Anda di halaman 1dari 149

PEDOMAN PENATALAKSANAAN

PENINGKATAN MUTU DAN KESELATAN PASIEN

RSUD JAGAKARSA
JL. MOH. KAHFI NO.27 A, KECAMATAN JAGAKARSA – JAKARTA SELATAN
TELP: (021) 78882455, 22708072, FAX : (021) 22708072
EMAIL : rsujagakrasa@gmail.com
Halaman ini berisi
KEBIJAKAN PEDOMAN PENATALAKSANAAN PMKP
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan Pasien Rumah Sakit berdasarkan KKP-RS adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Pelayanan di rumah sakit merupakan suatu pelayanan yang padat modal, padat
teknologi, padat karya, padat profesi/ilmu, padat sistem atau prosedur, padat mutu,
padat keluhan/masalah, padat error, serta ketidak pastian sakit sehingga
berdasarkan alasan tersebut rumah sakit terdapat padat resiko yang berdampak
pada risiko yang tinggi sehingga perlu keselamatan pasien di rumah sakit.

Berdasarkan laporan IOM (Institute of Medicine) pada Kohn LT, Corrigan


JM, Donaldson MS, eds. To err is human: building a safer health system.
Washington, D.C.: National Academy Press, 2000, terdapat kesalahan
yang diakibatkan oleh faktor manusia dalam sistem pelayanan kesehatan
yaitu terdapat kasus kematian pasien akibat adverse event (AE) paling
sedikit 44.000 hingga 98.000 pertahun dengan estimasi biaya sekitar $17-
$50 milyar pertahun atau 268 kasus perhari kematian akibat layanan
rumah sakit akibat adverse event atau KTD atau AE, lebih tinggi dari
kasus KLL (43.458), cancer (42.297) dan AIDS (16.516). Oleh karena itu
upaya untuk menurunkan kegiatan insiden di rumah sakit (KPC, KTC,
KTD, KNC dan sentinel event) perlu dilakukan, diantaranya dengan
menyusun program keselamatan pasien di rumah sakit.
Program Keselamatan Pasien merupakan program yang harus
diselenggarakan oleh rumah sakit dalam rangka mendukung upaya
peningkatan kualitas pelayanan. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 44
Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa rumah sakit wajib menerapkan
standar keselamatan pasien (pasal 43 ayat 1). Pelaksanaan standar
tersebut harus melalui pelaporan insiden, analisa, dan penetapan
pemecahan

4
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan (pasal 43 ayat 2).

Berdasarkan standar akreditasi rumah sakit (KARS, September 2011 dan


JCI, Edisi 4 Januari 2011) sasaran keselamatan pasien dan PMKP
(Penyelenggaraan Mutu dan Keselamatan Pasien) merupakan kriteria
mayor dalam memenuhi standar dari elemen-elemen yang ada yaitu
harus terpenuhi minimal 80%, dari total masing masing elemen penilaian
yang harus dipenuhi sesuai standar akreditasi terbaru yang berlaku. Tidak
kalah pentingnya adalah pencegahan secara proaktif dan reaktif terhadap
resiko asuhan pasien yang dilakukan pada pelayanan rumah sakit yang
terjadi sebelum maupun setelah kejadian insiden KTD hingga sentinel.
Untuk itu perlu di terapkan manajemen resiko klinis dan pelaporan insiden
di rumah sakit.

Dalam upaya menjalankan tata kelola manajemen program keselamatan


pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung yang bertujuan untuk
menurunkan insiden dan menjaga keselamatan pasien, diperlukan
pedoman organisasi komite keselamatan pasien di rumah sakit.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Terwujudnya pelaksanaan pedoman pelayanan Komite Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai acuan pelaksanaan pedoman pelayanan Komite
keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
b. Sebagai acuan pelaksanaan SDI Komite Keselamatan Pasien
dalam pelayanan keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang.

c. Sebagai acuan pelaksanaan program komite keselamatan pasien


dalam pelaksanaan keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang.

d. Sebagai acuan pelaksanaan pelayanan Komite Keselamatan


Pasien dalam rangka pelaksanaan pencegahan dan penurunan
insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang

e. Sebagai acuan monitoring dan evaluasi mutu dan sasaran


keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

5
C. RUANG LINGKUP PELAYANAN

Ruang lingkup pengelolaan organisasi Komite Keselamatan Pasien dalam


rangka perencanaan, diseminasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi
secara terus menerus yang terdiri atas kegiatan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Manajemen Tata Kelola Keselamatan Pasien meliputi:

Kebijakan, panduan, pedoman dan SPO untuk dilaksanakan proses


PDCA (Plain Do Chek and Action) di rumah sakit berupa sosialisasi,
implementasi, monitoring dan evaluasi.

2. Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien (sentinel, KTD,KTC,


KNC, Clinical Risk Managemen)

a. Penerapan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit

b. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

c. Pimpin dan dukung staf

d. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko

e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

g. Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

3. Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien meliputi 6 (Enam) Sasaran

a. Ketepatan identifikasi keselamatan pasien


b. Peningkatan komunikasi yang efektif
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
e. Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanana kesehatan
f. Pengurangan resiko pasien jatuh

4. Manajemen Resiko Klinik


a. Pelaporan insiden: KPC, sentinel, KTD, KTC dan KNC dari masing-
masing unit
b. RCA (Route Couse Analysis) atau analisis akar penyebab meliputi:
1) Identifikasi insiden
2) Pembentukan tim
3) Pengumpulan data

4) Pemetaan data

5) Identifikasi masalah

6) Analisis informasi

7) Rekomendasi dan solusi

8) Dokumentasi

6
5. Asesmen risiko secara proaktif

a. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA) terdiri atas

1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.

2) Membuat diagram proses.

3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan


dampaknya.

4) Memprioritaskan modus kegagalan.

5) Identifikasi akar masalah.

6) Redesain proses

7) Analisis dan uji proses baru

8) Implementasi dan monitor perbaikan proses

b. Pendidikan dan pelatihan keselamatan pasien bekerjasama


dengan unit pengembangan staf dalam bentuk pelatihan in house
training maupun ex housetraining

c. Pelaporan program keselamatan pasien baik ke direksi maupun


yayasan

D. BATASAN OPERASIONAL

1. Pencatatan dan Pelaporan Insiden


Pencatatan dan pelaporan insiden adalah pelaporan secara tertulis
setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien,
keluarga pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit.

2. Insiden Keselamatan Pasien

Insiden keselamatan pasien di rumah sakit adalah setiap kejadian


yang tidak sengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cidera pada pasien yang dapat dicegah. Insiden
keselamatan pasien terdiri dari KPC, KNC, KTC, KTD dan Sentinel
Event.

a. Kondisi Potensial Cidera (KPC)/ Reportable circumstance

Adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan


cidera, tetapi belum terjadi insiden.

b. Kondisi Nyaris Cidera (KNC)/ Near miss, Close call

Adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

c. Kejadian Tidak Cidera (KTC)/ No harm incident

Adalah Insiden yang terpapar ke pasien, tetapi tidak menimbulkan


cidera.

d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse


event Adalah insiden yang mengakibatkan
cidera pada pasien

e. Sentinel Event

Adalah kejadan tak terduga (KTD) yang mengakibatkan kematian


atau cidera yang serius.
7
3. Analisis Matrik Resiko

a. Penilaian matriks risiko

Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisis kualitatif


untuk menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan
dampak dan probabilitasnya.

b. Dampak (Consequence)

Penilaian dampak/ akibat suatu insiden adalah seberapa berat


akibat yang dialami pasien mulai dari tidak ada cidera sampai
meninggal.

c. Probabilitas/ Frekuensi/ Likelihood

Penilaian Probabilitas/ frekuensi risiko adalah seberapa seringnya


insiden tersebut terjadi.

d. Band Resiko

Band Risiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam


empat warna yaitu: Biru, Hijau, Kuning dan Merah. “Bands“ akan
menentukan investigasi yang akan dilakukan.

4. Investigasi

a. Investigasi sederhana

Investigasi sederhana adalah proses yang terstruktur bertujuan


untuk membantu mengidentifikasi akar masalah suatu kejadian
dengan matrix grading biru dan hijau.

b. Investigasi Komprensif/Root Cause Analysis (RCA)


Investigasi Komprensif/Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu
proses untuk mengidentifikasi faktor penyebab atau faktor yang
bepengaruh terhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk
KTD.

5. Fomulir Pelaporan Insiden

a. Laporan Insiden Internal

Laporan insiden rumah sakit (internal) adalah pelaporan secara


tertulis setiap kondisi potensial cedera dan insiden (KNC, KTC,
KTD, Kejadian Sentinel) yang menimpa pasien, keluarga
pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit.

b. Pelaporan Insiden Eksternal

Laporan insiden keselamatan pasien KKP-RS (eksternal) adalah


pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap kondisi
potensial cedera dan insiden (KNC,KTC,KTD, Kejadian Sentinel)
keselamatan pasien yang terjadi pada pasien dan telah dilakukan
analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya

8
6. Resiko

a. Resiko adalah potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul dari


proses kegiataan saat sekarang atau kejadian dimasa datang.

b. Resiko adalah suatu fungsi dari probabilitas dari suatu kejadian


yang tidak diinginkan dan tingkat keparahan atau besarnya
dampak dari kejadian tersebut.

c. Peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat


berpengaruh negatif terhadap perusahaan

7. Resiko Klinis

Resiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap


pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.

8. Manajemen resiko

Manajemen resiko adalah pendekataan proaktif untuk


mengidentifikasikan, menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan
tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.

9. Budaya organisasi

Budaya organisasi adalah suatu pola kenyakinan, nilai-nilai perilaku,


norma-norma yang disepakati/ diterima dan melingkupi semua proses
sehingga membentuk bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja
sama.

10. Kondisi sistem yang laten (Latent system conditions)

Kondisi sistem yang laten (Latent system conditions) adalah kondisi


yang melatarbelakangi penyebab langsung dengan aspek sistem.
11. Faktor waktu (Timing)

Faktor Waktu (Timming) adalah saat faktor penyebab bersamaan


dengan terjadinya kegagalan sistem (pertahanan atau kendali)
sehingga berakibat terjadinya insiden.

12. Dampak (Consequences)

Dampak (Consequences) adalah akibat yang timbulkan oleh insiden,


berkisar dari tidak mencederai pasien sampai kepada cidera dengan
tingkat keparahan tertentu.

13. Brifing Tim

Brifing tim adalah cara sederhana bagi staf untuk berbagi informasi
tentang isu-isu patient safety yang potensial dapat terjadi dalam
kegiatan sehari hari.

9
14. Manajemen Risiko Terintegrasi

Manajemen risiko terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian,


analisis dan pengelolaan semua risiko yang berpotensi dan kejadian
keselamatan pasien.

15. Identifikasi risiko

Identifikasi risiko adalah usaha untuk mengidentifikasi situasi yang


dapat menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugin secara finansial.

16. Standar Pelayanan Medis

Standar pelayanan medis adalah standar pelayanan yang harus


diikuti oleh atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran

17. Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien

a. Ketepatan identifikasi keselamatan pasien

Ketepatan identifikasi keselamatan pasien adalah cara


mengidentifikasi pasien dengan menggunakan pemasangan
gelang identifikasi pasien.

b. Peningkatan komunikasi yang efektif.

Komunikasi adalah suatu perilaku dimana informasi disharingkan


diantara manusia. Hal tersebut mencakup keinginan/niat
kebutuhan, persepsi pengetahuan, dan keadaan afektif manuasia.

18. Peningkatan keamanan obat yang perlu di waspadai


a. High Alert Medication (HAM) atau obat kewaspadaan tinggi
adalah obat-obatan yang termasuk dalam obat yang dapat
menyebabkan risiko tinggi membahayakan pasien secara
signifikan apabila terjadi kesalahan.

b. Obat NORUM (Nama obat Rupa dan Ucapan Mirip) adalah obat
yang berisiko menimbulkan kesalahan karena nama obat yang
membingungkan yaitu obat yang bentuknya mirip atau namanya
kedengaran mirip .

19. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.

a. Penandaan Area Operasi

Merupakan suatu cara yang dilakukan oleh ahli bedah untuk


melakukan penandaan area operasi terhadap pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan.

b. Surgical Safety Checklist

Merupakan suatu daftar periksa yang digunakan untuk


memperkuat keselamatan pasien.

20. Kebersihan tangan/ Hand Hygiene

Kebersihan tangan/ Hand Hygiene adalah merupakan salah satu


prosedur yang paling penting dan efektif mencegah penyebaran
kuman dan infeksi bila

10
dilakukan dengan baik dan benar serta merupakan pilar dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).

21. Pengurungan resiko pasien jatuh.

a. Jatuh adalah perubahan posisi secara mendadak dan tidak


disengaja dari keadaan berdiri, duduk, atau posisi lain misalnya
berbaring, yang mengakibatkan seseorang mendarat kearah
posisi yang lebih rendah, pada suatu benda, di lantai atau di
tanah, dengan atau tanpa cidera.

b. Nyaris jatuh adalah kehilangan keseimbangan secara tiba-tiba


namun tidak mengakibatkan jatuh atau cidera.

c. kejadian jatuh tanpa saksi mata adalah pasien yang ditemukan


berada di lantai tanpa diketahui mengapa dan bagaimana
terjadinya baik oleh pasien maupun oleh orang lain.

22. Clinical Pathway

Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan


terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada
pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan
keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan
dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.

23. Panduan Praktik Klinis (Clinical Practice Guidline)

Panduan Praktik Klinis (Clinical Practice Guidline) adalah panduan


yang berupa rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter gigi
dalam memberikan pelayanan kesehatan.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009 tentang


Praktik Kedokteran.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VII/2011


Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 251/MENKES/SK/VII/2012


Tentang KOmite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 436/SK/VI/1993 tentang


Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit Dan Standar
Pelayanan Medis.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 417/Menkes/Per/II/2011


tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/PER/Menkes/IX/2010


tentang Standar Pelayanan Kedokteran

11
9. Pereturan menteri kesehatan Nomor 129/MENKES/PER/VII/2009
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
12
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

KOMITE

Spesifikasi pendidikan Nama Jumlah


S
2 Profesi Dokter dr. Sri Berdi Karyati, M. Kes 2

dr. Imam Sumardjo, M. Kes

S
1 Profesi Dokter dr. Fatah Yasin 1
S
1 Keperawatan Ners Nani Prasanti, S. Kep., Ns. 3

Maya Dwi Yustini, S.Kep.Ns

Retno Wahyu Nugraheni, S. Kep.,


Ns

S1 Keperawatan Rochady Setianto, S. Kep 1


S
1 Psikologi Sulistyoningsih, S. Psi 1

Anggota Ad Hock
S
2 Kesehatan Rita Kartikasari, SKM, M. Kes 2

Miftahul Izzah, SE, M.Kes

S2 Agama Samsudin Salim, S.Ag, M.Ag 2

Khusnul Khotimah S.Pdi.,M.Si


S Ekonomi Fadjar Setiyo Anggraeni1
2 SE,MSi.Ak

S2 Manajemen Sri Wahyuni Rozikan, SS, MM 1

S2 Hukum Ani Ambarwati, SH, S.Kep. MH 1


S
1 Dokter dr. Arifin Adil, M.Kes. 4

dr. Alifah Hafid Mardi

dr. Saras Pujowati

dr. Retno Tri Wulandari, M. Gz

S
1 Profesi Farmasi Ida Ayu Ariesanti, S. Farm. Apt. 1

S
1 Profesi Keperawatan Siwi Damayanti, S. Kep., Ns. 2

Ziadah Mustafa, S.Kep., Ns.

S
1 Keparawatan Eko Herwanto, S. Kep. 8

Sri Hartini .S,Kep

Indartik, S.Kep.

Siti Muniroh, S. Kep, Ns.

Novianti, S. Kep

Lailis Sa’adah Noor, S. Kep, Ns.

Achmad Cholid, S. Kep.

Nunik Nurhayati, S.Kep


S
1 Gizi Harini Destiana, S.Gz 1

13
KOMITE

Spesifikasi Pendidikan Nama Jumlah

S1 Komunikasi Joko Nugroho, S. Kom 1

S1 Pendidikan Mashadi, S.Pd 1


S1 Kesehatan
Masyarakat Emy Yuni Astuti, SKM 1

S1 Teknik Faridul Umam, S.ST 1


S1 Hukum Purtoyo, SH 1

S1 Ekonomi Mena Qomari, SE 1

D4 Fisiotherapy Tini Dwi Soloharti, SMPh 1


D3 Keperawatan Norma Yunita, AMK 10

Mufit Supriyanto, AMK

Endang Sulistyowati S., AMK

Methana Prohoro, AMK

Indah Setiani Ekawati, AMK

Nur Laila Farida, AMK

Rachmawati, AMK

Anis Trisniawati, AMK

Heni Latifah, AMK

Budi Pertiwi, AMK.


D3 Kebidanan Jumiarti, AMd. Keb. 2

Novida Hidayati, AMd Keb.


D3 Rekam Medik Eni Suprihatin, AMd. RM 1
D3 Kesehatan
Lingkungan Bejo Utomo, AMd KL 1

Ana Wiyanti Suryaningrum, AMd


D3 Laboraturium PK 1
B. Distribusi Ketenagaan
Ketua : 1 (satu) orang
Wakil Ketua : 1 (satu) orang
Sekretaris : 1 (satu) orang
Anggota : 5 (lima) orang
Quality Link Champion : 45 (empat puluh lima) orang

C. Pengaturan Jaga

Dinas pagi karyawan pukul 07.00 – 14.00 WIB

14
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

B. Standar Fasilitas

1. Sarana dan Prasarana

Berdasarkan Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal


Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta Sub
Direktorat Penunjang Medik, standar fasilitas yang harus dipenuhi
sebagai berikut:
No. Jenis Kelengkapan Keterangan
1 Gedung -

2 Ventilasi AC 1 PK/20 m²

3 Penerangan 20 Watt / m²

4 Air Mengalir, Bersih ada

5 Daya Listrik 2200 VA

6 Tata Ruang :
a. Ruang Kerja 1 m²
b. Ruang Tunggu 2 m²
c. Ruang Administrasi / Arsip 3 m²
d. Ruang Pembuatan Sediaan -
e. Ruang Perpustakaan 1 m²
f. Ruang Rehat -
g. WC 3 m²

7 Mebelair
a. Meja Kerja 3
b. Kursi Kerja 3
c. Kursi 6
d. Kursi Tamu 1
e. Almari Arsip 3
f. Filling Kabinet 3
g
. Meja Komputer 3

15
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Penerapan/ hasil kegiatan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan


pasien rumah sakit terdiri atas:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.

Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan asesmen budaya


keselamatan pasien.

2. Pimpin dan dukung staf Anda

Adalah cara melaksanakan kegiatan implementasi clinical risk


dengan langkah:

a. Pernyataan/ deklarasi tentang gerakan moral ”patient safety”.

b. Ronde/visit pasien keselamatan pasien terdiri dari:

Direksi Tim KPRS.

satu/dua orang perawat Fokus pada masalah

keselamatan pasien

c. Tetapkan pimpinan operasional untuk patient safety

d. Tunjuk para penggerak patient safety ditiap unit pelayanan


berupa champion link safety
e. Lakukan brifing (sebelum melakukan pekerjaan) dan debrifing
(setelah melakukan pekerjaan) tim

f. Ciptakan suasana kerja yang kondusif

Suatu lingkungan dengan keharusan untuk melaporkan insiden


keselamatan pasien tanpa takut dihukum menghilangkan
budaya blaming culture.

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko

Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan cara membuat


assesment tool dengan langkah:

a. Risk Matrix Grading adalah adalah suatu metode analisis


kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu insiden
berdasarkan dampak dan probabilitasnya.

b. Dampak (Consequence) adalah penilaian dampak/ akibat suatu


insiden, seberapa berat akibat yang dialami pasien mulai dari
tidak ada cidera sampai meninggal.

c. Probabilitas/ Frekuensi/ Likelihood adalah penilaian seberapa


seringnya insiden tersebut terjadi.

16
d. Band Resiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam
empat warna yaitu : biru, hijau, kuning dan merah “Bands “
akan menentukan Investigasi yang akan dilakukan.

e. Analisis akar masalah/ Route Couse


Analysis (RCA) Langkah-langkah RCA:

1) Identifikasi insiden

2) Pembentukan tim

3) Pengumpulan data

4) Pemetaan data

5) Identifikasi masalah

6) Analisis informasi

7) Rekomendasi dan solusi

8) Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)

Langkah-langkah pembuatan FMEA :

1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim

2) Membuat diagram proses

3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan


dampaknya

4) Memprioritaskan modus kegagalan


5) Identifikasi akar masalah

6) Redesain proses

7) Analisis dan uji proses baru

8) Implementasi dan monitor perbaikan proses

4. Kembangkan sistem
pelaporan Dilaksanakan
dengan :

a. Pelaporan insiden rumah sakit (internal) : KPC, KTC, KTD,


Sentinel dan KNC, maksimal 2x24 jam ke Komite KPRS pada
kejadian insiden baik pasien pengunjung, keluarga maupun
karyawan yang terjadi di rumah sakit dengan pelaporan insiden
internal secara tertulis.

b. Pelaporan insiden eksternal rumah sakit

5. Libatkan dan komunikasi dengan pasien

Adalah pelaksanaan kegiatan dengan mengembangkan cara-cara


komunikasi yang terbuka dengan pasien, misal:

a. Melibatkan pasien dan masyarakat dalam mengembangkan


pelayanan yang lebih aman, dengan cara penyampaian
informasi hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit.

b. Melibatkan pasien dalam proses perawatan dan pengobatan


dirinya sendiri.

17
1) Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pasien sangat
ingin dilibatkan sebagai mitra dalam proses pengobatan
dirinya sendiri (brosur).

2) Dalam proses kemitraan, petugas kesehatan perlu


melibatkan pasien dalam:

a) Menentukan diagnosa yang tepat

b) Memutuskan pengobatan yang benar.

c) Mendiskusikan risiko

d) Memastikan obat diberikan dengan benar dan monitor,


dengan 5 (lima) tipe utama yaitu:

– Berbagilah pertanyaan atau kepedulian tentang


obat-obatan yang Anda peroleh dan tanyakan
tentang pilihan lain.

– Ceritakan kepada profesi kesehatan tentang obat-


obatan yang sedang Anda gunakan.

– Ceritakan apabila Anda menganggap obat-obatan


tersebut tidak efektif atau menimbulkan efek
samping

– Tanyakan apabila Anda tidak yakin bagaimana cara


menggunakan obat tersebut atau untuk berapa
lama.

– Tanyakan apabila Anda memerlukan bantuan untuk


memperoleh obat tersebut secara reguler
3) Bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, doronglah
untuk saling terbuka, komunikasi dua arah antara
profesional kesehatan dan pasien.

a) Keterbukaan pada saat terjadi insiden merupakan


unsur fundamental dalam kemitraan antara pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan. Bila terjadi insiden,
pasien atau keluarga sangat ingin mendapatkan
informasi tentang apa yang sesungguhnya terjadi.

b) Mereka juga mengharapkan seseorang menyampaikan


”maaf”.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan pembuatan akar


masalah atau RCA dari kejadian insiden dengan matrix grading
kuning dan merah yang telah dilaporkan ke Komite KPRS.

7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan menggunakan


redesain sistem FMEA secara proaktif sebelum insiden terjadi di
rumah sakit.

18
B. Penerapan/ hasil kegiatan pelaksanaan 6 (enam) sasaran
keselamatan pasien Meliputi kegiatan yang melibatkan unit terkait
serta Komite Keselamatan Pasien, terdiri atas koordinasi, pelaporan
hasil kegiatan, monitoring evaluasi dan tindak lanjut tentang:

1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

a. Cara mengidentifikasi pasien di bagian klinis

Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi pasien di bagian


klinis (Keperawatan, Penunjang Medis, Unit Khusus, dan Gizi)
adalah sebagai berikut :

1) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi, dapat


dilakukan dengan menanyakan langsung kepada pasien;
nama lengkap (sesuai KTP /paspor / IM) dan tanggal lahir.
Bila perlu dapat digunakan identitas tambahan berupa :

– Alamat tempat tinggal pasien.

– Nama orangtua gadis ibu kandung

– No telepon rumah/ HP

– Agama.

– Pekerjaan.

2) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi


dapat dilakukan dengan menanyakan identitas pasien
kepada keluarga dan atau petugas yang mengantar pasien.

3) Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang


mengantar dengan identitas yang tertera pada gelang yang
dipakai pasien (nama lengkap, tanggal lahir)/ dengan struk
pendaftaran pasien (Poliklinik Rawat Jalan & Farmasi Rawat
Jalan)/ label identitas pada list pasien (IGD, HD)/ label
identitas pada bon permintaan pemeriksaan penunjang
(Bagian Penunjang Medik dan Laboratorium).

4) Mencocokkan identitas pada gelang/ struk pendaftaran


pasien (nama lengkap, tanggal lahir, no. rekam medis)
dengan label identitas pada rekam medis pasien (atau pada
bon permintaan pemeriksaan penunjang/ struk menu
makanan/ buku ekspedisi pasien/ buku register bayi/ resep
obat, dll)

b. Cara mengidentifikasi pasien di bagian non klinis

Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi pasien di bagian


non-klinis (Registrasi, Tempat Pendaftaran Pasien, Administrasi)
adalah sebagai berikut:

1) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi,


dilakukan dengan menanyakan langsung kepada pasien
tentang nama lengkap (sesuai

19
KTP/ paspor/ SIM) dan tanggal lahir. Bila perlu dapat
digunakan identitas tambahan berupa :

– Alamat tempat tinggal pasien.

– Nama gadis ibu kandung

– No.telepon rumah / HP

– Agama.

– Pekerjaan

2) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi,


dilakukan dengan menanyakan identitas pasien kepada
keluarga dan/ atau petugas yang mengantar pasien.

3) Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang


mengantar dengan identitas yang tertera pada:

– KTP/ SIM/ Paspor (Registrasi dan Tempat Pendaftaran


Pasien)

– Form pelayanan administrasi (Administrasi)

4) Khusus Bagian Administrasi dilakukan dengan mencocokkan


label identitas pada form pelayanan administrasi (nama
lengkap, tanggal lahir, no. rekam medis) dengan label
identitas pada lembar rincian biaya perawatan.

c. Cara mengidentifikasi bayi baru lahir

Identifikasi bayi baru lahir dilakukan dengan cara berikut:


1) Verbal, dengan menanyakan nama lengkap ibu (bayi) dan
tanggal lahir bayi

2) Visual, dengan mencocokkan identitas yang tertera pada


gelang identitas ibu dan bayi

– Nama lengkap ibu (apabila kemudian nama bayi sudah


diketahui, maka identitas pada gelang diganti dengan
nama lengkap bayi)

– Jam dan tanggal lahir bayi

– Nomor rekam medis bayi

– Jenis kelamin bayi (ditulis L/P dan dibedakan dengan


warna gelang biru muda/ pink)

d. Cara mengidentifikasi bayi baru lahir kembar


(gemeli) Identifikasi bayi baru lahir kembar dilakukan
dengan cara berikut:

1) Verbal, dengan menanyakan nama lengkap ibu (bayi) dan


tanggal lahir bayi

2) Visual, dengan mencocokkan identitas yang tertera pada


gelang identitas ibu dan bayi

– Nama lengkap ibu, diikuti angka 1, 2, 3, dst. sesuai


dengan urutan kelahiran bayi (misal By. Ny. Mawar
Harum 1, By. Ny. Mawar Harum 2, dst.). Apabila
kemudian nama setiap bayi sudah

20
diketahui, maka nama lengkap ibu diganti dengan nama
lengkap masing-masing bayi

– Jam dan tanggal lahir bayi

– Nomor rekam medis masing-masing bayi

– Jenis kelamin bayi sesuai dengan warna gelang, biru untuk


bayi laki-laki dan pink untuk bayi perempuan

e. Cara mengidentifikasi kondisi khusus mengidentifikasi kondisi


khusus di

IGD

1) Pasien koma tanpa identitas


Inisial Laki-laki : Tn. X, tanggal masuk RS
Inisial Perempuan : Ny. Y, tanggal masuk RS

2) Pasien tidak diketahui identitasnya dan masuk ke IGD


secara serentak (bersamaan)

Digunakan inisial laki-laki (X)/ perempuan (Y), diikuti numeral


sesuai dengan urutan pasien masuk dan tanggal masuk
rumah sakit Misalnya:

O Tn. X1, 25-08-13

O Tn. X2, 25-08-13, dst.

3) Apabila kemudian identitas pasien telah diketahui/ pasien


sadar sepenuhnya, maka proses identifikasi selanjutnya
dilakukan sesuai dengan identitas asli
f. Tata laksana pada kontra indikasi pemasangan gelang

1) Pasien yang menolak pemasangan gelang

Lakukan edukasi ulang oleh PenanggungJawab/ Kepala


Ruang/ Ketua Tim/ Ketua Shift, apabila pasien tetap
menolak, pasien atau keluarga mengisi surat penolakan
(format formulir penolakan tindakan)

2) Pasien alergi dengan bahan gelang

– Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis


no 14 A) pasien sebagai bukti.

– Label identitas dapat ditempelkan di baju pasien (pada


dada sebelah kanan) melalui prosedur yang sama
dengan prosedur pemasangan gelang identitas.

3) Kasus-kasus dengan penyulit, misalnya: luka bakar luas,


fraktur multipel, dan sebagainya.

– Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis


14 A) pasien sebagai Bukti.

– Label identitas dapat ditempelkan di papan nama tempat


tidur pasien

21
4) Pasien bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

– Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis


14 A) pasien sebagai bukti.

– Label identitas pasien dapat ditempelkan pada dinding


incubator melalui prosedur yang sama dengan prosedur
pemasangan gelang identitas.

5) Pasien bayi dengan cacat kongenital tidak ada anggota


ekstremitas tangan dan kaki

– Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis


14 A) pasien sebagai Bukti.

– Label identitas pasien dapat ditempelkan di tempat tidur


bayi, melalui prosedur yang sama dengan prosedur
pemasangan gelang identitas

g. Cara pemasangan gelang identitas

Perawat melakukan cek identitas pasien yang tercantum pada


label dengan rekam medis pasien

1) Beri salam dan perkenalkan diri sesuai standar layanan


keperawatan.

2) Perawat memastikan ketepatan identitas pasien dengan cara:

a) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi


dilakukan dengan menanyakan langsung kepada pasien;
nama lengkap dan tanggal lahir. Bila perlu dapat
digunakan identitas tambahan berupa :
– Alamat tempat tinggal pasien

– Nama gadis ibu kandung

– No. telepon rumah/ HP

– Agama

– Pekerjaan

b) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi


dilakukan dengan menanyakan identitas pasien kepada
keluarga dan atau petugas yang mengantar pasien.

c) Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang


mengantar dengan identitas yang tertera pada label
gelang yang akan dipakai (nama lengkap dan tanggal
lahir).

d) Pasien/ keluarga dipersilahkan membaca ketepatan


identitas pada gelang yang akan dipasang

3) Perawat melakukan edukasi pemasangan gelang identitas


mengenai:

a) Tujuan pemasangan gelang

b) Resiko kesalahan identitas yang mungkin terjadi

c) Partisipasi pasien dan atau keluarga untuk turut


memastikan ketepatan identitasnya

22
d) Macam-macam warna gelang

e) Lokasi pemasangan gelang

f) Cara perawatan gelang

g) Meminta pasien dan atau keluarga untuk aktif bertanya


dan mencocokkan pemeriksaan, tindakan medis atau
obat-obatan sebelum diberikan

h) Mendorong pasien dan atau keluarga untuk berperan


aktif dalam keseluruhan proses identifikasi dan
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan ketepatan
jenis layanan yang mereka terima

4) Perawat memasang gelang identitas kepada pasien

a) Lokasi pemasangan gelang

– Gelang identitas dewasa dan anak dipasang pada


pergelangan tangan kanan, apabila tidak
memungkinkan dapat dipindahkan ke tangan kiri/kaki
kanan/kaki kiri

– Gelang identitas bayi baru lahir dipasang pada 2 (dua)


lokasi, yaitu: tangan kanan dan kaki kiri, apabila tidak
memungkinkan dapat dipindahkan ke anggota
ekstremitas yang ada

b) Pasang sesuai ukuran pergelangan tangan pasien,


jangan terlalu ketat atau terlalu longgar

c) Pastikan gelang terkunci


5) Beri salam penutup sesuai standar layanan keperawatan

6) Dokumentasikan prosedur pemakaian gelang pada catatan


keperawatan

h. Cara pelepasan gelang identitas

1) Siapkan alat (gunting plester dan bengkok)

2) Beri salam dan perkenalkan diri sesuai standar layanan


keperawatan

3) Petugas memastikan ketepatan identitas pasien dengan cara:

a) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi


dilakukan dengan menanyakan langsung kepada pasien:
nama lengkap, tanggal lahir, bila perlu dapat digunakan
identitas tambahan berupa :

– Alamat tempat tinggal pasien.

– Nama gadis ibu kandung

– No.telepon rumah/ HP.

– Agama.

– Pekerjaan.

b) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi


dilakukan dengan menanyakan identitas pasien kepada
keluarga dan atau petugas yang mengantar pasien.
23
c) Mencocokkan jawaban pasien/keluarga/petugas yang
mengantar dengan label identitas yang tertera pada
gelang yang dipakai (nama lengkap dan tanggal lahir).

d) Mencocokkan identitas pada gelang dengan label


identitas pada rekam medis pasien (nama lengkap,
tanggal lahir, dan nomor rekam medis).

4) Perawat/Bidan memastikan pasien dan atau keluarga sudah


menyelesaikan administrasi sebelum pasien meninggalkan
ruang keperawatan (untuk pasien yang akan pulang,
meninggal dunia atau pindah Rumah Sakit lain).

5) Perawat/Bidan melepas gelang dengan cara menggunting


dengan hati-hati agar tidak melukai pasien, setelah identitas
pasien sudah tepat

6) Apabila selama perawatan gelang identitas dilepas,


pemasangan ulang segera dilakukan sesuai prosedur
pemasangan gelang

7) Beri salam penutup sesuai standar layanan keperawatan.

8) Dokumentasikan prosedur pelepasan gelang pada catatan


keperawatan

2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif

SBAR Situation, Background, Assessment,


Recommendation Apa itu SBAR?
a. SBAR adalah alat komunikasi dalam melakukan identifikasi
terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan
komunikasi antara perawat dan dokter.

b. SBAR adalah suatu mekanisme berupa acronym yang


merupakan kerangka komunikasi terutama tentang hal-hal yang
kritis yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Hal ini
memungkinkan anda menjelaskan informasi di antara anggota
tim kesehatan dan juga dapat mengembangkan kerja sama tim,
serta memperbaiki budaya keselamatan pasien.

c. SBAR terdiri atas 4 (empat) seksi pertanyaan yang


memungkinkan staf sharing informasi secara singkat padat dan
terfokus. Metode SBAR ini membantu staf untuk berkomunikasi
secara efektif dan asertif, serta menghindari pengulangan. Alat
komunikasi ini membuat staf mampu menyiapkan dan
mengantisipasi informasi yang diperlukan teman sejawat dan
mendorong pengembangan keterampilan assesmen (penilaian),
serta mampu memformulasi informasi dengan detail yang benar.

24
Bagaimana Menggunakan SBAR?

a. Situation (situasi)

1) Sebutkan identitas Anda

2) Sebutkan identitas pasien (nama, umur dan bangsal/ruangan


rawat)

3) Apa yang terjadi pada diri pasien saat ini?

4) Keluhan apa yang diungkapkan pasien kepada perawat


atau dokter. Misalnya pasien mengeluh sesak nafas

b. Background (latar belakang)

1) Apa yang melatarbelakangi sehingga pasien mengeluh atau


sesuatu terjadi pada diri pasien

2) Data-data klinis apa yang mendukung keluhan pasien (tanda


vital, pemeriksaan laboratorium, dan imaging yang
mendukung

permasalahan pasien)

Misalnya pasien mengeluh sesak nafas, maka data yang


mendukung adalah frekuensi nafas, saturasi dan analisis gas
darah.

c. Assesment (penilaian)

1) Masalah apa yang dialami pasien berdasarkan analisis


situasi dan background
2) Seberapa besar tingkat kegawatan masalah sehingga harus
dicarikan jalan keluar

Misalnya pada pasien yang mengalami sesak nafas, penilaian


dari perawat atau dokter jaga adalah pasien mengalami gagal
nafas.

d. Recommendation (tindak lanjut)

Tindak lanjut apa yang harus dilakukan untuk memecahkan


masalah diatas. Mengambil contoh pasien dengan sesak nafas
yang mengalami gagal nafas, rekomendasi yang diharapkan
adalah memindahkan pasien ke ICU

25
Tabel 1
Pelaporan Perawat Ke Dokter
Menggunakan Metode SBAR (Haig KM dkk, 2006)

Situation : a. Sebutkan nama Anda dan unit (bangsal)


b. Sebutkan identitas pasien, umur, dimana
pasien
tersebut dirawat.
c. Ceritakan dengan jelas kondisi/apa yang terjadi
pada
pasien yang membuat anda khawatir
Kata kunci “Apa yang terjadi pada pasien?”
(misalnya
sesak nafas, nyeri dada, dsb)

Sebutka diagnosis dan data klinis


Background : n pasien sesuai
kebutuhan :
a. Status kardiovaskuler (nyeri dada, tekanan
darah,
EKG, dsb)
b. Status respirasi (frekuensi pernafasan, SPO2,
analisis
gas darah, dsb)
c. Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah,
perdarahan, dsb)
d. Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb)
e. Hasil laboratorium/ pemeriksaan penunjang
lainnya

Assessment : Sebutkan problem pasien :


a. Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia
maligna,
dsb)
b. Problem gastro-intestinal (perdarahan massif
dan
syok)
Recommendatio
n : Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan):
a. Saya meminta dokter untuk :
- Memindahkan pasien ke ICU?
- Segera datang melihat pasien?
- Mewakilkan dokter lain untuk datang?
b. Pemeriksaan atau terapi apa yang
diperlukan :
- Foto Rontgen?
- Pemeriksaan analisa gas darah?
- Pemeriksaan EKG?
- Pemberian oksigenasi?
- Beta 2 agonis nebulizer?
c. Apabila ada perubahan terapi,
tanyakan :
- Seberapa sering diperlukan
pemeriksaan tanda
vital?
- Bila respon terapi tidak ada kapan harus
menghubungi dokter lagi?
d. Konfirmasi :
- Saya telah mengerti rencana tindakan pasien
- yang harus saya lakukan
Apa sebelum dokter
sampai disini?

26
Sasaran yang ingin dicapai dalam model komunikasi SBAR adalah
agar informasi yang disampaikan oleh perawat ke dokter dapat
akurat dan tepat, dalam rangka pengambilan keputusan terhadap
situasi klinis yang dihadapi pasien. Sebuah survei yang dilakukan di
Rumah Sakit Moncton memperlihatkan bahwa sebelum diterapkan
model komunikasi SBAR, sebanyak 25% dokter mengatakan tidak
puas terhadap informasi yang diberikan perawat. Akan tetapi
keadaan berubah setelah SBAR digunakan sebagai metode
komunikasi di rumah sakit tersebut.

Tehnik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment,


Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi
standar yang ingin menjawab 3 (tiga) pertanyaan, yaitu: What is it?
(apa yang terjadi), What do you need me to do? (apa yang
diharapkan dari perawat terhadap dokter yang dihubungi), When do
I have to do it? (kapan dokter harus segera ambil tindakan).
Sebelum seorang perawat menghubungi dokter, sebaiknya terlebih
dulu memeriksa pasien, mempelajari catatan medis, mengetahui
diagnosis dan masalah yang dialami pasien.

Situation. Apa yang ingin ditampilkan dalam situation adalah apa


yang terjadi pada diri pasien. Keluhan atau tanda klinis yang
mendorong untuk dilaporkan, misalnya sesak nafas, nyeri dada,
penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, dan
sebagainya.

Background. Dalam unsur background, pertanyaan yang harus


dijawab adalah latar belakang klinis apa yang menyebabkan
keluhan tersebut. Informasi yang terkandung dalam unsur
background berupa data terapi yang sudah diberikan, diagnosis
pasien dan data klinis pasien yang mendorong perawat melaporkan
pasien tersebut ke dokter. Data klinis pasien yang dilaporkan dapat
berupa data klinis terkait dengan gangguan sistem neurologis,
kardiovascular, gastro-intestinal, hasil pemeriksaan laboratorium
atau penunjang lainnya. Tentunya data klinis yang dilaporkan yang
mendukung problem pasien. Misalnya, pasien dengan penyakit paru
obstruktif, data klinis yang dilaporkan sebaiknya yang berhubungan
dengan gangguan fungsi respirasi, misalnya frekuensi nafas,
saturasi, analisis gas darah.

Assessment. Assessment atau penilaian lebih difokuskan pada


problem yang terjadi pada pasien, sehingga apabila tidak segera
diantisipasi akan menyebabkan kondisi pasien memburuk. Misalnya
pada pasien dengan penyakit PPOK, kegawatan yang mungkin
terjadi adalah gagal nafas.

27
Recommendation. Perawat menghubungi dokter tentu mempunyai
maksud tertentu, apakah perawat mengharapkan dokter segera
datang ke bangsal, atau cukup meminta pemeriksaan penunjang,
terapi yang perlu diberikan saat itu. Contoh komunikasi SBAR pada
saat perawat melaporkan kondisi pasien ke dokter.

Tabel 2

Contoh komunikasi teknik SBAR via telepon antara perawat-dokter

Situation: “Selamat siang dr. Background: “Pasien tersebut


Ahmad, yang
saya Ida perawat Baitul Ma’ruf. sedang PPOK
Saat ini menderita kesadarannya
pasien dokter, Tn. Herman, 45 menurun, nafasn
th frekuensi ya 40x/mnt
mengalami sesak nafas
serius”. dan saturasi O2 70 %”.

Assessm semaki Recommendat “Dokter


ent: “Kondisinya n ion: , apakah
lemah dan sesak, saya pikir pasien perlu segera dipindahkan
ia ke ICU?”
mengalami gagal nafas”.

Tabel 3
Konsensus Daftar Nilai Atau Hasil Kritis
Yang Segera Harus Dikomunikasikan
(diringkas dan dimodifikasi dari Doris et al., 2005)

Definisi Kategori Keterangan


Pemeriksa
an

Glukosa Tinggi (misal > 500


Darah mg/dl),
Rendah (missal < 50
mg/dl)

Kalium Tinggi (missal > 160 mEq/L),


Rendah (missal < 120
mEq/L)

Rendah (misal < 10


Bicarbonat mEq/L)

Meningkat
CKMB Meningkat mengindikasikan
adanya miokard infark
akut

Meningkat
Troponin Meningkat mengindikasikan
adanya miokard infark
akut

Tinggi (misal > 5


Lactat Acid mEq/L)

Tinggi (misal > 100


Ureum mg/dl)

Tinggi (misal > 4


Kreatinin mg/dl)

PH tinggi (misal > Menilai tingkat


Gas darah 7,6), asidosis /
PH rendah (misal <
7,2) basa

PO2 Rendah (misal < 60)

Elektrokard Mengindikasi keara miokar


iog kan h d
infark akut, aritmia maligna
ram dsb

Sinar X Effusi pleura,


dada pneumonia,
pneumothorax, dsb
CT Scan Perdarahan otak, stroke
hemorrhagies/non
hemorrhagies

28
Komunikasi Petugas/ Penunjang Medis – Dokter/ Perawat/Bidan

Metode komunikasi SBAR, tidak hanya digunakan saat terjadi


komunikasi antara perawat dan dokter, melainkan juga dapat
dimanfaatkan pada berbagai situasi, seperti:

a. Situasi kritis atau waktu yang mendesak

b. Apabila diputuskan akan membuat suatu keputusan medis dan


setiap petugas memerlukan konsistensi terhadap rencana
tindakan

c. Saat perawat atau dokter jaga menelepon dokter yang merawat


pasien/konsultasi melalui telepon

d. Saat serah terima tugas atau transisi

e. Apabila petugas membutuhkan kejelasan informasi

Tabel 4
Contoh Komunikasi SBAR Dari Petugas Penunjang Medis
Kepada Dokter/Perawat/Bidan

SBAR KETERANGAN CONTOH


Selamat siang, saya Toni
Situation Sebutkan identitas petugas
petugas penunjang klinik
(situasi) dan laboratorium , akan
ruangan/unit RS memberitahukan hasil
tempat pemeriksaan
petugas tersebut laboratorium atas nama
bertugas, dan Tn/Ny….umur….No.RM
ceritakan …….No.
Kamar..., tadi pagi pasien
dengan jelas tersebut
kondisi/situasi yang periksa lab trombosit
membuat anda
khawatir

Hasil laboratorium pagi tadi


Background Merupakan trombosit
(latar penemuan/data =
belakang) obyektif 25.000
berdasarkan
pengamatan
anda.
Laporkan yang
penting
dan relevan

penuruna
Assesment Hasil analisa anda Pasien mengalami n
terhadap situasi trombosi kemungkina bil
(penilaian) tersebut t, n a tidak
yang memerlukan ditangan
tindak i akan terjadi syok
lanjut atau dianggap hipovolemik
memiliki risiko

Recommenda Berikan usul atau (bila perawat/bidan


tion saran - menelpon )
(rekomendasi Tolon seger laporkan
) g a kepada
dokter yang merawat agar
segera
ditindaklanjuti, Terima
kasih
(bila menelpon
- dokter)
Apaka bis
h saya a langsung
menelpon
perawat/bidan untuk
memberitahu hasil ini? Atau
dokter
sendir
i yang akanmenelpon
perawat/bida
n?

29
Tabel 5
Contoh Komunikasi SBAR Petugas Non Klinis Kepada Petugas Lain

KETERANGA
SBAR N CONTOH
Situation Selamat siang mas Edi, saya Susi
(situasi) - Sebutkan nama pekarya
Baitul Ma’ruf. Air panas dan air
anda dan dingin dari
keran kamar mandi pasien tidak
unit/bangsal bisa
Ceritakan
- dengan bercampur.
jelas
kondisi/situasi
yang membuat
anda khawatir

Saat kedua keran dibuka dan diatur


Background - Merupakan untuk
(latar mendapatkan suhu air yang hangat,
belakang) penemuan/data maka
air yang keluar justru sangat panas
obyektif atau
dingin dan tidak bisa bercampur
berdasarkan dengan
pengamatan baik sesuai suhu yang diinginkan
anda pasien.
Untuk sementara pasien memakai
- Laporkan yang ember
untuk mencampur air panas dan
penting dan dingin
relevan yang dipakai untuk mandi.

Hasil analisaSaya tidak tahu pasti


Assesment anda permasalahannya
apa, tapi saya khawatir pasien bisa
(penilaian) terhadap situasi cidera
saat mandi karena air panas dan
tersebut yang dingin
memerlukan tidak bisa bercampur dengan baik.
tindak Dan hal
lanjut atauitu berpengaruh terhadap mutu
dianggap pelayanan
memiliki risiko di Baitul ma’ruf

Recommenda Saya minta anda segera datang


tion Berikan usul atau untuk
(rekomendasi
) saran datang memperbaiki nya

3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang perlu


diwaspadai (High Allert Medications)

a. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat


proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan
penyimpanan elektrolit konsentrat.

b. Implementasi kebijakan dan prosedur.

c. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan


pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil
untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.

d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien


harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted).

30
4. Sasaran IV : Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi

Penandaan Area
Operasi Definisi

Merupakan suatu cara yang dilakukan oleh ahli bedah untuk


melakukan penandaan area operasi terhadap pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan.

Tujuan

Tujuan dilakukannya penandaan area operasi meliputi;

a. Meminimalkan risiko terjadinya kesalahan pada tempat


dilakukannya operasi dan pasien.

b. Meminimalkan risiko terjaadinya kesalahan prosedur operasi.

c. Menginformasikan dan membimbing ahli bedah operasi dalam


hal metode yang digunakan pada proses penandaan tempat
operasi.

d. Memastikan bagian tubuh (anatomi) yang akan dilakukan tindakan


operasi.

Proses

a. Membuat tanda

1) Pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus


dilakukan penandaan area terlebih dahulu. Ketika proses
penandaan, pasien dilibatkan dalam keadaan terjaga/sadar
dan sebaiknya proses penandaan dilakukan sebelum induksi
anestesi.

2) Tanda yang digunakan berupa garis panah yang menunjuk


pada tempat area operasi dan dilakukan sedekat mungkin
dengan lokasi sayatan.

3) Tanda yang dibuat harus menggunakan spidol hitam


permanen dan tidak terhapus/tetap terlihat setelah dilakukan
disinfeksi dan drapping.

4) Tempat operasi yang diberi tanda berupa prosedur yang


melibatkan sayatan (permukaan kulit, spesifik digit/lesi,
lateral).

5) Semua tanda yang dibuat harus melihat catatan medis,


identitas pasien dan hasil pencitraan pasien berupa sinar X,
foto CT Scan, pencitraan elektronik, atau hasil tes lain yang
sesuai, untuk memastikan tingkat kebenaran pada proses
penandaan

b. Siapa yang memberi tanda?

1) Orang yang bertanggung jawab dalam memberikan tanda


pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi adalah
dokter yang akan melakukan tindakan/wakilnya.

31
2) Jika pada proses penandaan dilakukan oleh wakil/yang
mewakili maka dokter yang melakukan tindakan operasi
harus hadir selama prosedur penandaan area tersebut.

c. Pengecualian penandaan area operasi

1) Semua tindakan endoskopi dan prosedur invasif yang


direncanakan dianggap dibebaskan dari penandaan bedah.
Selain itu, penandaan tersebut tidak ada tanda yang telah
ditentukan akses bedahnya, seperti kateterisasi jantung dan
prosedur invasif minimal lainnya, akan dianggap dibebaskan.

2) Prosedur yang memiliki pendekatan garis tengah yang


dimaksudkan untuk satu organ tertentu yaitu operasi caesar,
histerektomi atau tyroidectomy, juga dapat dibebaskan dari
penandaan operasi.

3) Hal ini diakui bahwa tidak ada cara praktis atau dapat
diandalkan untuk menandai gigi atau selaput lendir, terutama
dalam kasus gigi yang direncanakan untuk ekstraksi.
Sebuah tinjauan catatan gigi dan radiografi dengan gigi/ gigi
harus dilakukan dan nomor anatomi untuk ekstraksi jelas
ditandai pada catatan-catatan dan radiografi.

4) Daerah lain/ bagian anatomis secara teknis sulit untuk


menandai daerah operasi meliputi bidang-bidang seperti
perineum, gembur kulit di sekitar penandaan dan neonatus
atau bayi prematur.

5) Untuk luka atau lesi yang jelas, penandaan area operasi


tidak berlaku jika luka atau lesi adalah tempat dilakukannya
tindakan pembedahan. Namun, jika ada beberapa luka atau
lesi dan hanya beberapa dari luka /lesi tersebut yang dirawat
maka penandaan area operasi harus dilakukan sesegera
mungkin setelah keputusan dibuat untuk tindakan operasi.

6) Untuk lokasi tubuh manapun yang tidak dilakukan


penandaan, harus dilakukan peninjauan verifikasi pasien dan
prosedur di 'Time Out' yang merupakan bagian dari WHO
Keselamatan Checklist. Hal ini harus dilakukan bersamaan
sesuai dengan dokumentasi yang relevan, termasuk catatan
pasien, pencitraan diagnostik (terarah dengan benar).

d. Instruksi spesifik khusus (yang tidak tercakup di atas)

1) Operasi mata

Untuk operasi mata tunggal tanda kecil harus dilakukan.


Penandaan pada aspek lateral dari mata antara canthus
lateral dan telinga, menunjuk ke mata. Pengecualiannya
adalah untuk prosedur bilateral yang direncanakan pada
kedua mata (seperti operasi juling bilateral), tetapi laterality
prosedur tersebut harus didokumentasikan dengan

32
baik. Jika tidak ada tanda yang dibuat, maka prosedur
sebagaimana dimaksud pada c.6) harus ditaati.

2) Operasi bilateral

Penandaan bilateral boleh dilakukan untuk memastikan


lokasi operasi, tetapi sebenarnya prosedur tindakan ini tidak
diperlukan. Jika memang proses penandaan tidak dilakukan
maka prosedur sebagaimana dimaksud pada c.6) harus
ditaati.

3) Operasi THT

Penandaan pada kulit yang akan dilakukan incise sangat


tepat, tetapi tindakan ini tidak tepat pada bagian mukosa
atau jaringan didalam (THT), misalnya tindakan tonsilektomi
bilateral/ adenoidectomy, laryngectomy. Dalam kasus ini
c.2)/ c.3)/ c.6) berlaku. Untuk penandaan area bedah (THT)
dimana sayatan kulit dibuat pada operasi yaitu sisi tertentu
tympanotomy dan sisi bedah harus ditandai dengan garis
yang sesuai

4) Bedah digital

Setiap digit yang dilakukan tindakan operasi harus memiliki


tanda sedekat mungkin ke daerah operasi.

5) Anestesi lokal/ blok prosedur

Tempat prosedur dilakukan tindakan anestesi terutama pada


blok lokal harus ditandai sebelum pasien diberikan anestesi
umum (jika ada yang harus diberikan) oleh dokter anestesi.
Tanda yang dibuat menggunakan spidol biru permanen,
yang berfungsi sebagai pembeda antara tanda yang
diberikan oleh dokter bedah.

Surgical Safety Cheklist

Definisi

Merupakan suatu daftar periksa yang digunakan untuk memperkuat


keselamtan pasien.

Tujuan

Check list ini dimaksudkan sebagai alat yang digunakan oleh tim
bedah (dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat) dalam
meningkatkan keselamatan pasien pada proses operasi dan
mengurangi resiko infeksi yang tidak perlu/kematian.

33
Cara menggunakan chek list

Dalam menggunakan check list ini, tim operasi harus terdiri dari
dokter bedah, dokter anestesi, perawat (asisten, scrub nurse,
circulation nurse), teknisi dan personil kamar operasi yang lain.
Semua anggota tim operasi berperan dalam memastikan keamanan
dan keberhasilan operasi.

Dalam rangka menerapkan check list selama operasi, maka satu


orang ditunjuk sebagai koordinator yang bertanggung jawab untuk
melakukan pemeriksaan keamanan pada daftar ini. Koordinator
check list yang ditunjuk berupa perawat sirkulasi/dokter yang
berpartisipasi dalam operasi tersebut.

Check list yang digunakan terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu:

a. Sign in (sebelum induksi anestesi)

b. Sebelum dilakukan incise (time out)

c. Sign out (periode selama atau segera setelah penutupan luka,


tetapi sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi).

Dalam setiap tahap, koordinator check list harus diizinkan untuk


mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum
melanjutkan ketahap berikutnya. Semua langkah harus diperiksa
secara verbal dengan anggota tim yang tepat untuk memastikan
bahwa tindakan-tindakan utama telah dilakukan.

Cara menjalankan chek list secara rinci:

a. Sign in (sebelum induksi anestesi )


Pemeriksaan keselamatan pasien pada tahap ini harus
terselesaikan sebelum dilakukan induksi anestesi. Hal ini
setidaknya membutuhkan kehadiran personil anestesi dan
perawat. Koordinator check list yang telah ditunjuk dapat
menyelesaikan bagian ini sekaligus secara berurutan.

Rincian langkah pada tahap ini yaitu :

1) Apakah pasien telah dikonfirmasi identitas, tempat,


prosedur dan persetujuan?

Koordinator Check list secara lisan menegaskan identitas


pasien, jenis prosedur yang direncanakan, tempat operasi
dan persetujuan operasi telah diberikan. Walaupun mungkin
tampak berulang-ulang, langkah ini sangat penting untuk
memastikan bahwa tim tidak melakukan tindakan operasi
pada pasien, tempat, dan prosedur tindakan yang salah.
Ketika konfirmasi oleh pasien tidak mungkin, seperti dalam
kasus anak-anak atau pasien tidak mampu, wali atau anggota
keluarga dapat memberikan konfirmasi. Jika anggota wali dan
keluarga tidak bersedia

34
atau jika langkah ini dilewati, seperti dalam keadaan darurat,
tim harus memahami mengapa tindakan ini dikerjakan dan
semua berada dalam perjanjian.

2) Apakah tempat ditandai?

Koordinator Check list harus mengkonfirmasi bahwa ahli


bedah yang melakukan operasi telah menandai tempat bedah
(biasanya dengan spidol felt-tip permanen) dalam kasus yang
melibatkan laterality (perbedaan kiri atau kanan) atau struktur
beberapa atau tingkat (misalnya jari kaki, khususnya, lesi
kulit, vertebra). Tempat tanda untuk struktur garis tengah
(misalnya tiroid) atau tructures tunggal (misalnya limpa) harus
mengikuti tradisi setempat. Konsisten dalam memberikan
tanda pada semua kasus dan mengkonfirmasikan tempat
yang benar.

3) Apakah mesin anestesi dan obat-obat telah lengkap?

Koordinator Check list melengkapi langkah berikutnya dengan


meminta dokter anestesi untuk memverifikasi penyelesaian
pemeriksaan keamanan anestesi, pemeriksaan berupa
peralatan anestesi, sirkuit pernafasan, obat-obatan dan risiko
obat anestesi pada pasien. Disamping mengkonfirmasikan
bahwa pasien sesuai untuk operasi, tim anestesi harus
menyelesaikan ABCDE, dengan melakukan pemeriksaan
peralatan Airway, Breathing sistem (termasuk oksigen dan
agen inhalasi), Suction, Obat dan Alat Darurat. Apabila
peralatan dan obat telah tersedia dan berfungsi dengan baik,
maka lakukanlah konfirmasi.

4) Apakah pulse oksimetry pada pasien telah berfungsi?


Koordinator Check list menegaskan bahwa pulse oksimeter
telah ditempatkan pada pasien dan berfungsi dengan benar
sebelum induksi anestesi. Idealnya pembacaan pulse
oximetry harus terlihat oleh tim operasi. Sebuah sistem
terdengar harus digunakan untuk mengingatkan tim untuk
denyut nadi pasien dan saturasi oksigen. Jika pulse oksimeter
tidak berfungsi dengan baik maka ahli bedah dan dokter
anestesi harus mengevaluasi kondisi pasien dan
mempertimbangkan penundaan tindakan operasi. Namun
dalam keadaan mendesak untuk menyelamatkan nyawa atau
ekstremitas pasien, persyaratan ini bisa dicabut, dan tim
harus setuju tentang perlu atau tidaknya untuk melanjutkan
operasi tersebut.

5) Apakah pasien memiliki alergi?

Koordinator Check list harus memberikan 2 (dua) pertanyaan


kepada dokter anestesi. Pertama, koordinator harus
menanyakan apakah

35
pasien memiliki alergi, jika demikian, apa jenis alerginya. Jika
koordinator mengetahui alergi yang dokter anestesi tidak
menyadari, informasi ini harus dikomunikasikan.

6) Apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas dan resiko


aspirasi? Koordinator Check list secara lisan harus
mengkonfirmasi bahwa tim anestesi secara obyektif telah
menilai apakah pasien memiliki jalan nafas yang sulit. Ada
beberapa cara untuk menilai saluran napas (seperti nilai
Mallampati, jarak thyromental, atau Bellhouse-Doré skor).
Kematian karena kehabisan napas selama anestesi masih
bencana umum global tetapi dapat dicegah dengan
perencanaan yang tepat. Jika evaluasi menunjukkan resiko
tinggi terhadap kesulitan jalan nafas (seperti skor Mallampati
dari 3 atau 4), maka tim anestesi harus mempersiapkan
proses penangannya. Proses ini minimal menggunakan
pendekatan tehnik anestesi (misalnya, dengan menggunakan
anestesi regional, jika mungkin) dan menyiapkan peralatan
darurat. Jika asisten anestesi/ahli bedah/tim keperawatan
mampu, dianjurkan untuk membantu dengan induksi anestesi.
Risiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bagian dari
penilaian jalan napas. Jika pasien memiliki gejala refluks aktif
atau perut penuh, dokter anestesi harus mempersiapkan
kemungkinan aspirasi. Risiko ini dapat dikurangi dengan
memodifikasi rencana anestesi, misalnya menggunakan
teknik induksi cepat dan meminta bantuan kepada asisten
untuk memberikan tekanan krikoid selama induksi. Untuk
pasien yang memiliki kesulitan jalan nafas atau berada pada
risiko aspirasi, induksi anestesi harus dimulai hanya ketika
dokter anestesi menegaskan bahwa ia memiliki peralatan
yang memadai dan bantuan yang berada di samping tempat
tidur pasien (meja operasi).
7) Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah > 500 ml
(7 ml/kg pada anak-anak?

Koordinator Check list meminta tim anestesi dengan


menanyakan apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah
lebih dari 500 ml selama operasi? Dimaksudkan untuk
menjamin persiapan tindakan operasi. Volume kehilangan
darah yang besar adalah salah satu bahaya yang paling
umum dan penting bagi pasien bedah, dengan resiko shock
hipovolemik meningkat ketika kehilangan darah melebihi 500
ml (7 ml/kg pada anak-anak). Persiapan yang memadai dan
resusitasi dapat mengurangi konsekuensi ini. Ahli bedah
mungkin tidak konsisten dalam mengkomunikasikan resiko
kehilangan darah. Oleh karena itu, jika dokter anestesi tidak
tahu apakah terdapat resiko kehilangan darah, ia

36
harus mendiskusikan dengan dokter bedah sebelum operasi
dimulai. Jika ada risiko kehilangan darah yang signifikan lebih
besar dari 500 ml, sangat disarankan untuk pemasangan 2
(dua) jalur infuse yang besar atau kateter vena sentral
ditempatkan sebelum insisi kulit. Selain itu, tim harus
mengkonfirmasi ketersediaan cairan atau darah untuk
resusitasi. (Perhatikan bahwa kehilangan darah diharapkan
akan ditinjau kembali oleh ahli bedah sebelum sayatan kulit ini
akan memberikan tingkat keamanan kedua. Pada tahap ini
selesai, tim dapat melanjutkan dengan induksi anestesi.

b. Time Out (sebelum dilakukan incise)

Pemeriksaan keselamatan pasien pada tahap ini harus


terselesaikan sebelum dilakukan incise pada kulit. Hal ini
membutuhkan kehadiran semua personel tim bedah. Sebelum
dilakukan tindakan incise koordinator check list yang telah
ditunjuk dapat menyelesaikan bagian ini dengan meminta waktu
jeda untuk mengkonfirmasi tahap ini secara berurutan.

Rincian langkah pada tahap ini adalah sebagai berikut:

1) Konfirmasi semua anggota tim telah menyebutkan nama


dan peran masing-masing

Anggota tim operasi dapat sering berubah. Manajemen yang


efektif dari situasi seperti ini adalah dengan membuat
sebuah pengantar yang sederhana yaitu dengan meminta
setiap orang di ruangan untuk memperkenalkan dirinya
dengan nama dan peran masing-masing yang dilakukan oleh
Koordinator Check list.
2) Konfirmasikan nama pasien, prosedur dan area yang
akan dilakukan tindakan pembedahan

Koordinator Check list meminta semua orang di ruang


operasi untuk tenang dan secara lisan akan mengkonfirmasi
nama, prosedur dan tempat operasi dilakukan untuk
menghindari operasi pada pasien yang salah atau tempat
yang salah. Misalnya, Koordinator Check list
mengumumkan, "Sebelum kita membuat sayatan kulit", dan
kemudian melanjutkan, "Apakah semua orang setuju bahwa
ini adalah X pasien, mengalami perbaikan hernia inguinalis
yang tepat?" semua tim harus sepakat dalam
mengkonfirmasi pasien ini. Jika pasien tidak dibius, akan
sangat membantu sekali dalam proses konfirmasi.

37
3) Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60
menit terakhir?

Untuk mengurangi resiko infeksi bedah, koordinator akan


bertanya dengan suara keras apakah antibiotik profilaksis
diberikan selama 60 menit sebelumnya. Para anggota tim
yang bertanggung jawab untuk antibiotik harus memberikan
konfirmasi secara verbal. Jika antibiotik profilaksis belum
diberikan, maka harus diberikan sekarang, sebelum insisi.
Apabila antibiotik profilaksis telah diberikan lebih dari 60
menit sebelumnya, maka antibiotik profilaksis tidak dianggap
tepat (misalnya kasus tanpa sayatan kulit, kasus
terkontaminasi di mana antibiotik diberikan untuk
pengobatan).

4) Peristiwa penting

Komunikasi tim yang efektif dan kerja tim yang efisien


merupakan komponen utama dari keselamatan pasien
operasi. Untuk memastikan komunikasi yang efektif
mengenai status pasien, maka Koordinator Check list harus
memimpin diskusi cepat dengan ahli bedah, staf anestesi
dan staf perawat dari bahaya yang diakibatkan oleh tindakan
operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan meminta setiap
anggota tim untuk bertanya. Selama prosedur tindakan
hanya rutinitas dan seluruh tim saling mengenal, ahli bedah
hanya dapat menyatakan, "Ini adalah kasus rutinitas, X
durasi"

Untuk dokter bedah: apa langkah-langkah kritis atau


non-rutin? Berapa lama akan terjadi mengambil? Apa
kehilangan darah yang diantisipasi?
Sebuah diskusi tentang "prosedur yang sulit (kritis) atau non-
rutin" dimaksudkan untuk menginformasikan kepada
anggota tim mengenai langkah yang akan dilakukan pada
pasien beresiko kehilangan darah yang cepat, cedera atau
morbiditas utama lainnya. Ini juga merupakan kesempatan
untuk meninjau langkah-langkah yang mungkin memerlukan
peralatan khusus, implan atau persiapan.

Untuk anestesi: apakah ada pasien-masalah spesifik?

Pada pasien yang beresiko kehilangan darah,


ketidakstabilan hemodinamik atau morbiditas besar lainnya
karena prosedur, anggota tim anestesi harus meninjau keras
rencana spesifik untuk resusitasi, dan menggunakan produk
darah. Hal ini dapat dipahami karena setiap operasi banyak
mengandung resiko yang sangat besar. Jika prosedur
operasi tidak memiliki perhatian yang spesifik dokter
anestesi hanya

38
bisa mengatakan, "Saya tidak memiliki perhatian khusus
mengenai kasus ini”.

Untuk tim keperawatan: telaah kemandulan (termasuk


hasil indikator) telah dikonfirmasi? Apakah ada
peralatan isu atau masalah?

Perawat instrumen yang menyiapkan peralatan untuk


tindakan operasi harus mengkonfirmasi secara lisan bahwa
instrumen yang disterilisasi telah sukses. Setiap hasil yang
diharapkan terhadap indikator sterilitas yang sebenarnya
harus dilaporkan kepada seluruh anggota tim dan ditangani
sebelum sayatan. Ini juga merupakan kesempatan untuk
mendiskusikan masalah pada peralatan dan persiapan
lainnya. Jika tidak ada masalah tertentu pada sterilitas
instrument/teknologinya (autoclave), maka perawat
instrumen cukup mengatakan, "Sterility telah diverifikasi dan
saya tidak memiliki masalah khusus".

5) Apakah pencitraan telah di pasang dengan benar?

Pencitraan sangat penting untuk memastikan tempat dimana


dilakukan tindakan operasi, termasuk ortopedi, prosedur
tulang belakang, dada dan reseksi tumor banyak. Sebelum
dilakukan tindakan insisi kulit, koordinator harus
menanyakan kepada dokter bedah apakah pencitraan pada
kasus ini diperlukan? Jika demikian, maka Koordinator
Check list secara lisan harus mengkonfirmasikan bahwa
pencitraan didalam ruangan harus ditampilkan secara jelas
dan benar untuk digunakan selama prosedur operasi. Jika
pencitraan diperlukan tetapi tidak tersedia, maka harus
diperoleh. Dokter bedah akan memutuskan apakah akan
melanjutkan operasi tanpa pencitraan. Pada tahap ini selesai
dan tim dapat melanjutkan dengan incise kulit.

c. Sign out (Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi)

Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi pemeriksaan


keamanan harus diselesaikan. Tujuannya adalah untuk
memfasilitasi transfer informasi penting kepada tim perawatan
yang bertanggung jawab untuk pasien setelah tindakan operasi.
Pemeriksaan dapat dimulai oleh ahli bedah, anestesi atau
perawat sirkuler dan harus dilakukan sebelum dokter bedah
meninggalkan ruangan. Hal ini dapat bertepatan pada
penutupan luka.

39
Rincian langkah pada tahap ini yaitu :

1) Perawat secara lisan menegaskan nama prosedur

Karena prosedur mungkin telah berubah atau diperluas


selama operasi, Koordinator Check list harus
mengkonfirmasikan dengan ahli bedah dan tim apa prosedur
yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan sebagai pertanyaan,
"Apa prosedur yang dilakukan?" Atau sebagai konfirmasi,
"Kami melakukan prosedur X, yang benar?"

2) Penyelesaian jumlah instrumen, spons dan jarum

Jumlah instrumen, spons dan jarum adalah kesalahan biasa,


tapi berpotensi bencana. Perawat instrumen dan perawat
sirkuler secara lisan harus mengkonfirmasi kelengkapan
instrumen, spons dan jumlah jarum. Jika ditemukan jumlah
yang tidak tepat maka tim harus waspada sehingga dapat
diambil langkah yang sesuai, seperti memeriksa linen,
sampah dan luka atau jika perlu, lakukan foto radiografi.

3) Pelabelan spesimen

Pelabelan yang salah pada spesimen patologis dapat


berpotensi bencana bagi pasien, dan telah terbukti menjadi
sumber kesalahan laboratorium. Perawat sirkulasi harus
mengkonfirmasi label yang benar dari setiap spesimen
patologis yang diperoleh selama prosedur operasi dengan
membaca nama pasien, deskripsi spesimen dan setiap
tanda orientasi dengan suara keras.

4) Apakah ada masalah peralatan yang harus ditangani


Masalah peralatan bersifat universal di kamar operasi.
Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik dapat didaur
ulang, supaya dapat digunakan kembali. Koordinator harus
memastikan bahwa masalah peralatan yang timbul selama
operasi dapat diidentifikasi oleh tim.

5) Ahli bedah, ahli anestesi dan perawat meninjau


kembali mengenai rencana pemulihan dan
pengelolaan bagi pasien

Dokter bedah, dokter anestesi dan perawat harus meninjau


rencana pemulihan paska-operasi, fokus perencanaan
pemulihan pada isu-isu intraoperatif atau anestesi yang
mungkin mempengaruhi status kesehatan pasien.

Dengan ini langkah terakhir check list pasien selesai. Jika


diinginkan, check list dapat ditempatkan dalam catatan
pasien atau ditahan untuk diperiksa kualitasnya.

40
5. Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan Hand Hygiene/Kebersihan
Tangan

Merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif


mencegah Healthcare Associated Infections (HAIs) bila dilakukan
dengan baik dan benar dan merupakan pilar dalam Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI).

Komponen sentral dari Patient Safety

– Menciptakan lingkungan yang aman

– Pelayanan kesehatan aman

Tangan merupakan media transmisi kuman tersering di rumah sakit,


memindahkan mikroorganisme/kuman dari satu pasien ke pasien
lain, dari permukaan lingkungan ke pasien.

Indikasi kebersihan tangan :

1) Segera setelah tiba di rumah sakit

2) Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien

3) Diantara kontak pasien satu dengan yang lain

4) Sesudah ke kamar kecil

5) Bila tangan kotor

6) Sebelum meninggalkan rumah sakit


7) Segera setelah melepaskan sarung tangan

8) Segera setelah keluar dari toilet atau membersihkan sekresi hidung

9) Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Tekhnik kebersihan tangan

1) Sebelum melakukan kebersihan tangan

– Pastikan perhiasan cincin (termasuk cincin kawin), gelang,


arloji, tidak dipakai.

– Penelitian: kulit dibawah perhiasan àkolonisasi yang berat,


sulit dibersihkan/dekontaminasi

2) Memakai perhiasan akan sulit saat memakai sarung tangan

Cuci tangan standar WHO

Cuci tangan sesuai 5 (lima) momen, saat monitoring ke ruang


pelayanan pasien yaitu:

a. Sebelum menyetuh pasien

b. Setelah menyentuh pasien

c. Sebelum melakukan tindakan aseptik/prosedur

d. Setelah kontak dengan cairan yang beresiko

e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien

41
Cu ci tangan dengan cara hand rub
42
Cu ci tangan dengan cara hand wash
43
6. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Cara Melakukan Pencegahan Pasien Jatuh Di Ruang Perawatan


Dewasa Langkah-langkah pencegahan risiko jatuh adalah
melakukan pengkajian risiko jatuh pasien dewasa menggunakan
formulir manajemen risiko jatuh yang telah ditentukan (menetapkan
nilai risiko jatuh, memberikan intervensi yang sesuai, dan melakukan
pengkajian ulang).

a. Pengkajian Awal

Perawat ruangan melakukan pengkajian awal risiko jatuh pada


saat menerima pasien baru atau selambat-lambatnya 2 (dua)
jam setelah menerima pasien baru dengan menggunakan
Formulir Manajemen Risiko Jatuh yang telah ditentukan

Pengkajian faktor risiko oleh perawat meliputi:

1) riwayat jatuh dalam 6 (enam) bulan terakhir

2) mobilitas goyah (tidak aman)/ lemah ketika berjalan atau


berpindah

3) status mental: tingkat kesadaran yang berubah/penurunan


kognitif/bingung

4) eliminasi: inkontinensia, urgensi, nokturia, diare

5) Penggunaan obat: anesthesia, sedative, hipnotik, diuretik,


antidiabetik, antihipertensi pengkajian yang sesuai

b. Penilaian Risiko Jatuh


Setelah melakukan pengkajian, perawat menentukan risiko jatuh
pasien dengan cara:

1) Menggunakan risiko rendah jatuh apabila tidak menemukan


faktor risiko tersebut diatas

2) Menggunakan risiko tinggi jatuh apabila menemukan satu


atau lebih faktor risiko tersebut diatas.

c. Apabila pasien berisiko tinggi jatuh maka pengkajian


dilanjutkan ke pengkajian lengkap risiko jatuh untuk
menggali lebih dalam faktor risiko jatuh pasien

Mobilitas :

1) Tidak dapat mempertahankan keseimbangan saat berdiri

2) Terdapat kelemahan ekstremitas atau perubahan gaya jalan

3) Membutuhkan bantuan saat berdiri atau berjalan

4) Pasien mengeluh sakit pada kaki atau permasalahan lain pada


kaki

44
Pengobatan dan Kondisi kesehatan

1) Polifarmasi atau mendapat obat yang mempengaruhi


keseimbangan atau tekanan darah

2) Pasien mengalami: sakit kepala atau ketidakseimbangan/


kelemahan yang berat

Status Mental

1) Tidak mampu mengikuti perintah sederhana

2) Tidak sadar akan keterbatasannya

3) Berusaha turun dari tempat tidur meski dilarang

4) Gelisah atau impulsive

Eliminasi

Membutuhkan bantuan saat BAB/BAK

d. Intervensi

Setelah menentukan risiko jatuh pasien, perawat memilih tindak


lanjut yang akan dilakukan dengan cara:

1) Apabila risiko rendah jatuh maka perawat hanya melakukan


intervensi standar minimum risiko jatuh

2) Apabila risiko tinggi jatuh maka perawat:

– melakukan intervensi standar minimum risiko jatuh


– melakukan intervensi khusus sesuai faktor risiko jatuh pasien.

– memasang gelang risiko jatuh untuk pasien dewasa


sedangkan pasien anak dan pasien ICU-ICCU-PICU-
NICU semua menggunakan gelang beresiko jatuh

– melengkapi formulir pemantauan pasien risiko tinggi jatuh

– melaporkan pasien risiko tinggi jatuh setiap pergantian shift

e. Perawat meminta tanda tangan pasien/keluarga sebagai


bukti pasien/keluarga sudah menerima dan memahami
penjelasan risiko jatuh dan pencegahannya

f. Perawat ruangan melakukan intervensi yang sudah dipilih


minimal 3 (tiga) kali dalam satu shift, atau lebih apabila
pasien berisiko tinggi jatuh

g. Pengkajian Ulang

Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga)


hari sekali atau sewaktu-waktu apabila:

1) Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi


fisik, fisiologis, maupun psikologis

45
2) Pasien pindah ruang/unit

3) Penambahan obat yang tergolong berisiko jatuh

4) Pasien mengalami insiden jatuh saat dirawat

Cara Melakukan Pencegahan Pasien Jatuh Di Ruang Perawatan


Anak

a. Pengkajian Awal

Perawat ruangan melakukan pengkajian awal risiko jatuh pada


saat menerima pasien baru atau selambat-lambatnya 2 (dua)
jam setelah menerima pasien baru dengan menggunakan
Formulir Humpty Dumpty (FHD).

b. Penilaian Risiko Jatuh

Perawat menjumlahkan skor yang didapat dari hasil pengkajian


dan menentukan risiko jatuh pasien dengan melihat hasil
penjumlahan:

a. Risiko rendah jatuh apabila skor 7-11

b. Risiko tinggi jatuh apabila skor ≥ 12

c. Intervensi

Perawat memilih intervensi pencegahan jatuh sesuai skor risiko jatuh


pasien

1) Apabila skor 7-11, maka memilih Intervensi Risiko Rendah Jatuh

2) Apabila skor ≥12, maka perawat:


– Memilih Intervensi Risiko Tinggi Jatuh

– Melengkapi formulir pemantauan pasien risiko tinggi jatuh

– Melaporkan pasien risiko tinggi jatuh setiap pergantian shift

3) Pemasangan gelang risiko jatuh dilakukan pada semua


pasien anak karena semua pasien anak dianggap berisiko
jatuh pemasangannya sesuai dengan SPO pemasangan
gelang risiko jatuh.

d. Perawat meminta tanda tangan pasien/keluarga sebagai


bukti pasien/keluarga sudah menerima dan memahami
penjelasan risiko jatuh dan pencegahannya.

e. Perawat ruangan melakukan intervensi yang sudah dipilih


minimal 3 (tiga) kali dalam satu shift, atau lebih apabila
pasien berisiko tinggi jatuh.

f. Pengkajian Ulang

Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga)


hari sekali atau sewaktu-waktu apabila:

1) Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi


fisik, fisiologis, maupun psikologis

2) Pasien pindah ruang/unit

3) Penambahan obat yang tergolong berisiko jatuh


46
4) Pasien mengalami insiden jatuh saat dirawat

Intervensi Kewaspadaan Bersama Pencegahan Pasien Jatuh

Dilakukan oleh staf medik maupun non medik untuk, pengkajian


risiko jatuh menggunakan format pengkajian untuk dewasa maupun
FHD untuk anak, sedangkan untuk pengkajian pasien ICU-ICCU-
PICU-NICU menggunakan CM ICU.

Penerapan Kewaspadaan Bersama

Kewaspadaan bersama dilakukan oleh seluruh staf/petugas


(termasuk petugas medis, perawat dan non medis) menerapkan
kewaspadaan bersama pencegahan pasien jatuh terhadap seluruh
pasien di RSI Sultan Agung Semarang.

Strategi Pencegahan Risiko Jatuh

a. Peningkatan Pelayanan Kepada Pasien

1) Melakukan ronde 1-3 jam sekali secara periodik melakukan


pemantauan untuk:

– menjamin kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi, misalnya


dengan secara periodik menawarkan bantuan BAB/BAK

– menjamin barang-barang yang dibutuhkan pasien agar


berada dalam jangkauan, misalnya mendekatkan gelas air
minum, remote, tissue, dan bel

– menjamin kenyamanan pasien dengan mengatur atau


merubah posisi tidur pasien.
2) Melakukan pemantauan medikasi
Berkolaborasi dengan farmasi klinis
untuk:

– meninjau obat-obat yang diresepkan

– mengevaluasi pasien yang mendapat obat-obat atau


kombinasi obat yang memungkinkan terjadinya jatuh, dan
obat yang meningkatkan risiko cidera akibat jatuh
(misalnya antikoagulan)

– Memberikan usulan kepada dokter yang merawat untuk


mempertimbangkan antara manfaat dan risiko jatuh akibat
obat yang digunakan

3) Meningkatkan kondisi pasien

– mobilisasi dini sesuai kondisi pasien, peningkatkan


kekuatan dan fungsi otot dan keseimbangan

– pemenuhan nutrisi dan cairan yang adekuat

47
– penatalaksanaan medis untuk penyakit pasien, misalnya
gangguan jantung, cidera otak, masalah persendian dan
tulang, dll

4) Edukasi

– Pasien dan keluarga

Pasien dan keluarga perlu diedukasi secara langsung dan


menggunakan leaflet yang berisikan cara pencegahan
jatuh yang dapat dilakukan oleh pasien dan keluarga

– Staf

Staf diedukasi mengenai cara mengidentifikasi pasien


berisiko jatuh, intervensi yang harus dilakukan dan
tindakan yang harus dilakukan apabila pasien jatuh

5) Peningkatan keamanan saat ambulasi

– pindahkan pasien ke sisi yang lebih stabil

– anjurkan pasien menggunakan pegangan

– anjurkan pasien memanggil petugas jika ingin turun dari


tempat tidur

– ajarkan penggunaan alat bantu jalan, gunakan alat bantu


yang sesuai dengan pasien

b. Penataan Lingkungan dan Fasilitas

1) Perbaikan lingkungan fisik


Yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko pasien jatuh
antara lain:

– Pencahayaan yang terang pada gang/koridor, tangga,


kamar mandi dan jalan masuk. Cahaya jangan
menyilaukan mata.

– Mengurangi penghalang dengan mengurangi penggunaan


benda-benda atau furnitur yang tidak perlu dan merapikan
kabel listrik.

– Kursi dan furnitur yang digunakan untuk menopang pada saat

pasien duduk dan bangkit berdiri tidak terlalu rendah atau


tinggi.

– Pengontrolan bahaya yang mungkin terjadi yang terdapat


dikamar mandi, seperti pegangan yang mudah terlihat dan
aman serta perekat yang berwarna mencolok sehingga
mudah terlihat dan tidak licin, lantai tidak berlumut dan
licin, letak toilet yang ditinggikan/ toilet duduk posisinya
tidak rendah dan terdapat pegangan tangan arah vertikal

– Menyiapkan alas kaki yang layak

2) Kursi dan kursi roda

Memasang sabuk pengaman pada saat duduk di kursi


roda/kursi, menggunakan kursi khusus yaitu kursi geriatri
untuk pasien geriatri,

48
memasang latex agar pasien tidak tergelincir dan
menggunakan kursi dengan tinggi sandaran tangan yang
tepat supaya dapat digunakan untuk duduk dan berdiri.

3) Tempat tidur

Memasang tempat tidur dalam posisi rendah, mengunci rem


dengan baik, dan tempat tidur mempunyai pagar pengaman.
Pagar pengaman hendaknya memagari sebagian saja, sebab
bila pagar tempat tidur penuh, memungkinkan pasien yang
bingung untuk loncat dari tempat tidur. Kasur, alas kasur dan
sprei tidak licin.

Penanganan Pasien Pasca Jatuh

Apabila pasien mengalami kejadian jatuh maka berikut ini adalah


langkah-langkah penanganannya:

a. Kaji adanya cedera dan tentukan tingkat cedera

Tingkat Cedera

0 Tidak ada cedera

1 Minor: abrasi, memar, laserasi minor yang membutuhkan


jahitan

2 Mayor: fraktur, trauma kepala/spinal

3 Meninggal
b. Kaji tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, perubahan ROM
(Range Of Motion) dan lakukan pemeriksaan GDS (Gula Darah
Sewaktu) khususnya pada pasien DM

c. Pindahkan pasien dari posisi jatuh dengan aman dan perhatikan


adanya risiko cedera spinal dan kepala

d. Beritahu dokter dan kepala ruang

e. Observasi pasien secara berkala

f. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dalam catatan


keperawatan

g. Lakukan pengkajian ulang risiko jatuh

h. Komunikasikan kepada seluruh petugas kesehatan dan keluarga


pasien bahwa pasien mengalami jatuh dan berisiko untuk jatuh
lagi

i. Buat laporan insiden keselamatan pasien dan laporkan ke


KKPRS dalam waktu 2x24 jam

j. Lakukan investigasi pasien jatuh menggunakan format


investigasi pasien jatuh untuk mengetahui faktor intrinsik dan
ekstrinsik yang berkontribusi terhadap jatuhnya pasien

49
Pelaksanaan Manajemen Resiko Klinik

1. Pelaporan insiden sentinel, KTD,KTC, KNC dari


masing-masing unit a. Pelaporan Insiden

FORMULIR LAPORAN INSIDEN ke Tim KP di RS


Rumah Sakit Islam Sultan Agung

RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL


2x24 JAM

LAPORAN INSIDEN KNC, KTC, KTD DAN KEJADIAN SENTINEL

LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)

I. DATA : ......................................................................................
PASIEN ......................... : ................................
Nama Ruangan : ........................................................ : 0-1
No MR bulan > 1 bulan – 1 tahun > 1 tahun – 5 tahun > 5
Umur * tahun – 15 tahun > 15 tahun – 30 tahun > 30 tahun –
65 tahun > 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien :
Pribadi Perusahaan*
ASKES Pemerintah JKN PBI
Asuransi Swasta JKN Non PBI

Tanggal Masuk RS : .........................................................


Jam .......................................
II.RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden

Tanggal :
..................................................................Jam ...................................
...........

2. Insiden :

............................................................................................................
...........................

3. Kronologis Insiden

............................................................................................................
...........................

............................................................................................................
............................

4. Jenis Insiden* :

Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/


Near miss Kejadian Tidak
Cedera (KTC)/ No Harm

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse Event


Kejadian Sentinel/ Sentinel Event

5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*

Karyawan : Dokter / Perawat /


Petugas lainnya Pasien
Keluarga / Pendamping pasien

50
Pengunjung
Lain-
lain .................................................................................................
(sebutkan)

6. Insiden terjadi pada* :


Pasien
Lain-
lain ...............................................................................................
(sebutkan)
Mis : karyawan/ Pengunjung/ Pendamping/ Keluarga pasien,
lapor ke K3 RS.

7. Insiden menyangkut
pasien : Pasien
rawat inap

Pasien rawat jalan

Pasien UGD

Lain-
lain .................................................................................................
(sebutkan)

8. Tempat Insiden
Lokasi
kejadian ..........................................................................................
(sebutkan)
(Tempat pasien berada).

9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus


penyakit/ spesialisasi) Penyakit Dalam dan
Subspesialisasinya
Anak dan
Subspesialisasinya
Bedah dan
Subspesialisasinya

Obstetri Gynekologi dan


Subspesialisasinya THT dan
Subspesialisasinya

Mata dan
Subspesialisasinya
Saraf dan
Subspesialisasinya
Anastesi dan
Subspesialisasinya

Kulit & Kelamin dan


Subspesialisasinya Jantung
dan Subspesialisasinya

Paru dan Subspesialisasinya


Jiwa dan Subspesialisasinya
Lain-
lain .................................................................
............................... (sebutkan)
10
. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja
penyebab .....................................................
............................ (sebutkan)
11 Akibat Insiden Terhadap
. Pasien* :
Cedera Irreversibel / Cedera
Kematian Berat
Cedera Reversibel / CederaCedera Ringan
Sedang
Tidak ada cedera

12.Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :

..........................................................................................................
..............................

..........................................................................................................
..............................

..........................................................................................................
..............................

13.Tindakan dilakukan oleh* :


Tim : terdiri
dari : .............................................................................................

Dokte
r
Peraw
at

Petugas
lainnya ...........................................................................................

51
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di
Unit Kerja lain?*
Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah
ini.
Kapan dan langkah/ tindakan apa yang telah diambil pada unit
kerja tersebut
untuk mencegah terulangnya kejadian yang
sama?
............................................................................................................
............................
............................................................................................................
............................

Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) :


BIRU HIJAU KUNING MERAH
NB. * = pilih satu jawaban
Pembuat Penerima
Laporan Laporan/
Atasan
: ............................... langsung : ............................
.... .......
(Nama terang) (Nama terang)
Para
: ............................... : ............................
f
.... Paraf .......

KKP-RS.02/2014

b. Kejadian Sentinel

1) Kejadian Sentinel adalah Kejadian Tak Terduga (KTD)


yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius/
kehilangan fungsi utama fisik secara permanen yang tidak
terkait dengan proses alami penyakit pasien atau kondisi
yang mendasarinya.

2) Kejadian sentinel harus di laporkan dari unit pelayanan


rumah sakit ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
dalam waktu 2x24 jam setelah terjadinya insiden, dengan
melengkapi Formulir Laporan Insiden.

3) Kejadan sentinel yang harus di laporkan antara lain :

a) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak


berhubungan dengan proses penyakit.

b) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang


tidak berhubungan dengan proses penyakit.

c) Salah lokasi, prosedur dan salah pasien saat pembedahan.

d) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.

e) Kekerasan/ perkosaan di tempat kerja yang


mengakibatkan kematian, cacat permanen, dan kasus
bunuh diri di rumah sakit.

52
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse event

1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse event adalah


insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.

2) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse event harus di


laporkan dari unit pelayanan rumah sakit ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ KKPRS dalam waktu
2x24 jam, setelah terjadinya insiden, dengan melengkapi
formulir laporan insiden .

3) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse event antara lain :

a) Reaksi transfusi

b) Efek samping obat yang serius

c) Significtnn medical error

d) Perbedaan signifikan diagnosa pre dan post operasi.

e) Adverse event atau kecenderungan saat dilakukan


sedasi dalam/ anasthesi.

f) Kejadian khusus yaitu outbreak infeksi.

g) Kesalahan obat

d. Kejadian Tidak Cidera (KTC)/ No Harm Inciden


1) Kejadian Tidak Cidera (KTC)/ No Harm Incident adalah
Insiden yang terpapar ke pasien, tetapi tidak
menimbulkan cidera.

2) Kejadian Tidak Cidera (KTC)/ No Harm Incident harus di


laporkan dari unit pelayanan rumah sakit ke Komite
Keselamatan Pasien dalam waktu 2x24 jam setelah
terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan
insiden.

3) Kejadian Tidak Cidera (KTC)/ No Harm Incident antara lain:

a) Pengobatan

b) Identifikasi

c) Tindakan invasive

d) Diet

e) Transfusi

f) Radiologi

g) Laboratorium

e. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/ Near Miss

1) Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/ Near Miss adalah terjadinya


insiden yang belum sampai terpapar kepasien.

2) Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/ Near Miss harus dilaporkan


dari unit pelayanan rumah sakit ke komite keselamatan
pasien dalam waktu
53
2x24 jam setelah terjadinya insiden, dengan melengkapi
formulir laporan insiden.

3) Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/ Near Miss, antara lain:

a) Pengobatan

b) Identifikasi

c) Tindakan invasif

d) Diet

e) Transfusi

f) Radiologi

g) Laboratorium

2. RCA (Route Couse Analysis) atau


Analisis Akar RCA meliputi:

a. Pelaporan Insiden

1) Kejadian sentinel

Kejadian Sentinel adalah kejadian tak terduga (KTD) yang


mengakibatkan kematian atau cidera yang serius/
kehilangan fungsi utama fisik secara permanen yang tidak
terkait dengan proses alami penyakit pasien atau kondisi
yang mendasarinya.
Kejadian sentinel harus dilaporkan dari unit pelayanan
rumah sakit ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
dalam waktu 2x24 jam setelah terjadinya insiden, dengan
melengkapi Formulir Laporan Insiden.

Kejadan sentinel yang harus di laporkan antara lain:

− Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak


berhubungan dengan proses penyakit

− Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien


yang tidak berhubungan dengan proses penyakit

− Salah lokasi, prosedur dan salah pasien saat


pembedahan. − Penculikan bayi, salah identifikasi
bayi

− Kekerasan/ perkosaan di tempat kerja yang


mengakibatkan kematian, cacat permanen, dan kasus
bunuh diri di rumah sakit

2) Kejadian KTD (Adverse event)

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse event adalah


insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse event harus di


laporkan dari unit pelayanan rumah sakit ke Komite
Keselamatan Pasien

54
Rumah Sakit/KKPRS dalam waktu 2x24 jam setelah
terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir laporan
insiden.

Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD antara lain :

− Reaksi transfusi

− Efek samping obat yang serius

− Signifikan medical error

− Perbedaan signifikan diagnosa pre dan post operasi

− Adverse event atau kecenderungan saat dilakukan


sedasi dalam/anasthesi

− Kejadian khusus yaitu outbreak infeksi

− Kesalahan obat

3) Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/ Kejadian Near Miss (Close


Call ) Kejadian Nyaris Cidera/ KNC adalah terjadinya
insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

Kejadian Nyaris Cidera/ KNC harus di laporkan dari unit


pelayanan rumah sakit ke Komite Keselamatan Pasien
dalam waktu 2x24 jam, setelah terjadinya insiden, dengan
melengkapi formulir laporan insiden.

Kejadian Nyaris Cidera/ KNC antara lain:


− Pengobatan

− Identifikasi

− Tindakan invasif

− Diet

− Transfusi

− Radiologi

− Laboratorium

b. Analisis Matriks Grading Risiko

Dari insiden sentinel event, KTD dan KNC dilakukan :

1) skor risiko = dampak x probality

− Tetapkan frekuensi pada kolom kiri

− Tetapkan dampak pada garis kekanan

− Tetapkan warna band antara frekuensi dan dampak

2) Band risiko

Band riko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam 4


(empat) warna yaitu biru, hijau, kuning dan merah

55
− Band biru dan hijau : investigasi sederahana

− Band kuning dan merah : investigasi komprehensip/ RCA

c. Analisis Matrik grading risiko sentinel event, KTD dan


KNC dengan warna bands kuning dan merah dilakukan
investigasi komprehenensif/ RCA

d. Proses pelaksanaan RCA (Root Couse Analysis)


dilakukan dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari

e. Rekomendasi dan tindak lanjut

f. Lapor Direksi

g. Sosialisasi

Pelaksanaan Asesmen Risiko Secara Proaktif

a. Failure Mode And Effects


Analysis (FMEA) Langkah-langkah
pembuatan FMEA

1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim

2) Membuat diagram proses


3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan
dampaknya

4) Memprioritaskan modus kegagalan

5) Identifikasi akar masalah

6) Redesain proses

7) Analisis dan uji prose baru

8) Implementasi dan monitor perbaikan proses

56
BAB V

LOGISTIK

A. Permintaan Barang (Stock) ke Logistik

Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua


barang yang diperlukan untuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
dalam rangka pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
RSI Sultan Agung.

Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan


barang (stock) ke logistik yaitu :

1. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit menulis


permintaan barang (stock) melalui blangko permintaan barang yang
sudah disediakan oleh Bagian Logistik.

2. Blangko permintaan barang dibubuhkan tanda tangan oleh Ketua


Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

3. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit menyerahkan


blangko permintaan barang kepada Bagian Logistik paling lambat
tanggal 6 9enam) setiap bulan.

4. Petugas Logistik menerima blangko permintaan dari bagian Komite


Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

5. Pada hari berikutnya Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah


Sakit mengambil barang yang telah diminta ke Bagian Logistik.
6. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan
pengecekan antara Blangko permintaan dengan barang yang
diserahkan.

7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Petugas


Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit menandatangani
penerimaan pada Blangko permintaan.

8. Barang yang sesuai dibawa ke Bagian Komite Keselamatan Pasien


Rumah Sakit dan dilakukan pengecekan ulang oleh Petugas Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang lain.

9. Barang yang telah diterima dicatat oleh Petugas Komite


Keselamatan Pasien Rumah Sakit ke dalam kartu inventaris barang
logistik.

10. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit menempatkan


barang pada tempat yang sudah disediakan.

B. Permintaan Barang (Non Stock) ke Bagian Logistik atau Pengadaan

Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan


barang (Non Stock) ke Logistik yaitu :

57
1. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit membuat
Permintaan Pembelian (PP) melalui blangko permintaan yang sudah
disediakan oleh Bagian Logistik.

2. Blangko Permintaan Pembelian barang di cetak dan dibubuhkan


tanda tangan oleh Ketua Komite Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.

3. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencatat ke


dalam Buku ekspedisi permintaan pembelian barang.

4. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit menyerahkan


blangko permintaan pembelian barang kepada Logistik.

5. Petugas logistik menerima Blangko Permintaan Pembelian lalu


menandatangani buku ekspedisi Permintaan Pembelian.

6. Barang akan diproses oleh Petugas Logistik.

7. Petugas Logistik menghubungi Petugas Komite Keselamatan Pasien


Rumah Sakit apabila barang telah ada dan dapat diambil.

8. Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit mengambil


barang lalu mengecek kesesuaian barang berupa :

– Kondisi Barang

– Jumlah Barang yang diminta dengan barang yang ada

9. Barang yang telah sesuai dibawa dan dicatat tanggal penerimaan


barang pada buku ekspedisi Permintaan Pembelian Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
10. Barang yang telah dibawa oleh petugas dilakukan pengecekan
ulang. Adapun yang dicek yaitu:

– Kondisi Barang

– Jumlah Barang

– Tanggal expired Barang

11. Selanjunya Petugas Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit


mencatat tanggal diterima barang dan tanggal pertama kali
digunakan barang.

12. Setelah dicatat tanggal terima barang dan pertama kali digunakan
barang, selanjutnya barang ditempatkan ke dalam tempat yang
tersedia.

C. Permintaan Barang Sesuai Dengan RKA

Rencana kerja adalah dokumen yang dihasilkan dari kegiatan merancang


sistem manajemen yang melibatkan seluruh komponen RSI Sultan Agung
mengenai apa dan siapa yang akan melakukannya, serta langkah-
langkah yang akan dilakukan guna mencapai hasil yang efektif.

Anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif


yang diukur dalam satuan moneter standar dan ukuran untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
58
Permintaan barang/anggaran RKA (Rencana Kegiatan Anggaran) yang
telah diusulkan dan telah disetujui oleh direksi diinformasikan ke unit
untuk direalisasikan pelaksanaanya di Komite Mutu, dengan langkah
sebagai berikut:

1. Anggaran masing-masing bidang dan instalasi bisa dilihat secara on


line melalui IT blog RSI Sultan agung.

2. Untuk mengajukan realisasi anggaran kepada direksi dicantumkan


dengan format yang telah ditentukan.

3. Untuk pengajuan diluar anggaran yang telah disetujui (kegiatan atau


barang tidak tercantum dalam RKA untuk mencantumkan nomor
anggaran yang dialih gunakan atau switching.

4. Format nomor anggaran untuk relisasi anggaran yang sudah disetujui


maupun switching menggunakan format sebagai berikut :

No –Kode Kategori-Kode Program dan Nama kegiatan

Contoh :

45-Mnj344-Prog17, untuk kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan


PONEK

di Kamar Bedah
59
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit


menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil.

B. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (patient


safety):

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.

2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.

3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit.

4. Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi


pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien

Adapun tata laksana keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
adalah:

1. Pelaksanaan Manajemen Tata Kelola Keselamatan Pasien meliputi :


Kebijakan, panduan, pedoman dan SPO untuk dilaksanakan proses
PDCA (Plain Do Chek and Action) di rumah sakit berupa sosialisasi,
implementasi, monitoring dan evaluasi.

2. Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien (sentinel, KTD,KTC,


KNC, Clinical Risk Management)

a. Penerapan 7 (tujuh) Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah


Sakit

1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

2) Pimpin dan dukung staf

3) Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko

4) Libatkan dan berkomunikasi dengna pasien

5) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

6) Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

7) Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien meliputi 6 (Enam)


Sasaran :

a) Ketepatan Identifikasi Keselamatan Pasien

b) Peningkatan komunikasi yang efektif

c) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.

d) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.


e) Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanana kesehatan.

f) Pengurangan resiko pasien jatuh.

60
3. Manajemen Resiko klinik

a. Pelaporan insiden: KPC, sentinel, KTD,KTC dan KNC dari masing-


masing unit

b. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar penyebab meliputi:

a) Identifikasi insiden

b) Pembentukan tim

c) Pengumpulan data

d) Pemetaan data

e) Identifikasi masalah

f) Analisis informasi

g) Rekomendasi dan solusi

h) Dokumentasi

4. Asesmen risiko secara proaktif :

Failure Mode And Effects Analysis (FMEA) terdiri atas:

a. Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.

b. Membuat diagram proses.

c. Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan


dampaknya.
d. Memprioritaskan modus kegagalan.

e. Identifikasi akar masalah.

f. Redesain proses.

g. Analisis dan uji proses baru.

h. Implementasi dan monitor perbaikan proses.

5. Pendidikan dan Pelatihan keselamatan pasien

Bersama dengan Bagian Pengembangan Staf mengadakan pelatihan


baik in house training ataupun ex house training.

6. Pelaporan program keselamatan pasien baik ke direksi maupun yayasan.

D. Daftar Nomor Telepon Penting

Sangat penting untuk menangani keadaan darurat, terutama bagi pasien.


61
Daftar Nomor Telepon Darurat Gedung RSI Sultan Agung

Nomor Telepon /
No. Keterangan Ext.
1 PPI 469

2 Patient Safety 322

3 Pos Satpam 450, 500, 501

4 Loundry 456

5 Sanitasi 558

6 Teknik 117

7 Kendaraan 565

8 Customer Service 180

9 Logistik 544

10 B. Ma’ruf 444

11 B. Syifa’ 333

12 B. Athfal 222

13 B. Rijal 536

14 B. Salam I 535

15 B. Salam 2 543

16 B. Nisa’ 1 454

17 B. Nisa’ 2 537

18 B. Izzah 1 156

19 B. Izzah 2 446

20 Hemodialisa 155

21 ICU 539

22 Operator 100/101
23 Rekam Medik 548

62
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian

Keselamatan kerja adalah sebagian ilmu pengetahuan yang


penerapannya sebagai unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar
selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaannya.
Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur keamanan dan
kesehatan kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti dalam
bekerja dan melaksanakan prosedur kerja.

B. Tujuan

1. untuk tercapainya kesehatan dan keselamatan karyawan saat bekerja


dan setelah bekerja

2. untuk lebih meningkatkan kinerja saat omset perusahaan

3. kegiatan rumah sakit berjalan lancar tanpa adanya hambatan

4. tingkat produktifitas yang optimal

C. Keselamatan Umum

1. Tempat kerja

Diperlukan ruang kerja yang sesuai dengan jumlah SDI, suasana


tenang dan terdapat ruang untuk penempatan data, sarana prasarana
serta SDI mutu
2. Ergonomis

Ergonomis lingkungan kerja SDI di Unit Mutu harus sesuai standar


ergonomis dari meja, kursi dan komputer/lap top.

3. Cahaya

Cahaya tempat kerja harus terang karena kegiatan banyak menginput


data dan analitik serta deskriptif.

4. Pencegahan mata

SDI mutu sering bekerja di depan komputer atau lap top yang terdapat
resiko radiasi cahaya komputer atau lap top maka perlu screen server
laptop atau komputer serta dukungan kaca mata dan vitamin untuk
mata.

5. Tersengat listrik

Tempat kerja banyak peralatan yang berhubungan dengan listrik


sehingga resiko tersengat listrik dan konsleting arus listrik yang dapat
mengakibatkan kerusakan data atau sistem informasi. Untuk itu
diperlukan dukungan sarana ruang, tata lokasi listrik dan bahan listrik
yang sesuai standar.

6. Kebakaran

SDI dilatih pencegahan kebakaran di lingkungan rumah sakit.

63
7. Banjir

Di lakukan pencegahan banjir saat akan kerja, pulang kerja dan saat
kerja bila terjadi proses banjir dengan koordinasi Petugas K3 atau
petugas siaga bencana.

8. Keamanan data

Keamanan data mutu hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu


yang mempunyai kode di tiap-tiap ruang atau orang yang terlibat
dalam mutu.

9. Alat Pelindung Diri

Diperlukan jika kita melakukan monitoring dan evaluasi saat


melakukan kunjungan ke lapangan sesuai unit yang dituju di dalam
perawatan/ pelayanan rumah sakit sesuai kebutuhan, antara lain
menggunakan masker, sarung tangan.

10.Cuci tangan standar WHO

Cuci tangan sesuai 5 (lima) momen yaitu saat monitoring ke ruang


pelayanan pasien:

a. sebelum menyetuh pasien

b. setelah menyentuh pasien

c. sebelum melakukan tindakan aseptic/prosedur

d. setelah kontak dengan cairan yang beresiko

e. setelah kontak dengan lingkungan pasien


64
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Dalam program menjaga mutu terdapat kumpulan masalah yang harus


diselesaikan. Setelah cara penyelesaian masalah berhasil ditetapkan,
kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan pada Program Menjaga Mutu
adalah melaksanakan cara penyelesaian tersebut sedemikian rupa sehingga
mutu pelayanan kesehatan dapat lebih ditingkatkan. Dalam program
menjaga mutu, pelaksanaan kegiatan ini tercakup dalam suatu siklus
kegiatan tertentu yang dikenal dengan nama siklus PDCA (Plan, Do, Check,
Action).

A. Pengertian

PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyusunan


rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja, pemeriksaan pelaksanaan
rencana kerja, serta perbaikan yang dilakukan secara terus menerus
dan berkesinambungan untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
kebidanan yang diselenggarakan.

B. Manfaat PDCA

1. Dapat disusun rencana kerja yang rinci mengenai cara penyelesaian


masalah yang telah ditetapkan sehingga mudah dilaksanakan

2. Dapat diketahui pelaksanaan cara penyelesaian sehingga apabila


ditemukan penyimpangan segera dapat diperbaiki sesuai dengan
kebutuhan

3. Tujuan program menjaga mutu yakni meningkatnya mutu pelayanan


dapat dicapai secara bertahap
C. Siklus PDCA Terdiri Dari 4 (empat) Tahap yaitu:

1. Perencanaan ( Plan )

Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan.


Perencanaan merupakan suatu upaya menjabarkan cara
penyelesaian masalah yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur
rencana yang lengkap serta saling terkait dan terpadu sehingga
dapat dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan cara
penyelesaian masalah. Hasil akhir yang dicapai dari perencanaan
adalah tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang
akan diselenggarakan.

Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung


setidak-tidaknya 7 (tujuh) unsur rencana yaitu:

a. Judul rencana kerja (topic),

b. Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang


dihadapi (problem statement),

65
c. Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan
target yang ingin dicapai (goal, objective, and target),

d. Kegiatan yang akan dilakukan (activities),

e. Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization and


personnels)

f. Biaya yang diperlukan (budget),

g. Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).

2. Pelaksanaan ( Do )

Tahapan kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang


telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut membutuhkan
keterlibatan staf lain di luar anggota tim, perlu terlebih dahulu
diselenggarakan orientasi sehingga staf pelaksana tersebut dapat
memahami dengan lengkap rencana yang akan dilaksanakan.

Pada tahap ini diperlukan suatu kerjasama dari para anggota dan
pimpinan manajerial. Untuk dapat mencapai kerjasama yang baik,
diperlukan keterampilan pokok manajerial, yaitu :

a. Keterampilan komunikasi (communication) untuk menimbulkan


pengertian staf terhadap cara penyelesaian mutu yang akan
dilaksanakan

b. Keterampilan motivasi (motivation) untuk mendorong staf


bersedia menyelesaikan cara penyelesaian masalah mutu yang
telah direncanakan
c. Keterampilan kepemimpinan (leadershifp) untuk
mengkordinasikan kegiatan cara penyelesaian masalah mutu
yang dilaksanakan

d. Keterampilan pengarahan (directing) untuk mengarahkan


kegiatan yang dilaksanakan.

3. Pemeriksaan (Check)

Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa


kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang
telah ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan untuk mengetahui :

a. Sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian


masalahnya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

b. Bagian mana kegiatan yang berjalan baik dan bagaian mana


yang belum berjalan dengan baik

c. Apakah sumber daya yang dibutuhkan masih cukup tersedia

d. Apakah cara penyelesaian masalah yang sedang dilakukan


memerlukan perbaikan

66
Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian
masalah, ada 2 (dua) alat bantu yang sering dipergunakan yakni:

1) Lembaran pemeriksaan (check list)

Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan


untuk mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang
terjadi. Langkah pembuatan lembar pemeriksan adalah:

− Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati

− Tetapkan jangka waktu pengamatan

− Lakukan perhitungan penyimpangan

2) Peta kontrol (control diagram)

Peta kontrol adalah suatu peta/grafik yang mengambarkan


besarnya penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu. Peta kontrol dibuat bedasarkan lembar
pemeriksaan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
pembuatan peta kontrol adalah :

− Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum

− Tentukan prosentase penyimpangan

− Buat grafik penyimpangan

− Nilai grafik

4. Perbaikan (Action)
Tahapan keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan
rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila
perlu mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian
masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki
tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau
kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari
kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.

Untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan proses PDCA di


Komite Mutu kami melakukan pengendalian mutu sebagai berikut :

67
Angka pelaporan insiden, near miss, adverse event dan sentinel event

Unit Perawatan ≤2 X 24 Jam

a. Profil / kamus profil

Angka pelaporan insiden near miss,


Judul Indikator adverse
event dan sentinel event unit perawatan
≤2 X
24 Jam
Kesinambungan pelayanan dan
Dimensi Mutu keselamatan

Tergambarnya angka pelaporan insiden


Tujuan near
miss, adverse event dan sentinel event
unit
perawata
n
≤2 X 24 Jam

yang
Definisi Operasional Jumlah form Insiden melaporkan
kejadian near miss, adverse event dan
sentinel
event sampai dengan
unit perawatan di
menggunaka
Komite Safety dengan n
dokumentasi pelaporan insiden dalam
waktu ≤
2 X 24 jam sejumlah
≥60 %

Frekuensi Pengumpulan
Data 1 (satu) bulan

Periode Analisis 3 (tiga) bulan


Pengkajian awal RI pasien baru di IGD
Numerator selesai
dalam 24 jam

∑ laporan adverse event ≤2 x 24 jam dari


Denumerator unit
rawat
perawatan

∑ total pelaporan Iisiden adverse event


Sumber Data dari
unit perawatan

Standar ≥60 %

KPRS, Manajer
Penanggungjawab Keperawatan

b. Formula

Pengkajian awal RI pasien baru di IGD selesai


dalam 24 jam
jumlah unit yang sampelnya sesuai
populasi x 100%

jumlah total unit yang melaksanakan dan


melaporkan pengukuran indikator mutu

68
Angka kelengkapan pelaporan insiden internal dengan
investigasi sederhana

Angka kelengkapan pelaporan insidne


Judul Indikator internal
dengan invstigasi
sederhana

Kesinambungan pelayanan dan


Dimensi Mutu keselamatan

Tergambarnya angka pelaporan insiden


Tujuan dengan
investigasi sederhana di unit pelayanan
pasien
rumah sakit

Jumlah form insiden internal dengan


Definisi Operasional grading
biru dan hijau yang lengkap dan ditindak
lanjuti
dengan investigasi sederhana sesusai
dengan
waktu di unit pelayanan pasien yang
dilaporkan
ke KKP-RS sejumlah ≥60
%.

Frekuensi Pengumpulan
Data 1 bulan

Periode Analisis 3 bulan

Jumlah insiden yang dilaporkan lengkap


Numerator dan di
tindnak lanjuti investigasi sederhana
lengkap
sesuai waktu

∑ total insiden yang dilaporkan dan


Denumerator ditindak
lanjuti investigasi
sederhana

∑ total pelaporan Insiden dan hasil


Sumber Data investigasi
sederhana sesusai waktu dari unit
pelayanan
rumah sakit.

Standart ≥60 %

KPRS, Manajer
Penanggungjawab Keperawatan

Formula

jumlah unit yang sampelnya sesuai


populasi x 100%

jumlah total unit yang melaksanakan dan


melaporkan pengukuran indikator mutu
69
BAB IX

PENUTUP

Telah disusun Buku Pedoman Pelayanan Komite Keselamatan Pasien RSI-


SA, yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan Bagian
Komite Keselamatan Pasien RSI Sultan Agung dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan di rumah sakit.

Buku Pedoman Pelayanan Komite Keselamatan Pasien RSI Sultan Agung ini
disusun dengan harapan dapat menjadi acuan dan pedoman bagi kita,
khususnya yang bertugas di Komite Keselamatan Pasien. Pedoman kerja
Komite Keselamatan Pasien ini akan ditinjau ulang secara periodik, oleh
sebab itu masukan yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Akhirnya kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Buku Buku Pedoman Pelayanan Komite
Keselamatan Pasien RSI Sultan Agung, semoga Allah SWT selalu menyertai
pekerjaan kita.

Semarang, 17 Januari 2014


Rumah Sakit Islam Sultan Agung

dr. Masyhudi AM., M. Kes


Direktur Utama

70

Anda mungkin juga menyukai