Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN BBDM MODUL 6.

SKENARIO 1

Disusun oleh:

BBDM 1

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2017
DAFTAR PESERTA DIDIK

BBDM 25

NO Nama Peserta Didik NIM Paraf


1 RATNA SANTIKA DEWI PRAYITNO 22010111170001 1.

2 EDWIN NUGRAHA MANURUNG 22010115120001 2.

3 CHAIRUNNISA WIRDINA 22010115120002 3.

4 HELENA TANIA CAROLINE 22010115120003 4.

5 NIHAYATUL ISTIANAH 22010115120004 5.

6 HANA PERTIWI 22010115120005 6.

7 GANGGA DEVI PADMA 22010115120006 7.

8 VANIA CAHYA ARDININGRUM 22010115120007 8.

9 Cindy. 22010115120009 9.

10 Justin 22010115120010 10.

Mengetahui

Tutor BBDM 1 Skenario 1,


Skenario 1

Seorang wanita usia 73 tahun, pensiunan guru dibawa oleh keluarganya ke praktek dokter
umum dengan keluhan sejak 1 bulan yang lalu timbul luka dipantat dan ruam kulit dilipat
paha serta kulit yang kering. Luka dipantat timbul sejak 2 minggu yang lalu. Pada luka
tampak menggaung dengan dasar jaringan subkutis dan tampak nekrosis jaringan. Pada ruam
kuit dilipat paha tampak kemerahan, basah dan terasa gatal. Pada kulit penderita tampak
kering, kasar dan kadang gatal.

Riwayat penyakit sebelumnya 2 bulan yang lalu menderita stroke non hemorragik, dan
selanjutnya penderita mengalami kelemahan anggota geraknya dan hanya bisa berbaring
ditempat tidur. Karena aktifitasnya yang terbatas ditempat tidur, untuk berkemih penderita
menggunakan popok/diapers.

Penderita mendapatkan obat-obat berupa salep Asam Fusidat dan Hidrokortison untuk luka
dipantat, serta bedak gatal dan tablet kecil berwarna kuning untuk ruam dilipat paha. Tetapi
keluhan tidak membaik bahkan luka semakin melebar.

Oleh dokter umum penderita dirujuk kedokter spesialis bedah plastik untuk perawatan lebih
lanjut luka dipantat serta dirujuk kedokter spesialis kulit dan kelamin untuk penanganan ruam
kulit dan kulit keringnya.

I. KATA SULIT

a.Stroke Non Hemorragik : Gangguan fungsional otak secara mendadak dengan gejala
klinis fokal yang berlangsung lebih dari 24 jam . Non Hemorragik merupakan stroke yang
terjadi akibat adanya obstruksi atau sumbatan dalam pembuluh darah yang memasok darah ke
otak yang biasa disebabkan oleh trombus dan dapat menyebabkan iskemik.

b.Salep Asam Fusidat : antibiotik yang digunakan untuk menobati infeksi kulit,
infeksi sistemik akibat Stafilokokus.
Hidrokortison : obat kortikosteroid berbentuk salep yang digunakan untuk
mengobati eksim, inflamasi, kemerahan, serta gatal-gatal pada kulit. Beberapa jenis infeksi
kulit yang dapat diobati contohnya dermatitis alergi, dermatitis kontak, dermatitis atopi

c. Ruam : kondisi kulit yang ditandai dengan iritasi, bengkak atau


gembung kulit yang diketahui dengan adanya warna merah, rasa gatal, bersisik, kulit yang
mengeras atau benjolan melepuh pada kulit.
Nekrosis : cedera sel yang menyebabkan kematian sel-sel prematur
jaringan hidup akibat infeksi,racun ataupun trauma.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa kulit menjadi kering dan kasar?


2. Mengapa terdapat luka menggaung ?

3. Mengapa terdapat ruam kulit yang kemerahan,basah dan gatal ?

4. Mengapa diberi obat asam fusidat dan hidrokortison namun keluhan tidak membaik ?

5. Bagaimana hubungan kulit kering dengan luka menggaung pada pasien?

III. ANALISIS MASALAH

1. Pada lansia kadar lipid pada stratum korneum kulit mengalami penurunan dan
menyebabkan rendahnya kadar NMF (Natural Moisturazing Factor) sehingga timbul
gangguan pada proses deskuamasi dikulit dan menyebabkan peningkatan kadar TEWL
(Transepidermal Water Loss) dan terjadilah kondisi yang dikenal dengan Xerosis Kutis atau
kulit kering. Selain itu fotoaging juga dapat menyebabkanrusaknya kolagen dikulit dan
akumulasi keratin yang dapat sebabkan kulit kering .

Pada Stroke terjadi gangguan pada proses berkeringan di Thalamus dan Medula Spinalis
yang menyebabkan Anhidrosis dan terjadi Kulit Kering.

2, 5. Penggunaan diapers jangka lama akan menimbkan kondisi lembab yang jika ditambah
dengan gesekan berkepanjangan pada kulit menyebabkan kerusakan pada stratum korneum
sehingga mengakibatkan Kulit menjadi Kering . Selain itu Air seni dan juga feses yang
tertampung didiapers merupakan zat yang iritan bagi kulit .

Pergerakan yang kurang karena kondsi Tsroke yang dialami menyebabkan tekanan terus
menerus pada daerah kulit berotot yang dekat dengan tulang dan dapat menyebabkan ulkus
dekubitus contohnya pada daerah pantat akibat tidur terlentang terlalu lama.

3. Kondisi Stroke menyebabkan kurangnya mobilisasi pada pasien yang dapat menyebabkan
dekubitus dan nekrosis jaringan . Penggunaan diapers terlalu lama menyebabkan kondisi
lembab dan menimbulkan gejala gatal gatal , dan kemerahan pada lipat paha yang dapat
disebbakan oleh jamur . Penggunaan diapers juga dapat menimbulka klinis yang dikenal
dengan Dermatitis Diapers.

4.Pemberian Antibiotik Asam Fusidat tidak sembuh mungkin karena etiologi yang bukan
bakteri melainkan Candida. Selain itu higine yang buruk dan posisi tidur yang tidak diubah-
ubah juga dapat memperlambat penyembuhan pada keluhan .

IV. SKEMA
Perempuan73 tahun Anamnesis dan Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan
-timbul luka di pantat -2 bulan yang lalu terkena Stroke non penunjang:
-Ruam kulit dilipat hemoragik -Biopsi
paha - (+) kelemahan pada anggota gerak -Imaging
-Kulit Kering - menggunakan diapers
-
Penatalaksanaan dan Diagnosis Kerja
edukasi
V. SASARAN BELAJAR

1. a. Defenisi dan Etiologi Ulkus Dekubitus

b. Derajat Keparahan Ulkus Dekubitus

c. Patofisiologi Ulkus Dekubitus

d. Penatalaksanaan (farmakologi dan non farmakologi ) Ulkus Dekubitus

2. a. Patofisiologi Diapers Rash

b. Penatalaksanaan (Farmakologi dan nonfarmakologi ) Diaper Rash

3. a. Faktor Penyebab Xerosis Kutis

b.Penatalaksanaan (Farmakologi dan nonfarmakologi ) Xerosis Kutis

VI. BELAJAR MANDIRI

1. A . Defenisi dan Etiologi Ulkus Dekubitus

Menurut NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel) AS, ulkus dekubitus adalah
kerusakan terlokalisir pada kulit dan jaringan lunak. Dapat timbul sebagai luka ulkus terbuka
yang nyeri. Merupakan akibat dari tekanan atau kombinasi dengan tekanan geser.

Etiologi:

a. Gangguan mobilitas
Etiologi tersering ulkus dekubitus adalah gangguan mobilitas yang membuat pasien
terekspos tekanan terus menerus berkepanjangan. Situasi ini dapat ditemukan pada
pasien dengan gangguan neurologis, dalam efek anestesi, restrained, demented atau
sedang pulih dari trauma fisik. Imobilitas berkepanjangan ini dapat menyebabkan
atrofi otot dan jaringan lunak yang mengurangi massa penopang tulang.
b. Kontraktur dan spastisitas
Kontraktur menahan sendi pada posisi fleksi dan spastisitas membuat jaringan terkena
tekanan dan geseran.
c. Gangguan persepsi nyeri
Dapat disebabkan gangguan neurologis atau karena pengobatan. Gangguan persepsi
nyeri dapat mengeliminasi stimuli yang mendorong pasien untuk melakukan reposisi.
Sebaliknya nyeri hebat pasca-operasi atau patah tulang malah membuat pasien tidak
ingin mengubah posisi.
d. Kulit pasien yang tipis
Ulkus dekubitus juga dapat dipercepat dengan kulit pasien yang tipis dan rentan
trauma. Trauma-trauma kecil menyebabkan deepitelisasi atau robekan, mengurangi
pelindung terhadap kontaminasi bakteri, meningkatkan transdermal water loss,
maserasi, dan membuat kulit lengket di pakaianatau di tempat tidur.
B. Derajat Keparahan Ulkus Dekubitus

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014


Membagi derajat dekubitus menjadi enam dengan karakteristik sebagai
berikut :

1) Derajat I :Nonblanchable Erythema


Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan tanda-tanda akan terjadi
luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda
Sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau Lebih hangat), perubahan
konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada
orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai kemerahan yang menetap, sedangkan
pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau
ungu. Cara untuk menentukan derajat I adalah dengan menekan daerah kulit yang merah
(erytema) dengan jari selama tiga detik, apabila kulitnya tetap berwarna merah dan apabila
jari diangkat juga kulitnya tetap berwarna merah.

2) Derajat II :Partial Thickness Skin Loss

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superfisial dengan warna dasar luka merah-pink, abrasi, melepuh, atau membentuk
lubang yang dangkal. Derajat I dan II masih bersifat refersibel.

3) Derajat III :Full Thickness Skin Loss

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam. Disebut sebagai “typical decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya kehilangan
bagian dalam kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon dan tulang. Slough
mungkin tampak dan mungkin meliputi undermining dan tunneling.

4) Derajat IV :Full Thickness Tissue Loss

Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon atau otot. Slough
atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan pada beberapa bagian dasar luka (wound bed)
dan sering juga ada undermining dan tunneling. Kedalaman derajat IV dekubitus bervariasi
berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput dan malleolar tidak memiliki
jaringan subkutan dan lukanya dangkal. Derajat IV dapat meluas kedalam otot dan atau
struktur yang mendukung (misalnya pada fasia, tendon atau sendi) dan memungkinkan
terjadinya osteomyelitis. Tulang dan tendon yang terkena bisa terlihat atau teraba langsung.

5) Unstageable : Depth Unknown

Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed) ditutupi oleh slough
dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau jaringan mati(eschar) yang berwarna
coklat atau hitam didasar luka. slough dan atau eschar dihilangkan sampai cukup untuk
melihat (mengexpose) dasar luka, kedalaman luka yang benar, dan oleh karena itu derajat ini
tidak dapat ditentukan.
6) Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown

Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka secara terlokalisir
atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang berisi darah karena kerusakan yang
mendasari jaringan lunak dari tekanan dan atau adanya gaya geser.. Perkembangan dapat
mencakup blister tipis diatas dasar luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka mungkin terus
berkembang tertutup oleh eschar yang tipis. Dari derajat dekubitus diatas, dekubitus
berkembang dari permukaan luar kulit kelapisan dalam (top-down), namun menurut hasil
penelitian saat ini, dekubitus juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia
dan otot walapun tanpa adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah
injury jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot
dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia dari pada permukaan kulit (Rijswijk &
Braden, 1999).

C. Patofisiologi Ulkus Dekubitus

Banyak penelitian telah dilakukan untuk mempelajari bagaimana terjadinya proses


mekanisme nekrosis jaringan. Telah ditemukan bahwa banyak faktor intrinsik dan
ekstrinsik berdampak pada tingkat dan luasnya trauma jaringan. Faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap pembentukan ulkus dekubitus dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Serat kolagen dermal juga cenderung melindungi terhadap tekanan eksternal. Demikian pula
cairan interstitial yang dapat berperan sebagai penyangga dan juga dapat untuk
mempertahankan jaringan tekanan hidrostatik

1. Tekanan

Tekanan sama dengan berat badan / luas permukaan kulit. Dimana efek tekanan berbanding
lurus dengan berat badan dan durasi yang diterapkan dan berbanding terbalik dengan luas
permukaan kulit. Tekanan tidak hanya ditentukan oleh berat badan tetapi ditentukan juga oleh
kekakuan dan komposisi jaringan.. Terlepas dari efek langsung tekanan yang menyebabkan
jaringan iskemi dan nekrosis, proses reperfusi ke kerusakan jaringan yang telah terjadi
inflamasi oleh makrofag juga berpartisipasi dalam penyebab dari ulkus dekubitus.

.2 Shearing

Shearing ini merupakan faktor mekanik patologis penting dalam terbentuknya ulkus
dekubitus. Shearing menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara yang berbeda. Namun,
kerusakan jaringan ini akan terjadi secara bersamaan dengan adanya pengaruh dari
tekanan. Pada dasarnya, sulit untuk menciptakan suatu tekanan tanpa disertai dengan
adanya faktor shearing baik disertai kompresi maupun tanpa kompresi.

3 Gesekan (Friction)

Gesekan yang terjadi antara kulit dan permukaan lain dapat menyebabkan hilangnya
lapisan startum korneum namun masih dalam batas normal. Bila gesekan terjadi secara
terus-menerus dan berulang maka akan menyebabkan pelepasan lapisan stratum korneum
lebih banyak sehingga akan menimbulkan cedera pada kulit. Ketika terjadinya pelepasan
stratum korneum melebihi normal, maka akan lebih mudah untuk meningkatkan infeksi.
Jika pada jaringan telah terjadi iskemi dan jaringan tersebut mulai terinfeksi maka akan
mengakibatkan terjadinya ulserasi yang lebih dalam.1

4 Kelembaban

Ini merupakan faktor ekstrinsik yang penting. Salah satu contoh kelembaban ekstrinsik dapat
berasal dari keringat, urin, feses yang dapat menyebabkan terjadinya maserasi pada
permukaan kulit. Kulit yang sudah maserasi akan membentuk lepuh dan rentan terhadap
kerusakan struktur kulit. Kelembaban yang berlebihan pada permukaan kulit juga akan
melemahkan penghalang kulit dan membuatnya lebih rentan terhadap tekanan, shearing dan
gesekan. Hal inilah yang menjadi faktor utama untuk terjadinya ulserasi

5. Posisi

Posisi pasien merupakan faktor ekstrinsik yang menentukan titik-titik tekanan yang mungkin
menyebabkan ulserasi. Perubahan postur tubuh menghasilkan tekanan pada titik-titik
anatomis yang berbeda dalam tubuh membuat mereka rentan terhadap ulkus dekubitus.
Gambar: Titik-titik tekanan pada saat posisi (a) duduk, (b) terlentang, (c) lateral dan (d)
prone posture

Gambar kiri :Ulkus dekubitus di perbatasan lateral maleolus dan batas lateral fibula
akibat tekanan posisi lateral. Gambar kanan : 3 Ulkus dekubitus di bagian paha dan lutut
selama akibat tekanan posisi prone posture

6. Ketidakmampuan bergerak (Immobilitas)

Normalnya, setiap individu saat tidur secara berkala akan mengubah posisi tidurnya
dikarenakan adanya sistem umpan balik sensorimotor. Sistem umpan balik ini akan terganggu
pada pasien-pasien dengan gangguan neurologis dan pada pasien dengan pengaruh anestesi
yang berkepanjangan sehingga tubuh gagal untuk melakukan penyesuaian postural dalam
menanggapi proses tekanan yang berkepanjangan. Pasien-pasien yang menjalani operasi yang
berkepanjangan lebih dari 4 jam memiliki yang lebih tinggi terkena ulkus dekubitus.1

7. Faktor neurologis

Hilangnya persepsi sensorik atau tingkat gangguan kesadaran menyebabkan hilangnya


persepsi rasa nyeri dan proses untuk menghindar dari rasa nyeri akibat faktor tekanan.
Kondisi neurologis yang menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan motorik merupakan
salah satu contoh keadaan yang tidak mampu untuk merubah postur ketika tekanan diberikan.

8. Metabolik dan faktor gizi

Gizi yang cukup merupakan faktor penting dalam pencegahan ulkus dekubitus. Pasien
dengan ulkus dekubitus atau pada pasien-pasien yang rentan terhadap terjadinya ulkus
dekubitus harus memiliki asupan kalori sebanyak 30-35 kkal/kg/hari dengan 1,25-1,5 gram
protein/kg/hari.. Hemoglobin merupakan indikator yang penting dikarenakan hemoglobin
diperlukan untuk oksigenasi jaringan. Pada pasien dengan anemia, kapasitas membawa
oksigen didalam darah berkurang dan oleh karenanya terjadi adanya penurunan pasokan
oksigen ke jaringan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan di jaringan
iskemik karena tekanan mekanik..

9. Edema

Sebuah jaringan yang edematous memiliki gangguan sirkulasi dan kebutuhan nutrisi yang
kurang. Peningkatan cairan didalam suatu jaringan juga dapat mengakibatkan menurunnya
oksigenasi ke jaringan sehingga membuat keadaan yang rentan terhadap ulserasi.

D. Penatalaksanaan (farmakologi dan non farmakologi ) Ulkus Dekubitus

A. Dekubitus derajat I

Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis: kulit yang kemerahan dibersihkan
hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari.

B. Dekubitus derajat II

Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkall: perawatan luka harus memperhatikan syarat-
syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan
udara hangat bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin
juga untuk merangsang tumbuhnya jaringan muda/granulasi. Pergantian balut dan salep ini
jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

C. Dekubitus derajat III

Dengan ulkus yang sudah dalam , menggangung sampai pada bungkus otot dan sering sudah
ada infeksi: usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar. Balut
jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga permeabel untuk masuknya
udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan
mempermudah regenerasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan nacl
fisiologis. Antibiotika sistemik mungkin diperlukan.

D. Dekubitus derajat IV

Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula disertai jaringan nekrotik:
semua langkah-langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang ada harus
dibersihkan, sebab akan menghalangi pertumbuhan jaringan/epitelisasi.

Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi
perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan
nekrotik dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenasi pada daerah
luka, tindakan dengan ultrasound untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah
hingga transplantasi kulit.

Setelah ulkus bersih dan granulasi atau epitelisasi telah mulai, maka kelembaban
daerah ulkus dan sekitarnya harus dipertahankan tanpa menghambat penyembuhan jaringan.
Kelembaban dapat dipertahankan dengan menggunakan dressing seperti transparent film,
hydrocolloid dressing, atau cukup kasa yang dibasahi dengan normal saline. Perawatan luka
juga harus meliputi penatalaksanaan terhadap nyeri pada luka, terutama nyeri yang timbul
saat dilakukan debridement. Selain itu, untuk memperbaiki vaskularisasi daerah tepi luka
dekubitus, phonophoresis dengan transducer ultrasound dan zno2 serta Transcutaneous Nerve
Stimulation (TENS) berfrekuensi rendah pada tepi luka.

Pendekatan sistematik juga merupakan hal penting dalam penatalaksanaan pasien


dengan ulkus dekubitus. Faktor nutrisi dan hidrasi secara khusus harus diperhatikan dan
ditangani dengan baik. Asupan nutrisi yang adekuat harus disediakan untuk mencegah
malnutrisi, dan defisiensi nutrisi harus dikoreksi. Pada pasien malnutrisi yang mengalami
ulkus dekubitus, protein yang diberikan setidaknya 1,25 – 1,5 g/kgbb/hari untuk mencapai
keseimbangan nitrogen yang positif. Kebutuhan mineral dan vitamin juga harus diperhatikan.

Antibiotika sistemik diindikasikan pada pasien dengan sepsis sebagai komplikasi


yang paling serius dari ulkus dekubitus, selulitis, dan osteomielitis atau sebagai pencegahan
terjadinya endokarditis bakterial pada pasien dengan penyakit katup jantung yang
memerlukan debridement ulkus. Mengingat tingginya mortalitas pada pasien ulkus dekubitus
yang mengalami sepsis, pemberian antibiotika sebagai terapi awal sambil menunggu kultur
harus diberikan dalam spektrum luas. Ampicillin-Sulbactam, Imipenem, Meropenem,
Ticarcillin-Clavulanat, Piperacillin-Tazobactam, serta kombinasi Clindamycin dengan
Ciprofloxacin atau dengan Aminoglikosida merupakan pilihan yang sesuai untuk terapi
inisial.

Secara ringkas, terdapat 6 langkah utama dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus, yaitu :

1. Mengurangi tekanan dan gesekan


 Positioning
 Support permukaan tempat tidur
 Perawatan Luka
2. Pembersihan luka
 Debridement
 Dressing luka yang sesuai
3. Manajemen komplikasi infeksi dengan pemberian antibiotik yang sesuai
4. Manajemen nyeri secara farmakologik dan perawatan luka yang baik
5. Manajemen nutrisi
6. Pembedahan
PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA ULKUS DEKUBITUS

Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik dan terpadu,karena


proses penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang lama.

Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR) telah membuat standar
baku dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus (Bergstrom, 1994). Ketika ulkus dekubitus telah
terbentuk, maka pengobatan harus diberikan dengan segera. Pengobatan yangdiberikan dapat
berupa tempat tidur yang termodifikasi baik untuk penderita ulkusdekubitus, pemberian
salap, krim, Ointment, Solution, kasa, gelombang ultrasonik,atau lampu panas ultraviolet,
gula, dan tindakan bedah.

Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan tujuan pengobatan.seperti
proteksi, pelembaban dan membuang jaringan nekrosis. Hal yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah,

 Perawatan luka harus dibedakan ke dalam metode operatif dan non operatif.
 Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus dekubitus stadium
1 dan 2, sedangkan untuk stadium 3 dan 4 harus menggunakanmetode operatif.
 Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh dengan penyembuhan
sekunder.
 Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.

Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi non medikamentosa dan
medikamentosa.

A.Nonmedikamentosa

Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan nonmedikamentosa adalah meliputi


pengaturan diet dan rehabilitasi medik. Seperti telah disebutkan di atas, nutrisi adalahfaktor
risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus.

Pemberian diet yang tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
meningkatkan status gizi penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status gizi penderita ini ak
an memperbaiki sistem imun penderita sehingga mempercepat penyembuha ulkus dekubitus.

Terapi rehabilitasi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkusdekubitus adalah


dengan radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan. Tujuan terapi ini adalah
untuk memberikan efek peningkatan vaskularisasi sehingga dapat membantu penyembuhan
ulkus. Sedangkan penggunaan terapi ultrasonik,sampai saat ini masih terus diselidiki
manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus.

B. Medikamentosa

Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa meliputi:

1. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya


Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk
hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian
bahan-bahan topikal seperti larutan NaC1 0,9%,larutan H2O2 3% dan NaC10,9%, larutan
plasma dan larutan Burowi serta larutanantiseptik lainnya.
Kompres yang diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan tertutup,
yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer penguapanair dari kulit dan
mencegah maserasi kulit.Beberapa kategori untuk kompres dan topikal yang dapat digunakan
adalah antimikrobial, moisturizer, emollient, topical circulatory stimulant, kompres
semipermiabel, kompres kalsium alginate, kompres hidrokoloid dan hidrogel, penyerap
eksudat, kompres dari basah/lembab ke kering dan ezim dan cairan ataugel pembentuk film.

2. Mengangkat jaringan nekrotik.Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghamba


t aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan
jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan
mempercepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 7 metode yang dapatdilakukan antara
lain,

• Autolytic debridement. Metode ini menggunakan balutan yanglembab untuk memicu


autolisis oleh enzim tubuh. Prosesnya lambat tetapitidak menimbulkan nyeri.

• Biological debridement, or maggot debridement therapy. Metode ini menggunakan


maggot (belatung) untuk memakan jaringan nekrosis. Oleh karena itu dapat membersihkan
ulkus dari bakteri. Pada Januari 2004, FDA menyetujui maggot sebagai live medical devic
untuk ulkus dekubitus.

• Chemical debridement, or enzymatic debridement. Metode inimenggunakan enzim


untuk membuang jaringan nekrosis.

• Mechanical debridement. Teknik ini menggunakan gaya untuk membuang jaringan


nekrosis. Caranya dengan menggunakan kasa basah lalu membiarkannya kering di atas luka
kemudian mengangkatnya. Teknik ini kurang baik karena kemungkinan jaringan yang sehat
akan ikut terbuang. Pada ulkus stadium 4, pengeringan yang berlebihan dapat memicu
terjadinya patah tulang atau pengerasan ligamen.

• Sharp debridement. Teknik ini menggunakan skalpel atauintrumen serupa untuk membuang
jaringan yang sudah mati.

• Surgical debridement. Ini adalah metode yang paling dikenal. Ahli bedah dapat membuang
jaringan nekrosis dengan cepat tanpa menimbulkan nyeri.

• Ultrasound-assisted wound therapy. Metode ini memisahkan jaringan nekrosis dari jaringan
yang sehat dengan gelombang ultrasonik.

3. Menurunkan dan mengatasi infeksi.


Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila
penderita mengalami sepsis dan selulitis. Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa
kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H2O2 3%, povidon iodin 1%,
seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Antibiotik sistemik kurang dianjurkan untuk pengobatan ulkus dekubituskarena akan
menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat diberikan meliputi golongan
penicillins, cephalosporins, aminoglycosides, fluoroquinolones, dan sulfonamides. Antibiotik
lainnya yang dpat digunakan adalah clindamycin,metronidazole dan trimethoprim.

4. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.

Untuk mempercepat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi pada ulkus dekubitus
sehingga mempercepat penyembuhan dapat diberikan:
• Bahan-bahan topikal misalnya: salep asam salisilat 2%, preparatseng (ZnO, ZnSO4).

• Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.

5. Tindakan bedah.
Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan mempercepat penyembuhan dan
penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IVdan karenanya sering dilakukan
tandur kulit, myocutaneous flap, skin graft serta intervensi lainnya terhadap ulkus.

Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure Wound


Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal pada luka. Teknik ini
menggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang dibungkus oleh sebuah lapisan
yang kedap udara. Dengan demikian, eksudat dapat dikeluarkandan material infeksi
ditambahkan untuk membantu tubuh membentuk jaringan granulasi dan membentuk
kulit baru. Terapi ini harus dievaluasi setiap duaminggu untuk menetukan terapi selanjutnya.

B. PENCEGAHAN

Berdasarkan National Pressure Ulcer Advisory Panel (2007),untuk mencegah kejadian


terhadap dekubitus ada 5 (lima) point yang bisa digunakan untuk menilai faktor resiko
dekubitus, antara lain sebagai berikut :

1) Mengkaji faktor resiko

Pengkajian resiko dekubitus seharusnya dilakukan pada saat pasien masuk Rumah Sakit dan
diulang dengan pola yang teratur atau ketika ada perubahan yang signifikan pada pasien,
seperti pembedahan atau penurunan status kesehatan (Potter & Perry,2010). Berdasarkan
National Pressure Ulcer Advisory Panel(NPUAP, 2014) mempertimbangkan semua pasien
yang berbaringditempat tidur dan dikursi roda, atau pasien yang kemampuannya terganggu
untuk memposisikan dirinya, dengan menggunakan metode yang tepat dan valid yang dapat
diandalkan untuk menilai pasien yang beresiko terhadap kejadian dekubitus, mengidentifikasi
semua faktor resiko setiap pasien (penurunan status mental , paparan kelembaban,
inkontinensia, yang berkaitan dengan tekanan, gesekan, geser, imobilitas, tidak aktif, defisit
gizi) sebagai panduan pencegahan terhadap pasien yang beresiko, serta memodifikasi
perawatan yang sesuai dengan faktor resiko setiap pasien.

2) Perawatan pada kulit

Perawatan kulit yang dimaksud disini adalah dengan cara menjaga kebersihan kulit dan
kelembaban kulit dengan memberikan lotion atau creams. Mengontrol kelembaban terhadap
urine, feses, keringat, saliva, cairan luka, atau tumpahan air atau makanan, melakukan
inspeksi setiap hari terhadap kulit. Kaji adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit
(Carville, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Handayani, et al (2011) pemberian Virgin
Coconut Oil (VCO) dengan massage efektif untuk digunakan dalam pencegahan dekubitus
derajat I pada pasien yang berisiko mengalami dekubitus. Penelitian yang dilakukan oleh
Utomo, et al (2014) Nigella Sativa Oil efektif untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus
pada pasien tirah baring lama.

3) Memperbaiki status nutrisi

Australian Wound Management Association (AWMA, 2012) memberikan rekomendasi


untuk standar pemberian makanan untuk pasien dengan dekubitus antara lain intake
energi/kalori 30 – 35 kal/kg per kgbb/hari, 1 – 1,5 g protein/kg per kg BB/hari dan 30 ml
cairan/kg per kg BB/hari.

4) Support surface

Support surface yang bertujuan untuk mengurangi tekanan (pressure), gesekan (friction) dan
pergeseran (shear) .Support surface ini terdiri dari tempat tidur, dan matras meja operasi,
termasuk pelengkap tempat tidur dan bantal.

5) Memberikan edukasi

Pendidikan kesehatan kepada keluarga dilakukan secara terprogram dan komprehensif


sehingga keluarga diharapkan berperan serta secara aktif dalam perawatan pasien, topik
pendidikan kesehatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut : etiologi dan faktor resiko
dekubitus, aplikasi penggunaan toolpengkajian resiko, pengkajian kulit, memilih dan atau
gunakan dukungan permukaan, perawatan kulit individual, demonstrasi posisi yang tepat
untuk mengurangi resiko dekubitus, dokumentasi yang akurat dari data yang berhubungan,
demonstrasi posisi untuk mengurangi resiko kerusakan jaringan, dan sertakan mekanisme
Untuk mengevaluasi program efektifitas dalam mencegah dekubitus (NPUAP, 2014).

Elemen utama dalam pencegahan ulkus dekubitus adalah meningkatkan pergerakan,


mencegah tekanan (tipe posisi), memindahkan tekanan (interval posisi), dan distribusi
tekanan (bantuan posisi). Usaha untuk meningkatkan gerakan memperbaiki gangguan
mobilitas dan mencegah komplikasi lebih lanjut, seperti kontraktur. Pergantian posisi berarti
mengurangi tekanan dan harus diaplikasikan secara individual, seperti posisi supinasi
dikombinasikan dengan posisi oblik 30 derajat dan 135 derajat pada sisi yang berbeda;
anggota gerak dan titik-titik tekanan harus bebas dari tekanan. Pasien dan keluarga harus
diberikan instruksi dan dilibatkan untuk mencegah risiko timbulnya ulkus dekubitus.
Kelembaban yang berasal dari inkontinensia fekal dan urin, perspirasi, atau drainase
luka harus diminimalisasi, dan kulit harus dijaga tetap bersih. Krim sawar kulit dapat
membantu melindungi dari maserasi. Pasien, yang duduk, dapat memilih bantal yang dapat
menghilangkan tekanan berdasarkan kebutuhan spesifik. Pengobatan meliputi pemberian
nutrisi yang adekuat, penanganan nyeri, penggunaan alat-alat pendukung permukaan,
perawatan luka, mengobati infeksi, dan pembedahan.
Diet harian yang memadai minimal 30 sampai 35 kal/kg berat badan, termasuk 1,25-
1,5 g/kg protein, harus disediakan. Jika diperlukan, pemberian nutrisi enteral dapat diberikan,
asalkan intestinal berfungsi dengan baik, dengan nutrisi parenteral digunakan sebagai
alternatif. Diet ketat harus diminimalisasi. Pemberian vitamin C dan zinc direkomendasikan
bila dicurigai defisiensi terhadap zat tersebut, karena dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
Berdasarkan konsensus direkomendasikan bahwa setiap pasien dengan ulkus
dekubitus derajat 1 atau 2 harus ditempatkan pada kasur atau bantal dengan spesifikasi
dengan kemampuan mengurangi tekanan. Sedangkan pasien dengan ulkus dekubitus derajat 3
dan 4 harus ditempatkan pada permukaan bertekanan alternatif atau permukaan dengan
sistem tekanan rendah konstan (CLP).
Pembersihan luka harus dilakukan dengan lembut untuk mengurangi trauma kimia
dan mekanik pada jaringan yang mengalami penyembuhan. Irigasi luka dilakukan dengan
larutan normal saline dengan menggunakan spuit, jarum dan angiokateter. Langkah ini akan
menghasilkan irigasi dengan tekanan 4-15 psi. Penggunaan bahan-bahan antiseptik harus
dihindari karena bersifat sitotoksis terhadap jaringan dan menghambat reepitelisasi.
Pada ulkus dengan jaringan nekrotik harus dilakukan debridement, karena jaringan
nekrotik dapat mendukung pertumbuhan organisme patogen. Débridement dapat dilakukan
dengan cara pembedahan, mekanis, enzimatik, atau autolitik. Debridement pembedahan
adalah metode yang paling cepat dapat dilakukan.
Dressing dapat melindungi luka dari lingkungan, mengurangi atau mencegah infeksi,
merangsang debridement autolitik, mengurangi nyeri, dan merangsang pembentukan jaringan
garanulasi. Suatu penelitian eksperimental telah membuktikan bahwa luka pada lingkungan
yang lembab 40% lebih cepat sembuh dibandingkan luka yang terpapar udara. Dressing harus
tetap lembab karena lingkungan yang lembab merangsang pertumbuhan jaringan granulasi.
Antibiotik topikal digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi kulit,
mengurangi muatan bakteri, mengurangi bau dan penanda inflamasi. Jika luka tidak sembuh
dan terdapat tanda-tanda infeksi (seperti, eritema, edema, bau busuk, eksudat purulen,
demam) maka dapat diberikan antibiotik topikal sampai 2 minggu. Pembedahan dilakukan
pada ulkus dekubitus derajat III atau IV, dimana operasi debridement yang agresif termasuk
bedah tulang mungkin diperlukan. Pendekatan bedah termasuk penutupan langsung; graft
kulit; dan flap.

2. A. Patofisiologi Diapers Rash

Peningkatan kelembaban di daerah popok membuat kulit lebih rentan terhdap kerusakan baik
oleh bahan fisik, kimia, dan mekanisme enzimatik.Kulit yang lembab juga meningkatkan
penetrasi zat iritan. Enzim urease superhydrase yang ditemukan dalam stratum korneum
membebaskan amonia dari dinding sel bakteri.Urease memiliki efek iritasi ringan pada kulit
yang non intak. Lipase dan protease dalam feses bercampur dengan urin pada kulit nonintak
dan menyebabkan pH alkali di permukaan kulit dan menambah iritasi.

Candida albicans telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor untuk dermatitis popok, infeksi
sering terjadi setelah 48-72 jam pasca erupsi aktif. Candida berhasil diisolasi sebanyak 92%
dari daerah perineum anak dengan dermatitis popok. Mikroba lain lebih jarang terisolasi,
jikaada lebih besar kemungkinan sebagai hasil dari infeksi sekunder.

Maserasi oleh air →Stratum korneum bertanggung jawab sebagai barrier air di epidermis,
→terdiri dari sel-sel yang secara terus-menerus mati dan digantikan oleh sel-sel baru dalam
siklus selama 12-24 hari.Matrix ekstraseluler yang bersifat hidrofobik berperan sebagai
barrier air, mencegah hilangnya air dari tubuh serta masuknya air serta substansi hidrofilik
lainnya dari luar.Sedangkan sel- sel hidrofilik di stratum korneum (corneocyte) sebagai
proteksi mekanik dari lingkungan eksterna dalam bentuk lapisan tanduk. Kelembaban yang
tinggi akan menyebabkan beberapa efek pada stratum korneum. Pertama, akan membuat
permukaan kulit lebih rentan dan sensitive terhadap gesekan. Kemudian akan menyebabkan
peningkatan penyerapan substansi iritan kelapisan kulit di bawah stratum korneum.
Terpaparnya lapisan ini akan memudahkan masuknya mikroorganisme patogen. Proses yang
terjadi dalam jangka waktu lama di kulit akan menyababkan eritem, dan jika air terus-
menerus kontak dengan bagian ini akan memicu terjadinya dermatitis.

Suhu yang lembab dan gesekan . Faktor lain yang berperan adalah kelembaban dan
gesekan. Lingkungan di dalam popok yang lembab dan seringnya gesekan antara kulit dan
popok menyebabkan fungsi barier kulit terganggu dan mempermudah penetrasi zat-zat iritan.

Urin dan Feses.Adanya kerja enzim di feses (protease, lipase) yang memecah urea di urin
bayi menjadi ammonia akan meningkatkan pH urin, mempermudah terjadinya iritasi kulit,
dan menjadi penyebab utama dermatitis popok iritan primer.Hal ini membuktikan pentingnya
pengaruh pH urin.Semakin tinggi (alkali) pH urin, semakin rentan untuk mengalami
dermatitis popokiritan.Meskipunbegitu, urine yang alkali tidak membahayakan secara
langsung. Efek membahayakan ini dihasilkan dari interaksi dengan berbagai material dan
enzim feses di popok.

Zat kimia iritan .Sabun, deterjen dan antiseptik dapat memicu atau memperparah dermatitis
kontak iritan primer.Namun, dengan menggunakan popok sekali pakai kemungkinan ini akan
berkurang.

Antibiotik. Penggunaan antibiotik spektrum luas pada kondisi seperti :otitis media dan
infeksi saluran pernapasan terbukti dapat menyebabkan peningkatan insiden dermatitis popok
iritan.

Diare, Peningkatan produksi feses cair berhubungan dengan pemendekan waktu transit
sehingga feses lebih banyak mengandung enzim-enzim sisa pencernaan.
B. Penatalaksanaan (Farmakologi dan nonfarmakologi ) Diaper Rash

Penanganan pada Diaper Rash secara umum sebagai berikut :

A = AIR
Popok sebaiknya dibiarkan terbuka sebanyak mungkin ketika bayi tertidur sehingga
memudahkan pengeringan kulit
B = BARRIER OINTMENT
Pasta zink oksida, petrolatum dan bahan lembut lain merupakan fokus utama penangangan
non medis. Pemberian pasta pelindung harus selalu diberikan dan terutama sewaktu
mengganti popok. Pemberian bedak bayi pada area ini tidak memiliki efek antimikroba dan
dapat meningkatkan resiko aspirasi.
C = CLEANSING AND ANTI CANDIDAL TREATMENT
Bersihkan dengan hati-hati menggunakan air bersih, minyak mineral, dan pembersih yang
tidak berbau. Menghindari gesekan atau tarikan penting dilakukan. Pemberian anti kandida
sebaiknya diberikan jika ada tanda-tanda kandidiasis.
D = DIAPERS
Popok sebaiknya diganti sesering dan sesegera mungkin apabila telah kotor, terutama jika
menggunakan popok dari kain
E = EDUCATION
Memberikan keterangan kepada orang tua menyangkut pemilihan popok yang tepat dan
kapan saja penggantian popok perlu dilakukan.

a) Pendidikan terhadap orang tua dan dokter perawatan primer harus mencakup instruksi
mengenai pengunaan obat steroid topikal di daerah penggunaan popok. Karena adanya
peningkatan penyerapan steroid secara perkutan sebagai akibat kelembaban dan daerah
yang tertutup oleh karena penggunaan popok, obat steroid topical yang digunakan di
daerah ini dibatasi secara singkat, yaitu salep hidrokortison 1% atau 2,5% selama 3-7
hari. Hal ini efektif hampir dalam semua kasus ketika steroid topical dibutuhkan.
b) Demikian pula dengan penggunaan produk kombinasi dengan steroid, seperti nistatin
ditambah triamcinolone, dan clotrimazole ditambah betametason propionate harus
dihindari karena meningkatnya resiko atrofi steroid dan penekanan terhadap aksis
hipotalamus-hipofisis bila digunakan di daerah popok.
c) Pemberian menthol juga dapat mempercepat penyembuhan dari diaper rash. Efek dari
menthol ini berupa anti bakteri terhadap gram positif dan gram negatif, efek anti fungal
anti pruritus dan analgetik.
d) Pemberian anti candidal agent seperti mikonazol pada infeksi sekunder oleh C.
albicans juga menunjukkan hasil yang baik. Pemberian antibiotik oral tidak diperlukan
baik dalam mengobati maupun mencegah terjadi infeksi sekunder. Apabila jumlah urin
dan feses sering menetap, pemberian sucralfate topikal dapat memberikan perlindungan
yang efektif.
e) Edukasi orangtua juga meliputi pemilihan popok yang tepat. Penggunaan popok sekali
pakai, terkhusus yang mengandung material gel dikaitkan dengan insiden dan
keparahan yang kurang dari dermatitis dibandingkan penggunaan popok yang dapat
dicuci. Gel tersebut mampu menyerap air 80 kali lebih banyak dari massanya sendiri,
yang kemudian mengurangi kelembaban, sehingga menurunkan maserasi dari kulit.
Penggunaan popok ini juga dikaitkan dengan pH yang normal, serta tambahan berupa
lubang mikro yang memungkinkan udara masuk, sehingga menurunkan prevalensi
dari C. albicans dan diaper rash.

3. A. Faktor Penyebab Xerosis Kutis

Gejala-gejala kulit kering bisa muncul karena beberapa sebab, antara lain:

 Iritasi
Penyebab iritasi sangat beragam, mulai dari sabun hingga parfum. Iritasi yang terjadi
di kulit bisa juga disebabkan oleh kain atau bahan pakaian, serta bahan yang
digunakan untuk mencuci baju, seperti deterjen atau pelembut kain.
 Menggosok kulit
Salah satu kegiatan yang bertujuan untuk membersihkan kulit, namun bisa
menyebabkan kulit kering adalah menggosok kulit. Apalagi jika kebiasaan ini
dilakukan dengan alat gosok seperti spons. Gesekan yang terjadi antara alat gosok dan
kulit inilah yang berpotensi merusak lapisan kelembapan di permukaan kulit, sehingga
menyebabkan kekeringan pada kulit.
 Bertambahnya usia
Makin bertambah usia, makin tipis dan makin kering kondisi kulit seseorang.
Perubahan ini wajar terjadi, mengingat makin tua seseorang makin berkurang hormon
yang diproduksi tubuh. Penurunan hormon itu meliputi hormon-hormon yang
berhubungan dengan kesehatan kulit.
 Menggosok badan dengan handuk setelah mandi
Mandi dapat membantu melembapkan kulit. Namun, jika seseorang langsung
menggosok badan dengan handuk sampai kering segera sesudah mandi, kelembapan
tersebut dapat hilang dan menyebabkan kulit kering.
 Pemakaian sabun yang salah
Memakai sabun yang tidak diperuntukkan untuk kulit saat mandi, akan
membahayakan. Hal tersebut akan membuat pelembap alami pada kulit terkikis,
sehingga membuat kulit kering. Sabun dengan formulasi kuat seperti antiseptik juga
dapat meningkatkan risiko terjadinya kulit kering.
 Perubahan cuaca
Perubahan cuaca juga berpengaruh terhadap tingkat kelembapan udara. Kelembapan
udara yang terlalu rendah akan menyebabkan kekeringan kulit. Makin rendah
kelembapan udara, biasanya terjadi jika suhu dingin, maka kulit makin terasa kering.
 Mandi uap
Mandi uap panas mampu memberikan kenikmatan lebih bagi seseorang saat mandi.
Namun hal tersebut bisa menyebabkan kulit kering, karena temperatur yang panas
membuat minyak alami kulit makin cepat kering.
 Kondisi kesehatan tertentu
Jika kondisi kulit seseorang bersisik dan kemerahan, bisa jadi dia mengalami penyakit
tertentu, misalnya dermatitis atopik atau psoriasis. Kulit bersisik dan kemerahan
mungkin juga terkait kondisi medis berupa diabetes atau kurang aktifnya kelenjar
tiroid.

B. Penatalaksanaan (Farmakologi dan nonfarmakologi ) Xerosis Kutis

Keterbatasan fisik dan kognitif pasien usia lanjut merupakan tantangan. Pasien
usia lanjut sering tidak mampu mengaplikasikan terapi topikal. Penyakit komorbid
dan polifarmasi dapatmeningkatkan risiko efek samping obat, khususnya terapi
sistemik. Hal-hal tersebut harus diperhatikan sehingga pengobatan bersifat ‘tailor-
made’untuk setiap pasien. Edukasi pasien memegang peranan penting - cara
identifikasi dan menghindari faktor pencetus harus dijelaskan, serta memutus siklus
gatal-garuk dengan sederhana, seperti menjaga kuku tetap pendek.
Berikut tatalaksana pada pasien dengan kulit kering:

1. Modikasi Gaya Hidup

a. Asupan cairan.
Pada usia lanjut, risiko dehidrasi meningkat karena perubahan sistem kontrol
fisiologis rasa haus dan kenyang.Jumlah cairan minimal yang direkomendasikan
adalah 8-9 gelas atau 1,5 liter per hari; mereka yang mengonsumsi 1 liter lebih banyak
dari jumlah yang dianjurkan, hidrasi kulitnya akan meningkat.

b. Kelembapan udara memegang peranan penting. Tingkat kelembapan udara kurang


dari 10% menyebabkan stratum korneum kehilangan kelembapannya dan tingkat
kelembapan di atas 70% mengembalikan kelembapan ke dalam stratum korneum.
Akan tetapi, bukan berarti pasien harus tinggal di lingkungan dengan kadar
kelembapan 70%. Menggunakan air humidifer dengan pengaturan luaran kelembapan
udara sebesar 45-60% cukup untuk mencegah kelembapan udara turun kurang dari
10%.Selain kelembapan, suhu rendah juga memperberat kondisi kulit kering.
Penggunaan air conditioner harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan.

c. Kebiasaan mandi terlalu lama atau berendam di air panas menyebabkan kulit kering
Lebih disarankan mandi dengan pancuran air hangat selama 10 menit.

d. Sabun menghilangkan emolien alami kulit, memperberat kondisi kulit kering, dan
dapat mengiritasi. Disarankan menggunakan sabun yang mengandung pelembap dan
tidak mengandung pewangi. Sabun dengan pH alkali akan merusak lapisan lipid
protektif kulit melalui pemutusan ikatan antar komponen lipid menjadi komponen
larut air. Akibatnya, terjadi peningkatan transepidermal water loss (TEWL) dan kulit
kering.Jika kekeringan kulit sangat berat, penggunaan sabun dibatasi hanya di bagian-
bagian yang kotor seperti leher,ketiak, dan daerah genital.Penggunaan bath oil tidak
disarankan karena risiko terpeleset dan cedera serius.

e. Efek photoaging juga dapat menyebabkan kulit kering. Paparan sinar matahari
berintensitas radiasi ultraviolet tinggi, terutama pukul 10.00-16.00, harus dihindari.
Sel-sel kulit menyerap radiasi dan memproduksi reactive oxygen species (ROS), yang
dapat merusak DNA dan dinding sel. Proses photoaging ini juga menyebabkan
rusaknya kolagen oleh enzim matrix metalloproteinase (MMP) dan akumulasi struktur
elastin yang tidak teratur. Interaksi ini menghasilkan kulit kering, memucat, kasar, dan
keriput. Disarankan menggunakan tabir surya yang mengandung sun protection factor
(SPF) 30 jika terpapar sinar matahari. Pakaian yang menutupi kulit dan topi juga
dapat mengurangi paparan sinar matahari.

f. Jika ada penyakit sistemik penyerta, tatalaksana yang tepat dapat memperbaiki kulit
kering.

2. Pelembap

Pelembap adalah bahan topikal yang mengandung beberapa komponen dan


berfungsi mencegah atau memperbaiki kulit kering. Beberapa sediaan pelembap
berdasarkan kandungan airnya, antara lain losion, krim, salep, dan pasta. Selain
merehidrasi korneosit di stratum korneum, pelembap memiliki fungsi mengembalikan
struktur dan fungsi sawar kulit.Penggunaan pelembap dapat meningkatkan skin
capacitance (SC), yaitu kemampuan kulit menyimpan air, dan menurunkan TEWL,
yaitu kehilangan air melalui epidermis. Hal ini terjadi melalui peningkatan absorpsi
air perkutan yang diperankan oleh zat yang dapat mengikat air (humektan) dan/ atau
dengan membentuk sawar lipid hidrofobik

Jumlah pelembap yang dioleskan disarankan tidak terlalu sedikit. Setidaknya


50 gram pelembap dioleskan ke seluruh tubuh, kecuali wajah dan lipatan kulit.
Pengolesan sebaiknya diulang dua hingga tiga kali sehari untuk mencukupi hidrasi
stratum korneum.Pengolesan setelah mandi, saat kulit masih lembap, akan membantu
penyerapan sehingga hidrasi jaringan lebih baik.

Pada tabel menunjukkan klasifikasi pelembap. Bahan pelembap yang bersifat


oklusif mengandung minyak, bekerja mencegah penguapan dengan membentuk
lapisan lipid yang mencegah TEWL. Petrolatum adalah pelembap oklusif yang paling
efektif; tidak hanya menurunkan TEWL sebesar 99%, petrolatum juga terserap ke
dalam substansi interseluler stratum korneum, memungkinkan perbaikan stratum
korneum, di luar kemampuan oklusifnya. Contoh lain pelembap oklusif adalah
minyak mineral, silikon (seperti dimethicone), serta lemak nabati dan hewani seperti
cocoa butter, Crisco, dan lanolin.
Humektan merupakan bahan lipofilik yang mampu menarik air dari lapisan
kulit dalam ke stratum korneum. Tertariknya air ke dalam kulit menyebabkan
pembengkakan ringan pada stratum korneum, sehingga kulit terkesan lebih halus dan
kerutan berkurang. Beberapa contoh humektan yang sering digunakan adalah gliserin,
sorbitol, natrium hialuronat, urea, propilen glikol, asam hidroksi-α, dan gula.

Pelembap yang hanya mengandung humektan akan meningkatkan TEWL jika


diaplikasikan pada stratum korneum yang rusak atau dehidrasi, karena humektan tidak
mencegah hilangnya air ke atmosfer. Oleh karena itu, mayoritas pelembap yang baik
mengandung humektan dan oklusif untuk menghambat TEWL.Alkohol dan ester
termasuk dalam bahan yang bersifat emolien.

Cara kerja emolien adalah dengan mengisi celah antar korneosit yang
berdeskuamasi, sehingga tekstur kulit lebih halus. Contoh alkohol dan ester yang
bersifat emolien di antaranya octyl dodecanol, hexyl decanol, oleyl alcohol, octyl
stearate cocoate, myristyl, isopropylmyristate, dan stearyl isononanoat .Pelembap
terapeutika dalah pelembap untuk terapi kulit kering. Secara umum pelembap tersebut
mengandung kombinasi berbagai jenis pelembap, seperti bahan oklusif untuk
perbaikan sawar kulit, emolien untuk melembutkan dan menghaluskan kulit, serta
humektan untuk mempertahankan air di stratum korneum.Bila terdapat inflamasi atau
peradangan pada kulit kering, dapat diberikan steroid topikal potensi ringan,
contohnya hidrokortison 1%.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Ralf Adam PD. 2008. Skin Care of the Diaper Area. Pediatric Dermatology;25:427-2.

Kirman,Christian N. 2017 Pressure Injuries(Pressure Ulcers).Medscape

Citrashanty Irmadita, Cita Rosita Sigit Prakoeswa.2012. Kerusakan Sawar Kulit pada
Dermatitis Atopik (Skin Barrier Dysfunction in Atopic Dermatitis). Surabaya.
Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo. Vol. 24 No. 1

Anda mungkin juga menyukai