Referat Prolaps Recti Fani
Referat Prolaps Recti Fani
BAB I
PENDAHULUAN
Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dindingrektum melewati
anus. Apabila yang keluar tersebut terdiri dari semua lapisandinding rektum, prolaps ini disebut
prosidensia.1 Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor pencetus prolaps rektum, antara
lain peningkatan tekanan intraabdomen, gangguan pada dasar pelvis, infeksi, dan pengaruh
struktur anatomi, sertakelainan neurologis. Kausa prolaps rektum pada orang dewasa pada
umumnya akibat kurangnya daya tahan jaringan penunjang rektum yang terdiri dari mesenterium
dorsal, lipatan peritonium, berbagai fasia dan muskulus levator rektum. Bagian puborektum dari
muskulus levator melebarkan rektum sehingga rektum dan anus membentuk sudut tajam.2
Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita dengan perbandingan 1:6.
Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus.3 Pasien dengan prolaps rektum
mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui anus. Awalnya, massa menonjol dari anus
setelah buang air besar dan biasanya tertarik kembali ketika pasien berdiri. 4 Penatalaksanaan
prolaps rektum dilakukan dengan medikamentosa dan pembedahan. Namun hanya pembedahan
yang merupakan terapi definitif pada prolaps rektum. Berdasarkan pendekatan pembedahan yang
dilakukan, terapi bedah pada prolaps rektum dapat dibagi menjadi dua, yaitu prosedur per
abdominal danprosedur per perineum.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Anatomi
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal darientoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitelpelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi, dan drainase limfatiknya.3
Lumen rektum dilapisi mukosa granduler usus sedangkan kanalis ani dilapisiepitel
skuamosa stratifikatum lanjutan kulit luar. Daerah batas antara rektum dankanalis ani disebut
Anorectal Junction ditandai oleh linea pectinea/linea dentata yangterdiri dari sel-sel
transisional. Dari linea ini ke arah rektum ada kolumna rektalis(Morgagni), dengan
diantaranya terdapat sinus rektalis yang berakhir di kaudalsebagai vulva rektalis. Setinggi
linea dentata ini ada crypta dan muara anal.3
Pada kanalis ani kira-kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canalmulai
anal verge sampai ke linea dentata dan surgical anal canal untuk kepentinganklinis yang
dimulai dari analverge samai cincin anorektal yang merupakan bataspaling bawah dari otot
puborektalis yang dapat diraba pada waktu pemeriksaan rektaltouche.3
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-
ototpubococcygeus, ileococygeus dan puborektalis. Otot-otot yang berfungsi
mengaturmekanisme kontinensia adalah muskulus puborektalis, sfingter ani eksternus
(ototlurik), dan sfingter ani internus (otot polos). Batas antara sfingter ani eksternus
daninternus disebut garis Hilton. Otot yang memegang peranan terpenting dalam mengatur
kontinensia adalah otot-otot puborektalis. Bila m.puborektalis tersebutterputus, dapat
mengakibatkan terjadinya inkontinensia.3
Gambar
1.
Anatomi Rektum2
Vaskularisasi kanal anal berasal dari arteri hemorrhoidalis superior cabangdari arteri
mesenterika inferior, arteri hemorrhoidalis media cabang dari arteri iliacaeksterna, dan arteri
hemorrhoidalis inferior cabang dari arteri pudenda.3
Aliran vena di atas anorektal junction melalui sistem porta sedangkan kanalisani
langsung ke vena cava inferior. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatiksehingga sangat
sensitif terhadap rasa sakit, sedangkan rektum diatur oleh sarafsimpatis dari pleksus
mesenterika inferior dan nervus presakralis (hipogastrika) yangberasal dari L2,3,4 dan
parasimpatis dari S2,3,4.3
2.3 Epidemiologi
Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita denganperbandingan
1: 6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus. 4 Berbeda dari wanita,
kejadian prolaps rektum pada pria tidak meningkat seiringdengan usia dan tetap konstan
sepanjang hidup.3
Meskipun dapat terjadi pada segala usia, insiden puncak diamati pada usiadekade
keempat dan ketujuh kehidupan. Pada anak-anak biasanya terjadi pada usia dibawah 3 tahun,
dengan puncak insidens pada tahun pertama kehidupan. Pada populasianak kejadian prolaps
rektum merata antara laki-laki dan perempuan.3,4
2.4 Etiologi
1. Peningkatan tekanan intra abdomen seperti yang terjadi pada kostipasi, diare, BPH,
PPOK, pertusis;
2. Gangguan pada dasar pelvis;
3. Infeksi parasit seperti amubiasis, scistosomiasis;
4. Struktur anatomi, seperti kelemahan otot penyangga rektum, redundan rektosigmoid
5. Kelainan neurologis akibat trauma pelvis, sindrom cauda ekuina, tumor spinal,
multipel sclerosis
2.4 Patofisisologi
Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui
anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah buang air besar danbiasanya tertarik
kembali ketika pasien berdiri. Seiring proses penyakit berlangsung,massa menonjol lebih
sering, terutama ketika mengedan dan manuver Valsava sepertibersin atau batuk. Akhirnya,
prolaps terjadi saat melakukan kegiatan rutin sehari-hariseperti berjalan dan dapat
berkembang menjadi prolaps kontinu.1,2 Seiring perkembangan penyakit, rektum tidak lagi
tertarik spontan, dan pasienmungkin harus secara manual mengembalikannya. Kondisi ini
kemudian dapat berkembang ke titik di mana prolaps terjadi segera setelah dikembalikan ke
posisinyadan prolaps kontinu. Terkadang rektum menjadi terjepit dan pasien tidak dapat
mengembalikan rektum.1,3 Keluhan nyeri bervariasi. Sepuluh sampai 25% dari pasien juga
mengalamiprolaps rahim atau kandung kemih, dan 35% mungkin mengalami sistokel terkait.
Konstipasi terjadi pada 15-65% kasus. Dapat juga terjadi perdarahan rektum. Selain
massa menonjol dari anus, pasien sering melaporkan buang air besar yang tidak dapat ditahan
(inkntinensia alvi) pada sekitar 28-88% pasien. Inkontinensia terjadi karena 2 alasan.
Pertama, anus melebar dan membentang oleh rektum menonjol, mengganggufungsi sfingter
anal. Kedua, mukosa rektum yang berhubungan dengan lingkungandan terus-menerus
mengeluarkan lendir, sehingga membuat pasien merasa basah daninkontinensia. Mengetahui
riwayat inkontinensia, konstipasi, atau keduanya pentingkarena berperan dalam menentukan
prosedur bedah yang tepat.2,3
2.6 Pemeriksaan fisik
Penurunan tonus sfingter anal Prolaps rektum adalah diagnosis klinis dan hrus
ditegakkan saat pasien datang berobat. Pasien diminta untuk duduk di toilet ataupun
berbaring miring dan mengedan, lalu periksa adanya prolasp rektum. Jika tidak prolaps hanya
dengan mengedan, pemberian enema fosfat biasanya menimbulkan prolaps. Pada anak-anak,
gliserin supositoria dapat digunakan sebagai pengganti.3,4
Massa yang menonjol harus menunjukkan cincin konsentris dari mukosa. Dalam
kasus prolaps kecil, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara prolaps mukosa dan
prolaps seluruh tebal mukosa. Prolaps mukosa biasanya menunjukkan lipatan radial bukan
berupa cincin konsentris. Jika keduanya tidak dapat dibedakan secara klinis, pemeriksaan
dapat dibantu dengan defecogram dalam membedakan ini 2 kondisi. Defecogram adalah
tidak diperlukan pada prolaps rektum yang jelas.3
Laboratorium
Pemeriksaan imaging
Tes lainnya
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medikamentosa
2.8.2 Non-medikamentosa
Pada permulaan, saat prolaps masih kecil, penderita diberi diet berserat untuk
memperlancar defekasi. Kadang dianjurkan latihan otot dasar panggul. Pasien diinstruksikan
untuk merangsang buang air besar di pagi hari dan menghindari dorongan untuk buang air
saat sisa hari karena rasa penuh yang mereka rasakan sebenarnya adalah intususepsi rektum
proksimal ke arah distal rektum. Dengan waktu, dorongan untuk buang air besar akan
berkurang begitu juga dengan intususepsi.2,5
2.8.3 Pembedahan
Bila prolaps semakin besar dan makin sukar untuk melakukan reposisi, akibat adanya
udem, sehinga makin besar dan sama sekali tidak dapat dimasukkan lagi karena rangsangan
dan bendungan mukus serta keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar dan
hipotonik sehingga terjadi inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukan melalui
pembedahan.3,6
Terlepas dari jenis prosedur yang direncanakan, persiapan usus penuhmekanik dan
antibiotik harus dilakukan sebelum operasi. Antibiotik intravena (IV)harus selalu diberikan
sebelum operasi jika suatu bahan asing akan ditanamkan,administrasi pascaoperasi antibiotik
juga dapat dipertimbangkan.3
Prosedur abdominal pada pasien dengan intususepsi parah atau prolaps rektum
dengan fungsi sfingter normal berupa reseksi sigmoid dengan atau tanpa rectopexy dan
rectopexy saja. Kedua operasi, baik rectopexy atau reseksi membutuhkan mobilisasi
lengkap dari seluruh rektum ke lantai panggul untuk menghindari intususepsi distal.3,6,7
Rectopexy bertujuan untuk mengamankan rektum ke cekungan sakral. Ini dapat
dilakukan dengan jahitan atau bahan prostetik seperti polypropylene mesh (Marlex),
Gore-tex, atau asam polyglycolic atau mesh polyglactin (Dexon atau Vicryl). Banyak
penelitian telah menunjukkan tingkat komplikasi yang lebih tinggidengan bahan
prostetik, tingkat kontinensia lebih rendah, dan tidak ada perbedaandalam angka
kekambuhan, menjadikan suture rectopexy lebih dianjurkan. Suturerectopexy dilakukan
dengan jahitan tak diserap, menempelkan rektum kecekungan sakral. Jahitan ditempatkan
melalui ligamen lateral atau melalui propriamuskularis dari rektum.3,6,7
Anterior reseksi
Pasien dengan prolaps rektum dan konstipasi sering memiliki usus berlebihan,
dan beberapa ahli bedah percaya bahwa melalui reseksi ini konstipasi membaik dan
mengurangi kambuhnya prolaps rektum.
Dalam reseksi anterior untuk prolaps rektum, rektum yang dimobilisasi untuk
tingkat ligamen lateral, dan usus berlebihan (sigmoid) direseksi. Usus besar kiri
kemudian dibuatkan anastomosis ke atas rektum. Anastomosis ini dilakukan tanpa
kelemahan pada kolon sehingga rektum tetap pada posisinya dan tidak terjadi prolaps
lagi. Saat ini, ahli bedah kolorektal sedikit melakukan prosedur ini, karena tidak berpikir
untuk mengatasi kelainan anatomi seperti fiksasi rektum yang lemah.3,6,7
Marlex rectopexy
Dalam rectopexy Marlex atau disebut juga prosedur Ripstein, seluruh bagian
rektum dimobilisasi ke tulang ekor posterior, bagian lateral ligamen lateralis, dan bagian
anterior dari cul-de-sac anterior. Bahan yang tak terserap, seperti Marlex mesh atau spons
Ivalon, difiksasi pada fasia presakral. Rektum kemudian ditempatkan dalam keadaan
tegang, dan material sebagian melilit rektum untuk tetap dalam posisinya.
Suture rectopexy
Suture rectopexy pada dasarnya sama dengan Marlex rectopexy, kecuali bahwa
rektum difiksasi ke fasia presakral dengan bahan jahitan bukan dengan mesh atau spons
Ivalon.3,6,7 Reseksi rectopexy Sebuah reseksi dengan rectopexy disebut juga prosedur
Frykman-Goldberg merupakan kombinasi dari reseksi anterior dan rectopexy Marlex,
yang merupakan pilihan yang baik bagi pasien dengan konstipasi yang signifikan.Rektum
benar-benar dimobilisasi ke tulang ekor posterior, pada ligamenlateral yang lateral, dan
ke cul-de-sac anterior.3,6,8
Komplikasi dari prosedur ini meliputi obstruksi dengan impaksi tinja dan erosi
dari kawat dengan infeksi. Anal encirclement tidak lagi umum dilakukan, biasanya hanya
disediakan untuk pasien yang paling lemah dan untuk pasien dengan risiko bedah
tertinggi, di antaranya dengan tujuan paliatif. Anal encirclement membawa risiko impaksi
tinja yang sangattinggi.3,6,7
Reseksi Delorme
2.9 Komplikasi
Sumber yang paling umum dari infeksi pada prosedur pembedahan per abdomen
adalah organisme kulit pada luka. Jika bahan asing telah ditanamkan, infeksi dapat terjadi,
paling sering disebabkan organisme kulit, dan jika memungkinkan bahan asing harus
disingkirkan. Adanya fibrosis dapat membuat penyingkiran bahan prostetik terlalu
berbahaya, dalam kasus seperti ini digunakan terapi antibiotik jangka panjang. Infeksi setelah
prosedur perineum jarang terjadi, biasanya sebagai akibat pemisahan di anastomosis
perineum.3
2.9.2 Pendarahan
Perdarahan paling sering terjadi dalam 2 situasi. Situasi pertama melibatkan robeknya
pembuluh darah presakrum selama prosedur per abdomen, ketika rektum langsung
ditempelkan ke fasia presakrum. Hal ini dapat menyebabkan hematoma presakrum atau
perdarahan hebat. Pendarahan seperti ini bisa sulit untuk dikendalikan karena pembuluh
darah keluar langsung dari tulang. Manuver awal dengan tekanan langsung ke area
perdarahan selama 10-15 menit. Jika ini gagal untuk mengontrol perdarahan, pines titanium
dapat ditempatkan ke dalam tulang untuk menghambat perdarahan. Pemotongan di ruang
presakrum sering meningkatkan perdarahan dan harus dihindari. Situasi umum kedua untuk
perdarahan terjadi selama penipisan mukosa pada prosedur Delorme atau dari pemisahan
luka pasca operasi.3
Perlukaan usus dapat terjadi selama mobilisasi rektum. Jika diketahui, lukatersebut
biasanya dapat diobati tanpa memerlukan diversi usus. Jika usus terluka,tidak diperkenankan
melakukan pemasangan material asing. Adanya perlukaan yangtidak diketahui dapat
menyebabkan pembentukan abses dan sepsis panggul.Perlukaan usus yang tidak diketahui
mungkin terjadi saat prosedur laparoskopi olehbeberapa mekanisme, dan jika tidak terdeteksi
dengan cepat akan menghambatperbaikan kondisi pasien, dan dapat menyebabkan sepsis dan
kematian.3
Kandung Kemih dan Seksual Perubahan fungsi kandung kemih dan fungsi seksual
merupakan komplikasiyang jarang terjadi dalam prosedur per abdomen jika dilakukan dengan
benar. Sarafsimpatik dan parasimpatis panggul berjalan di sepanjang rektum, jika
pembedahantidak dilakukan pada bidang yang tepat, cedera dapat terjadi, menyebabkan
disfungsi kandung kemih, impotensi, atau ejakulasi retrograde. Ini merupakan pertimbangan
penting dalam pemilihan prosedur perbaikan, terutama pada pria,meskipun risiko cedera
kurang dari 1-2%.3
2.9.6 Konstipasi
Prosedur dan perineum reseksi anterior memiliki risiko rendah obstruksi outlet. Secara
historis, prosedur per abdomen dimana penempelan rektum pada sakrum menyebabkan
tingginya tingkat obstruksi saat rektum dibungkus mengelilinginya, seringkali mengharuskan
pelepasan fiksasi untuk mengobatinya, karena alasan ini, bila dilakukan pembungkusan, hanya
dilakukan pada sposterior dan sebagian di sisi rektum.3
2.10 Prognosis
Mortalitas pasca operasi rendah, namun tingkat kekambuhan bisa setinggi 15%,terlepas
dari prosedur operasi yang dilakukan. Komplikasi pasca operasi palingumum melibatkan
perdarahan dan kebocoran di anastomosis. Komplikasi lainnyatermasuk ulserasi mukosa dan
nekrosis dinding rektum. Komplikasi operasi lebihtinggi untuk operasi per abdominal, dengan
tingkat kekambuhan yang lebih rendah,sebaliknya untuk operasi perineum, yang memiliki
tingkat komplikasi yang lebihrendah, tetapi kekambuhan lebih tinggi.3,4
Tingkat kekambuhan untuk reseksi anterior tanpa fiksasi sakrum adalahsekitar 7-9%,
dengan tingkat morbiditas dari 15-29%. Tingkat kekambuhan ini lebihtinggi daripada prosedur
per abdominal lainnya.3 Tingkat kekambuhan untuk Marlex rectopexy berkisar antara 2%
sampai10%, dengan tingkat morbiditas 3-29%. Kontinensia meningkat dalam 50-70% dari
pasien. Kontipasi, tidak membaik dan bisa memburuk setelah operasi ini.
Hasil rectopexy jahitan sebanding.3 Tingkat kekambuhan untuk reseksi dan rectopexy
adalah 3-4%, denganbeberapa studi melaporkan tingkat kekambuhan 0%. Morbiditas berkisar
antara 4%sampai 23%. Karena usus berlebihan juga direseksi, konstipasi membaik pada 60-80%
pasien, dan kontinensia membaik pada 35-60%.3 Tingkat kekambuhan untuk reseksi lengan
Delorme mukosa berkisar antara5% sampai 26%, dengan morbiditas variabel yang biasanya
berkaitan dengankomorbiditas yang mendasari pasien. Inkontinensia alvi dan konstipasi
membaiksekitar 50% dari pasien.3,7 Tingkat kekambuhan untuk rektosigmoidektomy Altemeier
perineum berkisarantara 0% sampai 50%, dengan rata-rata sekitar 10%. Kontinensia dapat
diperbaikijika lipatan levator ditambahkan ke prosedur. Pemulihan kontinensia dengan
prosedurini tidak dapat diprediksi.3,7
BAB III
KESIMPULAN
Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dindingrektum melewati
anus. Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor pencetusprolaps rektum, antara lain
peningkatan tekanan intra abdomen, gangguan padadasar pelvis, infeksi, dan pengaruh struktur
anatomi, serta kelainan neurologis.Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita
dengan perbandingan1:6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus.
Pasiendengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui anus.Awalnya,
massa menonjol dari anus setelah buang air besar dan biasanya tertarikkembali ketika pasien
berdiri. Keluhan dapat berupa nyeri, konstipasi, dapat jugaterjadi perdarahan rektum, buang air
besar yang tidak dapat ditahan. Padapemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya penonjolan
mukosa rektum, penebalankonsentris cincin mukosa, terlihat adanya sulkus antara lubang anus
dan rektum,ulkus rektum soliter, dan penurunan tonus sfingter anal. Bila prolaps semakin
besardan makin sukar untuk melakukan reposisi, akibat adanya udem, sehinga makinbesar dan
sama sekali tidak dapat dimasukkan lagi karena rangsangan danbendungan mukus serta
keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar danhipotonik sehingga terjadi
inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukanmelalui pembedahan. Kontraindikasi
terhadap koreksi bedah prolaps rektumdidasarkan pada komorbiditas pasien dan kemampuannya
untuk mentoleransipembedahan. Terdapat dua jenis operasi untuk prolaps rektum: abdominal
danperineum. Prosedur abdominal memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah danmenjaga
kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai risiko lebih dan memilikiinsiden konstipasi
yang lebih tinggi pasca operasi. Prosedur perineum tidak berisikoterjadinya anastomosis namun
mengurangi rektum, sehingga kapasitaspenyimpanan rektum, namun memiliki angka
kekambuhan lebih tinggi. Komplikasiserius setelah operasi prolaps rektum meliputi infeksi,
perdarahan, perlukaan usus, kebocoran anastomosis, perubahan fungsi kandung kemih dan
seksual, dankonstipasi. Frekuensi komplikasi ini berkaitan dengan jenis prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R. dan Wim de Jong. 2010. Usus Halus, Apendiks, kolon, dan Anorektum.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hlm 795-796.
2. Gerard M.D. 2010. Anorectum. Current Diagnosis & Ttreatment : Surgery 13th International
Edition. McGraw Hill. Hlm 704-707
4. Randa M.M., Rectal prolapse: Diagnosis and Clinical Management World J Gastroenterol
2010 May 7;16(17): 2193-2194
5. P Sivalingam. Best Approach for Management of Rectal Prolapse Bombay Hospital Journal,
Vol. 50, No. 3, 2008. Hlm 1-12
6. Madhulika V., Janice R., Donald B., Practice Parameters for the Management of Rectal
Prolapse. Disease of Colon Rectum 2011; 54: 1339–1346
7. Eung J.S. Surgical Treatment of Rectal Prolaps. Journal of Korean Society of Coloproctol
2011; 27(1);5-12
8. Sewefy A.M, Abobeeh H.M, Saleh M.G, Mohammed R.A, Wagdy M A dan Kamal A.
Laparoscopic Rectopexy for Complete Rectal Prolapse. El-Minia Med. Bul.2010. 21 (1): 1-8
9. Hetzer FH, Roushan AH, Wolf K, Beutner U, Borovicka J, Lange J, et al. Functional
outcome after perineal stapled prolapse resection for external rectal prolapse. BMC Surg.
Mar 8 2010;10:9. 24