Anda di halaman 1dari 13

INTI KECERDASAN FINANSIAL

Apakah Kecerdasan
Finansial Bisa Dipelajari ?

Apakah kecerdasan finansial lebih menyerupai bakat atau pembawaan sejak lahir ?
Kecerdasan finansial bukanlah bakat. kecerdasan finansial bisa dipelajari, bisa diasah, disempurnakan,
dipertajam terus-menerus. Jika tidak diasah terus, ia akan cepat usang.
Apakah kecerdasan finansial semata-mata hanya berfokus pada uang ? Tidak. Kecerdasan finansial
sesungguhnya berfokus pada manusia. It’s not about money, it’s about people.

Fokus pada Tujuan yang Jelas


Sebelum menempa diri menjadi cerdas secara finansial, Anda harus memiliki tujuan yang jelas. Berikut
ini daftar tujuan wajar yang bisa Anda gunakan :
 Ingin menikmati masa tua yang mudah, dan tidak membebani anak-cucu. (Cita-cita yang sangat wajar dan
manusiawi).
 Ingin bebas secara finansial. (Dalam arti : bisa memenuhi kebutuhan hidup normal tanpa harus bekerja
secara fisik).
 Menjadi kaya. (Memiliki banyak aset yang produktif).
 Bisa menolong orang lain. (Percuma menjadi kaya tetapi tidak bermanfaat bagi orang lain).
 Ingin membahagiakan keluarga. (Tujuan yang mulia dan sangat wajar).
Semua itu adalah contoh tujuan-tujuan yang jelas dan cukup spesifik. Yang perlu dicatat, kecerdasan
finansial adalah senjata yang akan merusak jika berada di tangan orang yang salah. Jadi Anda tidak boleh
memiliki tujuan yang buruk. Tema finansial bukan semata-mata dunia rasional, melainkan normatif. Kekayaan
yang akan menjadi mulia kalau ditujukan untuk sesuatu yang positif bagi umat manusia.

Persepsi Mengenai Uang


Perbaharuilah persepsi mengenai uang. Uang bukan segalanya. Kita bekerja bukan semata-mata demi
mendapatkan uang. Kita bekerja untuk melayani sesama. Kita bekerja, berpikir, bertindak, untuk kebaikan
bersama. Uang adalah konsekuensi. Kalau kita bekerja dengan baik, berdasarkan tujuan yang baik, maka
hasilnya akan baik pula.
Uang bukan tujuan. Uang adalah sarana mencapai tujuan. Yang terpenting adalah apakah Anda
memiliki Rp 1 miliar saat ini, melainkan apa yang Anda akan lakukan dengan uang Rp 1 miliar (kalau uang itu
sudah benar-benar di tangan Anda).
90% orang merencanakan hal-hal konsumtif begitu mendapatkan Rp 1 miliar tunai. Mereka berpikir
tentang liburan mewah di eropa, naik kapal pesiar, mobil mewah, busana rancangan desainer, pesta, dll.
Jaranag yang punya rencana untuk membagi dua uang tersebut: separuh untuk beramal, dan sisanya sebagai
modal kerja.

Persepsi Mengenai Bekerja


Anda juga harus mengubah persepsi mengenai bekerja. Sekali lagi, bekerja jangan untuk cari uang.
Uang adalah konsekuensi. Bekerja adalah menciptakan nilai tambah yang bermanfaat bagi semua pihak. Bagi
diri Anda sendiri, bekerja adalah belajar. Di mana pun Anda bekerja, pasti
ada sistem di mana uang diciptakan. Nah, pelajarilah sistem itu. Jadi, kelak Anda bekerja tidak untuk mencari
uang, tetapi menciptakan uang.

Antusiasme
Menjadi kaya dan bebas secara finansial merupakan perjalanan panjang tak kenal henti. Ibarat seorang
pelari marathon, Anda memerlukan langkah-langkah konsisten dalam jangka panjang. Tidak ada jalan pintas
untuk menjadi kaya.
Di sinilah antusiasme berperan penting. Anda harus memelihara antusiasme tersebut dalam jangka
panjang. Jangan pernah kehilangan gairah. Hanya dengan rasa ketertarikan yang tinggi, rasa ingin tahu yang
begitu besar, Anda bisa menemukan suatu cara mengakumulasikan aset yang efektif.

Kesenangan Belajar
Mengasah kecerdasan finansial membutuhkan kesenangan belajar terus-menerus. Jagalah agar
kesenangan itu tidak menguap. Selalu menggali hal-hal baru, cara baru, mencari tahu tentang fenomena baru,
adalah hal-hal yang bisa mengasah terus kecerdasan Anda.
Teruslah berpikir mengenai cara Anda berpikir.
Dunia berubah, perilaku manusia juga terus berubah. Kalau kita percaya bahwa kecerdasan finansial
adalah sesuatu yang menyangkut perilaku manusia, maka tidak ada ruang sedikit pun untuk mengistirahatkan
otak.
Kecerdasan finansial bukanlah berapa aset yang telah Anda akumulasi. melainkan seberapa canggih
cara yang Anda temukan, sistem yang Anda bangun, dan pola berpikir yang Anda terapkan.

Di Mana Mengasah
Kecerdasan Finansial ?

Pendidikan skolastik dan profesional tidak mengajarkan kitab\ cerdas secara finansial. Kita belajar
akunting di sana. Namun kita disiapkan untuk jadi book-keeper bagi aset-aset orang lain. Kita tidak belajar
untuk mengembangbiakkan aset sendiri. Para guru dan dosen mengajari kita bekerja untuk mencari uang,
bukan menciptakan uang.
Di sekolah, kita belajar menjadi pegawai yang baik, taat, loyal, dan produktif. Di kampus, kita
dipersiapkan menjadi sekrup-sekrup dari mesin uapm milik orang lain.
Di berbagai kursus, terang-terangan kita dialtih bekerja untuk orang lain. Tak satu pun yang mengajari kita
bebas secara finansial. Itulah kelemahan sistem pendidikan kita sekarang.
Tapi, hanya karena sekolah tidak menyediakan tempat bagi kecerdasan finansial di dalam kurikulum,
apakah kita lantas tidak mengajarinya ?
Kita harus tetap mempelajarinya. Mungkin secara langsung di dunia nyata. Mungkin juga kita
mempelajarinya secara empirik, dengan pengalaman konkret. Atau, mungkin kita bisa memetik pelajaran dari
pengalaman orang lain, entah pengalaman gagal atau sukses.
Belajar dari Dunia Nyata
Banyak orang cerdas secara finansial setelah bertahun-tahun berkecimpung di alam nyata. Mereka tahu
nikmatnya passive income, lantas terus mencoba meningkatkan aset produktif untuk memperbesar pipa
saluran kekayaan. Mungkin awalnya tidak sengaja, tetapi setelah berhasil menemukan polanya, mereka
menjadi ketagihan.
Memang, tidak semua pengalaman itu manis. Ada pula yang harus lebih dulu jatuh bangun dan babak
belur, sebelum akhirnya bisa membalikkan kegagalan menjadi kesuksesan. Walaupun harus jatuh bangun
terlebih dahulu, mereka masih lebih mendingan dibandingkan mereka yang tidak mengalaminya.
Para pemilik bisnis (business owner) dari berbagai perusahaan yang arus kasnya positif, pemilik
property yang disewakan, pemilik mobil atau barang-barang lain yang disewakan; mungkin saja merupakan
orang-orang yang mempelajari kecerdasan finansial dari tindakan nyata mereka sehari-hari. Mereka
bertransaksi, menjual, membeli, dan melakukan dealing setiap saat. Kadang-kadang rugi. Itu biasa. Asalkan
saja secara keseluruhan, arus kasnya masih positif. Mereka pun akhirnya mampu mengompensasi kerugian di
satu transaksi dengan keuntungan pada transaksi lain.
Mereka menggunakan pola trial and error, atau learning by doing untuk membangun kecerdasan
finansial mereka. Nilai plusnya, mereka benar-benar bisa merasakan dan menghayati proses yang sedang
dilakukan. Negatifnya, tentu saja, harus menanggung learning cost yang tidak kecil.

Belajar dari Menthor


Lebih cerdas dari kelompok pertama yang menggunakan pola trial and error. Kelompok yang kedua
ini secara konseptual sudah memahami prinsip-prinsip kecerdasan finansial. Mereka hanya membutuhkan
contoh nyata, yaitu seseorang yang mereka kenal, yang bisa berinterkasi langsung. Sangat mungkin, seseorang
itu adalah teman dekatnya, saudaranya, orang tuanya, atau orang-orang dalam inner cycle-nya.
Belajar dari menthor, memang bisa mengeliminasi kemungkinan gagal. Setidaknya, ada yang bisa
diajak ngomong kalau mau bermanuver membeli atau menjual aset. Ada yang memberi petunjuk-petunjuk
berdasarkan pengalaman nyata.
Namun di sisi lain, belajar langsung dari menthor juga ada ruginya. Yang paling riskan adalah besar
kemungkinan murid yang meng-copy sang guru. Entah strateginya, way of life, maupun nilai-nilai dalam
berbisnis. Tidak menjadi soal kalau yang ditiru merupakan sosok yang sempurna luar dalam (cerdas sekaligus
etis). Tapi bagaimana kalau sang guru ternyata suka berperilaku tidak etis dalam berbisnis, walaupun memang
dia cerdas luar biasa ?
Hal lain yang harus diperhitungkan adalah besarnya kemungkinan untuk menjadi follower seumur
hidup. Sehingga tidak berani untuk menerapkan ide-ide orisinal sendiri, atau kurang percaya diri untuk
bersikap kreatif. Padahal, perubahan yang kian cepat menuntut kita untuk selalu kreatif dan lebih kreatif lagi.

Belajar dari Ahlinya


Anda bisa belajar dari kursus-kursus singkat menganai kecerdasan finansial. Anda bisa mengikuti short
course, training atau seminar mengenai bagaimana meraih kebebasan finansial dalam waktu singkat. Anda bisa
berinteraksi langsung dengan sang pembicara, yang mungkin saja merupakan pemotivasi terkenal, atau pakar
di bidang ilmu menjadi kaya.
Keuntungannya, Anda bisa berdialog langsung dengan mereka. Anda bisa menyerap ilmunya. Anda
bisa tertular motivasinya yang meledak-ledak. Anda akan tergerak untuk melakukan hal yang sama persis
seperti yang disarankan oleh sang pembicara. Bukanlah semangat adalah satu jenis ”virus” yang menular ?
Ruginya, sang pembicara tidak terfokus pada diri Anda. Ada ratusan peserta seminar lain. Sang ahli
hanya mencoba merumuskan resep yang bersifat generik. Padahal, penerapan berbagai strategi finansial harus
mempertimbangkan karakter khusus masing-masing orang. Jadi belum tentu apa yang dibicarakan sang
pembicara secara berapi-api itu bisa Anda lakukan secara sempurna.
Kelemahan lainnya, tidak semua pakar benar-beanr mampu menerapkan teorinya dalam praktik.
Banyak pakar atau pengamat bisnis yang tak becus mengelola perusahaan. Banyak pula penasihat finansial
yang hidupnya justru terbelit utang. Jadi, berhati-hatilah.
Belajar dari Buku
Anda bisa juga belajar dari buku. Belakangan ini banyak buku beredar mengenai kecerdasan finansial.
Para penulis menyajikan berbagai resep, rumus, dan kiat praktis. Baik dengan gaya bahasa simpel parktis dan
mudah dicerna, sampai kalimat-kalimat akademis yang sulit dimengerti. Dari uraian dengan kosa kata sehari-
hari yang gampang dikunyah, sampai rumus-rumus dan angka yang rumit seperti rumus bikin bom nuklir.
Seperti halnya ikut seminar atau training tentang pengelolaan kekayaan pribadi, belaajr dari buku juga
banyak kelemahannya. Teori dan trik yang ada di buku, kadang-kadang tidak realistis. Apalagi jika ditulis oleh
penulis asing, yang memiliki pengalaman nyata di luar negeri. Sebab, dunia bisnis dan perekonomian di
Indonesia memiliki corak yang berbeda dengan (katakanlah) Amerika Serikat. Policy ekonominya beda, inflasi
dan suku bunganya beda, dan perilaku masyarakatnya (sebagai subyek bisnis dan ekonomi) jelas sangat beda.

Lakukan Sekarang !
Cermati bagaimana uang diciptakan. Amati bagaimana aset berpindah tangan. Seraplah ilmu mengenai
kecerdasan finansial. Entah melalui pengalaman nyata, pola menthoring, menyerap ilmu sang guru, atau
membaca buku; yang jelas, ada banyak cara untuk mengasah kecerdasan finansial Anda.
Yang lebih penting adalah : LAKUKAN SEKARANG !
Tapi, bagaimana caranya ?

8 FORMULA
KECERDASAN FINANSIAL

Stop, tunggu dulu sebentar. Jangan terlalu buru-buru.


Sebelum Anda melangkah, lebih baik memantapkan lagi pemahaman tentang kecerdasan finansial.
Kita akan membahas intisari kecerdasan finansial. Buku-buku tentang kecerdasan finansial selalu
mengungkapkan hal yang kurang lebih sama, bahwa kecerdasan finansial adalah kemampuan untuk
mengenali, menciptakan dan mempraktikkan sistem atau cara untuk mengakumulasi aset. Berikut ini 8 intisari
kecerdasan finansial :

#1
MEMILAH TUJUAN PRODUKTIF
DAN KONSUMTIF

Ilmu ekonomi mempelajari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pad
ahakikatnya, ilmu ekonomi mempelajari tiga hal, yaitu : produksi, konsumsi, dan distribusi. Dalam
perekonomian modern dewasa ini. aktivitas distribusi dapat dikategorikan sebagai aktivitas produktif, karena
distribusi menciptakan nilai tambah (value added). Ini berarti, pelaku distribusi adalah aktor-aktor bisnis yang
menciptakan uang dengan cara creating value.
Konsumsi adalah tindakan menghabiskan nilai guna suatu barang. Konsumsi berarti mengorbankan
sejumlah uang yang tidak akan pernah kembali. Lantas apa yang kita peroleh ? Kepuasan, nilai guna atau
utilitas. Kalau kita membeli baju, kita mengorbankan sejumlah uang (katakanlah Rp 100 ribu). Namun kita
memperoleh manfaat dari baju tersebut, yaitu badan terlindungi.
Sedangkana produksi adalah menciptakan sesuatu (barang dan jasa) yang memiliki nilai guna bagi
masyarakat. Dalam berproduksi, kita mengeluarkan sejumlah uang sebagai modal, namun kelak akan kembali
dengan nilai yang diharapkan lebih besar. Selisihnya adalah laba, yang dalam bahasa ekonomi adalah nilai
tambah (value added).
INTI KECERDASAN FINANSIAL

Tindakan kita sehari-hari, yang bersifat mengeluarkan uang, dapat dikategorikan ke dalam dua jenis; produktif
atau konsumtif. Cobalah membuat daftar 50 hal yang biasa Anda lakukan setiap hari. Pilah kegiatan-kegiatan
tersebut menjadi aktivitas produksi atau konsumsi. Yang termasuk kegiatan konsumsi a.l. memakai mobil ke
mal, makan, beli cemilan, membeli pulsa, bayar service kendaraan, membayar rekening listrik, beli baju,
membayar angsuran rumah yang ditempati keluarga, dan lain-lain. Biaya anak sekolah juga termasuk aktivitas
konsumtif (dari sudut pandang orangtua), karena tingkat kembaliannya (rate of return) sukar dihitung. Walau
begitu, dari sudut pandang anak, biaya pendidikan tetap harus dianggap sebagai investasi jangka panjang.
Sementara itu yang termasuk kegiatan produktif a.l. bekerja di kantor, menjadi perantara jual-beli
mobil bekas, mengerjakan script-writing/tulisan/desain grafis yang dipesan klien, membeli mobil (untuk
disewakan), dll.
Jangan kaget, 90% item kegiatan kita sehari-hari adalah aktifitas konsumtif. Tetapi tidak mengapa,
bukan itu poinnya. Yang penting bagi Anda adalah mempertimbangkan kembali setiap item kegiatan
konsumtif. Benarkah uang layak dikeluarkan ? Mengapa harus ikut fitness yang tarifnya Rp 2 juta sebulan,
kalau ada alternatif lain yang hanya Rp 25 ribu sekali datang ? Mengapa harus membeli baju seharga Rp 500
ribu kalau ada pilihan lain dengan harga seperlimanya ?

#2
MEMBEDAKAN ASET
DAN LIABILITAS

Pelajaran terpenting dari pakar kecerdasan finansial seperti Kiyosaki adlah teorinya untuk memisahkan
dengan tegas antara aset dan liabilitas. Banyak liabilitas yang tampak seolah-olah sebagai aset, sehingga kita
merasa kaya (tetapi sebenarnya miskin).
Misalnya saja, mobil pribadi dan rumah pribadi. Secara akunting, kedua jenis harta itu akan dicatat di
kolom aset. Namin bagi Kiyosaki tidak demikian. Rumah pribadi dan mobil pribadi adalah liabilitas. Mengapa
? Sebab angsuran atas dua jenis harta itu bisa menguras 40% dari pendapatan bulanan Anda.
Apa yang membedakan aset dan liabilitas ?
Cash flow. Sekali lagi, aliran uang kas.
Aset adalah harta yang memberikan aliran kas bagi pundi-pundi Anda secara rutin. Ibaratnya, aset
adalah pacar yang produktif, yang setiap waktu membantu Anda meraih kesuksesan secara finansial. Yang
termasuk aset adalah :
H Kamar-kamar di rumah Anda yang disewakan untuk anak-anak kost
H Rumah yang dikontrakkan
H Mobil yang disewakan
H Tanah yang dibudidayakan secara produktif atau disewakan
H Uang yang ditanamkan dalam berbagai bentuk investasi
H Kekayaan intelektual yang memberi royalti
H Karya cipta/ karya seni yang memberi royalti

Sedangkan liabilitas adalah harta yang menguras isi kocek Anda secara rutin. Liabilitas ibarat ’cewek
matre’ yang bisa membuat Anda pilit. Sebagian besar daftar konsumsi Anda pada prinsipnya bissa
dikategorikan sebagai liabilitas, misalnya :
H Handphone, televisi, kulkas, dan barang-barang elektronik lainnya
H Kendaraan pribadi
H Rumah pribadi
H Koleksi busana, termasuk sepatu
H Keanggotaan pada klub tertentu
Pangkaslah liabilitas Anda, dan milikilah sebanyak mungkin aset yang bisa memberikan cash inflow
(pendapatan tunai) bagi Anda. Dengan cara itu, Anda akan memperbaiki kondisi keuangan Anda. Pengeluaran
yang dihemat itu bisa dialokasikan sebagai inventasi, untuk menambah sisi pendapatan tunai Anda.
Kalau memang liabilitas tidak mungkin dihindari, gunakan cara pembayaran tunai agar Anda tidak
dikenai bunga untuk sesuatu yang bersifat konsumtif. Kalau Anda harus membayar bunga, usahakan
semaksimal mungkin agar benda yang dibeli memiliki nilai produktif, sehingga benda tersebut bisa membayar
sendiri cicilannya.

#3
MEMAHAMI ALIRAN UANG

Lihatlah sekeliling, dan perhatikanlah bagaimana roda bisnis berputar. Cermati transaksi yang terjadi
setiap waktu; orang membeli pulsa, antrean di restoran terlaris, termasuk juga transaksi yang terjadi di pasar-
pasar tradisional. Pahamilah mengapa orang rela mengorbankan sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan
barang atau jasa tertentu.
Selama 15 menit, cobalah perhatikan kasir di suatu swalayan. Perkirakan berapa rupiah transaksi yang
dia lakukan. Selama 30 menit, ketika sedang makan siang, cobalah menghitung berapa konsumen yang datang
ke restoran tempat Anda makan. Taksirlah berapa pengeluaran per orang, dan cobalah menebak berapa
omzet restoran tersebut setiap harinya. Pahami juga cara pengelolaannya, bagaimana mereka mendapatkan
bahan baku, dan bagaimana mereka memperlakukan stok yang tak laku dijual.
Cobalah mengamati perilaku orang-orang ketika berbelanja. Selidiki latar belakang mereka. Lihatlah
preferensi barang yang mereka beli. Ketika sedang ngobrol dengan teman-teman, cobalah bertanya tentang
barang atau jasa apa yang sangat ingin mereka dapatkan kalau mereka punya banyak uang.
Berikut ini hal-hal yang mungkin Anda temukan :
H Kaum berpenghasilan tetap (karyawan swasta. pegawai negeri) memiliki pola belanja yang hampir sama.
baik sklus waktu maupun barang yang ingin mereka beli.
H Terjadi pola aliran uang, pada awal bulan uang mengucur dari employer ke employee. Tetapi itu hanya
terjadi dalam beberapa hari. Selebihnya, aliran uang berbalik kembali ke kalangan employer, yaitu mereka
yang memiliki dan mengelola bisnis. Kalaupun gaji sudah habis, kaum employee itu tidak berhenti
berbelanja. Kan ada kartu kredit ?
H Dibandingkan kaum employer, justru employee yang berpendapatan tetap, yang paling berani berutang.
Sebagian besar utang mereka adalah utang konsumtif (yaitu cicilan rumah, angsuran kendaraan, dan kartu
kredit), Jumlah nominalnya mungkin tidak seberapa. Tapi jumlah nominal kan relatif ? Kita harus
membandingkannya dengan pendapatan. Banyak di antara mereka menggadaikan pendapatan di masa
depan untuk kenikmatan/utilityas yang dinikmati saat ini.
Celakanya, 90% ditujukan untuk tujuan konsumsi ! Bukan untuk memperbaiki arus kas, semakin lama
mereka terjerat utang konsumtif, semakin kecil peluangnya untuk bebas secara finansial.
H Kebanyakan orang memiliki obsesi-obsesi yang bersifat konsumtif (misalnya liburan ke Bali, membeli
mobil mewah, merenovasi rumah, dll).
Hanya sedikit yang terobsesi untuk melakukan restrukturisasi aset dan membudidayakan uang agar bisa
mendapatkan passive income.
#4
CARILAH EMAS
YANG TERSEMBUNYI

Orang yang cerdas secara finansial, mampu melihat apa yang tidak mampu dilihat orang awam. Di
mata awam, seekor ayam betina adalah binatang berkaki dua yang kalau dipanggang akan menjadi makanan
lezat. Namun bagi seorang yang cerdas secara finansial, seekor ayam betina itu tiga tahun ke depan akan
menjadi ratusan ekor ayam.
Lihatlah ke sekeliling. Cobalah memainkan imajinasi Anda. Bayangkan jika lahan rawa-rawa itu disulap
jadi pemukiman real estat, pusat perbelanjaan atau apartemen mewah. tentu harga tanahnya akan berlipat
ganda luar biasa.
Banyak pemain bisnis sektor propersi yang mencari emas tersembunyi. Mereka mencari lahan yang
tidak ada nilainya bagi orang lain, kemudian disulap menjadi emas. Mereka menciptakan lingkungan dan
menjualnya dengan mudah. Yang mereka jual sebetulnya adalah gagasan, bukan rumah atau taman.
Keuntungannya jelas luar biasa. Namun, mereka sangat sadar bahwa keuntungan diperoleh pada saat
membeli, bukan pada saat menjual. Ini berarti, mereka tahu persis apa yang harus mereka lakukan pada saat
melakukan dealing pembelian awal.
Segala yang berharga letaknya tersembunyi. Kita harus menggali gunung untuk mendapatkan
sebungkah emas. Kita harus menyelam ke dasar laut untuk mendapatkan mutiara. Emas tidak tampak di atas
permukaan tanah, begitu pula mutiara tidak kelihatan di atas permukaan laut.
Emas yang tersembunyi adalah kiasan dari peluang-peluang bisnis yang bisa Anda garap. Mungkin itu
tidak berharga bagi orang kebanyakan, namun jika Anda menyentuhnya, ia bisa menjadi mesin uang.
Kebanyakan orang tidak menyadarinya, jadi peluang Anda semakin terbuka lebar.
Bisnis barang rongsokan dan kertas bekas miaslnya, adalah jenis bisnis yang tidak menarik bagi
kebanyakan orang. Sebab citranya buruk, kotor, ribet, dan mirip sampah. Lingkungan kerjanya juga tidak
sehat.
Namun, gambaran itu menipu. Persis kesan yang muncul ketika kita melihat padang pasir gersang yang
terhampar luas. Padahal, dibalik guurn yang menyilaukan kata itu terdapat sumber minyak miliaran barel.
Jadi jangan tertipu penampilan atau gambaran permukaan. Mungkin kita tidak menyangka kalau
seorang penjual pisang goreng bisa mencapai omzet penjualan Rp 5 juta per hari. Seorang penjual siomay
mampu meraup pendapatan bersih yang jauh lebih besar daripada gaji seorang manajer yang berpenampilan
rapi dan kemana-mana naik mobil mewah.

#5
MILIKI DAYA UNGKIT

Kalau sudah menemukan gunung yang akan digali dan dicari bungkahan-bungkahan emasnya, kini
waktunya untuk merancang alat pengungkit. Yang membedakan orang kaya dan kelas menengah serta orang
miskin adalah kepemilikan atas daya ungkit.
Daya ungkit adalah sesuatu yang membuat aset Anda akan tumbuh berlipat ganda mengikuti deret
waktu. Daya ungkit muncul dari sistem yang diciptakan sedemikian rupa, sehingga tidak lagi bergantung pada
orang tertentu. Dengan daya ungkit, kita bisa memindahkan sebongkah batu besar yang tidak mungkin mampu
kita angkat.
Seorang penjual bakso maksimal mencapai omzet Rp 1 juta sehari. Ia ingin melipatgandakan
penjualannya menjadi Rp 20 juta. Bagaimana caranya ? Ya, membuka cabang. Dengan 20 cabang, ia mencapai
omzet yang ditargetkan. Tentu saja, untuk membuka cabang ia harus melatih karyawan dan stafnya,
menstandarisasi resep, dan membuat tampilan outlet dengan ciri khas tertentu. Tak kalah penting, ia harus
memilih lokasi-lokasi yang tepat agar target penjualan tercapai.
Namun ternyata, si penjual bakso tidak puas dengan omzet Rp 20 juta sehari. Ia ingin Rp 100 juta.
Bagaimana caranya ? Setelah berkonsultasi kiri kanan, ia pun membuat sistem waralaba untuk produknya. Ia
merancang strategi promosi untuk menaikkan brand produknya, juga agar para investor tertarik membeli
lisensi bakso miliknya. Dengan sistem waralaba, ia tidak kesulitan mencapai target yang diinginkannya.
#6
BIARKAN UANG
YANG BEKERJA

Kalau sistem sudah bekerja dengan baik, kini tiba waktunya untuk beternak uang. Yang berkerja kini
bukan orangnya, tetapi uangnya. Orangnya boleh beristirahat, mengerjakan apa pun yang menjadi hobinya,
atau mencari ide-ide baru untuk merambah bidang bisnis yang lain guna memperkuat jaringan usahanya. Tapi
prinsipnya, uang hasil jerih lelah selama ini, sudah waktunya untuk menjadi aset utama yang memberikan uang
tunai secara rutin.
Caranya ? Sebarkan uang tersebut ke berbagai instrumen investasi. Sebarkan menurut skala risiko yang
diinginkan, guna menghindari total loss. Kalau uangnya cukup banyak, pilihan yang tersedia semakin
beragam.
Lembaga yang paling konservatif pun, seperti bank, jelas akan tergiur. Mereka akan menawarkan suku bunga
khusus seandainya pemilik uang mau menempatkan dananya di bank tersebut.
Deposito dan obligasi pemerintah adalah alternatif investasi yang diyaakini berisiko minimal.
Kemudian ada obligasi swasta dan saham, yang resikonya lebih tinggi. Tapi tentu saja, kalau resikonya tinggi,
peluang profitnya juga mesti tinggi. Penempatan uang tunai di bank perkreditan lembaga keuangan non bank,
mungkin mau memberi bunga lebih tinggi dibandingkan bank umum.
Tapi resikonya juga lebih tinggi. Bermain valuta asing juga beresiko lebih tinggi, walaupun Anda berpeluang
mendapatkan keuntungan besar dan cepat. Jadi antara risiko dan tingkat keuntungan selalu berbanding lurus.
Di sini yang berperan adalah kalkulasi Anda, dan juga nyali.
Bidang properti adalah alternatif investasi yang selama ini menjadi primadona. Membeli apartemen,
rumah real estat, atau tanah kosong di lokasi strategis, biasanya akan memberi keuntungan lumayan. Namun
lokasinya harus strategis. Jauh lebih mudah menjual aset mahal di lokasi strategis daripada aset murah di lokasi
yang kurang berkembang.
Dibandingkan deposito, saham dan valas, properti lebih lambat diuangkan. Jadi bersifat lebih tidak
likuid. Namun, ada keuntungan ganda yang bisa Anda peroleh. Yang pertama adalah pendapatan sewa
properti, yang kedua adalah equity yang pasti Anda dapatkan seiring kenaikan harga properti. Properti adalah
satu-satunya aset/aktiva yang nilainya tidak pernah turun.
Namun, sektor properti juga memiliki siklus pasang surut tersendiri. Dalam 3–5 tahun sekali, biasanya
terjadi stagnasi pasar. Kondisi seperti ini terjadi pada saat pertumbuhan ekonomi melambat, suku bunga
merangkak naik, dan inflasi meningkat. Saat ini, perusahaan-perusahaan properti sulit menjual produknya.
Sebaliknya, pasar sekunder sangat ramai. Banyak orang menjual rumahnya, mungkin karena butuh uang tunai.
Pasang mata dan telinga, hingga Anda tahu persis kapan saat-saat seperti itu terjadi. Itulah waktu yang
tepat untuk membeli karena harga yang biasanya dipatok di bawah standar rata-rata. Kita memperoleh
keuntungan pada saat membeli, bukan pada saat kita menjual.
INTI KECERDASAN FINANSIAL

#7
CIPTAKAN ASET YANG TIDAK BISA
HILANG ATAU DIRAMPOK ORANG

Kunci menuju kebebasan finansial adalah bagaimana menciptakan aset yang bisa memberikan arus kas
positif. Namun, aset dalam pengertian fisik bisa saja setiap saat hilang. Entah dicuri orang, dirampok, atau
nilang nilainya karena sudah tidak lagi produktif.
Karena itu, perlu bagi kita untuk menciptakan aset yang tidak bisa dicuri, hilang, atau dirampok. Yaitu
cara berpikir dan cara bertindak. Boleh saja Anda bangkrut total, terkena musibah hingga seluruh milik Anda
rata dengan tanah. Namun jika Anda masih mempertahankan cara berpikir dan cara bertindak cerdas secara
finansial, maka semua yang hilang itu bisa kembali.
Cara berpikir adalah yang terpenting. Sebab cara berpikir mempeengaruhi cara bertindak. Cara
berpikir mempengaruho sikap yang harus Anda ambil mengenai persoalan apa pun. Cara berpikir akan
menyelamatkan Anda dalam perubahan yang cepat dewasa ini.
#8
PAHAMI TANDA-TANDA MAKRO
PEREKONOMIAN

Dunia bisnis adalah bagian tak terpisahkan dari sistem perekonomian secara umum. Jadi, sangat
penting untuk memahami tanda-tanda makro perekonomian.
Sebab dari sasna, akan muncul berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan, serta potensi-potensi hambatan
yang perlu diantisipasi sejak dini.
Mulailah mengamati apa yang terjadi dengan perekonomian makro kita. Indikator-indikator yang harus
diamati setiap saat adalah : tingkat pertumbuhan ekonomi, kurs rupian terhadap mata uang asing, laju inflasi,
suku bunga perbankan, indeks saham, dan tingkat pengangguran.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka peluang bagi banyak bidang. Apalagi bila suku bunga
cukup rendah, sehingga uang tunai mengalir ke seluruh bidang bisnis. Masyarakat relatif lebih gampang
mengeluarkan uangnya. Indeks saham akan meningkat, yang menandai dunia bisnis memasuki masa booming.
Inilah saatnya berinvestasi pada saham atau bisnis sektor riil secara umum.
Namun jika itu diiringi oleh laju inflasi yang relatif tinggi (melampaui prediksi pemerintah), maka
bersiap-siaplah memasuki periode suram. Inflasi tinggi akan diikuti oleh kenaikan suku bunga dan
melemahnya nilai rupiah. Uang akan tersedot dari peredaran (uang ketat), sehingga jualan apa pu menjadi
lebih sulit. Inilah saatnya menempatkan uang tunai dalam bentuk deposito atau valuta asing. Atau, waktunya
membeli properti yang nilainya telah mengalami koreksi.
Pada prinsipnya, perkonomian ibarat ayunan pendulum antara pertumbuhan dan stagflasi, antara
inflasi dan suku bunga, dan antara sektor riil dan moneter.
Jika Anda mampu menemukan pola ayunan pendulum tersebut, maka sangat mudah bagi Anda untuk
menempatkan aset pada bidang-bidang yang keuntungannya maksimal.
Semua kebijakan pemerintah, dari kenaikan gaji pegawai hingga naiknya harga BBM akan
menimbulkan dampak bagi bisnis. cermatilah bagaimana pemerintah merumuskan kebijakan-kebijakannya,
serta kebijakan apa yang mungkin akan diambil dalam masa yang akan datang. Dengan mencermati tren
kebijakan pemerintah, berarti Anda akan lebih siap mengantisipasi peristiwa apa pun yang akan terjadi dengan
perekonomian dan bisnis di masa depan.
First Thing Frist :
Posisikan Diri dalam
Cashflow Quadrant

First thing first untuk menyerap intisari kecerdasan finansial adalah memposisikan diri Anda dalam
cashflow quadrant ala Kiyosaki. berarti Anda harus memilih peran sebagai karyawan atau employee (kuadran
E), profesional atau self-employed (kuadran S), business owner (kuadran B), atau investor (kuadran I).
Ingat, Anda tidak harus memilih saslah satu kuadran. Anda bisa memilih lebih dari satu peran dalam
lebih dari satu kuadran. tergantung pada potensi yang Anda miliki dan ”nyali” untuk melakukannya.

E B
S I
Sumber : Kiyosaki (Cashflow Quadrant, 2003)

Kalau enggan meninggalkan pekerjaan Anda, berarti Anda tidak ingin pergi dari kuadran E. Apakah ini
buruk ? Tidak juga. Anda bisas tetap berperan sebagai employee sambil memainkan uang Anda (berperan
sebagai investor di kuadran I) atau membuka bisnis sendiri (berperan di kuadran B). Apakah bisa berhasil ?
Tergantung pada bagaimana Anda mengalokasikan waktu, sumberdaya, dan perhatian atau konsentrasi.
Mungkin saat ini Anda belum berniat untuk berpindah kuadran, atau melakukan ekspansi ke kuadran
lain. Belum ada modal adalah alasan yang paling klasik. Namun itu bukan berarti Anda tidak akan
melakukannya. Rencanakan dengan pasti, kapan Anda akan berpindah kuadran atau merambah ke kuadran
lain. Tanpa perencanaan yang pasti, niat hanya tinggal sekedar niat yang tidak pernah direalisasikan. Jadi harus
punya target, pada tahun berapa Anda memiliki bisnis sendiri, di bidang apa, dan bagaimana cara mengatur
waktu antara tetap bekerja sambil mengelola bisnis sendiri.
Setelah itu, tentukan cara yang paling realistis untuk mencapai target itu. Jika modal adalah hambatan
utama, maka mulailah menyisihkan pendapatan sedikit demi sedikit. Jika skill dan pengetahuan masih menjadi
kendala, maka berusahalah dengan keras untuk memahami bidang bisnis yang akan Anda terjuni. Jika kurang
cukup pe-de untuk tampil sebagai single fighter, maka mulailah pasang mata dan telinga untuk mendapatkan
partner yang cocok.
Intinya, Anda harus memahami posisi diri Anda sekarang dalam cashflow quadrant Kiyosaki.
Kemudian, tentukan bagaimana posisi Anda di masa depan dalam kuadran yang sama.

Setelah itu, baru pikirkan strategi maupun langkah-langkah yang realistis, berdasarkan delapan poin intisari
kecerdasan finansial seperti diuraikan pada bagian sebelumnya.
Banyak orang menganggap, sukses dalam hidup tergantung pada kerja keras, nasib baik,
keberuntungan, keadaan, kekayaan yang tidak mereka miliki, bantuan dari luar, koneksi atau pengorbanan-
pengorbanan besar yang tak tertanggungkan. Mereka tidak tahu bahwa sukses tidak tergantung pada kondisi
atai keadaan apapun.
Untuk meraih sukses, kita harus mempersiapkan diri untuk sukses. Pertama, harus ada kemauan
untuk sukses. Lalu kita harus melakukan hal-hal yang diperlukan untuk membantu kita mencapainya.
Sukses tidak akan datang dari menghabiskan semua penghasilan untuk makan dan minum, atau
berpesta sampai larut malam. Sukses lahir dari usaha untuk membantu diri sendiri mengembangkan mental,
pikiran, jiwa dan raga. Jika kita ingin sukses, kita harus mempersiapkan diri untuk menerimanya. Persiapan ini
secara logis terdiri dari memperbaiki diri lewat pengetahuan selp help yang harus kita dapatkan sendiri, untuk
kemudian diterapkan dalam langkah-langkah nyata.
Kita tidak membuang waktu dan uang kita, tetapi kita belajar membuatnya bermanfaat bagi kita. Waktu
untuk bersenang-senang digunakan untuk menguasai pengetahuan-pengetahuan praktis yang jika diterapkan
dengan tepat, akan mendatangkan kekuatan. Sisihkan sebagian dari penghasilan Anda. Semakin banyak yang
Anda tabung, Anda semakin dekat menjadi orang kaya.
Tidak ada kehidupan yang tak bisa diperkaya lewat menolong diri sendiri – selp help. Tak ada
kehidupan yang tak produktif, lewat menolong diri sendiri.
Tak ada hidup yang tak meraih sukses lewat menolong diri sendiri. Hidup Anda akan diperkaya
sampai tak terhitung harganya, lewat usaha yang rajin dan terus menerus untuk meninggikan nilai-nilai Anda.

Yang Harus kita ingat bahwa bagaimanapun kita bekerja keras tetap yang memnentukan berhasil atau tidaknya
adalah Dia Yang Maha Kuasa Allah S.W.T. Rajinlan beribadah dan berdoa. Karena melalui doa kita akan
diberikan kekuatan hati untuk menjalani hidup ini.

Dan yang terakhir adalah kunci dari segala perbuatan kita. Jadi dari mulai niat sampai evaluasi harus dilandasi
oleh hati yang ikhlas . Dengan demikian jika kita mendapatkan tantangan maka akan bisa kita jalani dengan
tenang dan sabar, dengan terus berupaya untuk mencari jalan keluarnya.

Demikialah yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat bagi kita semua ! Aamiin.

Wassalam
Nurohman

Anda mungkin juga menyukai