Anda di halaman 1dari 74

SAMPUL DEPAN

1
Daftar Isi
Akronim ............................................................................
Kata Pengantar ..................................................................
1. Pendahuluan……………………………………………………………..
2. Regulasi Manajemen Nyeri ................................................................
2.1. Elemen Manajemen Nyeri Rumah Sakit.........................................

3. Fisiologi Nyeri .....................................................................................


4. Penilaian dan Pengukuran Nyeri…………………………………..
5.1. Tujuan Penilaian Nyeri................................................................
5.2. Penilaian Menggunakan Checklist PQRST……………………..
5.3. Pengukuran………………………………………………………

5. Pendekatan Pengobatan Nyeri……………………………………..


6.1. Pendekatan Farmakologis……………………………………….
6.2. Pendekatan Non-Farmakologis………………………………….

6. Klasifikasi dan Manajemen Nyeri………………………………….


7.1. Nyeri Akut………………………………………………………
7.2. Nyeri Kronis Selain Nyeri Kanker………………………………

7. Manajemen Nyeri Kanker………………………………………….


8. Manajemen Efek Samping Umum Opioid………………………...
9. Lampiran…………………………………………………………..
9.1. Definisi Kata Tertentu…………………………………………
9.2. Dosis Analgesik Non-Opioid………………………………….
9.3. Tabel Perbandingan Opioid……………………………………
9.4. Petunjuk Konversi Opioid……………………………………..
9.5. Dosis Awal Opioid Oral Berdasarkan Tingkat Nyeri………….
9.6. Titrasi Opioid………………………………………………….
9.7. Dosis Insidental………………………………………………..
9.8. Terapi Adjuvan pada Aktivitas Analgesik…………………….
9.9. Algoritma Pengobatan Nyeri Neuropatik……………………..
9.10. Algoritma Terapi Nyeri Akut …………………………………
9.11. Algortima Terapi Nyeri Kronik ……………………………..
9.12. Algoritma Terapi Nyeri Kanker …………………………….

10. Refernsi .........…………………………………………………….

2
Akronim

AEDs : Anti Epileptic Drugs


ASA : Acetyl Salicylic Acid
BB : Beta Blockers
BNZ : Benzodiazapins
BID : Twice a Day
BPN : Branchial Plexus Neuropathy
CBI : Cannabinoids receptor type 1
CCB : Calcium Channel Blockers
CIPN : chemotherapy induced peripheral neuropathy
CNCP : Chronic Non Cancer Pain
CNS : Central Nervous System
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
CPG : Clinical Practice Guidelines
CR : Controlled Release
IR : Immediate Release
IV : Intravenous
N/A : Not Applicable
NMDA : N Methyl D Aspartate
NRS : Numerical Rating Scale
NSAIDs : Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs
OT : Occupational Therapy
PCA : Patient Controlled Analgesia
PE : Physical Exercise
PED : Poly Ethylen Glycol
PHN : Post Herpetic Neuralgia
PO : Per Oral
PR : Per Rectal
PRN : Pro Re Nata (As needArises)
PT : Physical Therapy
q : Every
RoM : Range of Motion
SCS : Spinal Cord Stimulation
SR : Sustained Release
TCAs : Tricyclic antidepressants
TENS : Transcuteneus Electrical Nerve stimulation
TID : Three Times a Day
VAS : Visual Analogue Scale
WHO : World Health Organization

i
Kata Pengantar
Assalamualaikum. Wr Wb
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, bimbingan, petunjuk dan kekuatan-
Nya kepada kita, Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit
dapat diselesaikan. Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit
merupakan hasil karya dan kerja keras semua staf Anestesi dan Terapi
Intensif FK UGM dan Perdatin Yogyakarta.
Perkembangan dunia yang sedang memasuki era globalisasi
dan era perdagangan bebas yang melibatkan hampir semua sektor
kehidupan, tidak terkecuali dunia kedokteran, menuntut kita untuk
meningkatkan profesionalisme para pelaku dunia kedokteran.
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi
pelayanan kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh
karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang
sangat penting. Rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan
kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan
pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya
tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan
pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu
pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit oleh
departemen Anestesi dan Terapi intensif FK UGM-Perdatin,
diharapkan mampu menyiapkan komponen rumah sakit dan
stakeholders rumah sakit yang akan menjalani pelatihan dengan
mengenali, assesment, terapi dan pendokumentasian Sistem
Manajemen Nyeri Rumah Sakit.
Hormat Kami,

(Dr.dr. Sudadi Sp.An, KNA)


Ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif

FK UGM-Perdatin Cabang Yogyakarta

ii
Assalamualaikum. Wr Wb
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, bimbingan, petunjuk dan kekuatan-
Nya kepada kita, Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit
dapat diselesaikan.
Hampir sebagian besar orang pernah mengalami nyeri dalam
perjalanan hidupnya.Dari derajad nyeri ringan sampai berat.Nyeri dapat
terkait dengan berbagai macam kondisi penyakit.Hal ini menunjukkan
bahwa betapa banyak kasus Nyeri didalam masyarakat.Adapun definisi
nyeri menurut Internasional Association for the Study of Pain tahun
1985 “Suatu rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
disertai kerusakan jaringan yang nyata atau yang potensial ,atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan demikian”. Mengingat masalah
nyeri hingga saat ini masih merupakan masalah serius maka sejak tahun
2001 The Joint Commission on Accreditation of Healthcare
Organizations ( JCAHO) dan World Health Organization ( WHO)
tahun 2002 menyatakan bahwa bebas dari nyeri adalah bagian dari hak
azazi manusia dan Sekarang nyeri adalah sebagai tanda vital yang ke
lima.
Sesuai dengan petunjuk akreditasi rumah sakit dari
Kementrian Kesehatan RI tahun 2012, dalam BAB Hak Pasien
Keluarga (HPK 2.4) bahwa rumah sakit harus mendukung hak pasien
untuk mendapatkan assessment dan manajemen nyeri dengan tepat.
Pelatihan sistem manajemen nyeri rumah sakit oleh
departemen Anestesi dan Terapi intensif FK UGM-Perdatin,
diharapkan tidak hanya menyiapkan seluruh komponen rumah sakit
untuk memiliki keterampilan dalam mengenali, menilai dan terapi
nyeri, mulai dari ugd, hcu,icu sampai di bangsal dengan baik, sampai
terbentuknya sistem manajemen nyeri yang optimal.

Hormat Kami,

(dr. Mahmud Sp.An, MSc KMN FIPM)


Course Director Pelatihan Sistem Manajemen Nyeri Rumah Sakit
Anestesiologi dan Terapi Intensif- FK UGM-Perdatin Cabang
Yogyakarta

iii
1. Pedahuluan

Pedoman manajemen nyeri merupakan rekomendasi yang


dikembangkan secara sistematis yang membantu praktisi kesehatan dan
pasien dalam membuat keputusan mengenai pelayanan kesehatan.
Tujuan pedoman ini adalah:
- Mengoptimalkan kontrol nyeri, tanpa melupakan nyeri hilang
total mungkin tidak dapat tercapai
- Meningkatkan kemampuan fungsional, fisik, dan psikosoial
- Meningkatkan kualitas hidup pasien
- Meminimalkan efek samping

Pedoman ini akan berfokus kepada dasar ilmu, keterampilan, dan


macam intervensi yang menjadi bagian penting dari manajemen nyeri
akut, kronis, dan masalah yang berhubungan dengan nyeri secara
efektif.

Definisi
Nyeri: Merupakan sebuah pengalaman sensoris dan emosional tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
atau potensial atau dijelaskan dalam kerusakan tersebut.
Nyeri adalah pengalaman individual dan subyektif yang dimodulasi
oleh faktor-faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan seperti
kejadian sebelumnya, budaya, prognosis, mekanisme penyesuaian,
ketakutan, dan kecemasan.

4
2. Regulasi Manajemen Nyeri

Elemen Manajemen Nyeri Rumah Sakit

 Standar HPK. 2.4


Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapatkan asesmen
dan pengelolaan rasa nyeri yang tepat.
Maksud dan tujuan HPK. 2
Rasa nyeri merupakan bagian hidup pasien sehari-hari dan nyeri
yang tak teratasi berakibat gangguan fisik dan psikologis yang
buruk. Reaksi pasien terhadap nyeri kerapkali sesuai dengan
konteks normamasyarakat dan tradisi budaya serta keagamaan.
Dengan demikian pasien didorong dan didukung untuk
melaporkan rasa nyeri mereka. Preoses peawtan rumah sakit
mengakui dan mencerminkan hak seluruh pasien untuk
mendapatkan pemeriksaan dan pengelolaan rasa nyeri secara tepat.
Elemen Penilaian HPK. 2,4
1. Rumah sakit menghormati dan mendukung hak pasien untuk
medapatkan pemeriksaan dan pengelolaan rasa nyeri yang
tepat. (lihat juga PP 7.1, EP 1)
2. Petugas rumah sakit memahami pengaruh pribadi, budaya dan
masyarakatterhadap hakpasien untuk melaporkan rasa nyeri
dan memperoleh pemeriksaan dan pengelolaan rasa nyeri
yang tepat.

 Standar AP 1.7
Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diperiksa apakah
mengalami rasa nyeri dan diperiksa mengenai nyeri tersebut jika
ada.
Maksud dan tujuan AP. 1.7
Prosedur pemeriksaan digunakan untuk mengidentifikasi pasien
dengan rasa sakit atau nyeri selama asesmen awal dan pada setiap
asesmen ulang. Apakah terdapat nyeri maka pasien dapat dirawat
di rumah sakit atau dirujuk untuk pengobatan. Lingkup pengobatan
berdasarkan jenis perawatan dan layanan yang tersedia.
Suatu aesemen yang lebih komprehensif dilakukan apabila pasien
dirawat di rumah sakit. Asesmen tersebut sesuai dengan usia
pasien dan mengukur intensitas dan kualitas nyeri seperti
karakter, frekuensi, lokasi dan durasi nyeri. Asesmen ini dicatat

5
sedemikian rupa yang memfasilitasi penilaian ulang dan tindak
lanjut yang teratur sesuai dengan yang dikembangkan oleh rumah
sakit dan kebutuhan pasien.
Elemen Penilaian AP. 1.7

1. Pasien diperiksa untuk rasa nyeri .(Juga lihat PP 6 ,EP 1)


2. Pasien dirujuk atau rumah sakit melakukan asesmen
komprehensif sesuai dengan usia pasien dan mengukur
intensitas dan kualitas nyeri seperti karakter, frekuensi, lokasi
dan durasi nyeri apabila ditemukan nyeri pada pemeriksaan
awal.
3. Asesmen ini dicatat sedemikian rupa yang memfasilitasi
penilaian ulang dan tindak lanjut yang teratur sesuai dengan
yang dikembangkan oleh rumah sakit dan kebutuhan pasien.

 Standar PP. 6
Pasien didukung secara efektif dalam mengelola rasa nyerinya
Maksud dan Tujuan PP. 6
Nyeri bisa jadi merupakan hal umum bagi pasien : namun sakit
yang tak kunjung reda memiliki dampak fisik dan psikologis yang
negatif. Pasien memiliki hak untuk memperoleh asesmen dan
manajemen nyeri yang tepat. (Juga lihat HPK 2.5 ,maksud dan
tujuan). Berdasarkan ruang lingkup layanan yang diberikan, rumah
sakit memiliki proses untuk mengases dan mengelola rasa nyeri
dengan tepat, termasuk

a) Menetapkan adanya pasien yang menderita nyeri pada saat


asesmen awal dan asesmen ulang
b) Pemberian manajemen nyeri sesuai dengan pedoman atau
protokol
c) Mengkomunikasikan dengan pasien dan keluarga serta serta
memberikan edukasi mengenai nyeri dan manajemen gejala
dalam konteks keyakinan pribadi, budaya dan agama mereka.
(Juga lihat HPK 1.1 ,EP 1)
d) Memberikan edukasi kepada praktisi perawatan kesehatan
mengenai asesmententang nyeri dan manajemen nyeri (Juga
lihat HPK 2.4)

Elemen Penilaian PP. 6


1. Berdasarkan lingkup layanan yang diberikan , rumah sakit
memiliki proses untuk mengidentifikasi pasien yang
menderita nyeri. (Juga lihat AP.1.7, EP 1)
2. Pasien yang menderita nyeri menerima perawatan sesuai
dengan pedoman manajemen nyeri
6
3. Berdasarkan lingkup layanan yang diberikan , rumah sakit
memiliki proses untuk berkomunikasi dengan dan mendidik
pasien dan keluarganya mengenai nyeri. (Juga lihat PPKP.4,
EP 4)
4. Berdasarkan lingkup layanan yang diberikan , rumah sakit
memiliki proses untuk mendidik staf mengenai nyeri. (Juga
lihat KPS. 3, EP 1)

 Standar PPKP. 4
Penyuluhan pasien dan keluarganya mencakup topik-topik berikut,
yang berkaitan dengan perawatan pasien : penggunaan obat-obatan
yang aman, penggunaan peralatan medis yang aman, potensi
interaksi antara obat-obatan dan makanan, panduan gizi,
manajemen nyeri serta teknik-teknik rehabilitasi.
Tujuan PPKP. 4
Rumah sakit memberikan penyuluhan secara rutin kepada pasien
untuk bidang-bidang yang beresiko tinggi. Penyluhan membantu
proses pemulihan pasien ke tingkat fungsional sebelumnya dan
pemeliharaan kesehatan yang optimal.
Dengan menggunakan materi dan proses-proses yang sudah
standar , rumah sakit memberikan penyuluhan kepada pasien
setidaknya untuk topik-topik berikut

• Bagaimana menggunakan secara aman dan efektif semua


obat-obatan yang dikonsumsi pasien (bukan hanya obat-
obatan sesudah pasien pulang), termasuk efek samping obat
yang mungkin terjadi
• Bagaimana menggunakan peralatan medis yang aman dan
efektif
• interaksi yang mungkin terjadi antara obat-obatan resep
dengan obat-obatan lain (termasuk obat-obatan bebas) dan
dengan makanan
• Diet dan gizi
• Manajemen nyeri
• Teknik-teknik rehabilitasi

Elemen Terukur PPKP. 4


1. Terkait dengan perawatan yang diberikan, pasien dan
keluarga pasien diberi penyuluhan mengenai bagaimana
menggunakan semua obat-obatan secara aman dan efektif,
efek samping obat-obatan yang mungkin terjadi dan
pencegahan interaksi yang mungkin terjadi dengan obat-
obatan bebas dan/atau makanan.
7
2. Terkait dengan perawatan yang diberikan, pasien dan
keluarga pasien diberi penyuluhan mengenai bagaimanan
menggunakan peralatan medis yang aman dan efektif
3. Terkait dengan perawatan yang diberikan , pasien dan
keluarga pasien diberi penyuluhan mengenai bagaimana diet
dan gizi
4. Terkait dengan perawatan yang diberikan , pasien dan
keluarga pasien diberi penyuluhan mengenai bagaimana
manajemen nyeri
5. Terkait dengan perawatan yang diberikan , pasien dan
keluarga pasien diberi penyuluhan mengenai bagaimana
Teknik-teknik rehabilitasi

8
3. Fisiologi Nyeri

Komponen Penghantar Nyeri

Empat komponen Penghantaran Nyeri:


1. Transduksi : proses stimulus noxious yang dirubah menjadi
impuls elektrik pada akhiran saraf sensoris.
2. Transmisi : proses konduksi impuls elektrik menuju cornu dorsalis
corda spinalis dan thalamus dengan proyeksi ke girus singulata,
insular, dan korteks somatosensorik. Sinyal nyeri ditransmisikan
dari nosiseptif melalui serat bermielin A dan serat tak bermielin
C.
3. Modulasi : proses perubahan transmisi nyeri dengan mekanisme
inhibisi dan eksitasi, memodulasi nyeri impuls nyeri pada SSP dan
sistem saraf perifer.
4. Persepsi : terjadi di thalamus, dengan korteks menjadi bagian yang
penting dalam diskriminasi pengalaman sensoris yang spesifik.

9
10
Reseptor nyeri
Nosiseptor ( reseptor nyeri) adalah reseptor ujung saraf bebas yang
berada pada kulit, otot, sendi, viscera, dan vaskulatur. Neuron afferen
primer berjalan sepanjang somatis spinal, nervus simpatis atau
parasimpatis untuk mencapai jaringan. Nosiseptor somatis meliputi
di kulit (kutan) dan jaringan profunda (otot, tendon, fascia, dan
tulang), sedangkan nosiseptor visceral meliputi nosiseptor organ
dalam. Organ visceral umumnya jaringan yang tidak sensitif dan
kebanyakan berisi nosiseptor diam. Beberapa organ memilki
nosiseptor spesifik, semisal jantung, paru-paru, testis, dan ductus
biliaris. Kebanyakan organ lain, semisal intestinal, diinervasi oleh
nosiseptor polimodal yang berespon terhadap spasme otot, iskemik,
11
dan inflamasi (alogen). Reseptor-reseptor ini umumnya tidak
berespon terhadap potongan, pembakaran, atau perobekan yang
terjadi sewaktu bedah. Sedikit organ semisal otak kurang memilki
nosiseptor; namun meninges otak diselimuti nosiseptor.
Seperti nosiseptor somatis, nosiseptor visceral merupakan akhir saraf
bebas neuron afferen primer di mana badan sel berada di cornu dorsal.
Namun serabut saraf afferen ini sering berjalan dengan serabut eferen
saraf simpatis untuk mencapai visceral. Aktivitas afferen dari neuron-
neuron semacam ini memasuki corda spinalis antara L1 sampai dengan
L2. Serabut nosiseptif C
dari esofagus, laring, dan trakea berjalan bersama nervus vagus
memasuki nucleus solitaries di batang otak. Serabut afferen nyeri dari
vesika urinaria, prostat, rektum, serviks, dan uretra, dan genital
ditransmisikan ke corda spinalis melalui nervus parasimpatis pada
tingkat radiks saraf S2-S4. Meskipun sedikit berbeda dengan serabut
nyeri somatis, serabut dari neuron afferen visceral primer memasuki
corda spinalis dan bersinaps lebih difus dengan serabut tunggal, sering
bersinaps dengan tingkat dermatomal multipel dan sering menyilang
ke cornu dorsal kontralateral.
Mediator kimiawi nyeri
Beberapa neuropeptida dan asam amino eksitatori berfungsi sebagai
neurotransmitter untuk neuron afferen yang menimbulkan nyeri. Hal
terpenting dari peptida-peptida ini adalah substansi P dan calcitonin
gene-related peptide (CGRP). Glutamat merupakan asam amino
eksitatoris yang paling penting. Substansi P merupakan 11 peptida
asam amino yang disintesis dan dilepas neuron ordo pertama ke perifer
dan cornu dorsal. Substansi P, yang juga ditemukan di bagian lain
sistem saraf dan intestinal, memfasilitasi transmisi jaras nyeri melalui
aktivasi reseptor NK-1. Di perifer, neuron substansi P mengirim
serabut kolateral yang dekat dengan pembuluh darah, kelenjar
keringat, folikel rambut, dan sel mast di dermis. Substansi P
mensensitisasi nosiseptor, degranulasi histamine dari sel mast dan 5-
HT dari platelet, dan merupakan vasodilator poten dan kemoatraktan
untuk leukosit. Neuron pelepas substansi P juga menginervasi visceral
dan mengirim serabut kolateral ke ganglia paravertebral simpatis; oleh
karena itu stimulasi visceral yang terus menerus menyebabkan
discharge langsung post ganglion simpati. (Morgan, 2013 hal 1033)

12
Klasifikasi serabut aferen

Karakteristik Aβ Aδ C
Ukuran diameter Besar Kecil Sangat kecil

Mielinisasi bermielin Mielin tipis Tak bermielin


Kecepatan Sangat cepat Cepat Lambat
konduksi 30-50m/s 5-25m/s <2m/s
Tingkat batas Rendah Tinggi Tinggi
ambang
Diaktivasi oleh Sentuhan Stimulus nyeri Hanya stimulus
ringan, gerakan singkat, intens nyeri intens dan
dan getaran maupun lama lama

Lokasi Kulit, sendi Kulit, jaringan Kulit, jaringan


superfisial, superfisial,
struktur visceral struktur visceral
dan somatik dan somatik
dalam. dalam.
(Stoelting, 2015)

Jaras Nyeri
Untuk menyederhanakan gambaran jaras nyeri, nyeri dihubungkan
melalui tiga jaras neuron yang mentransmisikan stimuli dari perifer
ke korteks serebral (Gambar 18-1). Neuron afferen primer terletak di
radiks dorsal ganglia, yang terletak dalam foramen vertebral pada
setiap tingkat corda spinalis. Setiap neuron memiliki satu akson yang
bercabang, mengirimkan satu akhir saraf ke jaringan perifer yang
menginervasi dan lainnya ke dalam cornu dorsalis corda spinalis.
Pada cornu dorsal, neuron afferen primer bersinaps dengan neuron
ordo kedua yang memiliki akson menyilang di garis tengah dan naik
ke kontralateral traktus spinothalamikus untuk mencapai thalamus.
Neuron ordo kedua bersinaps dalam nuclei thalamus dengan neuron
ordo ketiga, yang pada gilirannya mengirim proyeksi melalui kapsula
interna dan corona radiata ke girus post centralis korteks serebral.
1. Jaras asendens (Traktus spinothalamikus). Akson neuron ordo
kedua menyilang di garis tengah dekat dengan tingkat asal (pada
cornu anterior) ke sisi kontralateral corda spinalis sebelum
sebelum mereka membentuk traktus spinothalamikus dan
mengirim serabut saraf ke thalamus, formasio retikularis, nucleus
raphe magnus, dan periaqueductal grisea.

2. Traktus spinothalamikus, yang dasarnya merupakan jaras utama


nyeri, terletak anterolateral pada substansia alba corda spinalis.
Traktus asenden ini terbagi menjadi traktus lateral dan medial.
Traktus spinothalamikus lateralis (neospinothalamikus)
berproyeksi utamanya ke nucleus posterolateral ventral thalamus
dan membawa diskriminasi nyeri, semisal lokasi, durasi, dan
intensitas. Traktus spinothalamikus medial
13
(paleospinothalamikus) berproyeksi ke thalamus medial dan
berperan dalam memediasi otonom dan persepsi perasaan sakit
dari nyeri.

Beberapa serabut spinothalamikus juga berproyeksi ke


periaquaductal cerebri dan menjadi hubungan yang penting jaras
asenden dan desenden. Serabut kolateral juga berproyeksi ke
reticular activating system dan hipothalamus; berperan dalam
respon kesadaran terhadap nyeri.

Jaras Ascendens Nyeri Alternatif. Sama dengan sensasi epikritik,


serabut nyeri naik secara difus, ipsilateral, dan kontralateral;
namun demikian, beberapa pasien masih merasa nyeri pada ablasi
traktus spinothalamikus kontralateral. Dengan demikian, jaras
nyeri asenden yang lain juga penting. Traktus spinoretikular
memediasi respon perasaan dan otonom nyeri. Traktus
spinomesenfalik penting dalam aktivasi antinosiseptif, jaras
desenden, karena jaras ini mempunyai beberapa proyeksi ke
periaquaductal cerebri. Traktus spinohipothalamikus dan
spinotelensepalik mengaktivasi hipothalamus dan memacu emosi.
Traktus spinoservikal naik tidak menyilang ke nucleus servikalis
lateralis, yang menghubungkan serabut-serabut thalamus
kontralateral; traktus ini seperti jaras alternatif untuk nyeri.
Terakhir, beberapa serabut kolumna dorsalis (yang utamanya
membawa rangsang cahaya dan propioseptif) berespon terhadap
nyeri; serabut-serabut ini naik ke medial dan ipsilateral.

3. Jaras Desendens. Beberapa struktur supraspinal mengirimkan


serabut saraf ke corda spinalis untuk inhibisi nyeri di cornu dorsal.
Tempat penting bagi jaras desenden meliputi periaquaductal
cerebri, formasio reticularis, dan nucleus raphe magnus (NRM).
Stimulasi area periaquaductal cerebri di mesencephalon
menghasilkan analgesia bagi manusia.

Akson dari traktus ini beraksi presinaps di neuron afferen primer


dan possinaps di neuron ordo kedua (atau interneuron). Jaras ini
memediasi aktivasi antinosiseptif melalui mekanisme reseptor α2-
adrenergik, serotonergik, dan opiat (μ,δ, dan κ). Peran monoamin
dalam inhibisi nyeri menjelaskan aksi analgesik anti depresan
yang memblok reuptake katekolamin dan serotonin. Aktivitas
pada reseptor-reseptor semacam ini (yang juga berpasangan
dengan protein G) mengaktivasi secondary intracellular

14
messenger, pembukaan saluran ion K+ , dan menginhibisi
peningkatan konsentrasi ion kalsium.

Jaras inhibitor adrenergik utamanya berasal dari area


periaquaductal cerebri dan formasio reticularis. Norepineprin
memediasi aksi ini melalui aktivasi presinaps atau postsinaps
reseptor α2. Setidaknya bagian inhibisi desenden dari
periaquaductal cerebri dihubungkan pertama ke NRM dan medula
formasio reticularis; serabut serotonergik dari NRM kemudian
menghubungkan inhibisi ke neuron-neuron cornu dorsal melalu
funiculus dorsolateral.

Sistem opiat endogen (utamanya NRM dan formasio reticularis)


bekerja melalui metionin enkepalin, leusin enkepalin, dan β-
endorphin, yang dilawan oleh kerja nalokson. Opoid-opioid ini
bekerja presinaps melalui hiperpolarisasi neuron afferen primer
dan menginhibisi pelepasan substansi P; opioid ini beberapa juga
menginhibisi post sinaps. Sebaliknya, opioid eksogen lebih
bekerja pada neuron ordo kedua interneuron secara post sinaps di
substansia gelatinosa.

Modulasi Nyeri
1. Modulasi perifer
Nosiseptor dan neuron-neuron menampilkan sensitisasi yang
menyertai stimulasi berulang. Sensitisasi dapat dimanifestasikan
sebagai respon pacuan terhadap stimulasi noksius atau respon baru
yang diperoleh terhadap banyak stimulus, termasuk stimulus
nonnoksius.
a. Hiperalgesia Primer. Sensitisasi nosiseptor menyebabkan
menurunnya ambang batas, peningkatan frekuensi respon
terhadap intensitas stimulus yang sama, penurunan latensi
respon, dan letupan spontan bahkan setelah pemberhentian
stimulus (afterdischarge). Sensitisasi umumnya terjadi
bersama cedera dan menyertai terkena benda panas.
Hiperalgesia primer dimediasi oleh pelepasan alogen dari
jaringan yang rusak. Histamin dilepasi dari sel mast, basofil,
dan trombosit, sedangkan serotonin dilepasi dari sel mast dan
trombosit. Bradikinin dilepas oleh jaringan menyertai aktivasi
factor XII. Bradikinin mengaktivasi akhir saraf bebas melalui
reseptor spesifik (B1 dan B2). Prostaglandin diproduksi
bersama dengan kerusakan jaringan melalui aksi fosfolipase
A2 pada pelepasan dari membran sel ke bentuk asam
arakhidonat (Gambar 18-5). Jaras siklooksigenase (COX)

15
kemudian mengubah selanjutnya menjadi endoperoksidase,
yang pada gilirannya ditransformasi menjadi prostasiklin dan
prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 mengaktivasi secara
langsung ujung akhir saraf bebas, sedangkan prostasiklin
menimbulkan potensi edema dari bradikinin. Jaras
lipooksigenase mengubah asam arakhidonat menjadi bahan
hidroperoksi, yang selanjutnya diubah menjadi leukotrin.

Peran dari leukotrin tidaklah diketahui dengan baik, tetapi


tampaknya berperan pada tipe nyeri tertentu. Agen
farmakologi semisal asam asetilsalisilat (ASA, atau aspirin),
asetaminofen, dan nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID)
memproduksi analgesia melalui inhibisi COX. Efek analgesic
kortikosteroid sepertinya merupakan inhibisi produksi
prostaglandin melalui blockade aktivasi fosfolipase A2.

b. Hiperalgesia Sekunder. Inflamasi neurogenik, disebut juga


hiperalgesia sekunder, juga berperan penting dalam sensitisasi
perifer bersamaan dengan cedera. Manifestasi dari proses ini
melalui tiga respon dari kemerahan sekitar tempat cedera
(flare), edema jaringan lokal, dan sensitisasi terhadap stimulus
noksius. Hiperalgesia sekunder utamanya dikarenakan oleh
pelepasan antidromik sP (dan kemungkinan CGRP) dari
akson kolateral neuron afferen primer.

Substansi P mendegranulasi histamine dan 5-HT,


memvasodilatasi pembuluh darah, menyebabkan edema
jaringan, dan menginduksi formasi leukotrin. Asal neural
respon ini menyertai: 1) produksi oleh stimulasi antidromik
nervus sensoris, 2) tidak diketahui pada kulit yang di inervasi,
dan 3) hilang melalui anestesi local semisal lidokain.
Kapsaisin, yang berasal dari Hungarian red pepper,
mendegranulasi dan mendeplesi sP. Ketika digunakan secara
topikal, kapsaisin menghilangkan inflamasi neurogenik dan
tampak bermanfaat untuk beberapa pasien dengan neuralgia
post herpetik.

16
2. Modulasi Sentral
A. Fasilitasi
Setidaknya tiga mekanisme berperan dalam sensitisasi sentral
di corda spinalis :
a. Wind-up dan sensitisasi neuron ordo kedua.
Neuron-neuron WDR meningkat frekuensi discharge
dengan stimulus berulang, dan menunjukkan discharge
memanjang, bahkan setelah input serabut C telah
dihentikan.
b. Ekspansi area reseptor
Neuron cornu dorsal meningkat area reseptifnya ketika
neuron di dekatnya menjadi resonsif terhadap stimulus
(apakah noksius atau tidak) di mana sebelumnya neuron
di dekatnya tidak responsif.
c. Hipereksitabilitas reflek fleksi
Hipereksitabilitas reflek fleksi. Pemacuan reflek fleksi
diketahui ipsilateral dan kontralateral.

Mediator neurokimia sensitisasi sentral meliputi sP, CGRP,


vasoaktif intestinal peptide (VIP), kolesistokinin (CCK),
angiotensin, dan galanin, serta asam amino eksitatoris L-
glutamat dan L-aspartat. Substansi-substansi ini memacu
perubahan di eksitabilitas membran melalui interaksi dengan
pasangan reseptor membran protein G di neuron-neuron,
mengaktivasi second messenger, yang pada gilirannya
memfosforilasi substrat protein. Jaras umum adalah melalui
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluer. Glutamat dan
aspartat berperan penting dalam wind-up, melalui aktivasi
reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA) dan non-NMDA.
Asam amino ini dipercaya berperan untuk induksi,
maintenace sensitisasi sentral.

Aktivasi reseptor NMDA meningkatkan konsentrasi kalsium


intraselular di neuron-neuron spinal dan mengaktivasi
fosfolipase C (PLC). Peningkatan konsentrasi kalsium
mengaktivasi fosfolipase A2 (PLA2), mengkatalis perubahan
fosfatidilkolin (FC) menjadi asam arakhidonat (AA), dan
menginduksi pembentukan prostaglandin. Fosfolipase C
mengkatalis hidrolisis fosfodilinositol 4,5-bifosfonat (PIP2)
memproduksi inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol
(DAG), yang berfungsi sebagai second messenger, DAG,
pada gilirannya mengaktivasi protein kinase C (PKC).
Aktivasi reseptor NMDA juga menginduksi nitrit oksid

17
sintetase, menyebabkan pembentukan nitrit oksida.
Prostaglandin dan nitrit oksida memfasilitasi pelepasan asam
amino eksitatoris di corda spinalis. Dengan demikian COX
inhibitor semisal ASA dan NSAID juga tampak memiliki aksi
analgesic di corda spinalis.

B. Inhibisi
Transmisi input nosiseptif di corda spinalis dapat diinhibisi
melalui aktivasi segmental di corda spinalis itu sendiri serta
aktvitas neural descenden dari pusat supraspinal. Inhibisi
segmental-Aktivasi serabut afferen besar membawa sensasi
epikritik menginhibisi neuron-neuron WDR dan aktivitas
traktus spinothalamikus. Selanjutnya aktivasi stimuli noksius
di tubuh menginhibisi neuron-neuron WDR pada tingkat yang
lain; contoh nyeri dari satu bagian tubuh menginhibisi nyeri
di bagian lain. Kedua penelitian ini mendukung teori gerbang
untuk proses nyeri di corda spinalis. Glisin dan asam γ-
aminobutirat (GABA) merupakan asam amino yang berfungsi
sebagai neurotransmiter inhibitor nyeri di corda spinalis.
Antagonisme glisin dan GABA menyebabkan fasilitasi
neuron-neuron WDR dan memproduksi allodynia dan
hiperesthesia. Terdapat dua subtipe reseptor GABA :
GABAA, antagonis muscimol, dan GABAB, antagonis
baklofen. Inhibisi segmental tampak dimediasi oleh aktivitas
reseptor GABAB, yang meningkatkan konduktansi ion K+
melewati membran sel. Fungsi reseptor GABAA sebagai
saluran Cl-, yang meningkatkan konduktansi Cl- melewati
membran sel. Benzodiazepin berperan dalam aksi ini.
Aktivasi reseptor glisin juga meningkatkan konduktans Cl-
melewati membran sel saraf (neuronal).

Inhibisi supraspinal-beberapa struktur supraspinal


mengirimkan serabut saraf ke corda spinalis untuk inhibisi
nyeri di cornu dorsal. Tempat penting bagi jaras desenden
meliputi periaquaductal cerebri, formasio reticularis, dan
nucleus raphe magnus (NRM).

18
4. Pengukuran Dan Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri sangat penting untuk mengoptimalkan intervensi


manajemen nyeri. Oleh karena nyeri adalah pengalaman yang
subjektivitasnya tinggi, diperlukan standar yang objektif dalam
manajemennya.

4.1. Tujuan penilaian nyeri


- Untuk menilai pengalaman nyeri seseorang secara terstandar
- Untuk membantu menentukan tipe nyeri dan etiologi yang
mungkin
- Untuk menentukan efek dan dampak dari nyeri terhadap
seseorang beserta kemampuan dan fungsi seseorang tersebut
- Sebagai dasar dalam pembuatan rencana pengobatan untuk
mengatasi nyeri
- Untuk membantu komunikasi antar anggota tim yang
interdisiplioner

Catatan: Penilaian nyeri harus didokumentasikan sehingga semua anggota tim dapat
mengerti dengan jelas mengenai nyeri yang dirasakan pasien.

Penilaian secara komprehensif dan terus menerus adalah pondasi dari


manajemen nyeri yang efektif, termasuk wawancara, penilaian fisik,
review medikasi, review medis dan surgikal, review psikososial,
lingkungan fisik dan diagnosis yang sesuai. Penilaian harus
menentukan penyebab, efektivitas pengobatan dan dampaknya pada
kualitas hidup pasien dan keluarganya.

4.2. Penilaian dengan ceklis PQRST


Ceklis penilaian ini dapat digunakan untuk penilaian secara
umum maupun untuk nyeri secara spesifik:
- P = Provocation and Palliation (Provokasi dan Paliasi)
• Apakah yang menyebabkan itu?
• Apakah yang membuatnya berkurang?
• Apakah yang membuatnya semakin parah?
- Q = Quality and Quantity (Kuantitas dan Kualitas)
• Bagaimana rasanya, kelihatannya atau kedengarannya?
• Seberapa besar?
- R = Region and Radiation (Regio dan Penyebaran)
• Dimana?
• Apakah menyebar?

19
- S = Severity and Scale (Severitas dan Skala)
• Apakah mengganggu aktivitas?
• Bagaimana nilai nyerinya dengan skala severitas 1-10?
- T = Timing and Type of Onset (Waktu dan Tipe dari Onset)
• Kapan mulainya?
• Seberapa sering muncul?
• Apakah muncul tiba-tiba atau bertahap?

4.3. Pengukuran
Kebanyakan pengukuran nyeri dilakukan berdasarkan subyek.
Pengukuran ini mengarah ke hasil yang sensitif dan konsisten jika
dilakukan dengan baik. Pengukuran subyektif dapat dipengaruhi oleh
suasana hati, gangguan tidur, dan obat-obatan.
Pada beberapa keadaan, mendapatkan data dari laporan pasien tersebut
menjadi tidak mungkin (seperti pada pasien dengan penurunan
kesadaran atau gangguan kognitif, balita, lansia, atau kondisi di mana
terdapat keterbatasan komunikasi seperti kesulitan berbahasa,
ketidakmampuan dalam memahami pengukuran, tidak adanya
kemauan bekerjasama, atau kecemasan berlebih). Pada kondisi-kondisi
tersebut, metode penilaian nyeri lainnya mungkin diperlukan.
Tidak ada pengukuran obyektif dari ‘nyeri’ namun faktor-faktor yang
berkaitan seperti hyperalgesia (ambang batas penarikan mekanis),
respons terhadap stres (konsentrasi kortisol plasma), respons perilaku
(ekspresi wajah), gangguan fungsional (batuk, ambulasi), atau respons
fisiologis (perubahan denyut jantung) dapat memberikan informasi
tambahan. Kebutuhan analgesik (dosis opioid terkontrol pasien) sering
digunakan sebagai pengukuran akhir dari nyeri yang dirasakan.
Menangkap intensitas nyeri sebagai ‘tanda vital kelima’ ditujukan
untuk meningkatkan kesadaran dan penggunaan penilaian nyeri dan
dapat meningkatkan manajemen nyeri akut. Pengukuran nyeri yang
reguler dan berulang harus digunakan untuk menilai kecukupan terapi
analgesik yang sedang diberikan. Frekuensi penilaian ulang yang cukup
ditentukan oleh durasi dan keparahan nyeri, kebutuhan dan respons
pasien, dan jenis obat atau intervensi.

20
Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri uni-dimensi
• Numerical rating scale
→ Numerical rating scale (NRS) atau skala penilaian numerik
memiliki bentuk tertulis dan lisan
■ Verbal Numeric Rating Scale (VNRS)
o Pasien menilai intensitas nyerinya dengan skala 0
sampai 10 (Gambar: 1 di bawah) di mana 0
menunjukkan ‘tidak nyeri’ dan 10 menunjukkan
‘nyeri terberat yang pernah dirasakan’. Penting
diingat bahwa skala ini konsisten, dan
direkomendasikan bahwa ‘tidak nyeri’ ditunjukkan
pada nol (0) bukan 1.
■ Verbal Rating Scale (VRS) menggunakan kalimat
seperti “bagaimana nyeri anda?” “apakah ringan,
sedang, atau berat?”
• Visual analogue scales (VAS) VAS (Gambar: 1 di bawah)
→ VAS merupakan skala yang paling sering digunakan dalam
menilai intensitas nyeri, dengan kata ‘tidak nyeri’ di ujung kiri
dan ‘nyeri terberat’ di ujung kanan. Nilai VAS lebih dari 70
mm mengindikasikan ‘nyeri berat’ dan 0-5 mm ‘tidak nyeri’,
5-44 mm ‘nyeri ringan’, dan 45-74 mm ‘nyeri sedang’.

Note: Skala ini tidak cocok untuk anak di bawah 5 tahun dan
kurang sesuai untuk hingga 26% pasien dewasa.

21
Gambar: Alat yang umum digunakan dalam menilai nyeri

Visual Analogue Scale


Pilih nomor 0 sampai 10 yang mendeskripsikan nyeri anda
Tidak Nyeri Nyeri
Nyeri Mengganggu Berat

TANYAKAN PASIEN MENGENAI NYERINYA


INTENSITAS - LOKASI - ONSET - DURASI - VARIASI - KUALITAS

Skala Penilaian Nyeri “Wajah”

TIDAK NYERI SEDIKIT CUKUP NYERI NYERI NYERI


NYERI NYERI SEDANG BERAT TTERBURUK

Skala Penilaian Nyeri Observasi Perilaku


Kategori Nilai
0 1 2
Tidak ada ekspresi
atau senyum, tidak Meringis sesekali atau Sering hingga tetap mengerut,
Wajah tertarik mengerut, menolak dagu tertarik, dahi gemetar

Tungkai Tidak berposisi Berat, terus bergerak, tegang Menegang atau mengangkat
atau rileks
Aktivitas Berbaring tenang, Bergerak maju mundur Menekuk, kaku, memukul
posisi normal, Tegang
bergerak mudah
Menangis Tidak menangis Mengerang/merengek, Menangis keras, berteriak,
(bangun atau tidur) Mengeluh sesekali terisak, sering mengeluh
Sikap Tenang, rileks Diyakinkan oleh Sulit diam
Sentuhan, pelukan, atau, atau nyaman
Pembicaraan, terdistraksi
Setiap kategori (W) Wajah; (T) Tungkai; (A) Aktivitas; (M) Menangis; (K) Ketenangan
Bernilai 0-2, sehingga nilai total menjadi 0 sampai 10

Gambar 1: Skala Penilaian

22
I. FLACC Behavioral Tool
FLACC singkatan dari Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability
Direkomendasikan : anak usia < 3 tahun atau anak dengan gangguan
kognitif atau untuk pasien-pasien anak yang tidak dapat di nilai
dengan skala lain.

0 1 2
Wajah Tidak ada Menyeringai, Menyeringai
(Face) perubahan berkerut, lebih sering,
ekspresi (senyum) menarik tangan
diri, tidak mengepal,
tertarik menggigil dan
gemetar.
Tungkai Posisi normal atau Tidak Mengejang
(Legs) relaksasi nyaman, atau tungkai
gelisah, dinaikkan ke
tegang atas.
Aktivitas Posisi nyaman dan Menggeliat, Posisi badan
(activity) normal, gerakan tegang, melengkung,
ringan badan kaku atau
berbolak- menghentak
balik, tiba-tiba,
bergerak tegang,
pelan, menggesekkan
terjaga dari badan.
tidur.
Tangisan Tidak Mengerang, Menangis
(cry) menangis/merintih merengek, keras,
(posisi terjaga kadangkala menjerit,
atau tertidur menangis, mengerang,
pulas) rewel terisak-isak,
merintih,
rewel setiap
saat.
Consolability Tenang, relaks, Minta Tidak nyaman
ingin bermain dipeluk, dan tidak ada
rewel kontak mata.

Total skor dari lima parameter di atas menentukan tingkat keparahan


nyeri dengan skala 0-10 . Dengan nilai 10 menunjukkan tingkat
nyeri yang hebat.

23
II. COMFORT scale
i. Indikasi: Untuk menilai derajat sedasi yang diberikan pada
pasien anak dan dewasa yang dirawat di ruang rawat intensif /
kamar operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai
menggunakan Visual Analog Scale atau Wong-Baker FACES
Pain Scale.
Pemberian sedasi bertujuan untuk mengurangi agitasi,
menghilangkan kecemasan dan menyelaraskan napas dengan
ventilator mekanik. Tujuan dari penggunaan skala ini adalah
utk pengenalan dini dari pemberian sedasi yang terlalu dalam
ataupun yang tidak adekuat.
ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki
skor 1-5, dengan skor total antara 9 – 45.

 Kewaspadaan
 Ketenangan
 Distress pernapasan
 Menangis
 Pergerakan
 Tonus otot
 Tegangan wajah
 Tekanan darah basal
 Denyut jantung basal

COMFORT Scale

Kategori Skor Tanggal / waktu

Kewaspadaan 1. tidur pulas /


nyenyak
2. tidur kurang
nyenyak
3. gelisah
4. sadar sepenuhnya
dan waspada
5. sangat waspada
Ketenangan 1. tenang
2. agak cemas
3. cemas
4. sangat cemas
5. panic

24
Distress 1. tidak ada respirasi
pernapasan spontan dan tidak
ada batuk
2. respirasi spontan
dengan sedikit /
tidak ada respons
terhadap ventilasi
3. kadang-kadang
batuk atau
terdapat tahanan
terhadap ventilasi
4. sering batuk,
terdapat tahanan /
perlawanan
terhadap
ventilator
5. melawan secara
aktif terhadap
ventilator, batuk
terus-menerus /
tersedak
Menangis 1. bernapas dengan
tenang, tidak
menangis
2. terisak-isak
3. meraung
4. menangis
5. berteriak
Gerakan 1. tidak ada
gerakan
2. kadang-kadang
bergerak perlahan
3. sering bergerak
perlahan
4. gerakan aktif /
gelisah
5. gerakan aktif
termasuk badan
dan kepala
Tonus otot 1. otot relaks
sepenuhnya,
tidak ada tonus
otot
2. penurunan tonus
otot
3. tonus otot normal
4. peningkatan
tonus otot dan
fleksi jari tangan
dan kaki
25
5. kekakuan otot
ekstrim dan fleksi
jari tangan dan
kaki
Tegangan 1. otot wajah relaks
wajah sepenuhnya
2. tonus otot wajah
normal, tidak
terlihat tegangan
otot wajah yang
nyata
3. tegangan
beberapa otot
wajah terlihat
nyata
4. tegangan hampir
di seluruh otot
wajah
5. seluruh otot
wajah tegang,
meringis
Tekanan darah 1. tekanan darah di
basal bawah batas
normal
2. tekanan darah
berada di batas
normal secara
konsisten
3. peningkatan
tekanan darah
sesekali ≥15% di
atas batas normal
(1-3 kali dalam
observasi selama
2 menit)
4. seringnya
peningkatan
tekanan darah
≥15% di atas
batas normal (>3
kali dalam
observasi selama
2 menit)
5. peningkatan
tekanan darah
terus-menerus
≥15%

26
Denyut 1. denyut jantung di
jantung basal bawah batas
normal
2. denyut jantung
berada di batas
normal secara
konsisten
3. peningkatan
denyut jantung
sesekali ≥15% di
atas batas normal
(1-3 kali dalam
observasi selama
2 menit)
4. seringnya
peningkatan
denyut jantung
≥15% di atas
batas normal (>3
kali dalam
observasi selama
2 menit)
5. peningkatan
denyut jantung
terus-menerus
≥15%
Skor total

Interpretasi:
Nilai 8-16 mengindikasi pemberian sedasi yang terlalu dalam
Nilai 17-26 mengindikasikan pemberian sedasi yang sudah optimal
Nilai 27-45 mengindikasikan pemberian sedasi yang tidak adekuat

27
Gambar 2: Kuesioner Nyeri McGill

Pengukuran nyeri multidimensi


Dibandingkan hanya penilaian intensitas nyeri, alat multidimensi
memberikan informasi yang lebih jauh mengenai karakteristik nyeri dan
dampaknya terhadap individu. Contohnya:
• Alat penilaian nyeri singkat, yang menilai intensitas nyeri dan
disabilitas yang berkaitan
• Kuesioner Nyeri McGill (Gambar 2 di bawah), yang menilai dimensi
sensoris, afektif, dan evaluatif

28
Pasien dengan kebutuhan khusus
• Bantuan komunikasi dan skala perilaku seperti skala Wajah, Tungkai,
Aktivitas, Menangis dan sikap (Gambar:1)
→ Pada neonatus, balita, anak, tetapi harus cukup secara usia dan
perkembangan. Termasuk penilaian perilaku, skala bergambar
(Wajah pada Gambar: 1)
→ Pada pasien dewasa yang kesulitan mengkomunikasikan
nyerinya (pada pasien dengan gangguan kognitif atau yang
pasien kritis di unit gawat darurat atau perawatan intensif) yang
membutuhkan perhatian khusus, seperti pada pasien yang
berlatar belakang budaya dan bahasa berbeda dengan pemberi
pelayanan kesehatan.

29
5. Pendekatan Pengobatan Nyeri

Pada nyeri yang akut, tujuan utama adalah menghilangkan rasa nyeri.
Pada nyeri yang kronis, untuk mendapatkan hasil yang terbaik sering
dibutuhkan sebuah gabungan variabel pendekatan farmakologis maupun
non-farmakologis yang diarahkan pada komponen multidimensional
dari nyeri dan penderitaan.

Pendekatan Kesatuan Rangkaian Pengobatan (Treatment


Continuum Approach)

Dengan tujuan untuk untuk menggunakan sumber daya medis yang


tersedia secara lokal dengan sangat efektif serta tidak mengekspos
pasien dengan risiko yang tidak diperlukan, sangat masuk akal untuk
menggunakan pendekatan pengobatan yang continuum (kesatuan
rangkaian) dalam manajemen nyeri. Dimulai dari modalitas yang paling
siap dan tersedia untuk digunakan, lebih murah, serta mempunyai bukti
ilmiah yang lebih kuat, lebih tidak invasif dan lebih minim efek samping.
Apabila modalitas-modalitas tersebut gagal, dapat menaikkan
pengobatan menjadi yang lebih spesifik, lebih mahal, dan lebih invasif.

Figure 3: Adaptasi baru dari jenjang analgesik

LANGKAH 4
Prosedur
Neurosurgical Blok nervus
Epidural
Nyeri akut
LANGKAH 3 Pompa PCA
Nyeri kronik tanpa kontrol Terapi blok neurolitik
Krisis akut dari nyeri kronik Opioid kuat Simulator spinal
Methadone
LANGKAH 2 Administrasi oral
Patch transdermal
Opioid lemah
LANGKAH 1 Nyeri kronik
Analgesik Nyeri non-keganasan
nonopioid Nyeri kanker
NSAIDS NSAIDs
(dengan atau tanpa adjuvant
pada setiap langkah)

NSAID-nonsteroidal anti-inflammatory drug, PCA-patient-controlled analgesia.

30
5.1. Pendekatan farmakologis
Jenjang analgesik WHO (WHO analgesic ladder)
- Langkah 1
• Non opioid ± adjuvant : ASA, Paracetamol, NSAIDs/COX-2s
± adjuvant
- Langkah 2
• Opioid untuk nyeri ringan (mild) hingga sedang (moderate) ±
nonopioid ± adjuvant: Codeine, Tramadol, oxycodone, ±
NSAIDs/COX – 2s, ± adjuvants
- Langkah 3
• Opioid untuk nyeri sedang (moderate) hingga berat (severe),
± non opioid, ±Adjuvant: Oxycodone, Morphine,
Hydromorphine, Fentanyl, methadone, ± NSAIDs/COX –
2s, ± adjuvants
- Langkah 4:
• Blok nervus, epidural, pompa PCA, blok nervus
neuroltik,

Catatan: Dengan beberapa perkecualian, kebanyakan medikasi yang dipakai


untuk pengobatan nyeri bekerja paling baik saat dosis dititrasi berdasarkan efeknya.
Ini berarti kita sebaiknya memulai pengobatan dari dosis rendah dan menaikkan
dosis sesuai interval yang terjadwal hingga muncul efek analgesik atau pasien
merasakan efek merugikan (adverse effect) yang persisten dan tidak dapat diterima
serta tidak mereda seiring berjalannya waktu maupun dengan manajemen efek
samping yang kuat.

Perkecualian untuk prinsip ini adalah pada non-steroidal anti-


inflammatory drugs (NSAIDs) dan paracetamol, keduanya memiliki
batas maksimum dosis yang direkomendasikan serta beberapa
antidepresan dan antikonvulsan yang memiliki level terapetik pada
serum yang dapat diukur.

5.2. Pendekatan non-farmakologis Opsi pengobatan fisik


- Latihan (exercises)
• Peregangan/ range gerakan/ fleksibilitas
• Strengthening
• General aerobic conditioning
• Quota-based reactivation
• Keseimbangan koordinasi/latihan propioseptif
• Relaksasi
• Stabilisasi postur
• Yoga
- Passive physical modalities (modalitas fisik pasif)

31
• Terapi dingin
→ Kantong pendingin
→ Ice massage
→ Cold water immersion
• Terapi panas
→ Kantong penghangat/bantalan penghangat
- Occupational therapy techniques
• Penilaian/adaptasi ergonomis
• Modifikasi aktivitas sehari-hari serta pekerjaan
• Pacing strategies
• Body mechanics and dynamic posturing
- Terapi manual
• Mobilisasi dengan peregangan
• Manipulasi (pengobatan chiropractic)
• Pijat
- Traksi

Pendekatan psikologis
Nyeri kronik dan keterbatasan fisik dapat memberikan efek yang besar
terhadap psikologis dan emosi pada pasien dengan masalah nyeri.
Hidup dengan nyeri dapat menimbulkan masalah seperti depresi, cemas
dan perasaan tidak tertolong, yang mana semua itu dapat
mengeksaserbasi nyeri dan disabilitas.
- Intervensi psikologis
• Cognitive-behavior therapy (CBT): Terdiri dari 3 fase yaitu:
→ Edukasi mengenai model biopsikososial dari nyeri.
→ Latihan ketrampilan: Teknik relaksasi, activity pacing,
penjadwalan aktivitas yang menyenangkan, teknik
imajiner, strategi distraksi, restrukturisasi kognitif
(mengubah pola pemikiran negatif), pemecahan masalah
and penetapan tujuan.
→ Fase aplikasi : Pelatihan dan aplikasi ketrampilan di situasi
kehidupan nyata
• Coping aktif mempunyai ciri sebagai berikut
→ Menyelesaikan masalah
→ Mencari informasi
→ Mencari dukungan sosial
→ Mencari bantuan profesional
→ Mengubah lingkungan
Merencanakan aktivitas sebagai respon untuk beberapa stres, fisik
maupun emosional. Ini untuk menghindari strategi coping yang ke arah
kegiatan (seperti penggunaan alkohol) ataupun kondisi mental (seperti
withdrawal atau kecanduan) yang menjaga mereka dari kejadian yang
secara langsung mengarahkan pada stres.

Pengertian

32
Adalah upaya mengurangi atau menghilangkan nyeri tanpa
menggunakan obat-obatan
Pengobatan nyeri non farmakologis termasuk pendekatan psikologis,
edukasi dan dukungan terhadap orang tua.
Macam-macam terapi non farmakologi
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan
memiliki efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk
anak
b. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat
meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat
menurunkan nyeri.
c. Terapi fisik : relaksasi otot sehingga meningkatkan sirkulasi darah
dan pasien merasa nyaman .

Terapi non farmakologi

Kognitif Perilaku Fisik


 Distraksi  terapi  pijat/masage
 Hypnosis relaksasi  fisioterapi
 Informasi/edukasi otot  stimulasi termal
 Terapi kognitif  umpan  stimulasi
 Psikoterapi/reduksi balik sensorik
cemas positif  akupuntur
 modifikasi  TENS
gaya (transcutaneous
hidup / electrical nerve
perilaku stimulation)

DISTRAKSI
Distraksi adalah : Pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan
teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika
seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan
terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak
dirasakan oleh klien).
Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi
endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi
berkurang.

33
Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi
aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat
individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan,
pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam
menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri,
2007).
Jenis Distraksi :
1. Distraksi visual
2. Distraksi pendengaran
3. Distraksi pernafasan
4. Distraksi intelektual
5. Imajinasi terbimbing
Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat
pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta
gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai
dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi
pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk
menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang,
mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart.
Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik
Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan.
Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat
ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya dilakukan
oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan
sebagai “Efek Mozart”. (Andreana, 2006)
Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu
objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui
hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk
berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang
memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola
pernafasan ritmik.

34
Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan
kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis
cerita.
Imajinasi terbimbing/Guide Imagery
Guide imagery adalah Sebuah teknik dengan melakukan proses
konsentrasi untuk berimajinasi dan visualisasi sesuatu yang
indah/menyenangkan shg membantu mengurangi nyeri dan mendorong
relaksasi
Tujuan :
Mampu mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak untuk
menciptakan bayangan gambar yg membawa ketenangan dan
keheningan
1. Mengurangi nyeri
Tahap Kerja Guide imagery
a. Menciptakan suasana tenang dan damai shg pasien dapat
mengikuti instruksi2
b. Menganjurkan pasien tarik nafas perlahan sambil
memejamkan mata dengan lembut agar bisa berkonsentrasi
c. Membimbing pasien untuk membayangkan ke suatu masa yg
sangat berkesan, indah dan paling membahagiakan dalam
hidup pasien
d. Membimbing pasien untuk menikmati rasa yang ada pada saat
itu yaitu perasaan nyaman, damai dan bahagia
e. Membimbing pasien untuk menikmati perasaan tersebut
sampai pasien bangun/dibangunkan

RELAKSASI
Ada tiga hal utama yang diperlukan untuk relaksasi yaitu
1. Posisi yang tepat
2. Pikiran beristirahat
3. Lingkungan yang tenang
Macam-macam relaksasi :
1. Relaksasi nafas dalam
2. Relaksasi Breating clouds
3. Relaksasi otot secara progresif/PMR (progressive muscular
relaxation)
4. Relaksasi Fisik Otogenik
Tahap kerja :
1. Menciptakan suasana tenang dan posisi yang nyaman

35
2. Metetakkan tangan di dada dan perut untuk merasakan
pengembangan paru dan abdomen
3. Menginstruksikan klien untuk nafas dalam lewat hidung
4. Kemudian menghembuskan udara secara perlahan-lahan
melalui mulut (pursed lip ) sambil merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan, kaki menuju ke paru sehingga pasien
merasakan rileks pada kedua tangan dan kaki rileks
5. Pasien juga diarahkan untuk memusatkan perhatian pada
udara yan dikeluarkan dan merasakan kehangatannya
6. Ulangi selama satu menit dan istirahat 2 menit ,dilakukan
selama 10 menit
7. Bila muncul nyeri hebat lakukan pernafasan cepat dan dangkal

HIPNOSIS
adalah suatu teknik terapi pikiran dan penyembuhan yang
menggunakan metode hipnotis untuk memberi sugesti atau perintah
psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan dan perilaku menjadi
lebih baik . Hipnosis mengubah kondisi manusia cenderung lebih
sugestif, sehingga dapat menerima saran-saran yang dapat berubah
menjadi nilai-nilai baru.
TERAPI KOGNITIF
Kognitif terapi didasarkan dari asumsi bahwa perilaku adalah adaptasi
dan disana terdapat interaksi antara pikiran individu, perasaan dan
perilaku (Dobson & Dozois, 2001; Freeman & Reinecke, 1995).
Tujuan :
1. Membantu pengembangan pemahaman pada laporan perilaku
pasien dan mendampingi proses pemikiran dan perilaku.
2. Melatih ketrampilan pengelolaan suatu persepsi yang realistis

PIJATAN/MASSAGE
Masasge adalah tindakan keperawatan dengan cara memberikan
masase pada klien dengan memenuhi kebutuhan rasa nyaman (nyeri)
pada daerah superfisial atau pada otot/tulang.
Tindakan masase ini hanya untuk membantu mengurangi rangsangan
nyeri akibat terganggunya sirkulasi.
Tujuan :
1. Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang di masase
2. Meningkatkan relaksasi
3. Mengurangi atau menghilangkan nyeri

36
STIMULASI TERMAL
Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis.
Efek terapeutik pemberian kompres hangat :
1. Mengurangi nyeri
2. Meningkatkan aliran darah
3. Mengurangi kejang otot
4. Menurunkan kekakuan tulang sendi

Kompres dingin
Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi
kompres dingin adalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan
mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan
hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.

Digunakan untuk cedera tiba-tiba atau yang baru terjadi/ akut. Jika
cedera baru terjadi (dalam waktu 48 jam terakhir) yang lalu timbul
pembengkakan, maka dengan kompres dingin bisa membantu
meminimalkan pembengkakan di sekitar cedera karena suhu dingin
mengurangi aliran darah di daerah cidera sehingga memperlambat
metabolisme sel dan yang paling penting adalah dapat mengurangi rasa
sakit.

Melakukan kompres dingin harus hati-hati karena dapat menyebabkan


jaringan kulit mengalami nekrosis (kematian sel). Untuk itu dianjurkan
melakukan kompres dingin tidak lebih dari 30 menit.

37
6. Klasifikasi Dan Tata Laksana Nyeri

6.1 Nyeri Akut


Definisi: nyeri yang biasanya berlangsung sementara selama beberapa
menit sampai beberapa hari. Biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan dan kadang berhubungan dengan reaksi inflamasi. Pendekatan
umum untuk pengobatan nyeri akut meliputi tujuan pengobatan,
strategi terapi, dan unsur-unsur manajemen nyeri.

Jenis-jenis nyeri akut

JENIS/ DEFINISI CONTOH


SUMBER
Penyakit akut Nyeri yang Appendisitis, kolik renalis,
dihubungkan dengan infark miokard
penyakit akut
Perioperatif Nyeri pada pasien - Pembedahan pada kepala
(termasuk yang mengalami
dan leher
postoperatif) pembedahan karena
penyakitnya, prosedur - Pembedahan toraks dan
pembedahan
dinding toraks
(pemasangan drain,
NGT, chest tube, - Pembedahan abdomen
komplikasi) atau
- Pembedahan ortopedik dan
keduanya
pembuluh darah
Setelah Termasuk nyeri umum Kecelakaan sepeda motor
kecelakaan atau regional akibat
(trauma trauma mayor akut
mayor)
Terbakar Nyeri akibat terbakar Paparan api, bahan kimia
suhu atau bahan kimia
Prosedur Nyeri yang Biopsi sum-sum tulang
berhubungan dengan belakang, endoskopi,
prosedur diagnostik/ pemasangan kateter,
terapi sirkumsisi, pemasangan chest
tube, penjahitan
Kandungan Nyeri akibat proses Persalinan per vaginam atau
persalinan sectio caesarean

Penatalaksanaan
38
Tujuan penatalaksanaan
- Intervensi dini, dengan penyesuaian cepat dalam rejimen untuk
nyeri tidak cukup terkontrol
- Pengurangan rasa sakit sampai tingkat yang dapat diterima
- Memfasilitasi pemulihan dari penyakit atau cedera yang
mendasari

Strategi penatalaksanaan
a. analgesia Multimodal
Penggunaan lebih dari satu metode atau modalitas pengendalian
nyeri
- Obat dari dua atau lebih kelas
- Obat ditambah pengobatan non obat untuk mendapatkan efek
tambahan yang menguntungkan; mengurangi efek samping,
atau keduanya. Modalitas ini dapat bekerjai melalui
mekanisme yang berbeda atau di lokasi yang berbeda (mis
perifer dibandingkan tindakan sentral).
- Contoh analgesia multimodal adalah penggunaan berbagai
kombinasi opioid dan anestesi lokal untuk mengelola nyeri
pasca operasi.
b. analgesia sebelum tindakan (preemptive analgesia)
penggunaan satu atau lebih analgesik sebelum tindakan (misalnya
operasi) dalam upaya untuk mencegah sensitisasi perifer dan
sentral, meminimalkan rasa sakit pasca-tindakan.

Penatalaksanaan non farmakologik


Intervensi non-farmakologik untuk nyeri akut:
Jenis nyeri/ Metode fisik Metode psikologik Lain-lain
sumber
Penyakit Getaran atau dingin Edukasi pasien,
akut untuk imobilisasi relaksasi,
pengumpamaan,
pengalihan pikiran
Nyeri - latihan atau Eukasi pasien, akupuntur
perioperatif imobilisasi relaksasi,
- pemijatan pengalihan pikiran,
- aplikasi hangat akupuntur,
atau ingin pengumpamaan,
- analgesia elektrik hipnosis
Trauma - istirahat, es, Relaksasi, hipnosis,
kompresi, elevasi pengalihan pikiran,
- terapi fisik: psikoterapi suportif,
peregangan, latihan kemampuan
penguatan, terapi menyalin
termal, TENS,
getaran

39
- elevasi Eukasi pasien,
ekstremitas relaksasi alam,
Terbakar - meminimalkan pengalihan pikiran,
penggantian relaksasi dengan
pakaian musik

Procedural - aplikasi dingin


(sebelum dan
sesudah
prosedur)
- melawan iritasi
(pemijatan,
penggarukan,
penekanan)
- istirahat atau
imobilisasi
(setelah proseur)
Obstetric Edukasi pasien,
relaksasi
pernapasan,
pengalihan pikiran

Terapi farmakologik
a. Nyeri akut
Kebanyakan merupakan nyeri nosiseptif an merespon terhadap:
- Opioid dan non-opioid
- Analgesik ajuvan (misal anestesi lokal)
b. Nyeri somatik ringan merespon baik terhadap:
- Non-opioid oral
o Parasetamol
o Anti inflamasi non-steroid (NSAID)
- Agen topikal
- Perawatan fisik (misalnya istirahat, es, penekanan, elevasi)
c. Nyeri akut sedang sampai sedang berat biasanya merespon
terhadap:
- Opioid
Non-opioid biasanya dikombinasikan dengan opioid untuk
meningkatkan pengurangan nyeri dan mengurangi efek samping
d. Medikasi sistemik untuk penanganan nyeri akut
Jenis nyeri/ Non-opioid Opioid Analgesik Keterangan
sumber ajuvan
Penyakit Parasetamol, Opioid
akut NSAID sistemik
Perioperatif Parasetamol, Opioid Anestesi Penggunaan
dan post- NSAID sistemik lokal multimodal
operatif termasuk (lidokain, kapanpun
PCA bupivakain) memungkinkan,
perhatikan
kebutuhan pada
populasi

40
khusus, jadwal
dosis ATC
biasanya lebih
disukai PRN
Trauma Parasetamol, Opioid bolus Ketamin IV Karena efek
mayor NSAID atau kontinus (sangat samping berat
(nyeri selama masa IV selama jarang) pada CNS,
generalisata) penyembuhan masa penggunaan
emergensi; ketamin
opioidd IV terbatas hanya
atau PO bila nyeri tetap
selama masa timbul dengan
penyembuhan terapi lain.
Trauma NSAID Opioid bolus Ketamin IV Karena efek
mayor (parental, oral atau kontinus (sangat samping berat
(nyeri selama masa IV selama jarang) pada CNS,
regional) penyembuhan) masa penggunaan
emergensi, ketamin
ditambah terbatas hanya
anestesi bila nyeri tetap
regional timbul dengan
terapi lain.
Luka bakar Parasetamol, Opioid IV Parenteral Karena efek
NSAID osis tinggi ketamin samping berat
selama masa (morfin, dan pada CNS,
rehabilitasi fentanil + lidokain IV penggunaan
PCA untuk sangat ketamin
pasien NPO, jarang terbatas hanya
opioid oral bila nyeri tetap
(morfin, timbul dengan
hidromorfon) terapi lain.
bila dapat Infus lidokain
menelan dosis rendah
dibatasi pada
nyeri luka
bakar yang
refrakter
terhadap
opioid.
Trauma Parasetamol, Opioid untuk
minor NSAID nyeri ringan
sampai
sedang
Nyeri NSAID untuk Opioid IV Anestesi Anestesi lokal
procedural analgesik (morfin, lokal dapat diberikan
sebelum hidromorfon, (lidokain, topikal atau
prosedur, dan dan fentanil) bupivakain, diinjeksikan
nyeri pasca ketamin pada jaringan
prosedur IV) atau digunakan
untuk blok
saraf.
Penggunaan
ketamin
dibatasi karena

41
efek samping
pada CNS
Nyeri Opioid IV
obstetric bolus
(morfin,
hidromorfon,
dan fentanil)

e. Regional anestesi untuk nyeri akut


Nyeri - Anestesia epidural atau campuran opioid + anestesi lokal
perioperatif
diinjeksikan berkala atau diinfuskan
- Opioid intratekal atau opioid + anestesi lokal
- Blokade lokal saraf
- Teknik regional anestesi lainnya
Trauma - Terbatas pada blokade lokal saraf selama fase emergensi
- Juga termasuk analgesia epidural dengan opioid dan atau
anestesi lokal selama masa penyembuhan, terutama pada nyeri
regional
Luka bakar - Analgesia epiural engan opioid dan atau lokal anestesia
Procedural - Infiltrasi dengan lokal anestesi
obstetrik - Analgesia epidural atau spinal dengan anestesi lokal
(bupivakain, ropivakain, dan atau opioid)
- Kombinasi teknik spinal dan epidural dengan opioid
- Analgesia epidural, spinal, atau kombinasi teknik spinal-epidural
untuk sectio caesarean
- Infiltrasi dengan anestesi lokal

Rekomendasi
- Analgesi, terutama opioid, harus dengan resep dan tidak boleh
melebihi dosis yang ditentukan, baik untuk akut maupun kronis
- Nyeri akut sampai berat harus diterapi dengan dosis opioid yang
cukup untuk menghilangkan nyeri dengan aman
- Jika efek samping obat menghalangi pencapaian tingkat nyeri
yang memadai, efek sam;ping harus ditangani dan atau mencoba
opioid jenis lainnya
- Penggunaan bersama beberapa analgesik (non-opioid, anestesi
lokal) dan metode nonfarmakologik (aplikasi hangat dan dingin,
elektroanalgesia, relaksasi) memaksimalkan pengurangan nyeri,
dan meminimalkan risiko efek samping.

6.2 Nyeri Kronis Non-Kanker

42
Pendekatan umum untuk pengobatan nyeri kronis non-kanker (CNCP)
meliputi tujuan pengobatan, pendekatan terapi, dan unsur-unsur
pengobatan. Seliaain itu untuk menyediakan informasi umum tentang
terapi beberapa jenis CNCP yang umum, dan mengidentifikasi
panduan praktik klinis (CPG) yang relevan.

Penatalaksanaan
Tujuan umum penatalaksanaan
- Menghilangkan penderitaan, termasuk nyeri dan stress emosional
yang terkait)
- Meningkatkan/mengembalikan fungsi fisik, sosial, vokasional,
dan rekreasional
- Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesehatan psikologis
- Meningkatkan kemampuan pribadi (mengembangkan strategi
menolong diri sendiri, mengurangi ketergantungan pada sistem
pelayanan kesehatan) dan dalam hubungan sosial dengan orang
lain (keluarga, teman, dan profesional perawatan kesehatan)

Strategi penatalaksanaan
- Terapi multimodal
o Medikasi dari kelas yang berbeda (terapi obat kombinasi)
o Terapi rehabilitatif (terapi fisik, terapi okupasi dan obat) dan
medikasi
o Anestseia regional (blokade neuronal dan medikasi
o Manajemen interdisiplinary CNCP;

- Edukasi pasien: konseling tentang rasa nyeri, faktor yang


memperberat dan meringankan, strategi manajemen, faktor
gaya hiup yang dapat mempengaruhi nyeri (nikotin dan alkohol
- Penekatan fisik rehabilitatif: moalitas terapi fisik untuk
penyembuhan (berjalan, peregangan, latihan untuk
meningkatkan kekuatan dan daya tahan, gerakan osilasi)
- Pendekatan fisik lainnya: aplikasi hangat atau dikin TENS,
pemijatan dan akupuntur
- Terapi okupasional: memperhatikan mekanika tubuh yang
tepat, kembalinya tingkat normal aktivitas sehari-hari
- Farmasi: non-opioid, opioid, anti depresan, anti kejang,
stimulan, anti histamin
- Anestesi regional: blok saraf (diagnostik, somatik, simpatik,
viseral, titik picu) dan atau analgesia intraspinal ( opioid,
klonidin, baclofen, anestesi lokal)

43
- Pendekatan psikologik: latihan relaksasi, hipnotis, biofeedback,
kemampuan mengatasi masalah, modifikasi gaya hiup,
psikoterapi)
- Bedah: neuroablasi, neurolisis, dekompresi mikrovaskular.

Non-farmakologik
Intervensi non-farmakologik untuk nyeri kronis non-kanker
TIPE BEDAH METODE METODE LAIN-
NYERI FISIK PSIKOLOGIS LAIN
Nyeri Arthroscopy, TENS, aplikasi PE, istirahat, Akupuntur,
arthritis synovectomy, hangat/ ingin, latihan, nutrisi, suplemen
osteotomy, aerobik ringan, an bantuan gizi
dan spinal latihan ROM, sosial
fusion perlindungan
sendi (pemijatan,
korset, atau
penjepit)
Nyeri Laminektomi, SCS, PE ‘sekolah akupuntur
punggung diskectomy, krioanalgesia, kembali’,
belakang lumbar radiofrequency, biofeedback,
(LBP) fusion, koagulasi, psikoterapi
stabilisasi latihan, PT, OT,
lumbar TENS, korset,
getaran
Fibromyalgia Aplikasi pijatan PE, psikoterapi, Akupuntur
hangat, aerobik relaksasi,
sedang, hipnotis
peregangan,
mempertahankan
postur tubuh
yang baik, PT,
TENS, getaran
Penyakit Hidrasi yang PE, psikoterapi, akupuntur
sickle cell sesuai, aplikasi pernapasan
hangat atau dalam,
dingin, relaksasi,
pemijatan, ultra pengalihan
sound, PT, pikiran,
TENS, SCS pengumpamaan,
meitasi,
biofeeback
Neuropati Operasi Perawatan kulit PE, psikoterapi,
perifer dekompresi dan kaki yang relaksasi,
saraf yang baik, PT, TENS biofeeback
terjepit,
operasi
vaskular
untuk
insufisiensi
vaskular
Migrain dan Aplikasi hangat/ PE, relaksasi,
sakit kepala dingin, latihan, biofeedback
getaran

44
Farmakologik
Penatalaksanaan farmakologik paa nyeri kronis non-kanker
TIPE NON OPIOID ANALGESIK KETERANGAN
NYERI OPIOID AJUVAN AN
OBAT
SPESIFIK-
PENYAKIT
Nyeri artritis - Parasetamol Opioid Kortikosteroid Pilih NSAID
jangka berdasarkan
- NSAID
pendek dosis, efisiensi,
- Penghambat toleransi, biaya,
dan keinginan
selektif
pasien.
COX-2 Monitor ketat
untuk efek
samping NSAID
Opioid
merupakan terapi
pilihan untuk
jangka panjang
untuk pasien
tertentu
Nyeri - Parasetamol Opioid TCA Opioid
punggung jangka (amitriptilin), merupakan terapi
- NSAID
bawah (LBP) pendek AED pilihan untuk
- Penghambat untuk (gabapentin, pasien tertentu
nyeri karbamazepin)
selektif
ringan Relaksan otot
COX-2 sampai kerja pendek
sedang (siklobenzaprin)
Fibromyalgia - Parasetamol Opioid, TCA Tramadol
tramadol (amitriptilin), memiliki potensi
- NSAID
Relaksan otot lebih rendah
- Penghambat kerja pendek untuk
(siklobenzaprin) disalahgunakan
selektif
COX-2
Nyeri - Parasetamol Opioid Sedativa Gunakan opioid
penyakit jangka anxiolytics kerja pendek
- NSAID
sickle cell panjang untuk terapi
dan jangka pendek
pendek dan panjang
Neuropati - Parasetamol Hanya TCA AED, TCA, dan
perifer opioid (amitriptilin), anastesi lokal
- NSAID
kerja AED merupakan
pendek (gabapentin, pilihan pertama.
karbamazepin) NSAID jarang
Relaksan otot efektif. Gunakan
kerja pendek opioid sebagai
(siklobenzaprin) pilihan terakhir.

45
Manajemen farmakologik migrain dan sakit kepala
TIPE PROFILAKSIS ARBOTIF KETERANGAN
SAKIT
KEPALA
Migrain - AED - NSAID - Parasetamol +
(gabapentin) - Kombinasi ASA + kodein
- BB opioid, misal: merupakan
(propranolol) parasetamol+ pilihan
- CCB kodein pertama.
(verapamil, - Dehidroergot NSAID pilihan
nifedipin) amin pertama adalah
- TCA - Rizapritan ASA,
- NSAID - Naratriptan ibuprofen,
naproxen.
- Triptan
biasanya efektif
dan merupakan
pilihan untuk
pasien dengan
HA ringan
sampai berat an
tidak ada kontra
inikasi
Tension - TCA - Parasetamol,
NSAID
Cluster - CCB - Ergotamin
- Kortikosteroid - Dihiroergota
- AED min
- Inhalasi
oksigen

46
Anestesi regional untuk nyeri kronik non-kanker
TIPE NYERI METODE
Nyeri artritis - Injeksi intra-artrikular dengan kortikosteroid
- Injeksi intra-artrikuar dengan sodium
hyaluronate
Nyeri punggung - Injeksi facet joint dengan anestesi lokal
belakang (LBP)
- Blok saraf dengan anastesi lokal karena
Sciatica
- Injeksi steroid (metil prednisolon) epidural dan
anestesi lokal (lidokain)
Sakit kepala dan - Blok saraf oksipital dengan anestesi lokal
migran
untuk sakit kepala oksipital

47
7. Manajemen Nyeri Kanker

Pendahuluan

Nyeri kanker memiliki alur neuro-pato-fisiologi yang sama dengan


nyeri non-kanker. Ini merupakan mekanisme nyeri gabunganyang
dapat di artikan sebagai neuropatik murni, sindrom nyeri viseral atau
somatik (walaupun jarang). Tetapi ini bisa saja melibatkan mekanisme
peradangan, neuropatik, iskemik dan kompresif pada jaringan multipel.
Perkembangan melebihi waktu merupakan hal yang kompleks dan
bervariasi, tergantung pada jenis kanker, regimen terapi dan morbiditas
penyakit yang bersamaan. Opioid merupakan terapi utama dan
berkaitan dengan toleransi.
Penyebab beratnya penyakit
- Invasi tumor langsung dari jaringan lokal
- Nyeri tulang metastasis
- Osteoporosis tulang nyeri sendi yang sudah degeneratif pada
orang tua
- Obstruksi visceral
- Kompresi syaraf dan invasi plexus
- Iskemia
- Inflamasi

Prinsip umum
 Komitmen untuk meredakan penderitaan dan promosi
penyembuhan
 Lakukan penilaian menyeluruh terhadap nyeri dan pasien
 Gunakan langkah pendekatan medikasi (tangga WHO)
merupakan yang terbaik
 Bekerja dalam tim untuk manajemen nyeri kanker,
menggunakan multi profesi dan multi terapi
 Pada saat menunggu hasil investigasi obati nyeri yang sedang
hingga berat
 Nyeri konstan atau sering memerlukan terapi reguler
 Terobosan dosis analgetik (10% dari total dosis opioid harian)
harus tersedia saat dibutuhkan
 Obati efek samping opioid sejak awal
 Rute oral lebih diutamakan
 Pertimbangkan terapi tambahan untuk nyeri kanker

48
 Titrasi Opioid untuk mendapatkan efek analgesia terbaik dengan
efek samping yang sedikit
 Terbukalah dengan terapi non-farmakologi dan terapi
komplementer yang dapat diandalkan serta terapi alternatif yang
dapat membatu menolong pasien
 Re-evaluasi yang berkelanjutan adalah kunci untuk
mnedapatkan outcome yang lebih baik
 Edukasi pasien dan perawat pasien dengan melibatkan mereka
dalam team dan kembangkan perasaan saling mempercayai dan
percaya diri
 Belajar dari pasien dan refleksi ke diri sendiri

Assesmen (penilaian)
 Elemen inti dari penilaian awal termasuk
→ Riwayat yang rinci untuk menentukan ada tidaknya nyeri
yang persisten, breaktrough pain dan pengaruhnya terhadap
fungsi
 Definisi : breaktrough pain diartikan sebagai peningkatan nyeri
sementara yang terjadi pada nyeri persistent terkontrol
 Assesmen : kehadiran nyeri breaktrough, frekuensi dan jumlah
episode per harinya, durasi waktu dalam menit, intensitas dan
waktu puncak keparahannya, deskripsi breaktrough pain,
riwayat analgesik sebelumnya yang saat ini dan faktor
presipitasi
o Gunakan penilaian The Brief Pain Inventory untuk menilai
lokasi nyeri, karakteristik dan deskripsi nyeri.
Severitas/intensitas nyeri, durasi nyeri, faktor yang
mengganggu dan faktor yang menyembuhkan. Pengaruh
nyeri terhadap fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari,
pengaruh terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan
fisiologis. Pengaruh sosial, spiritual, ekspektasi nyeri,
pengobatan (analgesik saat ini dan sebelumnya), toksisitas
opioid dan intervensi komplementer.
 Penialaian psikososial
→ Pasien memahami keadaan mereka
→ Apa yang menjadi nyeri berarti terhadap individu dan
keluarganya
→ Bagaimana nyeri dapat mempengaruhi hubungan didalam
keluarga pasien
→ Apakah nyeri berpengaruh terhadap mood pasien
→ Perubahan mood
→ Strategi coping (meniru) yang diadopsi oleh pasien

49
→ Pola tidur pasien
→ Pengaruh ekonomi
 Pemeriksaan fisik
 Evaluasi diagnostik untuk tanda dan gejala yang berkaitan
dengan sindrom nyeri kanker yang umum

Kelompok khusus dengan resiko yang lebih tinggi


 Orang tua
 Cacat kognitif
 Oerang dengan keterbatasan bahasa
 Penyalahgunaan zat yang diketahui atau dicurigai
 Pasien pada posisi akhir hidupnya

Manajemen
Farmakologi
 Opioid (manajemen nyeri kanker yang menetap)
→ Dosis tinggi apabila digunakan sebagai analgesik dosis
tunggal
 Efek samping : sedasi, konstipasi, respirasi, depresi,
gangguan kognitif, toleransi dan hyperalgesia akibat
opioid
 Untuk mengatasi efek samping gunakan anti-emetik
dan laksatif
o efek samping anti-emetik : toleransi,
ketergantungan, hyperalgesia, konstipasi dan
supresi hipotalamus/aksis pituitari
→ rute pemberian
 transdermal
o transdermal memberikan keuntungan
meningkatkan bio-availabilitas, menurunkan efek
samping dan/atau kenyamanan bagi kebanyakan
pasien.
 Epidural dan intratekal
o Rute Epidural dan intratekal untuk pemberian
opioid (morfin, hidromorfon, dan fentanyl) dengan
atau tanpa anestesi lokal meningkatkan efektifitas,
sementara menurunkan efek samping, biasanya
mengantuk dan konstipasi, dan sebaiknya
dipertimbangkan saat nyeri tidak dapat
dikendalikan dengan terapi sederhana.

50
 Analgesik adjuvant
→ Lignocaine patch
→ Antidepresan trisiklik
→ Tramadol
→ Reseptor pos-sinaps NMDA seperti ketamin dan dekstro-
isomer dari berbagai opioid, metadon
→ NSAID dan COX-Inhibitor
→ Obat antiepilepsi
→ Sodium channel bloker

Pendekatan fisiologis
 Latikan koping skill
→ Strategi atensi-diversi
 Latihan relaksasi
 Pernafasan diafraghma
 Pemetaan imajiner
 Ikatan yang berarti dan aktifitas simulasi
→ Kognitif
 Terapi kognitif (restrukturisasi kognitif)

Terapi fisik
 Fisioterapi
 Terapi okupasi

Prosedur invasif
 Coeliac plexus block
 Pemberian obat intratekal
→ Pilihan pasien untuk prosedur intervensi perlu pengetahuan
terhadap proses penyakit, prognosis, harapan pasien dan
keluarga, penilaian yang hati-hati dan diskusi dengan dokter
rujukan. Terdapat evidence yang baik untuk efektivitas
Coeliac plexus block dan Pemberian obat intratekal.
Amannya, setelah pengobatan dan manajemen komplikasi
yang mungkin terjadi harus dipertimbangkan dalam proses
pengambilan keputusan. Diamana apabila diterapkan secara
tepat dan hati-hati pada waktu yang tepat, prosedur ini dapat
memberikan kontribusi terhadap penyembuhan nyeri,
menurunkan penggunaan obat-obatan dan meningkatkan
kualitas hidup.

51
Nyeri Yang Berhubungan Dengan Kanker
Pendahuluan
- Kemoterapi, pembedahan dan radioterapi adalah tatalaksanan
kanker yang dapat menyebabkan nyeri persisten pada penderita
kanker dan berpengaruh terhadap fungsi dan kualitas hidup
- Hampir 50% penderita kanker mengalami nyeri kronik akibat
terapi kanker, namun hal tersebut kurang dapat dipahami dan
belum dilaporkan secara lengkap (Burton, 2007). Nyeri pada
penderita kanker merupakan beban tambahan yang sering
dirasakan menjadi penyebab kekambuhan.
- Nyeri neuropati perifer akibat kemoterapi
Neurotoksisitas merupakan efek samping yang berbatas dosis
dari berbagai kemoterapi dan terapi biologis (atau yang sering
dikenal sebagai respon biologis termodifikasi, yang memodulasi
respon alami pada sel tumor yang digunakan pada terapi kanker.
Neuropati perifer merupakan bentuk yang paling sering dari
neurotoksisitas.
- Nyeri pasca pembedahan kanker
Sindrom nyeri pasca pembedahan ditemukan setelah
pembedahan pada payudara, thorax, kepala dan leher
- Radiation-induced brachial plexus neuropathy (BPN)
- Neuropati plexus brakhialis akibat radiasi
Neuropati plexus brakhialis terjadi dalam 6 bulan pasca terapi,
walaupun dosis yang lebih tinggi mungkin menurunkan latensi.
Diagnosis banding utama adalah plexopathy yang berhubungan
dengan tumor. MRI dapat membantu diagnosis, dengan
mempertimbangkan faktor klinis.

52
8. Tatalaksana Efek Samping Opioid

• Pendekatan umum untuk penanganan efek samping Opioid


→ Harus dibedakan efek samping opioid dengan kondisi
sebelumnya (comorbid) atau efek dari terapi lain
→ Mengurangi dosis opioid bila nyeri sudah terkontrol dengan
baik. Apabila nyeri belum terkontrol:
→ Berikan analgetik non-opioid (contoh: NSAID)
→ Berikan terapi adjuvant nyeri (contoh: gabapenting pada Post
Herpetic Neuralgia)
→ Tergetkan spesifik pada sumber nyeri (contoh: hip
replacement pada kasus osteoarthritis yang parah)
→ Anestesi regional atau teknik pembedahan ablasi (contoh:
radio facet neurotomy)
→ Ganti opioid untuk melihat apakah opioid jenis lain memiliki
efek analgetik yang lebih baik dibanding efek samping yang
ditimbulkan
→ Terapi simptomatis untuk efek samping
→ Konstipasi
→ Tambahkan makanan berserat pada diet pasien
→ Olahraga
→ Anjurkan minum minimal 4-6 gelas air putih sehari
→ Ketika memulai terapi opioid, sebaiknya saluran cerna ada
pada kondisi sedikit hiperperistaltik dengan cara:
 Pemberian laksatif seperti Bisacodyl dimulai dengan dosis
2x1 tablet sehari dan dinaikkan menjadi maksimum 8
tablet sehari
 Laktulosa/sorbital/ polyethylen glycol
→ Surfactant e.g. Docusate
 Mual dan muntah
→ Anti muntah rutin diberikan ketika memulai pemberian opioid
→ Disarankan berbaring telentang bila keluhan mual
intermittenTry Supine rest if nausea is intermittent
→ Berikan Dimenhydramine 25-50mg PO atau 50mg-100mg per
rectal(PR) tiap 4-6jam PRN
→ Kemudian Haloperidol 0.5-5mg tiap hari hingga BID (dosis
umumnya kurang dari 2mg/hari)
→ Kemudian Prochlorperazine 5-10mg PO atau PR tiap 4-6 jam
PRN

53
→ Kemudian bisa ditambahkan Metoclopramid atau
Domperidone 10-40mg PO (terutama untuk mengurangi
motilitas gaster)
→ Coba pemberian Scoplomine transdermal patch, setiap 2-3 hari
→ Dosis rendah dari Dronabinol atau Nabilone 5-10 mg per hari
→ Ondansentron 0.15mg/kg
→ Jika mual muntah tidak terkendali, ganti jenis opioid
• Sedasi
→ Sedasi ringan biasanya terjadi ketika memulai opioid atau
dengan dosis titrasi
→ Gejala biasanya akan berkurang dengan pemberian dosis yang
stabil selama 7-14 hari jika dosis sudah benar
→ Sedasi yang berhubungan dengan penggunaan Methadone
mungkin berlangsung lebih lama
→ Dilarang mengendarai kendaraan ketika dalam terapi titrasi
→ Hentikan segala jenis obat lain yang menyebabkan mengantuk
bila gejala berkepanjangan
→ Turunkan dosis opioid atau ganti jenis bila gejala masih
muncul
• Confusion/Pyschotomimetic Effects
→ Disforia, halusinasi, mimpi buruk terjadi pada sebagian kecil
pasien
→ Dapat terjadi dalam beberapa hari pemberian awal, terutama
pada pasie geriatri dan yang mendapat titrasi dosis secara cepat
→ Perhatikan adanya faktor penyebab lain (penggunaan
antikolinergik)
→ Mungkin membutuhkan Haloperidol dosis kecil inisial
→ Jika masih berlangsung, kurangi dosis opioid, ulangi dari dosis
rendah dan titrasi lebih lambat atau ganti jenis opioid
• Depresi Nafas
→ Sangat jarang pada penggunaan dosis oral
→ Hanya pada pemakaian dosis awal terlalu tinggi, titrasi terlalu
cepat, atau penambahan terlalu besar pada pasien PPOK, sleep
apneu yang parah, gagal ginjal, gastroparese
→ Pada kasus akut, berikan Naloxone dengan dosis sangat kecil
0.1 mg IV setiap 10-15 menit
• Retensi Urine
→ Jarang, kecuali pada pasien laki-laki usia lanjut, terutama jika
mengalami konstipasi dan atau bersamaan dengan adanya efek
samping antikolinergik (contoh: penggunaan antidepresan
trisiklik)
→ Dapat dicoba pemberian Pilocarpine 5 mg TID

54
• Mulut kering
→ Sering terjadi pada penggunaan opioid poten, trisiklik, anti
konvulsan, clonidine
→ Masalah gigi dilaporkan pada penggunaan jangka panjang
opioid
→ Meticulous oral hygiene membutuhkan cairan per oral secara
frekuen, pembatasan konsumsi permen/gula
→ Pilocarpine 4% drops per oral atau oral Pyridostigmine
• Peningkatan volume keringat
→ Sangat umum dan terjadi persisten pada penggunaan opioid
dosis tinggi, terutama dengan aktivitas
→ Dapat diberikan Clonidine 0.1 mg BID dan dicoba peningkatan
0.2mg TID jika bisa ditoleransi
→ Oral Glycorpyrrolate
→ Scopolamine transdermal patch
→ Phenothiazine dosis rendah
• Depresi
→ Opioid menyebabkan kondisi euforia lebih sering dibanding
depresi
→ Hentikan sementara opioid untuk melihat adanya perbaikan
kondisi mood dan ulang pemberian untuk melihat terjadinya
depresi. Bila masih berlanjut dapat dicoba penggantian opioid
→ Jika gejala depresi berlanjut namun nyeri dapat dikendalikan,
tambahkan antidepresan trisiklik
→ Bupropion atau obat anti epilepsi
• Pruritus
→ Keluhan gatal pada sebagian kecil pasien
→ Dapat diberikan Diphenhydramine atau antihistamin generasi
baru seperti Cetrizine dan Loratadine, atau Cimetidine
Paroxetine atau pemberian steroid oral

55
9. Appendix

9.1. Definisi Kata Tertentu


ISTILAH DEFINISI
Peningkatan nyeri yang terjadi secara transien/sementara
Nyeri insidental pada pasien dengan dengan riwayat nyeri persisten yang
sudah terkontrol
Penyesuai dosis obat sampai mencapai efek yang
Titrasi
diinginkan
Dosis obat yang dibutuhkan apabila sewaktu-waktu
Dosis insidental terjadi peningkatan nyeri, diberikan untuk meringankan
nyeri insidental
Obat yang berkompetensi dengan agonis di tempat ikatan
reseptor opioid, dapat menggantikan posisi agonis,
Antagonis
sehingga menghambat aksi agonis. Misal naloxone,
naltrexone
Analgesia Tidak terdapatnya rasa nyeri terhadap stimulus nyeri
Nyeri akibat stimulus yang normalnya seharusnya tidak
menimbulkas rasa nyeri seperti stimulus sentuhan.
Alodinia Biasanya dirasakan di kulit sekitar area yang terjadi
kerusakan syaraf yang sering terjadi pada sindrom nyeri
neuropatik.
Dyesthesia sensasi abnormal yang timbul akibat
Dysethesia
kerusakan syaraf
Peningkatan sensitivitas terhadap stimulus, kecuali rasa
Hiperalgesia
tertentu
Adalah sebuah reseptor sensoris yang berespon terhadap
Nociceptor stimulus yang berpotensi menimbulkan kerusakan dengan
mengirimkan sinyal syaraf ke medulla spinalis dan otak
Nyeri yang terdistribusi oleh syaraf (misal sciatica,
Neuralgia neuralgia trigeminal) sering dirasakan seperti nyeri
tersengat listrik
Sensasi abnormal, baik spontan atau terprovokasi, yang
Paresthesia ditandai dengan rasa kebas, nyeri tusuk, rasa geli, dan
peningkatan sensitivitas yang tidak nyaman.
Sebuah obat yang mana indikasi utama bukan untuk nyeri
Analegesi adjuvant (seperti antikonvulsan, antidepresan, sodium channel
blocker dan muscle relaxant)
Metabolit Produk hasil reaksi biokimia selama metabolism obat
Nyeri yang didapatkan dari injuria tau disfungsi system
Nyeri Neuropatik
syaraf pusat atau perifer
Appendix

56
ISTILAH DEFINISI
Nyeri yang terus menerus akibat aktivasi system sensori
yang memfasilitasi persepsi nyeri noxious; yang
Nyeri Nociceptive
menunjukan bahwa kerusakan jaringan somatik atau
visceral mampu untuk mengaktivasi sistem nociceptive
Istilah untuk golongan non narcotics seperti paracetamol
Nonopioid
dan obat anti inflamasi non steroid
Istilah ini mengacu pada narkotik. Opioid mencakup
codein, morfin, dan obat alami, semi sintetik dan sintetik
Opioids
yang dapat meredakan nyeri dengan berikatan berbagai
tipe reseptor opioid
Seseorang yang yang mengkonsumsi opioid dalam jumlah
Opioid naїve yang relative kurang untuk menjadi toleran terhadap efek
opioid
Pengobatan nyeri sebelum terjadi injuri, (misal analgesi
Analgesi epidural pre operativ dan infiltrasi anestesi loka sebelum
preemptive insisi) untuk mencegah terjadinya sensitisasi nyeri di
perifer dan sentral
Kemampuan individu untuk melaporkan apabila timbul
Self report nyeri terutama berkaitan dengan intensitas nyeri. Hal ini
dianggap sebagai gold standar dari asesmen pa
ditandai dengan atau munculnya symptom nyang mirip
Psikotomimetic
dengan psikosis
Craving Keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi obat
Nyeri neuropatik Nyeri yang disebabkan oleh lesi atau penyakit dari sistem
sentral syaraf somato sensori pusat.
Nyeri neuropatik Nyeri yang disebabkan oleh lesi atau penyakit sistem
perifer syaraf somatosensory perifer
Adiksi merupakan penyakit neurobiologis yang bersifat
primer dan kronik dengan factor lingkungan, psikologis
dan genetic yang mempengaruhi perkembangan dan
manifestasinya. Penyakit ini ditandai dengan perilaku
Adiksi
berupa satu atau lebih dari : gangguan control terhadap
penggunaan obat yang berlebihan, penggunaan yang
berulang, penggunaan yang terus menerus meskipun
terjadi craving dan harm
Dependansi fisik adalah kedaan adaptasi yang ditndai
dengan sindrom withdrawl terhadap kelas obat tertentu
Dependansi Fisik yang terjadi akibat penghentian secara tiba-tiba,
pengurangan dosis secara capat, berkurangnya kadar obat
dalam darah dan/atau pemberian antagonis
Toleransi adalah keadaan adaptasi dimana paparan obat
Toleransi menyebabkan perubahan berupa penurunan satu atau
lebih efek obat seiring dengan waktu

57
9.2. Dosis Analgesi Non-Opioids
Obat Dosis Max/day/ Durasi Catatan
range/mg mg
Kepala ringan, pusing,
Paracetamol/ dapat menyebakan
500-1000 4000 4-6jam
Tylenol keracunan liver yang
berat
- jangan diberikan
pada anak < 12 th
- tinnitus
Aspirin 325-1000 6000 4-6jam - gangungan lambung
- reaksi alergi
- Rhinitis, asthma,
nasal polyps

Ibuprofen 200-800 3200 4-6jam

Naproxen 250-500 1500 6-8jam

Insidensi lebih tinggi


Indomethacin 25 200 8-12jam terhadap efek samping
GI &CNS

Diclofenac 50 150 8jam

Nabumetone 500-750 2000 8-12jam

30-60 IM 120mg Ketorolac 30mg IV=


Ketorolac
30 IV 4mg IV morphine
400mg per oral setiap
Celecoxib
100-200 400 12jam hari untuk nyeri
(Celebrex)
menstruasi

58
9.3. Table Perbandingan Opioids

Dosis Equianalgesic Onset Aksi Puncak Aksi Duraksi Aksi Dosis awal pada – Dosis awal pada
opioid naїve * – opioid naїve*
Obat pasien dengan Pasien tanpa
PO IV/SC SC/IV(PO) SC/IV(PO) SC/IV(PO) faktor risiko faktor risiko
(Dewasa) (Dewasa)
IV: 15min
2.5 min 4 jam 2.5mg SC/IV 5mg SC/IV
Morphine 10 mg 5mg SC: 30min
(15min) (4-6jam) (5mg PO) (10 mg PO)
PO:30-60 min
IV:15min
6min 4 jam 0.5mg SC/IV 1mg SC/IV
Hydromorphone 2 mg 1mg SC:15min
(15 min) (4-6 jam) (1mg PO) (2mg PO)
PO:30-60 min
IV:5-15min
30-60min
Fentanyl N/A 50mcg 30-60 min SC:5-15 25mcg SC/IV 50mcg SC/IV
N/A
PO:N/A
Codeine
(IM/IV tidak 100mg N/A 30-60 min PO: 2-4 jam 4-6jam 30mg PO 60mg PO
direkomendasi)
IV/SC:N/A IV/SC:N/A N/A
Oxycodone 7.5mg N/A 5 mg PO 7.5mg PO
PO 15 min PO: 30-60min 3-6 jam
50mg/ 50-150 mg terbagi
Tramadol
Hari dalam 4 dosis/hari
Peringatan: Dosis equianalgesic merupakan perkiraan dan kebanyakan berdasarkan pada penelitian dosis tunggal. Ketika berganti opioids
jenis lain, mulai dengan 50% s/d 70% dari dosis equianalgesik opioid baru yang dianjurkan untuk mengkompensasi cross-toleran yang
incomplete dan variasi individu, terutama jika pasien terkontrol nyerinya

59
10.4. Petunjuk Konversi Opioid
a) Hitung dosis rescue/dosis break through
- Hitung 10% dari total dosis harian yang diberikan sebagai
formulasi pelepasan cepat.

b) Penyesuaian opioid
- Hitung total opioid oral yang dikonsumsi dalam 24 jam dengan
menambahkan sejumlah dosis rescue rilis cepat dan lama
- Bagi dosis total harian menjadi dosis intermiten yang sesuai
dengan dosis interval opioid spesifik yang ditemukan pada tabel
konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas.

c) Berganti ke opioid oral lain


- Hitung dosis total harian dari opioid yang sekarang (tambahkan
dosis rescue dan long acting)
- Gunakan tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas
untuk menghitung equivalent dosis oral total harian dari opioid
alternatif
- Bagi dosis total harian opioid alternative menjadi dosis intermiten
yang sesuai berdasarkan pada interval dosis opioid spesifik yang
ditemukan pada tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids
di atas
- Modifikasi dengan mengurangi dosis 25-50% untuk toleransi
silang inkomplit

d) Mengubah opioid oral menjadi route IV/SQ


- Hitung jumlah total opioid yang dikonsumsi dalam 24 jam
(tambahkan dosis rescue dan long acting)
- Gunakan tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas
untuk menghitung equivalent dosis parental total harian
e) Mengubah opioid oral menjadi fentanyl transdermal
- Hitung dosis total opioid
- Gunakan tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas
untuk menghitung equivalent dosis morphin total harian.
- Gunakan table di atas untuk menentukan dosis equianalgesik
fentanyl transdermal

f) Mengubah agen opioid dan route (Oral ke IV)


- Hitung dosis total harian opioid sebelumnya (tambahkan dosis
rescue dan long acting)

60
- Gunakan tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas
untuk mengkonversi dosis oral menjadi IV
- Gunakan tabel konversi dan dosis untuk analgesi opioids di atas
untuk mengkonversi dosis IV equivalent dari opioid sebelumnya
ke opioid alternative
- Sesuaikan dosis untuk toleransi silang inkomplite dengan
mengurangi dosis 25-50%
- Bagi dosis yang telah disesuaikan denga 24 untuk memperoleh
kecepatan infus opioid per jam

9.5. Dosis Awal Opioid Oral Berdasarkan


Derajat Nyeri
Opioid Derajat Nyeri Dosi Frekuensi
Ringan sampai
Codeine 30-60 mg Setiap 4 jam
sedang
CR Codeine (e.g. codeine Ringan sampai
50-100mg Setiap 12jam
contin) sedang
Sedang sampai
Oxycodone 5-10mg Setiap 6jam
berat
CR Oxycodone (e.g. Sedang sampai
10-20mg Setiap 12jam
oxyContin) berat
Morphine Berat 10mg Setiap 4 jam
SR Morphine(e.g. MS
Berat 15-30mg Setiap 12jam
contin)
Hydromorphone Berat 2mg Setiap 4jam
CR Hydromorphone (e.g.
Berat 3mg Setiap 12jam
hydromorph Contin)
Note: Pada orang tua, sebaiknya dosis dimulai dari 25-50% dari dosis di atas
Note: Tablet terkontrol atau rilis lambat (dan capsule bads) sebaikanya
jangan pernah dikunyah atau diremukan karean dapat menyebabkan pelepasa
dan absorpsi yang cepat dari obat opioid sehingga meningkatkan risiko
overdosis

Catatan untuk Opioid:


*Opioid- naїve: Pasien yang sebelumnya blm pernah memakai opioid
atau memakai opioid kurang dari 7 hari
Gangguan Ginjal: Semua opioid di atas kecuali fentanyl menghasilkan
metabolit yang dapat terakumulasi. Interval dosis sebaiknya dinaikan
sekitar 50%
Gangguan Liver: Kebanyakan opioid mungkin terjadi penurunan
clearance obat, namun belum ada penyesuaian dosis spesifik yang
direkomendasikan

61
9.6. Titrasi Opioid
Pada pasien dengan nyeri yang tidak terkontrol yang telah dalam terapi
opioid, control nyeri dan jumlah obat yang digunakan ditinjau setiap
hari.. tambahkan dosis insidental opioid yang digunakan selama 24 jam
sebelumnya dan kombinasikan dosis itu dengan dosis harian total opioid
regular yang diberikan untuk memberikan dosis opioid total yang
digunakan dalam 24 jam sebelumnya. Dosis itu dibagi dalam sejumlah
interval, yang akan menjadi dosis regular yang baru.
Sebagai contoh jika obat reguler adalah morfin 50 mg tiap 4 jam
(300mg/hari) dosis insidental akan menjadi morfin IR 300mg prn
(dihitung dari 300mg:10). Jika riwayat nyeri dari 24 jam sebelumnya
dicatat diberikan 5 dosis insidental.

5 x 30mg = 150mg dari pengobatan incidental + 300mg/hari dari


opioid reguler yang dijadwalkan 450 mg digunakan dalam 24 jam
terakhir

Dibagi dalam 6 dosis , dosis opioid reguler yang baru adalah 75 mg


setiap 4 jam (450 :6) dosis insidental yang baru akan menjadi 45 mg
prn (450:10) metode ini mengijinkan kemajuan sistemik dari dosis obat
sampai pasien melaporkan kenyamanan tanpa efek samping yang
berarti.

62
9.7. Dosis Insidental
Ketika meresepkan opioid pada penjadwalan dasar regular (contoh
setiap 12 jam) ini juga penting untuk menyediakan opioid rilis segera
untuk dosis prn untuk memanajemen episode nyeri insidental atau
mendadak.
Dosis insidental dihitung dengan mengambil sekitar 10% dari total dosis
harian dari opioid yang dijadwalkan dan memberikan ini sebagai
kebutuhan untuk nyeri yang tidak terkontrol. Sebagai contoh pasien
menerima oxycodone 40 mg rilis terkontrol setiap 12 jam akan memiliki
dosis insidental yang dihitung seperti dibawah ini :

40mg X 2 dosis = 80mg/hari


80mg ÷ 10 mg =8mg sekitar 10mg rilis segera
oxycodone seperti yang dibutuhkan

Dosis insidental dihitung dengan cara yang sama tidak peduli dengan
rute pemberian seperti apa yang akan dipakai.

63
9.8. Terapi Ajuvan pada Aktivitas Analgetik
Dosis
Antidepresan permulaan Titrasi Dosis maks/hari Pertimbangan
Amitriptyline Ditingkatkan dari 10 mg setiap 3- 150 mg, tetapi untuk
7 hariI sesuai dengan toleransi nortriptyline and Efek samping:mulut kering,
sampai 30 mg Hs ubah ke tablet Despiramine diberikan retensi urin, konstipasi, sedasi,
25,50 atau 75 mg sampai 150 mg/ dalam 3 dosis terbagi hipotensi ortostat
10mg Hs hari (3x sehari) untuk
Nortriptyline mencegah insomnia
Desipramine Hipotensi ortostatik
Clomipramine
Imipramine
Maprolitine
Duloxetine 30mg bid Ditingkatkan sampai 60 mg setiap 120 mg
hari, dari 1 sampai 2 minggu
Venlafaxine 37.5mg 75 mg Setiap 225 mg
1-4 minggu
Paroxetine 10 mg, 10 mg Setiap 50mg
1-4 minggu
Citalopram 10 mg ,Single 10 mg Setiap 60 mg
dose 1-4 minggu
Bupropion 100 mg, 1-2 100 mg Setiap 300 mg
doses 1-4 minggu

64
P ia

Antikonvulsan Dosis permulaan Titrasi Dosis maks/hari Durasi Pertimbangan


n

Gabapentin 100-300 mg Hs atau 100-300 Ditingkatkan dari 100-300 mg 3 kali 3600 mg dibagi 6-8 jam Pusing
m an

mg 3x sehari sehari setiap 1 3- dosis /hari -mengantuk


sampai 4 minggu -Konstipasi
a

-edema perifer
-peningkatan berat
g
e

badan
m ne

Pregabaline 25-50 mg jam tidur, 2x/hari 75mg 600mg 12jam -Tremor


atau 3 x/hari, Maks -peningkatan berat
150mg/hari badan
t

Carbamazepine 50mg 100-200mg per minggu 1200mg 6-12 jam


iug

Perlahan untuk mencegah reaksi


Lamotrigine 25mg kutaneus 50mg Sekali/hari
d
e

Topiramate 15mg 15-25mg per minggu 400mg 12jam -Tremor


-Aritmia
l n
i e

-Dispepsia
-Penurunan berat badan

Levetiracetam 250mg 500mg Setiap 1 sampai 4 minggu 3000mg sekali


Blok reseptor Dosis permulaan Titrasi Dosis maksimal
NMDA dan opioid
Methadone 2-3mg q 6-12jam PRN Sesuaikan sekali tiap minggu sampai
nyeri teratasi
NMDA- R/ the bolus of 10mg o r 20mg,o r
Dosis dilipatduakan tiap 2-7 hari dan dos es

r
e
t
i
p
a
h
C
blocker Ketamine 10mg Tid or Qid dengan dijus . dosis maksimal 450 mg Per PO, 450 mg
, Dalam keadaan darurat mulai Terbagi dalam 3-4
dengan mg/jam dalam infus dosis
arrythim ic

65
Antikonvulsan Dosis permulaan Titrasi Dosis maks/hari Durasi Pertimbangan

r
e
t
i
p
a
h
C
Clonidine 0.05mg sekali sehari, 2xsehari 0.1mg Setiap 2-4 minggu 0.6mg
Tizanidine 2mg 2-4mg Setiap 1-2 minggu
Mexiletine
Dronabinol

Cannabinoids

Nabilone 0.5-1mg Hs or 2x sehari 6mg


THC/CBD
Baclofene 5mg , 3 xsehari 5mg , 3 xsehari Setiap 3-7 hari 80mg
Corticosteroids
Dexamethasone
Prednisolone
Bisphosphonate
Pamidronate
Clodronate
Zoledronic acid
(Zometa)
Miscellaneous
Baclofene 5mg , 3 xsehari 5mg , 3 xsehari Setiap 3-7 hari 80mg
Calcitonin 100-200 IU (Subkutan atau
intranasal)/hari

66
9.9. Algoritma Terapi nyeri neuropatik
Lini Pertama Lini kedua Lini kedua Lini keempat
Gabapentinoids Selective serotonin norepinephrine selective serotonin reuptake ■ Methadone
inhibitors (SSNIs) inhibitors (SSRIs) ■ Ketamine
■ Mexiletine
■ Baclofene
■ Clonidine
■ Clonazepam
■ Pregabalin ■ Duloxetine ■ Citalopram
■ Gabapentin ■ Venlafaxine ■ Paroxetine
Tricyclic dan Tetracyclic Antidepressants Cannabinoids Antidepresan lain
■ Amitriptyline ■ Dronabinol ■ Bupropion
■ Clomipramine ■ Nabilone
■ Imipramine ■ Tetrahydrocannabinol (THC)
■ Nortriptyline (by oral)
■ Desipramine
■ Maprolitine
Anestesi lokal Antikonvulsan lain
Topical Lidocaine 10% Topiramate
Carbamazépine
Lévétiracétam
Lamotrigine
catatan: Opioids atau Tramadol: memanfaatkan Opioids atau tramadol di lini kedua sebagai monoterapi atau dalam asosiasi, bagaimanapun
ketika kamu mengantisipasi untuk menggunakan mereka untuk pemakaian jangka panjang /kerja lama /formula rilis berkelanjutan.

67
9.10. Algoritma Terapi Nyeri Akut

68
9.11 Algoritma Terapi nyeri kronik

69
9.12. Algoritma Terapi Nyeri Kanker

70
10. Referensi

1. Aline Baulanger et al: managing pain. The Canadian healthcare


professional’s reference: 2008 edition

2. Anderson R et al. Accuracy in equanalgesics dosing: conversion


dilemmas J, Pain symptoms manage 2001: 21: 397-406

3. Australian and Newzealand college of anaesthetists and faculty of


pain medicine: Acute pain management: Scientific evidence 3rd
edition 2010

4. Cancer pain management: A perspective from the British pain


society, supported by the association for palliative medicine and
Royal college of General Practioners. Jan 2010

5. Chou R, Fanciullo GJ, Fine PG, Adler JA, et al, American Pain Society-
American Academy of Pain Medicine Opioids Guidelines Panel. Clinical
guidelines for the use of chronic opioid therapy in chronic noncancer pain.
J Pain published (2009) Feb; 10 (2): 113-30.

6. Diagnosis and Treatment of Low Back Pain: A Joint Clinical


Practice Guideline from the American College of Physicians and
the American Pain Society, Annals of Internal Medicine, 2 October
2007, Volume 147 Issue 7 Pages 478-491

7. European federation of neurological societies: guidelines

8. International association for the study of pain: www.iasp-pain.org

9. John F. Butterworth IV et al : Morgan & Mikhail’s Clinical


Cnesthesiology. Lange medical book. 2013: 1034-1036

10. Joit Commission International. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Edisi


ke4. 2011

11. Le medicin du Quebec, Vol 47 (1), Jan 2012 Le cahier de med


Actuel. Recommendation d’un forum Quebiquois sur la douleur
neuropathique

12. Mc Gill University health centre: Opioid therapy guidelines: 2008

71
13. Robert K. Stoelting et al : Stoelting’s Handbook Of Pharmacology
And Physiology In Anesthetic Practice Third Edition. Wolters Kluwer
Health. 2015:148

14. Society canadiene de la douleur: www.canadianpainsociety.ca

15. WHO’s Pain ladder: http://www.who.int/cancer/palliative/pain

16. Wayne Morriss, Roger Goucke. Essential Pain Mangement. A


Workshop for Health Workers. 1st Edition .2011

72

Anda mungkin juga menyukai