Bahan Kuliah Metode AASHTO 1986
Bahan Kuliah Metode AASHTO 1986
A. Umum
Prosedur perencanaan tebal perkerasan yang dianjurkan oleh AASHO didasarkan pada
hasil penelitian secara ekstensif pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an. Komite
perencanaan ini pertama-tama menerbitkan suatu petunjuk perencanaan sementara pada tahun
1961 dan kemudian mengeluarkan edisi yang disempurnakan pada tahun 1972 yang kemudian
direvisi pada tahun 1986.
1. Batasan waktu
Dalam perencanaan tebal perkerasan perlu adanya batasan waktu yang akan
mempermudah perencana dalam menentukan strategi-strategi yang akan digunakan mulai dari
pelaksanaan awal hingga mencapai akhir periode analisa. Untuk mencapai akhir periode
analisa, perencanaan dapat menggunakan konstruksi bertahap yaitu pembangunan awal diikuti
oleh beberapa lapis tambahan.
B. Parameter Perancangan
1. Umur Rencana
Umur rencana adalah panjang waktu yang ditempuh untuk mencapai tingkat
pelayanan akhir (serviceability) yang diharapkan. Periode ini analogi dengan ”design life”
yang digunakan oleh perencana terdahulu apabila dipertimbangkan lapis tambahan. Apabila
disain umur rencana lebih besar dari maksimum periode daya guna, maka perencanaan harus
menggunakan konstruksi bertahap untuk mencapai akhir umur rencana adalah 20 tahun akan
tetapi sekarang telah direkomendasikan untuk waktu yang lebih panjang.
2. Lalu Lintas
Disain lalu lintas untuk perhitungan tebal lapis tambahan jalan didasarkan pada
kumulatif W18 kip ESAL selama umur rencana apabila didisain untuk dapat bertahan tanpa
dilakukan lapis tambah. Apabila lapis tambahan dipertimbangkan maka harus dipersiapkan
4
grafik kumulatif W18 kip ESAL terhadap waktu dalam tahun. Grafik ini dimaksudkan untuk
memisahkan W18 kip ESAL ke dalam taraf-taraf pelaksanaan.
Untuk menghitung kumulatif W18 kip ESAL ada beberapa faktor yang harus
diperhitungkan, yaitu : Volume lalu lintas, faktor pertumbuhan, angka ekivalen, faktor
distribusi.
b. Faktor Pertumbuhan
Jumlah kendaraan yang memakai jalan bertambah dari tahun ke tahun, faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas tersebut adalah : perkembangan daerah, bertambahnya
kesejahteraan masyarakat, naiknya kemampuan membeli kendaraan, perkembangan industri
dan lain-lain. Rumus yang digunakan untuk menghitung faktor pertumbuhan tersebut adalah
rumus eksponensial yaitu :
c. Angka Ekivalen
Konstruksi perkerasan jalan akan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan
melalui roda-roda kendaraan. Besarnya beban yang dilimpahkan tergantung dari berat total
kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dengan perkerasan, dan lain
sebagainya. Dengan demikian efek masing-masing kendaraan terhadap kerusakan permukaan
yang ditimbulkan tidaklah sama. Oleh karena itu perlunya beban standar sehingga semua
beban lainnya dapat diekivalensi kedalam beban standar tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AASHTO telah diterapkan beban standar
adalah beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18 kip (8,16 ton).
5
Beban lalu lintas dapat disamakan dengan penggunaan beban harian 18 kip jika dipilih
suatu periode analisa lalu lintas kerja untuk 20 tahun, atau dapat dinyatakan sebagai kumulatif
W18 kip ESAL dari umur rencana. Oleh karena itu penggunaan W18 kip ESAL merupakan
fungsi dari SN dan Pt.
d. Faktor Distribusi
Disain W18 kip ESAL periode analisa adalah mewakili total untuk semua jalur dalam
satu arah perjalanan. Oleh karena itu untuk efisiensi dalam perencanaan maka W18 kip ESAL
tersebut harus didistribusikan terhadap arah jalur.
Faktor yang berkaitan dengan distribusi arah (DD) biasanya diambil 50 % akan tetapi
dapat juga bervariasi antara 30 % sampai 70 % hal ini dilakukan jika lalu lintas yang terjadi
tidak seimbang tergantung arah mana yang dibebani (loaded) dan yang tidak dibebani
(unloaded). Sedangkan untuk distribusi lajur (DL) AASHTO telah memberikan pedoman yang
dapat digunakan dalam tabel 5.1.
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Dengan mendistribusikan disain W18 kip ESAL terhadap arah dan lajur maka akan
didapatkan beban lalu lintas rencana (W18 kip ESAL) yang merupakan dasar dalam
6
perhitungan indeks tebal perkerasan (Structural Number, SN). Persamaan di bawah ini dapat
digunakan dalam menghitung W18 kip ESAL.
4. Keandalan (Reliabilty, R)
Yang dimaksud dengan keandalan (reliability) adalah kemungkinan bertahannya
perkerasan selama umur rencana terhadap beban-beban lalu lintas, umur dan iklim pada
batasan dimana tingkat pelayanan (serviceability) masih memungkinkan. Kemungkinan ini
didefinisikan sebagai tingkat keandalan (levels of reliability) berdasarkan fungsi jalan.
Tingkat keandalan (reliability) adalah merupakan fungsi dari standar deviasi secara
keseluruhan (SO) karena menyangkut prakiraan-prakiraan lalu lintas sehingga akan
mempengaruhi daya guna. Nilai SO yang dikembangkan oleh AASHTO antara 0,40 sampai
0,50 untuk perkerasan lentur. Apabila strategi pelaksanaan direncanakan dengan
menggunakan taraf konstruksi maka nilai keandalan akan berbeda pada masing-masing taraf.
Persamaan dibawah ini dapat digunakan dalam menghitung keandalan pada tiap-tiap taraf
pelaksanaan.
Sebagai contoh perhitungan, jika tingkat keandalan adalah 95%, pelaksanaan
mengalamu tiga kali lapis tambah (perkerasan yang ada + 3 kali lapis tambah) maka tingkat
keandalan untuk taraf konstruksi adalah :
R = (0,95) ¼ = 0,9 = 99%.
7
Tabel 5.3. Hubungan standar deviasi dan tingkat keandalan
Reliability, R (percent) Standard Normal Deviate, ZR
50 -0.000
60 -0.253
70 -0.524
75 -0.674
80 -0.841
85 -1.037
90 -1.282
91 -1.340
92 -1.405
93 -1.476
94 -1.555
95 -1.645
96 -1.751
97 -1.881
98 -2.054
99 -2.327
99.9 -3.090
99.99 -3.750
5. Drainase
Air dapat masuk kedalam struktur perkerasan melalui berbagai cara, seperti : melalui retak
pada permukaan, sambungan, rongga dalam lapisan perkerasan, air kapiler atau muka air
tanah yang tinggi. Jika air yang masuk kedalam lapisan agregat tidak langsung tersalurkan
keluar, maka kelebihan air dalam lapisan agregat, ditambah dengan peningkatan beban dan
volume lalu lintas, seringkali akan menyebabkan kerusakan dini pada struktur perkerasan.
Berbagai jenis kerusakan struktur perkerasan yang dapat terjadi akibat pengaruh air yang
terperangkap dalam lapisan agregat antara lain adalah :
Penurunan kekuatan lapisan agregat.
Penurunan kekuatan tanah dasar.
Pemompaan material halus keluar dari lapisan agregat yang dapat menurunkan daya
dukung dan kemudian dapat berlanjut dengan terjadinya retak dan lubang.
Ada tiga hal tentang faktor drainase yang perlu diperhatikan dalam proses desain
struktur perkerasan, yaitu :
Mencegah air masuk kedalam struktur perkerasan.
Menyediakan fasilitas drainase yang dapat mengalirkan kelebihan air keluar dari lapisan
agregat secara cepat.
Mendesain struktur perkerasan yang cukup tahan terhadap beban dan pengaruh air.
8
Tabel 5.4. Kualitas Drainase
Kualitas Drainase Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan air
Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Cukup 1 minggu
Buruk 1 bulan
Buruk sekali Air tak mungkin dikeringkan
Sumber : AASHTO 1986, hal II-22
∆PSI = Po – Pt ....(5.3)
dimana :
∆PSI = indeks nilai tingkat pelayanan
Po = tingkat pelayanan awal
Pt = tingkat pelayanan akhir
9
7. Modulus of Resilent Tanah Dasar (MR)
Prosedur untuk menentukan harga Mr diberikan pada AASHTO test T274 yang
merupakan pengukuran sifat elastis tanah dasar. Test ini dilakukan pada kondisi pengendalian
tekanan uap lembab dari musim. Kondisi air (moisture) untuk tiap-tiap musim akan
menghasilkan perbedaan Mr yang cukup berarti. Perbedaan musim akan menyebabkan
perilaku tanah juga berbeda, hal ini akan mempengaruhi terhadap daya dukung tanah. Dalam
disain perkerasan lentur, data musim harus diterjemahkan ke “Resilent Modulus Roadbed Soil
Efektif ” (MR).
Modulus resilent dapat ditentukan berdasarkan korelasi dengan CBR (California
Bearing Ratio). Untuk dapat mengkorelasikan Mr terhadap CBR dapat digunakan persamaan
yang diberikan oleh Heukelom dan Klomp, (AASHTO 1986), yaitu :
dimana :
MR = Modulus of resilent (psi)
CBR = California Bearing Ratio (%)
Data lapangan umumnya dalam SPP, tetapi dalam analisa data dipergunakan SPR. Korelasi
dengan nilai CBR diperoleh dengan mempergunakan kertas transparan. Kertas transparan
tersebut digeser-geserkan dengan tetap menjaga sumbu grafik pada kedua gambar sejajar,
sehingga diperoleh garis kumulatif tumbukan berimpit dengan salah satu garis pada kertas
transparan. Nilai yang ditunjukan oleh garis tersebut merupakan nilai CBR lapangan pada
kedalaman tersebut. Tetapi korelasi ini sebaiknya dibandingkan dengan hasil yang diperoleh
dari test CBR dengan nilai DCP dari lokasi yang berdekatan dengan lokasi dimana CBR
tersebut dilaksanakan.
10
9. Penentuan indeks tebal perkerasan (Structural Number, SN)
Indeks tebal perkerasan (Struktural Number, SN) adalah suatu angka yang menunjukan
ketebalan dari perkerasan. Persamaan (II.5) dapat digunakan dalam menentukan indeks
perkerasan (SN).
PSI
Log
4.2 1.5
Log(W18) = ZR*SO + 9.36*Log(SN+1) – 0.20 + + 2.32*Log(MR) – 8.07 ....(5.5)
1094
0.40
SN 15.19
dimana :
SN = Structural Number
W18 = Prediksi jumlah 18-kip beban as tunggal ekivalen
ZR = Standar deviasi normal
SO = Standar deviasi keseluruhan
∆PSI = Perbedaan antara indeks rencana pelayanan awal Po dan indeks rencana
pelayanan akhir Pt
MR = Modulus Resilent (psi)
Selain persamaan (5.5), juga dapat digunakan grafik. Gambar 5.2. tersebut dibuat
berdasarkan penerapan rumus yang digunakan oleh AASHTO 1986 agar lebih mempermudah
dalam perhitungan.
11
Sumber : AASHTO 1986, hal II-35
12
Setelah SN didapat, persamaan dibawah ini merubah SN kepada kondisi ketebalan
aktual dari lapis permukaan, pondasi dan pondasi bawah.
13
Contoh Perhitungan Tebal Perkerasan
1 Analisa Data A (Fiktif)
Dalam mendesain perkerasan lentur untuk jalan baru dengan menggunakan Metode
AASHTO 1986 .Dalam mendesain perkerasan lentur dengan menggunakan kedua metode
tersebut diatas, diharapkan akan didapatkan tebal perkerasan yang paling tipis dan tentunya
ekonomis. Data – data dibawah ini merupakan data fiktif.
Data LHR:
Mobil Penumpang (0,5+1)t : 9875 kend / 2 lajur / 2 arah
Bus (3+5)t : 2340 kend / 2 lajur / 2 arah
Truk 2 As (5+9)t : 750 kend / 2lajur / 2 arah
Truk 3 As (6+14)t : 150 kend / 2 lajur / 2 arah
Trailer (5+7+7+7)t : 75 kend / 2 lajur / 2 arah
SN Asumsi = 4,0
Po = 4,2
Pt = 2,5
Fungsi jalan : Urban
Klasifikasi jalan : Arteri
Umur Rencana : 10 Tahun
Pertumbuhan Lalu-Lintas = 15 %
CBR = 6.5 %
14
W18 = 698203.846
4.2 2.5
Log
Log (6.95 x106 ) 1.751x0.45 9,36.Log (4.62 1) 0,20 4,2 1,5 2,32.Log 9750 8.07
1094
0,40
(4.62 1)5,19
15
0.2009
6.842 0.78795 7.01753 0.2 1.1844
0.54056
6.842 6.842................................................................................OK
D1=165.794 mm
D2=200 mm
D3=250 mm
Gambar 5.3
Tebal Perkerasan AASHTO 1986
16