Anda di halaman 1dari 25

Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi di Indonesia

Pembukaan undang-undang dasar suatu negara memuat tentang gagasan dasar, cita-cita, dan
tujuan negara, yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Dari sinilah kita bisa memahami bagaimana hubungan antara dasar negara dengan konstitusi.

Dasar, cita-cita, dan tujuan negara Republik Indonesia tertuang di dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945 khususnya di alenia IV. Diterangkan bahwa segala aspek
penyelenggaraan negara berdasarkan atas Pancasila, yang artinya secara yuridis formal Pancasila
ditetapkan sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia.

Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila bersifat timbal balik. Hubungan
Dasar Negara dengan Konstitusi tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yakni hubungan secara
fomal dan hubungan secara material.

1. Hubungan Formal

Pancasila secara formal mengandung pengertian sebagai berikut:

 Rumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tercantum dan ditegaskan di
dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV.
 Pancasila adalah inti dari Pembukaan UUD 1945, yang kedudukannya kuat, tetap, dan
tidak dapat diubah. Pancasila melekat dalam kelangsungan hidup negara Republik
Indonesia.
 Pancasila memiliki hakikat, sifat, fungsi, dan kedudukan sebagai pokok kaidah negara
yang fundamental, yang menjadi dasar kelangsungan hidup negara Republik Indonesia.
 Pembukaan UUD 1945 mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai dasar negara dan tertib
hukum tertinggi, sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.
 Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan dan fungsi sebagai Mukadimah dari UUD
1945 yang menjadi satu-kesatuan tak terpisahkan, dan sebagai sesuatu yang bereksistensi
sendiri, yang mana hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pancasila yang dicantumkan secara formal di dalam
Pembukaan UUD 1945, berarti bahwa kedudukan Pancasila adalah sebagai norma dasar hukum
positif. Dengan demikian, kehidupan bernegara bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi,
politik, dan juga merupakan perpaduan asas-asas kultural, religius, dan kenegaraan yang
unsurnya terdapat pada Pancasila.

2. Hubungan Material

Dalam perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, BPUPKI pertama-tama membahas
tentang dasar filsafat Pancasila, dan baru kemudian dilanjutkan dengan pembahasan Pembukaan
UUD 1945. Pada sidang-sidang selanjutnya, BPUPKI merumuskan dasar filsafat negara
Pancasila sehingga tersusunlah Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan sebagai bentuk pertama
Pembukaan UUD 1945.
Jadi, Pembukaan UUD 1945 dalam urutan tata tertib hukum Indonesia adalah sebagai tertib
hukum tertinggi, yang mana sumber tertib hukum Indonesia adalah Pancasila. Dengan demikian,
tidak lain-tidak bukan, Pancasila ialah sebagai tertib hukum Indonesia.

Artinya secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Sebagai tertib hukum Indonesia, Pancasila terdiri dari nilai, sumber materi, sumber
bentuk dan sifat.
PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM
BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN

1. KEDUDUKAN WARGA NEGARA DAN PEWARGANAGARAAN DI INDONESIA


1. Kedudukan Warga Negara

Mengenai warga negara dan penduduk telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 26, yaitu:

 Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan Undang Undang sebagai warga negara.
 Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia,
 Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan Undang Undang.

Penduduk negara Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam golongan, yaitu golongan
warga negara Indonesia dan golongan warga negara asing (WNA).

Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status
kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan
negaranya.Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap warga negaranya,
sebaliknya negara mempunyai memberikan perlindungan terhadap warganegaranya. Berikut ini
merupakan merupakan dasar dan landasan hukum yang mengatur kedudukan warga negara sej ak
Proklamasi Kemerdekaan RI.

1. Pasal 26 UUD 1945,yang menyatakan bahwa:


o 1) Yang menjadi warga negaa ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara;
o 2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia; dan
o 3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
2. UUD 1945 pasal 28 D ayat 4,menyatakan bahwa setiap orang berhak atas status
kewarganegaraan.
3. UU No. 10 Februari 1910,tentang peraturan kekawulanegaraan Belanda bukan Belanda
4. UU No.3/1946, tentang warga negara dan penduduk Indonesia
5. Keputusan Presiden RIS No. 33 Tahun 1950, tentang kebangsaan Indonesia dan kebangsaan
Belanda
6. UU No. 2 tahun 1958, tentang perjanjian penyelesaian dwi-kewarganegaraan RI-RRC
7. UU No.62 Tahun 1958, tentang kewarganegaraan RI
8. UU No.4 Tahun 1958, tentang perjanjian dwi-kewarganegaraan antara RI dan RRT/RRC yang
memperbarui UU No.2/1958
9. UU No.3 Tahun 1976, merupakan perubahan pasal 18 UU No. 62 Tahun 1958, tentang
kewarganegaraan RI, yang diundangkan dalam Lembaran negara (LN) 1976/20; TLNNo.3077
10. Keputusan Presiden No.56 Tahun 1996, tentang penghapusan bukti kewarganegaraan RI, warga
keturunan Tionghoa yang sudah menjadi WNI tidak lagi diharuskan membawa surat bukti
kewarganegaraan RI (SBKRI)
11. UU No. 12 Tahun 2006, tentang kewarganegaraan, yang disetujui DPR pada tanggal 11 Juli
2006,dan disahkan oleh presiden sejak tanggal 1 Agustus 2006.

Istilah warga negara merupakan terjemahan dari istilah Belanda, Staatsburger. Sedangkan istilah
Inggris untuk pengertian yang sama adalah citizen, dan istilah Prancisnya adalah citoyen. Dalam
Bahasa Indonesia dikenal pula istilah kaulanegara. Istilah kauta yang berasal dari bahasa Jawa
ini, berdasarkan peraturan perundang-undangan Hindia Belanda mempunyai pengertian yang
sepadan dengan istilah Belanda onderdaan yang menunjuk pada ikatan antara seorang warga
negara dan negaranya

Sedangkan menurut Undang Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia pada pasal 1 disebutkan bahwa warga negara adalah warga suatu negara yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Rakyat sesuatu negara meliputi semua orang yang akan bertempat tinggal di wilayah kekuasaan
negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu.

Orang-orang yang berada di wilayah suatu negara dapat dibagi atas penduduk dan bukan
penduduk.

Penduduk Bukan Penduduk

Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat


Mereka yang berada di wilayah suatu negara
tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara
untuk sementara waktu dan yang tidak
yang bersangkutan diperkenankan mempunyai
bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara
tempat tinggal pokok(domisili) dalam wilayah
itu.
negara itu.

Penduduk bukan warga negara disebut orang


Penduduk warga negara disingkat warga asing.
negara.

Warga negara adalah mereka yang berdasarkan hukum tertentu merupakan anggota dari suatu
negara. Dengan kata lain, warga negara adalah mereka yang menurut undang-undang diakui
sebagai warga negara,atau melalui proses naturalisasi.

Bukan warga negara (orang asing ) adalah mereka yang berada pada suatu negara yang
bersangkutan, contohnya Duta Besar. Pada Umumnya hal yang membedakan antara warga
negara dan bukan warga negara adalah hak dan kewajibannya,misalnya yang bukan warga
negara Indonesia tidak dapat ikut serta dalam pemilu di Indonesia.

2. Asas Kewarganegaraan

Secara umum, orang beranggapan bahwa setiap orang yang berada di suatu negara adalah warga
negara. Namun, yang menjadi persoalan adalah siapa yang bisa menentukan bahwa seseorang itu
merupakan warga negara atau bukan, karena hal itu berkaitan dengan hak dan kewaj iban dari
setiap warga negara.

Berdasarkan Konvensi Den Haag Tahun 1930 pasal 1 menyatakan bahwa penentuan
pewarganegaraan merupakan hak mutlak dari negara yang bersangkutan. Namun demikian, hak
mutlak ini dibatasi oleh apa yang disebut general principles, yakni sebagai berikut:

1. Tidak boleh bertentangan dengan konvensi-konvensi internasional.


2. Tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan internasional.
3. Tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum umum yang secara internasional
diterapkan dalam hal penentuan kewarganegaraan.

Berdasarkan pada Konvensi Den Haag tersebut, maka negara mempunyai kebebasan untuk
membentuk ketentuan mengenai kewarganegaraannya. Hal inilah yang menyebabkan dalam
penentuan status kewarganegaraan seseorang dikenai adanya asas ius soli dan ius sanguinis dari
segi ke/ahiran dan asas persatuan hukum dan asas persamaan derajat dari segi perkawinan.

Asas kewarganegaraa yang mula-mula dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan masuk
tidaknya seseorang dalam golongan warga negara dari sesuatu negara adalah:

1. Asas keturunan (Ius sanguinis) dan b. Asas tempat kelahiran (ius soli)

Asas keturunan (Ius sanguinis) Asas ius soli

Asas Ius Sanguinis menetapkan


kewarganegaraan seseorang menurut pertalian
atau keturunan orang yang bersangkutan. Jadi
Asas Ius Soli, menetapkan kewarganegaraan
yang menentukan kewarganegaraan seseorang
seseorang menurut daerah atau negara tempat
ialah kewarganegaraan orang tuanya, dengan
in dilahirkan. Contoh : seseorang yang lahir di
tidak mengindahkan dimana ia sendiri dan
negara A, adalah negara A, walaupun orang
orang tuanya berada dan dilahirkan. Contoh :
tuanya adalah warga negara B.
seorang yang lahir di negara A, yang orang
tuanya adalah warga negara B, adalah warga
negara B

Dalam menentukan kewarganegaraannya beberapa negara memakai asas ius soli, sedangkan
negara lain menggunakan asas ius sanguinis. Hal demikian menimbulkan dua kemungkinan,
yaitu:

Apatride Bipatride

Apatride yaitu adanya seorang penduduk yang Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang
sama sekali tidak mempunyai mempunyai dua kewarganegaraan sekaligus
kewarganegaraan. (kewarganegaraan rangkap atau dwi
kewarganegaraan)

Seorang keturunan bangsa A, yang negaranya memakai dasar kewarganegaraan ius soli, lahir di
negara B, dimana berlaku dasar ius sanguinis. Orang ini bukanlah warga negara A, karena ia
tidak lahir di negara A, tetapi juga bukan warga negara B, karena ia bukanlah keturunan bangsa
B. Dengan demikian, orang ini sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. la adalah
apatride.

Seorang keturunan bangsa B yang negaranya menganut asas ius sangumis lahir di negara A,
dimana beriaku asas ius soli. Karena orang ini adalah keturunan bangsa B, maka ia dianggap
sebagai warga negara B. Akan tetapi, negara A ia juga menganggapnya sebagai warga
negaranya, karena ia dilahirkan di negara A, Jadi, orang ini mempunyai dwikewarganegaraan. Ia
adalah bipatride.

Adanya ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan dianggap sangat penting


bagi tiap negara karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang apatride dan bipatride.
Ketentuan-ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak dan kewajiban-kewajiban bagi
warga negara dan bukan warga negara.

Disamping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenai dua asas yang erat
kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang.
Masalah muncul apabila terjadi suatu perkawinan campuran, yaitu suatu perkawinan yang
dilangsungkan oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraannya. munculnya kedua asas ini
berawal dari kedudukan pihak wanita di dalam perkawinan campuran ini.

Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami istri ataupun ikatan dalam keluarga. Keluarga
merupakan inti masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga
yang sehat dan tidak terpecah. Dalan menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat suatu
keluarga ataupun suami istri yang baik, perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Perlu adanya suatu kesatuan dalam keluarga, lalu siapakah yang harus mengikuti
kewarganegaraan partnernya? Apakah suami yang harus mengikuti kewarganegaraan istrinya
atau sebaliknya ? Pada prinsipnya kedua alternatifini dapat saja terjadi, akan tetapi pada
umumnya pihak istrilah yang mengikuti kewarganegaraan suaminya.

Namun, seringkali hal semacam ini kurang dapat diterima oleh sebagian pihak. Berdasarkan
emansipasi wanita, hal ini tentu dapat dianggap sebagai sesuatu yang merendahkan derajat
wanita. Wanita sama seperti laki-laki, mempunyai hak bebas untuk memilih apa yang terbaik
untuk dirinya, bukan sekedar mengekor suaminya. Kemudian muncullah asas baru dalam
kewarganegaraan, yaitu asas persamaan derajat.

Dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan
berubahnya status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik pihak suami maupun pihak istri
tetap kewarganegaraannya, artinya asal kewarganegaraan mereka masing-masing tetap sama
seperti sebelum perkawinan berlangsung.

Dari sudut kepentingan nasional masing-masing negara asas persamaan derajat mempunyai
aspek yang positif. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya,
seseorang yang berkewarganegaraan asing yang ingin memperoleh status warga negara suatu
negara berpura-pura melakukan perkawinan dengan seorang warga negara dari negara yang
bersangkutan. Melalui perkawinan itu, orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang ia
inginkan. Setelah status kewarganegaraan itu diperoleh, mereka kemudian bercerai. Untuk
menghindari penyelundupan hukum yang semacam ini, ada banyak negara yang menggunakan
asas persamaan derajat ini dalam peraturan mengenai kewarganegaraan.

Seperti halnya penggunaan dua asas kewarganegaraan dari segi kelahiran (ius soli dan ius
sanguinis), penggunaan asas kesatuan hukum dan persamaan derajat yang berlainan dapat
menimbulkan status bipatride dan apatride, khususnya bagi pihak istrinya. Melalui perkawinan,
seorang wanita dapat mempunyai kewarganegaraan lebih dari satu. Sebaliknya melalui
perkawinan pula seorang wanita dapat kehilangan kewarganegaraan.

Sebagai contoh, negara X menganut asas kesatuan hukum, sedangkan negara Y menganut asas
persamaan derajat. Apabila ada seorang laki-laki warga negara X menikah dengan seorang
wanita berkewarganegaraan Y, maka si wanita akan berkewarganegaraan rangkap (bipatride).
Karena menurut ketentuan negaranya (negara Y), ia tidak diperkenankan untuk melepas
kewarganegaraan Y-nya. Sementara itu, menurut ketentuan dari negara suaminya (negara X), ia
harus menjadi warga negara X mengikuti status suaminya.

Sebaliknya, apabila si wanita warga negara X sementara suaminya berkewarganegaraan Y, ia


akan berstatus apatride. la ditotak oleh negara suaminya (negara Y) karena menurut ketentuan
negara Y suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-
masing pihak. Sedangkan di negaranya sendiri (negara X) kewarganegaraanya tetah terlepas,
karena perkawinannya dengan laki-laki asing, maka ia harus melepaskan kewarganegaraan X-
nya untuk mengikuti kewarganegaraan suaminya. Ada dua kemungkinan mengenai status
kewarganegaraan seseorang yaitu bipatride dan apatride maka untuk menentukan
pewarganegaraan seseorang terdapat dua macam stelsel yaitu steisel pasifdan stelsel aktif.

Stelsel Aktif Stelsel pasif

Stelsel pasif semua penduduk diakui sebagai


Stelsel Aktif, untuk menjadi warga negara
warga negara, kecuali ia menyataRah menolak
dengan melakukan tindakan hukum tertentu
menjadi warga negara atau yang lebih dikenal
(naturalisasi).
dengan istilah hak repudiasi.

Ada beberapa cara untuk memperoleh kewarganegaraan, antara lain:

1. perkawinan d. mengikuti kewrganegaraan ayah dan ibunya


2. keturunan e. naturalisasi (pewarganegaraan)
3. permohonan f. pernyataandari pihak yang bersangkutan

3. Pernyataan Untuk Menjadi Warga Negara Indonesia dan Hal Yang Menyebabkan Hilangnya
Status Kewarganegaraan.

Di Indonesia, hukum mengenai kewarganegaraan ini diatur dalam UU No. 12 Tahun 2006
tentang kewarganegaraan Republik Indonesia yang mengatur hal-hal sebagai berikut:

Siapa yang Menjadi Warga Negara Indonesia

Pasal 2

Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. (Yang dimaksud
dengan “bangsa Indonesia asli” adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia,
sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri).

Warga Negara Indonesia adalah:

Pasal 4

1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan pemndang-undangan dan/atau berdasarkan


perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang Undang ini
berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia,
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia,
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu
warga negara asing.
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga
negara Indonesia.
5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi
ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus hari) setelah ayahnya meningga) dunia
dari perkawinan yang sail dan ayahnya Warga Negara Indonesia.
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia.
8. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui
oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum kawin.
9. Anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya.
10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan
ibunya tidak diketahui.
11. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
12. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga
Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan
janji setia.

Pasal 5

 (1) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
 (2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai
anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga
Negara Indonesia.

Pasal 6

 (1) Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan Pasal 5 berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
 (2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana
ditentukan didalam peraturan perundang-undangan.
 (3) Pernyataan untuk memiiih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas)
tahun atau sudah kawin.

Pasal 7

Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing. Syarat dan
Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pasal 8

Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.

Pasal 9

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

1. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;


2. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun
tidak berturut-turut;
3. sehat jasmani dan rohani;
4. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi kewarganegaraan
ganda;
7. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
8. membayar ruang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Pasal 10

 (1) Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam
bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden melalui Menteri.
 (2) Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimanp dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Pejabat.

Pasal 19

 (1) Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi
warga negara di hadapan pejabat.
 (2) Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila yang bersangkutan sudah
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-
turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan memperoleh
kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
 (3) Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia yang
diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang
bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan
kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah
memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan
pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan
ganda.

Pasal 21

 (1) Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia.
 (2) Anak warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
 (3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memperoleh
kewarganegaraan ganda, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pasal 23

Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;


2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
3. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang
bersangkutan sudah berusia 18 (delapan betas) tahun, bertempat tingal di luar negeri, dan
dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan;
4. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
5. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu dan
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh
Warga Negara Indonesia;
6. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau
bagian dari negara asing tersebut;
7. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk
suatu negara asing;
8. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat
diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku di negara lain atas namanya, atau;
9. bertempat tinggal di luar Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam
rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan
keinginannnya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima)
tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan
pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik
Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang
yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Pasal 24

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d tidak berlaku bagi mereka yang
mengikuti program pendidikan di negara lain yang mengharuskan mengikuti wajib militer.

Pasal 25

 (1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing
kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya,
kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
 (2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum asal negara istrinya,
kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.

Pasal 27

Kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau istri yang terikat perkawinan yang sah tidak
menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan dari istri atau suami.

Pasal 28

Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan


yang kemudian hari dinyatakan p’atsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan
mengenai orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegaraannya.

Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pasal 31

Seseorang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali


kewarganegaraannya melalui prosedur kewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 22.

Pasal 32

 (1) Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dapat memperoleh kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri
tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.
 (2) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud padal ayat (1) bertempat tinggal di luar wilayah
negara Republik Indonesia, permohonan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.
 (3) Permohonan untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat
diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuan :
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak putusnya perkawinan.
 (4) Kepala Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meneruskan
permohonan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah
menerima permohonan.

Pasal 33

Persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik


Indonesia diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan oleh Menteri atau Pejabat terhitung sejak
tanggal diterimanya permohonan.

Pasal 34

Menteri mengumumkan nama orang yang memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik


Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian mengenai pewarganegaraan di Indonesia menurut UU No. 12 Tab 2006 di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa asas-asas yang dianut dalam UU ini adalah sebagai berikut:

1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap
orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda
bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang ini.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenai kewarganegaraan ganda
(bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan
kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.

Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan undang-
undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, antara lain sebagai berikut:

1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan
mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan
kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlindungan penuh kepada setiap-Warga Negara Indonesia dalam keadaan
apapun baik di dalam maupun diluar negeri.
3. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap
Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan
pemerintahan.
4. Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat
administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5. Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal
yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin,
dan gender.
6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam segala
hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan
memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.

1. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau
kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Nasional Republik
Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.

Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Undang Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 3
Tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 Undang Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selain itu, semua
peraturan perundang-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan, dengan
sendirinya tidak berlaku, karena tidak sesuai dengan prihsip-prinsip yang diamanatkan dalam
Undang Undang Dasar 1945.

1. PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,


BERBANGSA DAN BERNEGARA

Seperti pembahasan sebelumnya bahwa status kewarganegaraan seseorang akan menimbulkan


konsekuensi baikperolehan hak maupun pelaksanaan kewajiban dalam kehidupan
ketatanegaraan. Adapun konsekuensi-konsekuensi tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Di Bidang Hukum Publik

Di bidang hukum publik menunjukkan bahwa status kewarganegaraan seseorang merupakan


bukti keanggotaan mereka dalam suatu negara. Oleh sebab itu, negara berkewajiban untuk
melindunginya. Perlindungan yang dimaksud disini berdimensi HAM dan KAM (Hak Asasi
Manusia dan Kewajiban Asasi Manusia). Lain daripada itu dalam dimensi hukum publik, maka
status kewarganegaraan seseorang akan menimbulkan konsekuensi bahwa setiap orang yang
disebut sebagai warga negara harus tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum dalam negara yang
bersangkutan.

2. Di Bidang Hukum Perdata Internasional

Di bidang hukum perdata internasional terdapat asas nationaliteitpriciple yang intinya


menyatakan bahwa status hukum seseorangw arga negara dalam hal hak dan kewajiban melekat
dimanapun ia berada. Ini berarti bahwa keberadaan hukum nasional di suatu negara akan tetap
mempengaruhi sikap dan tindakan setiap warga negara, walaupun ia berada di luar wilayah
yuridiksi wilayah yang bersangkutan.

Namun, asas ini seringkali tidak mampu untuk diterapkan dalam rangka melakukan perlindungan
dan penegakan hukum nasional bagi warga negara yang berada di luar wilayah kedaulatan
negara, jika ada peristiwa hukum yang tidak memungkinkan hukum nasional terlibat. Hal ini
disebabkan di dalam lingkup hukum internasional juga dikenai prinsip domisili, yaitu suatu
prinsip yang menghendaki bahwa status hukum mengenai hak dan kewajiban seseorang
ditentukan oleh hukum tempat ia berdomisili. Contohnya, apabila ada seorang TKI yang terlibat
masalah seperti mengalami penganiayaan atau divonis mati akibat tindak pidana pembunuhan,
dan sebagainya maka akan menimbulkan dilema hukum. Di satu sisi, negara ingin melindungi
setiap warga negaranya, di sisi lain, negara juga harus menghormati hukum negara lain karena
alasan yuridiksi. Berkaitan dengan masalah ini, maka langkah yang sering dilakukan adalah
dengan mengadakan perjanjian ekstradisi yang dalam tatanan substansi mengandung bobot
politis yang tinggi.

3. Di Bidang Hukum Kekeluargaan


Status kewarganegaraan seseorang akan membawa implikasi adanya kepastian hukum mengenai
hak dan kewajiban yang berkaitan dengan masalah-masalah hubungan antara anak dan orang tua,
pewarisan, perwalian, ataupun pengampunan. Dalam persoalan pewarisan, fenomena hukum di
Indonesia sebagian besar masih menggariskan pada pemberlakuan hukum adat, yang kadang kala
justru dianggap tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak mencerminkan kesetaraan gender.
Misalnya, dalam lingkup hukum waris adat yang sifatnya masih dianggap diskriminatif, bila
ditinjau dari kedudukan laki-laki dan perempuan atas hak waris. Misalnya dalam hukum waris
adat bagi masyarakat Jawa yang menekankan pembagian waris dengan pola” segendong
sepikul”. Artinya anak laki-laki akan memperoleh satu bagian, sementara anak perempuan hanya
setengah bagian.

Demikian pula bagi bangsa Indonesia, seseorang yang secara yuridis sudah memiliki status
sebagai warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dalam berbagai
bidang kehidupan. Persamaan kedudukan warga negara ini mendapat jaminan dalam UUD 1945
yaitu sebagai berikut:

1. Di Bidang Ekonomi

Jaminan persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang ekonomi termaktub dalam
pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas dasar kekeluargaan.
 (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
dan dikuasai oleh negara.
 (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
 (4) Perekonomian nasional diselenggarakan oleh negara berdasar atas demokrasi ekonomi dan
prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Dari jabaran pasal di atas, maka dapat diketahui bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk
melaksanakan kegiatan/aktivitas ekonomi, asalkan berlandaskan asas kekeluargaan dan
mewujudkan keadilan bagi semua masyarakat. Selain itu di Indonesia melarang adanya kegiatan
ekonomi yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok, atau masyarakat tertentu
saja, misalnya:

a. Monopoli b. Monopsony c. Oligopoli

Yaitu suatu sistem


Yaitu sistem perekonomian Yaitu sistem perekonomian
perekonomian dimana pasar
dimana pasar ekonomi hanya dimana pasar ekonomi dikuasai
ekonomi dikuasai hanya oleh
dikuasai oleh satu konsumen / oleh beberapa
satu orang produsen/penjual
pembeli tunggal saja. produsen/penjualan saja.
saja.
2. Di Bidang Pertahanan dan Keamanan

Di bidang pertahanan dan keamanan, setiap warga negara Indonesia juga memiliki kedudukan
dan peranan yang sama. Hal ini terlihat dalam pasal 3 0 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang
berbunyi sebagai berikut: (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan.
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisisn Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung. Bunyi pasal di atas mengisyaratkan bahwa setiap warga negara turut bertanggung
jawab terhadap keamanan, ketertiban, dan kelangsungan hidup negaranya, terutama dalam
menghadapi segala ancaman dan tantangan yang datang baik dari dalam maupun dari luar yang .
merongrong keberadaan negara Indonesia.

3. Di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang pendidikan termuat dalam pasal 31
ayat (1) DUD 1945 yang berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Hal
ini bermaksud bahwa tiap-tiap warga negara memperoleh jaminan (baik sarana dan prasarana
operasional) untuk memperoleh pendidikan yang iayak sekurang-kurangnya sarnpai tingkat SMP
dan dibiayai oleh negara/pemerintah.

Sedang persamaan kedudukan warga negara dalam bidang kebudayaan dimuat daiam pasal 32
ayat (1) DUD 1945 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya”, Hal ini berarti bahwa masing-masing warga negara
yang berbeda budaya/kultur, adat istiadat, dan suku dapat terus mengembangkan kebudayaan
daerahnya bahkan dapat turut memperkaya kebudayaan nasional sepanjang kebudayaan daerah
tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan nasional Indonesia.

4. Di Bidang Keagamaan

Persamaan kedudukan warga negara dalam bidang keagamaan (religi) diatur dalam pasal 29
UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut;

1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Hal ini mengandungmakna sebagai betikut:

1. Negara Indonesia mengakui dan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini terlihat dari
bunyi Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh Keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Bunyi alinea ini
menggambarkan bahwa bangsa Indonesia meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pemberi rahmat bagi kemerdekaan Indonesia, dan di negara Indonesia hanya menganut adanya
satu Tuhan saja, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini disebut paham monoteisme.
2. Pemerintah negara Indonesia menjamin warga negara berhak untuk memeluk dan beribadat
menurut keperceyaan/keyakinan tertentu. Sebaliknya, negara malah melarang apabila ada
warga negaranya yang tidak memiliki suatu kepercayaan/keyakinan tertentu yang disebut
atheis.

5. Di Bidang Politik

Persamaan kedudukan warga negara dalam bidang politik diatur dalam pasal 28 UUD 1945 yang
berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.

Hal ini mengandung rnakna, bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk membentuk
perserikatan atau organisasi dan mengeluarkan pikiran / pendapat/gagasannya maupun secara
tidak langsung melalui lembaga/organisasi yang memiliki tujuan/ kepentingan yangsama.
Misalnya membentuk partai politik, LSM, maupun organisasi massa lainnya.

Pasal 28 UUD 1945 ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasalnya yang mengatur
hak-hak asasi warga negara dalam berbagai kehidupan antara lain sebagai berikut:

1. Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk liidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

1. Pasal 28B
o (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinanyang sah.
o (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Pasal 28C (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
3. Pasal 28D
o (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
o (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja.
o (3) Setiap warga berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
o (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
4. Pasal 28E
o (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
o (2) Setiap orang berhak ata kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap sesuai dengn hati nuraninya.
o (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
5. Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungansosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segalajenis saluran
yang tersedia.

1. Pasal 28G
o (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.
o (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
2. Pasal 28H
o (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan “batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
o (2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sa’ma guna mencapai persamaan keadilan.
o (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
o (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil ahh secara sewenang-wenang oleh siapapun.
3. Pasal 281
o (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
o (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
o (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisionai dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
o (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggungjawab negara, terutama pemerintah.
o (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
4. Pasal 28 J
o (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Selain berbagai macam hak yang diterima warga negara Indonesia, ada pula bermacam-macam
kewajiban yang harus dilaksanakan antara lain sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (Alinea I, Pembukaan UUD1945).


2. Menghargai nilai-nilai persatuan, kemerdekaan, dan kedaulatan bangsa.
3. Menjunjung tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar negara (Alinea IV, Pembukaan
UUD1945).
4. Setia membayar pajak untuk negara (pasal 23A).
5. Wajib menjunjung tinggi nilai hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27
ayat 1).
6. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (pasal 27 ayat 3).
7. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undan-undang (pasal 28 J ayat2).
8. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamarian negara (pasal 30 ayat 1).
9. Ikut dalam pendidikan dasar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
10. Pelaksanaan perekonomian berdasarkan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan, kemajuan,
dan kesatuan ekonomi nasional.

Pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara hendaknya dijalankan secara selaras, serasi, dan
seimbang sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, tertib, dan teratur dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

6. Di Bidang Hukum

Pasal 27 ayat (1) berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Hal ini mengandung makna, bahwa setiap orang yang menjadi warga negara Indonesia memiliki
kedudukan yang sama dalam bidang hukum dan pemerintahan. Konsekuensinya bahwa setiap
warga negara harus mentaati dan mematuhi segala peraturan dan hukum yang berlaku di negara
Indonesia. Sebaliknya, setiap warga negara yang telah melakukan pelanggaran terhadap hukum
harus dikenai sanksi hukuman menurut hukum yang ada. Sanksi hukum ini harus berlaku secara
jelas, pasti, dan menjamin rasa keadilan bagi setiap warganya serta berlaku tanpa pandang bulu
baik itu rakyat biasa, pedagang, guru, pengusaha, maupun pejabat pemerintahan harus tunduk
dan patuh terhadap hukum yang berlaku.

1. MENGHARGAI PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA TANPA MEMBEDAKAN RAS,


AGAMA, GENDER, GOLONGAN, BUDAYA, DAN SUKU

Indonesia merupakan negara yang terkenal akan keanekaragamannya. Dari penduduk yang
tersebar di seluruh pelosok wilayah, kita bisa melihat adanya berbagai macam suku/etnis,
budaya, bahasa, agama serta adat istiadat. Semua itu memperkaya kebudayaan di Indonesia.
Bahkan keunikan budaya Indonesia sering kafi menarik perhatian para wisatawan asing sehingga
mampu mendatangkan keuntungan. Namun takjarang pula perbedaan tersebut justru berkembang
menjadi konflik, yang bermula dan konflik antar daerah, antar agama, antar suku yang akhirnya
menimbulkan perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk menghindari pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa, kita harus bisa mengatasi konflik
tersebut secara bijaksana, dengan kata lain perbedaan tersebut bukannya dihapus melainkan
keberagaman itu tetap ada tetapi disikapi sebagai suatu keseragaman untuk memperkaya
kebudayaan negara kita.
Upaya yang bisa kita lakukan untuk menghindari perpecahan akibat keanekaragaman tersebut
adalah dengan menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai antara setiap warga
negara. Karena dengan sikap tersebut, setiap warga negara dapat melakukan aktivitas serta
kebutuhan-kebutuhan mereka dengan rasa aman dan tenang tanpa adanya gangguan dari pihak
lain.

Macam-macam wujud sikap menghargai antar sesama warga negara, meski berbeda dalam
berbagai hal antara lain sebagai berikut.

1. Dalam BidangHukum
1. Melaksanakan hukum dan peraturan yang berlaku
2. Mempertakukan setiap warga negara yang sama
3. Memberikanperlindungan hukum bagi setiap warga negara
4. Memberikan sanksi bagi setiap pelanggar hukum tanpa kecuali
5. Menghapus setiap perlakuan diskriminatif

2. Dalam BidangPolitik
1. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkanpendapat
2. Memberikan hakpilih bagi mereka yang telah memenuhi syarat
3. Memberikan hak/kesempatan untuk mendirikan parpol/organisasi masyarakat
4. Tidak memaksakan kehendak/pendapatnya sendiri
5. Menghargai perbedaan pilihan pada pelaksanaan pemilu
6. Menghargai perbedaan pendapat dengan orang lain

3. Dalam Bidang Ekonomi


1. Mengembangkanpersainganekonomi secara sehat
2. Memberikan keleluasaan bagi tiap warga negara untuk melakukan aktivitas ekonomi.
3. Berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
4. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan peluangusaha yang kompetitif.
5. Mengoptimalkan penggunaan dan penyediaan fasilitas publik.
6. Mengembangkan sistem jaminan sosial dan mengupayakan kehidupan yang layak,
terutama bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar.

4. Dalam BidangAgama
1. Menghargai perbedaan agama/keyakinan antar sesama warga negara.
2. Memberikan kesempatan kepada orang lain yang berbeda agama/keyakinan untuk
melaksanakan ibadahnya.
3. Menghormati orang lain yang merayakan peringatan hari besar agamanya.
4. Tidak mencampuri urusan agama/keyakinan orang lain.
5. Turut membantu sesama manusia yang terkena musibah, meskipun berbeda agama.

5. Dalam Bidang Budaya


1. Menerima dan menghargaisuku dan kebudayaan daerah lain,
2. Tidak bersikap diskriminatif terhadap orang lain yang berbeda suku/budaya.
3. Menyadari bahwa keanekaragaman budaya daerah merupakan akar dari kebudayaan
nasional.
4. Menyadari bahwa kebudayaan daerah dapat memperkaya kebudayaan nasional dan
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
5. Turut melestarikan warisan budaya dan menyesuaikan dengan kehidupan modern.
PENGERTIAN SISTEM POLITIK INDONESIA

A. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik

a. Sistem

Sistem menurut pamudji (1981:4) merupakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek
atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk
suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh. Sistem juga dapat diartikan sebagai
kerjasama suatu kelompok yang saling berkaitan secara utuh, apabila suatu bagian terganggu
maka bagian yang lain akan merasakan kendalanya. Namun, apabila terjadi kerjasama maka akan
tercipta hubungan yang sinergis yang kuat. Pemerintah Indonesia adalah suatu contoh sistem,
anak cabangnya adalah sistem pemerintahan daerah, kemudian seterusnya sampai sistem
pemerintahan desa dan kelurahan.

b. Politik

Politik dalam bahasa arabnya disebut “siyasyah” yang kemudian diterjemahkan menjadi siasat,
atau dalam bahasa inggrisnya “politics” . asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata
“polis” yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia
yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan pada akhirnya
kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, dan kekuasaan
pemerintah.

Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar
pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-
tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik,
tentara dan organisasi kemasyarakatan.

Politik adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan dapat dikatakan sebagai
seni, disebut sebagai seni karena banyak beberapa para politikus yang tanpa pendidikan ilmu
politik tetapi mampu berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya,
sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik pemerintahan.

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam
rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

c. Sistem Politik

Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja
dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Ada beberapa definisi mengenai sistem
politik, diantaranya :
ž Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang
merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.

ž Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan
antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan,
ataupun wewenang.

ž Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok
individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.

ž Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat
fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan
suatu proses yang langggeng.

Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan
dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang
langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).

B. Pengertian Sistem Politik Indonesia

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam
Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan,
upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.

Sistem politik Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan mencapai tujuan
nasional maka harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyelenggarkan politik
negara, yaitu keseluruhan penyelenggaraan politik dengan memanfaatkan dan mendayagunakan
segala kemampuan aparatur negara serta segenap daya dan dana demi tercapainya tujuan
nasional dan terlaksananya tugas negara sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD 1945.

Sebagai suatu sistem, sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem kepartaian,
sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik lainnya. Dalam
eksistensinya sistem politik akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan tugas dan
fungsi pemerintahan serta perubahan dan perkembangan yang ada dalam faktor lingkungan.

Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara (
termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan
kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik
antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan
tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah
Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945
yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan
(Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh
Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik,
melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan
sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat
diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.

Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem
politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang
demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain:

1. pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada badan yang berbeda
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Pemerintah berdasarkan konstitusi
4. jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu
5. pemerintahan mayoritas
6. pemilu yang bebas
7. parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya

Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain. Sistem politik
demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau ditiadakan. Contohnya, suatu
negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik. Dengan satu partai, rakyat
tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan akan kebebasan rakyat dalam berserikat,
berkumpul dan mengemukakan pilihannya secara bebas. Dengan demikian berjalannya satu
prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip lainnya.

Kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, tidak perlu diragukan lagi
kebenarannya. Tetapi fakta bahwa banyak masyarakat yang justru merasa tertindas oleh
pemerintahannya sendiri. Masalah ketidakadilan pemerintah menjadi persoalan yang memicu
disintegrasi bangsa karenanya sistem politik Indonesia diharapkan merupakan penjabaran nilai-
nilai luhur pancasila dalam keseluruhan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, pembangunan
dan kemasyarakatan, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

C. Sistem Politik di Indonesia

Sistem politik Indonesia berdasar pada ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. sistem politik
Indonesia mengalami banyak perubahan setelah ada amandemen terhadap UUD 1945.
amandemen terakhir atas UUD 1945 dilakukan pada tahun 2002. Perbandingan sistem politik
Indonesiasebelum amandemen dan sesudah amandemenUUD 1945 adalah sebagai berikut :
1. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal itu berarti bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh MPR, Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensiil artinya presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan.

UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab
penyelenggaraan negara, kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara.
UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara.

Lembaga legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara dan DPR.
Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan menjalankan tugasnya yang dibantu oleh seorang
wakil presiden serta kabinet. Lembaga yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang
dilakukan oleh MA sebagai lembaga kehakiman tertinggibersama badan-badan kehakiman lain
yang berada dibawahnya.

2. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945

Pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amandemen UUD 1945 adalah sebagai berikut :

1. bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah republik. NKRI terbagi
dalam 33 daerah provinsi dengan menggunakan prinsip desentralisasi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab. Dengan demikian, terdapat pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2. kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih dalam satu paket secara langsung oleh rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab pada parlemen, dan tidak dapat membubarkan parlemen.
Masa jabatan presiden beserta wakilnya adalah 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali
untuk satu kali masa jabatan.
3. tidak ada lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Yang ada lembaga-lembaga negara
seperti MPR, DPR, DPD, BPK, presiden, MK, KY dan MA.
4. DPA ditiadakan yang kemudian dibentuk sebuah dewan pertimbangan yang berada langsung
dibawah presiden.
5. kekuasaan membentuk UU ada ditangan DPR. Selain itu DPR menetapkan anggaran belanja
negara dan mengawasi jalannya pemerintahan.DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden
beserta kabinetnya, tetapi dapat mengajukan usulan pemberhentian presiden kepada MPR.

Anda mungkin juga menyukai