Infeksi dapat masuk melalui Kulit, tenggorok, paru, usus, dan saluran kemih dari
sini, virus akan disalurkan ke kelenjar getah bening dan melalui pembuluh limfe
kemudian akan disalurkan ke organ melalui pembuluh darah. Biasanya yang akan
terkena adalah otak, kulit, paru, ginjal, kelenjar liur maupun ke hati.
Cara agen infeksi menyebarkan penyakit adalah melalui 3 cara yaitu :
a. Agen infeksi berkontak atau masuk ke dalam sel penjamu dan secara
langsung menyebabkan kematian sel.
b. Patogen dapat dapat mengeluarkan endotoksin atau eksotoksin.
c.Patogen dapat memicu respon sel-sel penjamu.
Imunitas non-spesifik terhadap virus akan mengeluarkan antibodi untuk
menghalangi jalan masuknya virus, akan memfagositosis dan opsonisasi antibodi
dengan atau tanpa komplemen, serta akan mengelurakan interferon α dan β untuk
menghalangi replikasi virus.
Dalam proses mempertahankan diri, virus memiliki usaha untuk menghindari
respon imun, beberapa diantaranya adalah virus mengubah antigen sehingga akan
terjadi mutasi. Beberapa virus menghambat presentasi antigen protein sitosolik
yang berhubungan dengan molekul MHC-1. sebagian jenis virus akan
memproduksi molekul yang mencegah imunitas baik itu imunitas nonspesifik
maupun spesifik. Virus dapat menginfeksi, membunuh/mengaktifkan sel
immunokompeten . serta virus seperti HIV dapat tetap hidup dengan menginfeksi
dan mengeliminasi sel TCD4.
2
e) Virus ini tidak dapat ditularkan dari bintik-bintik merah itu bukan
dalam keadaan blister.
2) Gejala klinis Herpes Zoster
Gejala Klinis dari Herpes Zoster Daerah yang paling terkena ialah torakal.
Sebelum timbul gejala kulit,terdapat gejala prodormal baik sistemik. (demam,
pusing, malaise), maupun gejala prodormal local (nyeri otot-tulang, gatal, pegal
dan sebagainya).
Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi
cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh ( berwarna abu-abu),dapat
menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Bisa timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Masa tunasnya 7-12 hari dengan masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru
yang tetap timbul berlangsung selama 1 minggu sedangkan masa resolusi
berlangsung 1-2 minggu. Dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah
bening regional yang bersifat unilateral. Kelainan pada muka sering
disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus ( dengan ganglion
gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genilatikum)
3) Adapun jenis-jenis dari Herpes Zoster adalah diantaranya :
a) Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama
nervus trigeminus , sehingga menimbulkan kelainan mata.
b) Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis
dan otikus,sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis
Bell).
c) Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu
yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel
dan eritema.
d) Pada Herpes zoster generalisata , kelainan kulitnya unilateral dan
segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara
generalisata berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi.
e) Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh.
Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes
zoster di atas usia 40 tahun.
4) Komplikasi Herpes Zoster Simpleks
Post Herpetic Neuralgia
merupakan rasa sakit yang menetap lebih dari 1 bulan dari hilangnya ruam
Recent Classification :
a. Rasa sakit yang masih ada sejak 1 bulan dari timbulnya ruam atau
Acute Herpetic Neuralgia
b. Rasa sakit yang menetap walupun ruam sudah hilang, tetapi sembuh
dalam 4 bulan atau Subacute Herpetic Neuralgia
c. Rasa sakit yang menetap lebih dari 4 bulan atau PHN
5) Patogenesis
3
Secara seluler, infeksi akut HZ ditandai dengan adanya inflamasi hemoragik
pada saraf-saraf perifer, dorsal root, dan dorsal root ganglia. Fibrosis dapat
ditemukan di tempat-tempat tersebut pada saat resolusi dari infeksi akut. Rasa
sakit pada herpetic neuralgia akut dapat disimpulkan berasal dari inflamasi yg
disebabkan oleh VZV saat migrasinya dari saraf sensoris menuju kulit dan
jaringan subkutan. Bahkan, aktivitas neuron afferen primer akan merespon
kerusakan dan merubah struktur dorsal horn neuron, menyebabkan sensitisasi
ambang batas rasa sakit yang menetap. Ini menjelaskan kuntinuitas rasa sakit
dari PHN dan efek allodynia.
6) Penatalaksanaan
a. Pencegahan
- Amitriptylin/nortriptylin 25 mg per hari selama 90 hari
- Cannot tolerate ami-/nor- à gabapentin 1800 mg per hari selama
90 hari
b. Pengobatan
- Opioid atau TCA
- Gabapentin sebagai alternatif, ataupun tambahan
- Intravena lidocaine dapat efektif terhadap pasien yang memiliki
respon jelek terhadap kedua obat di atas
- Intrathecal corticosteroid injection utk pasien dengan rasa sakit
yang sulit dikontrol
E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis klinis biasanya sudah cukup memadai untuk menentukan penyakit
herpes zoster, sehingga konfirmasi laboratorium biasanya tidak diperlukan lagi.
Metode laboratorium yang digunakan mirip dengan herpes simplex. Pemeriksaan
4
laboratorium yang biasa digunakan untuk menegakkan diagnose herpes zoster
antara lain:
1) Tes Tzanck (Cytologic Smear)
2) Biopsi kulit
3) Titer Antibodi
4) Pewarnaan Imunofluoresensi dari Cairan Vesikel
5) Mikroskop elektron
6) Kultur Cairan Vesikel
7) Polymerase Chain Reaction (PCR)
a) Tes Tzanck
Secara umum, Tes Tzanck merupakan pemeriksaan laboratorium
inisial dalam mengidentifikasi penyakit dengan bula, seperti pemphigus
dan erupsi vesikel virus (herpes simplex & herpes zoster). Tes ini tidak
mampu membedakan infeksi herpes simplex dari varicella. Teknik dan
pemilihan lesi sangat penting dan berpengaruh.
Untuk hasil terbaik, pilih lesi yang lebih awal. Multinucleated giant cells
dan sel epitel yang mengandung inklusi intarnukleus asidofilik akan
terlihat pada pembacaan slide di mikroskop.
Buang bagian atas blister dengan scalpel atau pisau tajam yang steril.
Lalu keringkan cairan yang berlebihan dengan menggunakan gauze
pad. (Gauze mrpkn sejenis kain kasa). Dengan hati2 dan mantap
kerok dasar dari blister dengan ujung pisau scalpel. Jangan sampai
terjadi perdarahan. Buat hapusan tipis sel pada kaca obyek yang
bersih. Jika lesinya solid, kita tekan material tersebut di antara 2 kaca
obyek. Tunggu kering dan bisa difiksasi dengan menempatkannya
pada ethanol 95% selama 15 menit. Lakukan pewarnaan slide tersebut
dengan larutan Wright-Giemsa, Hematoxylin-Eosin, toluidine blue,
Papanicolaou. Lalu lihat dengan menggunakan mikroskop cahaya.
b) Direct Immunofluorescence Assay
Kultur virus dimungkinkan, akan tetapi varicella-zoster virus bersifat labil
dan relatif sulit didapat dari swab lesi di kulit. Metode Direct
Immunofluorescence Assay lebih sensitif dari pada kultur virus dan
punya kelebihan lain, yaitu lebih murah dan cepat. Direct
Immunofluorescence Assay dapat membedakan infeksi herpes simplex
virus dari varicella-zoster virus. Pada dasarnya, Direct
Immunofluorescence Assay menggunakan prinsip reaksi antigen-
antibodi. Antibodi monoklonal tersebut telah ditandai dengan zat
fluoresen.
c) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction juga berguna untuk mendeteksi DNA
varicella-zoster virus di cairan dan jaringan. PCR merupakan suatu cara
sederhana dan cepat membuat multiple copies/memperbanyak sekuen
DNA spesifik yang diinginkan dengan meniru replikasi DNA in vivo.
Prinsip PCR adalah melakukan Ekstraksi DNA yakni dengan alat PCR
berupa Target DNA, Persiapan larutan reaksi PCR (d NTP, bufer, primer
DNA, dan Taq DNA polymerase) dan Denaturasi DNA dengan Initial
denaturation : 5 menit,t 94 C Denaturation : 1 menit 94 C, Primer
5
annealing : 1 menit 50 C, Copying of DNA by DNA polymerase, final
elongation 10 menit ,72 C dan program alat PCR bisa dilakukan 25 -30
siklus.
F. Pengobatan dan Prognosis
1. Asiklovir
Dengan cara memberikan asiklovir beserta turunannya, mekanisme kerja dari
asikovir adalah Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara
berkompetisi dengan 2’-deoksiguanosin trifosfat sebagai substrat DNA
polimerase virus. Jika asiklovir yang masuk ke tahap replikasi DNA virus,
sintesis berhenti . apabila terjadi resistensi dapat disebabkan oleh mutasi pada
gen timidin kinase virus / gen DNA polymerase.
Perhitungan dosis antara lain :
a. Dewasa
Oral à 5 x 800 mg / hari (7 – 10 hari)
I.V. à 3 x (10mg/kg) (7 hari)
b. Anak
I.V. à < 12 tahun : 3 x (20 mg/kg) (7 hari)
≥ 12 tahun : Pakai aturan dosis dewasa
Efek samping Oral dapat menyebabkan malaise, sakit kepala, mual, muntah,
diare, dsb.
2. Valasiklovir
Merupakan ester L-valil dari asiklovir. Setelah ditelan, valasiklovir dengan cepat
diubah menjadi asiklovir oleh enzim valasiklovir hidrolase di saluran cerna dan
hati. Dengan dosis dewasa Oral 3 x 100mg (7hari). Valasilklor dapat
menyebabkan efek samping Sakit kepala, mual, sakit perut .
3. Famsiklovir
Akan dibiotransformasikan menjadi pensiklovir. Penciclovir difosforilasi oleh
timidin kinase virus pada sel yang terinfeksi menjadi bentuk monofosfat dan
selanjutnya menjadi bentuk pensiklovir difosfat dan trifosfat. Pensiklovir trifosfat
berkompetisi dengan deoksiguanosin trifosfat untuk menghambat DNA
polimerase virus. Dosis dewasa oral yakni 3 x 500 mg (7 hari). Dengan efek
samping Sakit kepala, mual.
G. Pencegahan penularan
1. Hindari penderita
a. Pelayan kshtn yg m’hdp varisela x blh rawat pasien dgn faktor resiko yg
tinggi selama 10-21 hari slps pendedahan
b. Pasien yg terinfeksi harus diisolasi
2. Varicella Zoster Immunoglobulin (VZIG)
c. Solusi steril yang mengandungi fraksi globulin daripada plasma manusia,
terutamanya immunoglobulin G yg terkandung dlm 0.3M glycineglycine
d. Diperoleh daripada plasma manusia dewasa yg terpilih, dgn titer antibodi
varicella zoster yg tinggi
3. Vaksin varisela
a. Oka strain
b. Diisolasi daripada cairan vesikel daripada anak yg sehat
H. Diagnosa banding
1. Dermatitis Kontak
6
Soluble haptens akan memasuki stratum korneum bergabung dengan protein
epidermis konjugasi hapten-protein yang dikenal sebagai sel asing oleh sel
Langerhans dan akan dibawa ke nodus limfe regional via sistem limfatik untuk
dipresentasi antigen kepada limfosit T, Limfosit T multiplikasi dan diferensiasi
2. Dermatiris Herpetiformis
Patogenesisnya yaitu antibodi IgA + gluten di dalam diet memasuki aliran darah dan
sirkulasi menyumbat pembuluh darah kecil di kulit pengumpulan neutrofil dan akan
mengeluarkan komplemen untuk destruksi laminin dan kolagen tipe IV sehingga
terjadi blister .
Ulasan :
7
Ada beberapa hal yang masih belum jelas dalam hal ini karena keterbatasan
kepustakaan dan kesulitan materi. Setelah mendapat penjelasan dari narasumber
dalam pleno pakar, disimpulkan bahwa virus herpes zoster dapat dorman disaraf
karena pertahanan immune yang kurang selektif didaerah tersebut.
Kesimpulan :
• Berdasarkan gambaran klinis dan more info pada kasus.Tn.Joshua mengalami
herpes zoster dengan komplikasi berupa post herpetik neuralgia.
• Penanganan komplikasi dilakukan dengan terapi yang bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit.
Daftar Pustaka :
Guyton, C. Arthur, M,D. / John E. Hall, Ph.D: Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran.Jakarta,
EGC, 1997.
Kelompok Studi Herpes Indonesia 1997: Penatalaksanaan Kelompok Penyakit Herpes
di Indonesia
Otman, M.N.: Varicella and Herpes Zoster; flitspatrick, T.B.: Eisen, A.Z.; Wolff, Klaus; in
General Medicine; 3rd ed., pp. 2314-2340 (McGraw-Hill Company, New York 1993)
Murray K. Robert, dkk: Biokimia Harper. Jakarta, EGC, 2003.