Muhammad Rivaldi
3334170005
Teknik Metalurgi
Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayata
Cilegon - Banten
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Sejarah
Banten”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Studi Kebantenan
dengan bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini.. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun . Kritik konstruktif dari pembaca sangat di harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi tugas yang di berikan
sekaligus memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
.........................................................................................................................................
i
Kata
Pengantar
.........................................................................................................................................
ii
Daftar
Isi
.........................................................................................................................................
iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
..........................................................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah
..........................................................................................................................
1
BAB II Pembahasan
2.1 Sejarah
Banten
.............................................................................................................................
2
2.2 Pembentukan
Awal 2
2.3 Puncak
Kejayaan
3
2.4 Peran
Saudara
3
2.5
Penurunan
4
2.6 Penghapusan
Kesultanan
4
2.7
Kebudayaan
4
2.7.1 Pencak
Silat 5
2.7.2
Debus 5
2.7.3 Rudat
Banten 6
2.7.4 Tari Dzikir Saman
Banten 6
2.7.5 Ubrug
Banten 7
2.7.6 Tari Walijamaliha
7
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
9
3.2
Saran 9
DAFTAR
PUSTAKA
10
BAB I
PENDAHULUAN
2.5 Penurunan
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan
memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah
Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada
Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di
Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682
yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain
itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti
kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan
pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti
mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu
Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa
sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan
gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga
dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan
pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun
gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan
Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan
Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus
Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali
meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak
1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
2.7.2 Debus
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada
abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).
Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa,
kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa
utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain.
Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi,
mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para
pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul
berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain
yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau
tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara
api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak
terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat
disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian
yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan
masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
Dibanten sendiri kesenian debus atau keahlian melakukan debus menjadi
sesuatu yang lumrah dan banyak perguruan yang mengajarkannya.
Meskipun tidak banyak yang mengetahui pencipta kesenian ini, warga Sukalila
meyakini bahwa Rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian.
Langkah-langkahnya merupakan langkah-langkah silat yang dikembangkan menjadi
tarian dan diiringi musik dan shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaiaan
utama tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau dalam acara
penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari mancanegara.
Pasang surut Seni Rudat sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan
Banten. Saat kedatangan Belanda, Seni Rudat malah terkubur. Pada zaman Sinuhun
Kasultanan Banten IV Pangeran Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin
Abdul Kadir (1596-1651 M) seni tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang
Belanda karena dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa untuk berlatih bela
diri dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.
Busana yang dipakai yaitu: juru nandung mengenakan pakain tari lengkap
dengan kipas untuk digunakan pada waktu nandung. Pelawak atau bodor pakaiannya
disesuaikan dengan fungsinya sebagai pelawak yang harus membuat geli penonton.
Bagi nayaga tidak ada ketentuan, hanya harus memakai pakaian yang rapi dan sopan
dan pakaian pemain disesuaikan dengan peran yang dibawakannya.
Urutan pertunjukan ubrug yakni sebagai berikut : (1) Tatalu — gamelan ditabuh
sedemikian rupa sehingga kedengaran semarak selama 10-15 menit yang dimulai pada
pukul 21.00 WIB. (2) Lalaguan – Ini kemudian disambung tatalu singkat sekitar 2
menit dilanjutkan dengan Nandung. (3) Lawakan — lakon atau cerita yang akan
disuguhkan. (4) Soder — yaitu beberapa ronggeng keluar dengan menampilkan goyang
pinggulnya. Para pemain memakaikan kain, baju, topi atau yang lainnya ke tubuh
ronggeng. Sambil dipakai, para ronggeng terus menari beberapa saat dan kemudian
barang-barang tadi dikembalikan kepada pemiliknya dan si pemilik menerima dengan
bayaran seadanya. Soder berlangsung + 20-30 menit.
Untuk penerangan digunakan lampu blancong, yaitu lampu minyak tanah yang
bersumbu dua buah dan cukup besar yang diletakkan di tengah arena. Lampu blancong
ini sama dengan oncor dalam ketuk tilu, sama dengan lampu gembrong atau lampu
petromak.
Ubrug dipentaskan di halaman yang cukup luas dengan tenda seadanya cukup
dengan daun kelapa atau rumbia. Pada saat menyaksikan ubrug, penonton mengelilingi
arena. Sekitar tahun 1955, ubrug mulai memakai panggung atau ruangan, baik yang
tertutup ataupun terbuka di mana para penonton dapat menyaksikannya dari segala
arah.
Tari Walijamaliha sebagai tarian selamat datang dengan 6 adegan pokok adalah
filosofis dari rukun iman terinspirasi dari bait-bait shalawat dalam kitab
Barzanji. Tarian Walijamaliha ini digagas oleh Ibu Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE pada
saat menjabat sebagai Gubernur Banten dan Ibu Hj. Egi Djanuiswati M.Sc selaku
Kadisbudpar Provinsi Banten, dan direalisasikan oleh seniman-seniman Banten yang
telah ditunjuk.
Tari Walijamaliha adalah visualisasi perkenalan daerah Banten Yang sarat daya
tarik, memiliki potensi alam berlimpah, bersejarah turunan kesultanan besar, serta
memiliki derajat ketaatan agama yang tidak diragukan. Visualisasi Keragaman Budaya
terdiri dari budaya Sunda, Jawa Serang, Etnis Cina, Arab dan India hidup
berdampingan sebagai bukti kebersamaan dan kekompakan warganya dalam
mambangun Banten.
Banten yang egatiler, menjunjung pepatah kolot “Lojor teu meunang ditekuk,
Pondok teu meunang disambung” adalah semangat kami untuk hidup jujur dan ikhlas,
dilandasi semangat juang para Sultan Banten: “Gawe kuta baluwarti bata kalawan
kawis” Warga Banten senantiasa terbuka, riang, ramah, hangat dan enerjik dalam
suasana yang agamis. Itulah ciri masyarakat Provinsi Banten, yang fasih berucap
santun “Selamat Datang di Bumi Surasowan bermotto Iman dan Taqwa ; Propinsi
Banten”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengaruh besar yang diberikan oleh Islam melalui Kesultanan dan para ulama
serta para mubaligh Islam di Banten seperti yang telah disaksikan sekarang ini,
menunjukkan betapa besar arti Islam dan peranan penyebar-penyebarnya baik melalui
jalur politik, pendidikan, kebudayaan dan ekonomi dimasa lampau. Peninggalan
sejarah yang amat berharga ini nampaknya akan selalu menarik untuk di teliti dan di
kaji terutama di kalangan ahli sejarah dan ilmuwan lainnya. Di samping karena
sejarah pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Banten, belum banyak diteliti
secara tuntas, sehingga masih banyak hal-hal penting yang perlu di kaji dan di pelajari
secara mendalam dam menyeluruh.
Banten sebagai komunitas kutural memang mempunyai kebudayaannya sendiri
yang ditampilkan lewat unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan
itu, masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan perubahannya.
Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan bertahan, harus
didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi) dalam
pemahaman dan penularan kebudayaan.
3.2 Saran
Kalau boleh dikatakan, menangkap deskripsi budaya Banten adalah upaya yang
harus serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama
artinya dengan lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada
identitas lain dengan menyengsarakan identitas semula.
DAFTAR PUSTAKA