1
Daftar Isi
Akronim ............................................................................
Kata Pengantar ..................................................................
1. Pendahuluan……………………………………………………………..
2. Regulasi Manajemen Nyeri ................................................................
2.1. Elemen Manajemen Nyeri Rumah Sakit.........................................
2
Akronim
i
Kata Pengantar
Assalamualaikum. Wr Wb
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, bimbingan, petunjuk dan kekuatan-
Nya kepada kita, Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit
dapat diselesaikan. Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit
merupakan hasil karya dan kerja keras semua staf Anestesi dan Terapi
Intensif FK UGM dan Perdatin Yogyakarta.
Perkembangan dunia yang sedang memasuki era globalisasi
dan era perdagangan bebas yang melibatkan hampir semua sektor
kehidupan, tidak terkecuali dunia kedokteran, menuntut kita untuk
meningkatkan profesionalisme para pelaku dunia kedokteran.
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi
pelayanan kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh
karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang
sangat penting. Rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan
kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan
pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya
tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan
pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu
pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit oleh
departemen Anestesi dan Terapi intensif FK UGM-Perdatin,
diharapkan mampu menyiapkan komponen rumah sakit dan
stakeholders rumah sakit yang akan menjalani pelatihan dengan
mengenali, assesment, terapi dan pendokumentasian Sistem
Manajemen Nyeri Rumah Sakit.
Hormat Kami,
ii
Assalamualaikum. Wr Wb
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, bimbingan, petunjuk dan kekuatan-
Nya kepada kita, Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit
dapat diselesaikan.
Hampir sebagian besar orang pernah mengalami nyeri dalam
perjalanan hidupnya.Dari derajad nyeri ringan sampai berat.Nyeri dapat
terkait dengan berbagai macam kondisi penyakit.Hal ini menunjukkan
bahwa betapa banyak kasus Nyeri didalam masyarakat.Adapun definisi
nyeri menurut Internasional Association for the Study of Pain tahun
1985 “Suatu rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
disertai kerusakan jaringan yang nyata atau yang potensial ,atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan demikian”. Mengingat masalah
nyeri hingga saat ini masih merupakan masalah serius maka sejak tahun
2001 The Joint Commission on Accreditation of Healthcare
Organizations ( JCAHO) dan World Health Organization ( WHO)
tahun 2002 menyatakan bahwa bebas dari nyeri adalah bagian dari hak
azazi manusia dan Sekarang nyeri adalah sebagai tanda vital yang ke
lima.
Sesuai dengan petunjuk akreditasi rumah sakit dari
Kementrian Kesehatan RI tahun 2012, dalam BAB Hak Pasien
Keluarga (HPK 2.4) bahwa rumah sakit harus mendukung hak pasien
untuk mendapatkan assessment dan manajemen nyeri dengan tepat.
Pelatihan sistem manajemen nyeri rumah sakit oleh
departemen Anestesi dan Terapi intensif FK UGM-Perdatin,
diharapkan tidak hanya menyiapkan seluruh komponen rumah sakit
untuk memiliki keterampilan dalam mengenali, menilai dan terapi
nyeri, mulai dari ugd, hcu,icu sampai di bangsal dengan baik, sampai
terbentuknya sistem manajemen nyeri yang optimal.
Hormat Kami,
iii
1. Pedahuluan
Definisi
Nyeri: Merupakan sebuah pengalaman sensoris dan emosional tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
atau potensial atau dijelaskan dalam kerusakan tersebut.
Nyeri adalah pengalaman individual dan subyektif yang dimodulasi
oleh faktor-faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan seperti
kejadian sebelumnya, budaya, prognosis, mekanisme penyesuaian,
ketakutan, dan kecemasan.
4
2. Regulasi Manajemen Nyeri
Standar AP 1.7
Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diperiksa apakah
mengalami rasa nyeri dan diperiksa mengenai nyeri tersebut jika
ada.
Maksud dan tujuan AP. 1.7
Prosedur pemeriksaan digunakan untuk mengidentifikasi pasien
dengan rasa sakit atau nyeri selama asesmen awal dan pada setiap
asesmen ulang. Apakah terdapat nyeri maka pasien dapat dirawat
di rumah sakit atau dirujuk untuk pengobatan. Lingkup pengobatan
berdasarkan jenis perawatan dan layanan yang tersedia.
Suatu aesemen yang lebih komprehensif dilakukan apabila pasien
dirawat di rumah sakit. Asesmen tersebut sesuai dengan usia
pasien dan mengukur intensitas dan kualitas nyeri seperti
karakter, frekuensi, lokasi dan durasi nyeri. Asesmen ini dicatat
5
sedemikian rupa yang memfasilitasi penilaian ulang dan tindak
lanjut yang teratur sesuai dengan yang dikembangkan oleh rumah
sakit dan kebutuhan pasien.
Elemen Penilaian AP. 1.7
Standar PP. 6
Pasien didukung secara efektif dalam mengelola rasa nyerinya
Maksud dan Tujuan PP. 6
Nyeri bisa jadi merupakan hal umum bagi pasien : namun sakit
yang tak kunjung reda memiliki dampak fisik dan psikologis yang
negatif. Pasien memiliki hak untuk memperoleh asesmen dan
manajemen nyeri yang tepat. (Juga lihat HPK 2.5 ,maksud dan
tujuan). Berdasarkan ruang lingkup layanan yang diberikan, rumah
sakit memiliki proses untuk mengases dan mengelola rasa nyeri
dengan tepat, termasuk
Standar PPKP. 4
Penyuluhan pasien dan keluarganya mencakup topik-topik berikut,
yang berkaitan dengan perawatan pasien : penggunaan obat-obatan
yang aman, penggunaan peralatan medis yang aman, potensi
interaksi antara obat-obatan dan makanan, panduan gizi,
manajemen nyeri serta teknik-teknik rehabilitasi.
Tujuan PPKP. 4
Rumah sakit memberikan penyuluhan secara rutin kepada pasien
untuk bidang-bidang yang beresiko tinggi. Penyluhan membantu
proses pemulihan pasien ke tingkat fungsional sebelumnya dan
pemeliharaan kesehatan yang optimal.
Dengan menggunakan materi dan proses-proses yang sudah
standar , rumah sakit memberikan penyuluhan kepada pasien
setidaknya untuk topik-topik berikut
8
3. Fisiologi Nyeri
9
10
Reseptor nyeri
Nosiseptor ( reseptor nyeri) adalah reseptor ujung saraf bebas yang
berada pada kulit, otot, sendi, viscera, dan vaskulatur. Neuron afferen
primer berjalan sepanjang somatis spinal, nervus simpatis atau
parasimpatis untuk mencapai jaringan. Nosiseptor somatis meliputi
di kulit (kutan) dan jaringan profunda (otot, tendon, fascia, dan
tulang), sedangkan nosiseptor visceral meliputi nosiseptor organ
dalam. Organ visceral umumnya jaringan yang tidak sensitif dan
kebanyakan berisi nosiseptor diam. Beberapa organ memilki
nosiseptor spesifik, semisal jantung, paru-paru, testis, dan ductus
biliaris. Kebanyakan organ lain, semisal intestinal, diinervasi oleh
nosiseptor polimodal yang berespon terhadap spasme otot, iskemik,
11
dan inflamasi (alogen). Reseptor-reseptor ini umumnya tidak
berespon terhadap potongan, pembakaran, atau perobekan yang
terjadi sewaktu bedah. Sedikit organ semisal otak kurang memilki
nosiseptor; namun meninges otak diselimuti nosiseptor.
Seperti nosiseptor somatis, nosiseptor visceral merupakan akhir saraf
bebas neuron afferen primer di mana badan sel berada di cornu dorsal.
Namun serabut saraf afferen ini sering berjalan dengan serabut eferen
saraf simpatis untuk mencapai visceral. Aktivitas afferen dari neuron-
neuron semacam ini memasuki corda spinalis antara L1 sampai dengan
L2. Serabut nosiseptif C
dari esofagus, laring, dan trakea berjalan bersama nervus vagus
memasuki nucleus solitaries di batang otak. Serabut afferen nyeri dari
vesika urinaria, prostat, rektum, serviks, dan uretra, dan genital
ditransmisikan ke corda spinalis melalui nervus parasimpatis pada
tingkat radiks saraf S2-S4. Meskipun sedikit berbeda dengan serabut
nyeri somatis, serabut dari neuron afferen visceral primer memasuki
corda spinalis dan bersinaps lebih difus dengan serabut tunggal, sering
bersinaps dengan tingkat dermatomal multipel dan sering menyilang
ke cornu dorsal kontralateral.
Mediator kimiawi nyeri
Beberapa neuropeptida dan asam amino eksitatori berfungsi sebagai
neurotransmitter untuk neuron afferen yang menimbulkan nyeri. Hal
terpenting dari peptida-peptida ini adalah substansi P dan calcitonin
gene-related peptide (CGRP). Glutamat merupakan asam amino
eksitatoris yang paling penting. Substansi P merupakan 11 peptida
asam amino yang disintesis dan dilepas neuron ordo pertama ke perifer
dan cornu dorsal. Substansi P, yang juga ditemukan di bagian lain
sistem saraf dan intestinal, memfasilitasi transmisi jaras nyeri melalui
aktivasi reseptor NK-1. Di perifer, neuron substansi P mengirim
serabut kolateral yang dekat dengan pembuluh darah, kelenjar
keringat, folikel rambut, dan sel mast di dermis. Substansi P
mensensitisasi nosiseptor, degranulasi histamine dari sel mast dan 5-
HT dari platelet, dan merupakan vasodilator poten dan kemoatraktan
untuk leukosit. Neuron pelepas substansi P juga menginervasi visceral
dan mengirim serabut kolateral ke ganglia paravertebral simpatis; oleh
karena itu stimulasi visceral yang terus menerus menyebabkan
discharge langsung post ganglion simpati. (Morgan, 2013 hal 1033)
12
Klasifikasi serabut aferen
Karakteristik Aβ Aδ C
Ukuran diameter Besar Kecil Sangat kecil
Jaras Nyeri
Untuk menyederhanakan gambaran jaras nyeri, nyeri dihubungkan
melalui tiga jaras neuron yang mentransmisikan stimuli dari perifer
ke korteks serebral (Gambar 18-1). Neuron afferen primer terletak di
radiks dorsal ganglia, yang terletak dalam foramen vertebral pada
setiap tingkat corda spinalis. Setiap neuron memiliki satu akson yang
bercabang, mengirimkan satu akhir saraf ke jaringan perifer yang
menginervasi dan lainnya ke dalam cornu dorsalis corda spinalis.
Pada cornu dorsal, neuron afferen primer bersinaps dengan neuron
ordo kedua yang memiliki akson menyilang di garis tengah dan naik
ke kontralateral traktus spinothalamikus untuk mencapai thalamus.
Neuron ordo kedua bersinaps dalam nuclei thalamus dengan neuron
ordo ketiga, yang pada gilirannya mengirim proyeksi melalui kapsula
interna dan corona radiata ke girus post centralis korteks serebral.
1. Jaras asendens (Traktus spinothalamikus). Akson neuron ordo
kedua menyilang di garis tengah dekat dengan tingkat asal (pada
cornu anterior) ke sisi kontralateral corda spinalis sebelum
sebelum mereka membentuk traktus spinothalamikus dan
mengirim serabut saraf ke thalamus, formasio retikularis, nucleus
raphe magnus, dan periaqueductal grisea.
14
messenger, pembukaan saluran ion K+ , dan menginhibisi
peningkatan konsentrasi ion kalsium.
Modulasi Nyeri
1. Modulasi perifer
Nosiseptor dan neuron-neuron menampilkan sensitisasi yang
menyertai stimulasi berulang. Sensitisasi dapat dimanifestasikan
sebagai respon pacuan terhadap stimulasi noksius atau respon baru
yang diperoleh terhadap banyak stimulus, termasuk stimulus
nonnoksius.
a. Hiperalgesia Primer. Sensitisasi nosiseptor menyebabkan
menurunnya ambang batas, peningkatan frekuensi respon
terhadap intensitas stimulus yang sama, penurunan latensi
respon, dan letupan spontan bahkan setelah pemberhentian
stimulus (afterdischarge). Sensitisasi umumnya terjadi
bersama cedera dan menyertai terkena benda panas.
Hiperalgesia primer dimediasi oleh pelepasan alogen dari
jaringan yang rusak. Histamin dilepasi dari sel mast, basofil,
dan trombosit, sedangkan serotonin dilepasi dari sel mast dan
trombosit. Bradikinin dilepas oleh jaringan menyertai aktivasi
factor XII. Bradikinin mengaktivasi akhir saraf bebas melalui
reseptor spesifik (B1 dan B2). Prostaglandin diproduksi
bersama dengan kerusakan jaringan melalui aksi fosfolipase
A2 pada pelepasan dari membran sel ke bentuk asam
arakhidonat (Gambar 18-5). Jaras siklooksigenase (COX)
15
kemudian mengubah selanjutnya menjadi endoperoksidase,
yang pada gilirannya ditransformasi menjadi prostasiklin dan
prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 mengaktivasi secara
langsung ujung akhir saraf bebas, sedangkan prostasiklin
menimbulkan potensi edema dari bradikinin. Jaras
lipooksigenase mengubah asam arakhidonat menjadi bahan
hidroperoksi, yang selanjutnya diubah menjadi leukotrin.
16
2. Modulasi Sentral
A. Fasilitasi
Setidaknya tiga mekanisme berperan dalam sensitisasi sentral
di corda spinalis :
a. Wind-up dan sensitisasi neuron ordo kedua.
Neuron-neuron WDR meningkat frekuensi discharge
dengan stimulus berulang, dan menunjukkan discharge
memanjang, bahkan setelah input serabut C telah
dihentikan.
b. Ekspansi area reseptor
Neuron cornu dorsal meningkat area reseptifnya ketika
neuron di dekatnya menjadi resonsif terhadap stimulus
(apakah noksius atau tidak) di mana sebelumnya neuron
di dekatnya tidak responsif.
c. Hipereksitabilitas reflek fleksi
Hipereksitabilitas reflek fleksi. Pemacuan reflek fleksi
diketahui ipsilateral dan kontralateral.
17
sintetase, menyebabkan pembentukan nitrit oksida.
Prostaglandin dan nitrit oksida memfasilitasi pelepasan asam
amino eksitatoris di corda spinalis. Dengan demikian COX
inhibitor semisal ASA dan NSAID juga tampak memiliki aksi
analgesic di corda spinalis.
B. Inhibisi
Transmisi input nosiseptif di corda spinalis dapat diinhibisi
melalui aktivasi segmental di corda spinalis itu sendiri serta
aktvitas neural descenden dari pusat supraspinal. Inhibisi
segmental-Aktivasi serabut afferen besar membawa sensasi
epikritik menginhibisi neuron-neuron WDR dan aktivitas
traktus spinothalamikus. Selanjutnya aktivasi stimuli noksius
di tubuh menginhibisi neuron-neuron WDR pada tingkat yang
lain; contoh nyeri dari satu bagian tubuh menginhibisi nyeri
di bagian lain. Kedua penelitian ini mendukung teori gerbang
untuk proses nyeri di corda spinalis. Glisin dan asam γ-
aminobutirat (GABA) merupakan asam amino yang berfungsi
sebagai neurotransmiter inhibitor nyeri di corda spinalis.
Antagonisme glisin dan GABA menyebabkan fasilitasi
neuron-neuron WDR dan memproduksi allodynia dan
hiperesthesia. Terdapat dua subtipe reseptor GABA :
GABAA, antagonis muscimol, dan GABAB, antagonis
baklofen. Inhibisi segmental tampak dimediasi oleh aktivitas
reseptor GABAB, yang meningkatkan konduktansi ion K+
melewati membran sel. Fungsi reseptor GABAA sebagai
saluran Cl-, yang meningkatkan konduktansi Cl- melewati
membran sel. Benzodiazepin berperan dalam aksi ini.
Aktivasi reseptor glisin juga meningkatkan konduktans Cl-
melewati membran sel saraf (neuronal).
18
4. Pengukuran Dan Penilaian Nyeri
Catatan: Penilaian nyeri harus didokumentasikan sehingga semua anggota tim dapat
mengerti dengan jelas mengenai nyeri yang dirasakan pasien.
19
- S = Severity and Scale (Severitas dan Skala)
• Apakah mengganggu aktivitas?
• Bagaimana nilai nyerinya dengan skala severitas 1-10?
- T = Timing and Type of Onset (Waktu dan Tipe dari Onset)
• Kapan mulainya?
• Seberapa sering muncul?
• Apakah muncul tiba-tiba atau bertahap?
4.3. Pengukuran
Kebanyakan pengukuran nyeri dilakukan berdasarkan subyek.
Pengukuran ini mengarah ke hasil yang sensitif dan konsisten jika
dilakukan dengan baik. Pengukuran subyektif dapat dipengaruhi oleh
suasana hati, gangguan tidur, dan obat-obatan.
Pada beberapa keadaan, mendapatkan data dari laporan pasien tersebut
menjadi tidak mungkin (seperti pada pasien dengan penurunan
kesadaran atau gangguan kognitif, balita, lansia, atau kondisi di mana
terdapat keterbatasan komunikasi seperti kesulitan berbahasa,
ketidakmampuan dalam memahami pengukuran, tidak adanya
kemauan bekerjasama, atau kecemasan berlebih). Pada kondisi-kondisi
tersebut, metode penilaian nyeri lainnya mungkin diperlukan.
Tidak ada pengukuran obyektif dari ‘nyeri’ namun faktor-faktor yang
berkaitan seperti hyperalgesia (ambang batas penarikan mekanis),
respons terhadap stres (konsentrasi kortisol plasma), respons perilaku
(ekspresi wajah), gangguan fungsional (batuk, ambulasi), atau respons
fisiologis (perubahan denyut jantung) dapat memberikan informasi
tambahan. Kebutuhan analgesik (dosis opioid terkontrol pasien) sering
digunakan sebagai pengukuran akhir dari nyeri yang dirasakan.
Menangkap intensitas nyeri sebagai ‘tanda vital kelima’ ditujukan
untuk meningkatkan kesadaran dan penggunaan penilaian nyeri dan
dapat meningkatkan manajemen nyeri akut. Pengukuran nyeri yang
reguler dan berulang harus digunakan untuk menilai kecukupan terapi
analgesik yang sedang diberikan. Frekuensi penilaian ulang yang cukup
ditentukan oleh durasi dan keparahan nyeri, kebutuhan dan respons
pasien, dan jenis obat atau intervensi.
20
Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri uni-dimensi
• Numerical rating scale
→ Numerical rating scale (NRS) atau skala penilaian numerik
memiliki bentuk tertulis dan lisan
■ Verbal Numeric Rating Scale (VNRS)
o Pasien menilai intensitas nyerinya dengan skala 0
sampai 10 (Gambar: 1 di bawah) di mana 0
menunjukkan ‘tidak nyeri’ dan 10 menunjukkan
‘nyeri terberat yang pernah dirasakan’. Penting
diingat bahwa skala ini konsisten, dan
direkomendasikan bahwa ‘tidak nyeri’ ditunjukkan
pada nol (0) bukan 1.
■ Verbal Rating Scale (VRS) menggunakan kalimat
seperti “bagaimana nyeri anda?” “apakah ringan,
sedang, atau berat?”
• Visual analogue scales (VAS) VAS (Gambar: 1 di bawah)
→ VAS merupakan skala yang paling sering digunakan dalam
menilai intensitas nyeri, dengan kata ‘tidak nyeri’ di ujung kiri
dan ‘nyeri terberat’ di ujung kanan. Nilai VAS lebih dari 70
mm mengindikasikan ‘nyeri berat’ dan 0-5 mm ‘tidak nyeri’,
5-44 mm ‘nyeri ringan’, dan 45-74 mm ‘nyeri sedang’.
Note: Skala ini tidak cocok untuk anak di bawah 5 tahun dan
kurang sesuai untuk hingga 26% pasien dewasa.
21
Gambar: Alat yang umum digunakan dalam menilai nyeri
Tungkai Tidak berposisi Berat, terus bergerak, tegang Menegang atau mengangkat
atau rileks
Aktivitas Berbaring tenang, Bergerak maju mundur Menekuk, kaku, memukul
posisi normal, Tegang
bergerak mudah
Menangis Tidak menangis Mengerang/merengek, Menangis keras, berteriak,
(bangun atau tidur) Mengeluh sesekali terisak, sering mengeluh
Sikap Tenang, rileks Diyakinkan oleh Sulit diam
Sentuhan, pelukan, atau, atau nyaman
Pembicaraan, terdistraksi
Setiap kategori (W) Wajah; (T) Tungkai; (A) Aktivitas; (M) Menangis; (K) Ketenangan
Bernilai 0-2, sehingga nilai total menjadi 0 sampai 10
22
I. FLACC Behavioral Tool
FLACC singkatan dari Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability
Direkomendasikan : anak usia < 3 tahun atau anak dengan gangguan
kognitif atau untuk pasien-pasien anak yang tidak dapat di nilai
dengan skala lain.
0 1 2
Wajah Tidak ada Menyeringai, Menyeringai
(Face) perubahan berkerut, lebih sering,
ekspresi (senyum) menarik tangan
diri, tidak mengepal,
tertarik menggigil dan
gemetar.
Tungkai Posisi normal atau Tidak Mengejang
(Legs) relaksasi nyaman, atau tungkai
gelisah, dinaikkan ke
tegang atas.
Aktivitas Posisi nyaman dan Menggeliat, Posisi badan
(activity) normal, gerakan tegang, melengkung,
ringan badan kaku atau
berbolak- menghentak
balik, tiba-tiba,
bergerak tegang,
pelan, menggesekkan
terjaga dari badan.
tidur.
Tangisan Tidak Mengerang, Menangis
(cry) menangis/merintih merengek, keras,
(posisi terjaga kadangkala menjerit,
atau tertidur menangis, mengerang,
pulas) rewel terisak-isak,
merintih,
rewel setiap
saat.
Consolability Tenang, relaks, Minta Tidak nyaman
ingin bermain dipeluk, dan tidak ada
rewel kontak mata.
23
II. COMFORT scale
i. Indikasi: Untuk menilai derajat sedasi yang diberikan pada
pasien anak dan dewasa yang dirawat di ruang rawat intensif /
kamar operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai
menggunakan Visual Analog Scale atau Wong-Baker FACES
Pain Scale.
Pemberian sedasi bertujuan untuk mengurangi agitasi,
menghilangkan kecemasan dan menyelaraskan napas dengan
ventilator mekanik. Tujuan dari penggunaan skala ini adalah
utk pengenalan dini dari pemberian sedasi yang terlalu dalam
ataupun yang tidak adekuat.
ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki
skor 1-5, dengan skor total antara 9 – 45.
Kewaspadaan
Ketenangan
Distress pernapasan
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
Tekanan darah basal
Denyut jantung basal
COMFORT Scale
24
Distress 1. tidak ada respirasi
pernapasan spontan dan tidak
ada batuk
2. respirasi spontan
dengan sedikit /
tidak ada respons
terhadap ventilasi
3. kadang-kadang
batuk atau
terdapat tahanan
terhadap ventilasi
4. sering batuk,
terdapat tahanan /
perlawanan
terhadap
ventilator
5. melawan secara
aktif terhadap
ventilator, batuk
terus-menerus /
tersedak
Menangis 1. bernapas dengan
tenang, tidak
menangis
2. terisak-isak
3. meraung
4. menangis
5. berteriak
Gerakan 1. tidak ada
gerakan
2. kadang-kadang
bergerak perlahan
3. sering bergerak
perlahan
4. gerakan aktif /
gelisah
5. gerakan aktif
termasuk badan
dan kepala
Tonus otot 1. otot relaks
sepenuhnya,
tidak ada tonus
otot
2. penurunan tonus
otot
3. tonus otot normal
4. peningkatan
tonus otot dan
fleksi jari tangan
dan kaki
25
5. kekakuan otot
ekstrim dan fleksi
jari tangan dan
kaki
Tegangan 1. otot wajah relaks
wajah sepenuhnya
2. tonus otot wajah
normal, tidak
terlihat tegangan
otot wajah yang
nyata
3. tegangan
beberapa otot
wajah terlihat
nyata
4. tegangan hampir
di seluruh otot
wajah
5. seluruh otot
wajah tegang,
meringis
Tekanan darah 1. tekanan darah di
basal bawah batas
normal
2. tekanan darah
berada di batas
normal secara
konsisten
3. peningkatan
tekanan darah
sesekali ≥15% di
atas batas normal
(1-3 kali dalam
observasi selama
2 menit)
4. seringnya
peningkatan
tekanan darah
≥15% di atas
batas normal (>3
kali dalam
observasi selama
2 menit)
5. peningkatan
tekanan darah
terus-menerus
≥15%
26
Denyut 1. denyut jantung di
jantung basal bawah batas
normal
2. denyut jantung
berada di batas
normal secara
konsisten
3. peningkatan
denyut jantung
sesekali ≥15% di
atas batas normal
(1-3 kali dalam
observasi selama
2 menit)
4. seringnya
peningkatan
denyut jantung
≥15% di atas
batas normal (>3
kali dalam
observasi selama
2 menit)
5. peningkatan
denyut jantung
terus-menerus
≥15%
Skor total
Interpretasi:
Nilai 8-16 mengindikasi pemberian sedasi yang terlalu dalam
Nilai 17-26 mengindikasikan pemberian sedasi yang sudah optimal
Nilai 27-45 mengindikasikan pemberian sedasi yang tidak adekuat
27
Gambar 2: Kuesioner Nyeri McGill
28
Pasien dengan kebutuhan khusus
• Bantuan komunikasi dan skala perilaku seperti skala Wajah, Tungkai,
Aktivitas, Menangis dan sikap (Gambar:1)
→ Pada neonatus, balita, anak, tetapi harus cukup secara usia dan
perkembangan. Termasuk penilaian perilaku, skala bergambar
(Wajah pada Gambar: 1)
→ Pada pasien dewasa yang kesulitan mengkomunikasikan
nyerinya (pada pasien dengan gangguan kognitif atau yang
pasien kritis di unit gawat darurat atau perawatan intensif) yang
membutuhkan perhatian khusus, seperti pada pasien yang
berlatar belakang budaya dan bahasa berbeda dengan pemberi
pelayanan kesehatan.
29
5. Pendekatan Pengobatan Nyeri
Pada nyeri yang akut, tujuan utama adalah menghilangkan rasa nyeri.
Pada nyeri yang kronis, untuk mendapatkan hasil yang terbaik sering
dibutuhkan sebuah gabungan variabel pendekatan farmakologis maupun
non-farmakologis yang diarahkan pada komponen multidimensional
dari nyeri dan penderitaan.
LANGKAH 4
Prosedur
Neurosurgical Blok nervus
Epidural
Nyeri akut
LANGKAH 3 Pompa PCA
Nyeri kronik tanpa kontrol Terapi blok neurolitik
Krisis akut dari nyeri kronik Opioid kuat Simulator spinal
Methadone
LANGKAH 2 Administrasi oral
Patch transdermal
Opioid lemah
LANGKAH 1 Nyeri kronik
Analgesik Nyeri non-keganasan
nonopioid Nyeri kanker
NSAIDS NSAIDs
(dengan atau tanpa adjuvant
pada setiap langkah)
30
5.1. Pendekatan farmakologis
Jenjang analgesik WHO (WHO analgesic ladder)
- Langkah 1
• Non opioid ± adjuvant : ASA, Paracetamol, NSAIDs/COX-2s
± adjuvant
- Langkah 2
• Opioid untuk nyeri ringan (mild) hingga sedang (moderate) ±
nonopioid ± adjuvant: Codeine, Tramadol, oxycodone, ±
NSAIDs/COX – 2s, ± adjuvants
- Langkah 3
• Opioid untuk nyeri sedang (moderate) hingga berat (severe),
± non opioid, ±Adjuvant: Oxycodone, Morphine,
Hydromorphine, Fentanyl, methadone, ± NSAIDs/COX –
2s, ± adjuvants
- Langkah 4:
• Blok nervus, epidural, pompa PCA, blok nervus
neuroltik,
31
• Terapi dingin
→ Kantong pendingin
→ Ice massage
→ Cold water immersion
• Terapi panas
→ Kantong penghangat/bantalan penghangat
- Occupational therapy techniques
• Penilaian/adaptasi ergonomis
• Modifikasi aktivitas sehari-hari serta pekerjaan
• Pacing strategies
• Body mechanics and dynamic posturing
- Terapi manual
• Mobilisasi dengan peregangan
• Manipulasi (pengobatan chiropractic)
• Pijat
- Traksi
Pendekatan psikologis
Nyeri kronik dan keterbatasan fisik dapat memberikan efek yang besar
terhadap psikologis dan emosi pada pasien dengan masalah nyeri.
Hidup dengan nyeri dapat menimbulkan masalah seperti depresi, cemas
dan perasaan tidak tertolong, yang mana semua itu dapat
mengeksaserbasi nyeri dan disabilitas.
- Intervensi psikologis
• Cognitive-behavior therapy (CBT): Terdiri dari 3 fase yaitu:
→ Edukasi mengenai model biopsikososial dari nyeri.
→ Latihan ketrampilan: Teknik relaksasi, activity pacing,
penjadwalan aktivitas yang menyenangkan, teknik
imajiner, strategi distraksi, restrukturisasi kognitif
(mengubah pola pemikiran negatif), pemecahan masalah
and penetapan tujuan.
→ Fase aplikasi : Pelatihan dan aplikasi ketrampilan di situasi
kehidupan nyata
• Coping aktif mempunyai ciri sebagai berikut
→ Menyelesaikan masalah
→ Mencari informasi
→ Mencari dukungan sosial
→ Mencari bantuan profesional
→ Mengubah lingkungan
Merencanakan aktivitas sebagai respon untuk beberapa stres, fisik
maupun emosional. Ini untuk menghindari strategi coping yang ke arah
kegiatan (seperti penggunaan alkohol) ataupun kondisi mental (seperti
withdrawal atau kecanduan) yang menjaga mereka dari kejadian yang
secara langsung mengarahkan pada stres.
Pengertian
32
Adalah upaya mengurangi atau menghilangkan nyeri tanpa
menggunakan obat-obatan
Pengobatan nyeri non farmakologis termasuk pendekatan psikologis,
edukasi dan dukungan terhadap orang tua.
Macam-macam terapi non farmakologi
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan
memiliki efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk
anak
b. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat
meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat
menurunkan nyeri.
c. Terapi fisik : relaksasi otot sehingga meningkatkan sirkulasi darah
dan pasien merasa nyaman .
DISTRAKSI
Distraksi adalah : Pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan
teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika
seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan
terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak
dirasakan oleh klien).
Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi
endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi
berkurang.
33
Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi
aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat
individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan,
pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam
menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri,
2007).
Jenis Distraksi :
1. Distraksi visual
2. Distraksi pendengaran
3. Distraksi pernafasan
4. Distraksi intelektual
5. Imajinasi terbimbing
Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat
pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta
gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai
dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi
pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk
menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang,
mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart.
Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik
Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan.
Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat
ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya dilakukan
oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan
sebagai “Efek Mozart”. (Andreana, 2006)
Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu
objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui
hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk
berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang
memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola
pernafasan ritmik.
34
Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan
kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis
cerita.
Imajinasi terbimbing/Guide Imagery
Guide imagery adalah Sebuah teknik dengan melakukan proses
konsentrasi untuk berimajinasi dan visualisasi sesuatu yang
indah/menyenangkan shg membantu mengurangi nyeri dan mendorong
relaksasi
Tujuan :
Mampu mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak untuk
menciptakan bayangan gambar yg membawa ketenangan dan
keheningan
1. Mengurangi nyeri
Tahap Kerja Guide imagery
a. Menciptakan suasana tenang dan damai shg pasien dapat
mengikuti instruksi2
b. Menganjurkan pasien tarik nafas perlahan sambil
memejamkan mata dengan lembut agar bisa berkonsentrasi
c. Membimbing pasien untuk membayangkan ke suatu masa yg
sangat berkesan, indah dan paling membahagiakan dalam
hidup pasien
d. Membimbing pasien untuk menikmati rasa yang ada pada saat
itu yaitu perasaan nyaman, damai dan bahagia
e. Membimbing pasien untuk menikmati perasaan tersebut
sampai pasien bangun/dibangunkan
RELAKSASI
Ada tiga hal utama yang diperlukan untuk relaksasi yaitu
1. Posisi yang tepat
2. Pikiran beristirahat
3. Lingkungan yang tenang
Macam-macam relaksasi :
1. Relaksasi nafas dalam
2. Relaksasi Breating clouds
3. Relaksasi otot secara progresif/PMR (progressive muscular
relaxation)
4. Relaksasi Fisik Otogenik
Tahap kerja :
1. Menciptakan suasana tenang dan posisi yang nyaman
35
2. Metetakkan tangan di dada dan perut untuk merasakan
pengembangan paru dan abdomen
3. Menginstruksikan klien untuk nafas dalam lewat hidung
4. Kemudian menghembuskan udara secara perlahan-lahan
melalui mulut (pursed lip ) sambil merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan, kaki menuju ke paru sehingga pasien
merasakan rileks pada kedua tangan dan kaki rileks
5. Pasien juga diarahkan untuk memusatkan perhatian pada
udara yan dikeluarkan dan merasakan kehangatannya
6. Ulangi selama satu menit dan istirahat 2 menit ,dilakukan
selama 10 menit
7. Bila muncul nyeri hebat lakukan pernafasan cepat dan dangkal
HIPNOSIS
adalah suatu teknik terapi pikiran dan penyembuhan yang
menggunakan metode hipnotis untuk memberi sugesti atau perintah
psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan dan perilaku menjadi
lebih baik . Hipnosis mengubah kondisi manusia cenderung lebih
sugestif, sehingga dapat menerima saran-saran yang dapat berubah
menjadi nilai-nilai baru.
TERAPI KOGNITIF
Kognitif terapi didasarkan dari asumsi bahwa perilaku adalah adaptasi
dan disana terdapat interaksi antara pikiran individu, perasaan dan
perilaku (Dobson & Dozois, 2001; Freeman & Reinecke, 1995).
Tujuan :
1. Membantu pengembangan pemahaman pada laporan perilaku
pasien dan mendampingi proses pemikiran dan perilaku.
2. Melatih ketrampilan pengelolaan suatu persepsi yang realistis
PIJATAN/MASSAGE
Masasge adalah tindakan keperawatan dengan cara memberikan
masase pada klien dengan memenuhi kebutuhan rasa nyaman (nyeri)
pada daerah superfisial atau pada otot/tulang.
Tindakan masase ini hanya untuk membantu mengurangi rangsangan
nyeri akibat terganggunya sirkulasi.
Tujuan :
1. Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang di masase
2. Meningkatkan relaksasi
3. Mengurangi atau menghilangkan nyeri
36
STIMULASI TERMAL
Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis.
Efek terapeutik pemberian kompres hangat :
1. Mengurangi nyeri
2. Meningkatkan aliran darah
3. Mengurangi kejang otot
4. Menurunkan kekakuan tulang sendi
Kompres dingin
Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi
kompres dingin adalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan
mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan
hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
Digunakan untuk cedera tiba-tiba atau yang baru terjadi/ akut. Jika
cedera baru terjadi (dalam waktu 48 jam terakhir) yang lalu timbul
pembengkakan, maka dengan kompres dingin bisa membantu
meminimalkan pembengkakan di sekitar cedera karena suhu dingin
mengurangi aliran darah di daerah cidera sehingga memperlambat
metabolisme sel dan yang paling penting adalah dapat mengurangi rasa
sakit.
37
6. Klasifikasi Dan Tata Laksana Nyeri
Penatalaksanaan
38
Tujuan penatalaksanaan
- Intervensi dini, dengan penyesuaian cepat dalam rejimen untuk
nyeri tidak cukup terkontrol
- Pengurangan rasa sakit sampai tingkat yang dapat diterima
- Memfasilitasi pemulihan dari penyakit atau cedera yang
mendasari
Strategi penatalaksanaan
a. analgesia Multimodal
Penggunaan lebih dari satu metode atau modalitas pengendalian
nyeri
- Obat dari dua atau lebih kelas
- Obat ditambah pengobatan non obat untuk mendapatkan efek
tambahan yang menguntungkan; mengurangi efek samping,
atau keduanya. Modalitas ini dapat bekerjai melalui
mekanisme yang berbeda atau di lokasi yang berbeda (mis
perifer dibandingkan tindakan sentral).
- Contoh analgesia multimodal adalah penggunaan berbagai
kombinasi opioid dan anestesi lokal untuk mengelola nyeri
pasca operasi.
b. analgesia sebelum tindakan (preemptive analgesia)
penggunaan satu atau lebih analgesik sebelum tindakan (misalnya
operasi) dalam upaya untuk mencegah sensitisasi perifer dan
sentral, meminimalkan rasa sakit pasca-tindakan.
39
- elevasi Eukasi pasien,
ekstremitas relaksasi alam,
Terbakar - meminimalkan pengalihan pikiran,
penggantian relaksasi dengan
pakaian musik
Terapi farmakologik
a. Nyeri akut
Kebanyakan merupakan nyeri nosiseptif an merespon terhadap:
- Opioid dan non-opioid
- Analgesik ajuvan (misal anestesi lokal)
b. Nyeri somatik ringan merespon baik terhadap:
- Non-opioid oral
o Parasetamol
o Anti inflamasi non-steroid (NSAID)
- Agen topikal
- Perawatan fisik (misalnya istirahat, es, penekanan, elevasi)
c. Nyeri akut sedang sampai sedang berat biasanya merespon
terhadap:
- Opioid
Non-opioid biasanya dikombinasikan dengan opioid untuk
meningkatkan pengurangan nyeri dan mengurangi efek samping
d. Medikasi sistemik untuk penanganan nyeri akut
Jenis nyeri/ Non-opioid Opioid Analgesik Keterangan
sumber ajuvan
Penyakit Parasetamol, Opioid
akut NSAID sistemik
Perioperatif Parasetamol, Opioid Anestesi Penggunaan
dan post- NSAID sistemik lokal multimodal
operatif termasuk (lidokain, kapanpun
PCA bupivakain) memungkinkan,
perhatikan
kebutuhan pada
populasi
40
khusus, jadwal
dosis ATC
biasanya lebih
disukai PRN
Trauma Parasetamol, Opioid bolus Ketamin IV Karena efek
mayor NSAID atau kontinus (sangat samping berat
(nyeri selama masa IV selama jarang) pada CNS,
generalisata) penyembuhan masa penggunaan
emergensi; ketamin
opioidd IV terbatas hanya
atau PO bila nyeri tetap
selama masa timbul dengan
penyembuhan terapi lain.
Trauma NSAID Opioid bolus Ketamin IV Karena efek
mayor (parental, oral atau kontinus (sangat samping berat
(nyeri selama masa IV selama jarang) pada CNS,
regional) penyembuhan) masa penggunaan
emergensi, ketamin
ditambah terbatas hanya
anestesi bila nyeri tetap
regional timbul dengan
terapi lain.
Luka bakar Parasetamol, Opioid IV Parenteral Karena efek
NSAID osis tinggi ketamin samping berat
selama masa (morfin, dan pada CNS,
rehabilitasi fentanil + lidokain IV penggunaan
PCA untuk sangat ketamin
pasien NPO, jarang terbatas hanya
opioid oral bila nyeri tetap
(morfin, timbul dengan
hidromorfon) terapi lain.
bila dapat Infus lidokain
menelan dosis rendah
dibatasi pada
nyeri luka
bakar yang
refrakter
terhadap
opioid.
Trauma Parasetamol, Opioid untuk
minor NSAID nyeri ringan
sampai
sedang
Nyeri NSAID untuk Opioid IV Anestesi Anestesi lokal
procedural analgesik (morfin, lokal dapat diberikan
sebelum hidromorfon, (lidokain, topikal atau
prosedur, dan dan fentanil) bupivakain, diinjeksikan
nyeri pasca ketamin pada jaringan
prosedur IV) atau digunakan
untuk blok
saraf.
Penggunaan
ketamin
dibatasi karena
41
efek samping
pada CNS
Nyeri Opioid IV
obstetric bolus
(morfin,
hidromorfon,
dan fentanil)
Rekomendasi
- Analgesi, terutama opioid, harus dengan resep dan tidak boleh
melebihi dosis yang ditentukan, baik untuk akut maupun kronis
- Nyeri akut sampai berat harus diterapi dengan dosis opioid yang
cukup untuk menghilangkan nyeri dengan aman
- Jika efek samping obat menghalangi pencapaian tingkat nyeri
yang memadai, efek sam;ping harus ditangani dan atau mencoba
opioid jenis lainnya
- Penggunaan bersama beberapa analgesik (non-opioid, anestesi
lokal) dan metode nonfarmakologik (aplikasi hangat dan dingin,
elektroanalgesia, relaksasi) memaksimalkan pengurangan nyeri,
dan meminimalkan risiko efek samping.
42
Pendekatan umum untuk pengobatan nyeri kronis non-kanker (CNCP)
meliputi tujuan pengobatan, pendekatan terapi, dan unsur-unsur
pengobatan. Seliaain itu untuk menyediakan informasi umum tentang
terapi beberapa jenis CNCP yang umum, dan mengidentifikasi
panduan praktik klinis (CPG) yang relevan.
Penatalaksanaan
Tujuan umum penatalaksanaan
- Menghilangkan penderitaan, termasuk nyeri dan stress emosional
yang terkait)
- Meningkatkan/mengembalikan fungsi fisik, sosial, vokasional,
dan rekreasional
- Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesehatan psikologis
- Meningkatkan kemampuan pribadi (mengembangkan strategi
menolong diri sendiri, mengurangi ketergantungan pada sistem
pelayanan kesehatan) dan dalam hubungan sosial dengan orang
lain (keluarga, teman, dan profesional perawatan kesehatan)
Strategi penatalaksanaan
- Terapi multimodal
o Medikasi dari kelas yang berbeda (terapi obat kombinasi)
o Terapi rehabilitatif (terapi fisik, terapi okupasi dan obat) dan
medikasi
o Anestseia regional (blokade neuronal dan medikasi
o Manajemen interdisiplinary CNCP;
43
- Pendekatan psikologik: latihan relaksasi, hipnotis, biofeedback,
kemampuan mengatasi masalah, modifikasi gaya hiup,
psikoterapi)
- Bedah: neuroablasi, neurolisis, dekompresi mikrovaskular.
Non-farmakologik
Intervensi non-farmakologik untuk nyeri kronis non-kanker
TIPE BEDAH METODE METODE LAIN-
NYERI FISIK PSIKOLOGIS LAIN
Nyeri Arthroscopy, TENS, aplikasi PE, istirahat, Akupuntur,
arthritis synovectomy, hangat/ ingin, latihan, nutrisi, suplemen
osteotomy, aerobik ringan, an bantuan gizi
dan spinal latihan ROM, sosial
fusion perlindungan
sendi (pemijatan,
korset, atau
penjepit)
Nyeri Laminektomi, SCS, PE ‘sekolah akupuntur
punggung diskectomy, krioanalgesia, kembali’,
belakang lumbar radiofrequency, biofeedback,
(LBP) fusion, koagulasi, psikoterapi
stabilisasi latihan, PT, OT,
lumbar TENS, korset,
getaran
Fibromyalgia Aplikasi pijatan PE, psikoterapi, Akupuntur
hangat, aerobik relaksasi,
sedang, hipnotis
peregangan,
mempertahankan
postur tubuh
yang baik, PT,
TENS, getaran
Penyakit Hidrasi yang PE, psikoterapi, akupuntur
sickle cell sesuai, aplikasi pernapasan
hangat atau dalam,
dingin, relaksasi,
pemijatan, ultra pengalihan
sound, PT, pikiran,
TENS, SCS pengumpamaan,
meitasi,
biofeeback
Neuropati Operasi Perawatan kulit PE, psikoterapi,
perifer dekompresi dan kaki yang relaksasi,
saraf yang baik, PT, TENS biofeeback
terjepit,
operasi
vaskular
untuk
insufisiensi
vaskular
Migrain dan Aplikasi hangat/ PE, relaksasi,
sakit kepala dingin, latihan, biofeedback
getaran
44
Farmakologik
Penatalaksanaan farmakologik paa nyeri kronis non-kanker
TIPE NON OPIOID ANALGESIK KETERANGAN
NYERI OPIOID AJUVAN AN
OBAT
SPESIFIK-
PENYAKIT
Nyeri artritis - Parasetamol Opioid Kortikosteroid Pilih NSAID
jangka berdasarkan
- NSAID
pendek dosis, efisiensi,
- Penghambat toleransi, biaya,
dan keinginan
selektif
pasien.
COX-2 Monitor ketat
untuk efek
samping NSAID
Opioid
merupakan terapi
pilihan untuk
jangka panjang
untuk pasien
tertentu
Nyeri - Parasetamol Opioid TCA Opioid
punggung jangka (amitriptilin), merupakan terapi
- NSAID
bawah (LBP) pendek AED pilihan untuk
- Penghambat untuk (gabapentin, pasien tertentu
nyeri karbamazepin)
selektif
ringan Relaksan otot
COX-2 sampai kerja pendek
sedang (siklobenzaprin)
Fibromyalgia - Parasetamol Opioid, TCA Tramadol
tramadol (amitriptilin), memiliki potensi
- NSAID
Relaksan otot lebih rendah
- Penghambat kerja pendek untuk
(siklobenzaprin) disalahgunakan
selektif
COX-2
Nyeri - Parasetamol Opioid Sedativa Gunakan opioid
penyakit jangka anxiolytics kerja pendek
- NSAID
sickle cell panjang untuk terapi
dan jangka pendek
pendek dan panjang
Neuropati - Parasetamol Hanya TCA AED, TCA, dan
perifer opioid (amitriptilin), anastesi lokal
- NSAID
kerja AED merupakan
pendek (gabapentin, pilihan pertama.
karbamazepin) NSAID jarang
Relaksan otot efektif. Gunakan
kerja pendek opioid sebagai
(siklobenzaprin) pilihan terakhir.
45
Manajemen farmakologik migrain dan sakit kepala
TIPE PROFILAKSIS ARBOTIF KETERANGAN
SAKIT
KEPALA
Migrain - AED - NSAID - Parasetamol +
(gabapentin) - Kombinasi ASA + kodein
- BB opioid, misal: merupakan
(propranolol) parasetamol+ pilihan
- CCB kodein pertama.
(verapamil, - Dehidroergot NSAID pilihan
nifedipin) amin pertama adalah
- TCA - Rizapritan ASA,
- NSAID - Naratriptan ibuprofen,
naproxen.
- Triptan
biasanya efektif
dan merupakan
pilihan untuk
pasien dengan
HA ringan
sampai berat an
tidak ada kontra
inikasi
Tension - TCA - Parasetamol,
NSAID
Cluster - CCB - Ergotamin
- Kortikosteroid - Dihiroergota
- AED min
- Inhalasi
oksigen
46
Anestesi regional untuk nyeri kronik non-kanker
TIPE NYERI METODE
Nyeri artritis - Injeksi intra-artrikular dengan kortikosteroid
- Injeksi intra-artrikuar dengan sodium
hyaluronate
Nyeri punggung - Injeksi facet joint dengan anestesi lokal
belakang (LBP)
- Blok saraf dengan anastesi lokal karena
Sciatica
- Injeksi steroid (metil prednisolon) epidural dan
anestesi lokal (lidokain)
Sakit kepala dan - Blok saraf oksipital dengan anestesi lokal
migran
untuk sakit kepala oksipital
47
7. Manajemen Nyeri Kanker
Pendahuluan
Prinsip umum
Komitmen untuk meredakan penderitaan dan promosi
penyembuhan
Lakukan penilaian menyeluruh terhadap nyeri dan pasien
Gunakan langkah pendekatan medikasi (tangga WHO)
merupakan yang terbaik
Bekerja dalam tim untuk manajemen nyeri kanker,
menggunakan multi profesi dan multi terapi
Pada saat menunggu hasil investigasi obati nyeri yang sedang
hingga berat
Nyeri konstan atau sering memerlukan terapi reguler
Terobosan dosis analgetik (10% dari total dosis opioid harian)
harus tersedia saat dibutuhkan
Obati efek samping opioid sejak awal
Rute oral lebih diutamakan
Pertimbangkan terapi tambahan untuk nyeri kanker
48
Titrasi Opioid untuk mendapatkan efek analgesia terbaik dengan
efek samping yang sedikit
Terbukalah dengan terapi non-farmakologi dan terapi
komplementer yang dapat diandalkan serta terapi alternatif yang
dapat membatu menolong pasien
Re-evaluasi yang berkelanjutan adalah kunci untuk
mnedapatkan outcome yang lebih baik
Edukasi pasien dan perawat pasien dengan melibatkan mereka
dalam team dan kembangkan perasaan saling mempercayai dan
percaya diri
Belajar dari pasien dan refleksi ke diri sendiri
Assesmen (penilaian)
Elemen inti dari penilaian awal termasuk
→ Riwayat yang rinci untuk menentukan ada tidaknya nyeri
yang persisten, breaktrough pain dan pengaruhnya terhadap
fungsi
Definisi : breaktrough pain diartikan sebagai peningkatan nyeri
sementara yang terjadi pada nyeri persistent terkontrol
Assesmen : kehadiran nyeri breaktrough, frekuensi dan jumlah
episode per harinya, durasi waktu dalam menit, intensitas dan
waktu puncak keparahannya, deskripsi breaktrough pain,
riwayat analgesik sebelumnya yang saat ini dan faktor
presipitasi
o Gunakan penilaian The Brief Pain Inventory untuk menilai
lokasi nyeri, karakteristik dan deskripsi nyeri.
Severitas/intensitas nyeri, durasi nyeri, faktor yang
mengganggu dan faktor yang menyembuhkan. Pengaruh
nyeri terhadap fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari,
pengaruh terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan
fisiologis. Pengaruh sosial, spiritual, ekspektasi nyeri,
pengobatan (analgesik saat ini dan sebelumnya), toksisitas
opioid dan intervensi komplementer.
Penialaian psikososial
→ Pasien memahami keadaan mereka
→ Apa yang menjadi nyeri berarti terhadap individu dan
keluarganya
→ Bagaimana nyeri dapat mempengaruhi hubungan didalam
keluarga pasien
→ Apakah nyeri berpengaruh terhadap mood pasien
→ Perubahan mood
→ Strategi coping (meniru) yang diadopsi oleh pasien
49
→ Pola tidur pasien
→ Pengaruh ekonomi
Pemeriksaan fisik
Evaluasi diagnostik untuk tanda dan gejala yang berkaitan
dengan sindrom nyeri kanker yang umum
Manajemen
Farmakologi
Opioid (manajemen nyeri kanker yang menetap)
→ Dosis tinggi apabila digunakan sebagai analgesik dosis
tunggal
Efek samping : sedasi, konstipasi, respirasi, depresi,
gangguan kognitif, toleransi dan hyperalgesia akibat
opioid
Untuk mengatasi efek samping gunakan anti-emetik
dan laksatif
o efek samping anti-emetik : toleransi,
ketergantungan, hyperalgesia, konstipasi dan
supresi hipotalamus/aksis pituitari
→ rute pemberian
transdermal
o transdermal memberikan keuntungan
meningkatkan bio-availabilitas, menurunkan efek
samping dan/atau kenyamanan bagi kebanyakan
pasien.
Epidural dan intratekal
o Rute Epidural dan intratekal untuk pemberian
opioid (morfin, hidromorfon, dan fentanyl) dengan
atau tanpa anestesi lokal meningkatkan efektifitas,
sementara menurunkan efek samping, biasanya
mengantuk dan konstipasi, dan sebaiknya
dipertimbangkan saat nyeri tidak dapat
dikendalikan dengan terapi sederhana.
50
Analgesik adjuvant
→ Lignocaine patch
→ Antidepresan trisiklik
→ Tramadol
→ Reseptor pos-sinaps NMDA seperti ketamin dan dekstro-
isomer dari berbagai opioid, metadon
→ NSAID dan COX-Inhibitor
→ Obat antiepilepsi
→ Sodium channel bloker
Pendekatan fisiologis
Latikan koping skill
→ Strategi atensi-diversi
Latihan relaksasi
Pernafasan diafraghma
Pemetaan imajiner
Ikatan yang berarti dan aktifitas simulasi
→ Kognitif
Terapi kognitif (restrukturisasi kognitif)
Terapi fisik
Fisioterapi
Terapi okupasi
Prosedur invasif
Coeliac plexus block
Pemberian obat intratekal
→ Pilihan pasien untuk prosedur intervensi perlu pengetahuan
terhadap proses penyakit, prognosis, harapan pasien dan
keluarga, penilaian yang hati-hati dan diskusi dengan dokter
rujukan. Terdapat evidence yang baik untuk efektivitas
Coeliac plexus block dan Pemberian obat intratekal.
Amannya, setelah pengobatan dan manajemen komplikasi
yang mungkin terjadi harus dipertimbangkan dalam proses
pengambilan keputusan. Diamana apabila diterapkan secara
tepat dan hati-hati pada waktu yang tepat, prosedur ini dapat
memberikan kontribusi terhadap penyembuhan nyeri,
menurunkan penggunaan obat-obatan dan meningkatkan
kualitas hidup.
51
Nyeri Yang Berhubungan Dengan Kanker
Pendahuluan
- Kemoterapi, pembedahan dan radioterapi adalah tatalaksanan
kanker yang dapat menyebabkan nyeri persisten pada penderita
kanker dan berpengaruh terhadap fungsi dan kualitas hidup
- Hampir 50% penderita kanker mengalami nyeri kronik akibat
terapi kanker, namun hal tersebut kurang dapat dipahami dan
belum dilaporkan secara lengkap (Burton, 2007). Nyeri pada
penderita kanker merupakan beban tambahan yang sering
dirasakan menjadi penyebab kekambuhan.
- Nyeri neuropati perifer akibat kemoterapi
Neurotoksisitas merupakan efek samping yang berbatas dosis
dari berbagai kemoterapi dan terapi biologis (atau yang sering
dikenal sebagai respon biologis termodifikasi, yang memodulasi
respon alami pada sel tumor yang digunakan pada terapi kanker.
Neuropati perifer merupakan bentuk yang paling sering dari
neurotoksisitas.
- Nyeri pasca pembedahan kanker
Sindrom nyeri pasca pembedahan ditemukan setelah
pembedahan pada payudara, thorax, kepala dan leher
- Radiation-induced brachial plexus neuropathy (BPN)
- Neuropati plexus brakhialis akibat radiasi
Neuropati plexus brakhialis terjadi dalam 6 bulan pasca terapi,
walaupun dosis yang lebih tinggi mungkin menurunkan latensi.
Diagnosis banding utama adalah plexopathy yang berhubungan
dengan tumor. MRI dapat membantu diagnosis, dengan
mempertimbangkan faktor klinis.
52
8. Tatalaksana Efek Samping Opioid
53
→ Kemudian bisa ditambahkan Metoclopramid atau
Domperidone 10-40mg PO (terutama untuk mengurangi
motilitas gaster)
→ Coba pemberian Scoplomine transdermal patch, setiap 2-3 hari
→ Dosis rendah dari Dronabinol atau Nabilone 5-10 mg per hari
→ Ondansentron 0.15mg/kg
→ Jika mual muntah tidak terkendali, ganti jenis opioid
• Sedasi
→ Sedasi ringan biasanya terjadi ketika memulai opioid atau
dengan dosis titrasi
→ Gejala biasanya akan berkurang dengan pemberian dosis yang
stabil selama 7-14 hari jika dosis sudah benar
→ Sedasi yang berhubungan dengan penggunaan Methadone
mungkin berlangsung lebih lama
→ Dilarang mengendarai kendaraan ketika dalam terapi titrasi
→ Hentikan segala jenis obat lain yang menyebabkan mengantuk
bila gejala berkepanjangan
→ Turunkan dosis opioid atau ganti jenis bila gejala masih
muncul
• Confusion/Pyschotomimetic Effects
→ Disforia, halusinasi, mimpi buruk terjadi pada sebagian kecil
pasien
→ Dapat terjadi dalam beberapa hari pemberian awal, terutama
pada pasie geriatri dan yang mendapat titrasi dosis secara cepat
→ Perhatikan adanya faktor penyebab lain (penggunaan
antikolinergik)
→ Mungkin membutuhkan Haloperidol dosis kecil inisial
→ Jika masih berlangsung, kurangi dosis opioid, ulangi dari dosis
rendah dan titrasi lebih lambat atau ganti jenis opioid
• Depresi Nafas
→ Sangat jarang pada penggunaan dosis oral
→ Hanya pada pemakaian dosis awal terlalu tinggi, titrasi terlalu
cepat, atau penambahan terlalu besar pada pasien PPOK, sleep
apneu yang parah, gagal ginjal, gastroparese
→ Pada kasus akut, berikan Naloxone dengan dosis sangat kecil
0.1 mg IV setiap 10-15 menit
• Retensi Urine
→ Jarang, kecuali pada pasien laki-laki usia lanjut, terutama jika
mengalami konstipasi dan atau bersamaan dengan adanya efek
samping antikolinergik (contoh: penggunaan antidepresan
trisiklik)
→ Dapat dicoba pemberian Pilocarpine 5 mg TID
54
• Mulut kering
→ Sering terjadi pada penggunaan opioid poten, trisiklik, anti
konvulsan, clonidine
→ Masalah gigi dilaporkan pada penggunaan jangka panjang
opioid
→ Meticulous oral hygiene membutuhkan cairan per oral secara
frekuen, pembatasan konsumsi permen/gula
→ Pilocarpine 4% drops per oral atau oral Pyridostigmine
• Peningkatan volume keringat
→ Sangat umum dan terjadi persisten pada penggunaan opioid
dosis tinggi, terutama dengan aktivitas
→ Dapat diberikan Clonidine 0.1 mg BID dan dicoba peningkatan
0.2mg TID jika bisa ditoleransi
→ Oral Glycorpyrrolate
→ Scopolamine transdermal patch
→ Phenothiazine dosis rendah
• Depresi
→ Opioid menyebabkan kondisi euforia lebih sering dibanding
depresi
→ Hentikan sementara opioid untuk melihat adanya perbaikan
kondisi mood dan ulang pemberian untuk melihat terjadinya
depresi. Bila masih berlanjut dapat dicoba penggantian opioid
→ Jika gejala depresi berlanjut namun nyeri dapat dikendalikan,
tambahkan antidepresan trisiklik
→ Bupropion atau obat anti epilepsi
• Pruritus
→ Keluhan gatal pada sebagian kecil pasien
→ Dapat diberikan Diphenhydramine atau antihistamin generasi
baru seperti Cetrizine dan Loratadine, atau Cimetidine
Paroxetine atau pemberian steroid oral
55
9. Appendix
56
ISTILAH DEFINISI
Nyeri yang terus menerus akibat aktivasi system sensori
yang memfasilitasi persepsi nyeri noxious; yang
Nyeri Nociceptive
menunjukan bahwa kerusakan jaringan somatik atau
visceral mampu untuk mengaktivasi sistem nociceptive
Istilah untuk golongan non narcotics seperti paracetamol
Nonopioid
dan obat anti inflamasi non steroid
Istilah ini mengacu pada narkotik. Opioid mencakup
codein, morfin, dan obat alami, semi sintetik dan sintetik
Opioids
yang dapat meredakan nyeri dengan berikatan berbagai
tipe reseptor opioid
Seseorang yang yang mengkonsumsi opioid dalam jumlah
Opioid naїve yang relative kurang untuk menjadi toleran terhadap efek
opioid
Pengobatan nyeri sebelum terjadi injuri, (misal analgesi
Analgesi epidural pre operativ dan infiltrasi anestesi loka sebelum
preemptive insisi) untuk mencegah terjadinya sensitisasi nyeri di
perifer dan sentral
Kemampuan individu untuk melaporkan apabila timbul
Self report nyeri terutama berkaitan dengan intensitas nyeri. Hal ini
dianggap sebagai gold standar dari asesmen pa
ditandai dengan atau munculnya symptom nyang mirip
Psikotomimetic
dengan psikosis
Craving Keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi obat
Nyeri neuropatik Nyeri yang disebabkan oleh lesi atau penyakit dari sistem
sentral syaraf somato sensori pusat.
Nyeri neuropatik Nyeri yang disebabkan oleh lesi atau penyakit sistem
perifer syaraf somatosensory perifer
Adiksi merupakan penyakit neurobiologis yang bersifat
primer dan kronik dengan factor lingkungan, psikologis
dan genetic yang mempengaruhi perkembangan dan
manifestasinya. Penyakit ini ditandai dengan perilaku
Adiksi
berupa satu atau lebih dari : gangguan control terhadap
penggunaan obat yang berlebihan, penggunaan yang
berulang, penggunaan yang terus menerus meskipun
terjadi craving dan harm
Dependansi fisik adalah kedaan adaptasi yang ditndai
dengan sindrom withdrawl terhadap kelas obat tertentu
Dependansi Fisik yang terjadi akibat penghentian secara tiba-tiba,
pengurangan dosis secara capat, berkurangnya kadar obat
dalam darah dan/atau pemberian antagonis
Toleransi adalah keadaan adaptasi dimana paparan obat
Toleransi menyebabkan perubahan berupa penurunan satu atau
lebih efek obat seiring dengan waktu
57
9.2. Dosis Analgesi Non-Opioids
Obat Dosis Max/day/ Durasi Catatan
range/mg mg
Kepala ringan, pusing,
Paracetamol/ dapat menyebakan
500-1000 4000 4-6jam
Tylenol keracunan liver yang
berat
- jangan diberikan
pada anak < 12 th
- tinnitus
Aspirin 325-1000 6000 4-6jam - gangungan lambung
- reaksi alergi
- Rhinitis, asthma,
nasal polyps
58
9.3. Table Perbandingan Opioids
Dosis Equianalgesic Onset Aksi Puncak Aksi Duraksi Aksi Dosis awal pada – Dosis awal pada
opioid naїve * – opioid naїve*
Obat pasien dengan Pasien tanpa
PO IV/SC SC/IV(PO) SC/IV(PO) SC/IV(PO) faktor risiko faktor risiko
(Dewasa) (Dewasa)
IV: 15min
2.5 min 4 jam 2.5mg SC/IV 5mg SC/IV
Morphine 10 mg 5mg SC: 30min
(15min) (4-6jam) (5mg PO) (10 mg PO)
PO:30-60 min
IV:15min
6min 4 jam 0.5mg SC/IV 1mg SC/IV
Hydromorphone 2 mg 1mg SC:15min
(15 min) (4-6 jam) (1mg PO) (2mg PO)
PO:30-60 min
IV:5-15min
30-60min
Fentanyl N/A 50mcg 30-60 min SC:5-15 25mcg SC/IV 50mcg SC/IV
N/A
PO:N/A
Codeine
(IM/IV tidak 100mg N/A 30-60 min PO: 2-4 jam 4-6jam 30mg PO 60mg PO
direkomendasi)
IV/SC:N/A IV/SC:N/A N/A
Oxycodone 7.5mg N/A 5 mg PO 7.5mg PO
PO 15 min PO: 30-60min 3-6 jam
50mg/ 50-150 mg terbagi
Tramadol
Hari dalam 4 dosis/hari
Peringatan: Dosis equianalgesic merupakan perkiraan dan kebanyakan berdasarkan pada penelitian dosis tunggal. Ketika berganti opioids
jenis lain, mulai dengan 50% s/d 70% dari dosis equianalgesik opioid baru yang dianjurkan untuk mengkompensasi cross-toleran yang
incomplete dan variasi individu, terutama jika pasien terkontrol nyerinya
59
10.4. Petunjuk Konversi Opioid
a) Hitung dosis rescue/dosis break through
- Hitung 10% dari total dosis harian yang diberikan sebagai
formulasi pelepasan cepat.
b) Penyesuaian opioid
- Hitung total opioid oral yang dikonsumsi dalam 24 jam dengan
menambahkan sejumlah dosis rescue rilis cepat dan lama
- Bagi dosis total harian menjadi dosis intermiten yang sesuai
dengan dosis interval opioid spesifik yang ditemukan pada tabel
konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas.
60
- Gunakan tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas
untuk mengkonversi dosis oral menjadi IV
- Gunakan tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas
untuk mengkonversi dosis IV equivalent dari opioid sebelumnya
ke opioid alternative
- Sesuaikan dosis untuk toleransi silang inkomplite dengan
mengurangi dosis 25-50%
- Bagi dosis yang telah disesuaikan denga 24 untuk memperoleh
kecepatan infus opioid per jam
61
9.6. Titrasi Opioid
Pada pasien dengan nyeri yang tidak terkontrol yang telah dalam terapi
opioid, control nyeri dan jumlah obat yang digunakan ditinjau setiap
hari.. tambahkan dosis insidental opioid yang digunakan selama 24 jam
sebelumnya dan kombinasikan dosis itu dengan dosis harian total opioid
regular yang diberikan untuk memberikan dosis opioid total yang
digunakan dalam 24 jam sebelumnya. Dosis itu dibagi dalam sejumlah
interval, yang akan menjadi dosis regular yang baru.
Sebagai contoh jika obat reguler adalah morfin 50 mg tiap 4 jam
(300mg/hari) dosis insidental akan menjadi morfin IR 300mg prn
(dihitung dari 300mg:10). Jika riwayat nyeri dari 24 jam sebelumnya
dicatat diberikan 5 dosis insidental.
62
9.7. Dosis Insidental
Ketika meresepkan opioid pada penjadwalan dasar regular (contoh
setiap 12 jam) ini juga penting untuk menyediakan opioid rilis segera
untuk dosis prn untuk memanajemen episode nyeri insidental atau
mendadak.
Dosis insidental dihitung dengan mengambil sekitar 10% dari total dosis
harian dari opioid yang dijadwalkan dan memberikan ini sebagai
kebutuhan untuk nyeri yang tidak terkontrol. Sebagai contoh pasien
menerima oxycodone 40 mg rilis terkontrol setiap 12 jam akan memiliki
dosis insidental yang dihitung seperti dibawah ini :
Dosis insidental dihitung dengan cara yang sama tidak peduli dengan
rute pemberian seperti apa yang akan dipakai.
63
9.8. Terapi Ajuvan pada Aktivitas Analgetik
Dosis
Antidepresan permulaan Titrasi Dosis maks/hari Pertimbangan
Amitriptyline Ditingkatkan dari 10 mg setiap 3- 150 mg, tetapi untuk
7 hariI sesuai dengan toleransi nortriptyline and Efek samping:mulut kering,
sampai 30 mg Hs ubah ke tablet Despiramine diberikan retensi urin, konstipasi, sedasi,
25,50 atau 75 mg sampai 150 mg/ dalam 3 dosis terbagi hipotensi ortostat
10mg Hs hari (3x sehari) untuk
Nortriptyline mencegah insomnia
Desipramine Hipotensi ortostatik
Clomipramine
Imipramine
Maprolitine
Duloxetine 30mg bid Ditingkatkan sampai 60 mg setiap 120 mg
hari, dari 1 sampai 2 minggu
Venlafaxine 37.5mg 75 mg Setiap 225 mg
1-4 minggu
Paroxetine 10 mg, 10 mg Setiap 50mg
1-4 minggu
Citalopram 10 mg ,Single 10 mg Setiap 60 mg
dose 1-4 minggu
Bupropion 100 mg, 1-2 100 mg Setiap 300 mg
doses 1-4 minggu
64
P ia
Gabapentin 100-300 mg Hs atau 100-300 Ditingkatkan dari 100-300 mg 3 kali 3600 mg dibagi 6-8 jam Pusing
m an
-edema perifer
-peningkatan berat
g
e
badan
m ne
-Dispepsia
-Penurunan berat badan
r
e
t
i
p
a
h
C
blocker Ketamine 10mg Tid or Qid dengan dijus . dosis maksimal 450 mg Per PO, 450 mg
, Dalam keadaan darurat mulai Terbagi dalam 3-4
dengan mg/jam dalam infus dosis
arrythim ic
65
Antikonvulsan Dosis permulaan Titrasi Dosis maks/hari Durasi Pertimbangan
r
e
t
i
p
a
h
C
Clonidine 0.05mg sekali sehari, 2xsehari 0.1mg Setiap 2-4 minggu 0.6mg
Tizanidine 2mg 2-4mg Setiap 1-2 minggu
Mexiletine
Dronabinol
Cannabinoids
66
9.9. Algoritma Terapi nyeri neuropatik
Lini Pertama Lini kedua Lini kedua Lini keempat
Gabapentinoids Selective serotonin norepinephrine selective serotonin reuptake ■ Methadone
inhibitors (SSNIs) inhibitors (SSRIs) ■ Ketamine
■ Mexiletine
■ Baclofene
■ Clonidine
■ Clonazepam
■ Pregabalin ■ Duloxetine ■ Citalopram
■ Gabapentin ■ Venlafaxine ■ Paroxetine
Tricyclic dan Tetracyclic Antidepressants Cannabinoids Antidepresan lain
■ Amitriptyline ■ Dronabinol ■ Bupropion
■ Clomipramine ■ Nabilone
■ Imipramine ■ Tetrahydrocannabinol (THC)
■ Nortriptyline (by oral)
■ Desipramine
■ Maprolitine
Anestesi lokal Antikonvulsan lain
Topical Lidocaine 10% Topiramate
Carbamazépine
Lévétiracétam
Lamotrigine
catatan: Opioids atau Tramadol: memanfaatkan Opioids atau tramadol di lini kedua sebagai monoterapi atau dalam asosiasi, bagaimanapun
ketika kamu mengantisipasi untuk menggunakan mereka untuk pemakaian jangka panjang /kerja lama /formula rilis berkelanjutan.
67
9.10. Algoritma Terapi Nyeri Akut
68
9.11 Algoritma Terapi nyeri kronik
69
9.12. Algoritma Terapi Nyeri Kanker
70
10. Referensi
5. Chou R, Fanciullo GJ, Fine PG, Adler JA, et al, American Pain Society-
American Academy of Pain Medicine Opioids Guidelines Panel. Clinical
guidelines for the use of chronic opioid therapy in chronic noncancer pain.
J Pain published (2009) Feb; 10 (2): 113-30.
71
13. Robert K. Stoelting et al : Stoelting’s Handbook Of Pharmacology
And Physiology In Anesthetic Practice Third Edition. Wolters Kluwer
Health. 2015:148
72