Infeksi Menular Seksual Pada Kehamilan
Infeksi Menular Seksual Pada Kehamilan
OLEH:
dr. MAULAN SAPUTRA
PENDAMPING:
dr. H. SARTONO, MM
A. LATAR BELAKANG
Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. Sejak tahun 1998 istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually
Trnasmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik.. Menurut WHO,
terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Kondisi yang paling sering ditemukan adaah infek gonorrhoeae, chlamydia, syphilis,
trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan hepatitis B.
Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang terjadi setiap tahunnya
pada laki-laki dan perempuan usia 15-49 tahun. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di
seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara,
diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga
terjadi setiap tahunnya diantaranya adalah HIV, virus Herpes, human papilloma virus, dan
virus hepatitis B.
Di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi chlamydia 3 kali lebih tinggi dari
laki-laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi chlamydia, golongan umur yang
memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun. Di Indonesia sendiri, telah
banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada
dari beberapa lokasi menunjukkan prevalensi infeksi gonorrhoeae dan chlamydia yang
tinggi, yaitu sekitar 20%-35%.
Prevelensi IMS dinegara sedang berkembang jauh lebih tinggi dibanding dengan di
negara maju. Pada perempuan hamil di negara berkembang, angka kejadian gonore 10-15 kali
lebih tinggi, infeksi klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan sifilis 10 – 100 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan angka kejadiannya pada perempuan hamil di negara industri. Prevalensi
sifilis pada perempuan hamil dinegara maju hanya sebesar 0,03 – 0,3 %, tetapi di negara
Afrika Sub-Sahara, sebagian besar Amerika Latin, dan Fiji, sifilis didapatkan pada 3 – 22%
perempuan hamil.
Secara gender perempuan memiliki resiko tinggi terhadap penyakit yang berkaitan
dengan kehamilan dan persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi. Selama masa
kehamilan, perempuan mengalami berbagai perubahan, yang secara alamiah sebenarnya
diperlukan untuk kelangsungan hidup janin dalam kandungannya. Namun, ternyata berbagai
perubahan tersebut dapat mengubah kerentanan dan juga mempermudah terjadinya infeksi
selama kehamilan.
B. PERMASALAHAN
Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat IMS, misalnya kematian janin
(abortus spontan atau lahir mati), bayi berat lahir rendah (akibat prematuritas, retardasi
pertumbuhan janin dalam rahim), dan infeksi kongenital atau perinatal (kebutaan, pneumonia
neonatus, dan retardasi mental)
Dari uraian diatas, permasalahan yang ada adalah bagaimana cara untuk mencegah
penyebaran, pencegahan, penatalaksanaan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat
khususnya pada ibu hamil tentang penyakit infeksi menular seksual (IMS)
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya terhadap ibu hamil terhadap
infeksi menular seksual (IMS)
- Meningkatkan kesadaran masyarakat kuhususnya ibu hamil untuk menjaga kesehatan
dengan senantiasa berperilaku bersih dan sehat
2. Tujuan Khusus
Memenuhi tugas laporan program dokter internsip di Puskesmas Pemaron
D. MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dengan
senantiasa berperilaku bersih dan sehat, mempraktekkan cara mencegah infeksi menular
seksual (IMS)
2. Bagi Tenaga Medis
Menjadi fasilitator informasi kesehatan dan motivator kesadaran masyarakat senantiasa
berperilaku sehat, terutama cara mencegah infeksi menular seksual (IMS)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
parasit, atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang
yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Infeksi menular seksual merupakan salah satu
penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). Tidak semua IMS menyebabkan ISR, Dan
sebaliknya tidak semua ISR menyebabkan IMS. Berdasarkan penyebabnya, ISR dapat
dibedakan menjadi :
Infeksi menular seksual, misalnya gonore, sifilis, trikomoniasis, herpes genitalis,
kondiloma akuminata, dan infeksi HIV.
Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang tumbuh berlebihan, misalnya
kandidosis vaginalis Dan vaginosis bakterial.
Infeksi iatrogenik yang disebabkan bakteri atau mikroorganisme yang masuk ke
saluran reproduksi akibat prosedur medik atau intervensi selama kehamilan, pada
waktu partus atau pasca partus dan dapat juga oleh karena kontaminasi instrument.
Klamidiasis
Definisi
Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis,
berukuran 0,2 – 1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak, dan merupakan parasit intrasel
obligat.
Manifestasi klinis
Masa inkubasi berkisar antara 1 – 3 minggu. Manifestasi klinis infeksi CT merupakan efek
gabungan berbagai faktor, yaitu kerusakan jaringan akibat replikasi CT, respon inflamasi
terhadap CT, dan bahan nekrotik dari sel pejamu yang rusak. Sebagian besar infeksi CT
asimptomatik, 37% perempuan memberi gambaran klinik duh mukopurulen, perdarahan,
disuria, dan nyeri panggul.
Servisitis dapat ditegakkan bila ditemukan duh serviks yang mukopurulen, ektopi serviks,
edema, dan perdarahan serviks baik spontan maupun dengan hapusan ringan lidi kapas.
Infeksi pada serviks dapat menyebar melalui rongga endometrium hingga mencapai tuba
Fallopi. Secara klinis dapat memberi gejala menoragia dan metroragia.
Komplikasi
Infeksi CT pada serviks akan menyebar secara ascendens dan menyebabkan penyakit radang
panggul (PRP). Infeksi yang kronis dan atau rekuren menyebabkan jaringan parut pada tuba.
Komplikasi jangka panjang yang sering adalah kehamilan ektopik dan infertilitas akibat
obstruksi. Komplikasi lain dapat pula terjadi seperti artritis reaktif dan perihepatitis.
Dampak infeksi CT pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan, kelahiran prematur,
dan kematian perinatal. Disamping itu, dapat menyebabkan konjungtivitis pada neonatus dan
pneumonia infantil.
Diagnosis
1. Kultur
2. Deteksi antigen secara : Direct Fluorescent Antibody (DFA), ELISA, dan rapid atau point
of care test
3. Deteksi asam nukleat : Hibridisasi probe deoxyribonucleic acid (DNA), uji amplikasi
asam nukleat seperti PCR, LCR
4. Pemeriksaan serologi
Penatalaksanaan
Obat yang diberikan terutama yang dapat mempengaruhi sintesis protein CT, golongan
tetrasiklin, eritromisin, quinolon. Obat yang dianjurkan adalah doksisiklin 100 mg 2 x sehari
selama 7 hari atau azitromisin 1g per oral, dosis tunggal, atau tetrasiklin 500mg, 4 x perhari
selama 7 hari, atau eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari, atau ofloksasin 200mg, 2x
sehari selama 9 hari. Untuk kehamilan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin tidak
dianjurkan pemakaiannya.
Untuk pengobatan konjungtivitis pada neonatus atau pneumonia infantil dianjurkan
pemberian sirup eritromisin, 50 mg/kgBB peroral, perhari dibagi dalam 4 dosis dan diberikan
selama 14 hari.
sampai 90%. Laser juga meminimalkan kerusakan jaringan sekitar lesi tetapi terapi ini sangat
mahal dan membutuhkan anestesi lokal. Namun, laser CO2 dan elektrokauterisasi dapat
menyebabkan perdarahan yang berat pada 33% pasien bila dilakukan pada kehamilan, serta
dapat menimbulkan infeksi dan nekrosis jaringan yang berat.
Agen kimia alternatif lainnya adalah asam trikloroasetat 50% yang digunakan setiap minggu
seperti halnya podofilin. Agen ini tidak perlu dicuci setelah penggunaannya tetapi rasa
terbakarnya dapat bertahan 5-30 menit. Asam trikloroasetat (TCA) merupakan zat yang
bersifat kaustik dan dapat mengikis kulit dan membrana mukosa. Mekanisme kerja TCA
adalah dengan cara koagulasi protein yang menyebabkan terjadi kekeringan sel dan jaringan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya destruksi yang berat pada kondiloma. Asam
trikloroasetat dinyatakan aman digunakan pada kehamilan karena tidak diabsorbsi secara
sistemik. Zat ini dapat diaplikasikan langsung ke permukaan lesi dengan lidi/kapas lidi
aplikator setiap minggu. Tingkat keberhasilan TCA untuk terapi kondiloma adalah 56-81%
dengan tingkat rekurensi 36%.
B. PENYULUHAN
Penyuluhan adalah proses penyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan,
teknologi maupun seni. Lebih lengkapnya penyuluhan dapat diartikan sebagai proses aktif
yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun proses
perubahan “perilaku” (Behaviour) yang merupakan perwujudan dari Pengetahuan, Sikap dan
Keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/ pihak lain, baik secara langsung atau
tidak langsung. Sedangkan menurut Depkes (2002), penyuluhan kesehatan adalah
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau
instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Seiring dengan kebijakan otonomi daerah melalui pencanangan paradigma sehat,
kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) yang telah bertahun-tahun dilakukan
Departemen Kesehatan sebagai bentuk kegiatan Pendidikan Kesehatan, diganti dengan istilah
“Promosi Kesehatan”. Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan Daerah,
promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan
kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Dari pengalaman bertahun-tahun pelaksanaan promosi atau penyuluhan kesehatan
masyarakat mengalami berbagai hambatan dalam rangka mencapai tujuannya, yaitu
mewujudkan perilaku hidup sehat bagi masyarakat. Dari berbagai aspek terkait dalam
Promosi Kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama adalah tentang metode
dan alat peraga yang digunakan dalam promosi kesehatan.
Dengan metode yang benar dan penggunaan alat peraga yang tepat sasaran, maka
materi atau bahan isi yang perlu dikomunikasikan dalam promosi kesehatan akan mudah
diterima, dicerna dan diserap oleh sasaran, dicapai dan Indera penerima dari sasaran promosi.
Metode Promosi Kesehatan dapat digolongkan berdasarkan Teknik Komunikasi,
Sasaran yang dicapai dan Indera penerima dari sasaran promosi.
1. Berdasarkan Teknik Komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung
Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan sasaran.
Termasuk di sini antara lain: kunjungan rumah, pertemuan diskusi (FGD), pertemuan
di balai desa, pertemuan di Posyandu, dll.
b. Metode yang tidak langsung
Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan
sasaran, tetapi ia menyampaikan pesannya dengan perantara (media). Umpamanya
publikasi dalam bentuk media cetak, melalui pertunjukan film, dsb.
2. Berdasarkan Jumlah Sasaran Yang Dicapai
a. Pendekatan Perorangan
Dalam hal ini para penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
dengan sasaran secara perorangan, antara lain : kunjungan rumah, hubungan telepon,
dan lain-lain
b. Pendekatan Kelompok
Dalam pendekatan ini petugas promosi berhubungan dengan sekolompok sasaran.
Beberapa metode penyuluhan yang masuk dalam ketegori ini antara lain: Pertemuan,
Demostrasi, Diskusi kelompok, Pertemuan FGD, dan lain-lain.
c. Pendekatan Masal
Petugas Promosi Kesehatan menyampaikan pesannya secara sekaligus kepada sasaran
yang jumlahnya banyak. Beberapa metode yang masuk dalam golongan ini adalah:
Pertemuan umum, pertunjukan kesenian, Penyebaran tulisan/poster/media cetak
lainnya, Pemutaran film, dll.
3. Berdasarkan Indera Penerima
a. Metode Melihat/memperhatikan. Dalam hal ini pesan diterima sasaran melalui indera
penglihatan, seperti : Penempelan Poster, Pemasangan Gambar/Photo, Pemasangan
Koran dinding, Pemutaran Film.
b. Metode Pendengaran. Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera
pendengar, umpamanya : Penyuluhan lewat radio, Pidato, Ceramah, dll.
c. Metode “Kombinasi”. Dalam hal ini termasuk : Demonstrasi cara (dilihat, didengar,
dicium, diraba dan dicoba).
Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk
menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa
informasi/pesan instruksional. Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro
dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat
merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.
Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas yaitu sebagai alat
bantu pembelajaran. Sehingga media penyuluhan memiliki beberapa pengertian, sebagai
berikut:
Media Penyuluhan adalah semua sarana dan alat yang digunakan dalam proses
penyampaian pesan.
Media Penyuluhan adalah wahana untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
yang dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian/minat.
Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan informasi
yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat
pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif
terhadap kesehatan.
Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan yang
disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan
tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya keperilaku yang positif.
Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan
penyuluhan kesehatan antara lain adalah:
a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c. Media dapat memperjelas informasi.
d. Media dapat mempermudah pengertian.
e. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
f. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
g. Media dapat memperlancar komunikasi
Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan
informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran,
Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut: (1) Wilbur Schramm, (2) Gagne, (3) Allen,
(4) Gerlach dan Ely, dan (5)Ibrahim.
Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media
sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu
(1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas pada
ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar individual,
seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telepon.
Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu : benda untuk di
demonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film
bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan
dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu
pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar, memberi kondisi
eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi
umpan balik.
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi,
obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian
lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media
pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media
tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar
yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain: info faktual, pengenalan
visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut
memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan
rendah.
Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas
delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam,
gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi.
Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks
tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua
dimensi; media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video,
komputer. Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan
mempermudah para guru atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat
pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan media
yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pebelajar, akan
sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media penyuluhan
dibagi menjadi 3 yakni:
a. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah
kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah
booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada
surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada
beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang,
biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah
pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan
yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.
b. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar
dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini
adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak,
media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih
menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca
indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih
besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi,sedikit rumit, perlu
listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya.
c. Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun
elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar
lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai
informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media
ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya,
persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan
keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
BAB III
KEGIATAN
A. INTERVENSI
Intervensi yang dipilih adalah penyuluhan/sosialisasi mengenai Infeksi Menular Seksual
(IMS) pada kehamilan, mengenali tanda gejala dan gambaran klinis secara garis besar dan
cara mencegah penularannya kepada kelompok ibu-ibu PKK Desa Padasugih melalui
penyuluhan dan pembagian leaflet. Intervensi dilakukan pada :
- Hari/ Tanggal: Rabu, 10 Juni 2015
- Tempat: Balai Desa, desa padasugih, brebes
- Waktu: 16.00 sd selesai
- Acara: Kegiatan Arisan PKK Desa Padasugih
- Peserta: Ibu-Ibu PKK Desa Padasugih
- Bentuk Kegiatan: Penyuluhan disertai diskusi dan tanya jawab serta evaluasi berupa
Pre test dan post test
- Intervensi: Memberikan penyuluhan dan pembagian lefleat mengenai Infeksi Menular
Seksual (IMS) serta evaluasi berupa pre test dan post test.
B. MONITORING
Monitoring dilakukan pada saat penyuluhan berlangsung, Peserta cukup antusias
mendengarkan dan mamberikan tanggapan. Dari penyuluhan ini di harapkan dapat
memberikan informasi mengenai gambaran klinis infeksi menular seksual dan efek yang
dapat terjadi terhadap janin jika ibu hamil menderita penyakit tersebut kepada peserta
penyuluhan sehingga bisa memulai kembali mengupayakan pencegahan terjadinya infeksi
menular seksual (IMS) pada ibu hamil. Monitoring selanjutnya dapat dilakukan dengan
kerjasama kader dan bidan desa untuk dapat mengingatkan menerapkan informasi yang sudah
didapat untuk bersama-sama mencegah terjadinya infeksi menular seksual pada kehamilan.
C. EVALUASI
Pada penyuluhan ini metode yang dipilih metode komunikasi secara langsung, melalui
pendekatan per kelompok, Media yang dipilih berupa media cetak yaitu berupa lefleat.
Kelebihan dari media ini antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat
dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, dan mempermudah pemahaman terhadap materi
penyuluhan. Namun, media cetak ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulur efek
gerak dan efek suara serta dapat mudah terlipat.
Evaluasi dilakukan secara langsung dengan melihat antusiasme peserta cukup antusias
dengan materi yang di berikan. Hal ini ditunjukkan dengan cukup banyak pertanyaan dan
tanggapan yang muncul saat penyuluhan. Selain itu evaluasi juga dilakukan dengan pretest
yang dilakukan sebelum penyuluhan dan post test setelah dilakukan penyuluhan, untuk
menilai sejauh mana informasi yang di sampaikan kepada peserta penyuluhan yang hadir
pada saat itu. Dengan adanya penyuluhan ini diharapkan para peserta bisa menambah
pengetahuannya serta dapat berbagi informasi dengan warga lainnya mengenai infeksi
menular seksual pada kehamilan dan dapat mengetahui efek yang dapat terjadi pada janin jika
ibu hamil yang menderita infeksi menular seksual.
Evaluasi dengan menilain pre test yang dilakukan saat sebelum memulai penyuluhan dan post
test yang dilakukan setelah selsai di laksanakannya penyuluhan. Sehingga dapat diketahui
sejauh mana materi ini dapat tersampaikan kepada para peserta penyuluhan.
Hasil kuisioner Pre test/post test
Dari hasil tersebut didapatkan peningkatan point rata-rata, dimana didapat rata-rata pre test
sebesar 3,66 meningkat menjadi 4,70 saat postest yang dilakukan setelah penyampaian materi
penyuluhan. Jawaban benar terendah yang didapat sebelum dilakukannya penyuluhan sebesar
3, jawaban benar meningkat menjadi 4 dan 5 dari 5 pertanyaan setelah dilakukannya
penyuluhan.
Dengan adanya penyuluhan ini diharapkan para kader bisa mengetahui dan dapat berbagi
informasi kepada warga lainnya untuk bersama-sama dapat mengenali seara dini gambaran
klinis penyakit infeksi menular seksual dan mengetahui efek yang dapat timbul pada
janin/bayi yang baru lahir dari ibu hamil yang menderita penyakit tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
- Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang yang
terinfeksi kepada pasangan seksualnya.
- Dampak IMS pada kehamilan bergantung pada organisme penyebab, lamanya infeksi dan
usia kehamilan pada saat terinfeksi. Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat
IMS, misalnya kematian janin (abortus spontan atau lahir mati), bayi berat lahir rendah
(akibat prematuritas, retardasi pertumbuhan janin dalam rahim), dan infeksi kongenital atau
perinatal (kebutaan, pneumonia neonatus, dan retardasi mental).
- Untuk menghindari timbulnya angka kejadian infeksi menular seksual pada ibu hamil dan
efek yang timbul terhadap janin/bayi ibu tersebut agar penyuluhan dan intervensi lainnya
sebaiknya secara kontinu dan berkesinambungan dilakukan.
B. SARAN
1. Bagi Masyarakat
Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga manfaat
langsung akan dicapai apabila masyarakat tergerak untuk merubah perilaku. Dalam hal ini
diharapkan agar pola perilaku hidup bersih dan sehat dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya agar tidak timbul angka kejadian infeki menular seksual.
2. Bagi Tenaga Medis
Penyuluhan agar dapat dilakukan di beberapa fasilitas kegiatan masyarakat termasuk jika
perlu di tempat prostitusi dll, dimana tempat tersebut merupakan salah satu sumber faktor
resiko yang besar. Agar dilakukan berkesinambungan dengan kegiatan penyuluhan
kesehatan lainnya. Adapun alat peraga dapat dimaksimalkan dengan inovasi yang lebih
baik misalnya menggunakan pyoyektor atau peraga tambahan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daili, S.F. 2007. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (PMS). In: Djuanda, A., Hamzah, M., and
Aisah, S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Division of STD Prevention.
Pangkahila, Wimpie, Alex Pangkahila. 2010. The International Encyclopedia of Sexuality: Indonesia
(Republik Indonesia). www2.hu-berlin.de/sexology/IES/Indonesia.html. Diunduh 16 Juni 2012.
LAMPIRAN
Nama :
Usia :
1) Apakah dampak terhadap bayi/janin jika ibu hamil menderita Infeksi Menular Seksual?
a. Kematian janin (abortus spontan atau lahir mati), kebutaan, pneumonia neonatus dll
b. Bayi akan sehat
c. Tidak tahu
2) Apakah saja yang termasuk penyakit Infeksi Menular Seksual?
a. Gondongan
b. Gonore
c. Diare
3) Apa faktor resiko bisa terkena penyakit ini?
a. Sering bergonta ganti pasangan seksual
b. Lewat udara
c. Tidak tahu
4) Apa yang harus dilakukan ibu hamil supaya tidak terkena penyakit ini?
a. Pergi ke dukun bayi
b. Rutin pemeriksaan anc di puskesmas/bidan desa dan sampaikan jika ada keluhan
c. Tidak tahu
5) Apakah penyakit infeksi menular seksual itu?
a. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur, yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual
b. Infeksi yang menyerang saluran pernafasan
c. Tidak tahu