manik-manik,
kapas, dan bahan cetak gigi.1

1
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI HIDUNG

Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian
bagiannya dari atas ke bawah iaitu pangkal hidung (bridge), batang hidung
(dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares
anterior).1

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os
nasal), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang
kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor
dan tepi anterior kartilago septum.1

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke


belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan
lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum
nasi dengan nasofaring.6 Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala
nasi, tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi
oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang
(vibrise).1,2

Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian
tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi
oleh mukosa hidung.1
3

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling
bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih
kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini
biasanya rudimenter.1,2

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung. Terdapat meatus yaitu


meatus inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara
(ostium) duktus nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal,
sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara
sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.1,2

Gambar 1. Anatomi hidung tampak lateral dan medial 1

Vaskularisasi:
Bagian atas rongga hidung divaskularisasi oleh arteri etmoidalis anterior
dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis
interna.1 Bagian bawah rongga hidung divaskularisasi oleh cabang arteri
maksilaris interna, diantaranya arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina.
Arteri sfenopalatina keluar dari foramen sfenopalatina dan memasuki rongga
hidung di belakang ujung posterior konka media.1
4

Bagian depan hidung divaskularisasi oleh cabang-cabang a. fasialis. Pada


bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a.
etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus
kiesselbach (little's area).1
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arteri. Vena divestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena
di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.1

Gambar 2. Vaskularisasi hidung 1

Inervasi:
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior yang merupakan cabang n. nasosiliaris yang bersal dari n.
oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar terdapat persarafan sensorik
5

dari nervus maksilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini menerima


serabut sensoris dari n. maksilaris, serabut parasimpatis dari n. petrosus
superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di ujung posterior konka
media.1
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribrosa dari pemukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1

Gambar 3. innervasi hidung 1

Fisiologi Hidung:
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasalis adalah:2
1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring
udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan
mekanisme imunologik lokal,
6

2. Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius.


3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara
dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang,
4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma dan pelindung panas, dan
5. Refleks nasal, dimana mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang
berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan yang
dapat menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti, rangsang bau tertentu
akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

1. DEFINISI

Rhinolith berasal dari bahasa Yunani ‘Rhino’ yang artinya hidung dan
‘lithos’ yang artinya batu.3 Rhinolith, sesuai dengan pengertian tersebut,
merupakan hasil proses lithiasis atau timbunan batu pada hidung.4 Rhinolith
adalah massa yang terbentuk dari mineral-mineral yang tidak larut di kavum nasi.
Rinolit adalah batu seperti benda keras yang ditemukan di dalam rongga
hidung.Rinolit juga dianggap sebagai suatu benda asing tipe khusus yang biasanya
ditemukan pada orang dewasa. Biasanya terbentuk oleh benda asing dari luar
tubuh, bakteri, pus, darah, mukus atau krusta.3,4

2. EPIDEMIOLOGI

Kasus pertama Rhinolithiasis pertama kali dilaporkan pada tahun 1654


oleh Barthdinin.4 Polson melaporkan seri terbesar dalam sejarah terdiri dari 495
kasus. Namun, laporan kasus rhinolith masih tetap relatif jarang dalam literatur.
Insidensnya adalah 1 dalam setiap 10.000 pada pasien rawat jalan otolaryngo.
Walaupun anak-anak merupakan mayoritas pasien dengan berbagai jenis benda
asing hidung, rhinolith dapat terlihat pada pasien dari semua kelompok umur
terutama pada orang dewasa muda.5 Biasanya usia rentan untuk diagnosis adalah
antara 8 sampai dengan 25 tahun dan lebih banyak pada perempuan daripada laki-
laki.6
7

3. ETIOLOGI

Rhinolith diyakini dibentuk oleh pengendapan inti magnesium, zat besi,


kalsium dan fosfor, yang didapat dari intranasal endogen atau bahan asing
eksogen. Kalsifikasi benda asing di hidung dulunya dikenal dengan rhinolith palsu
(false rhinoliths) atau rhinolith benar (true rhinoliths). Saat ini, istilah-istilah ini
telah digantikan oleh eksogen dan endogen, tergantung apakah ada atau tidak ada
inti. Inti pusat eksogen, yang berdasarkan benda asing di hidung biasanya telah
ditempatkan selama masa kanak-kanak, yang paling umum adalah nidus. Benda-
benda asing biasanya seperti manik-manik, kancing, penghapus, biji buah-buahan,
fragmen dari kayu atau tulang, pasir, potongan kertas, dan tahanan nasal packing.
Rhinolith endogen adalah bahan-bahan yang dikembangkan yang berasal di
sekitar tubuh sendiri misalnya, gigi ektopik, fragmen tulang, bekuan darah yang
mengering di rongga hidung, dan lendir mengeras. Sekitar 20% dari rhinolith
berasal dari materi endogen.3,5,7,8

4. PATOGENESIS

Meskipun patogenesis tidak jelas, sejumlah faktor dianggap terlibat dalam


pembentukan rhinolith ini yaitu dengan masuknya benda asing dalam rongga
hidung kemudian terjadi pemadatan, peradangan akut atau kronis, obstruksi
terjadi akibat terhalangnya dan stagnasi mukus, serta pengendapan garam-garam
mineral.9 Masuknya benda asing dalam hidung menyebabkan terjadinya inflamasi
akut atau kronik dari mukosa hidung. Kemudian, sekret hidung menjadi bau
karena memiliki kandungan kalsium dan / atau magnesium yang tinggi. Adanya
obstruksi mekanik dari benda asing juga mengakibatkan terhambatnya pengaliran
dari pus dan mukus. Sekresi tersebut harus terpapar dengan aliran udara dalam
hidung untuk memusatkan pus dan mukus yang menyebabkan terbentuknya
endapan garam-garam mineral. Perkembangan dan progresifitasnya terjadi
bertahun-tahun.7

Pada umumnya rhinolith terdiri dari 90% bahan anorganik, dengan sisa 10%
yang terbuat dari bahan organik dimasukkan ke dalam lesi dari sekret hidung.5
Garam-garam yang tidak larut dalam sekret hidung membentuk suatu kalsifikasi
8

sebesar benda asing atau bekuan darah yang tertahan lama. Sekret pada sinusitis
kronik dapat mengawali terbentuknya massa kalsifikasi dalam rongga hidung.
Rhinolith ini terutama terbuat dari fosfat dan kalsium karbonat.Kadang-kadang
juga dibentuk oleh magnesium fosfat, natrium klorida dan magnesium
karbonat.Garam ini juga dapat berasal dari sekresi mukosa hidung, air mata, dan
eksudat inflamasi.9

Gambar 4. Massa keras irreguler dan mukosa yang rapuh pada meatus inferior 9

5. GEJALA KLINIS

Rinolit lebih sering terjadi pada orang dewasa. Sebagian besar ditemukan
pada nares anterior, meskipun beberapa benda asing telah dilaporkan dapat masuk
melalui koana selama muntah atau batuk. Dalam sebagian besar kasus, rinolit
terletak di meatus nasal inferior. Gejala rinolit bervariasi mulai dari yang ringan
dengan keluarnya sedikit sekret atau sumbatan dari salah satu sisi hidung sampai
yang berat dengan perubahan struktur yang hebat. Rinolit yang berukuran kecil
biasanya asimptomatik. Rinolit yang berukuran besar dapat menyebabkan rinore
unilateral, nyeri pada hidung, obstruksi nasal, napas yang berbau busuk (foetor),
epistaksis, pembengkakan pada hidung atau wajah, sakit kepala, sinusitis,
9

anosmia, dan epiphora. Epistaksis dan nyeri neuralgia timbul akibat terjadi
ulserasi pada mukosa sekitarnya.10

Rinolit juga dapat ditemukan di sinus maksilaris, namun ini suatu kejadian
langka. Untuk saat ini, belum ada laporan tentang adanya kalsifikasi benda asing
di salah satu sinus lainnya.10

6. DIAGNOSIS

Anamnesis
Kebanyakan pasien mengeluhkan rhinorrhea yang purulen dan/atau
obstruksi nasal ipsilateral. Gejala lain termasuk bau mulut, epistaksis, sinusitis,
sakit kepala dan, dalam kasus yang jarang terjadi, epiphora.4 Pada beberapa
pasien, rhinolit ditemukan secara tidak sengaja. Paling umum, adanya benda asing
yang telah dilupakan akan tetap di hidung sampai pasien menjadi sadar akan
adanya nasal discharge yang berbau busuk yang terjadi unilateral.5
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior aka tampak massa warna kuning-
keputihan pada cavum nasi, di antara konka dan septum nasi. Massa ini terlihat
keras dan terlihat berpasir pada pemeriksaan. sering rapuh dan dapat terpotong
sewaktu dilakukan pemeriksaan. Kadang-kadang massa ini dikelilingi oleh
granulasi.11

Gambar 5. Rhinolit pada pemeriksaan rhinoskopi anterior 9


9 11
kavum nasi
10

Pemeriksaan Penunjang

1. Endoskopi / rhinoskopi mikroskopis

Pemeriksaan endoskopi /rhinoskopi mikroskopis digunakan untuk


mengidentifikasi benda asing pada tahap awal pengembangan.12

Gambar 6. Gambaran endoskopi rhinolith pada cavum nasi kanan 12

2. Foto polos

Pada pemeriksaan foto polos kepala untuk evaluasi harus mencakup


beberapa proyeksi diambil dari sudut yang berbeda untuk mengevaluasi bentuk,
ukuran, luas, lokasi, dan hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan
foto polos kepala akan tampak massa radioopak yang homogen atau heterogen
dengan ukuran yang bervariasi dan bentuknya tergantung dari asal nidusnya. Jika
batunya memiliki densitas yang rendah maka kemungkinan tidak dapat terlihat
secara radiografi sampai terjadi kalsifikasi. Terkadang densitas batu ini dapat
melebihi densitas tulang di sekitarnya. Untuk evaluasi maka diperlukan beberapa
proyeksi dari sudut yang berbeda agar dapat dinilai bentuk, ukuran, lokasi, dan
hubungan dengan jaringan sekitarnya.12
11

Gambar 7. Foto polos yang menampakkan densitas kalsifikasi irreguler 12

3. CT Scan
Pemeriksaan CT scan kepala dianjurkan karena sensitivitasnya untuk
melihat jumlah kalsifikasi yang berukuran kecil dan juga dapat memberikan
informasi tentang struktur yang berdekatan dan membantu menentukan batas
rinolit dengan struktur sekitarnya yang telah menyatu. Pada pemeriksaan CT scan
kepala tampak massa hiperdens pada cavum nasi, pendesakan dan perluasan pada
tulang sekitarnya.12

Gambar 8. Gambaran CT Scan dari Rhinolith 12


12

7. PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa bertujuan untuk mengatasi keluhan.
Pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri, pemberian dekongestan baik
secara oral maupun sistemik, dan pemberian antibiotik.13
b. Operatif

Operasi pengeluaran rinolit dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi


lokal atau anestesi umum. Jika ukuran batu yang besar, permukaannya ireguler,
dan mengenai konka nasalis inferior sinistra, maka pasien harus menjalani operasi
dengan menggunakan anestesi umum. Rinolit dikeluarkan dengan menggunakan
forsep nasal. Kebanyakan rinolit dapat dikeluarkan melalui nares anterior. Ukuran
massa yang besar perlu dihancurkan terlebih dahulu dan dikeluarkan dalam
bentuk potongan yang kecil. Jika massanya sangat besar, keras, dan
permukaannya ireguler, maka perlu dilakukan lateral rhinotomy.12,14

Gambar 9. Gambaran Rhinolith setelah dikeluarkan 14


13

8. DIAGNOSIS BANDING

a. Adanya gigi pada rongga hidung. Yaitu gigi rahang atas yang tumbuh ke dalam
hidung karena ada yang menghalangi pertumbuhan ke bawah dan jumlah gigi
yang berlebih.15

b. Benda asing lain dalam cavum nasi. Benda asing yang sering ditemukan
biasanya pada anak-anak. Anak-anak cenderungmemasukkan benda-benda kecil
seperti manik-manik, kancing, karet penghapus, kelereng, kacang-kacangan, dan
lain-lain.15

c. Polip nasi. Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa. Keluhan utamanya ialah hidung tersumbat dari ringan sampai berat,
rhinorrhea mulai jernih sampai purulen, hiposmia dan anosmia, dapat disertai
bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai rasa sakit pada daerah frontal, gejala
sekunder yang dapat timbul ialah bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis,
gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 15

10. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat muncul dari adanya rhinolith yaitu berupa


sinusitis yang rekuren, destruksi dari mukosa hidung, fistel oroantal dan oronasal,
deviasi dan perforasi septal, perforasi palatum, destruksi dinding sinus maxillaris,
osteomyelitis frontal dan abses epidural.4
14

BAB III

KESIMPULAN

Rinolit dianggap sebagai suatu benda asing tipe khusus yang biasanya
diamati pada orang dewasa. Garam-garam tak larut dalam sekret hidung
membentuk suatu massa berkapur sebesar benda asing yang tertahan lama atau
bekuan darah. Sekret sinus kronik dapat mengawali terbentuknya masa seperti itu
di dalam hidung.15

Rhinolith berasal dari bahasa Yunani ‘Rhino’ yang artinya hidung dan ‘lithos’
yang artinya batu.3 Rhinolith, sesuai dengan pengertian tersebut, merupakan hasil
proses lithiasis atau timbunan batu pada hidung.4 Walaupun anak-anak merupakan
mayoritas pasien dengan berbagai jenis benda asing hidung, rhinolith dapat
terlihat pada pasien dari semua kelompok umur terutama pada orang dewasa
muda.5 Rhinolith diyakini dibentuk oleh pengendapan inti magnesium, zat besi,
kalsium dan fosfor, yang didapat dari intranasal endogen atau bahan asing
eksogen.

Sejumlah faktor dianggap terlibat dalam pembentukan rhinolith ini yaitu


dengan masuknya benda asing dalam rongga hidung kemudian terjadi pemadatan,
peradangan akut atau kronis, obstruksi terjadi akibat terhalangnya dan stagnasi
mukus, serta pengendapan garam-garam mineral.9 Gejala rinolit bervariasi mulai
dari yang ringan dengan keluarnya sedikit sekret atau sumbatan dari salah satu sisi
hidung sampai yang berat dengan perubahan struktur yang hebat.10

Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Sehingga dari ketiga komponen tersebut dapat diambil
suatu penatalakasaan yang sesuai, yakni dalam kasus ini, Rinolith dapat diterapi
dengan medikamentosa untuk keluhan simptomatik dan terapi defenitif dengan
operasi.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto. D, Mangunkusumo. E, Wardani. RS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan


THT. 6th ed. FKUI. Jakarta:2007. 118-122.
2. Pasha. R, Mark. CS. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Rhinology
and Paranasal Sinuses. Thompson Learning. 1-22.
3. R Bhandari, TR Limbu, A. Ghimire. 2012. Journal of Chitwan Medical
College. Vol 1(2): 65-66. Available online: www.cmc.edu.mp.
4. S. Sonia, K. Harvinder. Rhinolithiasis: A Case Report. 2011. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. Vol-5(4): 856-858.
5. Rhinolith: Penyebab Penting Bau Busuk Akibat Nasal Discharge. Journal
Reading.
6. B. Dimitros, E. Panagiotis, K. Antonis, E. Contantinos. Rhinolithoasis: an
Unusual Cause of Nasal Obstruction. 2002. Vol 40: 162-164.
7. Tan Shi Nee, H. Salina, SHA Primuharsa Putra. Huge Rhinolith in Adult.
2014. Turkish Archieves of Otolaryngology. Vol 52: 148-50.
8. B. Detlef, R. Riemann. The Rhinolith-A Possible Differential Diagnosis
of a Unilateral Nasal Obstruction. 2010. Case Report in Medicine.
Hindawi Publishing Corporation. Vol 2014.
9. Dimple Sahni Dr., Harpuneet Dr. An Unusual and Forgotten Foreign Body
Nose Presenting as Rhinolith. 2013. International Journal of Science and
Research. Vol 4(1): 2468-2470.
10. Ahmed. SF, George. S, Reghnanden. N. A case presentation of large
rhinolith. Oman medical journal 2010, Vol.25.
11. K. Arvind, K. Mallika. Endogenous Adult Rhinolith. 2014. Indian Journal
of Basic and Applied Medical Research. Vol 3: p517-520.
12. Vanderviliet E.J, Vanhoenacker F.M, Hasendonck J.V, Parize
P.M.Rhinolith of the nasal septum. [article]
13. Dincer Kose O,Kose TE, Erdem MA, et al. Large rhinolith causing nasal
obstruction.2015. BMJ Case Rep Published online : 19 february
2015,doi:10.1136/bcr-2014-208260.
14. Balasubramaniam T. Rhinoliths. [internet]. Available:
www.drtbalu.com/rhinoliths.html.
16

15. Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip Hidung. Dalam : Soepardi A, dkk,


editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher.Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. p 97-99.

Anda mungkin juga menyukai