Anda di halaman 1dari 7

Root Cause Analysis (RCA) / Analisa Akar Masalah

Analisa akar masalah (Root Cause Analysis / RCA) adalah sebuah alat kerja
yang sangat berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang
telah terjadi. Sedangkan untuk menganalisa masalah yang belum terjadi, kita
menggunakan alat yang disebut FMEA.

Failure Modes and Effects Analysis – FMEA


FMEA adalah salah satu alat bantu yang populer untuk melakukan suatu
asesmen risiko proaktif. Dikatakan proaktif karena yang dilakukan adalah
analisa proses atas potensi-potensi risiko YANG BELUM TERJADI.
Sedangkan untuk risiko yang sudah terjadi, ada alat lain yang dipakai, dan
dibahas pada posting yang lain (RCA).
Nama lain dari FMEA diantaranya: Failure Mode Effect and Criticality
Analysis (FMECA), Healthcare Failure Mode and Effects Analysis (HFMEA),
dan lain-lain.
Tujuan dari FMEA adalah untuk menganalisa:
 Apa yang mungkin menimbulkan masalah?
 Seberapa buruk akibatnya?
 Bagaimana hal itu dapat dicegah, dikurangi, atau dideteksi seawal
mungkin?
Kebanyakan FMEA di pelayanan kesehatan dilakukan pada proses yang
sudah berjalan. FMEA juga dapat dilakukan pada proses yang akan direvisi
atau proses baru yang belum dilaksanakan (misal: electronic medical record,
pembelian dan pemakaian alat baru, disain ulang ruangan, dan lain-lain).
Atau, dapat juga dipakai dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
JCI, walaupun FMEA bukan satu-satunya alat untuk asesmen risiko
proaktif.

Untuk memperoleh gambaran lebih jelas tentang bagaimana FMEA


dilaksanakan, silahkan lihat Presentasi FMEAV1.

Menemukan akar masalah merupakan kata kunci. Sebab, tanpa mengetahui


akar masalahnya, suatu insiden tidak dapat ditanggulangi dengan tepat, yang
berakibat pada berulangnya kejadian insiden tersebut dikemudian hari.

Berikut ini adalah tahap-tahap yang perlu dilakukan untuk memulai suatu
aktifitas RCA.

1. Klasifikasi Insiden
Tidak seluruh insiden atau masalah yang terjadi dilakukan prosedur lengkap
RCA. Masalah harus dilakukan klasifikasi dan prioritas. Tujuannya agar terjadi
efisiensi dalam pekerjaan. Hal ini karena prosedur lengkap RCA memerlukan
sumber daya yang khusus, jumlahnya terbatas di organisasi, dan memakan
waktu yang tidak sebentar. Sehingga, organisasi perlu menetapkan suatu
metode klasifikasi dan prioritas masalah. Hanya masalah yang masuk kriteria
saja yang dilanjutkan ke prosedur RCA. Sementara masalah lain yang tidak
masuk kriteria, tetap dilakukan analisa menggunakan prinsip-prinsip RCA
tetapi tidak seluruh urutan prosedur lengkap RCA dilakukan. Yang dimaksud
prosedur lengkap RCA adalah seluruh tahapan prosedur dilakukan.

Salah satu alat yang dapat dipakai untuk melakukan klasifikasi dan prioritas
masalah adalah membuat peringkat masalah berdasarkan Konsekuensi
(Consequence) dan Likelihood. Consequence adalah seberapa berat dampak dari
masalah itu. Sedangkan Likelihood adalah seberapa sering masalah itu terjadi.
Consequence dan Likelihood diperingkat menggunakan angka dari 1 sampai 5.
Makin tinggi angka berarti makin berat atau makin sering. Setelah angka nilai
Consequence (C) dan Likelihood (L) didapat, kedua angka tersebut dilakukan
perkalian. Angka hasil perkalian itulah yang menentukan peringkatnya. Makin
tinggi angkanya, makin tinggi peringkatnya. Kita dapat menggolongkan
peringkat menjadi empat golongan, yaitu ekstrim (15 – 25), besar (8 – 12), sedang
(4 – 6), kecil (1 – 3). Penjelasan tentang Consequence dan Likelihood dapat dilihat
disini. Organisasi dapat membuat kebijakan bahwa hanya masalah yang
mempunyai peringkat ekstrim (15 – 25) saja yang dilakukan prosedur RCA.
Contoh:
Perawat tertusuk jarum. Konsekuensi dari insiden ini adalah 4, karena dampak
dari tertusuk jarum adalah berat (dapat tertular penyakit HIV, Hepatitis B, C,
dll). Likelihood dari insiden ini adalah 5, karena insiden ini terjadi setiap bulan.
Sehingga, peringkat risikonya adalah: 4 X 5 = 20 (ekstrim). Peringkat insiden ini
memenuhi kriteria untuk dilakukan prosedur RCA.

Catatan:
untuk kejadian yang berdampak berat (konsekuensinya 4 atau 5, tetapi sangat
jarang terjadi, peringkat resikonya disamakan dengan ekstrim dan dilakukan
prosedur RCA.

2. Membentuk Tim RCA


Membentuk tim RCA merupakan langkah berikutnya yang penting. Tanpa tim
yang representatif, hasil aktifitas RCA tidak akan valid. Rekomendasi yang
dihasilkannya pun tidak tepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus untuk
menentukan siapa saja yang dipilih untuk menjadi anggota tim.

Sebagai pedoman, anggota tim haruslah orang-orang yang kompeten dalam


bidang yang akan dibahas. Kemudian, mereka juga harus dalam posisi netral,
bukan orang yang ada sangkut-pautnya langsung dengan masalah yang akan
dibahas. Jika diperlukan, dapat ditunjuk seorang ahli dari luar organisasi
untuk menambah bobot dari tim ini. Jumlah anggota tim jangan terlalu banyak.
Ukuran yang normal adalah antara 5 sampai 8 orang.
Contoh:
Pada kasus tertusuk jarum di atas, anggota tim RCA adalah: manajer
keperawatan, manajer mutu, koordinator pengendalian infeksi, manajer
penunjang medis, koordinator K3.

3. Mengumpulkan Data
Tim kemudian bekerja mengumpulkan data. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran seobyektif mungkin atas peristiwa yang telah terjadi.
Ingat, yang dikumpulkan hanya data, bukan asumsi, kesan, atau tafsiran.

Sumber data dapat diperoleh dari:


 catatan medis
 wawancara orang yang terlibat
 wawancara dengan seluruh saksi
 kunjungan ke lokasi kejadian
 peralatan yang terlibat
 dll.

Data-data di atas diperlukan untuk melengkapi fakta yang terjadi.

 Disamping itu, diperlukan juga pengumpulan data-data berikut ini:


 kebijakan dan prosedur internal organisasi
 peraturan atau perundang-undangan
 standard mutu
 referensi ilmiah terkini
 dll.

Data-data di atas diperlukan untuk melihat kesenjangan (gap) yang terjadi


antara fakta yang terjadi dengan yang seharusnya dilakukan.

4. Memetakan Informasi
Setelah seluruh data terkumpul, insiden yang terjadi direkonstruksi dengan
menggunakan data-data yang tersedia. Seluruh data disusun menurut urutan
kejadiannya. Ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk memetakan urutan
kejadian ini, misalnya:
 Narrative Chronology
 Time Person Grid
 Timelines
 Tabular Timelines

Informasi perihal kapan masing-masing alat tersebut dipakai, kelebihan,


kekurangan, dan contohnya dapat dilihat pada RCA Tools (LAMPIRAN 1).
Pada kasus tertusuk jarum seperti di atas, kita cukup menggunakan narrative
chronology, karena insiden tersebut merupakan peristiwa tunggal dan
prosesnya tidak kompleks.

Contoh:

6. Analisa untuk mencari Faktor yang berperan


Masalah masalah yang telah diidentifikasi kemudian dianalisa untuk mencari
faktor yang berkontribusi. Ada dua alat terkenal yang iasanya dipakai untuk
analisa ini yaitu 5 why dan diagram tulang ikan.

Hasil dari analisa ini adalah didapatkannya faktor yang berperan terhadap
insiden tersebut. Misalnya dengan menggunakan 5 why pada kasus tertusuk
jarum diatas, akar maslahnya :
 Belum dilakukan tinjauan keselamatan pada alat (faktor peralatan)
 Belum ada prosedur yang aman (faktor kebijakan/ prosedur)
 Bariier yang ada tidak dirancang untuk melindungi staf ( faktor penghalang)

7. Menyusun Rekomendasi Penyelesaian Masalah


Menyusun rekomendasi merupakan hal yang paling penting dari aktifitas RCA
ini. Karena tanpa rekomendasi, masalah tidak dapat diselesaikan dan terus
membebani organisasi. Ibarat berobat ke dokter, pasien tidak cukup diberi tahu
tentang diagnosanya, tapi jauh lebih penting adalah diberi pengobatan yang
tepat.

Menyusun rekomendasi memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang


memadai tentang masalah yang sedang dihadapi. Disinilah arti penting dari
anggota tim. Anggota tim RCA harus memiliki kompetensi dan kapasitas yang
memadai untuk melakukan hal itu. Referensi yang dikumpulkan pada tahap
mengumpulkan data di atas dapat dipakai untuk membantu proses ini.

Ada satu alat yang sangat berguna untuk menyusun penyelesaian masalah
ini. Alat itu disebut analisa penghalang (barrier analysis).

Namun, sebelum masuk ke dalam analisa penghalang, kita perlu memahami


dahulu pengertian penghalang dihubungkan dengan kemampuannya mencegah
terjadinya insiden. Ilustrasi tentang penghalang dihubungkan dengan
kemampuannya mencegah terjadinya insiden adalah sebagai berikut:
Dari ilustrasi di atas, jelas terlihat bahwa tebal lapisan penghalang tidaklah
sama. Yang paling kuat adalah adanya alat, sedangkan yang paling lemah
adalah kebijakan / prosedur.

Contoh:
Aktifitas berenang: Memakai pelampung (alat) jauh lebih efektif dalam
mencegah insiden tenggelam dibandingkan berenang dengan prosedur yang
benar (kebijakan / prosedur).

Ilustrasi di atas memberikan penjelasan kepada kita, bahwa jika kita ingin
mencari solusi atas suatu masalah, utamakan solusinya adalah berupa alat /
disain. Jika alat tidak ada, barulah cari solusi lain.

Sekarang kita kembali ke analisa penghalang. Dengan berpedoman pada


ilustrasi di atas, maka analisa penghalang untuk kasus tertusuk jarum tersebut
adalah seperti yang dapat anda lihat disini (halaman 23).

Berdasarkan analisa penghalang di atas, kita dapat membuat rekomendasi


penyelesaian masalah. Rekomendasi penyelesaian masalah yang baik harus
juga mencantumkan ukuran keberhasilan, penanggung jawab, dan batas waktu
penyelesaian. Tujuan dari itu adalah agar rekomendasi yang kita berikan dapat
diukur keberhasilan pelaksanaannya, jelas siapa penanggung jawabnya, serta
ada batas waktu yang jelas kapan rekomendasi itu harus terlaksana.
8. Membuat Laporan RCA
Laporan RCA berisi rincian seluruh kegiatan pelaksanaan RCA mulai dari awal
sampai rekomendasi yang diberikan. Laporan ini kemudian disampaikan
kepada pemimpin organisasi untuk disetujui. Proses persetujuan ini sangat
penting. Karena tanpa persetujuan pemimpin, rekomendasi tak dapat
dieksekusi dan dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai