Anda di halaman 1dari 7

Editorial

Pengembangan Obat Tradisional Indonesia


Menjadi Fitofarmaka*

Hedi R. Dewoto

Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Pendahuluan obat asli Indonesia yang lebih dikenal dengan nama jamu,
Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal
digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri dari tanaman. Bagian tanaman yang digunakan dapat berupa
(self-medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih akar, batang, daun, umbi atau mungkin juga seluruh bagian
enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tanaman.
tersebut berbeda dengan di beberapa negara tetangga seperti Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari
Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan alam nabati, yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan
pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan baku, baik berupa simplisia atau sediaan galenik yang telah
formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin kese-
meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya.
ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah
manusia masih kurang.1 Obat tradisional Indonesia meru- berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat
pakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antara
dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh lain pada lukisan di relief Candi Borobudur dan resep tanaman
masyarakat. obat yang ditulis dari tahun 991 sampai 1016 pada daun lontar
Definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan di Bali.3
yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25 000-30 000 spesies
berdasarkan pengalaman.2 Obat tradisional Indonesia atau tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia
dan 90 % dari jenis tanaman di Asia.1,4
Hasil inventarisasi yang dilakukan PT Eisai pada 1986
* Disampaikan pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap
dalam Ilmu Farmakologi pada Fakultas Kedokteran Universitas mendapatkan sekitar tujuh ribu spesies tanaman di Indone-
Indonesia Jakarta 14 Juli 2007 sia digunakan masyarakat sebagai obat,5 khususnya oleh

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007 205


Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka

industri jamu dan yang didaftarkan ke Badan Pengawas kesehatan dan obat modern mudah diperoleh. Obat tra-
Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia berjumlah disional mungkin digunakan sebagai obat alternatif karena
283 spesies tanaman.1 Senarai tumbuhan obat Indonesia yang mahalnya atau tidak tersedianya obat modern/sintetis dan
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adanya kepercayaan bahwa obat tradisional lebih aman.
pada tahun 1986 mendokumentasi 940 tanaman obat dan Selain untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit
jumlah tersebut tidak termasuk tanaman obat yang telah ringan, yang mengkhawatirkan ialah obat tradisional juga
punah atau langka dan mungkin ada pula tanaman obat yang digunakan masyarakat sebagai obat pilihan untuk mengobati
belum dicantumkan.6 penyakit berat, penyakit yang belum memiliki obat yang
Bila dikaji dari sejarah perkembangan, beberapa obat memuaskan seperti kanker dan AIDS, serta berbagai penyakit
moderen ternyata sebagian di antaranya juga disolasi dari menahun misalnya hipertensi dan diabetes melitus tanpa
tanaman (Tabel 1).1,7 Selain itu didapatkan juga obat anti- pengawasan/sepengetahuan dokter.
kanker yang berasal dari sumber bahan alam seperti
aktinomisin, bleomisin, dan daunorubisin yang diisolasi dari Meningkatnya Industri Obat Tradisional
jamur dan bakteri. Meningkatnya minat masyarakat terhadap obat tra-
disional memacu industri farmasi di Indonesia untuk ikut
Tabel 1. Obat yang Berasal dari Tanaman1,7 memproduksi obat tradisional.
Nama Obat Nama sumber Tanaman Kegunaan
Tabel 2. Jumlah dan Jenis Industri Obat Tradisional yang Di-
Kolkisin Colchicum autumnale Gout daftar di Badan POM11
Digitalis Digitalis purpurea Gagal jantung
Opium Papaver somniferum Analgesik Tahun Industri Kecil Industri Obat Industri Jumlah
Kina Cinchona ledgeriana Antimalaria Obat Tradisional Tradisional Farmasi
Artemisinin Artemisin annua Antimalaria
Vinkristin Vinca rosea Antikanker 2002 29 10 16 55
Vinblastin Vinca rosea Antikanker 2003 164 58 82 304
2004 217 54 85 356
2005 197 47 87 331
2006 172 40 79 291
Dalam dekade belakangan ini di tengah banyaknya jenis
obat modern di pasaran dan munculnya berbagai jenis obat
modern yang baru, terdapat kecenderungan global untuk Pada tahun 2002 jumlah industri farmasi yang
kembali ke alam (back to nature). Faktor yang mendorong memproduksi obat tradisional yang mendaftar pada Badan
masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan alam antara POM ada 16 perusahaan dan meningkat menjadi 82 pada
lain mahalnya harga obat modern/sintetis dan banyaknya tahun berikutnya.12 Jumlah industri yang memproduksi obat
efek samping.8 Selain itu faktor promosi melalui media masa tradisional sampai akhir 2002 di Indonesia didapatkan 1012,
juga ikut berperan dalam meningkatkan penggunaan obat yang terdiri atas 105 industri skala besar dan 907 industri
bahan alam. Oleh karena itu obat bahan alam menjadi semakin skala kecil.13 Jumlah sediaan obat tradisional yang didaftar
populer dan penggunaannya meningkat tidak saja di negara pada Badan POM akhir 2006 adalah 14 217 termasuk dian-
sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada taranya 2 036 produk impor dan 52 produk lisensi.12
negara maju misalnya Jerman dan Amerika Serikat. Tahun
2000 pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku Penelitian Obat Tradisional Indonesia
mencapai 43 000 juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya
meningkat dua kali lipat antara tahun 1991 dan 1994, dan bangsa sehingga perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan.
antara 1994 dan 1998 di Amerika Serikat.9 Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian
Di Indonesia menurut survei nasional tahun 2000, obat herbal tunggal maupun dalam bentuk ramuan. Jenis
didapatkan 15,6% masyarakat menggunakan obat tradisional penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi penelitian
untuk pengobatan sendiri dan jumlah tersebut meningkat budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas,
menjadi 31,7 % pada tahun 2001.10 Jenis obat tradisional yang farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian
digunakan dapat berupa obat tradisional buatan sendiri, jamu di atas, uji klinik masih sangat kurang dilakukan dibandingkan
gendong maupun obat tradisional industri pabrik. jenis penelitian lainnya, sehingga data khasiat dan keamanan
obat herbal pada manusia masih sangat jarang. Hal tersebut
Obat Tradisional sebagai Obat Alternatif antara lain karena biaya penelitian untuk uji klinik sangat
Penggunaan obat tradisional di Indonesia tidak saja besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat
berlangsung di desa yang tidak memiliki/jauh dari fasilitas tradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan
kesehatan dan obat modern sulit didapat, tetapi juga memperlihatkan efek yang jelas pada hewan coba. Penelitian
berlangsung di kota besar meskipun banyak tersedia fasilitas mengenai budidaya tanaman obat dilakukan untuk memenuhi

206 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007


Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka

kebutuhan tanaman obat tertentu yang meningkat sehingga itu dilakukan dalam usaha mendapatkan obat golongan
kebutuhan tidak terpenuhi dari lahan yang ada atau karena fitofarmaka. Sembilan spesies tanaman yang dipilih sebagai
berkurangnya lahan tempat tumbuh tanaman obat. Tanaman tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut, termasuk uji
Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molenb), merupakan klinik, adalah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.), temulawak
tumbuhan liar di hutan pegunungan Dieng yang secara (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), kunyit (Curcuma domestica
empiris turun menurun digunakan untuk meningkatkan Val.), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.), sambiloto
vitalitas pria. Penelitian pada tikus jantan cenderung (Andrographis paniculata Nees.), jahe (Zingiber officinale
meningkatkan testosteron. Dewasa ini tanaman tersebut Rosc.), mengkudu (Morinda citrifolia L.), salam (Eugenia
sudah termasuk langka karena penambangan Purwoceng polyantha Wight.), dan jambu biji (Psidium guajava L.).13
secara besar-besaran dan intensifikasi pertanian di pegu-
nungan Dieng. Oleh karena itu dilakukan penelitian Perbedaan Obat Tradisional Indonesia dengan Obat
pengembangan di luar habitat asli di Gunung Putri. Dari
Modern
hasil penelitian tersebut didapatkan Purwoceng dapat
dibudidayakan di Gunung Putri, namun produksi dan
mutunya lebih rendah dari pada di pegunungan Dieng.14 Tabel 3. Perbedaan Obat Tradisional/obat Herbal dengan Obat
Moderen 9
Diperkirakan dengan pemupukan tanah Gunung Putri akan
meningkatkan produksi dan mutu simplisia. Jadi pengem- Obat moderen Obat tradisional/
bangan obat tradisional tidak lepas dari pembudidayaannya. obat herbal
Saat ini minat untuk melakukan penelitian obat
Kandungan senyawa Satu atau beberapa Campuran banyak
tradisional/obat herbal cukup banyak. Hal itu tercermin
–kimia dimurnikan/sintetik senyawa alami
antara lain dari banyaknya peserta Program Pendidikan Zat aktif Jelas Sering tidak diketahui/
Pascasarjana (P3S) Biomedik FKUI, ataupun Program atautidak pasti
Pendidikan Dokter Spesialis khususnya Spesialis Farmakologi Kendali mutu Relatif mudah Sangat sulit
Efektivitas dan Ada bukti ilmiah, Umumnya belum ada
Klinik yang melakukan penelitian mengenai obat herbal untuk
keamanan uji klinik bukti ilmiah/uji klinik
tesisnya. Selain di berbagai perguruan tinggi di Indonesia,
penelitian mengenai obat tradisional/obat herbal juga banyak
dilakukan di lembaga penelitian, pemerintah maupun industri
farmasi. Sebagian hasil penelitian dilaporkan di seminar atau Berbeda dengan obat moderen yang mengandung satu
kongres terutama yang khusus membahas hasil penelitian atau beberapa zat aktif yang jelas identitas dan jumlahnya,
obat tradisional/obat herbal seperti Seminar Nasional obat tradisional/obat herbal mengandung banyak kandungan
Tumbuhan Obat Indonesia. Di sisi lain, banyak hasil kimia dan umumnya tidak diketahui atau tidak dapat dipas-
penelitian yang tidak dipublikasikan dan tersebar di berbagai tikan zat aktif yang berperan dalam menimbulkan efek terapi
institusi pendidikan, lembaga penelitian, pemerintah/ atau menimbulkan efek samping. Selain itu kandungan kimia
departemen maupun di industri. Oleh karena itu diperlukan obat herbal ditentukan oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan
suatu badan yang mengkoordinasi pengumpulan data tanaman merupakan organisme hidup sehingga letak
penelitian obat herbal di Indonesia beserta hasilnya dan geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pem-
mengintegrasikan pada satu database yang dapat diakses budidayaan, cara dan waktu panen, cara perlakuan pasca-
oleh semua pihak yang berminat. Data tersebut akan sangat panen (pengeringan, penyimpanan) dapat mempengaruhi
berguna sebagai sumber informasi terutama untuk menen- kandungan kimia obat herbal.15,16 Kandungan kimia tanaman
tukan penelitian selanjutnya, baik untuk menghindari obat ditentukan tidak saja oleh jenis (spesies) tanaman obat,
duplikasi penelitian, memperbaiki metode, maupun untuk tetapi juga oleh anak jenis dan varietasnya. Sebagai contoh
melengkapi penelitian yang sudah ada. bau minyak kayu putih yang disuling dari daun Eucalyptus
Penelitian dalam bidang obat tradisional/obat herbal di sp bervariasi tergantung dari anak jenis dan varietas
Indonesia perlu dilakukan secara terkoordinasi, terpadu dan tumbuhan, bahkan ada di antaranya yang tidak berbau.
terarah agar dapat memberikan hasil yang komprehensif. Oleh Pada tanaman obat, kandungan kimia yang memiliki kerja
karena itu perlu dibentuk jaringan kerja sama antar peneliti terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder.
dari berbagai disiplin ilmu. Badan POM tahun 2002 melakukan Umumnya metabolit sekunder pada tanaman bermanfaat
pemetaan penelitian obat tradisional/obat herbal yang telah sebagai mekanisme pertahanan terhadap berbagai predator
dilakukan di perguruan tinggi, lembaga penelitian, industri, seperti serangga dan mikroorganisme dan hanya dihasilkan
dan pemerintah, mulai dari budidaya hingga uji klinik. oleh tanaman tertentu termasuk tanaman obat. Kandungan
Selanjutnya setelah dilakukan pemetaan ditetapkan sembilan aktif tanaman obat antara lain berupa alkaloid, flavonoid,
spesies tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut sampai minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen.17
ke tahap uji klinik. Di bawah koordinasi Badan POM uji klinik Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang
dilakukan oleh peneliti dari berbagai perguruan tinggi. Hal dihasilkan oleh semua jenis tanaman.

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007 207


Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka

Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Untuk pengembangan obat tradisional menjadi obat
Berdasarkan tingkat pembuktian khasiat, persaratan herbal terstandardisasi dan fitofarmaka, simplisia harus
bahan baku yang digunakan, dan pemanfaatannya, obat memenuhi persaratan mutu agar dapat menimbulkan efek dan
bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok, aman. Persaratan mutu simplisia sejumlah tanaman tertera
yaitu: jamu, obat herbal terstandar, dan fitofamaka (Gambar dalam buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indo-
1).18 nesia, atau Materia Medika Indonesia. Materia Medika In-
donesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional memuat persaratan baku mutu simplisia yang
- Penggunaannya secara turun banyak dipakai oleh perusahaan obat tradisional.20 Peme-
Jamu
menurun, empiris liharaan mutu harus diupayakan dari hulu ke hilir mulai dari
- Bahan baku tidak distandarisasi budidaya, pemanenan dan pengolahan pasca panen,
- Untuk pengobatan sendiri
pembuatan bahan baku, sampai ke pembuatan sediaan dan
sediaannya. Parameter standar mutu simplisia antara lain
mencakup kadar abu, kadar zat terekstraksi air, kadar zat
- Pembuktian khasiat dan keama- terekstraksi etanol, bahan organik asing, cemaran mikroba
Obat herbal nan berdasarkan uji preklinik
terstandar - Bahan baku distandarisasi termasuk bakteri patogen, cemaran jamur/kapang, cemaran
- Untuk pengobatan sendiri aflatoksin, cemaran residu pestisida, cemaran logam berat,
kadar air, kadar zat aktif/zat identitas. Parameter standar mutu
ekstrak selain hal di atas juga mencakup konsistensi ekstrak,
- Pembuktian khasiat dan keama- sedangkan parameter untuk sediaan termasuk di antaranya
nan berdasarkan uji preklinik & waktu hancur, kadar bahan tambahan (pengawet, pewarna,
uji klinik pemanis, bahan kimia obat), kadar etanol, dan stabilitas.2
Fitofarmaka - Bahan baku, produk jadi distan-
darisasi Tahapan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia
- Untuk pelayanan kesehatan
formal Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan
kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil data empirik harus
didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan
Gambar 1. Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam Indo-
penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat
nesia
diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik.
Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka
Standarisasi dan Persaratan Mutu Simplisia adalah sebagai berikut.2,9,22
Dalam rangka pengembangan obat tradisional Indone- 1. Seleksi
sia menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka, stan- 2. Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farma-
darisasi dan persyaratan mutu simplisia obat tradisional kodinamik
merupakan hal yang perlu diperhatikan. 3. Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pem-
Simplisia merupakan bahan baku yang berasal dari buatan sediaan terstandar
tanaman yang belum mengalami pengolahan, kecuali 4. Uji klinik
pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena
kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung Tahap Seleksi
banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan
Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek jenis obat tradisional/obat herbal yang akan diteliti dan
yang dapat diulang (reproducible). Kandungan kimia yang dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang
dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah:2,21
yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai 1. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki
petanda (marker), atau yang memiliki sidik jari (fingerprint) urutan atas dalam angka kejadiannya (berdasarkan pola
pada kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia dengan penyakit)
mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi 2. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit
standar. Dewasa ini industri obat tradisional disarankan dan tertentu
didorong untuk melakukan budidaya dan mengembangkan 3. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu,
sendiri tanaman sumber simplisianya sehingga diharapkan seperti AIDS dan kanker.
diperoleh simplisia dengan mutu standar yang relatif
homogen. Standarisasi tidak saja diperlukan pada simplisia, Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti
tetapi juga pada metode pembuatan sediaan termasuk pelarut tanaman obat yang mendadak populer di kalangan
yang digunakan dan standardisasi sediaan jadinya.16,19 masyarakat. Sebagai contoh banyak penelitian belakangan

208 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007


Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka

ini dilakukan terhadap tanaman Mahkota Dewa (Phaleria 1. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial
macrocarpa) yang diklaim antara lain bermanfaat untuk menimbulkan efek khusus seperti kanker, cacat bawaan.
penderita diabetes melitus dan buah merah (Pandanus 2. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan
conoideus Lamk.) yang diklaim antara lain dapat me- usia subur
nyembuhkan kanker dan AIDS. 3. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait
dengan penyakit tertentu misalnya kanker.
Tahap Uji Preklinik 4. Obat digunakan secara kronik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis
obat tradisional yang akan dikembangkan menjadi Uji Farmakodinamik
fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan
vivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri
farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara pemberian pada mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional
hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo
manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diuji
tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya
Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada
untuk sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan ke-
WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji farmakodinamik mungkinan efek pada manusia
pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada
manusia, sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat
keamanannya. Standardisasi Sederhana, Penentuan Identitas dan
Pembuatan Sediaan Terstandar
Uji Toksisitas Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia,
penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan yang
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, sub- sesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi
kronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji efek yang ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknya
teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan. Proses
toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal pengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktif
dose50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba, menilai tertentu yang bersifat termolabil.15 Sebagai contoh tanaman
berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan obat yang mengandung minyak atsiri atau glikosida tidak
cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis boleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil. Demikian
obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk pemberian pula prosedur ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaan
dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada uji obat herbal yang dihasilkan. Ekstrak yang diproduksi dengan
toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga jenis pelarut yang berbeda dapat memiliki efek terapi yang
bulan, sedangkan pada uji toksisitas kronik obat diberikan berbeda karena zat aktif yang terlarut berbeda. Sebagai contoh
selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) memiliki tiga
kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat jenis kandungan kimia yang diduga berperan untuk
tradisional pada pemberian jangka lama. Lama pemberian pelangsing yaitu tanin, musilago, alkaloid. Ekstraksi yang
sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama dilakukan dengan etanol 95% hanya melarutkan alkaloid dan
pemberian obat pada manusia (Tabel 4).2 sedikit tanin, sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30%
didapatkan ketiga kandungan kimia daun jati belanda yaitu
Tabel 4. Hubungan Lama Pemberian Obat pada Manusia dan tanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik.22
Lama Pemberian Obat pada Hewan Coba pada Uji
Toksisitas 2
Uji klinik Obat tradisional
Lama pemberian pada manusia Lama pemberian obat pada Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/
hewan coba
obat herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya
Dosis tunggal atau <1 minggu 2 minggu – 1 bulan melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka
Dosis berulang + 1-4 minggu 4 minggu – 3 bulan uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar
Dosis berulang + 1-6 bulan 3-9 bulan ganda (randomized double-blind controlled clinical trial)
Dosis berulang >6 bulan 9-12 bulan
merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard).
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan
mutlak bagi setiap obat tradisional agar masuk ke tahap uji berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional
klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:2,20 seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007 209


Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka

etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat digunakan pada pelayanan kesehatan formal maka
keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan pembuktian khasiat dan kemananan obat tradisional pada
informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standar- manusia melalui uji klinik perlu ditingkatkan. Meskipun minat
disasi sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat untuk melakukan penelitian dan pengembangan obat
menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji klinik tradisional menjadi fitofarmaka cukup baik, seringkali
dibagi empat fase yaitu: terbentur pada masalah dana penelitian yang sulit didapat.
Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk me- Koordinasi penelitian antar departemen, perguruan tinggi,
nguji keamanan dan tolerabilitas obat tradisio- lembaga/pusat penelitian perlu ditingkatkan agar tidak terjadi
nal duplikasi dan pemborosan dana penelitian. Pemerintah,
Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, perguruan tinggi, dan organisasi nonpemerintah perlu
tanpa pembanding menyediakan dana untuk meningkatkan kualitas dan
Fase II akhir: dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan kuantitas penelitian, termasuk penelitian dan pengembangan
pembanding obat tradisional menjadi fitofarmaka, sehingga dapat
Fase III : uji klinik definitif dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan.
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek sam-
ping yang jarang atau yang lambat timbulnya Daftar Pustaka
1. Pramono E. The commercial use of traditional knowledge and
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di medicinal plants in Indonesia. Submitted for multi-stakeholder
masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang dialoque on trade, intellectual property and biological resources
in Asia, 2002.
merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung 2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Pedoman
tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, 2000.
uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui 3. Pringgoutomo S. Riwayat perkembangan pengobatan dengan
tanaman obat di dunia timur dan barat. Buku ajar Kursus Herbal
tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.2 Dasar untuk Dokter. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.1-5.
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang 4. Erdelen WR, Adimihardja K, Moesdarsono H, Sidik. Biodiversity,
digunakan umumnya berdasarkan dosis empiris tidak traditional medicine and the sustainable use of indigenous medici-
didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi nal plants in Indonesia. Indigenous knowledge and development
monitor 1999;7(3):3-6.
adalah dalam melakukan pembandingan secara tersamar 5. PT Eisai Indonesia. Medicinal herb index in Indonesia. Jakarta:
dengan plasebo atau obat standar. Obat tradisional mungkin PT Eisai; 1986
mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat 6. Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia,
tersamar. 1986.
7. Hoareau L, DaSilva EJ. Medicinal plants: a re-emerging health
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang aid. Journal of Biotechnology 1999;2(2):57-63. Diunduh dari:
dilakukan di Indonesia meskipun nampaknya cenderung http://www.ejb.org/content/vol2/ issue2/full/2/
meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji 8. Pramono S. Kontribusi bahan obat alam dalam mengatasi krisis
klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain bahan obat di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia 2002;l:18-
20.
karena: 9. Timmermans K. ASEAN Workshop on the TRIPS agreement
1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji and traditional medicine; 2001. Diunduh dari: http://www.-
klinik who.or.id/eng/products/ow5/sub1/ display. asp?id=4
10. Badan Pusat Statistik, 1999-2002. Dikutip dari: Supardi S,
2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah Nurhadiyanto F, Eng SW. Penggunaan obat tradisional buatan
terbukti berkhasiat dan aman pada uji preklinik pabrik dalam pengobatan sendiri di Indonesia. Jurnal Bahan Alam
3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji Indonesia 2003;2 (4):136-41.
4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan 11. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan
Kosmetik–Badan POM, 2007.
dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu kandungan 12. Soediyani N. Direktur Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
kimia tanaman tergantung pada banyak faktor. Makanan dan Kosmetik-Badan POM, 2007 (komunikasi pribadi).
5. Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama 13. Moeloek FA. Herbal and traditional medicine: National perspec-
tives and policies in Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia
bagi produk yang telah laku di pasaran
2006;5(1):293-97.
14. Rahardjo M, Darwati I, Shusena A. Produksi dan mutu simplisia
Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini Purwoceng berdasarkan lingkungan tumbuh dan umur tanaman.
terdapat sejumlah obat bahan alam yang digolongkan sebagai Jurnal Bahan Alam Indonesia 2006;5(1):310-16.
obat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih sedikit di- 15. Fluck H, Jaspersen R. Medicinal plants and their uses. London:
W. Foulsham & Co. Ltd; 1976.
golongkan sebagai fitofarmaka.
16. Raskin I, Ripoll C. Can an apple a day keep the doctor away?
Current Pharmaceutical Design 2004;10:1-9.
Penutup 17. Mills S, Bone K. Principles and practice of phytotherapy: mod-
ern herbal medicine. Churchill Livingstone, 2000.
Agar obat tradisional/obat herbal dapat diterima dan

210 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007


Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka

18. Ritiasa K. Kebijakan pengembangan obat herbal Indonesia. 21. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Obat Kelompok
Disampaikan pada Seminar nasional obat herbal dan akupunktur, Fitoterapi, 1985.
3 Juli 2004. 22. Pramono S, Nurwati S, Sugiyanto. Pengaruh lendir daun jati belanda
19. Ziment I, Rotblatt M. Evidence-based herbal medicine. Philadel- terhadap berat badan tikus jantan galur Wistar. Warta Tumbuhan
phia: Hanley & Belfus, Inc; 2002. 0bat Indonesia 2000:6(2).
20. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika In-
donesia, 1977.
SS

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007 211

Anda mungkin juga menyukai