Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HERPES ZOSTER

KONSEP MEDIS
A. Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya
(persyarafannya). Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus varisela yg menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini
merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah infeksi primer (ilmu
penyakit kulit dan kelamin.
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang
yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya
seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air).

B. Etiologi
Penyebab dari Herpes Zoster ini secara umum adalah Virus
Varicella zoster. Varicella zoster adalah agens virus penyebab dari
cacar air dan herpes zoster. Setelah sembuh dari cacar air, virus
Varicella tetap ada dalam tubuh dalam tahap laten seumur hidup.
Sebagai virus laten, Varicella tidak akan menunjukkan gejala apapun,
tetapi potensial untuk aktif kembali. Pada tahap reaktivitas, Varicella
muncul sebagai Herpes zoster yang sering disebut sebagai shingles.
Virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan
diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein-virion
yang lengkap dengan diameternya 150-200 nm, dan hanya virion yang
terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat
dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan
suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14-21 hari.
Faktor resiko herpes zoster :
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat
daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes
zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan
(immunocompromised) seperti HIV dan leukemia. Adanya lesi pada
ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan terapi organ mayor seperti transplantasi sumsum
tulang

C. Patofisiologi
Virus yang menyebabkan herpes zoster ini adalah golongan
varicella yang mula-mula adalah penyebab dari cacar air atau varicella
yang sudah tidak aktif atau dorman dan kemudian diaktifkan lagi oleh
tubuh.
Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes yang sama dengan
virus penyebab varisella. Herpes zoster atau shingles, biasanya
menyerang pasien yang berusia lanjut.
Virus varicella yang dorman atau tidak aktif, akan diaktifkan lagi dan
timbul vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang satu
dermatom. Kulit di sekitarnya mengalami edema dan perdarahan.
Keadaan ini biasanya didahului atau disertai dengan rasa nyeri hebat
dan / atau disertai dengan rasa terbakar.
Meskipun setiap syaraf dapat terkena, tetapi syaraf torakal, lumbal
atau kranial agaknya paling sering terserang. Herpes zoster dapat
berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. Rasa nyeri yang timbul
sesudah serangan herpes disebut neuralgie posterpetika dan biasanya
berlangsung beberapa bulan, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa tahun. Neuralgie posterpetika lebih sering dialami pasien
yang lanjut usia. Jika herpes zoster menyerang ke seluruh tubuh, paru-
paru dan otak maka mungkin akan terjadi suatu kefatalan. Penyebaran
ini biasanya tampak pada pasien menderita limfoma atau leukemia.
Dengan demikian setiap pasien yang menderita herpes zoster yang
tersebar harus dievaluasi kemungkinan adanya factor keganasan.
D. Tanda dan gejala
1. Gejala prodormal
a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodormal yang
berlangsung selama 1-4 hari
b. Gejala yang mempengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatige,
malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin (rasa
terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.
c. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus
atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi.
d. Gejala yang mempengaruhi mata: berupa kemerahan, sensitive
terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata, kekeringan
mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan
lain-lain.
2. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopti regional
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi
dapat terjadi diseluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah
ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian
terbentuk papul-papul dan dalam waktu 12-24 jam lesi
berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi
pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari.
Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang.
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang-
kadang sampai hari ke-7
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula
hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar).
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan
mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Tzanck Smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat
membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk
membedakan diagnostic herpes virus.
3. Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Pemeriksaan mikroskop electron
6. Kultur virus
Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan
dimasukkan ke dalam media virus untuk segera dianalisa di
laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman cukup lama,
sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-
zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat
sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.
7. Identifikasi antigen/ asam nukleat VVZ
8. Deteksi antibody terhadap infeksi anti virus
9. Deteksi antigen, Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila
dibandingkan dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi
diambil dengan menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum
kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi
monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini
akan mendeteksi glikoproten virus.
10. Uji serologi, Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi
herpes zoster adalah ELISA.
11. PCR, PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster
di dalam cairan tubuh, contohnya cairan serebrospinal
F. Komplikasi
1. Neuralgia Pasca Herpes zoster (NPH) merupakan nyeri yang tajam
dan spasmodie (singkat dan tidak terus-menerus) sepanjang
nervus yang terlihat. Nyeri menetap di dermatom yang terkena
setelah erupsi.
2. Herpes zoster menghilang batasan waktunya adalah nyeri yang
masih timbul satu bulan setelah timbulnya erupasi kulit.
Kebanyakan nyeri akan berkurang dan menghilang spontan setelah
1-6 bulan.
3. Gangren superfisialis, menunjukkan herpes zoster yang berat,
mengakibatkan hambatan penyembuhan dan pembentukan
jaringan parut.
4. Komplikasi mata, antara lain: keratitis akut, skleritis, uveitis,
glaucoma sekunder, ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis
otot penggerak bola mata.
5. Herpes zoster diseminata/ generalisata
6. Komplkasi sistemik, antara lain: endokarditis, meningosefalitis,
paralysis saraf motorik, progressive multi focal leukoenche
phatopathy dan angitis serebral granulomatosa disertai hemiplegi (2
terakhir ini merupakan komplikasi herpes zoster optalmik).
G. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan topical
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptic atau kompres dingin dengan larutan
burrow 3x sehari selama 20 menit
Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep
antibiotic (basitrasin/polysporin) untuk mencegah infeksi
sekunder selama 3x sehari
b. Pengobatan sistemik
Drug of choise-nya adalah acyclovir yang dapat
mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak
menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan
keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral,
topical, atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari
pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya
memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia.
Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara-A Vira-
A) dapat diberika lewat infuse intravena atau salep mata.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon
inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi
karena dapat menurunkan dan menekan respon immune.
Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk
manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk
menyembuhkan pruritus.
c. Neuralgia pasca herpes zoster
d. Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir
pada fase akut maka dapat diberikan anti depresan trisiklik
(misalnya: amitriptilin 10-75mg/ hari)
e. Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan
emosional merupakan bagian terpenting perawatan
f. Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada
neuralgi berat yang tidak teratasi
H. Pencegahan
Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah pemberian vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk
meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik terhadap virus tersebut
pada pasien seropositif usia lanjut. Vaksin herpes zoster dapat berupa
virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen selular virus
tersebut yang berperan sebagai antigen. Penggunaan virus yang telah
dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi risiko
terkena penyakit tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut
usia dan penderita imunokompeten, serta imunosupresi

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian keperawatan
1. Riwayat
a. Riwayat menderita penyakit cacar
b. Riwayat immunocompromised (HIV/AIDS, Leukimia)
c. Riwayat terapi radiasi
2. Diet
3. Keluhan utama
a. Nyeri
b. Sensasi gatal
c. Lesi kulit
d. Kemerahan
e. Fatige
4. Riwayat psikososial
a. Kondisi psikologis pasien
b. Kecemasan
c. Respon pasien terhadap penyakit
5. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
b. Tes diagnostik
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b/d lesi dan respon peradangan
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan infeksi virus
3. Gangguan rasa nyaman (pruritus) yang berhubungan dengan
erupsi dermal
4. Gangguan integritas kulit yang berhubungan vesikel yang mudah
pecah
5. Resiko terjadi gangguan konsep diri, yang berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain
C. Intervensi keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b/d lesi dan respon peradangan ditandai
dengan:
DO:
Erupsi berupa vesikel yang menggerombol
Warna kulit kemerahan
DS: - Pasien merasa kulitnya panas
Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan intergritas kulit yang
lebih parah setelah dilakukan tindakan keperawatan 7 X 24 jam
Kriteria hasil :
a. Erupsi berkurang
b. Kulit tidak kemerahan dan terjadi iritasi yang lebih parah
c. Lakukan mobilisasi semaksimal mungkin untuk menghindari
periode penekanan yang terlalu lama.
d. Ajarkan pada pasien atau keluarga pasien supaya mengerti
tindakan-tindakan yang tepat untuk mencegah
penekenan,gesekan,pergeseran,
e. Ajarkan pada pasien untuk waspada terhadap tanda-tanda awal
kerusakan jaringan.
f. Ganti posisi sekurana-kurangnya tiap 2 jam
g. Usahakan kulit klien selalu bersih dan kering
Rasionalisasi :
a. Dengan dilakukan mobilisasi secara rutin (alih posisi)
diharapkan kulit pasien tidak terlalu lama tertekan sehingga
vaskularisasi menjadi lancar.
b. Memberikan dorongan pada pasien dan keluarga untuk secara
aktif ikut serta dalam proses penyembuhan dan asuhan
keperawatan, sehingga dengan begitu tujuan dapat segera
tercapai.
c. Dengan meenjaga kulit yang senantiasa kering dan bersih hal
ini akan dapat mempercepat penyembuhan dimana keadaan
kulit pasien terutama luka/vesikel yang mudah pecah (
mencegah penularan dan penyebaran luka.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan infeksi virus,
ditandai dengan :
DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal
DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vseikel, pustula, krusta
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a. Rasa nyeri berkurang/hilang
b. Klien bias istirahat dengan cukup
c. Ekspresi wajah tenang
Intervensi:
a. Kaji kualitas & kuantitas nyeri
b. Kaji respon klien terhadap nyeri
c. Jelaskan tentang proses penyakitnya
d. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
e. Hindari rangsangan nyeri
f. Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang
teraupeutik
g. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan intensitas nyeri
3. Gangguan rasa nyaman (pruritus) yang berhubungan dengan erupsi
dermal yang ditandai dengan:
DO : Erupsi berupa vesikel yang menggerombol
DS : Pasien mengeluh gatal
Tujuan : Pasien tidak mengalami pruritus setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 5x24 jam.
Kriteria hasil : pasien tidak mengeluh gatal lagi
Intervensi:
a. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat dan sabun antiseptik
(hati-hati jangan sampai vesikel pecah)
b. Beritahu pasien agar tidak menggaruk dan menepuk kulit.
c. Anjurkan pasien untuk memakai bedak (salisil 2%) untuk
mengurangi rasa gatal.
d. Observasi kerusakan jaringan akibat pecahnya vesikel.
Rasionalisasi :
Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk ( karena semakin digaruk
akan semakin terasa gatal ) yang akhirnya akan lengket karena
vesikel yang pecah.
4. Gangguan integritas kulit yang berhubungan vesikel yang mudah
pecah, ditandai dengan :
DS : -
DO: kulit eritem vesikel, krusta pustule
Tujuan : Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
Kriteria hasil :
a. Tidak ada lesi baru
b. Lesi lama mengalami involusi
Intervensi:
a. Kaji tingkat kerusakan kulit
b. Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
c. Kelola tx topical sesuai program
5. Resiko terjadi gangguan konsep diri, yang berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain yang ditandai dengan:
DO :
Erupsi berupa vesikel yang menggerombol
Warna kulit kemerahan
Pasien tampak menarik diri
Pasien tampak gelisah
DS :
Pasien mengeluh malu untuk bergaul
Pasien selalu menanyakan tentang penyakitnya.
Tujuan : Pasien tidak mengalami gangguan konsep diri
berhubungan dengan perubahan gambaran diri setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil :
a. Pasien tidak malu mengenai penyakitnya
b. Pasien mau bersosialisasi kembali
c. Pasien tidak menarik diri
d. Pasien tidak gelisah lagi
Intervensi :
a. Berikan dorongan/support mental kepada pasien dan yakinkan
bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.Bina hubungan saling
percaya antara perawat dan klien.
b. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya terutama
cara dia memandang dirinya setelah sakitnya.
c. Lindungi prifacy dan menjamin lingkungan yang kondusif.
d. Jernihkan kesalahan persepsi individu tentang dirinya.
Rasionalisasi :
Dengan membina hubungan saling percaya dan selalu memberikan
support mental pada pasien diharapkan percaya diri pasien dapat
kembali seperti semula dan pasien dapat bersosialisasi dengan
baik kagi.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko RP., 2005, Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hartadi, Sumaryo S., 2000, Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.

Lynda Juall carpernito, 2006. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi


keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2,
EGC, Jakarta.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W., 2000, Penyakit Virus.


Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Marilynn E. Doenges,1999, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta.

Martodihardjo S., 2001, Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis.


Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai