Anda di halaman 1dari 4

Delapan Fikrah Ikhwan

Imam Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah berkata: “Sebagai hasil dari pemahaman komprehensif
dan utuh tentang Islam dalam diri Ikhwanul Muslimin, maka fikrah mereka melingkupi seluruh
aspek ishlahul ummah (perbaikan ummat)”. Sehingga beliau selanjutnya mengatakan bahwa
Ikhwanul Muslimin adalah:

(1) Da’wah Salafiyah ‫دعوة سـلـفية‬ karena mereka berda’wah untuk mengajak kembali
(bersama Islam) kepada sumbernya yang jernih dari kitab Allah dan Sunnah RasulNya
(2) Thariqah Sunniyyah ‫طريقة سنية‬ karena mereka membawa jiwa untuk beramal dengan
sunnah yang suci –khususnya dalam masalah aqidah dan ibadah- semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan mereka
(3) Hakikat Shufiyah ‫حقيقة صوفية‬ karena mereka memahami asas kebaikan adalah
kesucian jiwa, kejernihan hati, kontinuitas ‘amal, berpaling dari ketergantungan kepada
makhluk, mahabbah fillah dan keterikatan kepada kebaikan
(4) Hai’ah Siasiyah ‫هيئة سياسية‬ karena mereka menuntut perbaikan dari dalam
terhadap hukum pemerintahan, meluruskan persepsi yang terkait dengan hubungan ummat Islam
terhadap bangsa-bangsa lain di luar negeri, men-tarbiyah bangsa agar memiliki ‘izzah dan menjaga
identitasnya
(5) Jama’ah Riyadhiyah ‫جماعة رياضية‬ karena mereka sangat memperhatikan masalah
fisik dan memahami benar bahwa seorang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada seorang
mukmin yang lemah
(6) Rabithah ‘Ilmiyah Tsaqofiyah ‫رابطة علمية ثـقـافـيـة‬ karena Islam menjadikan
tholabul ‘ilm sebagai kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Majelis-majelis ikhwan pada
dasarnya adalah madrasah-madrasah ta’lim dan peningkatan wawasan. Ma’had-ma’had yang ada
adalah untuk men-tarbiyah fisik, akal dan ruh
(7) Syirkah Iqtishodiyah ‫شركة إقتصادية‬ karena Islam sangat memperhatikan perolehan
harta dan pendistribusiannya. Inilah yang disabdakan Rasulullah saw:

‫نعم المال الصالح للرجل الصالح‬


“Sebaik-baik harta adalah (yang dipegang) oleh seorang yang sholeh”.

‫من أمسى كاال من عمل يده أمسى مغفورا له‬


“Barangsiapa yang terbekali oleh hasil keringatnya sendiri,
ia menjadi orang yang diampuni.”

‫إن هللا يحب المؤمن المحترف‬


“Sesungguhnya Allah menyukai seorang mukmin yang mempunyai pekerjaan.”
(8) Fikrah Ijtima’iyah ‫فكرة إجتماعية‬ karena mereka sangat menaruh perhatian pada
segala ‘penyakit’ yang ada dalam masyarakat Islam dan berusaha menterapi atau mengobatinya

“Demikianlah, kita bisa melihat bahwa integralitas makna kandungan Islam telah menyatu
dengan fikrah kami. Integralitas yang menyentuh semua sisi pembaharuan, dan aktivitas Ikhwan
mengarah kepada pemenuhan semua sisi ini. Pada saat orang-orang selain mereka hanya
menggarap satu sisi dengan mengabaikan sisi-sisi yang lainnya, maka Ikhwan berusaha menuju
kepada sisi-sisi itu semuanya. Ikhwan memahami bahwa Islam memang menuntut mereka untuk
memberikan perhatian kepada semua sisi itu.” (Risalah Mu’tamar Al-Khamis)

Cuplikan di atas diambil dari Risalah Mu’tamar Al-Khamis yang diberi sub-judul “Fikrah
Ikhwanul Muslimin Menghimpun Seluruh Makna Ishlah (Perbaikan)” atau

‫فكرة اإلخوان المسلمين تضم كل المعانى اإلصالحية‬


Berdasarkan hal di atas kita dapat menyimpulkan betapa IM sejak dari semula oleh pengasasnya,
yakni Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna, telah dicanangkan sebagai sebuah jama’ah yang
memandang Islam dengan suatu pandangan yang menyeluruh atau syamil. Sehingga sebagai
sebuah gerakan iapun bercirikan sebuah gerakan menyeluruh atau harakah syamilah. Ikhwan tidak
pernah memperjuangkan Islam parsial atau juz’i, sehingga iapun tidak pernah menjadi sebuah
gerakan parsial atau harakah juz’iyah.
Ikhwan tidak pernah dimaksudkan hanya menjadi sebuah “da’wah salafiyah” yang memang
mengajak manusia agar kembali kepada keaslian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw tetapi
tanpa kejelasan langkah-langkah untuk mencapainya. Atau hanya bercirikan “thariqah sunniyah”
dalam arti memang mengajak menjalankan amal sesuai sunnah Rasul -terutama dalam aspek
aqidah dan ibadah- namun menyepelekan pentingnya mengikuti perkembangan situasi sosial dan
politik di tengah masyarakat. Atau hanya bersifat “hakikat sufiyah” dalam arti concern akan kesucian
jiwa namun meninggalkan aktivitas mulia amar ma’ruf nahi munkar. Atau hanya berbentuk “hai’ah
siasiyah” dalam artian mementingkan pemeliharaan ‘izzah dan identitas ummat namun
menyepelekan aspek da’wah dan kaderisasi mempersiapkan para calon pemimpin masa depan.
Atau hanya bersibuk menjadi “jama’ah riyadhiyah” dalam artian memperhatikan aspek fisik namun
mengabaikan upaya pencerdasan ummat. Atau hanya mengembangkan diri menjadi “rabithoh
‘ilmiyah tsaqofiyah” dalam arti memperhatikan tholabul ‘ilmi lalu mengabaikan aspek operasional
dan jihad. Atau hanya menyuburkan diri menjadi “syirkah iqtishodiyah” dalam arti sanggup
melahirkan para kader yang berharta namun lupa tujuan utama perjuangan. Atau hanya berciri
“fikrah ijtima’iyah” dalam arti memiliki kepedulian terhadap masalah sya’biyah dan mampu
menanggulanginya namun pada saat bersamaan para kadernya memiliki kondisi baitul muslim
(keluarga da’wah) yang bermasalah.

Ikhwan adalah sebuah gerakan da’wah atau jama’ah yang berusaha memiliki kelengkapan
delapan fikrah di atas secara simultan dan utuh. Tidak ada satupun di antara kedelapan fikrah di
atas yang barang seharipun dianggap sepele oleh Ikhwan. Sebab pengabaian salah satu saja dari
fikrah di atas berarti Ikhwan meninggalkan ciri khas ajaran Dinul Islam yang syamil-kamil-mutakamil
(menyeluruh-sempurna-saling menyempurnakan). Dan seluruh fikrah di atas bilamana secara
konsisten terpelihara oleh sebuah jama’ah, maka dengan sendirinya akan sanggup menghasilkan
seluruh sasaran ishlahun nafs bagi setiap kader Ikhwan yang telah digariskan Imam Hasan Al-
Banna.

(1) Da’wah Salafiyah untuk mencapai target salimul aqidah (lurus aqidahnya)
(2) Thariqah Sunniyah untuk mencapai target shahihul ibadah (benar ibadahnya), salimul aqidah (lurus
aqidahnya) dan matiinul khuluq (baik akhlaknya)
(3) Hakikat Shufiyah untuk mencapai target mujahadah li nafsihi (melakukan mujahadah terhadap diri
sendiri) serta matiinul khuluq (baik akhlaknya)
(4) Hai’ah Siasiyah untuk mencapai target mutsaqqoful fikri (luas wawasannya) dan naafi’un li
ghairihi (bermanfaat bagi orang lain)
(5) Jama’ah Riyadhiyah untuk mencapai target qowwiyyul jismi (kuat fisiknya) dan munazzomun fii
syu’uunihi (rapi urusannya)
(6) Rabithah ‘Ilmiyah Tsaqofiyah untuk mencapai target mutsaqqoful fikri (luas wawasannya)
serta harishun ‘ala waqtihi (perhatian terhadap waktunya)
(7) Syirkah Iqtishodiyah untuk mencapai target qaadirun ‘alal kasbi (mampu mencari
penghidupan), harishun ‘ala waqtihi (perhatian terhadap waktunya dan munazzomun fii
syu’uunihi (rapi urusannya)
(8) Fikrah Ijtima’iyah untuk mencapai target naafi’un li ghairihi (bermanfaat bagi orang lain)

Dan sebaliknya, bilamana suatu jama’ah merasakan ada di antara sekian banyak
sasaran ishlahun nafs yang tidak dimiliki oleh para kadernya, itu berarti ada salah satu atau
sebagian fikrah ikhwan di atas yang belum diwujudkan oleh jama’ah. Perlu dilakukan suatu evaluasi
jujur dan obyektif terhadap situasi dan kondisi yang ada. Sebuah jama’ah yang berafiliasi kepada
fikrah Hasan Al-Banna perlu mewujudkan kedelapan fikrah ini dalam ‘amalnya berupa kelengkapan
infra-struktur tandzim-nya berlandaskan delapan fikrah ikhwan ini. Dan setiap kader ikhwan
seyogyanya ditarbiyah melalui kedelapan sarana struktur tersebut. Sehingga pantaslah Imam
Hasan Al-Banna menggambarkan kader Ikhwan sejati sebagai berikut:

“Orang-orang melihat suatu saat ada seorang akh muslim yang tengah berdoa di mihrab
dengan penuh kekhusyu’an sampai menangis dan merendahkan diri di hadapan Allah. Pada saat
yang lain terlihat bahwa dia adalah seorang guru yang nasihat-nasihatnya bisa menggetarkan dada
setiap telinga yang mendengarnya. Selain itu, ternyata ia juga seorang olahragawan yang handal
(melempar bola dan sigap di depan lawan atau mahir berenang). Pada saat yang lain lagi dia sudah
berada di tempat usaha atau pekerjaannya, melakukan aktivitas bisnis dengan penuh amanah,
ikhlas dan profesional."
(Risalah Mu’tamar Al-Khamis)

Anda mungkin juga menyukai