PENDAHULUAN
dalam operasi plastik, yaitu operasi plastik pada hidung, baik rekonstruktif,
restoratif, atau kosmetik. Dengan hidung ciri anatomis tiga dimensi dan
dengan hasil yang diharapkan dan teknik yang salah atau penilaian anatomi
harapan pasien.2
Untuk itu refarat ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui indikasi,
1
BAB II
ANATOMI DAN FUNGSI HIDUNG
2
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum
nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
dengan disebut anterior dan lubang belakang disebut nares anterior dan
lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum
nasi dan nasofaring.3,4,5
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunnyai empat buah dinding, yaitu
dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial hidung adalah
septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang
adalah lamina perpendukularis os etmoid, vomer, kristanasalis os maksila,
krista nasalis os palatina, bagian tulang rawan adalah kartilago septum, dan
kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
3
periosteum pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa
hidung.3,4,5
Pada dinding lateral terdapat empat buah konka, paling bawah disebut
konka inferior, konka media, konka superior, dan konka suprema
(rudimenter). Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat
rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung letak meatus, ada tiga meatus
yaitu meatus inferior (diantara konka inferior dengan dasar hidung dan
dinding lateral rongga hidung), medius (diantara konka media dan dinding
lateral rongga hidung), superior (diantara konka superior dan konka media).
Pada meatus inferior terdapat muara ductus nasolakrimalis. Pada meatus
media terdapat muara sinus frontal, maksila, dan sinus etmoid anterior. Pada
meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.3,4,5
Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh
lamina kribiformis os ethmoidalis, yannng memisahkan fossa cranii anterior
dan rongga hidung. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan
dibentuk oleh os maksila dan os palatum.3,4,5
4
Lamina propria bagian media lebih tebal dari bagian lateral. Mukosa ini berisi
jaringan penunjang yang mengandung sedikit limfosit, kelenjar seromukus,
banyak sinus venosus pada dinding lateral yang tipis dan sedikit arteri. 3,4,5
5
kavernosa. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan
faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke
intrakranial.4
6
BAB III
RHINOPLASTY
3.1 Definisi
Rinoplasti adalah tindakan bedah rekonstruksi hidung yang bertujuan
untuk memperbaiki bentuk estetis dan fungsi hidung. Beberapa kelainan
hidung di antaranya adalah crooked nose, deviasi septum, celah bibir-hidung,
atresia koana, kelainan sinus sphenoidalis atau trauma sering menyebabkan
deformitas hidung, menimbulkan gangguan fungsional dan estetika, saddle
nose, atau septum deviasi; gangguan fungsional tersering adalah hidung
tersumbat, rinalgia, dan rinorea berkepanjangan dapat diperbaiki
menggunakan pendekatan rinoplasti.6
3.2 Analisa Hidung
Analisis pra operasi adalah titik awal bagi pelaksanaan koreksi
hidung. Hampir semua kelainan anatomi dapat diobati dengan berbagai teknik
bedah. Pilihan teknik terbaik melibatkan banyak faktor, namun yang
terpenting adalah pemahaman yang jelas tentang kelainan anatomi spesifik
yang terlibat.7,8
Analisis sistematis mencakup analisis profil, pandangan frontal dan
basal. 7,8
Gambar 3.1 sudut nasofrontal dengan ukuran 115 dan 135 derajat.8
7
Sudut nasofrontal di definisikan sebagai sudut antara garis singgung
dengan dorsum hidung dan garis yang bersinggungan dengan glabella melalui
hidung. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa ukuran sudut ini bervariasi
di antara 115 dan 135 derajat.7,8
Profil dorsal yang lurus dapat diterima baik oleh laki-laki atau
perempuan, meskipun sedikit tonjolan dapat menunjukkan sedikit
maskulinitas, dan sedikit feminitas. Pasien menginginkan pembahasan ini
selama konsultasi pre operasi.7,8
8
Gambar 3.3 Sudut nasobial dan sudut nasomental8
Sudut nasolabial adalah sudut yang dibentuk oleh garis dari subnasale
titik paling anterior dari columella dan sebuah garis yang menghubungkan
labrale superius ke subnasale. Sudut idealnya berukuran 90 hingga 95 derajat
pada pria dan 95 untuk 110 derajat pada wanita. Sebagai atauran umum,
individu dengan perawakan pendek bisa mentolerir sudut nasolabial yang
lebih tumpul karena akan ada lubang hidung yang kuran terlihat bila dilihat
dari depan dengan rata-rata perawakan individu7,8
Sudut yang kurang sering dibahas adalah sudut nasofasial dan sudut
nasomental. Sudut nasofasial mewakili sudut yang dibentuk oleh garis
vertikal dari glabella untuk pogonion, seperti bersimpangan dengan garis
nasal ujung hidung. Sudut ini bervariasi dari 30-40 derajat. Sudut nasomental
9
menjelaskan sudut antara nasion tip dan jalur dari tip untuk pogonion. Rarata
sudut ini adalah 120-132 derajat.7,8
Ada hubungan yang signifikan anatar hidung dan dagu dan keduanya
harus dipertimbangkan satu sama lain. Dagu idealnya harus mencapai garis
vertikal diambil dari nasion, tegak lurus frankfort bidang horisontal.
Mewakili bidang horisontal frankfort garis yang ditarik dari tepi superior
tragus sampai tepi infraorbital yang harus sejajar.7,8
Tip hidung dapat dikonseptualisasikan sebagai tripod, di mana crura
lateral membentuk kaki yang superior dan gabungan kubah medial sesuai
dengan kaki ketiga. Setiap manuver yang mengubah bentuk satu kaki tripod
akan menyebabkan kemiringan yang sesuai di ujung hidung.7,8
Mengikuti konsep tripod, memperpendek inferior kaki (kombinasi
medial crura) akan melawan ujung hidung dan penurunan proyeksi.
Sebaliknya, memperpanjang kaki ini, melalui penggunaan penyangga
columellar, misalnya, bisa meningkatkan rotasi dan proyeksi. Selain itu,
meningkatkan panjang kaki superior dari tripod (crura lateral) menyebabkan
penurunan rotasi dan peningkatan proyeksi, sedangkan penurunan panjang
kaki superior menyebabkan peningkatan rotasi namun penurunan proyeksi.
pemanjangan ketiga tungkai tripod itu akan meningkatkan proyeksi ujung
(tanpa rotasi yang signifikan), sedangkan penurunan ketiga tungkai akan
menurun proyeksi.7,8
Gambar 3.5 Proyeksi ujung ideal : 0,55 sampai 0,6 dari panjang
hidung, dari ujung ke nasion.8
10
Gambar 3.6 Tampilan dasar yang ideal. Tip harus satu setengah tinggi
dari columella.8
11
Keterkaitan kompleks tripod dengan septum tidak boleh
dikesampingkan, namun beberapa penulis menganjurkan konsep tripod-
pedestal. Dalam analisis ini dari dinamika tip, septum terdiri dari tumpuan
alas yang tripod terletak. Pendekatan ini menawarkan wawasan cara di mana
terjadi perubahan pada sudut septum anterior atau penjahitan kompleks
kartilago lateral bawah septum bisa mengakibatkan perubahan kuat pada
rotasi tip dan proyeksi. Model yang lebih baru untuk memahami dinamika tip
adalah "M-Arch," yang diajukan oleh Adamson.7,8
3.3 Photography
a. Fotograpi
Pentingnya dokumentasi fotografi dalam operasi plastik hidung dan
rekonstruktif tidak dapat dilebih-lebihkan. Manfaat fotografi meliputi
konseling pasien, perencanaan bedah, self assessment, dan dokumentasi
untuk alasan asuransi dan medicolegal.7,8
b. imaging
Pada saat konsultasi awal, foto pasien diambil, dan foto-foto tersebut
di simpan di database. Gambar ditinjau seperti, sering membandingkan
kedua profil satu sama lain untuk mencatat asimetris dan perbedaan
lainnya. Selanjutnya, ahli bedah menggunakan perangkat lunak morphing
di hadapan pasien untuk menggambarkan perubahan yang diyakini dokter
bedah. Konsepnya dari apa yang akan dilakukan dalam operasi dibahas
selama proses ini dan keterbatasan dibawa ke permukaan. Setelah ahli
bedah puas dengan hasilnya, dia menawarkan kesempatan kepada pasien
untuk membuat perubahan sesuai dengan selera individu pasien. Ini adalah
komponen penting dari konsultasi karena memungkinkan ahli bedah
memahami apa yang diinginkan pasien. 7,8
12
Gambar 3.9 Pengambilan gambar8
13
5. Racun (misalnya, kokain)
6. kondisi inflamasi
7. Penyakit jaringan ikat
8. Penyakit auto imun
3.5 Indikasi Rhinoplasty Terbuka9
1. Modifikasi ujung hidung
2. Disfungsi katup hidung internal
3. Kulit hidung tebal
4. Perbaikan perforasi septum
5. Pasien adalah anggota kelompok etnis non kaukasia tertentu
6. Deformitas hidung post traumatic dengan septum atau dorsum deviasi
7. Augmentasi mayor dengan bibir, columella, alat penyebar atau pelindung
cangkok
8. Deformitas hidung bibir sumbing dan langit-langit
9. Eksisi tumor hidung
10. Alat pendidikan bagi peserta pelatihan
11. Rhinoplasty sekunder
3.6 Kontraindikasi Rhinoplasty Terbuka9
1. Penyalahgunaan zat intranasal (misalnya, kokain)
2. Ketidakstabilan psikologis atau kejiwaan
3. kondisi medis yang menghalangi pembukaan bedah
4. diagnosis preoperatif disfungsi hidung (dengan atau tanpa cacat estetika)
yang mungkin lebih baik diobati dengan pendekatan tertutup (yaitu,
septoplasty untuk obstruksi jalan napas) atau manajemen medis
5. Penolakan pasien bekas luka eksternal
6. Kulit hidung sangat tebal di mana edema pasca operasi bisa permanen
3.7 Indikasi Rhinoplasty tertutup10
1. Deformitas estetika
- Broad / wide tip
- Bulbous/ boxy tip
- Bifid tip
14
- Trapezoid tip
- Asymmetric tip
2. Permintaan pasien untuk rubah bentuk hidung
3. Peningkatan obstruksi jalan napas anatomi hidung
3.8 Kontraindikasi Rhinoplasty Tertutup10
1. Status mental yang tidak stabil (misalnya pasien tidak stabil dengan
skizofrenia)
2. Harapan pasien yang tidak realistis
3. Rhinoplasty sebelumnya dalam 9-12 bulan terakhir (hanya berlaku untuk
operasi rhinoplasty)
4. Resiko profil perioperatif yang buruk
5. Riwayat rhinoplasty berulang sebelumnya, menghasilkan tampakan
jaringan lunak atrofik dan jaringan parut yang signifikan
6. Pengguna kokain hidung
3.9 Evaluasi Pre opersasi dan Diagnosis
Topik penting sepanjang konsultasi awal, riwayat medis lengkap dan
Pemeriksaan fisik kepala dan leher dilakukan, dengan pemeriksaan khusus
terhadap anatomi dan fungsi hidung. Masalah fungsional dan estetika pasien
didokumentasikan dalam rekam medis dan foto dokumentasi. Sebuah
percakapan berlangsung untuk mengklarifikasi harapan yang realistis tentang
apa yang bisa dicapai dengan operasi bedah plastik hidung dalam prioritas
estetika dan fungsional.8,11,12
Bekas luka columellar berada di samping tak terlihat jika teknik
penjahitan teliti digunakan, dan seharusnya bukan menjadi faktor penting
dalam menentukan apakah endonasal atau pendekatan eksternal
dilakukan.8,11,12
3.10 Anastesi
Sifat struktur terbuka yang teliti dan detail, rhinoplasty membutuhkan
penggunaan anestesi umum endotrakeal atau sedasi intravena dalam. Anestesi
akan membantu hemostasis, amnesia, dan analgesia selama dan setelah
rhinoplasty berlangsung.7,8,11
15
Sebelum sampai di tindakan bedah, pasiennya diinstruksikan untuk
pemberian premedikasi antiemetik (aprepitant 40 mg) untuk mual pasca
operasi, bersamaan dengan anxiolytic (lorazepam 1 mg) yang dibutuhkan
untuk kecemasan. Pemberian obat lewat infus dimulai, pasien diberikan dosis
anxiolytic dan narkotika untuk sedasi (biasanya midazolam 1 mg) (Sublimaze
[fentanyl] 50 mikrogram). Dosis tambahan midazolam dan fentanyl dapat
diberikan di seluruh durasi operasi, titrasi ke sesuai tingkat analgesia,
amnesia, dan sedasi. Praoperasi pemberian antibiotik dengan spektrum gram
positif yang luas diberi secara intravena.7,8,11
Pemantauan meliputi pulsoximetry kontinyu, elektrokardiografi,
tekanan darah, dan CO2 end-tidal. Anestesi umum dapat diinduksi dengan
bolus propofol secara bersamaan dengan nondepolarizing relaksan otot
seperti atrakurium dengan tindakan cepat atau sedang. Setelah intubasi,
anestesi umum biasanya dipertahankan dengan sevofluran, yang disukai
karena onset cepat dan offset, yang profil kardiovaskular yang
menguntungkan, dan kejadian mual, muntah, dan reaktivitas jalan napas yang
lebih rendah.7,8,11
Pasien posisi dan bedah persiapan pasien ditempatkan dalam posisi
bedah tidur terlentang , kepala yang runcing untuk memungkinkan ahli bedah
akses ke daerah kepala dan leher. Diberikan bantalan berlapis di bawah
pasien, mencegah tekanan dan terjadinya luka yang berhubungan dengan
posis. Setelah induksi anestesi umum , rambut yang melilit di atau sebaliknya
dijamin jauh dari wajah, dan wajah dan hidungnya disiapkan dan terbungkus
menggunakan standar teknik steril. Aplikator cottontipped digunakan untuk
membersihkan vestibules hidung. Pelumasan mata penting untuk mencegah
kornea cedera.7,8,11
3.11 Teknik Operasi
Penjelasan mendetail tentang teknik dasar yang terbuka struktur
rhinoplasty dijelaskan dalam bab ini. Ini termasuk langkah-langkah operasi
yang dilakukan paling banyak dari prosedur operasi hidung, seperti suntikan
anestesi lokal, pemanenan tulang rawan septum, kulit dan insisi mukosa, dan
16
pembedahan skin soft tissue envelope (SSTE) dari kerangka kartilago tulang
rawan. Dimulai dengan analisis foto preoperatif (gambar 3.10). Dorsum yang
tinggi bisa dilihat dari yang ringan sampai sedang dengan tonjolan dorsal
tulang rawan. Tip ini ptotic, tumpul, dan pesek. Tripod lebih besar daripada
ideal. Crura medial menonjol, sedangkan crura lateral bulat dan cembung.
Defleksi septum kaudal menyimpang piramida hidung ke kanan. Septum
kaudal menarik bibir ke depan, menumpulkan sudut nasolabial. Ketebalan
SSTE dapat digambarkan sebagai ketebalan medium yang tipis.8
17
3.13 Prosedur Operasi Rhinoplasty Terbuka8
1. Tanda dibuat di garis tengah glabella garis tengah ujungnya, dan garis
tengah bibir atas untuk dijadikan tanda. Perhatikan bahwa hidungnya
melenceng ke kanan
2. Rongga hidung dikemas secara longgar dengan Nu-Gauze / tabung
kapasoid dibasahi dengan solusinya mengandung 4% kokain. Ini dibiarkan
untuk beberapa menit dan dihapus sebelum menyuntikkan obat bius lokal
3. Campuran lidokain 1% yang sama dengan 1: 100.000 epinefrin dan 0,5%
bupivakain dengan 1: 200.000 epinefrin digunakan untuk injeksi.
Bupivacaine disertakan untuk tindakan durasi yang lebih lama, yang
membantu mengurangi jumlah agen anestesi inhalasi dan parenteral
diperlukan untuk mempertahankan tingkat anestesi yang memadai selama
prosedur. Septum disuntikkan menggunakan 27-gauge jarum pada port
offset12-mL jarum suntik. Port offset memungkinkan visualisasi lebih
mudah dari rongga hidung saat injeksi. Septum disuntikkan di
subperichondrial / subperiosteal dengan bevel yang menghadap tulang
rawan septal, diangkat, aspirasi dan menyebabkan mukosa memucat.
Anestesi lokal menyediakan penghisap cairan, vasokonstriksi, dan
hemostasis. Kedua sisi septum disuntik dengan beberapa jarum dalam
mode posterior-ke-anterior.
4. Septum membran tidak disuntikkan langsung mencegah distorsi columella
dan tip. Sebagai gantinya, tepi kaudal septum disuntikkan dan anestesi
lokal diperbolehkan berdifusi ke daerah septum membran sendiri.
5. Pyriform apertur dan lantai hidung anterior disuntikan pada beberapa titik.
6. Dinding lateral hidung yang disuntikan melalui pendekatan intercartilago
tulang dangkal perioteum hidung. Injeksi dilakukan saat jarum di tarik
sehingga menghindari penyuntikan intravaskular.
7. Insisi marjinal yang direncanakan kemudian disuntikkan pada margin
caudal lower lateral cartilago (LLC). Beberapa suntikan kecil dilakukan
dengan menggunakan 1⁄2 inc dengan ukuran jarum 30 gauge. Ujung
18
hidung dimanipulasi antara ibu jari dan telunjuk untuk membalikkan
lubang hidung dan mengekspos tepi kaudal LLC.
8. Columella kemudian disuntikkan, dengan jarumnya saja dari tepi kremal
medial crus. Disusupi dengan jumlah kecil (0,2 sampai 0,3 mL) mencegah
distorsi tip.
9. Daerah interdomal disuntik dengan jumlah dosis anestesi lokal sangat
kecil.
10. Pembungkus hidung kokain dibiarkan tertinggal di dalam hidung
sementara pasien disiapkan dan dibungkus.
11. Sejumlah anestesi lokal disuntikkan, mungkin 7 sampai 8 mL di septum
dan 1 sampai 2 mL di dinding hidung tripod / lateral. Lebih banyak
disuntik anestesi dapat merusak struktur hidung, membuat penampilan
sebenarnya lebih sulit untuk dinilai. Anestesi lokal tidak disuntikkan ke
dorsum hidung untuk menghindari distorsi.
12. Proyeksi tip dapat diukur dengan projectimeter, yang menggunakan titik
tulang dahi pasien dan maxilla sebagai tengara tetap untuk memberikan
penilaian tip yang dapat direproduksi proyeksi. Proyeksi bisa diukur pada
berbagai poin selama operasi.
13. Pendekatan terbuka terhadap hidung melibatkan midcolumellar insisi
melintang terbalik-V dengan insisi marjinal bilateral (lihat Gambar 3.11).
Insisi midcolumellar dirancang untuk memecah garis bekas menghindari
kontraktur sikatrik. Itu ditempatkan di daerah di mana tulang rawan
dasarnya paling dekat ke kulit, sehingga meminimalkan risiko
menciptakan bekas luka yang tertekan. Jika sayatan kolumela ditempatkan
terlalu rendah, dimana kulit tidak begitu dekat oleh dasar crus medial,
lekukan bekas luka bisa terjadi. Penempatan sayatan terlalu tinggi di dekat
apeks risiko kontraktur bekas luka bisa merusak lubang hidung.
19
Gambar 3.11 Insisi midcolumellar ditempatkan pada area di mana
tulang rawan yang mendasarinya paling dekat dengan kulit8
14. Septum bisa diatasi dulu untuk memperbaiki deformitas di daerah ini dan
untuk mendapatkan bahan yang sesuai okulasi. Sayatan dibuat sedekat
mungkin untuk tepi septum caudal sehingga menjaga integritas membran
septum, yang akan berfungsi sebagai bagian dari saku untuk columellar
strut. Insisi tersebut dapat diperpanjang tulang belakang hidung jika
diperlukan. Jika kerja septal kaudal tidak diperlukan, insisi Killian dapat
digunakan.
15. Perichondrium ditorehkan, dan bidang subperichondrial diidentifikasi
cartilago mungkin dengan ringan menetas dengan pisau No. 15, kemudian
dilipat dengan penggabung amalgam gigi, woodson lift atau aplikator
kapas berujung untuk meningkatkan perichondrium.
16. Flap mucoperichondrial diangkat secara bilateral dengan lift, merawat
untuk mengangkat masa lalu perbatasan cartilago septal dan pelat tegak
lurus etmoid, vomer, dan crest maksilaris (Gambar 3.12) 8
20
17. Potongan cartilago septal dibuat dengan pisau No.15 meninggalkan
setidaknya 15 mm pada caudal dan dorsal struts untuk dukungan (Gambar
3.13). Cangkok cartilago kemudian dibebaskan dari keterikatannya tulang
septum menggunakan disertasinya untuk atraumatis menghapus tulang
rawan dari antara puncak rahang atas dan vomer. Perhatian harus
dilakukan untuk memastikan graft tetap utuh selama proses panen
cartilago. Cartilago dipanen disimpan dalam larutan garam atau antibiotik
steril.
21
Gambar 3.14 bagian yang menebal daerah septum8
22
dengan sayatan paparan marjinal di dekat puncak kubah. Sangat mudah
untuk secara tidak sengaja memotong LLC. Bagian lateral dan medial
insisi marjinal dihubungkan sepanjang sisi bawah segitiga jaringan lunak,
untuk menghindari benturan pelek, yang mungkin menyebabkannya
distorsi apex dari lubang hidung.
23
Gambar 3.16 pengangkatan SSTE dengan metode retraksi tiga titik8
24
32. Setelah flap SSTE benar-benar terangkat, Kartilago tip dapat dievaluasi
secara in situ, konfigurasi anatomi tidak terganggu.
33. Segmen berbentuk pie dari caudal septum bisa dipotong. Memvariasikan
sifat eksisi bisa membantu menyesuaikan hasil yang diinginkan (eksisi
yang lebih luas pada sudut septal posterior akan membantu counter tip
rotasi disukai dan membuat sudut nasolabial lebih akut) (Gambar 3.17).
34. Tulang belakang hidung yang terlalu menonjol dapat dikurangi untuk
memodifikasi sudut nasolabial.
35. Jahitan wright ditempatkan untuk membubuhkan sisa septum di garis
tengah superior, jahitan ini menggabungkan mucoperichondrium septum.
Jahitan inferior melewati mucoperichondrium septum dan periosteum
puncak rahang atas (lihat Gambar 3.18). Perhatian harus dilakukan,
manuver ini bisa lebih jauh menurunkan proyeksi tip.
25
Gambar 3.18 Jahitan inferior melewati mucoperichondrium septum
dan periosteum puncak rahang atas8
26
memperbaiki deformitasnya (Gambar 3.21). Jika parutan sendiri
digunakan untuk mengurangi punuk besar, "mengambang" sisa pusat
mungkin terjadi. Osteotome itu diposisikan di perbatasan tulang kaudal
frontal. Osteotom harus diarahkan ke sudut nasofrontal untuk mencegah
pemotongan berlebihan dari tulang dorsum yang lebih rendah dan dorsum
yang tidak beraturan.
27
41. Ketebalan variabel SSTE harus diambil menjadi pertimbangan saat
berkontur dorsum hidung. Kulit paling tebal di atas nasion dan supratip
dan tulang-tulang tertipis di atas persimpangan dan ujung. Akibatnya,
untuk mendapatkan dorsum lurus, tulang-tulang rawan persimpangan
harus sedikit lebih tinggi dari sisa kerangka dorsal (Gambar 3.21).
Cangkok radix juga bisa membantu untuk menyempurnakan dan
memfokuskan punuk dorsal karena kedalaman radix (Gambar 3.22).
42. Pada titik ini, kubah tengah atau tip hidung dapat diatasi
43. Langkah pertama dalam menangani sepertiga bagian bawah hidung adalah
penempatan penyangga columellar untuk memberikan struktur dan
dukungan ke anggota badan medial dari tripod (Gambar 3.23). penyangga
28
columellar mungkin juga membantu memperpanjang dan memproyeksikan
hidung. Kubah itu mungkin juga sedikit menyempit dengan
mengangkatnya kubah ke atas strut. Jika anggota badan medial
melakukannya tidak memiliki kekuatan yang cukup pada akhir kasus ini,
pelengkungan postoperative dari medial crura dan tergantung columella
akan terjadi. Sebuah strut columellar digunakan di hampir semua kasus
kami, kecuali bila dukungan tambahan membutuhkan penempatan ekstensi
septal caudal graft.
44. Bagian dorsal kartilaho septum yang dipanen digunakan untuk penyangga
yang relatif ketebalan seraggam. Penyangga berbentuk dan dirapikan di
sekitar tepinya. Kartilago yang cukup dicadangka untuk cangkokan
lainnya
45. Saku dibuat antara crura medial untuk penyangga columellar
menggunakan kebalikan gunting sebagai alat pembedahan. Jaringan yang
tersisa antara alas kaki medial crural dan tulang belakang hidung untuk
menjaga penyangga di tempat. Saku ini seharusnya tidak berhubungan
dengan sayatan transfixion. Penyangga kemudian dimasukkan dengan
lembut di sepanjang sumbu medial crura (Gambar 3.24). Seharusnya tidak
meluas jauh melewati crura medial dan tidak boleh beristirahat pada tulang
29
belakang hidung atau sudut septum anterior. Jika penyangga bersandar
pada tulang, ia bisa bergeser dan "klik" dari satu sisi ke sisi yang lain.
46. Bidang horisontal menggunakan jarum perut 4-0 keith digunakan dalam
mode melalui dan melalui untuk pengamanan penyangga columellar
(Gambar 3.24 B dan C). Menempatkan kubah pada sedikit tegang dengan
kulit hook bisa membantu. Perhatian harus dilakukan untuk menghindari
menciptakan asimetri domal saat melakukan ini.
47. Eksisi segmen septum kaudal kadang memungkinkan tripod untuk
menetap di mode cephalad. Mucoperichondrium berlebihan di sepanjang
insisi transfixion dapat dieksisi bersamaan dengan eksisi septum kaudal
untuk mendukung posisi ujung yang tinggi. Sangat harus berhati-hati
dilaksanakan dengan manuver ini, karena ini bisa memiliki efek kuat yang
sulit dikembalikan. Insisi transfixion diperbaiki dengan kromat 4-0,
membawa anggota badan medial tripod sampai caudal septum.
48. Pada tampilan dasar hidung, tujuannya adalah untuk mengembalikan
konfigurasi ideal sama sisi hidung (Gambar 3.25) dari konfigurasi kotak
30
(atau trapesium) atau dari konfigurasi sama kaki dalam ketegangan
deformitas hidung, di mana septum yang terlalu panjang biasanya
overprojects ujung hidung, membuat sempit lubang hidung seperti yang
terlihat pada tampilan dasar.
31
Gambar 3.26 trim sepalika dibatasi kedua anterior pertiga scroll.
52. Lapisan mukosa aposisi ditempatkan pada sudut caudal septal anterior
yang menggabungkan mukosa. Membawa mukosa di dekat kubah
bersama-sama dan sedikit menyipit ujungnya. Manuver memberikan
dukungan dominasi tambahan dan menurunkan supratip ruang mati.
53. Untuk mengurangi panjang crus lateral, segmen tulang rawan dapat
dipotong atau ditorehkan dan kemudian tumpang tindih. Segmen terpotong
mungkin dari crus antara atau lateral tergantung daerah kelebihan dan
penampilan kubah. Insisi melintang dibuat dengan pisau No. 15, setelah
tepi lateral diangkat pada bidang subperichondrial. Tepi lateral dibiarkan
tumpang tindih dan kelebihan porsi dipotong, meninggalkan serpihan tepi
yang ujung-ujungnya saling menunjuk tanpa ketegangan atau celah.
Jahitan nilon sederhana 6-0 digunakan untuk memperbaiki ujungnya.
54. Alar hiasan cangkok memberikan dukungan tambahan kepada segmen
yang diiris. Jika cangkok perisai digunakan, itu dirancang pertama, dan
sisa tulang rawan septal dapat digunakan untuk cangkok tambahan apapun.
Bagian distal dari cangkok ujung menggunakan bagian yang lebih tebal
tulang rawan pada posterior tulang-tulang rawan persimpangan. Meski
template untuk memotong perisai cangkokan di masa lalu, kami lebih suka
mode kita sendiri, sehingga individualisasi setiap tip hidung berdasarkan
kebutuhan masing-masing pasien.
55. Alar hiasan cangkokan diukir dan miring, lalu dibaringkan di atas crus
lateral, menopang tepi serpihan. Hiasan cangkok dijahit dengan
32
menggunakan benang 4-0 dengan cara melalui dan melalui. Tepi-tepinya
dipelihara dengan hati-hati secara in vivo untuk memastikannya tidak
terlihat melalui SSTE. Hal ini dilakukan secara bilateral dengan perhatian
simetri.
56. Jahitan transfixion prolene 2-0 ditempatkan pada pegangan penyangga
medial crus / columellar complex sampai septum membran. Jahitan ini
memungkinkan anggota badan tripod untuk menyembuhkan di posisi yang
diputar. Hal ini biasanya biarkan di tempat untuk 2 minggu.
57. Ujung perisai dipangkas dan hati-hati miring (Gambar 3.27). Hal ini lebih
tebal dan lebih lebar di ujung dengan dasar yang meruncing. Cangkok
dijahit di tempat ke kubah yang mendasari dan kubah media dengan
jahitan nilon 6-0 (Gambar 3.28). Penempatan ujung cangkok untuk
memberikan proyeksi yang tepat sangat penting. Cangkok harus cukup
fleksibel untuk mengikuti kelengkungan crura medial. Jika ujung cangkok
terlalu kaku maka akan terbukti di bawah SSTE sebagai "batu nisan"
kelainan bentuk. Cangkok tip meluas sedikit melewati kubah, dan dapat
melayani proyek, sempit, dan tentukan ujungnya, menonjolkan break
supratip (Gambar 3. 29).
33
Gambar 3.29 tif graft sedikit melebar melewati kubah dan dapat
melayani proyeksi, sempit, dan menonjolkan supratif break.
58. Penutup kulit dilapisi kembali dan ujung hidung dievaluasi. Reposisi
cangkok mungkin terjadi diperlukan, dan kesabaran selama bagian ini
kasus ini diperlukan.
59. Pengurangan tipis dorsum tulang akan meninggalkan deformitas atap
terbuka yang membutuhkan osteotomi lateral untuk menutupnya.
Osteotomi medial mungkin juga diperlukan jika struktur tulang medial
dorsum terlalu utuh untuk memungkinkan infracture yang terkontrol atau
outfracture tergantung efek yang diinginkan. Mereka tampil memudar
secara lateral menuju wajah (Gambar 3.30). Tulang tebal dari sudut
nasofrontal dihindari. Jika osteotomy menengah direncanakan, yang
terbaik adalah melakukan setelah osteotomy medial memudar untuk
mempertahankan dukungan tulang hidung terlampir sampai osteotomy
lateral terakhir dilakukan.
34
Gambar 3.30 A. Rincian osteotomi (medial, intermediate, dan lateral).
B osteotomi di perpanjang jauh dari chepalad. C. Resulting rocker
kelanainan bentuk.
35
piramida hidung yang kurus, secara bertahap mendorong ke arah sudut
nasofrontal, sampai tingkat canthus medial, dimana fraktur terkontrol
dilakukan.
63. Osteotomy transkutaneous menggunakan 2 mm osteotome mungkin
diperlukan jika infrakture berada lengkap untuk menghindari deformitas
rocker (Gambar 3.30 C).
64. Kubah tengah adalah area yang tepat mendapat perhatian meningkat
selama dekade terakhir, karena sangat penting untuk mengembalikan
fungsi hidung yang optimal. Ketika katup nasal internal (sudut yang
dibentuk oleh septum dan ULC) lebih akut dari 15 derajat, atau bila ada
tulang hidung pendek, pasien akan sering mendapatkan keuntungan dari
merekonstruksi katup hidung internal. Salah satu metode rekonstruktif
yang paling efektif adalah dengan menggunakan cangkok penyebar
(Gambar 3.31).
Gambar 3.31 Kubah hidung tengah adalah area yang sangat penting untuk
melestarikan dan memulihkan fungsi hidung yang optimal. Ada beberapa
cara yang berbeda untuk merekonstruksi katup nasal internal.
65. Menjelang akhir kasus, lipatan SSTE dilapisi kembali dan tampilan nasal
eksternal dievaluasi.
36
66. Ujung graft dipangkas dan miring di situ, dan penampilan dievaluasi
kembali.
67. Kerangka tulang-cartilaginous diperiksa dengan seksama dan hemostasis
diperoleh.
68. Insisi transcolumellar ditutup dengan benang nilon sederhana 6-0,
mengambil perhatian khusus untuk mengusir tepi kulit. Tepat penempatan
jahitan sudut sangat khusus penting untuk mencegah notching. Terkadang,
jahitan matras vertikal bisa digunakan untuk mendapatkan eversi
maksimal.
69. Insisi marjinal yang dijahit dengan menggunakan jahitan 6-0 chromic.
Tidak ada usaha yang dibuat untuk menutup sayatan marjinal di kubah,
karena ini berpotensi untuk mendistorsi tipnya.
70. Proyeksi dapat diukur pada akhir kasus. Ujungnya direplikasi oleh
penyangga columellar dan tip graft untuk mencapai ujung hidung yang
dimaksud proyeksi. Deprojeksi tip bisa menyebabkan pelebaran basis alar
yang tidak disengaja. Untuk alamat masalah ini, dan pada beberapa pasien
yang berniat memperbaiki dasar alar yang melebar, dasar alar tertentu
teknik reduksi bisa digunakan (Gambar 3.32).
71. Tembakan alar batten adalah hiasan cangkok yang ditujukan untuk
kekakuan dinding samping hidung lateral untuk mencegah keruntuhan
LLC dengan inspirasi. Mereka diposisikan rapat kantong yang dibuat
dengan cara membedah dangkal, lateral, dan lebih unggul dari LLC dan
diposisikan dangkal ke aperture pyriform. Mereka biasanya terbuat dari
37
kartilago septum tapi bisa juga diukir dari trous atau tulang rawan kosta
(Gambar 3.33)
Gambar 3.33
38
6. Dagu kuat menyeimbangkan hidung yang masih agak besar; Pasien
memiliki fitur sudut yang umum, yang sesuai dengan profil yang
kuat.
39
Pendekatan pengiriman dimulai dengan membuat transisi lengkap
atau sayatan transisi septum yang tinggi tergantung pada proyeksi tip
(gambar 3.36). Gunting melengkunng kemudian digunakan untuk
membedah atasan sudut anterior dan mengekspos tulang rawan lateral atas.
Berikutnya, intercartilaginous dan marjinal dilakukan insisi mode standar
(gambar 3.37). Gunting metzenbaum tipis kemudian digunakan untuk
memisahkan kulit di atasnya dari yang mendasari kartilago lateral yang
lebih rendah, kubah hidung, dan infratip lobule (intermediate crura).
Akhirnya, kartilago alar dikirim dengan kait tunggal dan didukung dengan
gunting metzenbaum (gambar 3.38). Dengan cara ini, setiap kubah dinilai
dan direkonstruksi secara terpisah. 8
40
Gambar 3.38 Pengiriman tulang rawan lateral bawah / kubah (LLC)
dengan single Hook dan didukung dengan gunting Metzenbaum.8
41
Dengan pencapaian simetris, estetis kubah individu, keseluruhan tip
dievaluasi ulang. Pemanfaatan dari endonasal memungkinkan ini terus-
menerus mengkritisi. Doubel dome atau transdomural selanjutnya
digunakan untuk mempertemukan secara individual kubah dan menstabilkan
ini menjadi satu unit. Stabilisasi kubah adalah kunci untuk pemeliharaan
hasil jangka panjang. Jahitan ditempatkan secara horisontal melalui lateral
dan kubah medial. Biasanya menggunakan jahitan polypropylene (Prolene)
5-0. Jumlah yang diinginkan penyempitan lobular dapat dicapai dengan
mengubah ketegangan dari jahitan. Dengan kubah diganti, jumlah
penyempitan dapat dilihat sebagai salah satu mengencangkan simpul
(Gambar 3.42). Penting untuk menghindari pembakaran di jahitan dan
menciptakan tampilan unitip.8
Gambar 3.42 simpul diikat dengan kedua unit kubah keposisi ahli
bedah8
42
Gambar 3.43 Manuver lipsette untuk mengoreksi ujung atau asimetri
overprojected dalam proyeksi antara dua kompleks kubah8
Akhirnya, koreksi tip asimetris bisa lebih mudah diatasi dengan divisi
kubah, yang bisa dilakukan medial kubah, lateral kubah, atau dititik tengah
kubah (Gambar 3.44). Kubah divisi digunakan untuk berbagai situasi saat
dijelaskan lebih banyak teknik konservatif belum berhasil. Kubah
pembagian dapat memungkinkan penyempitan tip lebih banyak, terutama
dibutuhkan pada kulit dengan kulit tebal. Selanjutnya, itu bisa juga
digunakan untuk mencapai putaran ke atas dan meningkat atau penurunan
proyeksi tip.8
43
Gambar 3.44 kubah deivisi vertikal8
44
Contoh Kasus
1. Broad / widetip
2. Bifid tip
45
4. Trapezoid tip
5. Asimetris tip
3.16 KOMPLIKASI
a. Pembentukan bossa
Knuckling tulang rawan lateral bawah dengan penyembuhan bisa
terjadi. Biasanya, hal ini disebabkan melemahnya lateral crura sekunder
akibat teknik overresection atau cartilagesplitting. Penderita kulit tipis,
tulang rawan kuat, dan bifidity tip hidung berada pada risiko tertinggi
untuk ini. Bossae dapat diobati dengan reseksi tulang rawan yang cacat
melalui sayatan marjinal. Kamuflase lebih lanjut bisa jadi disediakan
oleh tulang rawan atau fasia yang dipantulkan8
46
b. Tip Asymmetry
Penyebab asimetri tip pasca operasi bisa bermacam-macam. Paling
sering, ini karena penempatan jahitan double-dome yang tidak merata.
Kekuatan penyembuhan bisa mengubah apa adanya simetris awalnya
selama periode pasca operasi. Asimetri minor yang tidak diperhatikan
sebelum operasi bisa menjadi lebih jelas dengan hidung simetris yang
lebih menyeluruh. Identifikasi tip asimetris praoperasi dan teknik teliti
dapat membantu mencegah terjadinya.8
47
implan favorit ekstrusi. Oleh karena itu penting untuk mempersingkat
bagian columellar dari implan sebelum dimasukan. Lain ahli bedah lebih
memilih untuk menempatkan graft kartilago telinga di atas ujung implan
untuk lebih mengontrol bentuk ujung dan kesempurnaan infralobule. 11
48
A B
49
A B
50
bergerigi setelah diukir meski ada upaya yang paling terampil. Pisau no
15 kemudian dapat digunakan untuk mengikis penyimpangan ini ke
kontur yang lebih halus meskipun masih kasar. Jelas, bidang implan
posterior implan yang tidak rata tidak akan diterjemahkan ke dalam
kompromi estetika yang tidak rata. Implan disterilkan dengan uap atau
gas sehingga siap pada saat operasi. implan dapat disterilisasi dengan
aman beberapa kali tanpa kerusakan material pada integritas implan. 12
51
Alogaritma
Analisa Hidung
- Analisa profil
- Pandangan frontal
& basal
Etiologi
- Bawaan
- Didapatkan
Indikasi kontraindikasi
fotography
Anastesi
Prosedur Rhynoplasty
52
DAFTAR PUSTAKA
53
12. Khaeng et all, 2009. Augmentasi Rhinoplasty with Silicone Implant,
Journal of Soonchunhyang Medical Science v olume 15 no 1 pg 23-32.
54