Pembimbing:
Disusun oleh:
Patricia Renata
11.2016.118
FAKULTAS KEDOKTERAN
Kesimpulan: Asupan n-3 dan n-6 tidak berhubungan dengan DED, namun konsumsi n-
3 yang tinggi dan n-6 yang cukup memiliki efek protektif terhadap MGD dalam sampel
perempuan postmenopause yang banyak ini.
Abstract
PURPOSE: To evaluate the relationship between omega-3 (n-3) and omega-6 (n-6)
fatty acids with dry eye disease (DED) and meibomian gland dysfunction (MGD).
DESIGN: Cross-sectional study.
METHODS: Postmenopausal women (n=439) underwent a clinical evaluation and
completed the Vio Food Frequency Questionnaire to estimate their dietary intake of n-
3s and n-6s. Subjects were categorized into 2 binary classifications based on whether or
not they had (1) DEDand (2) MGD. Mean intake of dietary fatty acids was compared
with 2-sample t tests. Univariate logistic regression models were used to estimate the
odds ratios for each condition associated with each quintile of n-3s,n-6s, and n-6:n-3
ratios.
RESULTS: For DED vs non-DED, there were no significant differences in n-3 intake
(1.95 ± 1.47 g vs 1.92 ± 1.24 g, P =.86), n-6 intake (15.58 ± 11.56 g vs 15.44 ± 10.61 g,
P =.91), and n-6:n-3 (8.30 ± 2.57 vs 8.30 ± 2.57, P =.99). For MGD vs non-MGD,
there were no significant differences in n-3 intake (1.87 ± 1.35 vs 1.96 ± 1.39, P =.61),
n-6 intake (15.26 ± 11.85 vs 15.62 ± 10.93, P =.80), and n-6:n-3 (8.35 ± 2.94 vs 8.28 ±
2.42, P =.84). The odds ratios (OR) for DED did not differ significantly from 1.0 for n-
3, n-6, or n-6:n-3. High n-3 consumption (OR =0.22 [0.06–0.78]) and moderate n-6
consumption (OR = 0.37[0.15–0.91]) were associated with a decreased frequency of
MGD.
CONCLUSIONS: Dietary consumption of n-3s and n-6s showed no association with
DED, but high n-3 consumption and moderate n-6 consumption were protective against
MGD in this large sample of postmenopausal women.
Pendahuluan
Dry eye disease (DED) dan disfungsi kelenjar meibom (MGD) diketahui sebagai
kelainan yang bersangkutan yang sering memiliki manifestasi klinis yang tersaru.
Qualitas yang buruk dan/atau penurunan aliran meibum dapat menyebabkan penipisan
lapisan lemak di lapisan air mata (tear film) sehingga air mata mudah menguap.1
Meski studi dari Miljanovic dkk9 merupakan penelitian penting dalam hubungan
nutrisi dengan penyakit permukaan okular, studi ini tidak dirancang untuk mengevaluasi
MGD, untuk mengkonfirmasi keberadaan MGD atau DED dengan pemeriksaan klinis,
atau yang berfokus dalam perempuan postmenopause. Karenanya, tujuan analisis ini
adalah untuk menilai apakah konsumsi asam lemak n-3 dan n-6, dan rasio keduanya,
yang dihubungkan dengan perubahan frekuensi DED atau MGD yang terkonfirmasi
klinis dengan sampel perempuan postmenopause yang besar.
Metode
Studi kros seksonal dalam suatu pusat dilakukan dengan latar akademis untuk
menilai perbedaan DED dan mata normal sehat dalam perempuan postmenopause,
terutama dihubungkan dengan struktur dan fungsi kelenjar meibom. Penelitian ini
dilakukan dengan mengikuti prinsip Deklarasi Helsinki, dan protokol penelitian ini
disetujui oleh Institutional Review Board di Ohio State University. Dilakukan informed
consent kepada semua subjek, dan kerahasiaan dijaga sesuai aturan HIPAA Privacy
Rule.
Kriteria inklusi dan desain penelitian: Subjek direkrut dari berbagai sumber;
sebuah database klinis untuk pasien yang tertarik untuk mengikuti penelitian klinis
mata, selebaran, rujukan, dan dari mulut ke mulut. Untuk menjadi subjek penelitian,
semua subjek melalui proses seleksi dengan skrining lewat telefon dan kunjungan
klinis. Untuk memastikan bahwa hanya perempuan postmenopause yang menjadi
subjek penelitian, hanya perempuan dengan amenorrhea selama minimal 12 bulan di
atas usia 50 yang diseleksi. Skrining awal lewat telefon dilakukan untuk merekrut
subjek dengan rasio 1:1 dalam 2 kategori: (1) potensi DED atau (2) kontrol normal
berusia serupa dengan rentang 1 dekade. Untuk dianggap subjek dengan potensi
DED, subjek harus melaporkan diagnosis DED sebelumnya atau menjawab ‘sering’
atau ‘selalu’ dalam pertanyaan berdasarkan 2 gejala dari survey yang divalidasi oleh
Schaumberg dkk.12 Selanjutnya, subjek kategori 1 dieksklusi jika sedang menjalani
pengobatan mata; menjalani operasi mata dalam 12 bulan terakhir (kecuali yttrium-
aluminium-gamet capsulotomy); memiliki kelainan anatomis kelopak mata; telah
didiagnosa dengan penyakit di segmen anterior, termasuk alergi okular, blefaritis,
infeksi kornea, pterigium, pinguekula, atau distrofi kornea; atau menjalani terapi
pengganti hormon dalam 1 bulan terakhir. Untuk menjadi subjek kategori 2, subjek
harus menyangkal pernah didiagnosis DED sebelumnya dan menjawab ‘tidak
pernah’ atau ‘jarang’ dalam pertanyaan berdasarkan 2 gejala dari survey yang
divalidasi oleh Schaumberg dkk: (1) “Seberapa sering mata Anda terasa kering?” dan
(2) “Seberapa sering mata Anda terasa teriritasi?”.12 Selanjutnya, semua kontrol
normal diharuskan memenuhi kriteria eksklusi yang disebutkan di atas. Individual
yang memenuhi skrining telefon kemudian dijadwalkan untuk kunjungan klinis.
Kunjungan klinis terdiri dari pertanyaan kuesioner yang telah validasi, dan
beberapa uji klinis untuk DED. Subjek yang memenuhi Ocular Surface Disease
Index (OSDI; Allergan, Inc, Irvine, California, Amerika Serikat)13 dan Vio Food
Frequency Questionnaire (VioFFQ; VioCare, Inc, Princeton, New Jersey, Amerika
Serikat).14 Pemeriksaan klinis terdiri dari, berdasarkan urutan pemeriksaan,
pengambilan sampel dari mata kanan untuk osmolaritas (TearLab Osmolarity
System, TearLab Corp, San Diego, California, Amerika Serikat), pemeriksaan
permukaan okular dan kelenjar meibom secara komprehensif dengan slit-lamp
biomikroskopi, tear break-up time (TBUT) floresens, pewarnaan kornea floresens
dengan filter Wratten #12 (NEI Dry Eye Workshop15), pewarnaan konjungtiva
lissamine green (NEI Dry Eye Workshop scale15), dan uji Schirmer I. 10 kelenjar
meibom sentral dari palpebra inferior diperiksa untuk ekspresibilitas dengan skala
yang disandur dari Report of the Diagnosis Subcommittee of the MGD Workshop
(0=normal, 1=berkabut, 2=granular, 3=inspissated. 4=tidak ada sekresi).16
kedua, MGD didefinisikan sebagai memiliki meibum glanural dengan tekanan jari
(rata-rata kualitas kedua mata ≥2 dari skala 0-4). Subjek yang tidak memenuhi
kriteria ini dikategorikan dalam non-MGD
Penentuan asupan asam lemak: Kuesioner VioFFQ adalah alat yang tervalidasi,
berdasarkan komputer yang mengumpulkan informasi perilaku dan pola diet untuk
menghasilkan estimasi asupan nutrisi. Kuesioner ini telah diubah nama menjadi
VioScreen, meski nama asalnya tetap digunakan dalam manuskrip ini untuk
menghindari terminologi anakronistik. Dari kuesioner ini, rerata asupan asam lemak
n-3 dan n-6, serta rasio n-6:n3 dinilai untuk memprediksi hubungannya dengan
DED/non-DED dan MGD/non-MGD. Sistem ini dikembangkan berdasarkan
Women’s Health Initiative yang disponsori oleh National Institutes of Health, salah
satu penilitian klinis terbesar untuk kesehatan perempuan postmenopause terkini di
Amerika Serikat,18 dan karenanya terutama sensitif terhadap asupan lemak.19
VioFFQ mengukur frekuensi diet berbagai makanan yang umum dalam 90 hari
terakhir. Nutrition Coordinating Center di University of Minnesota, Division of
Epidemiology and Community Health, mengelola Food and Nutrient Database yang
digunakan untuk menghasilkan estimasi asupan nutrien dalam VioFFQ. Semua data
dari subjek dengan aman diunduh untuk analisis eksternal dan estimasi nutrien asam
lemak omega. VioFFQ baru-baru ini telah dievaluasi dan dianggap sebagai alat yang
dapat dipercaya, akurat, dan valid untuk mengumpulkaan data nutrisi.20
satu arah digunakan untuk menganalisa perbedaan asupan n-3, n-6, dan rasio n-3:n-6
di kuinil n-3, kuintil n-6, dan kuintil n-6:n-3. Test x2 digunakan untuk menganalisa
perbedaan frekuensi DED dan MGD di semua kuintil.
Hasil
439 subjek dimasukan dalam studi mata kering dalam menopause (Gambar 1).
Untuk studi ini, 116 individual (26.4%) dieksklusikan karena tidak memenuhi
suplementasi baseline dengan suplemen asam lemak omega dan 1 individual (0.2%)
tidak memiliki data suplemen yang lengkap, menyisakan 322 (73.3%) subjek termasuk
dalam analisa statistik. Dari 322 subjek, 192 (59.6%) dikategorikan memenuhi kriteria
DED, dan 130 (40.4%) dikategorikan dalam non-DED. Untuk komponen MGD, 3 dari
322 subjek yang sama (0.9%) memiliki data yang tidak lengkap, menyisakan 319
(99.1%) subjek yang dapat dianalisa. Dari subjek ini, 87 (27.3%) diklasifikasikan dalam
MGD, sedangkan 232 (72.7%) diklasifikasikan dalam non-MGD.
Data klinis dari kedua klasifikasi ditampilkan dalam Tabel 1. Grup DED
mendemonstrasikan stratifikasi sangat baik dengan berbeda signifikan dari grup non-
DED dalam nyaris semua parameter, meskipun hanya 2 parameter yang dibutuhkan
untuk mendiagnosa DED; frekuensi mata kering, frekuensi mata iritasi, pewarnaan
kornea, ismolaritas, TBUT, dan Schirmer (semua P <0.0001). Hanya kualitas meibom,
seperti yang diharapkan, tidak memiliki signifikansi secara statistik diantara 2 grup
(P=0.48). Namun untuk klasifikasi MGD, hanya TBUT (P=0.003) secara statistik
signifikan. Semua parameter klinis menunjukan tidak ada perbedaan signifikan dari
grup non-MGD, yang konsisten dengan nilai terekspektasi untuk setidaknya 1 MGD,
yang akan dibahas berikut.
Dari semua subjek, rentang konsumsi n-3 adalah 0.06-11.08 g per hari, dan rasio
dari konsumsi n-6 adalah 0.42-87.86 g per hari. Rasio dari n-6:n-3 memiliki rentang
dari 3.31 sampai 21.45. Tabel 2 menampilkan mean asupan harian dari n-3, n-6, dan
rasio n-6:n-3 dari semua klasifikasi. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik dari rasio asupan n-3, n-6, dan n-6:n-3 pada mereka dengan DED dibandingkan
dengan tanpa DED. Begitu pula tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik
dalam asupan n-3, n-6, dan rasio n-6:n-3 pada mereka dengan MGD dibandingkan
dengan tanpa MGD.
Tidak ada perbedaan dari frekuensi DED atau MGD diantara kelima kuantil dari
asupan n-3, n-6, dan rasio n-6:n-3. Frekuensi DED dan MGD tetap serupa, terlepas dari
jumlah atau tipe asam lemak omega yang dikonsumsi dalam diet. Dengan n-3, n-6, dan
rasio n-6:n-3, terdapat perbedaan signifikan dari faktor usia diantara kelima kuantil,
dimana subjek yang lebih muda cenderung memiliki jumlah n-3 dan n-6 yang lebih
tinggi, dan rasio n-6:n-3 yang lebih tinggi (P=0.002, P=0.003, dan P=0.004). Mean
perbedaan usia adalah 6.2 tahun diantara kuantil 1 dan kuantil 5, berdasarkan dari hasil
analisa n-3. Meskipun signifikan secara statistik, perbedaan ini kira-kira 10% dari rerata
usia subjek dan sepertinya tidak merepresentasikan perbedaan yang signifikan secara
fisiologis ataupun relevan secara klinis.
Pengkajian dari jumlah relatif asupan asam lemak omega menggambarkan pola
konsumsi yang menarik (Tabel 2). Konsumsi n-3 meningkat dari kuantil 1 sampai
kualtil 5, asupan n-6 juga menggambarkan kenaikan (P<0.0001); namun rasio n-6:n-3
menurun (P<0.0001), yang menggambarkan peningkatan konsumsi n-3 dan -6 tidaklah
porposional. Dengan kata lain, subjek pada kuantil yang lebih tinggi lebih
mengkonsumsi makanan yang lebih kaya dalam n-3 daripada n-6, sehingga rasio n-6:n-
3 mereka menjadi lebih sedikit secara signifikan. Demikian pula dalam analisa n-6,
terdapat peningkatan yang tidak porporsional dari konsumsi n-6 dan n-3 dalam kelima
kuantil (P<0.0001), yang bermanifestasi dalam peningkatan signifikan dari rasio n-6:n-3
(P<0.0001). Subjek dalam kuantil yang lebih tinggi lebih mungkin mengkonsumsi
makanan yang lebih kaya dalam n-6 dibandingkan n-3. Dalam analisa rasio n-6:n-3,
peningkatan rasio diantara 5 kuantil terutama didorong oleh konsumsi n-6 (P<0.0001),
dimana tidak ada perbedaan signifikan dalam konsumsi n-3 diantara kuantil (P=0.09).
Hasil ini menggambarkan individu dengan rasio n-6:n-3 tinggi memiliki hasil demikian
karena tingginya asupan n-6, tidak karena adanya defisiensi konsumsi n-3.
Model logistik regresi univariat digunakan untuk mengestimasi odds ratio (OR)
dari setiap kuantil dan setiap kondisi permukaan okular dengan memperhitungkan
asupan n-3, n-6, dan rasio n-6:n-3 (Gambar 2-4). Setelah menyesuaikan dengan semua
variabel, OR untuk DED tidak berbeda secara signifikan dari 1.0 diantara kelima kuantil
untuk asupan n-3, n-6, dan rasio n-6:n-3. Subjek dengan tingkat konsumsi n-3 tertinggi
(2.54-11.08 g) menggambarkan penurunan frekuensi MGD dari kedua model (OR=0.27
[0.09-0.87] dan OR=0.22 [0.06-0.78]). Tidak ada kuintil n-3 lain yang berhubungan
dengan peningkatan atau penurunan frekuensi MGD. Untuk konsumsi n-6, kuintil 3
(11.33-14.56 g) menggabarkan penurunan frekuensi MGD pada kedua model (OR=0.39
[0.17-0.92] dan OR =0.37 [0.15-0.91]). Tidak ada kuintil n-6 lain yang berhubungan
dengan peningkatan atau penurunan frekuensi MGD.
Rasio n-6:n-3 juga dibagi menjadi 4 rentang: <4:1, ≥4:1 sampai <10:1, ≥10:1
sampai <15:1, dan ≥15:1.9 Odds ratio tidak berbeda secara signifikan dari 1.0 untuk
semua kategori DED dan MGD, terlepas dari model logistik regresi yang digunakan
(Tabel 4).
Diskusi
Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengevaluasi apakah diet tinggi n-3 dan
rendah n-6 memiliki efek proteksi terhadap DED dan MGD dalam perempuan
postmenopause. Dari sampel yang terdiri dari 320 subjek ini, tidak ada peningkatan atau
penurunan frekuensi DED yang ditemukan berhubungan dengan asupan asam lemak
omega, bahkan pada subjek dengan tingkat konsumsi n-3, n-6, dan rasio n-6:n-3 yang
ekstrim. Meskipun demikian, pada MGD, konsumsi tinggi n-3 dan konsumsi cukup n-6
Gambar 2: Plot OR konsumsi n-3 dengan DED dan MGD pada perempuan
postmenopause
Gambar 3: Plot OR konsumsi n-6 dengan DED dan MGD pada perempuan
postmenopause
Gambar 4: Plot OR rasio konsumsi n-6:n3 dengan DED dan MGD pada perempuan
postmenopause
berhubungan dengan penurunan frekuensi penyakit. Tidak ada hubungan rasio n-6:n-3
yang ditemukan dengan MGD. Berdasarkan dari hasil ini, konsumsi n-3, n-6, dan rasio
n-6:n-3 tampak tidak berhubungan dengan angka kejadian DED pada perempuan
postmenopause, meskipun konsumsi asam lemak omega tampak memiliki hubungan
dengan angka kejadian MGD. Penelitian ini tidak menganalisa efek terapi suplementasi
n-3 pada pasien dengan penyakit permukaan okular.
Peran protektif asam lemak omega dalam MGD secara spesifik sangat kurang
diteliti, mungkin karena peran inflamasi dalam patofisiologi MGD dianggap terjadi
secara sporadik.1 Secara teori, penurunan kejenuhan molekul asam lemak, yang dapat
ditemukan dalam asam lemak tak jenuh jamak, dapat menurunkan tititk leleh meibum,
sehingga meningkatkan fluiditas dalam temperatur fisiologis. Namun sejauh
pengetahuan kami, teori ini belum didukung literatur dan tidak akan menunjukan
respons yang berbeda terhadap n-3 dan n-6, mengingat keduanya adalah asam lemak tak
jenuh jamak. Dalam penelitian ini, kami menemukan odds ratio yang lebih rendah
dalam MGD dengan asupan tinggi n-3, kemungkinan berhubungan dengan penurunan
inflamasi dan peningkatan aliran meibum. Kami juga menemukan bahwa asupan n-6
dalam rentang tertentu (11.33-14.56 g per hari) berhubungan dengan penurunan
frekuensi MGD. Sangat memungkinkan terdapat suatu rentang ideal asupan n-6; namun
mungkin pula jumlah subjek MGD yang lebih sedikit (n=87) dibandingkan subjek non-
MGD (n=232) menyebabkan error tipe I. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk lebih
membuktikan hubungan-hubungan ini dan untuk lebih meneliti mekanisme yang
mendasari hubungan asam lemak omega dengan MGD secara spesifik.
Prevalensi MGD dalam penelitian berbasis populasi telah melaporkan hasil yang
bervariasi, di antara 3.5%-69.3%, dengan jumlah yang lebih sedikit di populasi kulit
putih dan jumlah yang lebih tinggi di populasi Asia.21-26 Dalam sebuah sampel yang
terdiri dari 398 subjek dari California, 38.9% ditemukan memiliki sekresi meibum yang
berkabut atau tidak ada dari palpebra inferior.27 Dalam analisis kami, kami
mendefinisikan MGD sebagai penurunan kualitas meibum yang relevan secara klinis
dengan nilai 2 dari skala 0-4. Dari 319 subjek dalam analisa MGD/non-MGD, 87
(27.3%) memenuhi kriteria di atas. Subjek kami direkrut dari Ohio, dominan kulit putih,
dan seluruhnya postmenopause, yang menghasilkan prevalensi yang sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya mengenai frekuensi dan/atau prevalensi MGD. Variabilitas
dalam definisi penyakit merupakan masalah dalam literatur epidemiologi MGD dan
DED. Untuk penelitian ini, digunakan algoritma diagnostik sederhana berdasarkan
MGD Workshop tahun 2011. Semua subjek yang memenuhi kriteria untuk MGD
stadium 1 (asimptomatik, tanda klinis berdasarkan ekspresi kelenjar, dan tidak ada stain
permukaan okular), seperti yang dijelaskan dalam Executive Summary28 dianggap
memiliki MGD. Seperti yang dilaporkan Report of the Diagnosis Subcommittee,16
ekspresi kelenjar kebanyakan didasarkan kualitas meibum menggunakan skala serupa
dengan yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, nilai 1 diterima
sebagai normal, namun nilai >1 dianggap abnormal. Karenanya, kami menggunakan
titik batas ≥2 agar sesuai dengan Report of the MGD Workshop. Meskipun definisi
MGD yang lebih longgar (contoh: kualitas meibum ≥1) akan menghasilkan frekuensi
yang lebih banyak, tujuan kami adalah untuk fokus terhadap signifikasi klinis yang
terdapat pada grade 2 atau lebih.
Analisis ini gagal mencapai hasil yang serupa dengan penelitian Miljanovic dkk
dari Women’s Health Study,9 yang menemukan bahwa perempuan dengan konsumsi n-3
lebih tinggi memiliki resiko lebih rendah untuk DED, sementara perempuan dengan
rasio n-6:n-3 yang lebih tinggi lebih beresiko untuk menderita DED. Penting untuk
diingat bahwa DED tidak dikonfirmasi secara klinis dalam Women’s Health Study, yang
mungkin merupakan salah satu penyebab perbedaan hasil ini. Selain itu, Women’s
Health Initiative adalah penelitian longitudinal, yang memungkinkan penulis untuk
menganalisa insidens DED dalam kurun waktu 4 tahun. Penelitian kami adalah suatu
penelitian kros-seksional, dan karenanya menilai frekuensi DED dan MGD pada
perempuan postmenopause. Terlepas dari perbedaan ini, hasil kami sesuai dengan
penelitian dari Galor dkk.29 Mereka melaporkan bahwa tidak ditemukan efek diet tinggi
asam lemak n-3 dengan DED yang terkonfirmasi klinis dalam sampel 247 laki-laki
dengan rentang usia 55-95 tahun. Sepanjang pengetahuan penulis, ketiga laporan ini
adalah satu-satunya penelitian yang menganalisa asupan asam lemak omega dengan
menggunakan FFQ yang berbasis komputer dengan membandingkannya dengan DED
dan MGD.
Terdapat 2 perbedaan signifikan dari desain penelitian ketiga studi ini: jenis
kelamin (seluruhnya perempuan dan seluruhnya laki-laki), status menopause (tidak
dispesifikasi dan seluruhnya postmenopause).9,29 Metabolisme lemak diketahui sangat
berbeda diantara jenis kelamin dan pre dan postmenopause.30 Sejauh ini, penelitian
metabolisme lemak dalam kelenjar meibom yang memiliki parameter seperti isi diet,
waktu makan (postprandial dan preprandial), obesitas sentral, jenis kelamin, status
menopause, dan sebagainya sangat tidak memadai.
Meskipun terapi bukanlah topik spesifik dari penelitian ini, kami tidak
melupakan uji klinis yang baru-baru ini berkembang yang menganalisa efikasi asam
lemak omega pada DED. Sejak 2005, tahun dimana data DED dari Women’s Health
Study dipublikasikan, terdapat setidaknya 20 uji klinis yang menganalisa asam lemak
omega pada DED atau kondisi yang terkait DED. Sebuah kajian dari penelitian-
penelitian ini telah dipublikasikan pada 20156; kajian lebih baru berada di luar bahasan
penelitian ini. Perlu diperhatikan bahwa terdapat perbedaan signifikan antar desain
penelitian, misalkan dalam klasifikasi subjek, formulasi terapi, jangka waktu terapi, dan
hasil terapi, yang lebih menyulitkan kemungkinan mereplikasi hasil penelitian dan
menghasilkan kesimpulan yang kuat. Perbedaan yang paling menonjol adalah tidak
adanya standar komposisi n-3 dan n-6 dalam produk yang digunakan, dan tidak adanya
standar untuk plasebo. Penelitian terdahulu umumnya menggunakan produk yang
dominan n-3, dominan n-6, dan memiliki rasio n-6:n-3 yang berbeda-beda. Plasebo
yang digunakan juga bervariasi: fruktosa,31 minyak zaitun, 32,33
trigliserida rantai
sedang, 34-36 minyak benih gandum,37 minyak bunga matahari,38,39 dan minyak jagung.40
Semua produk minyak ini memiliki rasio n-3, n-6, dan/atau n-9, dan karenanya
memiliki efek aktivitas biologis. Tanpa adanya konsistensi dalam desain penelitian dan
plasebo, wajar jika ditemukan hasil yang bervariasi.
Terlepas dari beberapa perbedaan ini, terdapat suatu pola yang menunjukkan
perbaikan status DED atau MGD dalam banyak penelitian, meskipun parameter yang
menghasilkan perbaikan ini sangat bervariasi. Selain gejala, suplemen asam lemak
omega telah terbukti meningkatkan kadar prostaglandin E1 air mata,31 menurunkan
HLA-DR,35,38 dan ekspresi CD1138, dan menurunkan konsentrasi interleukin (IL)-1β,
IL-6, dan IL-10,41 dimana semuanya memiliki peran dalam mekanisme antiinflamasi
pada permukaan okular. Namun pada umumnya kebanyakan penelitian ini tidak
memperhitungkan bioavabilitas asam lemak omega,42 yang berbeda diantara formula n-
3 dan n-6, dan dapat diestimasikan dengan analisa asam lemak eritrosit. Contohnya,
Epitropoulos dkk melaporkan perbaikan osmolaritas air mata, TBUT, MMP-9, dan skor
OSDI dengan formula minyak ikan yang di esterifikasi ulang, yang dilaporkan memiliki
bioavabilitas lebih tinggi.43 Deinema dkk mengevaluasi perbedaan bentuk fosfolipid
(minyak krill) dan bentuk triasilgliserid (minyak ikan).44 Meski keduanya memiliki efek
terhadap penyakit dibandingkan dengan plasebo, bentuk fosfolipid lebih diketahui
memiliki efek tambahan pada skor OSDI dan kadar IL-17A air mata. Dengan
memperhitungkan bioavibilitas asam lemak, semua temuan klinis dapat dibandingkan
dengan persentasi n-3 (atau n-6) yang ditemukan di membran sel eritrosit, karenanya
dapat menjadi kontrol variabilitas dalam desain penelitian. Penelitian kami juga tidak
memperhitungkan asam lemak eritrosit, karena tujuan utama kami adalah untuk
menganalisa asupan asam lemak omega pada perempuan postmenopause dengan desain
penelitian yang serupa dengan Mijlanovic dkk.9 Kami menyarankan penelitian yang
akan datang untuk memperhitungkan marker ini untuk lebih mengerti efek dari
bioavabilitas.
klinis sehubungan dengan penelitian kami pada perempuan postmenopause. Salah satu
kemungkinan yang menyebabkan perbedaan ini adalah variabilitas antarindividu yang
luas yang menjadi masalah semua penelitian klinis. Kemungkinan lain adalah produk
HMGEC yang berasal dari donor laki-laki, dan seperti yang sudah disebutkan,
metabolisme lemak berbeda antar jenis kelamin.30
CRITICAL APPRAISAL
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
3 Populasi sumber +
4 Teknik sampling +
5 Kriteria inklusi +
6 Kriteria ekslusi +
9 Uji statistic +
10 Program komputer +
11 Persetujuan subyek +
Hasil
1 Jumlah subjek +
Diskusi
5 Keterbatasan penelitian +
6 Simpulan utama +
8 Saran penelitian +
PICO
BUKTI VALID
Pertanyaan
Apakah alokasi pada penelitian ini dilakukan secara acak? Ya
Apakah pengamatan pasien dilakukan secara cukup panjang dan Ya
lengkap?
Apakah semua pasien dalam kelopok yang diacak, dianalisis? Ya
Apakah pasien dan dokter tetap blind dalam melakukan terapi, selain dari -
terapi yang diuji?
Apakah kelompok terapi dan kontrol sama? Ya
Dapat Diterapkan
Apakah pada pasien kita terdapat perbedaan bila dibandingkan dengan Ya
yang terdapat pada penelitian sebelumnya?
Apakah terapi tersebut mungkin dapat diterapkan pada pasien kita? Ya
RESUME JURNAL
Judul Jurnal : Hubungan antara Asupan Asam Lemak Esensial dengan Dry Eye
Diease dan Disfungsi Kelenjar Meibom pada Perempuan
Postmenopause
Latar Belakang : Perempuan postmenopause diketahui memiliki resiko tinggi
menderita DED dan MGD.
Tujuan : Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apakah konsumsi asam
lemak n-3 dan n-6, dan rasio keduanya, yang dihubungkan
dengan perubahan frekuensi DED atau MGD yang terkonfirmasi
klinis dengan sampel perempuan postmenopause yang besar.
Metodologi : Seleksi dan pengkategorian subjek, kunjungan klinis. Subjek
mengisi kuesioner Ocular Surface Disease Index, Vio Food
Frequency Questionnaire dan dilakukan pemeriksaan klinis
berupa osmolaritas air mata, pemeriksaan permukaan okular dan
kelenjar meibom secara komprehensif dengan slit-lamp
biomikroskopi, tear break-up time (TBUT) floresens, pewarnaan
kornea floresens, pewarnaan konjungtiva lissamine green, uji
Schirmer 1, dan pemeriksaan 10 kelenjar meibom palpebra
inferior.
Hasil : Frekuensi DED dan MGD tetap serupa, terlepas dari jumlah atau
tipe asam lemak omega yang dikonsumsi dalam diet.
Kesimpulan
DAFTAR ISI
13. Miller KL, Walt JG, Mink DR, et al. Minimal clinically important difference for the
ocular surface disease index. Arch Ophthalmol 2010;128(1):94–101.
14. Willett W. Nutritional Epidemiology. 2nd ed. New York, NY:Oxford University
Press; 1998.
15. Lemp MA. Report of the National Eye Institute/Industry workshop on Clinical
Trials in Dry Eyes. CLAO J 1995; 21(4):221–232.
16. Tomlinson A, Bron AJ, Korb DR, et al. The international workshop on meibomian
gland dysfunction: report of the diagnosis subcommittee. Invest Ophthalmol Vis Sci
2011; 52(4):2006–2049.
17. The definition and classification of dry eye disease: report of the Definition and
Classification Subcommittee of the International Dry Eye WorkShop (2007). Ocul Surf
2007;5(2): 75–92.
18. Design of the WHI Clinical Trial and Observational Study. Control Clin Trials
1998;19:61–109.
19. Patterson RE, Kristal AR, Tinker LF, Carter RA, Bolton MP, Agurs-Collins T.
Measurement characteristics of the Women’s Health Initiative food frequency
questionnaire. Ann Epidemiol 1999;9(3):178–187.
20. Kristal AR, Kolar AS, Fisher JL, et al. Evaluation of webbased, self-administered,
graphical food frequency questionnaire. J Acad Nutr Diet 2014;114(4):613–621.
21. Schein OD, Munoz B, Tielsch JM, Bandeen-Roche K, West S. Prevalence of dry
eye among the elderly. Am J Ophthalmol 1997;124(6):723–728.
22. McCarty CA, Bansal AK, Livingston PM, Stanislavsky YL, Taylor HR. The
epidemiology of dry eye in Melbourne, Australia. Ophthalmology 1998;105(6):1114–
1119.
23. Lin PY, Tsai SY, Cheng CY, Liu JH, Chou P, Hsu WM. Prevalence of dry eye
among an elderly Chinese population in Taiwan: the Shihpai Eye Study.
Ophthalmology 2003;110(6): 1096–1101.
24. Uchino M, Dogru M, Yagi Y, et al. The features of dry eye disease in a Japanese
elderly population. Optom Vis Sci 2006; 83(11):797–802.
25. Jie Y, Xu L, Wu YY, Jonas JB. Prevalence of dry eye among adult Chinese in the
Beijing Eye Study. Eye (Lond) 2009; 23(3):688–693.
26. Lekhanont K, Rojanaporn D, Chuck RS, Vongthongsri A. Prevalence of dry eye in
Bangkok, Thailand. Cornea 2006; 25(10):1162–1167.
27. Hom MM, Martinson JR, Knapp LL, Paugh JR. Prevalence of Meibomian gland
dysfunction. Optom Vis Sci 1990;67(9): 710–712.
28. Nichols KK, Foulks GN, Bron AJ, et al. The international workshop on meibomian
gland dysfunction: executive summary. Invest Ophthalmol Vis Sci 2011; 52(4):1922–
1929.
29. Galor A, Gardener H, Pouyeh B, Feuer W, Florez H. Effect of a Mediterranean
dietary pattern and vitamin D levels on Dry Eye syndrome. Cornea 2014;33(5):437–
441.
30. Wang X, Magkos F, Mittendorfer B. Sex differences in lipid and lipoprotein
metabolism: it’s not just about sex hormones. J Clin Endocrinol Metab 2011;96(4):885–
893.
31. Aragona P, Bucolo C, Spinella R, Giuffrida S, Ferreri G. Systemic omega-6
essential fatty acid treatment and pge1 tear content in Sjogren’s syndrome patients.
Invest Ophthalmol Vis Sci 2005;46(12):4474–4479.
32. Macsai MS. The role of omega-3 dietary supplementation in blepharitis and
meibomian gland dysfunction (an AOS thesis). Trans Am Ophthalmol Soc
2008;106:336–356.
33. Kokke KH, Morris JA, Lawrenson JG. Oral omega-6 essential fatty acid treatment
in contact lens associated dry eye. Cont Lens Anterior Eye 2008;31(3):141–146. quiz
170.
34. Larmo PS, Jarvinen RL, Setala NL, et al. Oral sea buckthorn oil attenuates tear film
osmolarity and symptoms in individuals with dry eye. J Nutr 2010;140(8):1462–1468.
35. Brignole-Baudouin F, Baudouin C, Aragona P, et al. A multicentre, double-masked,
randomized, controlled trial assessing the effect of oral supplementation of omega-3 and
omega-6 fatty acids on a conjunctival inflammatory marker in dry eye patients. Acta
Ophthalmol 2011;89(7):e591–e597.
36. Kangari H, Eftekhari MH, Sardari S, et al. Short-term consumption of oral omega-3
and dry eye syndrome. Ophthalmology 2013;120(11):2191–2196.
37. Wojtowicz JC, Butovich I, Uchiyama E, Aronowicz J, Agee S, McCulley JP. Pilot,
prospective, randomized, double-masked, placebo-controlled clinical trial of an omega-
3 supplement for dry eye. Cornea 2011;30(3):308–314.
38. Sheppard JD Jr, Singh R, McClellan AJ, et al. Long-term supplementation with n-6
and n-3 PUFAs improves moderate-to-severe keratoconjunctivitis sicca: a randomized
double-blind clinical trial. Cornea 2013;32(10):1297–1304.
39. Olenik A, Jimenez-Alfaro I, Alejandre-Alba N, Mahillo-Fernandez I. A randomized,
double-masked study to evaluate the effect of omega-3 fatty acids supplementation in
meibomian gland dysfunction. Clin Interv Aging 2013;8:1133–1138.
40. Bhargava R, Kumar P, Kumar M, Mehra N, Mishra A. A randomized controlled
trial of omega-3 fatty acids in dry eye syndrome. Int J Ophthalmol 2013;6(6):811–816.
41. Pinazo-Duran MD, Galbis-Estrada C, Pons-Vazquez S, Cantu-Dibildox J, Marco-
Ramirez C, Benitez-del-Castillo J. Effects of a nutraceutical formulation based on the
combination of antioxidants and omega-3 essential fatty acids in the expression of
inflammation and immune response mediators in tears from patients with dry eye
disorders. Clin Interv Aging 2013;8:139–148.
42. Gadaria-Rathod N, Dentone PG, Peskin E, Maguire MG, Moser A, Asbell PA. Red
blood cell fatty acid analysis for determining compliance with omega3 supplements in
dry eye disease trials. J Ocul Pharmacol Ther 2013;29(9):837–841.
43. Epitropoulos AT, Donnenfeld ED, Shah ZA, et al. Effect of oral re-esterified
omega-3 nutritional supplementation on dry eyes. Cornea 2016;35(9):1185–1191.
44. Deinema LA, Vingrys AJ, Wong CY, Jackson DC, Chinnery HR, Downie LE. A
randomized, double-masked, placebo-controlled clinical trial of two forms of omega-3
supplements for treating dry eye disease. Ophthalmology 2017; 124(1):43–52.
45. Liu S,HattonMP,Khandelwal P, Sullivan DA.Culture, immortalization, and
characterization of human meibomian gland epithelial cells. Invest Ophthalmol Vis Sci
2010;51(8):3993–4005.
46. Hampel U, Kruger M, Kunnen C, Garreis F, Willcox M, Paulsen F. In vitro effects
of docosahexaenoic and eicosapentaenoic acid on human meibomian gland epithelial
cells. Exp Eye Res 2015;140:139–148.
47. Liu Y, Kam WR, Sullivan DA. Influence of omega 3 and 6 fatty acids on human
meibomian gland epithelial cells. Cornea 2016;35(8):1122–1126.
48. The epidemiology of dry eye disease: report of the Epidemiology Subcommittee of
the International Dry Eye WorkShop (2007). Ocul Surf 2007;5(2):93–107.
49. Design and conduct of clinical trials: report of the Clinical Trials Subcommittee of
the International Dry Eye WorkShop (2007). Ocul Surf 2007;5(2):153–162.
50. Keech A, Senchyna M, Jones L. Impact of time between collection and collection
method on human tear fluid osmolarity. Curr Eye Res 2013;38(4):428–436.
51. Bron AJ, Tomlinson A, Foulks GN, et al. Rethinking dry eye disease: a perspective
on clinical implications. Ocul Surf 2014;12(2 Suppl):S1–S31.