Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Disusun Oleh:
Ary Anggi K Rizqina Putri
Anggelina Effendi Randa Pratama
Charmila Sari Iklima Asiah
Hadiyan Adhli M Siti Aisyah
Meidy Shadana

Pembimbing :
dr. Nicko P.K.S,SpOG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
DAFTAR SINGKATAN

TSH: Tiroid Stimulating Hormon


HCG: Human Chorionic Gonadotrhopin
HG: Hiperemesis Gravidarum
GIT: Gastro Intestinal Track
USG: Ultrasonography
FSH: Follicle Stimulating Hormon
LH: Luteinizing Hormon

2
BAB I
PENDAHULUAN

Secara fisiologis, tubuh wanita hamil akan melakukan adaptasi, antara lain
dengan perubahan anatomi, fisiologi serta biokimiawi sebagai adaptasi tubuh
terhadap kehamilannya. Hampir semua sistem organ termasuk gastrointestinal
mengalami perubahan fisiologi selama kehamilan. Keluhan gastrointestinal selama
kehamilan antara lain muntah, hiperemesis gravidarum, penyakit refluks
gastroesofageal, dan konstipasi. Mual terjadi pada hampir 50%-90% kehamilan dan
muntah sekitar 25%-55% kehamilan. Meski begitu keduanya bersifat self-limiting.
Sebagian besar perubahan yang terjadi selama kehamilan ini akan kembali normal
setelah selesainya masa persalinan dan laktasi.1
Keluhan mual dan muntah biasanya disertai dengan hipersalivasi, sakit
kepala, perut kembung, dan rasa lemah pada badan. Keluhan-keluhan ini secara
umum dikenal dengan istilah “morning sickness”. Istilah ini sebenarnya kurang tepat
karena 80% perempuan hamil mengalami mual dan muntah sepanjang hari.
Dikatakan hiperemesis gravidarum apabila keluhan mual dan muntah yang dialami
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan komplikasi. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat
badan lebih dari 3 kg atau 5% berat badan.2
Etiologi dan patogenesis hiperemesis gravidarum berkaitan erat dengan
etiologi dan patogenesis mual dan muntah pada kehamilan. Penyebab pasti mual dan
muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi terdapat beberapa teori yang
mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor biologis
yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon selama kehamilan. Menurut
teori terbaru, peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (hCG) akan
menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual
dan muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang
diketahui memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain mengalami
keluhan mual dan muntah yang lebih berat.

3
Selain itu, hCG memiliki struktur yang mirip dengan hormon TSH (thyroid
stimulating hormone) sehingga dapat berikiatan dengan reseptor TSH di kelenjar
tiroid dan merangsang produksi kelenjar tiroid meski bersifat stimulator tiroid yang
lemah. Diduga terjadinya hiperemesis berkaitan langsung dengan kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara
menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung.1,2
Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan minggu
ke-9 sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan berakhir pada
minggu ke-12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala berlanjut melewati
minggu ke-20 sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi hiperemesis gravidarum
yang menyebabkan ibu harus ditatalaksana dengan rawat inap.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka
kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum dirawat
inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-menerus dan
sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus ekstrim, ibu hamil bahkan
dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan.2
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum
antara lain hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, berat badan
berlebih, kehamilan multipel, penyakit trofoblastik, nuliparitas dan merokok.2

4
BAB II
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Ny. DK
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Pekanbaru
No. MR : 865992

ANAMNESIS
Pasien masuk Kamar Bersalin IGD RSUD AA Pekanbaru pada tanggal 21 April 2015. Jam
08.30 WIB.
a. Keluhan Utama:
Mual muntah
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan mual muntah sejak 1 minggu SMRS. Mual dan
muntah terutama dirasakan saat makan dan minum ± 5 x / hari isi air dan
makanan dengan volume ± 1/2-3/4 gelas, biasanya timbul tiba-tiba saat bangun
pagi, berkurang ketika istirahat. Pada muntahan tidak terdapat darah. Demam (-),
nyeri perut (-). Selain itu pasien juga mengeluh badan terasa lemah hingga tak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari, merasa haus dan bibir terasa kering.
Nafsu makan dirasakan menurun karena pasien takut muntah. BAB dan BAK
dirasakan semakin menurun. Pasien buang air kecil 2x dalam sehari dengan
volume + 200 cc.
Pasien mengaku hamil 2 bulan. HPHT 01/03/ 2015 ~ 7-8 minggu. Pasien belum
pernah kontrol hamil sebelumnya, USG (-). Pasien menyadari dirinya hamil
ketika melakukan test pack.

5
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (+) ibu kandung, Asma (-), Penyakit Jantung (-)
e. Riwayat Ante Natal Care:
Belum pernah
f. Riwayat Minum Obat:
-
g. Riwayat Haid:
Menarke usia 12 tahun, siklus teratur 30 hari, selama 5-6 hari, banyaknya 2-3
kali ganti pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.
h. Riwayat Perkawinan:
1 kali menikah tahun 2010
i. RiwayatKehamilan/ Persalinan/Abortus:
Hamil 2/Persalinan 1/Keguguran 0/Hidup 1
I: Laki-laki, tahun 2014, 3000 gr, normal di RSUD AA, cukup bulan, anak hidup
sehat.
II: Hamil ini
j. Riwayat KB :
Tidak ada
k. Riwayat Sosial Ekonomi
Suami bekerja sebagai swasta, ibu sebagai ibu rumah tangga, hasil kerja suami
cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Komposmentis

6
c. Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Frek. Nadi : 104 x / menit
Frek. Nafas : 24 x / menit
Suhu : Afebris
TB : 155cm
BB : 50 kg
IMT : 20,81 kg/m2
d. Status Generalis
 Kepala
Mata: anemis -/-, ikterus -/-, mata cekung +/+
 Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
 Thoraks
Paru :vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : dalam batas normal
 Abdomen : Status Obstetrikus
 Genitalia : Status Obstetrikus
 Ekstremitas : edema pada kedua tungkai -/-, CRT 2 detik,akral hangat
e. Status Obstretikus
 Muka : Kloasma gravidarum (-)
 Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : TFU tidak teraba, supel, nyeri tekan epigastrium (+) nyeri lepas (-)
tanda akut abdomen (-)
Genitalia eksterna
Inspeksi/palpasi : V/U tenang
Genitalia interna
Inspekulo : tidak dilakukan

7
VT/bimanual palpasi : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium (21/04/2015)
Hemoglobin : 16,12 gr/dl
Hematokrit : 48,21 %
Leukosit : 13360/ul
Trombosit : 412800 /ul
Keton : positif (+)
Tes kehamilan : positif (+)

DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0H1,gravid 7-8 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum grade II

RENCANA
 Hemodinamik ibu dan janin stabil:
o Observasi KU, TTV, mual dan muntah
 Perbaikan umum
o IVFD RL:D5% 2:1
o RL + neurobion
 Atasi emesis
o Metoclopramid 3x1 amp
o Ranitidine 2x1 amp
 Rencana USG
o Mengenai usia kehamilan
o Keadaan janin, adakah tanda mola
o Saran
- Elektrolit
- Faal hepar
- Faal ginjal
- T3, T4 dan TSH

8
Hasil USG (21/04/2015)

o
Kesan : janin ada, pulsasi (+), ~ 7-8 minggu

Follow Up
Tanggal 22/04/2015 jam 06.30 (Camar 3)
S= mual (+) muntah sudah berkurang hanya keluar air, nyeri pada ulu hati (+),
nafsu makan masih turun, BAK sedikit, pusing (+), demam (-)
O=
Keadaan umum: sedang
Kesadaran: composmentis
TD : 110/70 mmHg N : 96x/i S : 36,4 P : 21x/i
St. Generalis:
Mata : KA (-/-) SI (-/-)
Paru dan jantung : dalam batas normal
Abdomen : I : datar, A: BU(+) normal, Pa : supel, neyri tekan
epigastrium (+), Pe : timpani
St. Obstetri:TFU tidak teraba, NT (-), NL(-)
I= V/U tenang
Io&VT tidak dilakukan

9
21/04/2015
DPL : 16,12/48,21/13360/412800
Keton : positif (+)
Tes kehamilan : positif (+)
Hasil USG : janin ada, pulsasi (+), ~ 7-8 minggu
A=G2P1A0H1,gravid 7-8 minggu dengan HEG tingkat II dalam perbaikan
P= Hemodinamik ibu stabil:
 Obs KU, TTV, mual, muntah
Manajemen konservatif:
 Ranitidine 3x1 amp
 Metoclopramid 3x1 amp
 Ondansentron 3x1 amp
Nafsu makan :
 Curcuma 2x1 tab
Tanggal 23/04/2015 jam 06.30 (Camar 3)
S= mual (+) muntah (-), nyeri pada ulu hati (+), BAK lancar dan banyak, pusing (-
), demam (-)
O=
Keadaan umum: baik
Kesadaran: composmentis
TD : 120/80 mmHg N : 88x/i S : 36,7 P : 20x/i
St. Generalis:
Mata : KA (-/-) SI (-/-)
Paru dan jantung : dalam batas normal
Abdomen : I : datar, A: BU(+) normal, Pa : supel, neyri tekan
epigastrium (+), Pe : timpani
St. Obstetri:TFU tidak teraba, NT (-), NL(-)
I= V/U tenang
Io&VT tidak dilakukan

10
21/04/2015:
DPL: 16,12/48,21/13360/412800
Keton : positif (+)
Tes kehamilan : positif (+)
Hasil USG : janin ada, pulsasi (+), ~ 7-8 minggu
A=G2P1A0H1,gravid 7-8 minggu + HEG tingkat II dengan perbaikan
P=
Manajemen konservatif:
 Ondansentron 3x1 tab
 Asam folat 2x1 tab
 Vit B complex 2x1 tab
Pasien boleh pulang rawat jalan dengan edukasi sebelumnya.

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan
hal tersebut merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis
gravidarum. Mual dan muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang
jarang terjadi, yaitu menolak semua makanan dan minuman yang masuk, hal
tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan dengan ketosis bahkan sampai
kematian.
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil
memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat
turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Sedangkan
dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah yang
cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari
kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat muntah dan hipokalemia.

Emesis gravidarum Hiperemesis gravidarum


Kondisi mual muntah yang berat pada
Mual dan muntah yang dikeluhkan
kehamilan , memuntahkan apa yang
tidak terlalu sering , (muntah pada pagi
dimakan dan minum dengan frekuensi
hari)
lebih banyak
Tidak mengganggu aktivitas sehari-hari mengganggu aktivitas sehari-hari
Mual dan muntah menimbulkan
Tidak menimbulkan komplikasi
komplikasi (ketonuria, dehidrasi,
patologis
hipokalemia, penurunan berat badan.
Tabel 2.1 Definisi-definisi mual dan muntah dalam kehamilan

12
3.2 Etiologi
Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas
mengeluarkan isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan
pada usus. Muntah termasuk reflex integrative yang kompleks yang terdiri dari 3
komponen utama yakni detektor muntah, mekanisme integrative dan efektor yang
bersifat somatik, dimana rangsangannya dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen
simpatis menuju pusat muntah. Selain itu pusat muntah juga menerima rangsangan
dari pusat muntah lain yang lebih tinggi pada serebral dari chemoreseptor trigger
zone (CTZ) pada area postrema dan dari apparatus vestibular via serebelum. Kalau
sinyal tersebut berasal dari perifer maka sinyal tersebut tidak akan melalui trigger
zone tetapi akan mencapai pusat muntah melalui nucleus traktus solitaries. Pusat
muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang
aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran
cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.4
Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan mengakibatkan
pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan laring untuk
mendorong sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan akhirnya
terangkatnya palatum mole untuk menutup nares anterior. Akhirnya timbul kontraksi
kuat dari otot abdomen yang mengakibatkan timbulnya tekanan intragastrik yang
tinggi. Dengan tekanan intragastrik yang meninggi dilanjutkan dengan relaksasi dari
sfingter esofagus, sehingga memungkinkan terjadinya pengeluaran isi lambung.4
Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial.
Dengan adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya cadangan
energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk memperoleh
energi yakni melalui jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi asam lemak.
Oksidasi lemak ini memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar keton dalam urin
akibat hasil dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak yakni tertimbunnya asam
aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.4
Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan timbulnya

13
dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan berkurang. Natrium dan
khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida urine. Dampak lainnya yakni
dapat mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang.
Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan
tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah
dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih
banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita. 5
Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada selaput
lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat muncul gejala seperti
muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss Syndrome. Pada
umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.4
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor
endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi
dan psikologi. 5
a. Endokrin
1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari hiperemesis
gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan dari HCG pada
ibu dengan hiperemesi gravidarun. HCG disekresi oleh sinsitiotropoblast. HCG
terdiri dari alfa hCG dan beta hCG. Alfa hCG memiliki susunan asam amino
92 subunit alfa tidak spesifik yang dimiliki juga oleh hormon tropik lain
seperti TSH, LH dan FSH.5
Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan merupakan satu –
satunya penyebab melainkan ada isoform spesifik dari HCG yang juga
mengakibatkan Hiperemesis gravidarum (HG). Ini ditandai dengan adanya
HCG yang lebih asam (pH <4). Kebanyakan bentuk isoform ini merupakan
akibat dari kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap lingkungan.5

14
2. Progesteron
Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi pada
trimester pertama ketika HG sering terjadi. Penelitian menunjukkan pada
pasien dengan HG memiliki kadar progesteron yang lebih rendah. 5
3. Estrogen
Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan timbulnya
HG. Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan waktu transit
dari usus dan pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan meningkatnya
akumulasi cairan akibat peningkatan hormone steroid. Perubahan pH pada GIT
dapat meningkatkan risiko infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat
mengakibatkan munculnya gejala GIT. 5
4. Thyroid Hormones
Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada saat
kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah yang
dikenal dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT). Bersamaan
dengan HCG, tiroid memiliki peranan penting dalam timbulnya HG.
Mekanisme masih belum jelas, namun kemungkinan karena memiliki struktur
yang mirip dengan HCG.5
5. Leptin
Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur berat
badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin. Hubungan
antara HG dan leptin didapatkan berdasarkan fakta bahwa leptin sering
ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi utamanya adalah mengurangi rasa
lapar dan meningkatkan konsumsi energi dengan cara berinteraksi dengan
kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin sering ditemukan pada ibu hamil salah
satunya dengan HG namun mekanismenya masih belum jelas.5
6. Adrenal Cortex
Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan gejala pada ibu
dengan HG ketika menggunakan terapi kortikosteroid. Kemungkinan

15
rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan timbulnya HG, namun
mekanisme masih belum jelas.5
7. Growth hormone dan prolactin
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin
ditemukan pada pasien dengan HG. Kemungkinan ini diakibatkan karena
kadar hGH dan prolaktin kemungkinan mempengaruhi produksi dari hormon
plasenta dan endometrial pada ibu hamil. 5
8. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari
plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal kehamilan.
Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah pada kehamilan.5
b. Imunologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated, kemungkinan
untuk melindungi janin dari sistem imun ibu. HG dikatakan timbul akibat dari
overaktivasi dari sistem imun yang berhubungan dengan sintesis hormon
kehamilan.5
c. Gastro Intestinal
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HG merupakan salah satu etiologi
yang cukup jelas. Secara signifikan ditemukan H.pylori pada bagian antrum
dan corpus dari lambung pasien dengan HG. Jumlah bakteri H.pylori juga
kemungkinan berhubungan dengan derajat keparahan dari HG.5
Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena adanya
perubahan keasaman lambung yang berhubungan denga perubahan sistem
imun pada ibu hamil. Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun
selular meningkatkan risiko ibu terinfeksi H.pylori.5
2. Motilitas lambung dan usus
Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas abnormal dari
lambung dan usus halus mengakibatkan lambatnya waktu transit dan
menghambat waktu pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan mual.

16
Namun ternyata dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh dalam
patogenesis HG.
3. Tekanan spingter bawah esophagus
Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama hamil.
Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari spingter bawah
esophagus, yang diakibatkan karena meningkatnya estrogen dan progesteron. 5
4. Sekresi cairan di GIT
HG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian atas karena
peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen lambung. Peningkatan
sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis pada ibu hamil, karena
berhubungan dengan sekresi cairan amnion.5
d. Enzim Metabolik
1. Liver enzim
Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HG dengan peningkatan kadar
SGOT maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan ditemukan pada pasien HG
tipe late onset, lebih parah sampai ketonuria dan hipertiroidism, namun
mekanisme secara detail belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi hati
kemungkinan disebabkan karena efek kombinasi dari hipovolemia, malnutrisi,
dan timbulnya asam laktat pada HG.5
2. Amilase
Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan HG.
Namun peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena peningkatan
enzim amylase dari pancreas, menunjukkan kalau peningkatan tersebut bukan
diakibatkan gangguan dari pankreas melainkan sekresi yang berlebihan dari
kelenjar ludah.5
e. Defisiensi nutrisi
1. Defisiensi vitamin
Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HG, namun
hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan secara detail. Selain itu juga

17
terdapat defisiensi vitamin lain yakni thiamin dan K yang juga diperkirakan
berhubungan dengan peningkatan insiden HG.5
2. Defisiensi Unsur Mikro
Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis HG yakni zinc
dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat sedangkan besi menurun pada
pasien dengan Hg. Zinc merupakan bahan yang penting dalam katalisis enzim
yang berhubungan dengan metabolism, sedangkan kadar besi yang rendah
kemungkunan mengganggu fungsi biokimia, metabolic dan endokrin dari
beberapa organ.5
f. Anatomi
Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi anatomi,
kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada ovarium kanan dan
kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada vena porta. 5
g. Psikologi
Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental
yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. 5
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada wanita
hamil dengan dan tanpa HG selama kehamilan. Subjek dengan gejala HG jauh
lebih tinggi gejala psikologisnya dibandingkan dengan kecemasan dari para wanita
hamil yang tidak menderita HG. Gejala tersebut antara lain; gejala depresi,
histeria, psychasthenia, skizofrenia, somatisasi dan perilaku obsesif kompulsif.
Penyebab gejala-gejala psikologis tersebut karena trauma dan stress. Dapat
disimpulkan bahwa HG tidak berhubungan dengan gangguan psikologis dan sulit
untuk membuktikan bahwa HG adalah murni psikologis karena banyak wanita
mulai muntah sebelum mereka mengetahui bahwa mereka hamil. 5

18
Bagan 1. Interaksi antara faktor – faktor pencetus HG.

3.3 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah usia
ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda, kehamilan
mola, kondisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu merupakan faktor
risiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan kondisi psikologis ibu
hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi atau usia
kehamilan juga merupakan faktor risiko hiperemesis gravidarum, hal tersebut
berhubungan dengan kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron
di dalam darah ibu. Kadar hormon korionik gonadotropin merupakan salah satu
etiologi yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum. Kadar hormon
gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya pada trimester pertama, tepatnya
sekitar minggu ke 14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada
trimester pertama. Peningkatan kadar hCG mengakibatkan perubahan atau gangguan

19
(dismotilitas) sistem pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang diduga
sebagai pencetus infeksi H.pilory selama kehamilan.
Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan
mengalami stress yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu
beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan
ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.
Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum. Pekerjaan
berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi pola makan,
aktifitas dan stres pada ibu hamil.

3.4 Klasifikasi berdasarkan gejala klinis


Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu1,4:
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, penderita
merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri
pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah
sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.1,4
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan
mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau
pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam
kencing.1,4

20
Tabel 1. Gejala Hiperemesis Gravidarum
Parameter Tingkat I Tingkat II Tingkat III
Kondisi umum Lemah Lebih lemah dan Lebih buruk
apatis
Kesadaran Compos mentis Apatis Somnolen-koma
Nyeri epigastrium + ++ ++
Muntah >> >>> Berhenti
Tekanan darah Menurun Menurun Menurun
Nadi Sampai 100x/mnt 100-140x/mnt meningkat
Turgor kulit Menurun Menurun Menurun
Mata Cekung Cekung, + ikterus Cekung, + ikterus
BAK Normal Oligouria Oligouria-anuria
Keton urin + > +2

3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun.
Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy
Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini
terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4

3.5 Diagnosis
Diagnosis Hiperemesis Gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan
adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Hiperemesis Gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan
kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
pengobatan perlu segera diberikan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.5,6J

21
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah.
Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu,
dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis juga dapat
diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya
hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan
riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes
mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda
dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah
lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien
dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan
parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-
60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal
dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan
laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat
jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit.
Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda
ataupun mola hidatidosa.

22
FISIOLOGI HAMIL MUDA

Faktor Hiperemesis Gravidarum:


- Defisiensi nutrisi
- Endokrin
- GIT
- Enzim metabolik
- psikologi

Emesis gravidarum: - Mual muntah menggangggu


- mual muntah tanpa gangguan aktivitas sehari-hari
aktivitas sehari-hari - Hiperemesis dengan berbagai
- ANC rutin tingkatannya.
- pendekatan psikologis
- pengobatan
Diet dan vitamin

Hiperemesis gravidarum:
- rehidrasi dan diet
- perbaiki keseimbangan
elektrolit
- pemberian terapi farmakologi
- perbaiki metabolisme

Pengobatan gagal:
Terminasi kehamilan dengan
indikasi:
- Gangguan fungsi organ

23
3.6 Diagnosis Banding
Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis pereksklusionam,
sehingga perlu menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih
dahulu. Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala
muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan, antara lain:

1. Appendiksitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan pada perut
sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendiksitis akut
keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare,
dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan
wanita hamil dengan appendiksitis akut dan tanpa appendiksitis akut.3,7,8

2. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8
3. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-
obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu
dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum
karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai
keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari
karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan
gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya
diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena
hormon jarang disertai diare. 3,7,8

24
4. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya
sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan SGOT dan
SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis
gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak
menderita hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah
menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan
diagnosis. 3,7,8

5. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang
hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir
setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi.
Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena
berbahaya bagi janin.

3.7 Tatalaksana hiperemesis gravidarum


Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis,
pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain :
1. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal
terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang pada usia kehamilan 4
bulan.
2. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tetapi dengan frekuensi
yang lebih sering
3. Pada saat bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan
untuk makan roti, biskuit dengan teh hangat
4. Hindari makan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau
minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin

25
5. Makan makanan yang mengandung gula sangat dianjurkan untuk menghindari
kekurangan karbohidrat
6. Defekasi yang teratur

Terapi obat-obatan
Tatalaksana keluhan hiperemesis gravidarum yang berat dianjurkan untuk
dirawat di rumah sakit, hal utama yang harus diperhatikan adalah tatalaksana
dehidrasi untuk meningkatkan volume intravaskuler, memperbaiki gangguan
elektrolit dan mencegah terjadinya kompensasi vasokonstriksi sehingga mengganggu
perfusi pada organ dan uterus. Berikut langkah-langkah tatalaksana hiperemesis
gravidarum :
 Stop makanan peroral selama 24-48 jam
 Infus glukosa 10% atau 5% : RL = 2:1 dengan tetesan 40 tetes per menit
 Obat
o Vitamin B1, B2 dan B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infus
o Vitamin B12 200 ug/hari/infus, vitamin C 200 mg/hari/infus
o Fenobarbital 30 mg I.M 2-3 kali perhari atau klorpromazin 25-50mg/
hari
o Antiemetik : prometazin 2-3 kali perhari peroral atau pro-kloperazin 3
kali 3mg perhari peroral atau mediamer B6 3 kali perhari peroral
o Antasida : asidrin 3x1 tablet perhari peroral atau milanta 3x1 tablet
perhari peroral
 Pemberian infus asam amino untuk mencegah terjadi katabolisme yang
menghasilkan benda keton yang dapat memperburuk keadaan pasien
 Diet sebaiknya meminta advis ahli gizi
 Rehidrasi dan suplemen vitamin, pilihan cairan adalah normal salin (NaCl
0,9%), cairan dekstrose tidak boleh diberikan karena tidak mengandung
sodium yang cukup untuk mengoreksi hiponatremia, urin output juga harus
dimonitor dan perlu dilakukan pemeriksaan dipstik untuk mengetahui
terjadinya ketonuria Antiemesis, tidak dijumpai adanya teratogenitas dengan

26
menggunakan dopamin antagonis (metoklopramid, domperidon), fenotiazin
(klorpromazin, proklorperazin), antikolonergik (disiklomin) atau antihistamin
H1-reseptor antagonis (prometazin, siklizin). Namun bila masih tetap tidak
memberikan respon maka dapat digunakan kombinasi kortikosteroid dengan
reseptor antagonis 5-Hidrokstiptamin (5-HT3) (ondansentron, sisaprid).

27
3.8 Penggunaan dan efek samping obat hiperemesis gravidarum

Vitamin B6 (Pyridoxin )
Pyridoxin merupakan koenzym untuk metabolisme asam amino. Pyridoxin
banyak terdapat pada gandum, daging dan sayuran hijau, namun vitamin ini dapat
rusak oleh sinar. Kebutuhan vitamin ini pada keadaan normal tidak diketahui dengan
pasti namun ada yang menyatakan berkisar antara 1 sampai 2 mg per hari. Vitamin
B6 mempunyai peranan penting dalam metabolisme tryptophan menjadi niacin dan
metabolisme beberapa asam lemak essensial lainnya. Pada wanita hamil ditemukan
ekskresi asam xanthurenic dalam jumlah banyak setelah pemberian trypthopan dan
kelainan ini dikoreksi dengan pemberian pyridoxin. Defisiensi vitamin B6 selain
dapat menyebabkan gangguan epitelisasi juga dapat mengganggu persyarafan seperti
lemas, nyeri pada ekstremitas, salit kepala, depresi dan nausea. Pemberian vitamin B6
pada wanita hamil dengan nausea dan vomitus adalah 10 – 25 mg tiap kali pemberian
sebanyak 3 kali sehari.
Banyak wanita yang memilih vitamin B6 sebagai terapi alternatif yang natural
untuk mengobati nausea dan vomitus pada kehamilan. Bahkan wanita yang
mengkonsumsi multivitamin yang mengandung vitamin B6 pada 6 minggu pertama
kehamilannya, lebih sedikit yang mengalami nausea dan vomitus pada kehamilan
secara bermakna.

Dopamin Antagonis
Phenothiazines
Resiko pemberian Phenothiazines pada perkembangan fetus tampaknya
kecil. Phenothiazines pada trisemester pertama tidak memberikan bukti statistik yang
bermakna yang menyatakan adanya peningkatan terjadinya birth defect, namun
terdapat peningkatan angka kejadian defek pada jantung.
Promethazine
Promethazine adalah obat yang sering digunakan untuk mengobati
hyperemesis. Promethazine tidak berhubungan dengan peningkatan risiko anomali

28
kongenital tetapi penggunaan promethazine saat melahirkan dapat menimbulkan
gangguan pernafasan (RDS) pada bayi dan mengganggu agregasi trombosit dari ibu
dan bayi, oleh sebab itu disarankan agar promethazine tidak digunakan pada wanita
yang akan melahirkan dalam waktu dekat.

Metoclopramide
Metoclopramide adalah obat golongan dopamine reseptor – bloker yang telah
lama dipergunakan untuk mengobati refluks gastroesofageal, kemoterapi yang
menginduksi nausea dan nausea yang berkaitan dengan paska seksio. Obat ini juga
telah dipakai sebagai terapi hiperemesis pada wanita hamil dan tidak ada data
mengenai efek teratogenik pada bayi.

Antihistamin
Antihistamin yang dipakai pada nausea dan vomitus pada kehamilan antara
lain doxylamine, diphenhydramine, dimenhydrinate, cyclizine, buclizine.
Antihistamin tidak terbukti meningkatkan insiden malformasi kongenital. Meclizine
adalah antihistamin piperazine yang digunakan untuk mengobati vertigo dan motion
sickness.

Antagonis HT 3
Ondansetron adalah antagonis selektif serotonin receptor yang biasa
digunakan sebagai antiemesis pada kasus paska operasi, kemoterapi kanker dan
radiasi. Obat ini merupakan anti emetik yang poten dan terbaru. Belum ada penelitian
besar dari penggunaan obat ini pada wanita hamil dan baru sebatas percobaan pada
binatang. Dari beberapa laporan tidak didapatkan efek yang buruk pada kehamilan
walalupun terdapat pemakai dalam jumlah besar yang berulang pada trimester
pertama.

29
Akar Jahe
Akar jahe yang diyakini berguna untuk anti nausea serta meningkatkan
motilitas dan peristaltic lambung. Jahe membantu mengembalikan aktivitas normal
lambung dan jahe juga memiliki efek tranquilizer pada otak yang akan membantu
meringankan efek dari nausea. Jahe tidak memiliki efek sedative seperti pada obat
farmakologis lainnya. Jahe diketahui juga dapat mengambil alih reseptor
benzodiazepine ( reseptor anti ansietas ) sehingga memiliki efek tranquilizer.
Pemberian ekstrak jahe tidak menimbulkan kejadian anomali congenital.

3.9 Diet Hiperemesis Gravidarum


Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan
glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan
berenergi dan zat gizi yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa
syarat, diantaranyanadalah:
a. Karbohidrat tinggi
b. Lemak rendah
c. Protein sedang
d. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan
dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
e. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan
diberikan sering dalam porsi kecil
f. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada
makan malam dan selingan malam.
g. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a) DietbHiperemesisbI
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum
berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi
bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan

30
tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di
dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
b) DietbHiperemesisbII
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan
secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai
gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan
bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi
kecuali kebutuhan energi.
c) DietbHiperemesisbIII
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan.
Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan
bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan
semua zat gizi.

3.10 Komplikasi
Diawali dengan mual munta berlebihan sehingga dapat menimbulkan dehidrasi,
tekanan darah turun dan diuresis menurun. Hal ini menimbulkan perfusi ke jaringan
menurun. Oleh karena itu, terjadi perubahan metabolisme ke arah anaerob yang
menghasilkan benda keton dan asam laktat. Muntah yang berlebihan menimbulkan
perubahan elektrolit sehingga pH darah menjadi tinggi.
Dampak dari semua masalah tersebut menimbulkan gangguan fungsi organ,
organ yang terganggu antara lain :
1. Hepar
Gangguan perfusi O2 pada hepar menyebabkan gangguan fungsi sel hepar,
peningkatan kadar transaminase dan infiltrasi lemak pada hati (fatty acid
oxidative). Perlemakan pada hati ini dapat menyebabkan kematian dengan angka
kematian maternal dan janin masing-masing 75% dan 85%. Dengan gambaran
histopatologi berupa infiltrasi lemak intraseluler (mikrovesikel) yang
distribusinya sentrilobuler, kecuali hepatosit di daerah periportal yang biasanya

31
masih tampak normal, juga tidak didapatkan adanya tanda-tanda nekrosis
maupun reaksi inflamasi yang luas.
Gejala klinis yang timbul dapat berupa malaise, anoreksi, nausea, vomitus,
nyeri epigastrik, ikterus, hematemesis dan perdarahan lainnya, ensefalopati
hepatik dan gagal ginjal. Penyakit ini sering disertai dengan pankreatitis akut dan
kadang-kadang disertai juga dengan toksemia dan koagulasi intra vaskuler
(DIC). Biasanya terjadi partus prematur dan bayinya lahir mati, kematian ibu
biasanya terjadi pada hari ke tiga sampai empat minggu sejak onset, karena
hipoglikemi, ensefalopati, perdarahan, infeksi dan gagal ginjal.11,12
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikan kadar bilirubin serum
(biasanya di bawah 10 mg%), SGOT (biasanya kurang dan 500 IU), fosfatase
alkali, asam urat, amonia dan ureum. Sedangkan kadar gula darah, albumin,
kolesterol dan protrombin akan menurun. Pada pemeriksaan darah tepi akan
didapatkan leukositosis dan trombositopenia.13,14
2. Ginjal
Komplikasi pada ginjal berupa penurunan diuresis akibat dehidrasi, sehingga
metabolisme seperti asam laktat dan benda keton tertimbun serta terjadi
degenerasi lemak pada tubula kontorti. Gambaran histopatologi pada ginjal
berupa penyempitan tubulus proksimal, nekrosis sel epitel tubulus proksimal, dan
adanya hialin cast di tubulus distal. Tampak juga degenerasi tubulus proksimal
yang mengandung debris, tetapi membrana basalis utuh.
Gejala klinis berupa oliguria yang dilanjutkan diuresis. Adanya kerusakan
tubulus menyebabkan retensi cairan, sehingga terjadi uremia, hiperkalemia, edem,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis, peningkatan blood urea nitrogen (BUN)
sekitar 25-30mg/dl per-hari, dan kreatinin kira-kira 2,5mg/dl per-hari. Setelah
penyembuhan, epitel tubulus diganti dengan sel yang belum memiliki
kemampuan selektif, sehingga urin mudah lewat tanpa absorpsi yang
mengakibatkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit tertentu.
3. Sistem saraf pusat

32
Komplikasi pada sistem saraf pusat adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala
yang timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola
mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung.
Komplikasi terjadi sebesar 48% pada hyperemesis gravidarum.
Tiamin diserap di duodenum dan akan disimpan di dalam tubuh sekitar 18
hari. Tiamin dikonversi ke dalam bentuk aktif yaitu tiamin pirofosfat di saraf dan
sel glia. Tiamin pirofosfat berfungsi sebagai kofaktor beberapa jenis enzim,
seperti tranketolase, piruvat dehidrogenase, dan alfa ketoglutarat, yang berfungsi
dalam metabolisme karbohidrat. Fungsi utama enzim ini di dalam otak adalah
dalam metabolisme lemak dan karbohidrat, produksi asam amino, dan produksi
neurotransmitter devirat glukosa. Penurunan fungsi enzim ini menyebabkan
kerusakan dalam metabolisme glukosa di otak yang mengakibatkan gangguan
metabolisme energi sel.
Bila dalam 2-3 minggu asupan tiamin kurang maka otak merupakan tempat
yang akan menunjukan kerusakan sel paling tinggi. Konsekuensi nya adalah
hilangnya gradien osmotik sel yang melintasi membran. Perubahan biokimia yang
paling awal adalah penurunan α-ketoglutarat dehidrogenase di astrocytes.
Astrocytes laktat meningkat dan terjadi edema, peningkatan konsentrasi glutamat
ekstraselular, peningkatan nitrat oksida, fragmentasi DNA di neuron, produksi
adikal bebas dan peningkatan sitokinin, dan kerusakan pembuluh otak.

4. Komplikasi lain
Ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan
neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin
terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.2,4

3.10 Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan
merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut
menurun 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual muntah

33
setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap mengalami mual muntah setelah usia
kehamilan 20 minggu.3
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirinya pada usia
kehamilan 20-22 minggu. Namun demikian pada tingkatan yang berat penyakit ini
dapat membahayakan nyawa ibu dan janin.
Kriteria keberhasilan pengobatan dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Rehidrasi berhasil dan turgor kulit kembali normal
2. Diuresis bertambah
3. Kesadaran komposmentis
4. Hasil pemeriksaan laboratorium (ketonuria negatif).
Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik, manifetsasi
komplikasi organis adalah delirium, kebutuhan , takikardi , ikterus ,anuria dan
perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan. Dipertimbangkan dilakukannya terminasi kehamilan apabila:
1. Gangguan kejiwaan
a. Delirium
b. Apatis ,somnolen sampai koma
c. Terjadi gangguan jiwa ensepalopati wernicke
2. Gangguan penglihatan
a. Perdarahan retina
b. Kemunduran penglihatan
3. Gangguan faal
a. Hati dalam bentuk ikterus
b. Ginjal dalam bentuk anuria
c. Tekanan darah menurun

34
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena dari
anamnesis ditemukan adanya gejala mual dan muntah yang berat, dimana keluhan
tersebut sampai mengganggu aktivitas sehari-hari dan pekerjaanya. Muntah tersebut
juga menimbulkan komplikasi dehidrasi karena kekurangan cairan yang diminum dan
kehilangan cairan karena muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Pada pemeriksaan fisik penderita, hal ini ditandai dengan ditemukan mata cekung,
adanya peningkatan frekuensi denyut nadi, lidah terasa kering, BAK yang sedikit-
sedikit dengan frekuensi yang menurun dan turgor yang menurun pada penderita.
Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya
riwayat telat haid sejak tanggal 01 Maret 2015, pasien sudah melakukan tes
kehamilan dengan hasil yang positif. Hiperemesis gravidarum ini dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan
tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah yang
pada pemeriksaan urin ditemukan adanya keton positif (+).
Pasien didiagnosis hiperemesis gravidarum tingkat II, karena penderita
tampak lemah, turgor menurun, lidah kering, mata cekung, tensi turun dan oliguria.
Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif. Pada penderita ini dapat dimasukkan
ke dalam tingkat dehidrasi sedang, karena dalam pemeriksaan didapatkan keluhan
haus, pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi cepat (104x/menit),
pernafasan agak cepat (24 x/menit), mata cekung, turgor kulit agak berkurang dan
BAK sedikit.
Salah satu penyebab mual muntah berlebihan adalah gemeli dan mola
hidantidosa, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan USG. Hasil USG menunjukkan
janin tunggal hidup dengan usia kehamila 7-8 minggu. Pemeriksaan penunjang lain

35
yang disarankan dalam kasus ini adalah pemeriksaan elektrolit, faal hepar dan faal
ginjal, TSH, T3, dan T4 untuk melihat faktor etiologi, faktor resiko dan faktor
pemberat pada pasien.

4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi
rehidrasi dan koreksi elektrolit, terapi nutrisi, terapi dengan obat-obatan, dan
psikoterapi. Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian
cairan rehidrasi, yaitu rehidrasi inisial dan rehidrasi rumatan.
Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi tetapi hanya diberikan cairan
rumatan sebanyak 1,5 liter dalam 22 jam hari pertama tanpa diberikan cairan
rehidrasi inisial. Seharusnya defisit cairan ini dikoreksi dalam 2 jam pertama dengan
cairan isotonik, misalnya ringer laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai
normal salin harus berhati-hati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang
banyak karena dapat menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis.
Bila diperlukan dapat ditambahkan ion kalium.
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah
arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas
hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik
0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.2
Daldiyono score digunakan untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan,
didapatkan score 5 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit menurun (1), mata cowong (2),
dan tekanan darah diastolik 60 mmHg (1).Berat badan pasien adalah 50 kg. Lalu
dengan menggunakan rumus maka :

36
Cairan pemeliharaan yang digunakan adalah Ringer laktat: Dekstrosa 5% = 2
:1. Digunakannya cairan ini adalah selain untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien
juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien. Digunakan dektrosa,
karena pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak yang tidak
sempurna yang ditandai dengan ditemukannya benda keton di dalam urin. Selain itu
cairan ini bersifat isotonic hiperosmotik membantu transport cairan intravaskuler
menuju intraseluler sehingga dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien.

Untuk mengatasi emesis, pada pasien ini diberikan metoklopramid 3x10 mg


dan ranitidine 3x50 mg perhari. Menurut algoritma penatalaksanaan mual dan muntah
pada kehamilan, pada pasien mual muntah dengan dehidrasi, setelah dilakukan
rehidrasi, pilihan obat yang digunakan adalah metoclopramid atau antihistamin H1
tetapi pada pasien ini diberi metoclopramid dan antihistamin H2.

Pada hari kedua pasien dirawat, pasien diberikan metoclopramid 3x10 mg,
ondansentron 3x4 mg dan ranitidine 3x50 mg perhari. Hal ini tidak sesuai dengan
algoritma penatalaksanaan mual dan muntah pada kehamilan karena seharusnya
metoclopramid dan ondansentron tidak diberikan secara bersamaan. Ondansentron
diberikan pada pasien jika keluhan mual muntah tidak teratasi dengan pemberian
metoclopramid atau antihistamin H1, tetapi cara pemberiannya tidak diberikan secara
bersama-sama. Pada hari ketiga pasien dirawat, anti emetik yang diberikan adalah
ondansentron, hal ini sudah sesuai dengan algoritma penatalaksanaan mual muntah
pada kehamilan.

Pada pasien ini juga diberikan Neurobion (mengandung vitamin B1, B6, B12).
Suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi dan mencegah insiden
hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, yang merupakan koenzim yang
berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Selain itu pasien
juga diberikan asam folat yang merupakan elemen penting dalam permbentukan dan
perkembangan janin.
Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya
dapat disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena kehamilan, istirahat sementara

37
dari aktivitas hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah dan konflik
yang mungkin sedang dihadapi oleh pasien. Pada pasien ini dilakukan monitoring
keluhan, tanda vital, berat badan, produksi urine dan keton urin. Keluhan penderita
perlu diperhatikan untuk mencari apakah masih terdapat keluhan mual maupun
muntah pada penderita.
Tanda vital penderita dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda-tanda
dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang tiap hari untuk melihat apakah ada
penurunan berat badan karena keluhan yang dialami oleh penderita. Produksi urine
juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih terjadi dehidrasi pada penderita ini.

4.3 Evaluasi Keberhasilan Terapi


Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah
komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih
dari 3 kg atau 5% berat badan.1 Jika sudah terjadi komplikasi, perlu dilakukan tata
laksana terhadap komplikasi tersebut, dimana komplikasi melibatkan organ lain
seperti hati dan ginjal. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan
laboratoris. Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan frekuensi
mual dan muntah, frekuensi dan intensitas mual, serta perbaikan tanda-tanda vital dan
dehidrasi serta tidak adanya tanda-tanda komplikasi organ lain. Parameter
laboratorium yang perlu dinilai adalah perbaikan keseimbangan asam-basa,
pemeriksaan faal hati, faal ginjal dan elektrolit.
Pasien dipulangkan setelah 3 hari dirawat dan dianjurkan untuk rawat jalan.
Indikasi pasien pulang pada kasus ini adalah keadaan umum baik, kesadaran
komposmentis, dengan tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda dehidrasi dan
keluhan muntah sudah tidak ada, namun pada kasus ini dianjurkan untuk pemeriksaan
ketonuria ulang sebelum pasien dipulangkan.

38
BAB V
PENUTUP

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang mengganggu


aktivitas sehari-hari sebelum usia kehamilan 20 minggu dan menyebabkan
penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis, alkalosis dan hipokalemi. Hiperemesis
gravidarum disebabkan interaksi faktor endokrin, imunologi, gastrointestinal, enzim
metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologi.
Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan yang
tepat dapat mencegah komplikasi hiperemesis gravidarum yang membahayakan ibu
dan janin. Tatalaksana komprehensif dimulai pencegahan, modifikasi diet dan
menjaga asupan cairan. Terapi hiperemesis gravidarum yang utama adalah
pemberian cairan dan perbaikan elektrolit. Terapi farmakologi dapat diberikan jika
dibutuhkan.
Hiperemesis gravidarum sebagian besar dapat membaik dengan sendirinya
pada usia kehamilan 20-22 minggu. Namun, pada tingkat yang berat penyakit ni
dapat membahayakan nyawa ibu dan janin.
Diharapkan agar setiap ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara teratur
untuk mendeteksi adanya kelainan yang bisa terjadi pada masa kehamilan.
Mengkonsumsi makanan yang tinggi zat gizi dan menjaga personal higiene agar
tidak terjadi infeksi selama kehamilan hingga persalinan.

39
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, Rustam, 2001, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC.
2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric
Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu
Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Jakarta;2002; hal. 275-280.
4. Ogunyemi DA, 2012. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available from:
http://www.emedicine.com (Accesed : 24 Oktober 2012).
5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis
Gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update.vol 11. No.5.
pp. 527-539.
6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis gravidarum and Helicobacter
pylori infection: a systematic review. Obstet Gynecol 2007, 110:695-703.
7. Sheehan P. Hyperemesis gravidarum assessment and management. Aust Fam
Physician 2007,36:698-701.
8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with nausea and
vomiting in pregnancy : new approaches. British Journal of Midwifery, May
2008, Vol 16, No. 5.
9. Asih, Kampono dan Prihartono. Hubungan pajanan infeksi Helicobacter
pylori dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Majlah Obstetri Ginekologi
Indonesia. Vol 33, no 3 Juli 2009.
10. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment of nausea and
vomiting in pregnancy: an updated algorithm. Can Fam Physician 2007, 53
(12):2109-2111.
11. Sherlock S. Diseases of the liver and biliary system. 6th ed. Oxford:
Blackwell Scientific Publications, 1981; 400–5.
12. Dotivas SG, Meeks GR, Phillips O, Momson JC, Walker LA. Liver disease in
pregnancy. Obstetrical and Gynecological Survey 1983; 38: 831–6.

40
13. Wright R. Liver disease in pregnancy. Medicine International 1986; 2: 1210–
1.
14. MacKenna J, Pupkin M, Crenshaw C, McLeod M, Parker RT. Acute fatty
metamorphosis of the liver. Am J Obstet Gynecol 1977; 127: 400–4.

41

Anda mungkin juga menyukai