Tinea Corporis
Tinea Corporis
I. PENGERTIAN
Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu
ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian
koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf
auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu
dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan
penyakit sistemik.
Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis
perifer, di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu
dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari
berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga.
Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat,
sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan
para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan intonasi.
Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang
mendukung dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi.
II. PENYEBAB
Fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang
menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak
(penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
III. GEJALA
Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:
VI.ANATOMI FISIOLOGI
Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium terbagi dalam tiga bagian, yaitu telinga luar,
tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke
dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang berespons pada gerakan kepala.
Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses penuaan adalah kulit telinga berkurang
elastisitasnya. Daerah lobus yang merupakan satu-satunya bagian yang tidak disokong oleh
kartilago mengalami pengeripu tan, aurikel tampak lebih besar, dan tragus sering ditutupi oleh
rumbai-rumbai rambut yang kasar. Saluran auditorius menjadi dangkal akibat lipatan ke dalam,
pada dindingnya silia menjadi lebih kaku dan kasar juga produksi serumen agak berkurang dan
cenderung menjadi lebih kering.
Perubahan atrofi telinga tengah, khususnya membran timpani karena proses penuaan tidak
mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran. Perubahan yang tampak pada telinga dalam
adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit fungsional pendengaran mengalami penurunan
sehingga mengakibatkan presbikusis.
Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan pendengaran (presbikusis).
Gangguan pendengaran mulai dari derajat ringan sampai berat dapat dipantau dengan
menggunakan alat audiometer. Pada umumnya laki-laki lebih sering menderita gangguan
pendengaran dibandingkan perempuan.
Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea
(striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori.
Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor
eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.
Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di
mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih cukup
bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena
dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami
gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang.
Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan
irama dan intonasi.
Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung
dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi. Gangguan komunikasi ini dapat
terjadi akibat:
Pertama, pembicaraan mengalami gangguan karena suara musik, radio, televisi, maupun
pembicaraan lain.
Kedua, sumber suara mengalami distorsi yang berasal dari pengeras suara yang tidak sempurna
seperti di terminal, masjid, telepon, maupun bila diucapkan oleh anak-anak atau pembicara yang
terlalu cepat.
Ketiga, kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna seperti di dapur, ruang makan restoran,
serta ruang pertemuan yang mudah memantulkan suara.
V. PATOFISIOLOGI
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:
-Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
-Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging
Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan
inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam
rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga,
merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi
terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi
maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh
penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga
kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput.
Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara
berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar.
Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan
timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan mengalami
ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang
berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan
nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka
waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata. Makin tinggi paparan
bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.
IV. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang
telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya
kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan
garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang
telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam.
Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang
selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di
otak.
Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang
normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan
menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian
dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap
nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk
mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang
kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa
dimengerti.
Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki
aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata
yang diucapkan dengan benar.
4. Diskriminasi
Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus
menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa
banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
dengan hidung bagian belakang)penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan
telinga tengah
cairan di dalam telinga tengah
kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga
tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang
melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh
(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau
menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi
selama telinga menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf
pendengaran.
Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada
penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran
pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis
psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).
Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
t telinga kiri menerima pesan yang lainmemahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan
pada saa
telinga menjadi pesan yang bermaknamenggabungkan pesan yang tidak lengkap yang
disampaikan pada kedua
telinga pada waktu yang bersamaan.menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan
di kedua
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada
otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang
tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.
V. PENGOBATAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.
Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah
atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.
Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan
pencangkokan koklea.
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang
berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita
sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional
kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada
penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
kemampuan mendengar penderita
aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
keterbatasan fisik
keadaan medis
penampilan
harga.
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah
penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat
yang dipasang di saluran telinga.
Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak
mudah rusak.
Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada
salah satu telinganya.
Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga
yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.
Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan,
maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara,
misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan
(otore).
Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.
Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal,
tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam
memahami percakapan.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga
dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan
bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak
VIII PENATALAKSANAAN
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pendengaran Lansia
- Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi.
- Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu keras.
- Berbicara secara perlahan-lahan, jelas, dan tidak terlalu panjang.
- Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan.
- Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi klien.
- Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan.
- Beri motivasi dan reinforcement.
- Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran.
- Lakukan pemeriksaan secara berkala.
Intervensi:
- Kaji tingkat kesulitan tidur
- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur
- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut