Dokumen - Tips Ringkasan-Leukemia
Dokumen - Tips Ringkasan-Leukemia
ditandai dengan adanya akumulasi sel leukemik didalam SST, sehingga menyebabkan kegagalan SST
serta infiltrasi ke retikulo endothelial system (RES) dan organ lain.
Epidemiologi :
1. Insiden : dinegara barat 13/100.000 penduduk pertahun
2,8% dari seluruh kasus kanker
Belum ada angka pasti untuk insiden leukemia di Indonesia
2. Frekuensi relatif : di negara barat menurut GUNZ leukemia akut 60%
CLL 25%
CML 15%
Di Indonesia frekuensi sgt rendah, CML paling sering dijumpai
3. Umur : - ALL terbanyak pada anak-anak & dewasa muda
- AML pada semua umur, lebih sering pd orang dewasa
- CLL terbanyak pada orang tua
- CML pada semua umur, tersering umur 40-60 tahun
4. Jenis kelamin : lebih sering dijumpai pada ♂ daripada ♀ dengan perbandingan 1,2-2 : 1
1
Seperti pada kebanyakan penyakit, penentu resiko untuk menderita keganasan adalah kombinasi
dari latar belakang genetik dan adanya pengaruh lingkungan. Faktor yang diwariskan: insidensi
leukemia sangat meningkat pada beberapa penyakit genetik, khususnya sindrom down, sindrom
bloom, anemia fanconi, ataksia-telangiektasia, sindrom klinefelter, osteogenesis imperfecta, dan
sindrom wiskott-aldrich. Pengaruh lingkungan : bahan kimiapajanan kronik terhadap benzena
dapat menyebabkan terjadinya hipoplasia sumsum tulang displasia dan kelainan kromosom serta
merupakan penyebab mielodisplasia atau AML yang tidak lazim. Pelarut industri dan bahan kimia
lain mungkin lebih jarang menyebabkan leukemia.obat obat pengalkil, misalnya klorambusil,
mustin, melfalan, prokarbazin dan nitrosourea (misal BCNU,CCNU) merupakan faktor predisposisi
terjadinya AML, khususnya bila dikombinasikan dengan radioterapi atau jika digunakan untuk
mengobati penderita kelainan limfositik atau plasmasitik. Epipodofilotoksin seperti etoposid
merupakan obat anti leukemia yang kuat, tetapi penggunaanya disertai dengan adanya resiko
timbulnya leukemia sekunder yang dikaitkan dengan mutasi gen MLL di 11q23. radiasi radiasi
terutama di sumsum tulang bersifat leukemogenik. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatnya
insidensi semua jenis leukemia (kecuali B-CLL) pada orang-orang yang selamat dari ledakan bom
atom dijepang. Infeksi: virus HTLV-1 (Human T-lymphotropic virus) terlibat dalam kausa
leukemia/limfoma sel T dewasa (adult T-cell leukemia/lymphoma,ATLL) walaupun sebagian besar
orang yang terinfeksi virus ini tidak menderita tumor tersebut. DNA virus Epstein Barr telah
ditemukan terintegrasi kedalam genom sel limfoma Burkitt endemik tetapi jarang terintegrasi
kedalam sel limfoma burkitt sporadik. Human Herpes Virus 8 (sarkoma kaposi) dan Hepatitis C
(limfoma nonhodgkin sel B). Bakteri infeksi helicobacter pylori telah dikaikan dalam
patogenesis limfoma sel B mukosa gaster (MALT). Protozoa limfoma burkitt endemik terjadi di
daerah tropik, khususnya di daerah malaria. Malaria diperkirakan dapat merubah imunitas pejamu
dan merupakan faktor predisposisi terhadap terbentuknya tumor akibat infeksi EBV.
Faktor resiko leukemia (Mayoclinic):
1. terapi kanker. Pasien yang mendapatkan kemoterapi dan radiasi untuk kanker lain
mendapatkan resiko untuk leukemia beberapa tahun yang akan datang.
2. genetik. Abnormalitas genetik berperan dalam pembentukan leukemia seperti sindroma
Down.
3. eksposur pada radiasi dan zat kimia tertentu.
Klasifikasi leukemia :
Akut Leukemia Limfositik Akut (ALL)
Leukemia Mieloblastik Akut (AML)
Kronik Leukemia Limfositik Kronik (CLL)
Leukemia Mieloblastik Akut (CML)
*Tambahan dari buku ajar hematologi anak : leukemia akut dimulai dr sel tunggal yg berploriferasi scr
klonal karena penyebab (agent) nya punya kemampuan melalukan modifikasi nukleus DNA dan akan
meningkat bila terdapat kondisi genetik tertentu spt translokasi, amplifikasi dan mutasi onkogen seluler
akan terjadi mutasi somatik yg mengakibatkan terbentuknya gugus (clone) abnormal.
3
Faktor predisposisi
Faktor etiologi
Faktor pencetus
Mutasi somatik
*kaheksia : sindroma yg ditandai dgn gejala klinik berupa anorexia, perubahan ambang rasa kecap, BB↓,
anemia , gangguan metab KH, protein, lemak.
Pemeriksaan Laboratorium :
Secara umum Leukemia Akut
1. Darah lengkap
a. anemia normositik normokrom, sering berat dan timbul cepat
b. trombositopenia, sering sangat berat dibawah 10x106 /L
c. leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun (aleucemic leucemia). Sekitar 25%
menunjukkan leukosit normal atau menurun, sekitar 50% menunjukkan leukosit meningkat 10.000-
100.000/mm3 , dan 25% meningkat diatas 100.000/ mm3.
Tambahan dari hand out:
- Hb ↓
- hitung eritrosit ↓
- hematokrit ↓
- hitung trombosit dan leukosit ↓
- LED ↑
2. SADT
khas menunjukkan adanya sel muda (mieloblas, promieloblas, limfoblas, monoblas, eritroblas, atau
megakariosit) yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering dijumpai pseudo Pelger-Huet
Anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang disertai dengan hipo atau agranular.
3. sumsum tulang
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel
blast, dengan adanya leucemic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang, tanpa sel antara). Sistem hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal 30%
dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).
4. immunophenotyping
5
pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut.
Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.
Tabel.9.4
5. pemeriksaan sitogenetik
pemeriksaan kromoson merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia
karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis, seperti terlihat dalam klasifikasi
WHO.
6. Pengecatan sitokimia
Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sum2 tulang kadang2 tdk dapat membedakan
ALL dari AML. Pada ALL pewarnaan sudan black B dan mieloperoksidase akan memberi hasil yang
(-), tetapi pada AML akan memberikan hasil (+). Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yg
ditemukan pd granula primer dari prekursor granulositik yang dapat dideteksi pada sel blas AML.
Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase
asam akan (+) pada limfosit T yang ganas, sedangkan pada pewarnaan periodic acid schiff (PAS) sel B
memberikan hasil (+). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan
imunoperosidase atau flow cytometry.
7. pemeriksaan tambahan
basal metabolic rate ↑
urin : kristal urat ↑
eritrosit ↑
protein +
silinder urin +
8. diatesa hemoragik
masa perdarahan memanjang
masa pembekuan memanjang
6
rumple leede +
retraksi bekuan abnormal (rapuh, mudah hancur) N: sangat kental.
2. SADT
- eritrosit: normokrom normositer, anisositosis, poikilositosis, eritrosit berinti, banyak sel tua
(mielosit, metamielosit, sel batang dan segmen).
3. SST
hiperselular
sel eritrosit, megakariosit ↓
banyak sel tua batang, segmen, metamielosit
4. urin: abnormal
5. diatesa hemoragik memanjang
6. BMR↑
Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada keganasan hematologi adalah
1. terapi yang bersifat kuratif
a. radioterapi, misalnya pada limfoma hodgkin derajat I/II
b. kemoterapi intensif, pada limfoma non hodgkin derajat keganasan tinggi
c. kemoterapi intensif terutama ALL pada anak
d. transplantasi sumsum tulang dapat bersifat kuratif untuk beberapa jenis keganasan
hematologik.
Terapi kuratif sulit dicapai pada keadaan:
7
a. limfoma yang tumbuh lambat
b. leukemia kronik
c. mieloma multipel
2. terapi paliatif bertujuan
a. mengobati komplikasi pada penyakit tingkat lanjut sehingga mengurangi penderitaan
pasien.
b. Memperlambat tumbuhnya penyakit pada penyakit yang tingkatnya tidak begitu lanjut.
3. terapi suportif bertujuan
a. untuk memperbaiki keadaan umum penderita.
b. Untuk mengatasi efek samping kemoterapi atau radiasi.
II. terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang baik karena proses leukemia sendiri
atau sebagai akibat terapi.
1. terapi untuk mengatasi anemia: transfusi PRC untu mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g%.
Untuk calon tranplantasi sumsum tulang transfusi darah sebaiknya dihindari.
2. mengatasi infeksi: antibiotika adekuat, transfusi konsentrat granulosit,
perawatan khusus(isolasi), hemopoeietic growth factor (G-CSF/GM-CSF).
3. terapi untuk mengatasi perdarahan:
-transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10x106/ml, idealnya
diatas 20x106 /ml
-pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC.
4. terapi untuk mengatasi hal-hal lain:
-pengelolaan leukostasis: hidrasi i.v dan leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk
menurunkan jumlah leukosit.
-pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup pemberian alopurinol dan alkalinisasi
urin.
Komplikasi :
- Fatigue akibat anemia.
- Perdarahan akibat trombositopenia.
- Nyeri. Leukemia dapat menyebabkan nyeri tulang atau nyeri sendi sebagai perluasan sumsum tulang
ketika sel darah putih dibentuk banyak.
- Splenomegali. Jumlah sel darah yang berlebih pada CML disimpan di dalam limpa. Ini menyebabkan
limpa membesar atau membengkak. Pembengkakan limpa dirasakan penuh pada abdomen atau
menyebabkan nyeri dibawah tulang iga kiri.
- stroke dan bekuan yang berlebihan. Beberapa penderita CML memproduksi banyak sekali platelet.
Tanpa pengobatan, trombositosis ini dapat menyebabkan bekuan darah (clotting) yang masif dan
menyebabkan stroke.
- infeksi. Walaupun sel darah putih pada leukemia diproduksi banyak tetapi tidak berfungsi. Hasilnya,
sel ini tidak dapat melawan infeksi. Sebagai tambahan, pengobatan dapat menyebabkan sel darah
putih sangat menurun (neutropenia) juga membuat penderita rentan dengan infeksi sepsis
- Hipogamaglobulinemia pada CLL. Dijumpai lebih dari 66% pasien pada akhir penyakit ini. Semua
kelas imunoglobulin menurun, meskipun hanya beberapa kelas imunoglobulin saja yang turun.
Penurunan gamaglobulin dan neutrofil menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi.
- transformasi menjadi keganasan limfoid yang agresif pada CLL. Terjadi sekitar 10-15% yang
tersering adalah sindroma richter (5%) dan leukemia prolimfositik.
- Akibat penyakit auto imun (CLL). Meliputi tes anti globulin direk yang positif (Coomb’s tes),
anemia hemolitik, trombositopenia, neutropenia, dan aplasia sel darah merah murni atau
agranulositosis.
- keganasan sekunder (CLL). Lokasi tersering meliputi kulit (melanoma dan karsinoma), paru dan
saluran cerna. Hal ini dianggap konsekuansi terapi imunosupresi yang poten.
- kematian.
Prognosis :
Tergantung pada : (HO dr. Hannah)
- respon terapi : remisi, relaps, resisten, penurunan blast pada sum2 tulang dalam 7 sampai 14 hari
setelah terapi induksi.
- Berat tidaknya infiltrasi dari sel leukemia
- Tipe leukemia
- Jenis kelamin, umur
- Efek samping terapi
9
Leukemia Limfositik Akut (LLA/ALL)
Definisi : keganasan klonal dari sel-sel precursor limfoid. Lebih dari 80% kasus sel2 ganas berasal dari
limfosit B, dan sisanya leukemia sel T.
Epidemiologi : 1/60.000 org per tahun, dengan 75% < 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun.
Gambaran laboratorium :
Darah lengkap
- anemia normositik normokrom dengan trombositopenia
- leukosit total dapat menurun, normal, atau meningkat hingga 200x109 /l atau lebih.
- WBC 50%<10, Hb 7-11, platelet 20-99
SADT
- Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0 sampai 100%
Pemeriksaan lainnya
- Untuk pemantauan lanjutan dilakukan analisis penyakit residual minimal dengan pencirian
menggunakan analisis PCR, penataan penataan klonal gen V, atau gen TCR pada pasien
tersebut.
- Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal harus dilakukan dan dapat menunjukkan
bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung sel leukemia.
- Pemeriksaan biokimia dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat serum, laktat
dehidrogenase serum yang meningkat, dan lebih jarang, hiperkalsemia.
- Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagian besar sebelum memulai pengobatan.
- Pemeriksaan sinar X mungkin memperlihatkan lesi litik tulang dan massa mediastinum yang
disebabkan pembesaran timus dan atau KGB mediastinum yang khas pada ALL-T.
*protokol WK-ALL dan protokol nasional : pasien ALL dimasukkan ke dlm kategori risiko tinggi bila
jumlah leukosit >50.000, ada massa dimediastinum, ditemukan leukemia di susunan saraf pusat (SSP)
serta jumlah sel blas total setelah seminggu diterapi dengan deksametason lebih dari 1000/mm3.
DD:
11
Limfositosis, limfadenopati dan hepatosplenomegali yg berhubungan dgn infeksi virus dan
limfoma
Anemia aplastik
Terapi :
1. induksi remisi 4-6 minggu
a. obat yang dipakai : vinkristin (VCR), prednison (pred), L Asparagin (L Asp), daunorubisin
(DNR)
b. regimen yang dipakai untuk ALL dengan resiko standar terdiri atas: pred+VCR, pred+VCR+L
Asp
c. regimen untuk ALL dengan resiko tinggi atau AAL pada orang dewasa antara lain:
pred+VCR+DNR dengan atau tanpa L Asp, kelompok GIMEMA dari italia memberikan
DNR+VCR+pred+ Lasp dengan atau tanpa siklofosfamid.
2. terapi post remisi
a. terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis)
- triple IT yang terdiri dari injeksi intratekal metrotexat (MTX), Ara C, dan dexametason.
-Cranial radiotherapy (CRT)
b. terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen noncrossresistant terhadap regimen induksi
remisi
c. terapi pemeliharaan: umumnya dipakai 6 mercaptopurin (6 MP) tiap hari per oral dan MTX
sekali seminggu. Diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi atau
intensifikasi.
3. Transplantasi sum2 tulang
Pasien ALL yg punya risiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sum2 tulang alogenik pd
remisi komplit yg pertama.
Risiko tinggi untuk relaps :
- Kromosom philadelphia
- Perubahan gen MLL
- Hiperleukositosis
- Gagal mencapai remisi dlm waktu 4 minggu
*Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis leukemia, pada
aspirasi sum2 tulang didapatkan sel blas <5% dari sel berinti, Hb > 12g/dL tanpa transfusi, jumlah
leukosit >3000/uL dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit >2000/uL, jumlah trombosit
>100.000/uL, dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.
Prognosis :
Faktor prognostik ALL (buku ajar hematologi anak)
1. Jumlah leukosit awal : jika >50.000 uL prognosis buruk
2. Umur :
<18 bulan atau >10 tahun prognosis lebih buruk
<1 tahun atau bayi <6 bulan prognosis paling buruk
3. Imunofenotip dari limfoblas : leukemia sel B (L3 FAB) dengan antibodi kappa dan lambda pada
permukaan blas prognosis buruk.
4. Jenis kelamin : ♀ punya prognosis lebih baik dari ♂. Hal ini dikatakan karena timbulnya relaps
testis dan kejadian leukemia sel T yg tinggi, hiperleukositosis dan organomegali serta massa
mediastinum pada anak ♂.
12
5. Respons terhadap terapi diukur dari jumlah sel blas didarah tepi sesudah 1 minggu terapi
prednisone dimulai. Adanya sisa sel blas pada sum2 tulang pd induksi hari ke-7 atau 14
prognosis buruk.
6. Kelainan jumlah kromosom : ALL hiperploid (>50 kromosom) pada 25% kasus prognosis baik.
ALL hipoploid (3-5%) prognosis intermediate seperti t (1;19). Translokasi t (9;22) pada anak
5% atau t (4;11) pada bayi prognosis buruk.
Good Poor
WBC Rendah Tinggi (>50.000)
Sex Wanita Pria
Usia Anak-anak Dewasa atau bayi <2 tahun
Sitogenetik Normal atau hiperdiploidi Ph+, 11q23
(>50) TEL rearrangement rearragement
Waktu pembersihan blast <1 minggu >1 minggu
dari darah
Waktu remisi < 4 minggu >4 minggu
Penyakit SSP - Ada
Penyakit residual minimal Negatif dalam 1-3 bulan Masih positif dalam 3-6
bulan
13
Definisi : suatu penyakit yg ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel2
progenitor dari seri mieloid.
Epidemiologi : di negara maju spt amerika serikat AML 32% dari seluruh kasus leukemia. Sering
ditemukan pada dewasa (85%) dan anak (15%).
Faktor risiko :
1. bertambahnya usia
2. jenis kelamin: laki-laki lebih sering menderita AML dari wanita.
3. terapi kanker.
4. eksposur ke radiasi dan zat kimia.
5. rokok. AML berhubungan dengan rokok, yang mana mengandung benzen dan zat kimia
lain penyebab kanker.
6. penyakit darah lainnya. Orang yang menderita mielodisplasia, polisitemia vera, atau
trombositemia mempunyai resiko tinggi AML.
7. penyakit genetik.
Klasifikasi FAB :
M1 : Akut Mieloblastik Leukemia tanpa diferensiasi terdiri atas promieblas tak bergranula, kadang ada
granula azurolitik, Auer Rod sangat jarang ada nukleoli jelas 1 – 2
M2: Akut Mieloblastik Leukemia dengan diferensiasi awal terdiri atas promielosit (sel-sel dengan
sedikit granula inti masih bulat atau sedikit melekuk, plasma biru) dan mioblas, Auer rod sering
ada
M3: Promyelocytic Leukemia sel dengan granula lebih kasar dan lebih banyak, inti seperti ginjal, Auer
rod mudah ditemukan
M4: Akut Mieloblastik Leukemia terdiri atas sel muda myeloid yang telah bergranula dan monosit
(jumlah mieloblast, promielosit, mielosit dan seri granulosit lain > 20% tetapi kurang dari 80%
dari sel berinti non eritroid)
M5: Akut Monoscytic Leukemia, sel dari seri granulosit
- M5 A : kurang deferensiasi: monoblast besar dengan inti berkromatin seperti benang-
benang halus bentuk bulat atau oval, nukleoli 1-3 tampak vesikuler, sitplasma banyak
biru. Tipe ini lebih banyak pada anak dan dapat dikacaukan dengan LLA terutama L3
(dibedakan dengan pengecetan esterase non spesifik) 90% kasus esterase positif.
- M5 B : lebih berdiferensiasi: 20% atau lebih berupa promonosit atau lebih tua dengan nuklei
berlekuk-lekuk, sitoplasma biru abu-abu dan granula azurofilik tersebar, jarang ada
Auer rod.
M6: Erythroleukimia > 30% adalah leukositas dan 50% adalah 1 induk eritroid megaloblastik
M7: Megakaryocitik leukemia, jarang sekali merupakan bentuk fulminan, pasien sering menunjukkan
pansitopenia, sumsum tulang sering dry tetap pada biopsi terdapat peningkatan retikuli dengan
kelompokan megakorlosit atipik dan atau blast.
14
Klasifikasi WHO
15
Gambaran Laboratorium :
Darah lengkap
Hitung eritrosit ↓
Hb Ht ↓
Hitung trombosit ↓
Hitung leukosit ↓/N/↑
LED↑
*temuan hematologik dan biokimia umum = ALL.
Hasil pemeriksaan untuk DIC + pada penderita AML promielositik (M3).
Pada AML monositik kadar lisozim dalam darah dan urin meningkat.
Diatesa hemoragik : masa perdarahan dan pembekuan memanjang, rumple leede +, retraksi
bekuan abnormal.
SADT
- Eritrosit berinti, normokrom normositer
- Blast 30-90% (gambaran monoton)
- Hiatus leukemikus: sel muda meningkat, sel diantaranya menurun, gambaran seperti
lubang
SST
- Partikel SST: hiperseluler
- Gambaran monoton dg sel blast yg meningkat
- Sel eritrosit, megakariosit dan trombosit berkurang/menghilang.
Pewarnaan sitokimia
- Mieloperoksidase +
- Sudan black B +
- Alkali fosfatase +
- PAS +
- Estherase +
Urin
- Kristal urat ↑
- Eritrosit ↑
- Leukosit ↑
- Protein ↑
- Silinder urin +
BMR ↑
16
Cairan serebrospinal Aspirasi sumsum tulang berguna untuk mengambil cairan serebrospinal.
Dilakukan tes pada sampel untuk melihat penyebaran sel kanker.
Analisis sitogenetik
- Punya nilai prognostik
- t (8,21), t (15,17), inv (16)/t dan translokasi 11q23 yg dijumpai pada 21-28% pasien AML
dewasa.
Terapi :
Regimen kemoterapi untuk AML umumnya terdiri atas:
1. induksi remisi
a. “three plus seven regimen”: DNR i.v selama 3 hari, Ara c i.v selama 7 hari.
b. ada juga yang memakai regimen DAT (DNR, Ara c dan 6 tioguanin=6TG)
c. sekarang dipakai juga mitoxantrone atau etoposid pada kasus dengan cadangan jantung yang
compromise.
d. pilihan lain adalah “high dose Ara C”=HIDAC. Ara C diberikan setiap 12-24 jam sampai
dengan 12 dosis. HIDAC dapat juga diberikan setelah regimen 7:3, yaitu hari 8 sampai hari
10, disebut dengan regimen 3+7+3.
e. untuk induksi remisi untuk kasus AML–M3 (leukemia promielositik akut) DNR + ATRA (all-
transretinoid acid). Untuk kasus yang relaps diberikan arsenic trioxide.
Prognosis :
Hasil pengobatan AML tidak sebaik ALL tetapi akhir-akhir ini hasil pengobatan mencapai kemajuan
yang sangat pesat. Remisi dicapai pada 60-80% kasus, 30% diantaranya tetap bebas leukemia setelah
3-5 tahun, sebagian besar darinya akan mengalami kesembuhan. Namun pada umur diatas 65 tahun
hanya 5%.
17
Favourable Unfavourable
Sitogenetik t(15;17) Delesi kromosom 5 atau 7
t(8;21) Mutasi Flt-3 11q23
inv(16) t(6;9)
abn (3q)
complex rearragement
Respon sumsum tulang <5% blast setelah induksi >20% blast
remisi
Usia <60 tahun >60 tahun
Definisi : keganasan hematologik yg ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B
neoplastik dalam darah, SST, limfonodi, limpa, hati, dan organ2 lain. CLL termasuk
kelainan limfoproliferatif.
Epidemiologi : usia rerata pasien saat didiagnosis 65 tahun. Pada populasi geriatri insidens diatas
usia 70 tahun sekitar 50/100.000.
Faktor resiko :
1. usia. Banyak orang yang terdiagnosis CLL sekitar umur 50 tahun.
2. jenis kelamin. Laki-laki lebih banyak.
3. ras. Orang kulit putih lebih rentan dari ras lainnya.
4. riwayat leukemia dan kanker sumsum tulang dalam keluarga.
5. pajanan zat kimia.
Gejala:
Mengenai dewasa tua, jarang dibawah umur 40 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
banyak kasus (biasanya stadium 0) didiagnosis pada saat dilakukan pemeriksaan darah rutin.
a. asimtomatik (Robbins dan hand out)
b. kegagalan sumsum tulang
c. berat badan turun, anoreksia, keringat malam, lelah, demam.
d. pembesaran simetris KGB permukaan adalah tanda klinis yang paling sering dijumpai. Kelenjar
biasanya berbatas tegas dan tidak nyeri tekan. Salah satu gambaran yang dijumpai adalah
pembesaran tonsil.
e. gambaran anemia mungkin ada (buku merah anemia sering dijumpai).
f. splenomegali dan hepatomegali (lebih jarang) bisa ditemukan pada stadium lebih lanjut (50%-60%
kasus).
g. infeksi bakteri dan jamur sering ditemukan pada stadium lanjut karena terjadi defisiensi imun dan
netropenia (akibat infiltrasi sumsum tulang, kemoterapi, atau hipersplenisme). Juga terdapat kaitan
dengan infeksi herpes zoster.
h. penderita trombositopenia mungkin memperlihatkan memar atau purpura.
i. pruritus
18
Laboratorium :
darah tepi:
- limfositosis 30.000-300.000/ mm3. sebagian besar terdiri dari limfositik kecil.
- Anemia normositik normokrom terdapat pada stadium lanjut akibat infiltrasi sumsum
tulang atau hipersplenisme. Hemolisis autoimun juga dapat terjadi.
- Trombositopenia sering dijumpai
- Sering dijumpai sel basket atau sel smudge
- Leukosit ↑
lym
pho
cy tes
Smudged cell
sumsum tulang: infiltrasi ”small well differentiated limfosit” difus, dengan lmfosit
merupakan 25-95% dari sel sumsum tulang.
Diagnosis :
menurut “international workshop on CLL 1989”:
o limfositosis >5x109/l selama 4 minggu atau lebih
o sel dengan kappa atau lambda light chain
o low density cell surface antigen dan CD5 antigen +
o limfosit matang yang disertai tidak lebih dari 50% sel limfosit atipik atau imatur
o sumsum tulang dengan >30% limfosit.
Stadium :
20
DD :
Leukemia prolimfositik (sel prolimfosit >54%)
Hairy cell leukemia
Limfoma limfositik kecil
Mantle cell lymphoma
Leukemia sel T kronik
Leukemia LGL
Terapi :
Terapi CLL jarang dapat mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional, terutama
untuk mengendalikan gejala. Saat ini tidak terdapat terapi kuratif untuk CLL. Kemoterapi yang
diberikan terlalu awal dapat memperpendek bukan memperpanjang survival. Obat yang umum dipakai:
klorambusil selama 2-4 bulan.
Obat lain adalah fludarabin yang tergolong purin analog, dapat diberikan per oral atau i.v dan
merupakan obat pilihan pertama pada kasus resisten klorambusil.
Skema kemoterapi untuk CLL:
Resiko rendah: klorambusil 3-4 minggu
Resiko sedang: sama dengan resiko rendah
Resiko tinggi: sama dengan resiko rendah + prednison untuk 7 hari setiap 3-4 minggu.
21
Indikasi terapi :
- Kegagalan SST yg progresif yg ditandai dengan memburuknya anemia dan atau
trombositopenia.
- Limfadenopati yg progresif (>10cm)
- Splenomegali masif (>6cm) atau nyeri pada limpa
- Limfositosis progresif (dalam 2 bulan meningkat 50%)
- Gejala sistemik yaitu penurunan BB >10% dalam 6 bulan, suhu badan >380C selama >2
minggu, fatigue, keringat malam
- Sitopenia autoimun
Indikasi splenektomi :
- Splenomegali masif yg simtomatik
- Sitopenia yg refrakter : sitopenia autoimun dan hipersplenisme
Prognosis :
Komplikasi :
- Infeksi
- Hipogamaglobulinemia
- Tranformasi menjadi keganasan limfoid yg agresif
- Komplikasi akibat penyakit autoimun
- Keganasan sekunder
22
Leukemia Mieloid Kronik (LMK/CML)
Definisi : leukemia kronik dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari
transformasi sel induk mieloid.
Epidemiologi : CML mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa, kedua terbanyak setelah CLL.
Pada umumnya menyerang usia 40-50 tahun.
Faktor resiko :
1. usia tua.
2. laki-laki.
3. radiasi.
Gejala :
Tergantung fase nya
A. fase kronik
1. gejala hiperkatabolik: berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat malam.
2. splenomegali hampir selalu ada, sering masif.
3. hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
4. gejala gout, gangguan ginjal karena hiperurikemia, gangguan penglihatan, dan
priapismus.
5. anemia pada fase awal sering ringan.
6. kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau
pemeriksaan untuk penyakit lain.
B. Transformasi akut/akselerasi
1. perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodromal selama 6 bulan, disebut sebagai fase
akselerasi. Timbul keluhan baru: demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang
semakinprogresif. Respon terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat dan
trombosit menurun dan akhirnya menjadi gambaran leukemia akut.
2. pada sekitar sepertiga penderita perubahan terjadi secara mendadak, tanpa didahului
masa prodromal keadaan ini disebut krisis blastik. Tanpa pengobatan adekuat, penderita
sering meninggal dalam 1-2 bulan.
C. Tanda – tanda perubahan CML ke transformasi akut
1. timbulnya demam dan anemia yang tidak diketahui sebabnya.
2. respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak
adekuat.
3. splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4. blast dalam sumsum tulang >10%.
23
3. Trombositopeni persisten (<100x109/L) yg tidak dihubungkan dengan terapi atau trombositosis
(>1000x109/L) yg tidak responsif pada terapi.
4. Peningkatan ukuran lien atau WBC yg tidak responsif pada terapi
5. Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.
Diagnosis CML pada fase krisi blastik menurut WHO :
1. Blast ≥20% dari seluruh darah putih pada darah perifer atau sel sum2 tulang berinti.
2. Proliferasi blas ekstrameduler
3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sum2 tulang.
Patogenesis :
Jadi gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat pada semua pasien CML, tetapi
gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70% pasien CML.
24
Laboratorium :
Darah rutin dan SADT
-
leukositosis berat 20.000-50.000 pada permulaan kemudian biasanya lebih dari
1000.000 / mm3
-
SADT : spektrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblas sampai netrofil, dengan
komponen paling menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit melebihi sel blas dan
promielosit. Stab, metamielosit, promielosit, dan mieloblast dapat dijumpai. Sel blas kurang
dari 5%.
-
Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, bersifat normokromik
normositer.
-
Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
-
Fosfatase alkali netrofil (NAP) skor nya selalu rendah.
Sumsum tulang:
-
hiperseluler dengan sistem granulosit dominan
-
gambarannya mirip dengan SADT. Menunjukkan spektrum lengkap seri mieloid,
dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast < 30%.
Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
-
Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sum2 tulang mengalami fibrosis.
Sitogenetik : dijumpai adanya kromosom philadelpia pada 95% kasus
Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity (daya ikat Vit B12) meningkat.
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric
protein BCR-ABL pada 90% kasus
Asam urat serum meningkat.
DD:
CML fase kronik : leukemia mielomonositik kronik, trombositosis esensial, leukemia netrofilik
kronik
CML fase krisis blas : leukemia mieloblastik akut, sindrom mielodisplasia.
Terapi :
Terapi CML tergantung dari fase penyakit
1. fase kronik. Obat pilihan: busulfan
25
- busulfan (myleran) : dosis 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit siperiksa tiap minggu. Dosis
diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. terapi dimulai jika leukosit naik
50.000/mm3, dosis diturunkan sesuai penurunan leukosit dan dihentikan jika leukosit
mencapai 20.000/mm3. efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut.
- Hidroxyurea : memerlukan pengaturan dosis lebih sering tetapi efek samping minimal. Dosis
titrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian berikan dosis pemeliharaan untuk mencapai
leukosit 10.000-15.000/mm3.
- interferon α : biasanya diberikan jika leukosit telah terkontrol oleh hidroksiurea. Pada CML
fase kronik interferon dapat memberi remisi hematologik pada 80% kasus, tetapi remisi
sitogenetik hanya tercapai 5-10% kasus.
2. terapi fase akselerasi: sama denga terapi leukemia akut, tetapi respon sangat rendah.
3. transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama pada
penderita dibawah 40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogenic peripheral blood
stem cell transplantation, modus ini merupakan satu-satunya yang dapat memberikan
kesembuhan total.
4. sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted
therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki ATP-binding site of ABL
oncogen sehingga dapat menekan aktifitas tyrosine kinase yang dapat menekan proliferasi seri
mieloid.
Prognosis :
Dengan ditemukannya beberapa obat baru maka median kelangsungan hidup pasien dapat
diperpanjang secara signifikan. Misalnya pada beberapa uji klinis kombinasi hidrea dan interferon
median kelangsungan hidup mencapai 6-9 tahun. Imatinib mesilat memberi hasil yang lebih
menjanjikan. Tetapi median kelnagsungan hidup belum dapat ditentukan karena masih menunggu
beberapa hasil uji klinik yang saat ini masih berlangsung.
Faktor-faktor yang memperburuk prognosis CML:
pasien: usia lanjut, keadaan umum buruk disertai gajala sistemik seperti berat badan
menurun, demam, keringat malam.
Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia, eosinofilia, kromosom
Ph negatif, BCR-ABL negatif.
Terapi: memerlukan waktu lama (>3 bulan) untuk mencapai remisi, memerlukan terapi dosis
tinggi, waktu remisi yang singkat.
26