Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH & KEBUDAYAAN BANTEN

Muhammad Rivaldi
3334170005
Teknik Metalurgi
Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayata
Cilegon - Banten

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Sejarah
Banten”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Studi Kebantenan
dengan bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini.. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun . Kritik konstruktif dari pembaca sangat di harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi tugas yang di berikan
sekaligus memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

Halaman
Judul
.........................................................................................................................................
i
Kata
Pengantar
.........................................................................................................................................
ii
Daftar
Isi
.........................................................................................................................................
iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
..........................................................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah
..........................................................................................................................
1
BAB II Pembahasan
2.1 Sejarah
Banten
.............................................................................................................................
2
2.2 Pembentukan
Awal 2
2.3 Puncak
Kejayaan
3
2.4 Peran
Saudara
3
2.5
Penurunan
4
2.6 Penghapusan
Kesultanan
4
2.7
Kebudayaan
4
2.7.1 Pencak
Silat 5
2.7.2
Debus 5
2.7.3 Rudat
Banten 6
2.7.4 Tari Dzikir Saman
Banten 6
2.7.5 Ubrug
Banten 7
2.7.6 Tari Walijamaliha
7
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
9
3.2
Saran 9
DAFTAR
PUSTAKA
10

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selat Malaka dikuasai oleh Portugis (1511), pelabuhan Banten
otomatis menjadi pusat perdagangan internasional untuk beberapa wilayah di
Nusantara. Bahkan dengan berdirinya kesultanan Banten pada tahun 1526,
kota ini menjadi pusat penyabaran Islam yang berperan besar dalam peng-
islaman daerah Jawa Barat, Jakarta (Sunda Kelapa), Lampung, Sumatra
Selatan dan beberapa daerah lain di sekelilingnya, dari daerah yang di warnai
oleh kebudayaan Hindu dan Animis menjadi daerah yang di warnai oleh
agama dan kebudayaan Islam.
Dalam upaya mengusir pengaruh pengaruh kolonialisme Belanda,
peran Kesultanan Banten sangatlah besar. Hal ini dapat di pahami karena
memang dari Banten-lah Belanda memulai menghancurkan usaha Belanda itu
sejak dari permulaanya.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana Sejarah terbentuknya Banten?
2. Bagaimana Puncak Kejayaan Banten?
3. Apa Penyebab Penurunan Kejayaan Banten?
4. Apa saja kebudayaan yang ada di Banten?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Banten
Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di
Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak
memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan
beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta
kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut.
Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan
yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah
Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai
kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah
berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan
kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta
ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas
wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah
sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan,
dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja
bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

2.2 Pembentukan awal


De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam (engraving) karya François
Valentijn, Amsterdam, 1726
Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian
dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan
Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga
sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-
Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan
kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka
tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan
penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu
masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.
Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin
juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia
berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah
melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan
Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten
yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi
kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada
tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan
menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana
Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari
usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena
ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.
Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja
pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama
Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai
secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada
waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun
1605 dan tahun 1629 kepada Charles

2.3 Puncak kejayaan


Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan
perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di
Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan
Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting
pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi
kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten
berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan
Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas
contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten.
Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke
Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan
menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan
yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal
dagang menuju Banten.

2.4 Perang saudara


Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat
perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan
Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC)
yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat
dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu
Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja
Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan
persenjataan. Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan
pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682
kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama
putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah
selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap
kemudian ditahan di Batavia.
Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan
Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada
5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan
Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel
menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683
mereka berhasil menawan Syekh Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran
Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh
Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam perjalanan
membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang
dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya
pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan berikutnya
Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran
Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.

2.5 Penurunan
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan
memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah
Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada
Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di
Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682
yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain
itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti
kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan
pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti
mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu
Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa
sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan
gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga
dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan
pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun
gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan
Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan
Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus
Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali
meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak
1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.

2.6 Penghapusan Kesultanan


Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda
1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan
pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk
memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun
pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah
Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan
penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan
(Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke
Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang
bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris.
Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti
dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan
pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
2.7 Kebudayaan Banten
Di Banten terdapat peninggalan warisan leluhur yang sangat dihormati, antara
lain Mesjid Agung Banten Lama, Makam keramat Panjang, Masjid Raya AL-A’zhom
dan beberapa peninggalan historis lainnya yang bernuansa religi. Latar belakang
historis ini membuat mayoritas penduduk Banten memiliki semangat religius
keislaman yang sangat kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi. Sebagian besar
masyarakat memang memeluk Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup
berdampingan dengan damai. Dalam ukuran tertentu, Banten bisa menjadi salah satu
contoh laboratorium raksasa pluralisme agama di Indonesia.
Kondisi sosial budaya masyarakat Banten diwarnai oleh potensi dan kekhasan
budaya masyarakatnya yang sangat variatif, mulai dari seni bela diri pencak silat,
debus, rudat, umbruk, tari saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung, dan
lojor. Hampir semua seni tradisionalnya sangat kental diwarnai dengan etika Islam.
Ada juga seni tradisional yang datang dari luar kota Banten, tapi semua itu telah
mengalami proses akulturasi budaya sehingga terkesan sebagai seni tradisional Banten,
misalnya seni kuda lumping, tayuban, gambang kromong dan tari cokek. Bahasa yang
digunakan masyarakat Banten khususnya yang berada di wilayah utara menggunakan
bahasa Jawa Serang, sedangkan di wilayah selatan menggunakan Bahasa Sunda.
Namun demikian, masyarakat setempat umumnya lebih sering menggunakan Bahasa
Indonesia.
Provinsi Banten juga terkenal dengan masyarakat tradisonalnya yang masih memegang
teguh adat tradisi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Mereka dikenal
dengan suku Baduy yang tinggal di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran sungai
Ciujung di pegunungan Kendeng.

2.7.1 Pencak Silat


Pencak silat merupakan seni beladiri yang berakar dari budaya asli bangsa
Indonesia. Disinyalir dari abad ke 7 Masehi silat sudah menyebar ke pelosok nusantara.
Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika
penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan penyebaran
agama Islam pada abad ke15 di Nusantara. Kala itu pencak silat telah diajarkan
bersama-sama dengan pelajaran agama di pesantren-pesatren dan juga surau-surau.
Budaya sholat dan silat menjadi satu keterikatan erat dalam penyebaran pencak silat.
Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian
dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak
silat menjadi bagian dari latihan spiritual.
Banten yang namanya sangat dikenal untuk ilmu silatnya juga penyebarannya
tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Tidak heran banyak nama dari jurus dan gerakan
perguruan silat asli Banten diambil dari aksara dan bahasa arab. Pencak silat Banten
mulai dikenal seiring dengan berdirinya kerajaan Islam Banten yang didirikan pada
abad 15 masehi dengan raja pertamanya Sultan Hasanudin. Perkembangan pencak silat
pada saat itu tidak terlepas dari dijadikannya silat sebagai alat untuk penggemblengan
para prajurit kerajaan sebagai bekal ketangkasan bela negara yang diajarkan oleh para
guru silat yang mengusasai berbagai aliran. Silat juga sebagai dasar alat pertahanan
kerajaan dan masyarakat umum Banten dalam memerangi kolonialisme para penjajah.
Pada saat ini pun Banten masih dikenal dan diakui secara luas dengan pendekar dan
jawaranya, sebutan untuk orang-orang yang mahir dalam ilmu silat.

2.7.2 Debus
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada
abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).
Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa,
kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa
utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain.
Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi,
mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para
pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul
berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain
yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau
tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara
api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak
terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat
disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian
yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan
masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
Dibanten sendiri kesenian debus atau keahlian melakukan debus menjadi
sesuatu yang lumrah dan banyak perguruan yang mengajarkannya.

2.7.3 Rudat Banten


Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan perpaduan
unsur tari, syair shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu dengan tabuhan terbang
dan tepuk tangan. Rudat terdiri dari sejumlah musik perkusi yang dimainkan oleh
setidaknya delapan orang penerbang (pemain musik ) yang mengiringi tujuh hingga
dua belas penari.Menurut beberapa tokoh Rudat, nama Rudat diambil dari nama alat
yang dimainkan dalam kesenian ini. Alat musik tersebut berbentuk bundar yang
dimainkan dengan cara dipukul. Seni Rudat mulai ada dan berkembang pada masa
pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan
Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).
Tidak banyak yang mengetahui siapa yang menciptakan kesenian ini, karena
sekarang sesepuh yang mengetahui seluk-beluk Rudat sangat sedikit bahkan sebagian
sudah meninggal. Naskah yag berisi sejarah Rudat dan nilai-nilai filosofis tentang rudat
pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua orang yang salah satunya merupakan anak
dari mendiang pemilik naskah yang menjadi sesepuh disana.

Meskipun tidak banyak yang mengetahui pencipta kesenian ini, warga Sukalila
meyakini bahwa Rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian.
Langkah-langkahnya merupakan langkah-langkah silat yang dikembangkan menjadi
tarian dan diiringi musik dan shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaiaan
utama tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau dalam acara
penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari mancanegara.

Pasang surut Seni Rudat sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan
Banten. Saat kedatangan Belanda, Seni Rudat malah terkubur. Pada zaman Sinuhun
Kasultanan Banten IV Pangeran Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin
Abdul Kadir (1596-1651 M) seni tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang
Belanda karena dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa untuk berlatih bela
diri dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.

2.7.4. Tari Dzikir Saman Banten


Dzikir Saman yang ada di Banten berbeda dengan Saman yang ada di Aceh,
disini para pemainnya terdari dari laki-laki dengan membentuk lingkaran. Sambil
berputar, sambil menyebutkan shalawat Nabi Muhammad SAW. Seni Dzikir Saman
ini tidak diiringi dengan perangkat alat musik, hanya nyanyian dengan menyebut asma
Allah, alok dan gerakan tubuh yang berputar-putar. Seni ini sudah ada sejak dahulu,
biasanya dalam acara tertentu seperti Khol Syeh Abdul Khodir Jailani, Rasullan, dan
acara keagamaan lainya.

2.7.5 Ubrug Banten


Istilah ubrug diambil dari bahasa Sunda yaitu saubrug-ubrug yang artinya
bercampur baur. Dalam pelaksanannya, kesenian ubrug ini kegiatannya memang
bercampur yaitu antara pemain/pelaku dengan nayaga yang berada dalam satu tempat
atau arena. Namun ada pendapat bahwa ubrug diambil dari kata sagebrug yang artinya
apa yang ada atau seadanya dicampurkan, maksudnya yaitu antara nayaga dan pemain
lainnya bercampur dalam satu lokasi atau tempat pertunjukan.
Waditra yang digunakan dalam ubrug yaitu kendang besar, kendang kecil,
goong kecil, goong angkeb (dulu disebut katung angkub atau betutut), bonang, rebab,
kecrek dan ketuk. Alat-alat ini dibawa oleh satu orang yang disebut tukang kanco
karena alat pemikulnya bernama kanco yaitu tempat menggantungkan alat-alat
tersebut.

Busana yang dipakai yaitu: juru nandung mengenakan pakain tari lengkap
dengan kipas untuk digunakan pada waktu nandung. Pelawak atau bodor pakaiannya
disesuaikan dengan fungsinya sebagai pelawak yang harus membuat geli penonton.
Bagi nayaga tidak ada ketentuan, hanya harus memakai pakaian yang rapi dan sopan
dan pakaian pemain disesuaikan dengan peran yang dibawakannya.

Urutan pertunjukan ubrug yakni sebagai berikut : (1) Tatalu — gamelan ditabuh
sedemikian rupa sehingga kedengaran semarak selama 10-15 menit yang dimulai pada
pukul 21.00 WIB. (2) Lalaguan – Ini kemudian disambung tatalu singkat sekitar 2
menit dilanjutkan dengan Nandung. (3) Lawakan — lakon atau cerita yang akan
disuguhkan. (4) Soder — yaitu beberapa ronggeng keluar dengan menampilkan goyang
pinggulnya. Para pemain memakaikan kain, baju, topi atau yang lainnya ke tubuh
ronggeng. Sambil dipakai, para ronggeng terus menari beberapa saat dan kemudian
barang-barang tadi dikembalikan kepada pemiliknya dan si pemilik menerima dengan
bayaran seadanya. Soder berlangsung + 20-30 menit.

Untuk penerangan digunakan lampu blancong, yaitu lampu minyak tanah yang
bersumbu dua buah dan cukup besar yang diletakkan di tengah arena. Lampu blancong
ini sama dengan oncor dalam ketuk tilu, sama dengan lampu gembrong atau lampu
petromak.

Ubrug dipentaskan di halaman yang cukup luas dengan tenda seadanya cukup
dengan daun kelapa atau rumbia. Pada saat menyaksikan ubrug, penonton mengelilingi
arena. Sekitar tahun 1955, ubrug mulai memakai panggung atau ruangan, baik yang
tertutup ataupun terbuka di mana para penonton dapat menyaksikannya dari segala
arah.

2.7.6 Tari Walijamaliha


Kata Walijamaliha berasal dari Bahasa Arab yang bermakna daerah yang
memiliki kecantikan atau daya tarik. Adapun tarian ini dibawakan oleh penari wanita
dengan gerak yang ceria serta mengenakan kostum religi, hal ini mencerminkan
karakter masyarakat Banten yang terbuka, riang, ramah, hangat dan enerjik dalam
suasana yang agamis

Tari Walijamaliha sebagai tarian selamat datang dengan 6 adegan pokok adalah
filosofis dari rukun iman terinspirasi dari bait-bait shalawat dalam kitab
Barzanji. Tarian Walijamaliha ini digagas oleh Ibu Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE pada
saat menjabat sebagai Gubernur Banten dan Ibu Hj. Egi Djanuiswati M.Sc selaku
Kadisbudpar Provinsi Banten, dan direalisasikan oleh seniman-seniman Banten yang
telah ditunjuk.

Tari Walijamaliha adalah visualisasi perkenalan daerah Banten Yang sarat daya
tarik, memiliki potensi alam berlimpah, bersejarah turunan kesultanan besar, serta
memiliki derajat ketaatan agama yang tidak diragukan. Visualisasi Keragaman Budaya
terdiri dari budaya Sunda, Jawa Serang, Etnis Cina, Arab dan India hidup
berdampingan sebagai bukti kebersamaan dan kekompakan warganya dalam
mambangun Banten.

Banten yang egatiler, menjunjung pepatah kolot “Lojor teu meunang ditekuk,
Pondok teu meunang disambung” adalah semangat kami untuk hidup jujur dan ikhlas,
dilandasi semangat juang para Sultan Banten: “Gawe kuta baluwarti bata kalawan
kawis” Warga Banten senantiasa terbuka, riang, ramah, hangat dan enerjik dalam
suasana yang agamis. Itulah ciri masyarakat Provinsi Banten, yang fasih berucap
santun “Selamat Datang di Bumi Surasowan bermotto Iman dan Taqwa ; Propinsi
Banten”.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengaruh besar yang diberikan oleh Islam melalui Kesultanan dan para ulama
serta para mubaligh Islam di Banten seperti yang telah disaksikan sekarang ini,
menunjukkan betapa besar arti Islam dan peranan penyebar-penyebarnya baik melalui
jalur politik, pendidikan, kebudayaan dan ekonomi dimasa lampau. Peninggalan
sejarah yang amat berharga ini nampaknya akan selalu menarik untuk di teliti dan di
kaji terutama di kalangan ahli sejarah dan ilmuwan lainnya. Di samping karena
sejarah pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Banten, belum banyak diteliti
secara tuntas, sehingga masih banyak hal-hal penting yang perlu di kaji dan di pelajari
secara mendalam dam menyeluruh.
Banten sebagai komunitas kutural memang mempunyai kebudayaannya sendiri
yang ditampilkan lewat unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan
itu, masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan perubahannya.
Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan bertahan, harus
didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi) dalam
pemahaman dan penularan kebudayaan.

3.2 Saran
Kalau boleh dikatakan, menangkap deskripsi budaya Banten adalah upaya yang
harus serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama
artinya dengan lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada
identitas lain dengan menyengsarakan identitas semula.
DAFTAR PUSTAKA

Bermana, Nana, 1997, Kerajaan Islam, (Bandung: Irene).


Djajadiningrat, 1983, Cristische Beschowing van de Sadjarah Banten, trj, (Jakarta:
Jambatan).
Hamka, 1967, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang).
Michrob, Halwani, 1981, Pemugaran dan penelitain Arkeologi Sebagai Sumber Bagan
data Bagi Perkembangan Sejar Kerajaan Islam Banten, (Jakarta: IPPM).
Nurhadi, 1969, Catatan Tentang Benteng Surosowann Banten, (Jakarta: DPS4P).
Wiryosoeparto, Soetjipto, 1961, Sejarah Nasional Indonesia jilid !!, (Jakarta: P & K).
Melalatoa, Junus. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia. Jilid A—K. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
www.kpsnusantara.com
http://navigasi.net
http://64.203.71.11/gayahidup/news/0604/25/141903.htm
http://www.suarakarya-online.com
www.apakabar.ws
http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-kerajaan-banten-beserta-kehidupan-
politik-sosial-dan-budaya/

Anda mungkin juga menyukai