Sekolah : SMA . . . .
Mata pelajaran : Sosiologi
Kelas/Semester : X / Ganjil
Materi Pokok : Realitas Individu, Kelompok, dan Hubungan Sosial
Alokasi Waktu : 3 × 45 menit (3 JP)
A. Kompetensi Inti
KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif,
dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di
lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa,
negara, kawasan regional, dan kawasan internasional.
KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan
kompleks berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI-4: Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara: efektif,
kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif, dalam
ranah konkret dan abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan
kaidah keilmuan.
C. Tujuan Pembelajaran
Melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik melalui metode diskusi,
tanya jawab, penugasan, dan presentasi kelompok, peserta didik dapat mengenali dan
mengidentifikasi realitas individu, kelompok, dan hubungan sosial di masyarakat,
terampil mengolah realitas individu, kelompok, dan hubungan sosial sehingga mandiri
dalam memposisikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat, serta mampu
menunjukkan sikap disiplin, tanggung jawab, peduli sosial, dan gotong royong.
D. Materi Pembelajaran
1. Realitas individu dan kelompok dalam sudut pandang
Sosiologi
2. Hubungan antara realitas individu, kelompok, dan
hubungan sosial
3. Proses berlangsunya hubungan sosial
4. Faktor-faktor yang menjadi dasar hubungan sosial
5. Bentuk-bentuk hubungan sosial
6. Peran nilai dan norma sosial dalam pembentukan
keteraturan sosial
7. Peran lembaga sosial dalam pembentukan keterauran
sosial
F. Media Pembelajaran
Media dan alat : video/gambar/foto dan LCD proyektor, Laptop
G. Sumber Belajar
a. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X, Purwanti Hadi Pratiwi dkk, Cempaka Putih,
2014, Surakarta.
b. Sosiologi Peminatan Ilmu-ilmu Sosial untuk SMA/MA Kelas X, Lia Candra
Rufikasari dan Slamet Subiyantoro, Mediatama, 2014, Surakarta.
c. Internet
d. Lingkungan sosial
e. Buku/bahan sumber lain yang relevan.
H. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan ke-1
Langkah Nilai-nilai Alokasi
Deskripsi Kegiatan
Pembelajaran Karakter Waktu
Kegiatan 1. Guru memberi salam dan peserta didik Religiositas 10
Pendahuluan menjawab salam, kemudian dilanjutkan menit
dengan berdo’a.
2. Meminta peserta didik untuk Peduli
memastikan bahwa disekitar tempat lingkungan
duduknya tidak ada sampah dan apabila (budaya
ada harus diambil dan dimasukkan ke sekolah)
dalam bak sampah.
3. Mengkondisikan suasana belajar yang
menyenangkan
4. Mereview kompetensi yang sudah
dipelajari dan dikembangkan
sebelumnya berkaitan dengan materi
fungsi sosiologi untuk mengkaji gejala
sosial di masyarakat
5. Menyampaikan kompetensi yang akan
dicapai dan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari berkaitan dengan
materi realitas individu, kelompok, dan
hubungan sosial
6. Menyampaikan garis besar cakupan
materi Realitas Individu, Kelompok, dan
Hubungan Sosial
7. Menyampaikan metode pembelajaran
dan teknik penilaian yang akan
digunakan saat membahas materi
pengendalian sosial di masyarakat.
Tugas:
Setiap kelompok membaca
teori/buku tentang proses terjadinya
hubunga sosial dan bentuk-bentuk
hubungan sosial
Setiap kelompok melakukan
pengamatan peristiwa hubungan sosial di
luar kelas/di sekitar sekolah.
(1) membuat deskripsi proses
berlangsungnya hubungan sosial
(2) mengidentifikasi bentuk hubungan
sosial
b. Bentuk Penilaian:
1. Observasi : lembar pengamatan
2. Tes tertulis : soal uraian
.................................................................... ...........................................................
NIP NIP
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, individu [n] diartikan sebagai orang perorangan;
pribadi orang (terpisah dari yang lain). Berasal dari kata Yunani ”individium” yang artinya
tidak terbagi. Sebagai individu atau orang perorangan yang terpisah dari yang lain,
individu tentu memiliki identitas-identitas diri, itulah ciri-ciri yang melekat pada individu,
misalnya ia terlahir sebagai laki-laki atau perempuan, sebagai kulit putih, kulit hitam, atau
kulit berwarna, ia memiliki postur atau bentuk tubuh yang ectomorph (kecil atau kurus
sehingga tampak lebih tinggi), endomorph (bertubuh besar sehingga terkesan lebih bulat),
atau mezomorph yang di banyak masyarakat dianggap sebagai postur tubuh ideal. Itulah
identitas diri. Kalau kalian memiliki Kartu Pelajar, maka lihatlah apa yang dimuat dalam
sebuah kartu pelajar. Itulah identitas diri Anda. Demikian juga nanti kalau kalian memiliki
KTP atau SIM, di dalamnya akan memuat identitas diri kalian, mulai dari nama, alamat,
tanggal lahir, jenis kelamin, dan seterusnya. Para ahli psikologi sosial menjelaskan bahwa
identitas diri atau identitas personal dapat meliputi juga sifat-sifat personalitas, ciri fisik-
biologis, dan gaya inter-personal.
Dalam kajian sosiologi, identitas diri seseorang tidak menjadi perhatian utamanya.
Sosiologi lebih memperhatikan identitas sosial dari seorang individu. Apakah identitas
diri tersebut secara otomatis menjadi identitas sosial? Ketika Anda dihadapkan pada
pertanyaan ”siapakah Anda?” Maka jawaban yang Anda sampaikan akan menonjolkan
satu identitas saja dari sekian banyak identitas yang Anda miliki. Orang-orang yang
menjadi pepimpin partai politik atau yang menjadi anggota parlemen lebih suka
memperkenalkan diri sebagi politisi, walaupun sebenarnya orang tersebut juga berafiliasi
dengan berbagai kelompok lain atau aktif dalam kegiatan bisnis, kesenian, atau
keagamaan. Demikian pula orang yang sukses dalam kegiatan bisnis, mereka merasa lebih
nyaman dikenal sebagai pengusaha, walaupun orang tersebut juga aktif dalam kegiatan-
kegiatan atau program-program pemberdayaan, pengentasan kemiskinan, atau pun
pendidikan.
Kuper dan Kuper (2000: halaman 986), menjelaskan bahwa dalam pengertian umum
identitas sosial (social identity) mengacu pada definisi diri seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain atau keanggotaan seseorang dalam berbagai kelompok sosial. Sunyoto
Usman (dalam Buku Kecil Sosiologi Sejarah, Teori, dan Metodologi, 2012, halaman 105)
menjelaskan bahwa identitas sosial lazim dipergukan untuk menjelaskan karakteristik
sikap dan tindakan kelompok tertentu, kemudian membedakannya dengan karakteristik
sikap dan tindakan kelompok-kelompok lain.
Dalam konteks sosiologi dan ilmu-ilmu sosial, individu merupakan subjek yang
melakukan tindakan, subjek yang mempunyai pikiran, kehendak, memberikan makna dan
menilai atau memberikan tafsir terhadap peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala sosial
yang terjadi dalam masyarakat. Dari hal ini, individu dapat dikenal dalam masyarakat
sebagai orang yang berciri-ciri atau berindentitas tertentu. Itulah identitas sosial. Apakah
kalian disebut pemimpin atau pengikut? Apakah kalian termasuk orang-orang yang pro-
perubahan atau anti terhadap perubahan? Apakah kalian dikenal oleh anggota
masyarakat sebagai orang yang baik-baik saja, orang normal, orang kebanyakan, atau
sebagai orang yang memiliki identitas sebagai penyimpang atau berperilaku berbeda?
Itulah identitas sosial Anda.
Identitas diri yang dimiliki oleh individu dapat menjadi identitas sosial, tetapi tidak
otomatis dan tidak semuanya. Identitas yang membuat individu memiliki ciri sosiologis
tertentu, dan dengan itulah anggota masyarakat yang lain mengenalinya, itulah yang
merupakan identitas sosial. Sehingga, laki-laki atau perempuan bukanlah sekedar ciri
biologis (jenis kelamin) yang berbeda, melainkan dapat diikuti oleh pemberian
kewenangan yang berbeda, mendapatkan perlakuan yang berbeda, atau tugas dan fungsi
dalam masyarakat yang berbeda. Maka lahirlah konsep gender, yaitu pemilahan antara
laki-laki dengan perempuan secara sosial maupun budaya, misalnya tentang fungsinya
dalam masyarakat, menjaga dan merawat anak-anak atau mencari nafkah, dan seterusnya.
Demikain juga ketika orang terlahir sebagai kulit putih atau kulit hitam, secara sosiologis
itu dapat berarti peluang hidup yang berbeda, mendapat perlakuan diskriminatif atau
mendapatkan prioritas.
Seorang ahli Sosiologi, Talcott Parsons, menjelaskan bahwa tindakan individu dan
kelompok dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu (1) sistem sosial (status dan peran), (2)
sistem budaya (nilai dan norma sosial), dan (3) sistem/tipe kepribadian masing-masing
individu. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa manusia sebagai individu tak
dapat dipisahkan dari kelompok atau masyarakatnya, dengan kata lain individu dalam
sosiologi merupakan manusia dalam konteks hubungannya dengan manusia lain.
Menurut Blumer, individu tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan individu lain,
tetapi mencoba menafsirkan dan mendefinisikannya. Hal itu terjadi karena individu
mempunyai kedirian “self” yang dengannya ia membentuk dirinya sebagai objek. Dalam
melakukan interaksi secara langsung maupun tidak langsung individu dijembatani oleh
penggunaan simbol-simbol penafsiran, yaitu bahasa.
Tindakan penafsiran simbol oleh individu di sini diartikan memberikan arti, menilai
kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian
tersebut. Karena itulah individu yang terlibat dalam interaksi ini tergolong aktor sadar
dan reflektif karena bertindak sesuai dengan apa yang telah ditafsirkan dan bukan
bertindak tanpa rasio atau pertimbangan. Konsep inilah yang disebut Blumer dengan self-
indication, yaitu proses komunikasi yang sedang berjalan dalam proses ini individu
mengetahui sesuatu, menilainya, memberi makna dan memutuskan untuk bertindak.
Proses self indication ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mencoba
“mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya
sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu”
Berbeda dari binatang yang bisa menjalani kehidupannya berdasrkan naluri atau instink
yang terwariskan secara genetik dari generasi ke generasi. Dengan naluri atau instinknya,
binatang dapat menjawab dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, tanpa melalui
proses belajar. Seekor anak ayam yang menetas dari telur, walaupun tanpa induknya ia
tahu apa yang akan dimakan, bagaimana mencarinya dan bagaimana memakannya. Sejak
kelahirannya seekor kucing memiliki naluri bahwa tikus adalah makanan pokoknya, dan
seterusnya. Manusia tidak bisa hidup dengan cara demikian. Hampir setiap tindakan
manusia diperoleh melalui belajar. Bahkan beberapa tindakan instinktif manusia akhirnya
menjadi perilaku yang dipelajari.
Keadaan demikian menjadikan manusia harus menjalin hubungan dengan manusia lain,
maka lahirlah kelompok-kelompok sosial, baik kelompok yang terorganisir (kelompok
organik, kelompok formal/asosiasi, atau membership) maupun yang tidak terorganisir
(kelompok mekanik, nonformal/paguyuban, atau reference). Keanggotaan kelompok pun
bermacam-macam, ada yang hanya terdiri atas dua orang (dyadic group), ada yang lebih
dari dua orang sampai puluhan, ratusan, atau ribuan, bahkan sampai kelompok yang
jumlah anggotanya tidak teridentifikasi, misalnya individu-individu dalam sebuah jejaring
sosial (social network).
1. Karena berada pada wilayah yang sama (kelompok teritorial), seperti: RT, RW, dusun,
desa/kelurahan, wilayah kecamatan, kabupaten/kota, provinsi/daerah
istimewa/daerah khusus, negara, dan seterusnya. Kelompok yang pertama-tama
didasarkan pada kesamaan tempat tinggal disebut komunitas.
2. Karena memiliki keturunan yang sama (kesamaan genealogis), seperti keluarga
inti/batih, keluarga luas/kerabat/famili, klan, sukubangsa, dan seterusnya.
3. Karena memiliki kepentingan, minat, atau tujuan yang sama (interest group atau
kelompok kepentingan), yang memunculkan berbagai macam kelompok seperti
kelompok kerja, asosiasi pedagang kaki lima, persatuan wartawan, ikatan dokter,
persatuan guru, himpunan pengusaha, dan seterusnya.
Kata Interaksi berasal dari kata ”inter” yang artinya ”antar ” dan ”aksi ” yang artinya
tindakan. Interaksi berarti antar-tindakan. Kata sosial berasal dari ”socious” yang artinya
teman/kawan, yaitu hubungan antar-manusia.
Kalian tentu sudah memahami apa yang disebut tindakan sosial dalam sosiologi,
sebagaimana dikemukakan definisinya oleh Max Weber, bahwa tindakan sosial (social
action) merupakan perilaku yang didorong oleh pemaknaan subjektif tertentu dan
diorientasikan kepada orang lain. Sehingga tidak semua perilaku (behavior) dapat disebut
tindakan sosial. Perilaku merupakan tindakan ketika perilaku tersebut diberi makna
tertentu, dan merupakan tindakan sosial ketika diorientasikan kepada pihak lain.
Interaksi sosial terjadi ketika ada seseorang atau kelompok orang melakukan suatu
tindakan sosial tertentu kemudian dibalas oleh pihak lain (individu atau kelompok)
dengan perilaku/atau tindakan sosial tertentu. Singkatnya, interaksi sosial terjadi ketika
tindakan sosial dibalas oleh pihak lain dengan tindakan sosial. Berdasarkan hal ini,
apabila harus didefinisikan, maka interaksi sosial merupakan tindakan timbal-balik yang
sifatnya dinamis di antara para warga masyarakat, bersifat saling mempengaruhi, dan
dapat berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok.
Mengapa terjadi proses saling mempengaruhi? Karena sebagaimana dikutip dari Weber di
bagian depan buku ini, tindakan sosial merupakan yang merupakan bagian penting dari
terjadinya interaksi sosial merupakan tindakan yang dilakukan dengan makna, bisa juga
motif atau dorongan tertentu
Berdasarkan proses tersebut, dapat diketahui bahwa ada dua syarat utama terjadinya
interaksi sosial, yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial.
Kontak adalah hubungan yang terjadi di antara dua individu/kelompok. Kontak dapat
berupa kontak fisik, misalnya dua orang bersenggolan atau bersentuhan, dapat juga
nonfisik, misalnya tatapan mata di antara dua orang yang saling bertemu.
Sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari suatu
pihak (individu atau kelompok) kepada pihak lain (individu atau kelompok)
menggunakan simbol-simbol.
Simbol dalam komunikasi dapat berupa apa saja yang oleh penggunanya diberi makna
tertentu, bisa berupa kata-kata, benda, suara, warna, gerakan anggota badan/isyarat.
Sebagaimana pengertian simbol yang dikemukakan oleh Ahli Antropologi Amerika Serikat
bernama Leslie White, dalam The Evolution of Culture (1959) , bahwa simbol adalah
sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan oleh mereka yang mempergunakannya. Nilai
dan makna tersebut tidak ditentukan oleh sifat-sifat yang secara intrinsik terdapat dalam
bentuk fisiknya.
Kontak dan komunikasi sebagai syarat utama terjadinya interaksi sosial dapat
berlangsung secara primer maupun sekunder. Kontak atau komunikasi primer adalah
yang berlangsung secara tatap muka (face to face), sedangkan kontak atau komunikasi
sekunder dibedakan menjadi dua macam, yaitu langsung dan tidak langsung.
Kontak/komunikasi sekunder langsung terjadi melalui media komunikasi, seperti surat, e-
mail, pesan pendek, chat, blackberry mesengger, telepon, video call, dan semacamnya,
1. Imitasi merupakan tindakan meniru pihak lain, dalam hal tindakan dan penampilan,
seperti cara berbicara, cara berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Seorang
individu melakukan imitasi sejak di lingkungan keluarga, teman sepermainan,
ataupun teman sesekolahan. Meskipun demikian imitasi juga dapat berlangsung
melalui media massa, misalnya televisi, radio, maupun internet.
2. Identifikasi juga merupakan proses meniru, tetapi berbeda dengan imitasi. Peniruan
pada imitasi tidak diikuti dengan pemberian makna yang dalam terhadap hal-hal
yang ditiru, tetapi pada identifikasi diikuti dengan pemberian makna. Apabila
seseorang mengidentifikasikan dirinya terhadap seseorang, maka dapat diartikan
individu tersebut sedang menjadikan dirinya seperti orang lain tersebut, baik dalam
tindakan maupun nilai-nilai, ideologi atau pandangan hidup tokoh yang dijadikannya
sebagai rujukan/acuan/reference atau panutan.
3. Sugesti merupakan pengaruh yang diterima oleh seseorang secara emosional dari
pihak lain, misalnya pengaruh dari tokoh yang kharismatik, orang pandai, seperti
dukun, paranormal, dokter, guru, tokoh yang menjadi idola, dan lain-lain . Apabila
pengaruh tersebut diterima oleh seseorang berdasarkan pertimbangan rasional,
maka disebut motivasi.
Interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai bentuk kerjasama, akomodasi, dan asimilasi.
Interaksi disosiatif meliputi bentuk-bentuk seperti persaingan/kompetisi,
pertikaian/konflik, dan kontravensi.
LAMPIRAN 2: PENILAIAN
INTRUMEN PENILAIAN
1. Penilaian sikap dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta didik yang memiliki
sikap sangat positif atau negatif dan hasilnya akan dicatat dalam jurnal, seperti contoh
berikut berikut:
2. Hasil penilaian sikap dalam jurnal akan direkap dalam satu semester dan
diserahkan ke wali kelas untuk dipertimbangkan dalam penilaian sikap dalam
rapor (menunjang penilaian sikap religius dari guru PAI dan sikap sosial dari guru
PPKN).
Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2010/04/manajemen-konflik-definisi-
ciri-sumber.html
Berdasarkan kutipan berita di atas, apakah pola pikir walikota Makasar terhadap
PKL selaras dengan sudut pandang Sosiologi terkait dengan realitas individu atau
kelompok? Berikan alasan atas jawaban Anda!
rumah. Merasa kakeknya tidak di rumah, Andi langsung saja menuju kolam
kakeknya yang berada di belakang rumah. Dia mulai mempersiapkan pancingnya
beserta umpannya dan kemudian dengan asyik dia menikmati memancing ikan.
Tidak berapa lama pancingnya mulai bergerak-gerak dan dengan sigap dia tarik
dan ikan telah tersangkut di mata kailnya. Dia berteriak dengan girang “hore saya
dapat ikan”. Dia berbicara kepada ikan-ikan yang ada di kolam, “hai ikan ini saya
berikan makanan lagi silakan untuk disantap”. Dalam waktu satu jam dia sudah
dapat mengumpulkan ikan yang dirasa cukup untuk di bawa pulang.
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3 Gambar 4
No.
Kunci Jawaban Skor
Soal
1. Pola pikir Walikota Makasar tentang PKL selaras dengan sudut pandang 2
Sosiologi dalam konteks realitas individu atau kelompok.
Alasannya: bahwa eksistensi atau keberlangsungan hidup pedagang
kaki lima (PKL) sebagai realitas individu atau kelompok memerlukan
dukungan dari ekosistem atau lingkungan sosial di sekitarnya.
Tugas
1. Amati hubungan sosial yang terjadi di lingkungan dengan cara mencermati apa
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan sosial sehingga
hubungan sosial tersebut dapat berlangsung. Deskripsikan menjadi urutan
prosedur terbentuknya hubungan sosial.
2. Hasil pengamatan terhadap peristiwa hubungan sosial yang terjadi, kelompokkan
dalam dua sifat utama hubungan sosial, menggunakan tabel berikut.
Kriteria:
5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, dan 1 = sangat kurang
Jakarta, ……………………………………
Mengetahui
Kepala SMA , Guru Mata Pelajaran,
…..................................................................... ................................................................
NIP NIP