Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji serta syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, shalawat serta salam saya panjatkan
kepada nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulisan referat ini dengan judul “Prolaps Rekti
dan Penangannya” dapat terselesaikan.
Referat ini disusun dalamrangka memenuhi persyaratan kepanitraan dibagian bedah
RSUD Arjawinangun. Besar harapan penulis agar referat ini dapat memberikan manfaat yang
baik kepada penulis maupun kepadarekan-rekan yang lain.
Terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp.B, MH.Kes, FInaCS, ICS, sebagai pembimbing.
2. Perawat SMF Bedah, yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu dengan kami.
3. Rekan-rekan Kepanitraan SMF Bedah, atas dukungan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
sangat diharapkan saran dan kritik guna perbaikan pada referat ini. Akhir kata, dengan segenap
kerendahan kerendahan hati dan penuh harap atas ridha-Nya, semoga referat ini bermanfaat bagi
kita semua.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

BAB I

PENDAHULUAN
Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dindingrektum melewati
anus. Apabila yang keluar tersebut terdiri dari semua lapisandinding rektum, prolaps ini disebut
prosidensia.1 Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor pencetus prolaps rektum, antara
lain peningkatan tekanan intraabdomen, gangguan pada dasar pelvis, infeksi, dan pengaruh
struktur anatomi, sertakelainan neurologis. Kausa prolaps rektum pada orang dewasa pada
umumnya akibat kurangnya daya tahan jaringan penunjang rektum yang terdiri dari mesenterium
dorsal, lipatan peritonium, berbagai fasia dan muskulus levator rektum. Bagian puborektum dari
muskulus levator melebarkan rektum sehingga rektum dan anus membentuk sudut tajam.2

Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita dengan perbandingan 1:6.
Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus.3 Pasien dengan prolaps rektum
mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui anus. Awalnya, massa menonjol dari anus
setelah buang air besar dan biasanya tertarik kembali ketika pasien berdiri. 4 Penatalaksanaan
prolaps rektum dilakukan dengan medikamentosa dan pembedahan. Namun hanya pembedahan
yang merupakan terapi definitif pada prolaps rektum. Berdasarkan pendekatan pembedahan yang
dilakukan, terapi bedah pada prolaps rektum dapat dibagi menjadi dua, yaitu prosedur per
abdominal danprosedur per perineum.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Definisi Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal


dindingrektum melewati anus. Apabila yang keluar tersebut terdiri dari semua lapisandinding
rektum, prolaps ini disebut prosidensia.1

2.2 Anatomi

Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal darientoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitelpelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi, dan drainase limfatiknya.3

Lumen rektum dilapisi mukosa granduler usus sedangkan kanalis ani dilapisiepitel
skuamosa stratifikatum lanjutan kulit luar. Daerah batas antara rektum dankanalis ani disebut
Anorectal Junction ditandai oleh linea pectinea/linea dentata yangterdiri dari sel-sel
transisional. Dari linea ini ke arah rektum ada kolumna rektalis(Morgagni), dengan
diantaranya terdapat sinus rektalis yang berakhir di kaudalsebagai vulva rektalis. Setinggi
linea dentata ini ada crypta dan muara anal.3

Pada kanalis ani kira-kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canalmulai
anal verge sampai ke linea dentata dan surgical anal canal untuk kepentinganklinis yang
dimulai dari analverge samai cincin anorektal yang merupakan bataspaling bawah dari otot
puborektalis yang dapat diraba pada waktu pemeriksaan rektaltouche.3

Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-
ototpubococcygeus, ileococygeus dan puborektalis. Otot-otot yang berfungsi
mengaturmekanisme kontinensia adalah muskulus puborektalis, sfingter ani eksternus
(ototlurik), dan sfingter ani internus (otot polos). Batas antara sfingter ani eksternus
daninternus disebut garis Hilton. Otot yang memegang peranan terpenting dalam mengatur
kontinensia adalah otot-otot puborektalis. Bila m.puborektalis tersebutterputus, dapat
mengakibatkan terjadinya inkontinensia.3
Gambar
1.

Anatomi Rektum2

Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m.levator ani membentukjerat yang


melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum jugaditopang oleh fascia
pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanandan kiri yang ditembus oleh
arteri atau vena hemorrhoidales media danmesorektum.Ligamentum dan mesorektum
memfiksasi rektum ke permukaan anteriorsakrum.2,3

Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rektum disebut cincinanorektal,


ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateraldengan fossa
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki- laki dengan sentral
perineum, bulbus uretra dan batas posterior diafragma urogenital(ligamentum triangulare).
Sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari
dinding vagina posterior. Cincin anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan
bagian serabut m.levator animengelilingi bagian bawah anus bersama m.sfingter ani
eksterna.3

Vaskularisasi kanal anal berasal dari arteri hemorrhoidalis superior cabangdari arteri
mesenterika inferior, arteri hemorrhoidalis media cabang dari arteri iliacaeksterna, dan arteri
hemorrhoidalis inferior cabang dari arteri pudenda.3
Aliran vena di atas anorektal junction melalui sistem porta sedangkan kanalisani
langsung ke vena cava inferior. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatiksehingga sangat
sensitif terhadap rasa sakit, sedangkan rektum diatur oleh sarafsimpatis dari pleksus
mesenterika inferior dan nervus presakralis (hipogastrika) yangberasal dari L2,3,4 dan
parasimpatis dari S2,3,4.3

Gambar 2. Prolaps Rektum3

2.3 Epidemiologi

Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita denganperbandingan
1: 6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus. 4 Berbeda dari wanita,
kejadian prolaps rektum pada pria tidak meningkat seiringdengan usia dan tetap konstan
sepanjang hidup.3

Meskipun dapat terjadi pada segala usia, insiden puncak diamati pada usiadekade
keempat dan ketujuh kehidupan. Pada anak-anak biasanya terjadi pada usia dibawah 3 tahun,
dengan puncak insidens pada tahun pertama kehidupan. Pada populasianak kejadian prolaps
rektum merata antara laki-laki dan perempuan.3,4

2.4 Etiologi

Beberapa faktor yang diperkirakan berperan sebagai etiologi terjadinya


prolapsrektum antara lain:2,3,4

1. Peningkatan tekanan intra abdomen seperti yang terjadi pada kostipasi, diare, BPH,
PPOK, pertusis;
2. Gangguan pada dasar pelvis;
3. Infeksi parasit seperti amubiasis, scistosomiasis;
4. Struktur anatomi, seperti kelemahan otot penyangga rektum, redundan rektosigmoid
5. Kelainan neurologis akibat trauma pelvis, sindrom cauda ekuina, tumor spinal,
multipel sclerosis

2.4 Patofisisologi

Patofisiologi prolaps rektum tidak sepenuhnya dipahami. Namun terdapat 2 teori


utama yang menjadi dasar mekanisme terjadinya prolaps rektum. Teori pertamamengatakan
bahwa prolaps rektum merupakan pergeseran hernia akibat defek padafasia panggul. Teori
kedua menyatakan bahwa prolaps rektum dimulai sebagaiintususepsi internal yang melingkar
dari rektum mulai 6-8 cm proksimal ambanganal. Seiring dengan waktu peregangan ini
berkembang menjadi prolaps dari seluruhtebal dinding rektum, meskipun tahap ini tidak
selalu dilampaui oleh setiap pasien.3

Patofisiologi dan etiologi prolaps mukosa kemungkinan besar berbeda denganprolaps


seluruh tebal dinding rektum dan intususepsi internal. Prolaps mukosa terjadiketika jaringan
ikat pada mukosa dubur melonggar dan tertarik, sehingga memungkinkan jaringan prolaps
melalui anus. Hal ini sering terjadi sebagaikelanjutan dari penyakit hemoroid yang lama dan
mengalami hal serupa.3 Seringkali, prolaps dimulai dengan prolaps internal dinding rektum
anterior dan berkembang menjadi prolaps seluruh tebal dinding rektum.3

2.5 Gejala dan tanda

Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui
anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah buang air besar danbiasanya tertarik
kembali ketika pasien berdiri. Seiring proses penyakit berlangsung,massa menonjol lebih
sering, terutama ketika mengedan dan manuver Valsava sepertibersin atau batuk. Akhirnya,
prolaps terjadi saat melakukan kegiatan rutin sehari-hariseperti berjalan dan dapat
berkembang menjadi prolaps kontinu.1,2 Seiring perkembangan penyakit, rektum tidak lagi
tertarik spontan, dan pasienmungkin harus secara manual mengembalikannya. Kondisi ini
kemudian dapat berkembang ke titik di mana prolaps terjadi segera setelah dikembalikan ke
posisinyadan prolaps kontinu. Terkadang rektum menjadi terjepit dan pasien tidak dapat
mengembalikan rektum.1,3 Keluhan nyeri bervariasi. Sepuluh sampai 25% dari pasien juga
mengalamiprolaps rahim atau kandung kemih, dan 35% mungkin mengalami sistokel terkait.

Konstipasi terjadi pada 15-65% kasus. Dapat juga terjadi perdarahan rektum. Selain
massa menonjol dari anus, pasien sering melaporkan buang air besar yang tidak dapat ditahan
(inkntinensia alvi) pada sekitar 28-88% pasien. Inkontinensia terjadi karena 2 alasan.
Pertama, anus melebar dan membentang oleh rektum menonjol, mengganggufungsi sfingter
anal. Kedua, mukosa rektum yang berhubungan dengan lingkungandan terus-menerus
mengeluarkan lendir, sehingga membuat pasien merasa basah daninkontinensia. Mengetahui
riwayat inkontinensia, konstipasi, atau keduanya pentingkarena berperan dalam menentukan
prosedur bedah yang tepat.2,3
2.6 Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda fisik dari prolaps rektum adalah sebagai berikut:3

 Penonjolan mukosa rektum


 Penebalan konsentris cincin mukosa
 Terlihat adanya sulkus antara lubang anus dan rektum
 Ulkus rektum soliter (10-25%)

Penurunan tonus sfingter anal Prolaps rektum adalah diagnosis klinis dan hrus
ditegakkan saat pasien datang berobat. Pasien diminta untuk duduk di toilet ataupun
berbaring miring dan mengedan, lalu periksa adanya prolasp rektum. Jika tidak prolaps hanya
dengan mengedan, pemberian enema fosfat biasanya menimbulkan prolaps. Pada anak-anak,
gliserin supositoria dapat digunakan sebagai pengganti.3,4

Massa yang menonjol harus menunjukkan cincin konsentris dari mukosa. Dalam
kasus prolaps kecil, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara prolaps mukosa dan
prolaps seluruh tebal mukosa. Prolaps mukosa biasanya menunjukkan lipatan radial bukan
berupa cincin konsentris. Jika keduanya tidak dapat dibedakan secara klinis, pemeriksaan
dapat dibantu dengan defecogram dalam membedakan ini 2 kondisi. Defecogram adalah
tidak diperlukan pada prolaps rektum yang jelas.3

2.7 Pemeriksaan penunjang

 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan prolaps rektum bersifat tidak


spesifik dan bermanfaat jika pasien memiliki preferensi usia dan komorbiditas. Tidak ada
pemeriksaan lab khusus yang membantu dalam evaluasi prolaps rektum itu sendiri.
Pertimbangkan pemeriksaan feses dan kultur agen infeksius, khususnya pada pasien
anak.3

 Pemeriksaan imaging

1. Barium Enema dan Kolonoskopi Sebelum memulai pengobatan bedah prolaps


rektum, penting untuk mengevaluasi seluruh usus besar untuk mengecualikan
setiap lesi kolon lainnya yang harus ditangani secara simultan. Kehadiran lesi
tersebut dapat mempengaruhi pilihan prosedur yang akan dilakukan. Evaluasi
usus besar dapat dicapai dengan cara kolonoskopi atau enema barium. Barium
enema adalah indikator yang lebih baik dari redundansi dari usus besar. 2,3

2. Video Defekografi Defecography Video digunakan untuk membantu prolaps


dokumen internal atau untuk membedakan prolaps rektum dari prolaps mukosa
jika tidak jelas secara klinis. Hal ini tidak diperlukan untuk prolaps full-thickness
dubur secara klinis didiagnosis. Defecography dapat mengungkapkan intususepsi
dari usus proksimal atau obstruksi panggul. Radiopak materi (biasanya pasta
barium) yang ditanamkan ke dalam rektum, dan pasien diminta untuk buang air
besar di toilet radiolusen. Spot film dan rekaman video yang dibuat dan dapat
digunakan untuk menentukan apakah intussuscepts rektum pada buang air besar.
2,3

3. Rigid Proctosigmoidoscopy Proctosigmoidoscopy kaku harus dilakukan untuk


menilai rektum untuk lesi tambahan, terutama ulkus rektal soliter. Borok hadir di
sekitar 10-25% dari pasien dengan prolaps baik internal maupun full-thickness.
Jika ulserasi hadir, daerah muncul sebagai ulkus tunggal atau sebagai borok
beberapa di dinding rektum anterior. Tepi sering menumpuk, dan daerah dapat
berdarah. Biopsi harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk
mengecualikan patologi lainnya. Ulkus rektal soliter biasanya dapat diidentifikasi
oleh ahli patologi yang berpengalaman. Rektum prolaps mungkin ulserasi mukosa
tetapi sebaliknya histologis normal.2,3

 Tes lainnya

Anal-rektal manometri kadang-kadang digunakan untuk mengevaluasi otot


sfingter anal. Di hampir semua pasien, hasil menunjukkan penurunan tekanan beristirahat
di sfingter internal dan tidak adanya refleks penghambatan anorektal. Arti penting dari
hasil ini tidak jelas, dan kebanyakan ahli bedah tidak menggunakan tes ini.3

Penelitian penanda Sitz kadang-kadang digunakan untuk mengukur perjalanan


kolon pada pasien dengan konstipasi dan prolaps rektum untuk membantu menentukan
kebutuhan untuk reseksi kolon.3

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Medikamentosa

Meskipun tidak ada pengobatan medikamentosa untuk prolaps rektum, prolaps


internal dapat diterapi terlebih dahulu dengan agen bulking, pelunak tinja, dan supositoria
atau enema.3,5

2.8.2 Non-medikamentosa

Pada permulaan, saat prolaps masih kecil, penderita diberi diet berserat untuk
memperlancar defekasi. Kadang dianjurkan latihan otot dasar panggul. Pasien diinstruksikan
untuk merangsang buang air besar di pagi hari dan menghindari dorongan untuk buang air
saat sisa hari karena rasa penuh yang mereka rasakan sebenarnya adalah intususepsi rektum
proksimal ke arah distal rektum. Dengan waktu, dorongan untuk buang air besar akan
berkurang begitu juga dengan intususepsi.2,5
2.8.3 Pembedahan

Bila prolaps semakin besar dan makin sukar untuk melakukan reposisi, akibat adanya
udem, sehinga makin besar dan sama sekali tidak dapat dimasukkan lagi karena rangsangan
dan bendungan mukus serta keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar dan
hipotonik sehingga terjadi inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukan melalui
pembedahan.3,6

Kontraindikasi terhadap koreksi bedah prolaps rektum didasarkan pada komorbiditas


pasien dan kemampuannya untuk mentoleransi pembedahan. Terdapat dua jenis operasi
untuk prolaps rektum: abdominal dan perineum. Prosedur abdominal memiliki tingkat
kekambuhan lebih rendah dan menjaga kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai
risiko lebih dan memiliki insiden konstipasiyang lebih tinggi pasca operasi. Prosedur
perineum tidak berisiko terjadinyaanastomosis namun mengurangi rektum, sehingga
kapasitas penyimpanan rektum,namun memiliki angka kekambuhan lebih tinggi. Prosedur
abdominal umumnya lebih disukai dalam pasien aktif yang berisiko rendah yaitu usia di
bawah 50 danpada mereka yang memerlukan prosedur abdomial lain secara bersamaan.2,7

Pembedahan mana yang terbaik masih menjadi kontroversi karena masing-masing


memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pendekatanlaparoskopi untuk
memperbaiki prolaps rektum telah menjadi semakin populer.Pendekatan ini telah
mengintensifkan kontroversi karena terdapat penurunan angkamorbiditas dari untuk prolaps
rektum pada kandidat yang tepat. Hasil jangkapanjang dari pendekatan laparoskopi masih
diteliti. Inkarserasi prolaps rektumjarang terjadi.3

Terlepas dari jenis prosedur yang direncanakan, persiapan usus penuhmekanik dan
antibiotik harus dilakukan sebelum operasi. Antibiotik intravena (IV)harus selalu diberikan
sebelum operasi jika suatu bahan asing akan ditanamkan,administrasi pascaoperasi antibiotik
juga dapat dipertimbangkan.3

2.8.3.1 Prosedur Bedah Abdominal

Sebagaimana telah disebutkan di atas, perbaikan abdominal biasanya dilakukan


pada pasien yang lebih muda, sehat dengan yang harapan hidup lebih panjang. Untuk
pasien ini, prosedur dengan tingkat kekambuhan lebih rendah namun dengan morbiditas
yang lebih tinggi.3,6,7

Prosedur abdominal pada pasien dengan intususepsi parah atau prolaps rektum
dengan fungsi sfingter normal berupa reseksi sigmoid dengan atau tanpa rectopexy dan
rectopexy saja. Kedua operasi, baik rectopexy atau reseksi membutuhkan mobilisasi
lengkap dari seluruh rektum ke lantai panggul untuk menghindari intususepsi distal.3,6,7
Rectopexy bertujuan untuk mengamankan rektum ke cekungan sakral. Ini dapat
dilakukan dengan jahitan atau bahan prostetik seperti polypropylene mesh (Marlex),
Gore-tex, atau asam polyglycolic atau mesh polyglactin (Dexon atau Vicryl). Banyak
penelitian telah menunjukkan tingkat komplikasi yang lebih tinggidengan bahan
prostetik, tingkat kontinensia lebih rendah, dan tidak ada perbedaandalam angka
kekambuhan, menjadikan suture rectopexy lebih dianjurkan. Suturerectopexy dilakukan
dengan jahitan tak diserap, menempelkan rektum kecekungan sakral. Jahitan ditempatkan
melalui ligamen lateral atau melalui propriamuskularis dari rektum.3,6,7

Prosedur bedah rectopexy laparoskopi bedah telah dikembangkan dan memiliki


hasil sebaik prosedur abdominal terbuka dan berhubungan dengan lamawaktu rawat inap
lebih pendek dan kenyamanan pasien yang lebih besar.3,6,7

 Anterior reseksi

Pasien dengan prolaps rektum dan konstipasi sering memiliki usus berlebihan,
dan beberapa ahli bedah percaya bahwa melalui reseksi ini konstipasi membaik dan
mengurangi kambuhnya prolaps rektum.

Dalam reseksi anterior untuk prolaps rektum, rektum yang dimobilisasi untuk
tingkat ligamen lateral, dan usus berlebihan (sigmoid) direseksi. Usus besar kiri
kemudian dibuatkan anastomosis ke atas rektum. Anastomosis ini dilakukan tanpa
kelemahan pada kolon sehingga rektum tetap pada posisinya dan tidak terjadi prolaps
lagi. Saat ini, ahli bedah kolorektal sedikit melakukan prosedur ini, karena tidak berpikir
untuk mengatasi kelainan anatomi seperti fiksasi rektum yang lemah.3,6,7

 Marlex rectopexy

Dalam rectopexy Marlex atau disebut juga prosedur Ripstein, seluruh bagian
rektum dimobilisasi ke tulang ekor posterior, bagian lateral ligamen lateralis, dan bagian
anterior dari cul-de-sac anterior. Bahan yang tak terserap, seperti Marlex mesh atau spons
Ivalon, difiksasi pada fasia presakral. Rektum kemudian ditempatkan dalam keadaan
tegang, dan material sebagian melilit rektum untuk tetap dalam posisinya.

Untuk mencegah obstruksi melingkar, dinding anterior rektum tidak tercakup


dengan spons atau mesh. Refleksi peritoneal kemudian tertutup untuk menutupi benda
asing. Mesh Marlex atau spons menyebabkan reaksi inflamasi yang intens terbentuk
jaringan parut dan memfiksasi rektum pada posisinya. Prosedur ini tidak boleh dilakukan
padapasien yang memiliki konstipasi signifikan atau kolon sigmoid yang
sangatberlebihan, karena gejala cenderung memburuk. Jika rektum yang sengajamasuk
selama mobilisasi, bahan asing tidak boleh ditanamkan, karena risikoinfeksi.3,6,7
Sementara laju erosi Marlex ke dalam rektum rendah, manajemen sangat
sulit,dan, untuk alasan ini, banyak ahli bedah lebih memilih reseksi dengan
suturerectopexy untuk fiksasi Marlex.3,6,7

Gambar 3. Marlex Rectopexy3

 Suture rectopexy

Suture rectopexy pada dasarnya sama dengan Marlex rectopexy, kecuali bahwa
rektum difiksasi ke fasia presakral dengan bahan jahitan bukan dengan mesh atau spons
Ivalon.3,6,7 Reseksi rectopexy Sebuah reseksi dengan rectopexy disebut juga prosedur
Frykman-Goldberg merupakan kombinasi dari reseksi anterior dan rectopexy Marlex,
yang merupakan pilihan yang baik bagi pasien dengan konstipasi yang signifikan.Rektum
benar-benar dimobilisasi ke tulang ekor posterior, pada ligamenlateral yang lateral, dan
ke cul-de-sac anterior.3,6,8

Gambar 4. Fiksasi Mesh pada Promontorium Sakrum.8

Kolon sigmoid yang berlebihan kemudian direseksi, dan usus sisanyadibuatkan


anastomosis ke atas rektum. Ligamen lateral (atau fasia rectum )kemudian dijahit ke fasia
presakral dengan rektum dibuat menjadi tegang,yang menjaga rektum pada posisinya dan
mencegah kembalinya prolapsrektum. Rectopexy ini dicapai dengan jahitan bukan mesh
non absorbable karena usus dibuka untuk anastomosis dan mesh dapat menjadi
terkontaminasi. 3,6,8

Gambar 5. Fiksasi Mesh pada Dinding


8
Rektal.

2.8.3.2 Prosedur Bedah Perineum

Prosedur perineum memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi tetapimorbiditas


yang lebih rendah dan sering dilakukan pada orang tua atau padapasien dengan
kontraindikasi anestesi umum.3 Anal Encirclement Pada prosedur anal encirclement,
sebuah band nonabsorbable ditempatkan subkutan di sekitar anus. Tujuan dari prosedur
ini adalah untuk menjaga rektum dari prolaps dengan membatasi ukuran lumen anus.
Meskipun prosedur awalnya menggunakan kabel, sekarang dipergunakan bahan lain
seperti, Silastic Tube dan bahan jahit tak terserap sebagai gantinya. Anal encirclement
efektif dalam mencegah mekanis rektum dari prolaps, tetapi tidak mengobati gangguan
yang mendasarinya.3,6,7

Komplikasi dari prosedur ini meliputi obstruksi dengan impaksi tinja dan erosi
dari kawat dengan infeksi. Anal encirclement tidak lagi umum dilakukan, biasanya hanya
disediakan untuk pasien yang paling lemah dan untuk pasien dengan risiko bedah
tertinggi, di antaranya dengan tujuan paliatif. Anal encirclement membawa risiko impaksi
tinja yang sangattinggi.3,6,7

 Reseksi Delorme

Dalam reseksi Delorme mukosa, sayatan melingkar dibuat melalui mukosaprolaps


rektum dekat garis dentate, dengan elektrokauter tersebut, mukosatersebut dilucuti dari
anus ke puncak prolaps dan dipotong. Otot prolapsgundul kemudian lipit dengan jahitan
dan reefed up seperti akordion, danujung-ujungnya transeksi dari mukosa dijahit
bersama-sama. Prosedur inisering digunakan untuk prolapses kecil tetapi juga dapat
digunakan untukyang besar.3,6,7

Gambar 6. Prosedur Delorme.3

 Altemeier Perineum Rectosigmoidectomy

Dalam prosedur rectosigmoidectomy Altemeier perineal, sayatan tebal penuh


melingkar dibuat dalam rektum prolaps sekitar 1-2 cm dari garis dentate. Mesenterium
usus prolaps diligasi sedikit demi sedikit sampai tidak ada usus berlebihan lagi yang
dapat ditarik ke bawah. Usus transeksi dan baik dijahit tangan ke lubang anus distal atau
dijepit dengan stapler melingkar. Sebelum anastomosis, beberapa ahli bedah uji coba
penerapan otot levator ani anterior,yang dapat membantu meningkatkan kontinensia.3,6,7

Gambar 7. Prosedur Alteimer.3

 Reseksi Stapled Perineum Prolaps

Prosedur ini dilakukan dengan menarik keluar prolaps sepenuhnya padapukul 3


dan 9, dalam posisi litotomi, memotong dengan arah aksial terbuka dengan stapler linear.
Reseksi dilakukan dengan stapler Transtar Contou rmelengkung. 3,9
Gambar 8. Reseksi Stapled Perineum Prolaps.9

Setelah prosedur abdominal untuk prolaps rektum, pasien biasanya


mengalaminyeri dan ileus insisional. Cairan IV dipertahankan sampai cairan yang
dimulaidengan kembalinya fungsi usus atau sebelumnya, tergantung pada apakah
suatuanastomosis telah dilakukan. Sebagai meningkatkan fungsi usus, diet dapat
maju.Pasien dengan anastomosis yang diselenggarakan pada diet rendah serat selama2-3
minggu dan kemudian mulai pada suplemen serat untuk membantumencegah kembalinya
konstipasi dan mengejan. Pasien tanpa anastomosis yangdapat dimulai pada diet tinggi
serat cepat.3,6,7

Sebuah kateter Foley ditempatkan perioperatif dan dibiarkan di tempat


selamabeberapa hari karena diseksi rektum dapat menghambat fungsi kandung
kemih.Lama waktu rawat inap di rumah sakit rata-rata 3-7 hari dan biasanya
tergantungpada kembalinya fungsi usus dan pengendalian rasa sakit insisional. 3,6,7 Pasien
yang telah menjalani prosedur perineum melakukannya dengan baikpasca operasi,
dengan rasa sakit yang minimal dan tinggal di rumah sakit singkat. Awalnya, mereka
menerima apa-apa melalui mulut selama kurang lebih 12-24jam. Setelah periode ini,
cairan yang dilembagakan, dan pasien dengan cepat maju ke diet biasa. Fungsi usus
kembali dengan cepat karena tidak ada sayatan abdominal, dan pasien sering dapat habis
24-72 jam setelah prosedur.3,6,7

2.9 Komplikasi

Komplikasi serius setelah operasi prolaps rektum meliputi infeksi,


perdarahan,perlukaan usus, kebocoran anastomosis, perubahan fungsi kandung kemih
danseksual, dan konstipasi. Frekuensi komplikasi ini berkaitan dengan jenis prosedur.3
2.9.1 Infeksi

Sumber yang paling umum dari infeksi pada prosedur pembedahan per abdomen
adalah organisme kulit pada luka. Jika bahan asing telah ditanamkan, infeksi dapat terjadi,
paling sering disebabkan organisme kulit, dan jika memungkinkan bahan asing harus
disingkirkan. Adanya fibrosis dapat membuat penyingkiran bahan prostetik terlalu
berbahaya, dalam kasus seperti ini digunakan terapi antibiotik jangka panjang. Infeksi setelah
prosedur perineum jarang terjadi, biasanya sebagai akibat pemisahan di anastomosis
perineum.3

2.9.2 Pendarahan

Perdarahan paling sering terjadi dalam 2 situasi. Situasi pertama melibatkan robeknya
pembuluh darah presakrum selama prosedur per abdomen, ketika rektum langsung
ditempelkan ke fasia presakrum. Hal ini dapat menyebabkan hematoma presakrum atau
perdarahan hebat. Pendarahan seperti ini bisa sulit untuk dikendalikan karena pembuluh
darah keluar langsung dari tulang. Manuver awal dengan tekanan langsung ke area
perdarahan selama 10-15 menit. Jika ini gagal untuk mengontrol perdarahan, pines titanium
dapat ditempatkan ke dalam tulang untuk menghambat perdarahan. Pemotongan di ruang
presakrum sering meningkatkan perdarahan dan harus dihindari. Situasi umum kedua untuk
perdarahan terjadi selama penipisan mukosa pada prosedur Delorme atau dari pemisahan
luka pasca operasi.3

2.9.3 Perlukaan Usus

Perlukaan usus dapat terjadi selama mobilisasi rektum. Jika diketahui, lukatersebut
biasanya dapat diobati tanpa memerlukan diversi usus. Jika usus terluka,tidak diperkenankan
melakukan pemasangan material asing. Adanya perlukaan yangtidak diketahui dapat
menyebabkan pembentukan abses dan sepsis panggul.Perlukaan usus yang tidak diketahui
mungkin terjadi saat prosedur laparoskopi olehbeberapa mekanisme, dan jika tidak terdeteksi
dengan cepat akan menghambatperbaikan kondisi pasien, dan dapat menyebabkan sepsis dan
kematian.3

2.9.4 Kebocoran Anastomosis

Semua prosedur yang melibatkan suatu anastomosis membawa risiko kebocoran


anastomosis. Prosedur per abdomen dengan penyulit kebocoran mungkin tidak memerlukan
eksplorasi ulang jika kebocoran kecil dan berisi, dan pasienstabil. Timbunan kebocoran dapat
ditangani dengan drainase perkutan, dankebocoran ini sering membaik dengan perawatan
suportif. Jika kondisi pasien tidakmembaik, perlu dilakukakan washout abdomen dengan
pengalihan tinja proksimal.3
Jika kebocoran yang besar dan tidak berisi, atau jika pasien tidak stabil,diindikasikan
reeksplorasi darurat. Sepsis panggul membuat diseksi lebih lanjutdalam panggul menantang
serta berbahaya bagi pasien, dan washout denganpengalihan proksimal adalah prosedur pilihan.
Kebocoran anastomotik juga dapatterjadi setelah rekctosigmoidektomy perineum. Jika
kebocoran terjadi setelahprosedur ini, infeksi lokal dan sepsis panggul jarang terjadi.3

2.9.5 Penurunan Fungsi

Kandung Kemih dan Seksual Perubahan fungsi kandung kemih dan fungsi seksual
merupakan komplikasiyang jarang terjadi dalam prosedur per abdomen jika dilakukan dengan
benar. Sarafsimpatik dan parasimpatis panggul berjalan di sepanjang rektum, jika
pembedahantidak dilakukan pada bidang yang tepat, cedera dapat terjadi, menyebabkan
disfungsi kandung kemih, impotensi, atau ejakulasi retrograde. Ini merupakan pertimbangan
penting dalam pemilihan prosedur perbaikan, terutama pada pria,meskipun risiko cedera
kurang dari 1-2%.3

2.9.6 Konstipasi

Prosedur dan perineum reseksi anterior memiliki risiko rendah obstruksi outlet. Secara
historis, prosedur per abdomen dimana penempelan rektum pada sakrum menyebabkan
tingginya tingkat obstruksi saat rektum dibungkus mengelilinginya, seringkali mengharuskan
pelepasan fiksasi untuk mengobatinya, karena alasan ini, bila dilakukan pembungkusan, hanya
dilakukan pada sposterior dan sebagian di sisi rektum.3

2.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan pengobatan yang tepat. Resolusi spontanbiasanya


terjadi pada anak-anak. Dari pasien-pasien dengan prolaps rektum yangberusia 9 bulan sampai 3
tahun, 90% hanya memerlukan pengobatan konservatif.Kontinensia biasanya buruk pada
awalnya setelah perawatan bedah, tetapi padakebanyakan pasien membaik dari waktu ke waktu,
namun, tingkat perbaikan tidakdapat diprediksi.3,4 Prolaps rectum yang tidak diobati dapat
menyebabkan inkarserasi danstrangulasi, namun jarang. Yang lebih umum terjadi ialah
perdarahan rektum(biasanya minor), ulserasi, dan inkontinensia.3

Mortalitas pasca operasi rendah, namun tingkat kekambuhan bisa setinggi 15%,terlepas
dari prosedur operasi yang dilakukan. Komplikasi pasca operasi palingumum melibatkan
perdarahan dan kebocoran di anastomosis. Komplikasi lainnyatermasuk ulserasi mukosa dan
nekrosis dinding rektum. Komplikasi operasi lebihtinggi untuk operasi per abdominal, dengan
tingkat kekambuhan yang lebih rendah,sebaliknya untuk operasi perineum, yang memiliki
tingkat komplikasi yang lebihrendah, tetapi kekambuhan lebih tinggi.3,4

Tingkat kekambuhan untuk reseksi anterior tanpa fiksasi sakrum adalahsekitar 7-9%,
dengan tingkat morbiditas dari 15-29%. Tingkat kekambuhan ini lebihtinggi daripada prosedur
per abdominal lainnya.3 Tingkat kekambuhan untuk Marlex rectopexy berkisar antara 2%
sampai10%, dengan tingkat morbiditas 3-29%. Kontinensia meningkat dalam 50-70% dari
pasien. Kontipasi, tidak membaik dan bisa memburuk setelah operasi ini.

Hasil rectopexy jahitan sebanding.3 Tingkat kekambuhan untuk reseksi dan rectopexy
adalah 3-4%, denganbeberapa studi melaporkan tingkat kekambuhan 0%. Morbiditas berkisar
antara 4%sampai 23%. Karena usus berlebihan juga direseksi, konstipasi membaik pada 60-80%
pasien, dan kontinensia membaik pada 35-60%.3 Tingkat kekambuhan untuk reseksi lengan
Delorme mukosa berkisar antara5% sampai 26%, dengan morbiditas variabel yang biasanya
berkaitan dengankomorbiditas yang mendasari pasien. Inkontinensia alvi dan konstipasi
membaiksekitar 50% dari pasien.3,7 Tingkat kekambuhan untuk rektosigmoidektomy Altemeier
perineum berkisarantara 0% sampai 50%, dengan rata-rata sekitar 10%. Kontinensia dapat
diperbaikijika lipatan levator ditambahkan ke prosedur. Pemulihan kontinensia dengan
prosedurini tidak dapat diprediksi.3,7
BAB III

KESIMPULAN

Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dindingrektum melewati
anus. Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor pencetusprolaps rektum, antara lain
peningkatan tekanan intra abdomen, gangguan padadasar pelvis, infeksi, dan pengaruh struktur
anatomi, serta kelainan neurologis.Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita
dengan perbandingan1:6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus.
Pasiendengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui anus.Awalnya,
massa menonjol dari anus setelah buang air besar dan biasanya tertarikkembali ketika pasien
berdiri. Keluhan dapat berupa nyeri, konstipasi, dapat jugaterjadi perdarahan rektum, buang air
besar yang tidak dapat ditahan. Padapemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya penonjolan
mukosa rektum, penebalankonsentris cincin mukosa, terlihat adanya sulkus antara lubang anus
dan rektum,ulkus rektum soliter, dan penurunan tonus sfingter anal. Bila prolaps semakin
besardan makin sukar untuk melakukan reposisi, akibat adanya udem, sehinga makinbesar dan
sama sekali tidak dapat dimasukkan lagi karena rangsangan danbendungan mukus serta
keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar danhipotonik sehingga terjadi
inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukanmelalui pembedahan. Kontraindikasi
terhadap koreksi bedah prolaps rektumdidasarkan pada komorbiditas pasien dan kemampuannya
untuk mentoleransipembedahan. Terdapat dua jenis operasi untuk prolaps rektum: abdominal
danperineum. Prosedur abdominal memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah danmenjaga
kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai risiko lebih dan memilikiinsiden konstipasi
yang lebih tinggi pasca operasi. Prosedur perineum tidak berisikoterjadinya anastomosis namun
mengurangi rektum, sehingga kapasitaspenyimpanan rektum, namun memiliki angka
kekambuhan lebih tinggi. Komplikasiserius setelah operasi prolaps rektum meliputi infeksi,
perdarahan, perlukaan usus, kebocoran anastomosis, perubahan fungsi kandung kemih dan
seksual, dankonstipasi. Frekuensi komplikasi ini berkaitan dengan jenis prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. dan Wim de Jong. 2010. Usus Halus, Apendiks, kolon, dan Anorektum.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hlm 795-796.

2. Gerard M.D. 2010. Anorectum. Current Diagnosis & Ttreatment : Surgery 13th International
Edition. McGraw Hill. Hlm 704-707

3. Jan R., John G., Rectal Prolapse. 2011. http://emedicine.medscape. com/article/2026460-


overview (Akses: 06 Oktober 2012)

4. Randa M.M., Rectal prolapse: Diagnosis and Clinical Management World J Gastroenterol
2010 May 7;16(17): 2193-2194

5. P Sivalingam. Best Approach for Management of Rectal Prolapse Bombay Hospital Journal,
Vol. 50, No. 3, 2008. Hlm 1-12

6. Madhulika V., Janice R., Donald B., Practice Parameters for the Management of Rectal
Prolapse. Disease of Colon Rectum 2011; 54: 1339–1346

7. Eung J.S. Surgical Treatment of Rectal Prolaps. Journal of Korean Society of Coloproctol
2011; 27(1);5-12

8. Sewefy A.M, Abobeeh H.M, Saleh M.G, Mohammed R.A, Wagdy M A dan Kamal A.
Laparoscopic Rectopexy for Complete Rectal Prolapse. El-Minia Med. Bul.2010. 21 (1): 1-8

9. Hetzer FH, Roushan AH, Wolf K, Beutner U, Borovicka J, Lange J, et al. Functional
outcome after perineal stapled prolapse resection for external rectal prolapse. BMC Surg.
Mar 8 2010;10:9. 24

Anda mungkin juga menyukai