Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH FARMAKOLOGI II

ANTI-HELMINTHES (OBAT CACING)

DOSEN PENGAMPU : RESSI SUSANTI, M.Sc., Apt

KELOMPOK : 11

ANGGOTA :1.RIFANI AMALIA I1021131060

2. SA’DIAH I1021131061

3.SHULHANA NUDJIYA I1021131062

4. FARIDA NURYANINGSIH I1021131063

5. SILVANA ANGGRAINI I I1021131066

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan pembelajaran.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, dalam rangka penyelesaian
makalah yang berjudul Anti-Helminthes
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Pontianak, 18 Juni 2015

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Cacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Prevalensi penyakit cacingan berkisar 60% - 90% tergantung lokasi
higienis, sanitasi peribadi dan lingkungan penderita. Tingginya prevalensi ini
disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia.
Lokasi yang tidak higienis dan sanitasi yang rendah menjadi lingkungan yang baik
untuk perkembangan cacing. Beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah
pedalaman belum semua mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, kasus
infeksi cacing yang kronik banyak ditemukan di daerah pedalaman yang secara
latar belakang pengetahuan kesehatan dan pendidikan rendah.
Infeksi cacing ini Apabila dicermati lebih lanjut pengaruhnya bisa sangat
mengganggu, terutama pada anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, infeksi
ringannya, dapat mengakibatkan anemia dengan berbagai manifestasi kilinis, baik
yang terlihat secara nyata maupun yang tidak terlihat. Kasus infeksi yang sedang
sampai berat bisa mengakhibatkan adanya gangguan penyerapan pada usus dan
gangguan beberapa fungsi organ dalam. Gangguan yan ditimbulkan mulai dari
yang ringan tanpa gejala hingga sampai yang berat bahkan sampai mengancam
jiwa. Secara umum gangguan nutrisi atau anmeia dapat terjadi pada penderita. Hal
ini secara tidak langsung akan mengakibatkan gangguan kecerdasan pada
anak.Karena itu, cacingan masih menjadi masalah kesehatan mendasar di negeri
ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu upaya bersama dan juga
kesadaran dalam menanggulangi penyakit ini. Salah satunya dengan Penggunaan
antihelmintik atau obat anti cacing yang merupakan salah satu upaya
penanggulangan infeksi cacingan. Sebagian besar antihelmintik efektif terhadap
satu macam jenis cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. pemberian antihelmintik haruslah mengikut indikasi-
indikasi tertentu. Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan
yang bertujuan untuk mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis
sekali minum. Obat anti-cacing yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak
semuanya cocok pada anak maupun orang dewasa. Pemberian obat anti cacing
tanpa dasar justru akan merugikan penderita yang mana akan memperberat kerja
hati. Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telur/larva dalam tinja, urin,
sputum dan darah atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya.
Maka dari itu penggunaan antihelmintik sangat diperlukan dalam memberantas dan
mengurangi cacing dalam organ atau jaringan tubuh.

2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian cacingan ?
2. Apa saja jenis-jenis cacing dan bagaimana cara penularannya ?
3. Bagaimana gejala-gejala jika manusia mengalami cacingan ?
4. Bagaimana cara pencegahan agar terhindar dari penyakit cacingan ?
5. Apa saja macam-macam obat anti-helminth ?

3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini diharapkan dapat :
1. Memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan penyakit cacingan.
2. Mengetahui jenis-jenis cacing yang menyebabkan cacingan.
3. Mengetahui gejala-gejala pada manusia jika mengidap penyakit cacingan.
4. Mengetahui cara pencegahan untuk menghindari penyakit cacingan.
5. Macam-macam obat anti-helminth beserta indikasinya
4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini diantaranya :
1. Data dan informasi mengenai obat antihelmintik dapat menjadi masukan bagi
penderita agar menggunakan obat antihelmintik sesuai dengan indikasi-
indikasinya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian
Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam
infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh
inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan
mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus cacingan, maka cacing tersebut
dapat melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Cacingan biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan baik terhadap diri
sendiri ataupun terhadap lingkungannya. Cacingan dapat menular melalui
larva/telur yang tertelan & masuk ke dalam tubuh. Cacing merupakan hewan tidak
bertulang yang berbentuk lonjong & panjang yang berawal dari telur/larva hingga
berubah menjadi bentuk cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh manapun
yang ditinggalinya seperti pada kulit, otot, paru-paru, ataupun usus/saluran
pencernaan. penyakit ini bisa menurunkan tingkat kesehatan. Di antaranya,
menyebabkan anemia, IQ menurun, lemas tak bergairah, ngantuk, malas
beraktivitas serta berat badan rendah.

2. Jenis – jenis cacing

Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun banyak sel
(multiseluler). Parasit cacing yang penting bagi manusia terdiri dari dua golongan
besar yaitu filum Plathyhelminthes dan filum Nemathelminthes. Plathyhelminthes
terdiri dari dua kelas, yaitu Cestoda dan Trematoda, sedangkan kelas Nematoda
merupakan kelas yang penting dalam filum Nemathelminthes.
Plathyhelminthes mempunyai bentuk tubuh yang pipih seperti daun
(Trematoda) atau berbentuk pita dengan banyak segmen (Cestoda). Sedangkan
filum Nemathelminthes mempunyai bentuk tubuh yang silindris memanjang, tidak
terbagi dalam segmen-segmen.
Cestoda termasuk cacing hermafrodit, maka alat kelamin jantan maupun betina
terdapat bersama-sama dalam tubuh seekor cacing dewasa. Setiap segmen tubuh
cacing memiliki alat reprosuksi yang sempurna. Trematoda umumnya juga bersifat
hermafrodit (biseksual), kecuali Schistosoma, yang terpisah atas jantan dan betina
(uniseksual). Nematoda mempunyai sistem reproduksi uniseksual (diecious).
Cacing Nematoda ada yang vivipara (melahirkan larva) ada yang ovipar (bertelur)
atau ovovivipar (larva keluar dari telur segera sesudah berada di luar tubuh
induknya).Berikut ini adalah klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan
oleh cacing :

Tabel 2.1 Klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan oleh cacing.
Cacing pada manusia pun ada banyak jenisnya. Adapun Nematoda usus yang
ada pada manusia diantaranya :
1.Ascaris lumbricoid es 
2.Trichuri s trichiura (cacing cambuk) 

3.Hook wor m (cacing tambang)  STH

- Ancylostom a duodenale 
- Necator americanus 

4. Strongyloi des stercorali s 

5. Toxocara canis & Toxocara cati


6. Oxyuris vermicularis (cacing kremi)
7. Trichinella spiralis

1.Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides )

Cacing Ascaris lumbricoides merupakan cacing yang paling sering


menginfeksi manusia. Cacing ini berwarna Merah muda atau putih. Besarnya
sekitar 20 - 30 cm dan mampu bertelur 200.000 telur per-harinya. Cacing dewasa
hidup di dalam usus manusia bagian atas, (Usus kecil) dan akan melepaskan
telurnya di dalam kotoran manusia. Infeksi pada manusia terjadi melalui jalan
makanan yang tercemar oleh kotoran yang mengandung telur cacing. Cara
Penularannya , Telur cacing masuk melalui mulut dan Menetas di usus kecil menjadi
larva, Larva ini akan menembus dinding usus kemudian masuk ke aliran darah
yang akhirnya sampai ke paru paru yang selanjutnya akan dibatukan keluar dan
ditelan kembali ke usus. Kemudian akan menjadi dewasa di usus. Cacing gelang
dapat mengisap 0,14 gr karbohidrat setiap hari. Penyakit yang timbul dari infeksi
ini antara lain anemia, obstruksi saluran empedu, radang pankreas dan usus
buntu.

Gambar 1. Cara penularan C a c i n g G e l a n g .

2.Cacing Cambuk(Tricuris trichiura)

Cacing cambuk tampak berwarna merah muda atau abu-abu dan bentuknya seperti
cambuk. Besarnya sekitar 3 – 5 cm. Cacing betinanya bisa bertelur 5 ribu-10 ribu
butir per-hari. Biasanya infeksi cacing ini menyerang pada usus besar. Dia
menghisap darah dan hidup di dalam usus besar. Infeksinya sering menimbulkan
perlukaan pada usus, karena kepala cacing dimasukkan ke dalam permukaan
usus penderita. Cacing ini juga menghisap sari makanan yang dimakan oleh
penderita.
Cara penularannya, telur cacing tertelan bersama dengan air atau makanan, kemudian
menetas di usus kecil dan tinggal di usus besar ,selanjutnya telur cacing akan keluar
melalui kotoran dan jika telur ini menetas, telur ini akan hidup sampai dewasa di
dalam usus halus. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara lain
nyeri abdomen, diare dan usus buntu. Cara pencegahan sebenarnya cukup
dengan yaitu menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan terutama dalam
penyajian makanan. Dalam membeli makanan, harus memastikan bahwa penjual
makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan.

Gambar 2. Siklus penularan C a c i n g C a m b u k .

3 . C a c i n g T a m b a n g (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

Cacing tambang adalah cacing yang paling ganas, karena ia menghisap


darah. Paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus. Cacing ini berwarna Merah dan besarnya sekitar 8 – 13 mm. Cacing
betinanya bisa bertelur 15 ribu-20 ribu butir per-hari. Cacing dewasa bertahan
hidup 2-10 tahun. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan
telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Penularannya
cepat, karena larva cacing tambang sanggup menembus kulit kaki yang
selajutnya akan terbawa oleh pembuluh darah ke dalam usus.
Cacing tambang ini menimbulkan perlukaan pada permukaan usus, sehingga
perdarahan dapat terjadi secara lebih berat. Perdarahan yang lebih berat ini
disebabkan karena mulut (stoma) cacing menancap pada permukaan usus.
Bahkan satu ekor cacing saja dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak
0,005¬0,34 cc sehari. Mengingat itu semua, maka infeksi cacing tambang
merupakan penyebab anemia yang paling sering ditemukan pada anak-anak,
sehingga dapat mempengaruhi daya tubuhnya dan menurunkan prestasi belajar.

Gambar 3. Siklus Penularan C a c i n g T a m b a n g .

4.Cacing Kremi (Enterobius Vermicularis)

Cacing yang sering menyerang anak kecil adalah Enterobius vermikularis .


Cacing ini hidup di bagian akhir dari usus halus, di dekat usus besar. Cacing ini
kecil sekali, yang betina panjangnya 8-10mm, yang jantan ± 5mm dengan ekor
bengkok. Telurnya banyak, sampai 10.000. Bentuk telur panjang, sedikit cekung.
Besarnya 20-45 mikron. Cacing ini mirip kelapa parut, kecil-kecil dan berwarna
putih. Awalnya, cacing ini akan bersarang di usus besar. Saat dewasa, cacing
kremi betina akan pindah ke anus untuk bertelur. Telur-telur ini yang
menimbulkan rasa gatal. Bila balita menggaruk anus yang gatal, telur akan pecah
dan larva masuk ke dalam dubur. Saat digaruk, telur-telur ini bersembunyi di jari
dan kuku, sebagian lagi menempel di sprei, bantal atau pakaian. Lewat kontak
langsung, telur cacing menular ke orang lain.

Gambar 4. Siklus penularan cacing kremi.

3. Gejala penyakit cacingan

a. Gejala Umum
Perut buncit, badan kurus, rambut seperti rambut jagung, lemas dan
cepat lelah, muka pucat, serta mata belekan. sakit perut, diare berulang dan
kembung, kolik yang tidak jelas dan berulang.

b. Gejala Khusus
1. Cacing Gelang
Sering kembung, mual, dan muntah-muntah. Kehilangan nafsu
makan dibarengi diare, akibat ketidakberesan di saluran pencernaan. Pada
kasus yang berat, penderita mengalami kekurangan gizi. Cacing gelang
yang jumlahnya banyak, akan menggumpal dan berbentuk seperti bola,
sehingga menyebabkan terjadinya sumbatan di saluran pencernaan.
2. Cacing Cambuk
Dapat menimbulkan peradangan di sekitar tempat hidup si cacing,
misalnya di membrane usus besar. Pada kondisi ringan, gejala tidak
terlalu tampak. Tapi bila sudah parah dapat mengakibatkan diare
berkepanjangan. Jika dibiarkan akan mengakibatkan pendarahan usus dan
anemia. Peradangan bisa menimbulkan gangguan perut yang hebat,
yang menyebabkan mual, muntah, dan perut kembung.

3. Cacing Tambang
Cacing tambang menetas di luar tubuh manusia, larvanya masuk
kedalam tubuh melalui kulit. Cacing tambang yang hidup menempel di
usus halus menghisap darah si penderita. Gejala yang biasa muncul
adalah lesu, pucat, dan anemia berat.

4. Cacing Kremi
Telur cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu
bersarang di usus besar. Setelah dewasa, cacing berpindah ke anus.
Dalam jumlah banyak, cacing ini bisa menimbulkan gatal-gatal di
malam hari. Tidak heran bila si kecil nampak rewel akibat gatal-gatal
yang tidak dapat ditahan. Olesi daerah anusnya dengan baby oil dan
pisahkan semua peralatan yang bisa menjadi media penyebar, seperti
handuk, celana, pakaian.

4. Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan

a. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda


Nematoda adalah Cacing ini berukuran kecil (mm) sampai satu meter atau
lebih, telur mikroskopis. Contoh anggota nematoda yang parasit pada manusia
yakni cacing kremi, cacing pita dan cacing gelang.
1. Piperazin

Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard


(1949). Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali
terhadap A. lumbricoides dan E. Vermicularis. Piperazin juga terdapat
sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Piperazin dalam bentuk
garam sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini
bersifat stabil non higroskopis, pemeriannya berupa kristal putih yang
sangat larut dalam air, larutannnya bersifat sedikit asam. Piperazin
diabsorpsi melalui saluran cerna, dan diekskresi melalui urine.

a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis

Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap


asetilkolin sehinggga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh
peristaltik usus. Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan
tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan cacing itu. Cacing yang
telah terkena obat dapat menjadi normal kembali bila ditaruh dalam
larutan garam faal pada suhu 37°C. Diduga cara kerja piperazin pada otot
cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel terhadap ion-ion
yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga
menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai
paralisis. Pada suatu studi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang
diberi piperazin ternyata dalam urin dan lambungnya ditemukan suatu
derivat nitrosamine yakni N-monistrosopiperazine dan arti klinis dari
penemuan ini belum diketahui.

b. Farmakokinetik

Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, sangat baik. Sebagian


obat yang diserap mengalami metabolisme, sisanya diekskresi melalui
urin. Menurut Rogers (1958), tidak ada perbedaan yang berarti antara
garam sitrat, fosfat dan adipat dalam kecepatan ekskresinya melalui
urin. Tetapi ditemukan variasi yang besar pada kecepatan ekskresi
antar individu. Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dan dalam
bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini berlangsung selama
24 jam.

c. Efek nonterapi dan kontraindikasi

Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi


umumnya tidak menyebabkan efek samping, kecuali terkadang nausea,
vomitus, diare, dan alergi. Pemberian secara intravena menyebabkan
penurunan tekanan darah selintas. Dosis letal menyebabkan konvulsi
dan depresi pernapasan. Pada takar lajak atau pada akumulasi obat
karena gangguan faal ginjal dapat terjadi inkoordinasi otot, atau
kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung yang akan hilang
setelah pengobatan dihentikan. Piperazin dapat memperkuat efek
kejang pada penderita epilepsi. Karena itu piperazin tidak boleh
diberikan pada penderita epilepsi dan gangguan hati dan ginjal.
Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi dan anemia berat, perlu
mendapatkan pengawasan ekstra. Karena piperazin menghasilkan
nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benar-
benar perlu atau kalau tak tersedia obat alternatif. Piperazin bersifat
teratogenic.

d. Sediaan dan posologi

Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500
mg/ml, sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg.
Dosis dewasa pada askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak
75 mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari
berturut-turut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak
adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari.
Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. Berikut sediaan
piperazin :

Gambar 5. Bentuk sediaan dan struktur kimia Piperazin

2. Pirantel Pamoat

Obat ini efektif untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang.
Mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan
meningkatkan frekuensi imfuls, menghambat enzim kolinesterase.
Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja,
<15% lewat urine. Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris,
Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi tidak efektif terhadap trichiuris.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan impuls
neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan
dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah
terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera
mati Resorpsinya dari usus ringan kira – kira 50% diekskresikan dalam
keadaan utuh bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan
melalui urin. Efek sampingnya cukup ringan yaitu berupa mual, muntah,
gangguan saluran cerna dan kadang sakit kepala.
Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali
diminum.Dosis biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg /
kgBB. Walaupun demikian, dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan
biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau tablet (125 mg /tablet). Bagi orang
yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya, membutuhkan 500 mg
pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4 tablet pirantel
(125 mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di
Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan
lain-lain (MIMS,1998) . Untuk dosis terhadap cacing kremi dan cacing
gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak ½ 2 tablet sesuai usia
(10mg/kg). Berikut sediaan Pirantel Pamoat :

Gambar 6. Bentuk dan struktur kimia Pirantel Pamoat.

3. Mebendazol

Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya.


Obat ini tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil
dalam keadaan terbuka Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap
cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis,
Uncinaria stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia
hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena.
Senyawa ini merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada
hambatan pemasukan glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga
terjadi pengosongan glikogen dalam cacing. Mebendazol juga dapat
menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase cacing.
a. Farmakokinetika

Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian
oral absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang
rendah yang disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami
first pass hepatic metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin
hanya sekitar 2% dari dosis dalam bentuk yang utuh dan metabolit
sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol
akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak.

b. Efek Nonterapi dan Kontraindikasi

Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin


karena absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita
dengan anemia maupun malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang
timbul berupa diare, sakit perut ringan yang bersifat sementara, sakit
kepala, pusing, reaksi alergi, alopesia, dan depresi sumsum tulang. Dari
studi toksikologi obat ini memiliki batas keamanan yang lebar. Tetapi
pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada tikus hamil
memperlihatkan efek embriotoksik dan teratogenik . berikut sediaan
mebendazol :

Gambar 7. Bentuk sediaan dan struktur kimia Mebendazole


c. Interaksi
1. Antiepileptics
Fenitoin atau karbamazepin telah dilaporkan dapat menurunkan
konsentrasi plasma-mebendazol pada pasien yang menerima dosis
tinggi untuk mengobati echinococcosis, mungkin sebagai akibat dari
induksi enzim.
2. Histamin H2-antagonis
Konsentrasi plasma mebendazol dapat meningkat ketika
diberikan bersama dengan enzim inhibitor yaitu simetidin.

d. Penggunaan Klinis

Mebendazol dapat digunakan dalam mengobati :

1. Capillariasis
Mebendazole dengan dosis 200 mg dikonsumsi dua kali
sehari selama 20 hari dapat digunakan untuk mengobati
capillariasis.
2. Echinococcosis
Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan
echinococcosis tetapi albendazole lebih disukai. Biasaya dosis
mebendazole untuk mengobati cystic echinococcosis yaitu 40-
50 mg/kg setiap hari selama least 3- 6 bulan.
3. Toxocariasis.
Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan
toxocariasis dan efek samping yang ditimbulkan oleh
mebendazole memiliki kejadian yang lebih rendah dari
tiabendazole dan dengan dietilkarbamazin.
4. Strongyloidiasis
Mebendazole telah digunakan untuk pengobatan dari
strongyloidiasis tetapi perlu diberikan untuk jangka waktu yang
lebih lama dari albendazole untuk mengontrol auto-infeksi,
sehingga albendazole lebih disukai.

4. Tiabendazol

Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif


terhadap strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing
benang), larva migrans pada kulit (atau erupsi menjalar) dan tahap awal
trikinosis (disebabkan Trichinella spinalis). Obat ini menganggu agregasi
mikrotubular. Meskipun hampir tidak larut dalam air, obat ini mudah
diabsorbsi pada pemberian per oral. Obat dihidroksilasi dalam hati dan
dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang dijumpai ialah pusing, tidak
mau makan, mual dan muntah. Terrdapat beberapa laporan tentang gejala
SSP. kasus lain yang terjadi eritema multiforme dan sindrom Stevens
Johnson yang dilaporkan akibat tiabendazol, yang dapat menyebabkan
kematian. Berikut sediaan tiabendazol :

Gambar 8. Bentuk sediaan dan struktur Tiabendendazole.

5. Invermektin

Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta


sungai) disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk
scabies.

a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis

Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat)


parasit. Aliran klorida dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi,
menyebabkan paralisis cacing. Obat diberikan oral. Tidak menembus
sawar darah otak dan tidak memberikan efek farmakologik. Namun,
tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar tak darah
lebih permiabel dan terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh
untuk orang hamil. Tidak boleh untuk pasien yang menggunakan
benzodiasepin atau barbiturate dan obat yang bekerja pada reseptor
GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat menyebabkan reaksi seperti
’’Mozatti’’ (demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan
sebagainya). Berikut sediaan Ivermektin :

Gambar 9. Bentuk sediaan dan struktur kimia Ivermectin.

b. Farmakokinetik

Ivermektin diabsorpsi setelah dosis oral, dengan puncak konsentrasi


plasma yang diperoleh setelah sekitar 4 jam. Ivermektin terikat dengan
protein plasma sekitar 93% dan memiliki waktu paruh eliminasi sekitar
12 jam. Ivermektin mengalami metabolisme dan diekskresikan sebagian
besar sebagai metabolit selama sekitar 2 minggu, terutama di feses,
dengan kurang dari 1% diekskresikan melalui urin dan kurang dari 2%
melalui ASI.

c. Penggunaan Klinis

Ivermektin dapat digunakan dalam mengobati :

1. Loiasis
Ada penelitian yang menyatakan bahwa terjadi penurunan
microfilaraemia setelah pengobatan ivermectin pada pasien
dengan loiasis, tetapi ada kekhawatiran berpotensi terjadi
neurotoksisitas pada pasien.

2. Cutaneous larva migrans.


Ivermektin menjadi efektif dalam pengobatan cutaneous
larva migrans dengan dosis oral 200 mikrogram / kg setiap hari
selama 1 2 hari telah direkomendasikan.

3. Onchocerciasis.
Ivermektin mempunyai efek microfilaricidal terhadap
Onchocerca volvulus dan obat utama yang digunakan dalam
mengendalikan onchocerciasis. Sebuah dosis tunggal
cepatmenghilangkan mikrofilaria dari kulit, dengan efek
maksimum setelah 1 sampai 2 bulan, dan secara bertahap
menghilangkan mereka dari kornea dan ruang anterior mata.
Ivermektin memiliki sedikit efek pada cacing dewasa tetapi dapat
menekan pelepasan mikrofilaria dari cacing dewasa. Dalam
pengobatan onchocerciasis, dosis oral tunggal Ivermektin3
sampai 12 mg, berdasarkan sekitar dari 150 mikrogram / kg untuk
pasien dengan berat lebih dari 15 kg dan lebih dari 5 tahun,
diberikan setahun sekali atau setiap 6 bulan.

4. Strongyloidiasis
Ivermektin 200 mikrogram / kg dengan dosis tunggal, atau
harian pada dua hari berturut-turut, digunakan untuk pengobatan
dari strongyloidiasis.

6. Albendazole

Albendazole adalah antelmintik oral berspektrum luas, yang merupakan


obat pilihan dan telah diakui di Amerika Serikat untuk pengobatan penyakit
hydatid dan cysticercosis. Obat ini juga merupakan obat utama untuk
pengobatan infeksi Pinworm, Ascariasis, Trichuriasis, Strongyloidiasis, dan
infeksi-infeksi yang disebabkan oleh kedua spesies cacing tambang
(hookworm).
a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis

Albendazole dan metabolitnya, Albendazole Sulfoxide, diperkirakan


bekerja dengan jalan menghambat sintesis mikrotubulus dalam
nematoda, dan dengan demikian mengurangi ambilan glukosa secara
irreversibel. Akibatnya, parasit-parasit usus dilumpuhkan atau mati
perlahan-lahan. Pembersihan mereka dari saluran cerna belum dapat
menyeluruh hingga beberapa hari setelah pengobatan. Obat ini juga
memiliki efek larvicid (membunuh larva) pada penyakit hydatid,
cysticercosis, ascariasis, dan infeksi cacing tambang serta efek ovocid
(membunuh telur) pada ascariasis, ancylostomiasis, dan trichuriasis.
Albendazole tidak mempunyai efek farmakologis pada manusia. Obat ini
(yang bersifat teratogenik dan embriotoksik pada beberapa spesies
hewan) tidak diketahui tingkat keamanannya pada wanita hamil.
Albendazol kontra indikasi terhadap ibu hamil.

b. Farmakokinetik

Absorpsi albendazol kurang baik pada saluran pencernaan namun


absorpsi dapat meningkat dengan adanya makanan berlemak.Albendazol
secara cepat mengalami first-pass metabolism. Metabolit albendazol
sulfoksida memiliki aktivitas antelmintik dan waktu paruh sekitar 8,5
jam. Berikatan dengan protein plasma sebesar 70%. Albendazol sulfoxid
dieliminasikan di empedu dan hanya sedikit yang dieksresikan melalui
urin.

c. Interaksi

1. Albendazol - Anthelmintik
Konsentrasi plasma albendazol sulfoksida dapat meningkat
apabila erinteraksi dengan praziquantel.

2. Albendazol – Kortikosteroid
Konsentrasi plasma dari metabolit aktif albendazol yaitu
albendazol sulfoksida dapat meningkat sebanyak 50% apabila
berinteraksi dengan dexamethasone.

3. Histamin H2-antagonis
Konsentrasi albendazol sulfoksida ditemukan meningkat
di dalam empedu dan cairan kista hydatid (pada penyakit
hydatid) saat albendazole diberikan dengan simetidin, yang dapat
meningkatkan efektivitas dalam pengobatan echinococcosis.
d. Penggunaan Klinis

Albendazole diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan


parasit-parasit intraluminal. Namun untuk penanganan terhadap parasit-
parasit jaringan, obat ini harus diberikan bersama dengan makanan
berlemak. Digunakan Untuk infeksi-infeksi pinworm, ancylostomiasis, dan
ascariasis ringan, necatoriasis, atau trichuriasis, pengobatan untuk orang
dewasa dan anak-anak di atas usia 2 tahun adalah dosis tunggal 400 mg
secara oral. Untuk infeksi pinworm, dosis harus diulang dalam dua minggu.
Tindakan ini menghasilkan tercapainya angka kesembuhan 100% dalam
infeksi pinworm dan angka kesembuhan tinggi untuk infeksi-infeksi lain,
atau pengurangan besar terhadap jumlah telur bagi yang tidak
tersembuhkan. Untuk mencapai angka kesembuhan tinggi dalam ascariasis
atau untuk mengurangi jumlah cacing secara memuaskan untuk
meringankan necatoriasis atau trichuriasis berat, ulangi pemberian 400
mg/hari dalam 2-3 hari. Beikut gambar albendazol :

Gambar 10. Bentuk sediaan dan struktur kimia albendazole

Albendazol dapat digunakan dalam mengobati :

1. Ascariasis
Albendazole digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan
mebendazol dalam pengobatan ascariasis. Kedua obat tersebut sama-sama
sangat efektif dengan tingkat kesembuhan yang lebih besar dari 98% dilaporkan
dalam satu stud albendazol.
2. Capillariasis
Albendazole dengan dosis 400 mg setiap hari selama 10 hari telah
disarankan sebagai alternatif menggantikan mebendazole untuk pengobatan
capillariasis.
3. Loiasis
Albendazole telah diteliti untuk mengurangi mikro filariasis pada pasien
terinfeksi Loa loa.
4. Mikrosporidiosis
Albendazol telah dicoba dalam pengobatan dari infeksi protozoa
mikrosporidiosis pada pasien AIDS. Albendazol juga telah digunakan secara
empiris dalam pengobatan terkait infeksi dan komplikasi HIV.
5. Echinococcosis
Dalam pengobatan echinococcosis, albendazole diberikan secara oral
dengan makanan dalam dosis 400 mg dua kali sehari selama 28 hari untuk
pasien dengan berat lebih dari 60 kg. Dosis 15 mg / kg sehari dalam dua dosis
terbagi (untuk maksimal total dosis harian 800 mg) digunakan untuk pasien
dengan berat kurang dari 60 kg.

7. Tribendimidine ( L-type Levamisole dan Pirantel)

Tribendimidine termasuk obat antelmintik baru yang dinamakan adalah


L-type (levamisole dan Pirantel) dimana bekerja pada reseptor agonis
asetilkolin nikotinik. Dalam penelitian dinyatakan bahwa tribendimidine
aman dan memiliki aktivitas klinik yang baik terhadap Ascaris dan
hookworm. Tribendimidine tidak dapat digunakan sebagai antelmintik
dimana pasien telah resisten terhadap levamisol atau pirantel dengan
mekanisme aksi yang sama. Namun, pribendimidine dapat produktif untuk
digunakan dimana pasien resisten terhadap benzimidazole. Tribendimidine
dapat dikombinasi dengan antelmintik yang lain.
Gambar 11. Bentuk sediaan dan stuktur kimia tribendimidine.

b. Obat Untuk Pengobatan Trematoda

Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan


yang diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.

1. Prazikuantel

Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini


merupakan obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis
dan infeksi cestoda seperti sistisercosis. Permeabilitas membrane sel
terhadap kalsium meningkat menyebabkan parasite mengalami kontraktur
dan paralisis. Prazikuantel mudah diabsorbsi pada pemberian oral dan
tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar yang tinggi dapat dijumpai
dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif dengan sempurna,
meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif dan
dikeluarkan melalui urin dan empedu.
Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak
mau makan dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada
wanita hamil atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan
metabolisme telah dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason,
fenitoin, dan karbamazepin, simetidin yang dikenal menghambat isozim
sitokrom P-450, menyebabkan peningkatan kadar prazikuantel.
Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati sistiserkosis mata
karena penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata.

Gambar 12. Bentuk sediaan dan struktur kimia Prazikuantel

c. Obat Untuk Pengobatan Cestoda

Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus
pejamu. Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus
selama siklusnya.
1. Niklosamid
Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita)
pada umumnya.

a. Kerja Antelmintik dan Efek farmakologis

Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite


terhadap ADP yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP.
Obat membunuh skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya.
Laksan diberikan sebelum pemberian niklosamid oral. Ini berguna untuk
membersihkan usus dari segmen-segmen cacing yang mati agar tidak
terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi.
Alcohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan.
Berikut adalah struktur kimia niklasamid :
Gambar 13. Struktur kimia Niklosamid

b. Farmakokinetik

Niklosamida tidak signifikan diabsorpsi pada saluran pencernaan.

c. Penggunaan Klinis

Niklosamida adalah obat cacing yang aktif terhadap kebanyakan cacing


pita, termasuk cacing pita daging sapi (Taenia saginata), cacing pita babi (T.
solium), cacing pita ikan (Diphyllobothrium latum) dan cacing pita anjing
(Dipylidium caninum). Niklosamid juga dapat diberikan untuk infeksi
dengan cacing pita kerdil, Hymenolepis nana.

Niklosamida diberikan dalam bentuk tablet, yang harus dikunyah secara


menyeluruh sebelum menelan dengan air. Untuk infeksi dengan cacing pita
babi 2-g dosis tunggal diberikan setelah sarapan ringan. Niklosamida tidak
aktif terhadap bentuk larva (cysticerci), pencahar diberikan sekitar 2 jam
setelah dosis untuk mengeluarkan cacing yang terbunuh dan meminimalkan
kemungkinan migrasi telur T. solium ke dalam perut. Antiemetik juga dapat
diberikan sebelum pengobatan. Untuk infeksi cacing pita daging sapi atau
ikan dosis 2-g dari niklosamida dapat dibagi, dengan 1 g diminum setelah
sarapan dan 1 g satu jam kemudian.Pada infeksi cacing pita kerdil dosis
awal 2 g diberikan pada hari pertama diikuti oleh 1 g setiap hari selama 6
hari. Anak-anak berusia 2 sampai 6 tahun diberikan setengah dosis di atas
dan yang di bawah usia 2 tahun diberikan seperempat dosis di atas.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Adapun simpulan dari makalah ini Antara lain :
· a. Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam
infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh
inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh)
dan mengambil nutrisi daritubuh inangnya.
b. Jenis-jenis cacing yang dapat menginfeksi adalah :
- Cacing Gelang: (Ascaris lumbricoides)
- Cacing Cambuk: (Tricuris trichiura)
- Cacing Tambang: (Necator Americanus Dan Ancylostoma Duodenale)
- Cacing Kremi: (Enterobius vermicularis)
c. Gejala umum jika terinfeksi cacing adalah timbulnya rasa mual, lemas, hilangnya nafsu
makan, rasa sakit di bagian perut, diare, dan turunnya berat badan karena
penyerapan nutrisi yang tidak mencukupi dari makanan. Pada infeksi yang
lebih lanjut apabila cacing sudah berpindah tempat dari usus ke organlain,
sehingga menimbulkan kerusakan organ & jaringan, dapat timbul gejala
demam, adanya benjolan di organ/jaringan tersebut, dapat timbul reaksi
alergi terhadap larva cacing, infeksi bakteri, kejang atau gejala gangguan syaraf
apabila organ otak sudah terkena.
d. Obat-obat penyakit cacing diantaranya Mebendazol, Tiabendazol,
Albendazol, Piperazin, Dietilkarbamazin,Pirantel, Oksantel, Levamisol,
Praziquantel ,iklosamida, Ivermektin.
DAFTAR PUSTAKA

Desser SS . Dientamoeba Fragilis. London : School Of Hygiene and Tropical Medicine


; 2007.
Kasim F, Yulia T, Kosasih. ISO Indonesia volume 44. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia ; 2009.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta : EGC ;1989.
Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika ;
2002.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya
Medika ; 2001.
Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto ; 2011.
Sweetman SC. Martindale : The Complete Drug Reference. Thirty Sixth Edition.
London : The Pharmaceutical Press ; 2009.

Tjay TH, Rahardja K. Obat – Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo ; 2002.

Anda mungkin juga menyukai