Anda di halaman 1dari 34

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Inspeksi Pengelasan (Welding Inspection)

Welding Inspection adalah kegiatan inspeksi yang mengkhususkan pada


pengendalian dan pemastian mutu sambungan las berdasarkan spesifikasi yang
telah ditentukan. Inspeksi ini dimaksudkan untuk menentukan suatu tingkat mutu
atau kondisi suatu sambungan las telah memenuhi persyaratan spesifikasi, desain
dan standar yang diacu, jadi Inspeksi Las (Welding Inspection) adalah kegiatan
yang mengkhususkan pada pengendalian dan pemastian mutu sambungan las
berdasarkan spesifikasi yang telah di tentukan.

Inspeksi las hanya menitikberatkan pada aspek keselamatan personil,


structural dan opersional yang berkaitan dengan pengelasan. Hal-hal yang
menyangkut desain las termasuk pembuatan WPS (Spesifikasi prosedur las atau
SPL) Bukan menjadi tanggung jawabnya. Namun dalam menyiapkan PQR
(Rekaman kualifikasi prosedur atau RKP) pihak Inspector las ikut terlibat.

3.2 Cacat Lasan (Welding Defect)

Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang


didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian
bahan yang disambung. Kelebihan sambungan las ialah konstruksi ringan, dapat
menahan kekuatan yang paling utama adalah terjadinya perubahan struktur mikro
bahan yang dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis dari
bahan yang dilas.

Cacat las adalah kerusakan hasil las yang pada umumnya dapat
diamati/dilihat secara visual, namun juga tak dapat dilihat secara visual hanya bisa
di lihat mengunakan alat. Umumnya disebabkan kurangnya pengetahuan dari

27
28

welder (juru las) terhadap teknik-teknik pengelasan termasuk pemilihan parameter


las. Oleh karena itu dari mulai pengelasan sampai akhir pengelasan harus selalu
diadakan pemeriksaan dengan cara-cara yang telah ditentukan, misalnya secara
Visual, Dye penetrant test, Radiography, Ultrasonic Testing dan cara yang
lainnya. Terjadinya cacat las ini akan mengakibatkan banyak hal yang tidak di
inginkan dan mengarah pada turunnya tingkat keselamatan kerja, baik
keselamatan alat, pekerja/user/operator, lingkungan dan
perusahaan/industri/instansi. Disamping itu juga secara ekonomi akan
mengakibatkan melonjaknya biaya produksi dan pada gilirannya
industri/perusahan/instansi tersebut mengalami kerugian atau penurunan laba.

Meskipun welding merupakan proses yang dapat dibilang mudah dan umum,
namun logam merupakan material yang dinamis. Stuktur butir dapat melemah dan
menyebabkan kerapuhan (brittleness) dan logam dapat terdeformasi menyebabkan
crack dan menyebar biasanya sangat berpotensi pada hasil welding.

Gambar 3.1 Jenis-jenis Cacat Lasan


29

Baja karbon rendah (Low carbon steel) merupakan baja yang paling
banyak digunakan karena lebih mampu mempertahankan keuletan (ductile) ketika
overheated dibandingkan logam lainnya. Jika didinginkan secara tiba-tiba
(quench) ke dalam air akan mengalami tegangan (shock), hal ini tidak berlaku
untuk Aluminium, besi tuang, titanium, baja tahan karat ataupun baja karbon
tinggi.

Crack yang biasa terjadi pada hasil lasan seperti Crack, Porositas, Lack of
Penetrant dan Distorsi. Cacat-cacat tersebut dapat terjadi karena beberapa hal
berikut ini:

a) Penyambungan material yang tidak pas (fit up/Poor joint)


b) Settingan mesin yang tidak benar
c) Shielding gas yang salah (flow rate)
d) Kesalahan pada saat pre ataupun post-heat treatment.

3.2.1 Crack

Gambar 3.2 Bentuk Cacat Crack (Retakan)

Crack (Retak) yaitu celah atau gap yang memutuskan atau memisahkan
hasil las yang dapat terjadi pada jalur las atau pertemuan jalur las atau pada daerah
pengaruh panas, hal ini disebabkan oleh pendinginan atau tegangan, jenis
30

elektroda yang tidak sesuai dengan logam dasar. Meskipun retak kecil sekalipun,
setiap retakan (cracking) tetap dianggap sebagai cacat, karena seiring
pertambahan waktu retakan berpotensi menyebabkan kegagalan pada material.
Ada beberapa macam retakan yang harus di perhatikan:

1. Hot cracking (Retak panas) : Retakan yang muncul sesaat setelah


welding, atau biasa disebut hot shortness. Hal ini disebabkan oleh
adanya umur sulfur pada logam dasar (base metal) yang
menyebabkan perbedaan laju pendinginan pada logam hasil
welding), biasanya retakan terbentuk sepanjang titik tengah (axis)
penyembukan kedua sisi material. Selain itu retakan tersebut juga
dapat terjadi karena penyambungan material yang tidak pas (fit
up/joint poor joint).
2. Cold Crack (Retak Dingin) : retakan ini biasanya muncul sehari
setelah di las. Hal ini terjadi karena hydrogen yang masuk kedalam
hasil welding melalui weld puddle. Karena itulah stick welding
perlu diperhatikan agar low hidrogen penyebab lainnya juga dapat
terjadi karena logam dasar terkontaminasi, maka perlu di
perhatikan kebersihan logam dari millscale, grease, water, dan
kotoran lainnya sebelum pengelasan dilakukan.
3. Crater crack (Retak kawah) : Terjadi karena welder mengabaikan
backfill
4. Microfissure : Dapat terajadi karena getaran, fatigue ataupun
tegangan pada daerah HAZ, penggunaan elektroda rendah hidrogen
dapat mengurangi terjadinya microfissure dan perlakuan panas
setelah pengelasan juga dapat mengurangi resiko retak tersebut.

Gambar 3.3 Jenis Hasil Pengelasan Baik dan Tidak


31

3.2.2 Porositas

Gambar 3.4 Bentuk-Bentuk Cacat Porositas

Porositas terjadi akibat adanya gas yang terjebak diantara butiran material,
karena lelehan logam sangat mudah terkontarminasi oleh pengotor (impurities).
Porositas biasanya terjadi karena beberapa hal berikut:

1. Settingan aliran gas terlalu kuat


2. Menggunakan campuran gas, rod ataupun kawat lasan yang salah
3. Kecepatan pengelasan terlalu cepat, sehingga tidak cukup waktu untuk
shileding gas.

Oksigen dan hidrogen adalah yang paling sering menyebabkan terjadinya


porositas. Oksida dipermukaan/karat (rust), korosi ataupun scale pada logam besi harus
dibersihkan dari area pengelasan sesaat sebelum pengelasan dilakukan (tidak boleh sehari
sebelumnya), dan juga air dapat berdekomposisi membentuk hidrogen dan oksigen.
Ketika hidrogen memasukan logam dapat menyebabkan penggelasan (hydrogen
embrittlement).

3.2.3 Lack Penetrasion and Fusion

Saat melakukan pengelasan, setiap bagian persambungan harus


terpenetrasi secara menyeluruh (complete joint penetration, CJP) meskipun dilain
sisi dalam beberapa kasus perlu dia las sebagian (Partial Joint Penetration, PJP)

Lack of fusion didefinisikan sebagai area yang tidak terlebur antara


material dasar dan pengisi, hal ini terjadi karena logam dasar tidak meleleh secara
sempurna.
32

Gambar 3.5 Bentuk Nyata Cacat Lasan Diakibatkan Lack Of Fusion dan
Root Penetration

Gambar 3.6 Bentuk-Bentuk Cacat Lasan Lack of fusion dan Penetration

3.2.4 Inclusion (Terak terperangkap)

Gambar 3.7 Bentuk-Bentuk Cacat Lack of Fusion dan Penetration


33

Yaitu suatu benda asing (bahan logam/kotoran) yang terperangkap dan


berada di antara logam las. Hal ini dapat di sebabkan oleh persiapan yang kurang
baik tau teknik pengelasan yang salah / tidak sesuai ketentuan.

3.2.5 Crater (Lubang pada akhir jalur las)

Gambar 3.8 Cacat Lasan Crater

Yaitu suatu titik atau beberapa titik lubang yang biasanya terjadi pada
akhir jalur las, ini akibat oksidasi dari oksigen udara luar terhadap cairan logam
atau sudut elektroda yang salah pada ujung jalur las.

3.2.6 Undercut

Gambar 3.9 Cacat Lasan Bentuk-Bentuk Undercut


34

Hal ini terjadi karena arah api yang tidak tepat, magnetic arc blow,
masukan panas terlalu besar, dan logam pada bagian edge meleleh lebih cepat dari
pada bagian tengah lasan. Biasanya sering terjadi pada T-Joint.

3.2.7 Overlap

Gambar 3.10 Bentuk Cacat Lasan Overlap

Overlap merupakan kelebihan logam las pada bagian tepi yang menempel
logam dasar dan tidak terjadi perpanduan antara logam las. Hal ini dapat terjadi
karena arus yang terlalu rendah, sudut atau ayunan gerakan elektroda yang salah.

3.2.8 Distortion

Distorsi terjadi karena adanya pengembangan dan pengerutan yang tidak


merata akibat adanya pemanasan dan pendinginan kembali, Setiap logam yang
dipanaskan mengalami pemuaian dan ketika pendinginan akan mengalami
penyusutan. Fenomena ini menyebabkan adanya ekspansi dan konstaksi pada
logam yang di las. Ekspansi dan konstraksi pada logam yang di las ini menurut
istilah metalurgi bisa juga dinamakan distorsi. Logam tersebut kemudian
menyusut setelah didinginkan, sehingga hal ini dapat diminimalisasi dengan
control panas.

Distorsi dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Distortionlongitudinal
35

2. Distortion transversal
3. Distortion angular

Gambar 3.11 Bentuk-Bentuk Cacat Lasan Distorsi

Distortion longitudinal terjadi akibat adanya ekspansi dan konstraksi


deposit logam las di sepanjang jalur las yang menyebabkan tarikan dan dorongan
pada logam dasar yang dilas.

Distortion transversal terjadi tegak lurus terhadap jalur las yang dapat
mengakibatkan tarikan kearah sumbu tegak jalur las.

Distortion angular menyebabkan efek gerakan sayap burung yang


biasanya terjadi karena pengelasan di satu sisi logam dasar.

3.3 Klasifikasi Bentuk Sambungan Las

Ada beberapa bentuk dasar sambungan las yang biasa dilakukan dalam
penyambungan logam, bentuk tersebut adalah butt joint, fillet joint, lap joint edge
joint, andouut-side corner joint. Berbagai bentuk dasar sambungan ini dapat
dilihat pada gambar.
36

Jenis sambungan las : A.Sambungan, B. Sambungan tumpul dengan alur V tunggal, C.


Sambungan tumpul dengan alur V ganda (untuk pelat tebal), D. Sambungan tumpul dengan alur
U (untuk coran tebal), E. Sambungan tekuk (untuk logam tipis), F. Sambungan tumpul dengan
pita lapis, G Sambungan tumpang (dengan las sudut tunggal atau ganda), H. Sambungan tumul
tekuk (tunggal atau ganda), I. Sambungan tumpul T, J Sambungan sisi (untuk pelat tipis), K
Sambungan sudut (pelat tipis), L Sambungan sumbat.

Gambar 3.12 Jenis-Jenis Sambungan Las

3.4 Cacat Laminasi

Cacat laminasi adalah mengelupasnya logam akibat peleburan logam yang


tidak sempurna, biasanya kerusakan pada logam asal yang diakibatkan oleh
pabrik. Hal ini biasanya diakibatkan oleh lobang penyusutan pada produk baja.

Pada saat komponen menahan beban, laminasi bisa menjadi besar dan
mengakibatkan kehilangan kekuatan tranverse pada plat atau bagian lain maka
struktur mengalami kerusakan.

Cacat laminasi juga merupakan cacat yang biasanya terbentuk di plat baja
akibat adanya inklusi logam atau non logam di dalam pelat baja tersebut ketika
proses costing. Akibat mengandung inklusi, ketika plat baja diberi perlakuan
rolling maka inklusi tersebut akan mimipih dan membentuk cacat berupa garis
yang di sebut dengan cacat laminasi.
37

3.5 Pengujian Cacat

Salah satu cara pemeriksaan cacat pada logam dapat menggunakan


gelombang ultrasonik. Detektor gelombang ultrasonik juga dapat dipakai dalam
pemeriksaan cacat laminasi, cacat lasan, hasil pengelasan baik pada pengelasan
lempengan logam maupun pada pengelasan pipa-pipa. Bahkan, juga dipakai untuk
penipisan yang terjadi pada pipa-pipa.

3.6 Metode Ultrasonik Testing (UT)

Gelombang ultrasonik adalah gelombang mekanik seperti gelombang


suara yang frekuensinya lebih besar dari 20 kHz. Gelombang ini dapat dihasilkan
oleh probe yang bekerja berdasarkan perubahan energi listrik menjadi energi
mekanik. Sebaliknya probe juga dapat mengubah energi mekanik menjadi listrik.

Selama perambatannya didalam material, gelombang ini di pengaruhi oleh


sifat-sifat material yang dilaluinya misalnya massa jenis, homogenitas, besar
butiran, kekerasan dan sebagainya. Dari sifat tersebut, gelombang ini dapat
dipakai untuk mengetahui jenis bahan, dan tebal tidak nya cacat di dalam bahan
tersebut. Gelombang ultrasonik dapat di pantulkan ataupun dibiaskan oleh
permukaan batas antara dua material yang berbeda. Dari sifat pantulan tersebut
dapat di tentukan tebal material, lokasi cacat dan ukuran cacat.

Cacat permukaan yang mudah diperiksa dengan gelombang ultrasonik


adalah cacat/permukaan yang tegak lurus terhadap arah rambatan gelombang,
karena cacat/permukaan tersebut mudah memantulkan kembali gelombang untuk
diterima oleh probe. Permukaan yang tidak tegak lurus terhadap arah rambatan
gelombang lebih sukar di periksa. Oleh karenanya dibuat probe yang dapat
mengeluarkan gelombang yang arah rambatnya membuat sudut tertentu terhadap
permukaan yang di periksa.

Dalam penggunaanya, probe dapat dikontakkan langsung pada benda uji


melalui couplant yang sangat tipis yang biasa disebut teknik kontak langsung,
dapat pula dilakukan teknik rendam (immersion) dimana jarak antara probe dan
benda uji cukup jauh sehingga couplant cukup tebal, misal probe dan benda uji di
38

rendam dalam bak berisi couplant. Teknik rendam mudah diotomatikkan tetapi
peralatannya agak murni sehingga tidak praktis untuk penggunaan dilapangan.

Penentuan ukuran cacat dapat dilakukan dengan cara membandingkan


amplitudo gelombang pantul dari cacat tersebut terhadap arah rambatan
gelombang atau berbentuk lingkaran datar yang bidangnya tegak lurus terhadap
arah rambatan gelombang.

Sedangkan, Phased Array Ultrasonic Testing (PAUT) adalah salah satu


metode NDT dengan jenis pengujian ultrsonik yang menggunakan multi-elemen
transduser array dan perangkat lunak yang kuat untuk mengarahkan frekuensi
gelombang ultrasonik ke benda uji dan kembali lagi dengan bentuk gelombang
ultrasonik yang menghasilkan gambar rinci struktur internal yang mirip dengan
benda uji.

Pada proses PAUT memiliki 4 pandangan untuk membaca hasil


interpretasi sebuah cacat las diantaranya A,B,C dan S. A scan merupakan
pandangan dari pulse yaitu pandangan yang menyatakan ada tidaknya defectdari
lasan, B scan merupakan pandangan dari samping lasan yang berfungsi untuk
mengetahui panjang maupun kedalam defect pada saat menginterpretasi sebuah
hasil lasan, untuk C scan berfungsi menginterpretasi sebuah hasil lasan dari atas
dengan maksud hanya bisa mengetahui panjang sebuah defect pada lasan dan
yang terakhir adalah S scan merupakan pandangan sektorial[3,6,7].
39

Gambar 3.13 Pandangan A Scan Phased Array Ultrasonic Testing

Gambar 3.14 Pandangan B Scan Phased Array Ultrasonic Testing


40

Gambar 3.15 Pandangan C Scan Phased Array Ultrasonic Testing

Gambar 3.16 Pandangan S Scan Phased Array Ultrasonic Testing

Pada proses interpretasi data, metode ini menggunakan pulse (gelombang


ampiltudo) dan gambar interpretasi berupa warna yang menandakan bahwa
adanya defectdibenda uji, semakin mendekati defectwarna interpretasi akan
semakin pekat sehingga memudahkan kita untuk mengetahui letak dimana
41

defectdan dapat juga megukur panjang,tinggi atau lebar sebuah defect. Jika warna
defect tidak jelas makaperlu ditambahkan db sesuai dengan technic sheetyang
digunakan[4].

Gambar3.17 Interpretasi Defect Phased Array Ultrasonic Testing

Gambar 3.18 Pembesaran Interpretasi Defect Phased Array Ultrasonic Testing

Elemen merupakan banyaknya gelombang yang mengarah menuju titik


fokusdefectpada metode PAUTelemen yang digunakan sebanyak 16-256 elemen.
42

Untuk mendapatkan fokus depth yang baik perlu pemilihan seberapa banyak
elemen yang digunakan. Semakin kecil jumlah elemen maka spriding elemen
semakin bagus untuk mendapatkan fokus depth pada benda uji[4 dan 5].

Oleh sebab itu, fokus depth merupakan faktor yang sangat berpengaruh
pada saat melakukan interpretasi atau pembacaan defect. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisa pengaruh fokus depth terhadap tampilan resolusi dan
dimensi defect. Sehingga darihasil penelitian diharapkan tidak terjadi kealahan
pada saat pembacaaan dimensi atau ukuran defect.

3.7 Prinsip Operasi

Probe PA terdiri dari banyak transduser ultrasonik kecil, yang masing-


masing dapat berdenyut secara independen.Dengan memvariasikan waktu,
misalnya dengan menggerakkan elemen satu demi satu secara berurutan sepanjang
baris, pola gangguan konstruktif diatur yang menghasilkan balok pada sudut yang
ditentukan. Dengan kata lain, balok bisa difokuskan dan dikemudikan secara
elektronik. Balok disapu seperti cahaya pencarian melalui jaringan atau benda
yang diperiksa, dan data dari beberapa balok disatukan untuk membuat gambar
visual yang menunjukkan irisan melalui objek.
43

3.8 Pencitraan Phased Array

Gambar 3.19 Root Crack

Gambar 3.20 Porosity


44

Gambar 3.21 Inclusion

Gambar 3.22 Lack Of Root Fusion

Gambar 3.23 Concave Root


45

3.9 Gelombang Ultrasonik

Gelombang ultrasonik adalah gelombang mekanik seperti suara yang


frekuensinya lebih besar dari 20kHz. Gelombang ini mempunyai besaran-besaran
fisis seperti pada suara yakni panjang gelombang (𝜆), Kecepatan rambat (v),
waktu getar (T), amplitudo (A), frekuensi (f), fasa (∅) dan sebagainya. Formula
yang berlaku bagi gelombang suara berlaku pula bagi gelombang ultrasonik,
misal:

𝑉 sin 𝛼 𝑉1
𝜆= = 𝑉2 (Snellius)
𝑓 sin 𝛽

𝐼1 𝑟 2
𝑆 = 𝑉. 𝑡 = 𝑟2 2 (Least Square Law)
𝐼2 1

Hukum seperti hamburan, difraksi, dispersi dan hukum gelombang lainnya


berlaku pula bagi gelombang ultrasonik. Dalam perambatan pada material yang
sama, frekuensi gelombang selalu dianggap tetap, sedangkan kecepatan rambat
tergantung pada jenis material dan mode gelombang. Frekuensi yang sering
digunakan untuk uji tanpa merusak umumnya 250 kHz – 15 MHz. Sedangkan
pada pemeriksaan las digunakan frekuensi 2 MHz – 6 MHz.

3.9.1 Cara Perambatan

Untuk menggambarkan cara perambatan gelombang ultrasonik, material


yang digambarkan sebagai atom yang saling terkait melalui pegas.

Bila atom paling kiri didorong kekanan, maka atom disebelah kanannya
akan ikut terdorong kekanan. Demikian pula atom yang terletak lebih kanan akan
ikut terdorong kekanan dan dorongan akan berlanjut sampai keujung bahan.
Dorongan kekanan tersebut akan mengakibatkan atom disekitarnya akan ikut
berubah posisi, sehingga pengaruh dorongan ini akan diteruskan kesemua arah
meskipun besar dorongannya tidak sama kuat. Akibatnya bila atom paling kiri di
getarkan maka getaran ini akan diteruskan kemana-mana dengan intensitas yang
berbeda tergantung pada arah.
46

3.9.2 Mode

Dari cara bergetar dan perambatannya maka gelombang ultrasonik dapat


merambat dalam material melalui berbagai mode:

1) Mode Longitudinal
Mode Longitudinal terjadi bila gelombang ultrasonik merambat
pada suatu arah sejajar dengan arah gerakan atom yang digetarkan,
misalnya atom digetarkan kekanan dan kekiri, sedangkan
gelombang merambat kearah kiri atau kanan. Gelombang
longitudinal (pressure wave) dapat merambat pada semua material,
baik gas, cair maupun padat.

2) Mode Transversal
Mode Transversal terjadi bila gelombang ultrasonik merambat
pada suatu arah tegak lurus pada arah gerakan atom yang
digetarkan, misal atom digetarkan keatas dan kebawah sedangkan
gelombang merambat kearah kanan atau kiri. Gelombang
transversal (shear wave) hanya dapat merambat pada benda padat.

Gambar 3.24 Skema Kerja Mode Longitudinal dan Transverse


47

3) Mode Permukaan
Mode permukaan terjadi jika gelombang transversal merambat
pada permukaan. Gerakan atom yang bergetar berbentuk elips,
sesuai dengan nama nya gelombang permukaan (surface/raleigh
wave) hanya merambat pada permukaan material padat dengan
kedalaman maksimum satu panjang gelombang.

Gambar 3.25 Skema Kerja Mode Permukaan

4) Mode Pelat
Mode pelat terjadi bila gelombang transversal merambat pada
material pelat tipis yang tebalnya kurang dari setengah panjang
gelombang. Gerakan atom yang bergetar berbentuk elips.
Gelombang pelat (plate/lamb wave) merambat pada seluruh benda
uji tipis tersebut, baik dalam bentuk gelombang simetris atau
gelombang asimetris.

Gambar 3.26 Skema Kerja Mode Plat

5) Perubahan Mode
Gelombang ultrasonik yang merambat dalam suatu material dapat
berubah mode dari satu mode ke mode yang lainnya. Perubahan
mode ini terjadi misalnya karena pantulan atau pembiasan. Bila
mode berubah maka kecepatan rambatnya berubah, sedangkan
48

frekuensi tetap, akibatnya panjang gelombangnya juga akan


berubah.

Gambar 3.27 Skema Kerja Mode Perubahan


(Gambar: Skema Kerja erubahan Mode )

3.9.3 Kemampuan Deteksi

Cacat kecil dapat memantulkan kembali gelombang ultrasonik bila


permukaannya cukup luas. Cacat terkecil yang dapat dideteksi oleh gelombang
ultrasonik adalah bila :

1
∅ = 2𝜆

3.9.4 Kecepatan Rambat dan Panjang Gelombang

Kecepatan rambat (v) gelombang ultrasonik dalam suatu material


tergantung pada jenis material yang di lalui oleh mode gelombang tersebut.

Untuk

Mode longitudinal

𝐸 (1 − 𝜎)
𝑉𝐿 = √
𝜌(1 + 𝜎)(1 − 2𝜎)

Untuk Mode Transversal

𝐸 (1 − 𝜎)
𝑉𝑇 = √
2𝜌(1 + 𝜎)
49

Dimana: E = Modulus Elastisitas

𝜌 = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠

𝜎 = 𝑃𝑜𝑖𝑠𝑠𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜

Untuk mode pelat kecepatan rambat tidak hanya tergantung pada jenis
material, tetapi tergantung pula pada tebal bahan dan frekuensinya.

Tabel 1 menunjukkan kecepatan rambat gelombang transversal dan longitudinal


di dalam bermacam jenis material:

Table 3.1 Kecepatan Rambat Gelombang Transversal Dan Longitudinal

Bahan 𝜌 (Massa Kecepatan rambat Impedansi


Jenis) akustik
3
(x 10 𝑚/𝑠)
(x 103 𝑘𝑔/𝑚3 ) (106 𝑘𝑔/𝑚2 𝑠)
𝑉𝐿 𝑉𝑇

Metal (Logam)

Aluminium 2,7 6,32 3,08 17,0

Baja 7,85 5,9 3,23 46,5

Tembaga 8,9 4,7 2,26 42,0

Non Metal (Yang Bukan Logam)

Gelas (2,2 – 2,6) (4,2 – (2,4 – 3,5) (12,3 – 15,0)


5,7)

Karet (1,1 – 2,1) (1,5 – - (1,9 – 3,7)


2,3)
50

Porselin 2,4 (5,6 – (3,5 – 5,7) (13 – 14)


6,2)

Cairan

Air 1,0 1,48 - 1,5

Gliserin 1,26 1,92 - 2,4

Oli (0,89 – 0,96) 1,74 - (1,5 – 1,7)

3.10 Pengaruh Couplant

Couplant glyserine

Pengolesan couplant pada blok kalibrasi sangat penting karna untuk


membaca nilai pulse yang akan keluar pada layar dan menghambat udara yang
akan masuk pada probe yang akan di kalibrasi.

Gambar 3.28 Cuoplant glyserine

Fungsi couplant adalah untuk memudahkan merambatnya gelombang dari


probe kedalam benda uji karena bila antara probe dan benda uji terdapat udara
maka hampir 100% gelombang akan di pantulkan kembali ke dalam probe.
51

Pada teknik kontak langsung, bila permukaan halus, lapisan couplant


sangat tipis sehingga tidak mempengaruhi arah perambatan gelombang tetapi
mempengaruhi amplitudo dari indikasi yang timbul pada layar. Oleh karenanya
dalam pengukuran besarnya caca, tekanan yang diberikan pada probe harus
konstan, agar tebal couplant yang terletak antara probe dan benda uji tetap, untuk
menghindari perubahan amplitudo yang disebabkan oleh tebal couplant yang tidak
konstan.

Oli adalah couplant yang cukup baik, sedangkan gliserin yang terbaik,
emulsi plastik dalam air dapat pula digunakan sebagai couplant, demikian pula
dengan air, tetapi harus di ingat kemungkinan terjadinya korosi karena pemakaian
air. Untuk permukaan yang tegak lurus dan kasar, pemakaian couplant yang lebih
kental seperti gliserine akan lebih baik, udara antara benda uji dapat dihindari
karena couplant tidak mengalir kesekitarnya, berbeda dengan oli dan air yang
mudah cepat mengalir, serta air yang mudah terjadi nya korosi pada spesimen
yang akan di uji.

3.10.1 Pemilihan Couplant

1. Couplant harus menempel pada permukaan benda uji dan permukaan


probe serta mampu mengusir semua udara yang terdapat antara permukaan
probe dan permukaan benda uji.
2. Mudah digunakan
3. Homogen dan bebas dari gelembung udara dan partikel padat
4. Tidak merusak probe dan benda uji
5. Harus cukup kuat menempel pada benda uji, tetapi mudah dibersihkan.

3.10.2 Penggunaan Couplant Dan Jenis-Jenis Couplant

1. Couplant untuk pengujian kontak lansung


Permukaan halus mendatar : gliserin / oli
Permukaan agak kasar tetapi mendatar : oli
Permukaan sangat kasar dan tegak : oli kental/grease
52

Permukaan Panas : grease.

3.11 Pesawat Ultrasonik

Pesawat ultrasonik mempunyai kesamaan dengan osiloskop di mana


pengukuran yang dilakukan berdasarkan pengukuran waktu dan tegangan.
Pengukuran waktu di presentasikan pada skala horizontal sebagai pengukuran
jarak tempuh gelombang ultrasonik. Pengukuran tegangan dipresentasikan pada
skala vertikal sebagai pengukuran amplitudo untuk mengetahui koefisien attenuasi
gelombang yang melalui medium tersebut . Skala horizontal dan vertikal ini harus
linear agar dan menghasilkan nilai keluaran yang akurat.

3.12 Probe Yang Digunakan

Probe array tipikal memiliki frekuensi mulai dari 1 MHz sampai 17 MHz
dan memiliki antara 10 dan 128 elemen. Olympus menawarkan berbagai macam
probe menggunakan teknologi piezocomposite untuk semua jenis inspeksi. Bagian
ini menunjukkan probe array bertahap Olympus, yang terbagi menjadi tiga jenis:
probe sudut sudut, probe baji terpadu, dan probe pencelupan. Jenis probe lainnya
dapat dirancang untuk memenuhi kebutuhan aplikasi Anda. Linear array adalah
probe array bertahap yang paling sering digunakan untuk aplikasi industri. Salah
satu fitur penting yang mendefinisikan probe array bertahap adalah aperture probe
aktif.

3.13 Penentuan Dimensi Cacat

3.13.1 Metode 6 dB drop

Posisi probe di pinggir cacat dapat di tentukan yakni apabila 50%


gelombang diteruskan yakni 50% lagi di pantulkan kembali ke probe. Maka dari
itu probe dapat dikatakan tepat berada pada posisi pinggiran cacat. Dengan
menggeser probe di seluruh permukaan benda uji, maka batas pinggiran dari cacat
tersebut akan dapat di tentukan sehingga diperoleh dimensinya. Dalam metode ini
juga dilakukan penambahan 6 dB dari gain kalibrasi sebelumnya. Terjadi
53

penambahan 6dB dikarenakan untuk mendeteksi cacat harusnya dicari pulsa yang
berada pada posisi 50% amplitudonya. Saat posisi pulsa awal 100% berubah
menjadi 50% terjadi pengurangan dB sebesar 6dB. Oleh karena itu didapatkan
amplitudo maksimum untuk menentukan pinggiran cacat. Untuk mendeteksi batas
akhir dari pinggir panjang cacat maka probe harus digerakan kembali hingga
menemukan pulsa dalam posisi yang sama yaitu 50%.

3.13.2 Metode Ekualisasi

Metode ini menggunakan prinsip penyamaan pulsa cacat dengan pulsa


pantulan cacat (back wall) dengan menggeser probe. Jika suatu material
mengasilkan pulsa yang sama tinggi dengan pantulannya maka daerah tersebut
adalah daerah pinggiran cacat dan untuk mencari ujung cacat maka harus
ditentukan lagi pulsa yang sama panjang dengan pantulannya. Sehingga dalam
metode ini diperlukan tiga gelombang yang sama besar.

3.13.3 Distance Amplitudo Correction (DAC)

DAC adalah salah satu cara menentukan dimensi cacat relatif, artinya
relatif terhadap suatu cacat tertentu. Untuk itu terlebih dahulu harus dibuat kurva
DAC dari cacat referensi berupa lubang bor sisi atau berupa takikan segiempat
(notch) dari blok kalibrasi dasar. Setelah kurva DAC diperoleh, amplitudo dari
indikasi cacat dibandingkan dengan kurva DAC dan dapat dihitung berapa persen
perbandingan antara amplitudo dari indikasi cacat terhadap amplitudo kurva DAC
untuk jarak yang sama.

3.14 Sumber dan Penerima Gelombang

Suara dapat ditimbulkan melalui berbagai cara misalnya dengan cara


mekanik (memukul, memetik) atau dengan cara elektrik melalui tranduser dan
sebagainya. Gelombang ultrasonik dapat ditimbulkan oleh perubahan energi
listrik ke energi mekanik dari suatu transduser yang disebut probe, melalui efek
piezoelektrik dan maknetostriktif. Kedua efek ini reversible artinya bila dapat
54

terjadi perubahan energi dari listrik ke energi mekanik, maka perubahan energi
mekanik ke energi mekanik ke energi listrik pun dapat terjadi. Karena sifat
reversible tersebut maka probe dapat berfungsi sebgai sumber alat dan penerima
gelombang ultrasonik.

1. Efek Piezoelektrik

Gambar 3.29 Skema Kerja Efek Piezoelektrik

Efek ini dapat terjadi pada kristal suatu material seperti barium titanat, kuarsa dan
sebagainya. Bila kristal menerima tegangan listrik, dimensi kristal tersebut akan berubah
dan bila tegangan listrik dimatikan maka kristal akan kembali ke dalam dimensi semula
dan terjadi getaran.

Bila kristal ini di tempelkan pada benda lain maka getaran akan diteruskan dan
merambat kedalam benda tersebut. Makin tinggi tegangan yang diberikan pada kristal,
kristal akan bergetr lebih kuat, sehingga amplitudo getaran menjadi lebih besar. Bila
tegangan terlalu besar maka kristal akan mengalami kerusakan. Frekuensi getaran yang
timbul tergantung pada dimensi kristal piesoelektrik tersebut. Makin tipiskristalnya,
frekuensi yang timbul makin besar.

Kristal piesoelektrik dengan kontak listriknya diberi wadah dan keseluruhan unit
inti biasa disebut probe. Jadi suatu probe dapat berfungsi sebagai sumber maupun
penerima gelombang ultrasonik.

Dalam satu probe dapat berisi satu kristal yang disebut probe tunggal, tetapi dapat
pula berisi dua kristal yang disebut probe kembar. Bila bidang permukaan kristal sejajar
55

dengan bidang permukaan probe maka probe disebut probe normal. Dalam probe normal,
gelombang yang keluar dari probe adalah gelombang longitudinal dan arahnya tegak
lurus terhadap permukaan probe. Bila bidang permukaan kristal tidak sejajar dengan
probe maka probe disebut probe sudut.

Gelombang yang masuk ke dalam benda uji adalah gelombang transversal dan
membentuk sudut tertentu terhadap garis normal permukaan probe. Jadi ada 4 macam
probe, yaitu:

1. Probe normal : Tunggal dan Kembar


2. Probe sudut : Tunggal dan Kembar.

Selain 4 macam probe diatas terdapat satu jenis probe tunggal lainnya yaitu probe
universal di mana kristal dapat diputar dari luar probe sehingga dapat berfungsi sebagai
probe normal maupun sudut. Probe inilah yang digunakan dalam Ultrasonic Test Phased
Array.

2. Efek Maknetostriktif

Beberapa material seperti baja, ferit, nikel dan panduannya dapat berubah
dimensinya bila berada pada medan magnet yang kuat. Bahan ini mempunyai sifat
maknetostriktif. Medan magnet yang timbul diperoleh dari kumparan yang dilalui arus
listrik. Bila arus listrik diperoleh dari kumparan yang dilalui arus listrik. Bila arus listrik
mengalir material maknetostriktif tersebur akan berubah dimensinya dan bila arus
dihentikan maka bahan akan kembali ke dimensi semula dan bergetar menimbulkan
getaran ultrasonik, sebaliknya bila gelombang ultrasonik datang pada material, dalam
material akan terjadi medan magnet, medan magnet ini menginduksikan kumparan
sehingga terjadi tegangan listrik yang selanjutnya diperkuat untuk pendeteksian. Untuk
mengurangi panas sebagai arus Eddy yang timbul pada bahan maknetostriktif, bahan ini
dibuat berlapis lapis seperti inti transformator. Jadi material maknetostriktif juga
mempunyai sifat reversible.
56

3.15 Sensitivitas Dan Resolusi

Sensitivitas merupakan kemampuan sistem untuk mendeteksi pemantul


kecil yang letaknya jauh dari permukaan, sedangkan resolusi adalah kemampuan
sistem untuk membedakan dua permukaan pemantul yang sangat berdekatan.

Sensitivitas dan resolusi merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi


artinya jika sesitivitas baik, maka akan menyebabkan menurunya resolusi,
sedangkan jika resolusinya yang baik maka akan mengurangi sensitivitas. Probe
yang mempunyai resolusi baik akan selalu di ikuti dengan sensitivitas yang
kurang. Demikian pula alat elektroniknya Untuk memperoleh sistem yang
resolusinya baik di perlukan probe dan alat elektronik yang baik pula. Besaran
sensitivitas biasanya di nyatakan secara relatif, yang satu mungkin lebih baik dari
yang lain. Untuk mendeteksi cacat dari contoh uji yang sangat jauh letaknya dari
permukaan, sistem yang sensitivitasnya lebih baik akan menghasilkan pengukuran
yang menyakinkan, sedangkan untuk membedakan dua cacat yang berdekatan,
resolusi yang baik akan sangat memudahkan.

Sensitivitas Baik Resolusi Kurang

Resolusi Baik Sensitivitas Kurang

Gambar 3.30 Perbandingan Bentuk Sensitivitas dan Resolosi Baik dan Tidak
57

3.16 ACCEPTANCE CRITERIA UT ( ASME VIII )

KASUS KODE UNTUK PIPA TEKANAN - B31


Tanggal Persetujuan: 23 Januari 2007

Penggunaan Ultrasonik Alternatif Pemeriksaan Kriteria Penerimaan pada ASME


B31.3

Pertanyaan: Dalam kondisi dan keterbatasan apa mungkin kriteria penerimaan UT


alternatif berlaku dipengganti dari mereka yang dijelaskan dalam paragraf.
344.6.2 dari ASME B31.3.

Balas: Ini adalah pendapat dari Komite , kriteria penerimaan UT alternatif seperti
yang dijelaskan pada kasus ini dapat diterapkan sebagai pengganti yang dijelaskan
dalam article 344.6.2 dari ASME B31.3 menyediakan semuanya dari persyaratan
berikut terpenuhi:

a) Area pemeriksaan ultrasonik harus mencakup volume las,


ditambah yang lebih rendah dari 25 mm (1 in) atau t pada setiap
sisi lasan.
b) Strategi pemeriksaan atau pemindaian yang terdokumentasi
rencana harus diberikan menunjukkan transduser penempatan,
pergerakan, dan cakupan komponen yang menyediakan standar dan
berulang metodologi untuk penerimaan las. Rencana pemindaian
juga harus menyertakan sudut balok ultrasonik yang digunakan,
balok arah dengan pengelasan garis tengah, dan pipa volume
diperiksa untuk masing-masing lasan. Itu dokumentasi harus
tersedia untuk pemilik inspektur.
c) Pemeriksaan ultrasonik harus dilakukan sesuai dengan prosedur
tertulissesuai dengan persyaratan Section V, Article 4. Prosedurnya
seharusnya menunjukkan untuk melakukan acceptably pada a blok
kualifikasi Blok kualifikasi harus sesuai dengan Bagian V, Article
4, T- 434.1.2 sampai T-434.1.6. Kualifikasi blok (s) harus
58

disiapkan dengan pengelasan atau panas proses isostatik (HIP) dan


harus mengandung minimal tiga kekurangan, berorientasi untuk
mensimulasikan kekurangan sejajar dengan garis fusi lasan
produksi sebagai berikut:
1. satu cacat permukaan di sisi blok mewakili permukaan
pipa OD
2. satu cacat permukaan di sisi blok mewakili permukaan ID
pipa
3. satu cacat bawah permukaan
4. Jika blok bisa dibalik saat UT

Pemeriksaan, maka salah satu cacat bisa mewakili


keduanya permukaan ID dan OD. Jadi hanya dua kekurangan saja
wajib. Ukuran cacat tidak lebih besar dari kekurangan pada Tabel 1
atau 2 untuk ketebalan yang akan diperiksa. Dapat diterima kinerja
didefinisikan sebagai respon dari cacat maksimum yang diijinkan
dan kekurangan lainnya minat ditunjukkan melebihi tingkat
referensi.

Atau, untuk teknik yang tidak digunakan tingkat perekaman


amplitudo, kinerja yang dapat diterima didefinisikan sebagai
menunjukkan bahwa semua kekurangan yang dicitrakan dengan
panjang yang direkam, termasuk yang maksimal kekurangan yang
diijinkan, memiliki panjang yang ditunjukkan sama dengan atau
lebih besar dari panjang sebenarnya dari kelemahan di blok
kualifikasi.
59

3.2 Tabel Flaw Acceptance Criteria For Weld

Catatan Umum :

a. t = ketebalan lasan tidak termasuk yang diijinkan penguatan. Untuk seorang buttweld
bergabung dengan dua anggota. Ketebalan yang berbeda pada lasan, t adalah yang lebih
tipis dari keduanya ketebalan. Jika lasan penetrasi penuh termasuk lasan fillet, ketebalan
tenggorokan lasan fillet harus termasuk dalam t.
b. Indikasi bawah permukaan harus dianggap sebagai permukaan cacat jika pemisahan (S
pada Gambar 1) dari indikasi dari. Permukaan komponen terdekat sama atau kurang dari
setengah dari dimensi (2d pada Gambar 1, sketsa [b]) dari indikasi bawah permukaan.

d) Pemeriksaan ultrasonik harus dilakukan dengan menggunakan


perangkat yang menggunakan otomatis akuisisi data berbasis
komputer Lurus awal Pemeriksaan material balok (T-472 dari
Section V, Article 4) untuk reflektor yang dapat mengganggu.
Pemeriksaan sudut balok harus dilakukan (1) secara manual, (2)
sebagai bagian dari manufaktur sebelumnya proses, atau (3) selama
UT otomatis.
e) Personel yang melakukan dan mengevaluasi UT ujian harus
kualifikasi dan sertifikasi yang sesuai dengan praktik tertulis
majikan mereka.ASNT SNT-TC-lA atau CP-189 harus digunakan
sebagai aguideline. Hanya personil Level II atau III yang
menganalisa data atau menginterpretasikan hasilnya.
f) Catatan kualifikasi personil bersertifikat harus disetujui oleh
pemilik perpindahan. 342.1.
60

g) Sebagai tambahan, personil yang memperoleh dan menganalisa


data UT harus memenuhi syarat dan bersertifikat sesuai dengan (f)
di atas dan harus dilatih menggunakan peralatan di (d) di atas, dan
berpartisipasi dalam demonstrasi (c) di atas.

1 Pemindaian sektoral (S-scan) dengan array bertahap dapat digunakan untuk pemeriksaan lasan, asalkan
ditunjukkan secara memuaskan sesuai dengan paragraf. (c). S-scan menyediakan kipas angin balok dari satu
titik emisi tunggal, yang meliputi sebagian atau keseluruhan las, tergantung ukuran transduser, geometri
sendi, dan bagian ketebalan. Sementara S-scan dapat menunjukkan kemampuan mendeteksi yang baik dari
sisi lubang bor, karena mereka omnidirectional reflektor, balok dapat disorientasi untuk reflektor planar (mis.,
kurangnya fusi dan retakan). Hal ini terutama berlaku untuk bagian yang lebih tebal, dan dianjurkan agar
banyak linier lolos dengan S-scan digunakan untuk komponen yang lebih besar dari 25 mm (1 inci) tebal.
Sejumlah kekurangan yang memadai harus digunakan blok demonstrasi untuk memastikan kemampuan
mendeteksi keseluruhan lasan volume.

Anda mungkin juga menyukai