Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KEGIATAN

UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA


BERENCANA (KB) : INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA
KEHAMILAN

OLEH:
dr. MAULAN SAPUTRA

PENDAMPING:
dr. H. SARTONO, MM

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


PUSKESMAS PEMARON
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA
BERENCANA (KB) (F3) ‘’INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA KEHAMILAN’’

Brebes, September 2015

Peserta Program Internship Pendamping Program Internship

dr. Maulan Saputra dr. H. Sartono, MM


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. Sejak tahun 1998 istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually
Trnasmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik.. Menurut WHO,
terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Kondisi yang paling sering ditemukan adaah infek gonorrhoeae, chlamydia, syphilis,
trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan hepatitis B.
Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang terjadi setiap tahunnya
pada laki-laki dan perempuan usia 15-49 tahun. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di
seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara,
diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga
terjadi setiap tahunnya diantaranya adalah HIV, virus Herpes, human papilloma virus, dan
virus hepatitis B.
Di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi chlamydia 3 kali lebih tinggi dari
laki-laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi chlamydia, golongan umur yang
memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun. Di Indonesia sendiri, telah
banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada
dari beberapa lokasi menunjukkan prevalensi infeksi gonorrhoeae dan chlamydia yang
tinggi, yaitu sekitar 20%-35%.
Prevelensi IMS dinegara sedang berkembang jauh lebih tinggi dibanding dengan di
negara maju. Pada perempuan hamil di negara berkembang, angka kejadian gonore 10-15 kali
lebih tinggi, infeksi klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan sifilis 10 – 100 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan angka kejadiannya pada perempuan hamil di negara industri. Prevalensi
sifilis pada perempuan hamil dinegara maju hanya sebesar 0,03 – 0,3 %, tetapi di negara
Afrika Sub-Sahara, sebagian besar Amerika Latin, dan Fiji, sifilis didapatkan pada 3 – 22%
perempuan hamil.
Secara gender perempuan memiliki resiko tinggi terhadap penyakit yang berkaitan
dengan kehamilan dan persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi. Selama masa
kehamilan, perempuan mengalami berbagai perubahan, yang secara alamiah sebenarnya
diperlukan untuk kelangsungan hidup janin dalam kandungannya. Namun, ternyata berbagai
perubahan tersebut dapat mengubah kerentanan dan juga mempermudah terjadinya infeksi
selama kehamilan.

B. PERMASALAHAN
Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat IMS, misalnya kematian janin
(abortus spontan atau lahir mati), bayi berat lahir rendah (akibat prematuritas, retardasi
pertumbuhan janin dalam rahim), dan infeksi kongenital atau perinatal (kebutaan, pneumonia
neonatus, dan retardasi mental)
Dari uraian diatas, permasalahan yang ada adalah bagaimana cara untuk mencegah
penyebaran, pencegahan, penatalaksanaan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat
khususnya pada ibu hamil tentang penyakit infeksi menular seksual (IMS)

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya terhadap ibu hamil terhadap
infeksi menular seksual (IMS)
- Meningkatkan kesadaran masyarakat kuhususnya ibu hamil untuk menjaga kesehatan
dengan senantiasa berperilaku bersih dan sehat
2. Tujuan Khusus
Memenuhi tugas laporan program dokter internsip di Puskesmas Pemaron

D. MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dengan
senantiasa berperilaku bersih dan sehat, mempraktekkan cara mencegah infeksi menular
seksual (IMS)
2. Bagi Tenaga Medis
Menjadi fasilitator informasi kesehatan dan motivator kesadaran masyarakat senantiasa
berperilaku sehat, terutama cara mencegah infeksi menular seksual (IMS)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DAMPAK IMS PADA KEHAMILAN


Dampak IMS pada kehamilan bergantung pada organisme penyebab, lamanya infeksi
dan usia kehamilan pada saat terinfeksi. Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi
akibat IMS, misalnya kematian janin (abortus spontan atau lahir mati), bayi berat lahir rendah
(akibat prematuritas, retardasi pertumbuhan janin dalam rahim), dan infeksi kongenital atau
perinatal (kebutaan, pneumonia neonatus, dan retardasi mental).
Diagnosis dan manajemen IMS pada kehamilan dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun janin. Sebagian besar IMS bersifat asimptomatik atau muncul
dengan gejala yang tidak spesifik. Tanpa adanya tingkat kewaspadaan yang tinggi dan
ambang batas tes yang rendah, sejumlah besar kasus IMS dapat terlewatkan, yang pada
akhirnya mengarah pada hasil perinatal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, riwayat IMS
yang lengkap dan melakukan pemeriksaan skrining yang sesuai pada pasien yang sedang
hamil pada saat pemeriksaan pranatal yang pertama adalah penting.
Dengan adanya perubahan fisiologik selama kehamilan yang mempengaruhi
farmakokinetik dari terapi medik, eksposur obat ke janin dan pertimbangan keamanan
menyusui bayi, penatalaksanaan IMS pada ibu hamil dan pascapersalinan dapat berbeda dari
tatalaksana IMS untuk perempuan tidak hamil. Selain itu, pertimbangan khusus berkaitan
dengan potensi penularan untuk beberapa IMS viral perlu dipertimbangkan dalam
menentukan keamanan dari pemberian air susu ibu (ASI).

Definisi
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
parasit, atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang
yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Infeksi menular seksual merupakan salah satu
penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). Tidak semua IMS menyebabkan ISR, Dan
sebaliknya tidak semua ISR menyebabkan IMS. Berdasarkan penyebabnya, ISR dapat
dibedakan menjadi :
 Infeksi menular seksual, misalnya gonore, sifilis, trikomoniasis, herpes genitalis,
kondiloma akuminata, dan infeksi HIV.
 Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang tumbuh berlebihan, misalnya
kandidosis vaginalis Dan vaginosis bakterial.
 Infeksi iatrogenik yang disebabkan bakteri atau mikroorganisme yang masuk ke
saluran reproduksi akibat prosedur medik atau intervensi selama kehamilan, pada
waktu partus atau pasca partus dan dapat juga oleh karena kontaminasi instrument.

Gonore Pada Kehamilan


Definisi
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
Epidemiologi
Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat
proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi
insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada tahun
2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada
laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000).
Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang.
Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokok yang dimasukkan ke dalam kelompok Neisseria, sebagai
Neisseria Gonorrhoeae. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan
lebar 0,8 u, panjang 1,6 u, dan bersifat tahan asam. Kuman ini juga bersifat negatif-Gram,
tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada
keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat C, dan tidak tahan zat desinfektan. Daerah
yang paling mudah terinfeksi adalah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang
belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.
Gambaran klinik
1. Masa tunas sulit untuk ditemukan karena pada umumnya asimtomatik,
2. Pada wanita, penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala subjektif dan objektifnya.
3. Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri
4. Keluhan: kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, demam,
keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika berkemih dan desakan untuk berkemih,
perdarahan antara masa haid dan menoragia.
5. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen, duh tubuh
akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servitis akut.
Komplikasi
a) Infeksi pada serviks (servisitis gonore)
b) Salpingitis (penyakit radang panggul) pada trimester pertama, sebelum korion berfusi
dengan desidua dan mengisi kavum uteri.
c) Infertilitas
d) Infeksi pada uretra dapat terjadi para uretritis
e) Pada kelenjar Bartholin (bartholinitis)
f) gonore pada rektumnya. Penderita merasakan tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari
rektumnya keluar cairan. Daerah di sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya
terbungkus oleh lendir dan nanah. Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak lendir
dan cairan di dinding rektum penderita.
g) gonore pada tenggorokan (faringitis gonokokal).
Pada janin dan bayi baru lahir
a) adanya kemungkinan lahir prematur, infeksi neonatal dan keguguran akibat infeksi
gonokokkus pada wanita hamil
b) adanya sepsis pada bayi baru lahir karena gonore pada ibu
c) Kebutaan, untuk mencegah kebutaan, semua bayi yang lahir di rumah sakit biasanya
diberi tetesan mata untuk pengobatan gonore
d) Pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah
e) Penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis sepsis pada bayi yang terinfeksi pada
proses persalinan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang, serta biakan atau pemerikasaan gen hasilnya positif.
Pemeriksaan Khusus
a) Eksudat untuk diplokok intraselular gram-negatif
b) Biakan pada media khusus
c) Pemeriksaan antibodi fluoresensi
d) Biakan dan serviks pada wanita
e) Biakan dan faring pada kasus-kasus yang dicurigai terjadi kontak orogenital
f) Tes serologik untuk sifilis.
Pengobatan
Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin. Yang
direkomendasikan adalah pemberian obat golongan sefalosporin (Seftriakson 50-100
mg/kgBB IM, dosis tunggal 125 mg IM). Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin atau
sefalosporin tidak dapat ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis
tunggal. Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr oral dengan
tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat isolasi N.
gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin direkomendasikan untuk
pengobatan jika disertai infeksi C. trachomatis.
Pencegahan
a) Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi
b) Pemakaian Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali
risiko penularan penyakit ini
c) Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
d) Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih jauh
dan mencegah penularan
e) Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan
kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.

Klamidiasis
Definisi
Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis,
berukuran 0,2 – 1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak, dan merupakan parasit intrasel
obligat.
Manifestasi klinis
Masa inkubasi berkisar antara 1 – 3 minggu. Manifestasi klinis infeksi CT merupakan efek
gabungan berbagai faktor, yaitu kerusakan jaringan akibat replikasi CT, respon inflamasi
terhadap CT, dan bahan nekrotik dari sel pejamu yang rusak. Sebagian besar infeksi CT
asimptomatik, 37% perempuan memberi gambaran klinik duh mukopurulen, perdarahan,
disuria, dan nyeri panggul.
Servisitis dapat ditegakkan bila ditemukan duh serviks yang mukopurulen, ektopi serviks,
edema, dan perdarahan serviks baik spontan maupun dengan hapusan ringan lidi kapas.
Infeksi pada serviks dapat menyebar melalui rongga endometrium hingga mencapai tuba
Fallopi. Secara klinis dapat memberi gejala menoragia dan metroragia.
Komplikasi
Infeksi CT pada serviks akan menyebar secara ascendens dan menyebabkan penyakit radang
panggul (PRP). Infeksi yang kronis dan atau rekuren menyebabkan jaringan parut pada tuba.
Komplikasi jangka panjang yang sering adalah kehamilan ektopik dan infertilitas akibat
obstruksi. Komplikasi lain dapat pula terjadi seperti artritis reaktif dan perihepatitis.
Dampak infeksi CT pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan, kelahiran prematur,
dan kematian perinatal. Disamping itu, dapat menyebabkan konjungtivitis pada neonatus dan
pneumonia infantil.
Diagnosis
1. Kultur
2. Deteksi antigen secara : Direct Fluorescent Antibody (DFA), ELISA, dan rapid atau point
of care test
3. Deteksi asam nukleat : Hibridisasi probe deoxyribonucleic acid (DNA), uji amplikasi
asam nukleat seperti PCR, LCR
4. Pemeriksaan serologi
Penatalaksanaan
Obat yang diberikan terutama yang dapat mempengaruhi sintesis protein CT, golongan
tetrasiklin, eritromisin, quinolon. Obat yang dianjurkan adalah doksisiklin 100 mg 2 x sehari
selama 7 hari atau azitromisin 1g per oral, dosis tunggal, atau tetrasiklin 500mg, 4 x perhari
selama 7 hari, atau eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari, atau ofloksasin 200mg, 2x
sehari selama 9 hari. Untuk kehamilan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin tidak
dianjurkan pemakaiannya.
Untuk pengobatan konjungtivitis pada neonatus atau pneumonia infantil dianjurkan
pemberian sirup eritromisin, 50 mg/kgBB peroral, perhari dibagi dalam 4 dosis dan diberikan
selama 14 hari.

Sifilis Pada Kehamilan


Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat
menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa
laten, dan dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-
genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan
oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.
Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema
pallidum yang termasuk dlam ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus
Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya 6,15um, lebar 0,15um, terdiri atas
delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan
maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium
aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di
luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72
jam.
Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :
a. Kontak langsung :
b. sexually tranmited diseases (STD)
c. non-sexually
d. Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
e. Transfusi
Manifestasi Klinis
Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten dini dan
lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier). Lesi primer sifilis berupa tukak yang biasanya timbul
di daerah genital eksterna dalam waktu 3 minggu setelah kontak. Pada perempuan kelainan
sering ditemukan di labia mayor, labia minor, fourchette, atau serviks. Lesi awal berupa
papul berindurasi yang tidak nyeri, kemudian permukaannya mengalami nekrosis dan ulserasi
dengan tepi yang meninggi, teraba keras, dan berbatas tegas. Jumlah ulserasi biasanya hanya
satu, namun dapat juga multipel.
Lesi sekunder ditandai dengan malese, demam, nyeri kepala, limfadenopati generalisata,
ruam generalisata dengan lesi di palmar, plantar, mukosa oral atau genital, kondiloma lata di
daerah intertrigenosa dan aloplesia. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula,
papula, papuloskuamosa, dan pustul yang jarang disertai keluhan gatal. T. pallidum banyak di
temukan pada lesi di selaput lendir atau lesi yang basah seperti kondiloma lata.
Sifilis laten merupakan fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya pemeriksaan serologik yang
reaktif. Hal ini mengindikasikan organisme ini masih tetap ada di dalam tubuh, yang dalam
perjalanannya fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup.
Kurang lebih 2/3 pasien sifilis laten yang tidak diobati akan tetap dalam fase ini selama
hidupnya.
Sifilis tersier terjadi pada 1/3 pasien yang tidak diobati. Fase ini dapat terjadi sejak beberapa
bulan hingga beberapa tahun setelah fase laten dimulai. T. pallidum menginvasi dan
menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular, mata, kulit, serta
organ lain. Pada sistem kardiovaskular dapat terjadi aneurisma aorta dan endokarditis.
Gumma timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen T. pallidum, lesi
tersebut bersifat dekstruktif dan biasanya muncul dikulit, tulang, atau organ dalam.
Komplikasi
Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi dengan
sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran, gangguan
mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan
untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan
tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
Pengaruh Terhadap Kehamilan
Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya dan janin.
Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta. Akibatnya kelahiran mati
dan partus prematurus.
2. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki,
serta kelainan mulut dan gigi. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi
lues konginetal.
Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum. Selain itu,
sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada bayi lahir
mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada
pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali
dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk
mencari adanya treponema. Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan
gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches,
lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan
specimen tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan
hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang
menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis
kongenital, yaitu :
a) T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesimen klinis
b) Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang didapat
transplasental
c) Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi
Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS digunakan dua criteria,
yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang direvisi dan
kriteria Kaufman yang dimodifikasi.
1) Kriteria Kaufman yang dimodifikasi.
 Pasti (definite)
Dijumpai T.pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan
histologik
 Sangat Mungkin (probable)
1. Peningkatan titer VDRL dalam waktu 3 bulan atau tes serologic untuk sifilis
(TSS) reaktif yang tidak berubah menjadi non reaktif dalam waktu 4 bulan
2. Satu kriteria mayor atau dua minor dan disertai TSS reaktif atau tes FTA reaktif
3. Satu kriteria mayor dan satu kriteria minor
- Kriteria mayor berupa kondiloma lata, osteokondritis, periostitis, rhinitis,
rhinitis hemoragik
- Kriteria minor berupa fisura pada bibir, lesi kulit, mucous patch,
hepatomegali, splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan SSP, anemia
hemolitik, sel cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100
2) Kriteria CDC yang di revisi
 Pasti (confirmed)
Diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap
 Tersangka (presumtive)
1. Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat
pengobatan tidak adekuat selama kehamilan
2. Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :
- Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik
- VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain.
- Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif
3. Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)
kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat janin ≥500 gram pada
wanita yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak
adekuat saat melahirkan.
Penatalaksanaan
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan
pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis
didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan
kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.
Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :
1. Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2 tahun).
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalam
aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2. Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infeksi, sifilis
kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau
dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.
3. Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil
penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian
penisilin long acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali
seminggu selama 3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x
500 mg/hari selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM
sekali seminggu selama 3 minggu.
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital menurut
CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :
a) Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium
dan/radiologik,
b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya
c) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak
diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d) Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis.
e) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau Mempunyai
antibodi spesifik IgM antitreponema.
Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa
diamati. Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu
diagnosis pasti secara klinis atau serologik. Dengan pengobatan dengan Aqueous
penisilin bergantung 1 minggu >usia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu, diberikan tipa 12 jam,
usia – ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.
Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998
 Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis Penisilin G prokain 50.000
unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.
 Bayi normal
a) Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :
a. Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau penisilin
b. prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu), atau
c. benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
b) Ibu sifilis laten lanjut, atau
c) Ibu mendapat terapi eritromosin atau obat selain penisilin, atau
d) Ibu mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau
e) Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema
tidak turun 4 kali lipat, diberikan : Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis
tunggal
f) Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema
turun 4 kali lipat, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin
penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal bila pengamatan tidak
memungkinkan
g) Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2)
selama kehamilan, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologic.
Menurut CDC 1998, diluar masa neonatus, anak yang didiagnosis sifilis congenital
harus diperiksa CSS untuk menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis
congenital atau sifilis didapat. Semua anak yang diduga menderita sifilis kongenital
atau dengan kelainan neurologik diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB
IV/IM tiap 4-6 jam selama 10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.
Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin
Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan
eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin.
Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.
Pemeriksaan Setelah Pengobatan
Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah
pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan
kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa infeksi ulang
sering terjadi.

HPV dalam Kehamilan


Definisi
Secara global, infeksi Human Papillomavirus (HPV) adalah infeksi menular seksual paling
umum terjadi. Gambaran klinis yang tampak berupa gambaran seperti kembang kol pada
daerah genital. Selama kehamilan, prevalensi Kondiloma meningkat dari trimester pertama
sampai trimester ketiga dan menurun secara signifikan pada periode postpartum. Risiko
kondiloma akuminata pada kehamilan adalah dua kali lipat. Lesi HPV yang berupa
kondiloma dapat terjadi pada daerah cerviks (kondiloma serviks) atau condilom avulva
cenderung berkembang dalam ukuran dan vaskularitas selama kehamilan karena adanya
perubahan anatomi termasuk vaskularisasi selama kehamilan dan adanya penurunan
kekebalan alami serta pengaruh hormonal. Keadaan ini dapat menghalangi saluran
reproduksi dan dapat berakibat terjadinya perdarahan banyak saat persalinan.
Kehamilan dan obat-obat kontrasepsi oral merangsang pertumbuhan kondiloma akuminata,
karena peningkatan hormon estrogen saat itu. Demikian juga pada pemakaian obat-obat
imunosupresif yang menekan imunitas untuk melawan virus, dapat mempersukar berhasilnya
penatalaksanaan.
Prevalensi yang tinggi pada usia produktif membuat infeksi HPV dapat terjadi pada saat
kehamilan. Kondiloma akuminata tumbuh lebih cepat pada wanita yang sedang hamil.
Kondiloma akuminata pada wanita hamil dapat meluas pada serviks, vagina, vulva, dan dapat
begitu luasnya sehingga menutupi jalan lahir. Penyebab perluasan lesi ini masih belum
diketahui dengan pasti tetapi memang terjadi penurunan kekebalan yang dihantarkan sel
selama kehamilan.
Resiko Penularan HPV Kepada Neonatal
Neonatus terkena penularan infeksi virus terutama selama perjalanan melalui jalan lahir.
Transmisi bahkan dapat terjadi tanpa adanya lesi klinis jelas. Meskipun modus klasik
penularan HPV pada bayi baru lahir adalah selama perjalanan janin melalui jalan lahir dan
mengalami kontak dengan ibu yang terinfeksi. Namun, dalam kasus tertentu, bayi baru lahir
dapat mengalami infeksi kongenital intra uterine, walaupun dengan kelahiran melalui sectio
caesaria, dan itu dapat disebabkan oleh infeksi ascending dari saluran vagina setelah
terjadinya ketuban pecah dini. Ada pula infeksi yang terjadi saat pembuahan dan terjadi
transmisi intra uterine melalui sperma yang membawa HPV carrier atau infeksi transplasenta.
Paparan pada fetus dapat berakibat terjadinya papilomatosis larings juvenil, yang biasanya
manifes pada usia 5 tahun. Insidensi papilomatosis larings juvenil tidak tinggi dan
patogenesisnya masih belum jelas, tetapi penyakit ini dapat menimbulkan distress pernafasan
akibat terjadinya obstruksi saluran pernafasan karena edema pada larings serta memiliki
tingkat rekurensi yang tinggi. Pada ibu dengan riwayat kondiloma akuminata didapatkan 50%
bayi yang menderita papilomatosis larings yuvenil. Meski demikian, risiko untuk terjadinya
papilomatosis larings yuvenil pada janin yang dilahirkan oleh ibu yang menderita kondiloma
akuminata belum dapat ditentukan, ada yang mengungkapkan bahwa jumlahnya terlalu kecil.
Terapi Kondiloma Akuminata Pada Ibu Hamil
Pengobatan saat hamil sangat mengganggu penderita dan lesi ini biasanya menghilang setelah
persalinan. Saat kehamilan dianjurkan untuk sering mencuci dan membersihkan daerah vulva
ditambah membersihkan vagina dengan irigasi dan menjaga daerah itu tetap kering dan hal
ini akan menghambat proliferasi kutil itu dan mengurangi ketidak nyamanan yang ada. Pada
umumnya bila tidak begitu penting dan tidak begitu mengganggu maka tidak perlu
memberikan mengobatan pada saat kehamilan karena dia akan menghilang setelah
persalinan. Terapi ditujukan untuk mengurangi keluhan dan memilih pengobatan yang tidak
toksik terhadap ibu dan anak dan mengurangi ukuran besar kutil. Beberapa obat pilihan yang
ada dibatasi untuk tidak dipergunakan pada wanita hamil. Pemilihan cara pengobatan
tergantung pada besar, lokalisasi, jenis dan jumlah lesi serta fasilitas pelayanan yang tersedia.
Penatalaksanaan kondiloma akuminata pada wanita hamil merupakan hal yang sulit.
Pemberian podofilin, yang merupakan drug of choice, tidak dapat dilakukan karena akan
beresiko terjadinya absorpsi podofilin yang bersifat toksik. Podofilin memiliki sifat
antimitotik dan dicurigai bersifat teratogenik. Podofilin mengakibatkan spasme vaskularisasi
lokal, iskemik dan nekrosis jaringan. Pada kehamilan, lesi sangat profuse dan
vaskularisasinya banyak sehingga memudahkan untuk absorpsi sistemik podofilin.
Pemakaian agen ini pada ibu hamil dapat menyebabkan IUFD dan neuropati maternal.
Krioterapi, elektrokauterisasi, terapi laser, dan asam trikloroasetat adalah pilian terapi
kondiloma akuminata yang dapat digunakan untuk wanita hamil. Penatalaksanaan kondiloma
akuminata pada ibu hamil secara eksisi lesi dengan kauter atau cryosyrgery harus dilakukan
dengan hati-hati agar tidak menyebabkan skar yang ekstensif atau melukai jaringan.
Penggunaan laser CO2 terbukti lebih efektif untuk eksisi dan keberhasilan penggunaan laser

sampai 90%. Laser juga meminimalkan kerusakan jaringan sekitar lesi tetapi terapi ini sangat
mahal dan membutuhkan anestesi lokal. Namun, laser CO2 dan elektrokauterisasi dapat
menyebabkan perdarahan yang berat pada 33% pasien bila dilakukan pada kehamilan, serta
dapat menimbulkan infeksi dan nekrosis jaringan yang berat.
Agen kimia alternatif lainnya adalah asam trikloroasetat 50% yang digunakan setiap minggu
seperti halnya podofilin. Agen ini tidak perlu dicuci setelah penggunaannya tetapi rasa
terbakarnya dapat bertahan 5-30 menit. Asam trikloroasetat (TCA) merupakan zat yang
bersifat kaustik dan dapat mengikis kulit dan membrana mukosa. Mekanisme kerja TCA
adalah dengan cara koagulasi protein yang menyebabkan terjadi kekeringan sel dan jaringan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya destruksi yang berat pada kondiloma. Asam
trikloroasetat dinyatakan aman digunakan pada kehamilan karena tidak diabsorbsi secara
sistemik. Zat ini dapat diaplikasikan langsung ke permukaan lesi dengan lidi/kapas lidi
aplikator setiap minggu. Tingkat keberhasilan TCA untuk terapi kondiloma adalah 56-81%
dengan tingkat rekurensi 36%.

Herpes Genital (HSV-2)


Definisi
Herpes Genitalis merupakan IMS virus yang menempati urutan kedua tersering di dunia dan
merupakan ulkus genital tersering di negara maju.
Etiologi
Virus herpes simpleks tipe-2 (VHS-2) merupakan penyebab HG tersering (82%), sedangkan
virus herpes simpleks tipe-1 (VHS-1) yang lebih sering dikaitkan dengan lesi di mulut dan
bibir, ternyata dapat pula ditemukan pada 18% kasus herpes genitalis. Cara
Penularan: Herpes menyebar melalui kontak seksual antar kulit dengan bagian-bagian tubuh
yang terinfeksi saat melakukan hubungan seks vaginal, anal atau oral. Transmisi virus ini
dapat terjadi secara vertikal dari ibu ke janin yang dikandungnya. Infeksi pada neonatus
terjadi pada saat persalinan ketika bayi berkontak langsung melalui jalan lahir dengan duh
vagina ibu yang terinfeksi.
Gambaran Klinik
Manifestasi dipengaruhi oleh faktor pejamu, pajanan VHS sebelumnya, episode terdahulu,
dan tipe virus. Masa inkubasi berkisar 3 – 7 hari, bahkan dapat lebih lama. Predileksi dapat
ditemukan di labia mayor/minor, klitoris, introitus vagina dan serviks, sedangkan yang lebih
jarang di daerah perianal, bokong, dan mons pubis.
Gejala bisa ringan sampai berat, diawali rasa gatal atau terbakar didaerah lesi yang terjadi
beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Selain itu bisa terjadi gejala konstitusi seperti malese,
demam, dan nyeri otot. Lesi tipikal berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritema yang
mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel. Kelenjar getah bening regional dapat
membesar dan nyeri.
Lesi rekuren dapat terjadi dengan gejala klinik umumnya lebih ringan, penyembuhan lebih
cepat, dan masa pelepasan virus berlangsung kurang dari 5 hari. Herpes Genitalis rekuren
dapat hanya berupa fisura yang cepat hilang tanpa gejala. Umumnya, rekurensi lebih sering
terjadi pada 1 tahun pertama setelah episode pertama, sedangkan tahun-tahun berikutnya
lebih jarang.
Komplikasi
Pasien yang terkena herpes primer pada kehamilan menghadapi resiko komplikasi obstetrik
dan neonatal, antara lain :
a) Aborsi spontan
b) IUGR
c) Persalinan kurang bulan
Sedangkan kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa :
a) Ensefalopati
b) Keratokonjungtivitis
c) Hepatitis
d) Lesi pada kulit
Diagnosis
Secara klinik ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan
dasar eritema, dan riwayat gejala serupa berulang. Pemeriksaan laboratorium paling
sederhana adalah uji Tzank, akan tetapi sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini
umumnya rendah. Deteksi VHS dengan kultur merupakan pemeriksaan baku emas untuk
infeksi VHS genital dini. Pemeriksaan ELISA merupakan pemeriksaaan untuk menentukan
adanya antigen atau antibodi VHS dalam serum penderita.
Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan untuk penyakit ini. Obat anti virus biasanya efektif dalam
mengurangi frekuensi dan durasi (lamanya) timbul gejala karena infeksi HSV-2. Pengobatan
dengan asiklovir harus diberikan kepada semua perempuan yang menderita HG episode
primer dalam kehamilan. Terapi supresif dengan asiklovir pada 4 minggu terakhir kehamilan
dapat mencegah rekurensi HG pada saat partus. Dianjurkan untuk dilakukan seksio sesarea
terhadap semua perempuan hamil yang datang dengan HG lesi primer pada saat menjelang
kelahiran, namun tidak dianjurkan untuk perempuan yang terserang HG lesi primer pada
trimester pertama ataupun kedua.
Dosis asiklovir/valasiklovir yang dianjurkan untuk infeksi primer:
 Asiklovir per oral 5 x 200 mg/hari selama 7 hari; pada lesi berat i.v. 3-5
mg/kgBB/hari selama 7 – 10 hari, atau
 Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 7 hari
Dosis untuk infeksi rekuren:
 Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari atau
 Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 5 hari
Pengobatan untuk neonatus dengan infeksi VHS dapat diberikan asiklovir 10 mg/ kgBB i.v.
tiap 8jam selama 10 – 21 hari.

B. PENYULUHAN
Penyuluhan adalah proses penyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan,
teknologi maupun seni. Lebih lengkapnya penyuluhan dapat diartikan sebagai proses aktif
yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun proses
perubahan “perilaku” (Behaviour) yang merupakan perwujudan dari Pengetahuan, Sikap dan
Keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/ pihak lain, baik secara langsung atau
tidak langsung. Sedangkan menurut Depkes (2002), penyuluhan kesehatan adalah
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau
instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Seiring dengan kebijakan otonomi daerah melalui pencanangan paradigma sehat,
kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) yang telah bertahun-tahun dilakukan
Departemen Kesehatan sebagai bentuk kegiatan Pendidikan Kesehatan, diganti dengan istilah
“Promosi Kesehatan”. Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan Daerah,
promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan
kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Dari pengalaman bertahun-tahun pelaksanaan promosi atau penyuluhan kesehatan
masyarakat mengalami berbagai hambatan dalam rangka mencapai tujuannya, yaitu
mewujudkan perilaku hidup sehat bagi masyarakat. Dari berbagai aspek terkait dalam
Promosi Kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama adalah tentang metode
dan alat peraga yang digunakan dalam promosi kesehatan.
Dengan metode yang benar dan penggunaan alat peraga yang tepat sasaran, maka
materi atau bahan isi yang perlu dikomunikasikan dalam promosi kesehatan akan mudah
diterima, dicerna dan diserap oleh sasaran, dicapai dan Indera penerima dari sasaran promosi.
Metode Promosi Kesehatan dapat digolongkan berdasarkan Teknik Komunikasi,
Sasaran yang dicapai dan Indera penerima dari sasaran promosi.
1. Berdasarkan Teknik Komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung
Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan sasaran.
Termasuk di sini antara lain: kunjungan rumah, pertemuan diskusi (FGD), pertemuan
di balai desa, pertemuan di Posyandu, dll.
b. Metode yang tidak langsung
Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan
sasaran, tetapi ia menyampaikan pesannya dengan perantara (media). Umpamanya
publikasi dalam bentuk media cetak, melalui pertunjukan film, dsb.
2. Berdasarkan Jumlah Sasaran Yang Dicapai
a. Pendekatan Perorangan
Dalam hal ini para penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
dengan sasaran secara perorangan, antara lain : kunjungan rumah, hubungan telepon,
dan lain-lain
b. Pendekatan Kelompok
Dalam pendekatan ini petugas promosi berhubungan dengan sekolompok sasaran.
Beberapa metode penyuluhan yang masuk dalam ketegori ini antara lain: Pertemuan,
Demostrasi, Diskusi kelompok, Pertemuan FGD, dan lain-lain.
c. Pendekatan Masal
Petugas Promosi Kesehatan menyampaikan pesannya secara sekaligus kepada sasaran
yang jumlahnya banyak. Beberapa metode yang masuk dalam golongan ini adalah:
Pertemuan umum, pertunjukan kesenian, Penyebaran tulisan/poster/media cetak
lainnya, Pemutaran film, dll.
3. Berdasarkan Indera Penerima
a. Metode Melihat/memperhatikan. Dalam hal ini pesan diterima sasaran melalui indera
penglihatan, seperti : Penempelan Poster, Pemasangan Gambar/Photo, Pemasangan
Koran dinding, Pemutaran Film.
b. Metode Pendengaran. Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera
pendengar, umpamanya : Penyuluhan lewat radio, Pidato, Ceramah, dll.
c. Metode “Kombinasi”. Dalam hal ini termasuk : Demonstrasi cara (dilihat, didengar,
dicium, diraba dan dicoba).
Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk
menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa
informasi/pesan instruksional. Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro
dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat
merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.
Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas yaitu sebagai alat
bantu pembelajaran. Sehingga media penyuluhan memiliki beberapa pengertian, sebagai
berikut:
 Media Penyuluhan adalah semua sarana dan alat yang digunakan dalam proses
penyampaian pesan.
 Media Penyuluhan adalah wahana untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
yang dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian/minat.
 Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan informasi
yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat
pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif
terhadap kesehatan.
Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan yang
disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan
tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya keperilaku yang positif.
Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan
penyuluhan kesehatan antara lain adalah:
a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c. Media dapat memperjelas informasi.
d. Media dapat mempermudah pengertian.
e. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
f. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
g. Media dapat memperlancar komunikasi
Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan
informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran,
Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut: (1) Wilbur Schramm, (2) Gagne, (3) Allen,
(4) Gerlach dan Ely, dan (5)Ibrahim.
Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media
sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu
(1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas pada
ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar individual,
seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telepon.
Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu : benda untuk di
demonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film
bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan
dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu
pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar, memberi kondisi
eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi
umpan balik.
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi,
obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian
lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media
pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media
tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar
yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain: info faktual, pengenalan
visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut
memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan
rendah.
Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas
delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam,
gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi.
Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks
tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua
dimensi; media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video,
komputer. Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan
mempermudah para guru atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat
pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan media
yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pebelajar, akan
sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media penyuluhan
dibagi menjadi 3 yakni:
a. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah
kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah
booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada
surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada
beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang,
biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah
pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan
yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.
b. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar
dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini
adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak,
media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih
menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca
indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih
besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi,sedikit rumit, perlu
listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya.
c. Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun
elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar
lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai
informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media
ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya,
persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan
keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
BAB III
KEGIATAN

A. INTERVENSI
Intervensi yang dipilih adalah penyuluhan/sosialisasi mengenai Infeksi Menular Seksual
(IMS) pada kehamilan, mengenali tanda gejala dan gambaran klinis secara garis besar dan
cara mencegah penularannya kepada kelompok ibu-ibu PKK Desa Padasugih melalui
penyuluhan dan pembagian leaflet. Intervensi dilakukan pada :
- Hari/ Tanggal: Rabu, 10 Juni 2015
- Tempat: Balai Desa, desa padasugih, brebes
- Waktu: 16.00 sd selesai
- Acara: Kegiatan Arisan PKK Desa Padasugih
- Peserta: Ibu-Ibu PKK Desa Padasugih
- Bentuk Kegiatan: Penyuluhan disertai diskusi dan tanya jawab serta evaluasi berupa
Pre test dan post test
- Intervensi: Memberikan penyuluhan dan pembagian lefleat mengenai Infeksi Menular
Seksual (IMS) serta evaluasi berupa pre test dan post test.

B. MONITORING
Monitoring dilakukan pada saat penyuluhan berlangsung, Peserta cukup antusias
mendengarkan dan mamberikan tanggapan. Dari penyuluhan ini di harapkan dapat
memberikan informasi mengenai gambaran klinis infeksi menular seksual dan efek yang
dapat terjadi terhadap janin jika ibu hamil menderita penyakit tersebut kepada peserta
penyuluhan sehingga bisa memulai kembali mengupayakan pencegahan terjadinya infeksi
menular seksual (IMS) pada ibu hamil. Monitoring selanjutnya dapat dilakukan dengan
kerjasama kader dan bidan desa untuk dapat mengingatkan menerapkan informasi yang sudah
didapat untuk bersama-sama mencegah terjadinya infeksi menular seksual pada kehamilan.

C. EVALUASI
Pada penyuluhan ini metode yang dipilih metode komunikasi secara langsung, melalui
pendekatan per kelompok, Media yang dipilih berupa media cetak yaitu berupa lefleat.
Kelebihan dari media ini antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat
dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, dan mempermudah pemahaman terhadap materi
penyuluhan. Namun, media cetak ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulur efek
gerak dan efek suara serta dapat mudah terlipat.
Evaluasi dilakukan secara langsung dengan melihat antusiasme peserta cukup antusias
dengan materi yang di berikan. Hal ini ditunjukkan dengan cukup banyak pertanyaan dan
tanggapan yang muncul saat penyuluhan. Selain itu evaluasi juga dilakukan dengan pretest
yang dilakukan sebelum penyuluhan dan post test setelah dilakukan penyuluhan, untuk
menilai sejauh mana informasi yang di sampaikan kepada peserta penyuluhan yang hadir
pada saat itu. Dengan adanya penyuluhan ini diharapkan para peserta bisa menambah
pengetahuannya serta dapat berbagi informasi dengan warga lainnya mengenai infeksi
menular seksual pada kehamilan dan dapat mengetahui efek yang dapat terjadi pada janin jika
ibu hamil yang menderita infeksi menular seksual.
Evaluasi dengan menilain pre test yang dilakukan saat sebelum memulai penyuluhan dan post
test yang dilakukan setelah selsai di laksanakannya penyuluhan. Sehingga dapat diketahui
sejauh mana materi ini dapat tersampaikan kepada para peserta penyuluhan.
Hasil kuisioner Pre test/post test

Nama Pre test Post test


1 Ny. T 3 4
2 Ny. Y 4 5
3 Ny. SA 4 5
4 Ny. K 4 5
5 Ny. N 5 5
6 Ny. SU 3 4
7 Ny. IS 4 5
8 Ny. NH 3 4
9 Ny. UM 3 4
10 Ny. DS 3 5
11 Ny. I 4 5
12 Ny. S 3 5
13 Ny. A 3 5
14 Ny. R 5 5
15 Ny. RS 3 4
16 Ny. J 4 5
17 Ny. ES 4 5
18 Ny. TK 3 4
19 Ny. G 5 5
20 Ny. NG 4 5
21 Ny. M 3 4
22 Ny. N 3 4
23 Ny. L 4 5
Poin rata-rata 3,66 4,70
Poin maksimal 5 5
Poin minimal 3 4

Dari hasil tersebut didapatkan peningkatan point rata-rata, dimana didapat rata-rata pre test
sebesar 3,66 meningkat menjadi 4,70 saat postest yang dilakukan setelah penyampaian materi
penyuluhan. Jawaban benar terendah yang didapat sebelum dilakukannya penyuluhan sebesar
3, jawaban benar meningkat menjadi 4 dan 5 dari 5 pertanyaan setelah dilakukannya
penyuluhan.
Dengan adanya penyuluhan ini diharapkan para kader bisa mengetahui dan dapat berbagi
informasi kepada warga lainnya untuk bersama-sama dapat mengenali seara dini gambaran
klinis penyakit infeksi menular seksual dan mengetahui efek yang dapat timbul pada
janin/bayi yang baru lahir dari ibu hamil yang menderita penyakit tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
- Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang yang
terinfeksi kepada pasangan seksualnya.
- Dampak IMS pada kehamilan bergantung pada organisme penyebab, lamanya infeksi dan
usia kehamilan pada saat terinfeksi. Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat
IMS, misalnya kematian janin (abortus spontan atau lahir mati), bayi berat lahir rendah
(akibat prematuritas, retardasi pertumbuhan janin dalam rahim), dan infeksi kongenital atau
perinatal (kebutaan, pneumonia neonatus, dan retardasi mental).
- Untuk menghindari timbulnya angka kejadian infeksi menular seksual pada ibu hamil dan
efek yang timbul terhadap janin/bayi ibu tersebut agar penyuluhan dan intervensi lainnya
sebaiknya secara kontinu dan berkesinambungan dilakukan.

B. SARAN
1. Bagi Masyarakat
Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga manfaat
langsung akan dicapai apabila masyarakat tergerak untuk merubah perilaku. Dalam hal ini
diharapkan agar pola perilaku hidup bersih dan sehat dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya agar tidak timbul angka kejadian infeki menular seksual.
2. Bagi Tenaga Medis
Penyuluhan agar dapat dilakukan di beberapa fasilitas kegiatan masyarakat termasuk jika
perlu di tempat prostitusi dll, dimana tempat tersebut merupakan salah satu sumber faktor
resiko yang besar. Agar dilakukan berkesinambungan dengan kegiatan penyuluhan
kesehatan lainnya. Adapun alat peraga dapat dimaksimalkan dengan inovasi yang lebih
baik misalnya menggunakan pyoyektor atau peraga tambahan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2011. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi.


ceriffeta.blogspot.com/2012/02/epidemiologi-kesehatan-reproduksi.html. Diunduh 16 Juni 2012.

Daili, S.F. 2007. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (PMS). In: Djuanda, A., Hamzah, M., and
Aisah, S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Division of STD Prevention.

Hakim. 2009. Worldwide Impact of The Human Papillomavirs Vaccine.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19387841 . Diunduh 13 Juni 2012

Pangkahila, Wimpie, Alex Pangkahila. 2010. The International Encyclopedia of Sexuality: Indonesia
(Republik Indonesia). www2.hu-berlin.de/sexology/IES/Indonesia.html. Diunduh 16 Juni 2012.
LAMPIRAN

Pembukaan oleh kepala sekolah Siswa aktif mendengarkan

Penjelasan menggunakan flipchart Siswa aktif bertanya

Simulasi cuci tangan Siswa mengikuti arahan


KUISIONER

Nama :
Usia :

1) Apakah dampak terhadap bayi/janin jika ibu hamil menderita Infeksi Menular Seksual?
a. Kematian janin (abortus spontan atau lahir mati), kebutaan, pneumonia neonatus dll
b. Bayi akan sehat
c. Tidak tahu
2) Apakah saja yang termasuk penyakit Infeksi Menular Seksual?
a. Gondongan
b. Gonore
c. Diare
3) Apa faktor resiko bisa terkena penyakit ini?
a. Sering bergonta ganti pasangan seksual
b. Lewat udara
c. Tidak tahu
4) Apa yang harus dilakukan ibu hamil supaya tidak terkena penyakit ini?
a. Pergi ke dukun bayi
b. Rutin pemeriksaan anc di puskesmas/bidan desa dan sampaikan jika ada keluhan
c. Tidak tahu
5) Apakah penyakit infeksi menular seksual itu?
a. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur, yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual
b. Infeksi yang menyerang saluran pernafasan
c. Tidak tahu

Anda mungkin juga menyukai