Makalah Farmakologi II Obat Cacing
Makalah Farmakologi II Obat Cacing
KELOMPOK : 11
2. SA’DIAH I1021131061
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan pembelajaran.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, dalam rangka penyelesaian
makalah yang berjudul Anti-Helminthes
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Prevalensi penyakit cacingan berkisar 60% - 90% tergantung lokasi
higienis, sanitasi peribadi dan lingkungan penderita. Tingginya prevalensi ini
disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia.
Lokasi yang tidak higienis dan sanitasi yang rendah menjadi lingkungan yang baik
untuk perkembangan cacing. Beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah
pedalaman belum semua mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, kasus
infeksi cacing yang kronik banyak ditemukan di daerah pedalaman yang secara
latar belakang pengetahuan kesehatan dan pendidikan rendah.
Infeksi cacing ini Apabila dicermati lebih lanjut pengaruhnya bisa sangat
mengganggu, terutama pada anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, infeksi
ringannya, dapat mengakibatkan anemia dengan berbagai manifestasi kilinis, baik
yang terlihat secara nyata maupun yang tidak terlihat. Kasus infeksi yang sedang
sampai berat bisa mengakhibatkan adanya gangguan penyerapan pada usus dan
gangguan beberapa fungsi organ dalam. Gangguan yan ditimbulkan mulai dari
yang ringan tanpa gejala hingga sampai yang berat bahkan sampai mengancam
jiwa. Secara umum gangguan nutrisi atau anmeia dapat terjadi pada penderita. Hal
ini secara tidak langsung akan mengakibatkan gangguan kecerdasan pada
anak.Karena itu, cacingan masih menjadi masalah kesehatan mendasar di negeri
ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu upaya bersama dan juga
kesadaran dalam menanggulangi penyakit ini. Salah satunya dengan Penggunaan
antihelmintik atau obat anti cacing yang merupakan salah satu upaya
penanggulangan infeksi cacingan. Sebagian besar antihelmintik efektif terhadap
satu macam jenis cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. pemberian antihelmintik haruslah mengikut indikasi-
indikasi tertentu. Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan
yang bertujuan untuk mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis
sekali minum. Obat anti-cacing yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak
semuanya cocok pada anak maupun orang dewasa. Pemberian obat anti cacing
tanpa dasar justru akan merugikan penderita yang mana akan memperberat kerja
hati. Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telur/larva dalam tinja, urin,
sputum dan darah atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya.
Maka dari itu penggunaan antihelmintik sangat diperlukan dalam memberantas dan
mengurangi cacing dalam organ atau jaringan tubuh.
2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian cacingan ?
2. Apa saja jenis-jenis cacing dan bagaimana cara penularannya ?
3. Bagaimana gejala-gejala jika manusia mengalami cacingan ?
4. Bagaimana cara pencegahan agar terhindar dari penyakit cacingan ?
5. Apa saja macam-macam obat anti-helminth ?
3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini diharapkan dapat :
1. Memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan penyakit cacingan.
2. Mengetahui jenis-jenis cacing yang menyebabkan cacingan.
3. Mengetahui gejala-gejala pada manusia jika mengidap penyakit cacingan.
4. Mengetahui cara pencegahan untuk menghindari penyakit cacingan.
5. Macam-macam obat anti-helminth beserta indikasinya
4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini diantaranya :
1. Data dan informasi mengenai obat antihelmintik dapat menjadi masukan bagi
penderita agar menggunakan obat antihelmintik sesuai dengan indikasi-
indikasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam
infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh
inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh) dan
mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus cacingan, maka cacing tersebut
dapat melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Cacingan biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan baik terhadap diri
sendiri ataupun terhadap lingkungannya. Cacingan dapat menular melalui
larva/telur yang tertelan & masuk ke dalam tubuh. Cacing merupakan hewan tidak
bertulang yang berbentuk lonjong & panjang yang berawal dari telur/larva hingga
berubah menjadi bentuk cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh manapun
yang ditinggalinya seperti pada kulit, otot, paru-paru, ataupun usus/saluran
pencernaan. penyakit ini bisa menurunkan tingkat kesehatan. Di antaranya,
menyebabkan anemia, IQ menurun, lemas tak bergairah, ngantuk, malas
beraktivitas serta berat badan rendah.
Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun banyak sel
(multiseluler). Parasit cacing yang penting bagi manusia terdiri dari dua golongan
besar yaitu filum Plathyhelminthes dan filum Nemathelminthes. Plathyhelminthes
terdiri dari dua kelas, yaitu Cestoda dan Trematoda, sedangkan kelas Nematoda
merupakan kelas yang penting dalam filum Nemathelminthes.
Plathyhelminthes mempunyai bentuk tubuh yang pipih seperti daun
(Trematoda) atau berbentuk pita dengan banyak segmen (Cestoda). Sedangkan
filum Nemathelminthes mempunyai bentuk tubuh yang silindris memanjang, tidak
terbagi dalam segmen-segmen.
Cestoda termasuk cacing hermafrodit, maka alat kelamin jantan maupun betina
terdapat bersama-sama dalam tubuh seekor cacing dewasa. Setiap segmen tubuh
cacing memiliki alat reprosuksi yang sempurna. Trematoda umumnya juga bersifat
hermafrodit (biseksual), kecuali Schistosoma, yang terpisah atas jantan dan betina
(uniseksual). Nematoda mempunyai sistem reproduksi uniseksual (diecious).
Cacing Nematoda ada yang vivipara (melahirkan larva) ada yang ovipar (bertelur)
atau ovovivipar (larva keluar dari telur segera sesudah berada di luar tubuh
induknya).Berikut ini adalah klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan
oleh cacing :
Tabel 2.1 Klasifikasi cacing dan penyakit yang dapat disebabkan oleh cacing.
Cacing pada manusia pun ada banyak jenisnya. Adapun Nematoda usus yang
ada pada manusia diantaranya :
1.Ascaris lumbricoid es
2.Trichuri s trichiura (cacing cambuk)
3.Hook wor m (cacing tambang) STH
- Ancylostom a duodenale
- Necator americanus
4. Strongyloi des stercorali s
Cacing cambuk tampak berwarna merah muda atau abu-abu dan bentuknya seperti
cambuk. Besarnya sekitar 3 – 5 cm. Cacing betinanya bisa bertelur 5 ribu-10 ribu
butir per-hari. Biasanya infeksi cacing ini menyerang pada usus besar. Dia
menghisap darah dan hidup di dalam usus besar. Infeksinya sering menimbulkan
perlukaan pada usus, karena kepala cacing dimasukkan ke dalam permukaan
usus penderita. Cacing ini juga menghisap sari makanan yang dimakan oleh
penderita.
Cara penularannya, telur cacing tertelan bersama dengan air atau makanan, kemudian
menetas di usus kecil dan tinggal di usus besar ,selanjutnya telur cacing akan keluar
melalui kotoran dan jika telur ini menetas, telur ini akan hidup sampai dewasa di
dalam usus halus. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara lain
nyeri abdomen, diare dan usus buntu. Cara pencegahan sebenarnya cukup
dengan yaitu menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan terutama dalam
penyajian makanan. Dalam membeli makanan, harus memastikan bahwa penjual
makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan.
a. Gejala Umum
Perut buncit, badan kurus, rambut seperti rambut jagung, lemas dan
cepat lelah, muka pucat, serta mata belekan. sakit perut, diare berulang dan
kembung, kolik yang tidak jelas dan berulang.
b. Gejala Khusus
1. Cacing Gelang
Sering kembung, mual, dan muntah-muntah. Kehilangan nafsu
makan dibarengi diare, akibat ketidakberesan di saluran pencernaan. Pada
kasus yang berat, penderita mengalami kekurangan gizi. Cacing gelang
yang jumlahnya banyak, akan menggumpal dan berbentuk seperti bola,
sehingga menyebabkan terjadinya sumbatan di saluran pencernaan.
2. Cacing Cambuk
Dapat menimbulkan peradangan di sekitar tempat hidup si cacing,
misalnya di membrane usus besar. Pada kondisi ringan, gejala tidak
terlalu tampak. Tapi bila sudah parah dapat mengakibatkan diare
berkepanjangan. Jika dibiarkan akan mengakibatkan pendarahan usus dan
anemia. Peradangan bisa menimbulkan gangguan perut yang hebat,
yang menyebabkan mual, muntah, dan perut kembung.
3. Cacing Tambang
Cacing tambang menetas di luar tubuh manusia, larvanya masuk
kedalam tubuh melalui kulit. Cacing tambang yang hidup menempel di
usus halus menghisap darah si penderita. Gejala yang biasa muncul
adalah lesu, pucat, dan anemia berat.
4. Cacing Kremi
Telur cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu
bersarang di usus besar. Setelah dewasa, cacing berpindah ke anus.
Dalam jumlah banyak, cacing ini bisa menimbulkan gatal-gatal di
malam hari. Tidak heran bila si kecil nampak rewel akibat gatal-gatal
yang tidak dapat ditahan. Olesi daerah anusnya dengan baby oil dan
pisahkan semua peralatan yang bisa menjadi media penyebar, seperti
handuk, celana, pakaian.
b. Farmakokinetik
Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500
mg/ml, sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg.
Dosis dewasa pada askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak
75 mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari
berturut-turut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak
adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari.
Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. Berikut sediaan
piperazin :
2. Pirantel Pamoat
Obat ini efektif untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang.
Mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan
meningkatkan frekuensi imfuls, menghambat enzim kolinesterase.
Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja,
<15% lewat urine. Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris,
Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi tidak efektif terhadap trichiuris.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan impuls
neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan
dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah
terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera
mati Resorpsinya dari usus ringan kira – kira 50% diekskresikan dalam
keadaan utuh bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan
melalui urin. Efek sampingnya cukup ringan yaitu berupa mual, muntah,
gangguan saluran cerna dan kadang sakit kepala.
Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali
diminum.Dosis biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg /
kgBB. Walaupun demikian, dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan
biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau tablet (125 mg /tablet). Bagi orang
yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya, membutuhkan 500 mg
pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4 tablet pirantel
(125 mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di
Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan
lain-lain (MIMS,1998) . Untuk dosis terhadap cacing kremi dan cacing
gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak ½ 2 tablet sesuai usia
(10mg/kg). Berikut sediaan Pirantel Pamoat :
3. Mebendazol
Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian
oral absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang
rendah yang disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami
first pass hepatic metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin
hanya sekitar 2% dari dosis dalam bentuk yang utuh dan metabolit
sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol
akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak.
d. Penggunaan Klinis
1. Capillariasis
Mebendazole dengan dosis 200 mg dikonsumsi dua kali
sehari selama 20 hari dapat digunakan untuk mengobati
capillariasis.
2. Echinococcosis
Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan
echinococcosis tetapi albendazole lebih disukai. Biasaya dosis
mebendazole untuk mengobati cystic echinococcosis yaitu 40-
50 mg/kg setiap hari selama least 3- 6 bulan.
3. Toxocariasis.
Mebendazole telah digunakan dalam pengobatan
toxocariasis dan efek samping yang ditimbulkan oleh
mebendazole memiliki kejadian yang lebih rendah dari
tiabendazole dan dengan dietilkarbamazin.
4. Strongyloidiasis
Mebendazole telah digunakan untuk pengobatan dari
strongyloidiasis tetapi perlu diberikan untuk jangka waktu yang
lebih lama dari albendazole untuk mengontrol auto-infeksi,
sehingga albendazole lebih disukai.
4. Tiabendazol
5. Invermektin
b. Farmakokinetik
c. Penggunaan Klinis
1. Loiasis
Ada penelitian yang menyatakan bahwa terjadi penurunan
microfilaraemia setelah pengobatan ivermectin pada pasien
dengan loiasis, tetapi ada kekhawatiran berpotensi terjadi
neurotoksisitas pada pasien.
3. Onchocerciasis.
Ivermektin mempunyai efek microfilaricidal terhadap
Onchocerca volvulus dan obat utama yang digunakan dalam
mengendalikan onchocerciasis. Sebuah dosis tunggal
cepatmenghilangkan mikrofilaria dari kulit, dengan efek
maksimum setelah 1 sampai 2 bulan, dan secara bertahap
menghilangkan mereka dari kornea dan ruang anterior mata.
Ivermektin memiliki sedikit efek pada cacing dewasa tetapi dapat
menekan pelepasan mikrofilaria dari cacing dewasa. Dalam
pengobatan onchocerciasis, dosis oral tunggal Ivermektin3
sampai 12 mg, berdasarkan sekitar dari 150 mikrogram / kg untuk
pasien dengan berat lebih dari 15 kg dan lebih dari 5 tahun,
diberikan setahun sekali atau setiap 6 bulan.
4. Strongyloidiasis
Ivermektin 200 mikrogram / kg dengan dosis tunggal, atau
harian pada dua hari berturut-turut, digunakan untuk pengobatan
dari strongyloidiasis.
6. Albendazole
b. Farmakokinetik
c. Interaksi
1. Albendazol - Anthelmintik
Konsentrasi plasma albendazol sulfoksida dapat meningkat
apabila erinteraksi dengan praziquantel.
2. Albendazol – Kortikosteroid
Konsentrasi plasma dari metabolit aktif albendazol yaitu
albendazol sulfoksida dapat meningkat sebanyak 50% apabila
berinteraksi dengan dexamethasone.
3. Histamin H2-antagonis
Konsentrasi albendazol sulfoksida ditemukan meningkat
di dalam empedu dan cairan kista hydatid (pada penyakit
hydatid) saat albendazole diberikan dengan simetidin, yang dapat
meningkatkan efektivitas dalam pengobatan echinococcosis.
d. Penggunaan Klinis
1. Ascariasis
Albendazole digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan
mebendazol dalam pengobatan ascariasis. Kedua obat tersebut sama-sama
sangat efektif dengan tingkat kesembuhan yang lebih besar dari 98% dilaporkan
dalam satu stud albendazol.
2. Capillariasis
Albendazole dengan dosis 400 mg setiap hari selama 10 hari telah
disarankan sebagai alternatif menggantikan mebendazole untuk pengobatan
capillariasis.
3. Loiasis
Albendazole telah diteliti untuk mengurangi mikro filariasis pada pasien
terinfeksi Loa loa.
4. Mikrosporidiosis
Albendazol telah dicoba dalam pengobatan dari infeksi protozoa
mikrosporidiosis pada pasien AIDS. Albendazol juga telah digunakan secara
empiris dalam pengobatan terkait infeksi dan komplikasi HIV.
5. Echinococcosis
Dalam pengobatan echinococcosis, albendazole diberikan secara oral
dengan makanan dalam dosis 400 mg dua kali sehari selama 28 hari untuk
pasien dengan berat lebih dari 60 kg. Dosis 15 mg / kg sehari dalam dua dosis
terbagi (untuk maksimal total dosis harian 800 mg) digunakan untuk pasien
dengan berat kurang dari 60 kg.
1. Prazikuantel
Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus
pejamu. Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus
selama siklusnya.
1. Niklosamid
Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita)
pada umumnya.
b. Farmakokinetik
c. Penggunaan Klinis
1. Kesimpulan
Adapun simpulan dari makalah ini Antara lain :
· a. Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk dalam
infeksi yang di sebabkan oleh parasit. Parasit adalah mahluk kecil yang menyerang tubuh
inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar atau di dalam tubuh)
dan mengambil nutrisi daritubuh inangnya.
b. Jenis-jenis cacing yang dapat menginfeksi adalah :
- Cacing Gelang: (Ascaris lumbricoides)
- Cacing Cambuk: (Tricuris trichiura)
- Cacing Tambang: (Necator Americanus Dan Ancylostoma Duodenale)
- Cacing Kremi: (Enterobius vermicularis)
c. Gejala umum jika terinfeksi cacing adalah timbulnya rasa mual, lemas, hilangnya nafsu
makan, rasa sakit di bagian perut, diare, dan turunnya berat badan karena
penyerapan nutrisi yang tidak mencukupi dari makanan. Pada infeksi yang
lebih lanjut apabila cacing sudah berpindah tempat dari usus ke organlain,
sehingga menimbulkan kerusakan organ & jaringan, dapat timbul gejala
demam, adanya benjolan di organ/jaringan tersebut, dapat timbul reaksi
alergi terhadap larva cacing, infeksi bakteri, kejang atau gejala gangguan syaraf
apabila organ otak sudah terkena.
d. Obat-obat penyakit cacing diantaranya Mebendazol, Tiabendazol,
Albendazol, Piperazin, Dietilkarbamazin,Pirantel, Oksantel, Levamisol,
Praziquantel ,iklosamida, Ivermektin.
DAFTAR PUSTAKA
Tjay TH, Rahardja K. Obat – Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo ; 2002.