Anda di halaman 1dari 3

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi
kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan
pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Persaingan global di segala bidang ini tidak hanya
melanda negara-negara ASEAN tetapi juga negara –negara di seluruh penjuru dunia. Tetapi bagi
negara berkembang seperti indonesia,adanya persaingan global menuntut untuk meningkatkan
segala sektor negara,baik politik, ekonomi,pendidikan,maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.

Peningkatan semua sektor tentunya dilaksanakan melalui pembangunan bangsa. Dalam upaya
pembangunan bangsa, tampaknya pengembangan sumber daya manusia adalah yang paling penting
dan utama jika dibandingkan dengan pengembangan sumber daya alam. Oleh karena itu, kualitas
SDM harus mendapatkan prioritas utama untuk ditingkatkan dan dikembangkan guna mendapatkan
kualitas tenaga kerja yang baik.

Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penyiapan SDM
yang berkualitas, tangguh, dan terampil. Dengan kata lain,melalui pendidikan akan diperoleh calon
tenaga kerja yang berkualitas sehingga lebih produktif dan mampu bersaing dengan rekan mereka
dari negara lain.

Dalam hal ini, pertumbuhan penduduk yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi bencana bagi
indonesia jika tidak diikuti dengan peningkatan kualitas SDM. Pertumbuhan penduduk tahun 2010
sampai pada tahun 2035 merupakan bonus demografi bagi indonesia. Bonus demografi ini
merupakan suatu fenomena di mana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi
pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi usia muda
sudah semakin kecil dan yang berusia lanjut belum banyak.diperkirakan oleh pemerintah tahun 2035
working age mencapai 70% dan dependency rasio mencapai 40% artinya pada tahun 2035 sekitar 7
orang produktivitas dengan 4 orang tidak produktivitas mampu menopang perekonomian indonesia
menjadi lebih baik.

Trilling dan Fadel (2011) menyatakan bahwa pada era gobal ini yang terpenting adalah bagaimana
memfungsikan pendidikan sebagai sebuah proses menyiapkan peserta didik agar sukses menempuh
kehidupannya di masa depan. Kemampuan untuk menghadapi masa depan itulah yang perlu
dikembangkan. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional
memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya angkatan tenga kerja nasional yang
terampil. Lulusan SMK diharapkan menjadi sumber daya manusia yang siap pakai, dalam arti ketika
mereka telah menyelesaikan sekolahnya dapat menerapkan ilmu yang telah mereka dapat sewaktu di
sekolah. Salah satu upaya yang dilakukan SMK dalam kebijakan ini adalah penerapan Pendidikan
Sistem Ganda (PSG). PSG dalam kurikulum Pendidikan Berbasis Kompetensi. Siswa sapat berinteraksi
baik di dalam mupun diluar,yaitu di dalam berarti di sekolah melalui praktek di bengkel dan di luar
artinya belajar di perusahaaan atau dunia industri melalui magang atau praktek kerja industri
(prakerin).

Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di sekolah dengan dunia industri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
sebagian besar SMK memiliki peralatan praktik yang jauh tertinggal dibandingkan degan peralatan
dan teknologi yang diterapkan dunia industri sehingga ilmu yang dipelajari oleh siswa SMK hari ini
tidak sinkron dengan tuntutan dunia industri. Guru produktifitas sebagai instruktur yang mengajar
mata pelajaran kejuruan juga mempunyai peran dalam kesenjangan lulusan SMK dengan tuntutan
dan kebutuhan dunia industri. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian besar guru produktif mandek
(stagnan) dalam keilmuan mutakhir sebagaimana yang diterapkan oleh dunia industri. Dengan
demikian faktor guru produktif dan profesionalisme juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan
ketika membahas link and match lulusan SMK dengan dunia kerja.

Kritik atas Kegagalan SMK

Belum optimal lulusannya, mutu lulusan rendah. Jumlah lulusan besar dan industri sedikit yang
menampung tenaga kerja.

Penuis menginventariskan kegagalan SMK sebagai berikut :

1. Kebijakan Setengah Hati Pemerintah

Alasannya adalah Smk yang berdiri cukup banyak namun, dalam segi fasilitas kurang atau
masih banyak diperlukan dukungan dari pemerintah

2. Rendahnya Visi Kepala SMKKepala sekolah seharusnya memiiki visi yang jauh kedepan.

kepala sekolah seharusnya paham, apa-apa saja yang dibutuhkan untuk pengembangan SMK

3. Kompetensi dan Profesionalisme Guru Kejuruan/ Produktif

Kurangnya kepedulian dan kesadaran dalam pemberian materi, kurannya


profesionalisme guru dalam bidangnya.

4. Sarana Prasarana Praktik yang Tertinggal Dunia Industri berkembang pesat seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kurangnya fasilitas di sekolah, perbedaan fasilitas di sekolah dengan industri yang


jauh tertinggal .

5. Kurikulum SMK yang membingungkan

Tuntutan pada pelajaran lain, sehingga materi produktif kurang tersampaikan,


produktifitas berkurang akibat banyaknya materi- meteri yang kurang berkesinambungan
dengan bidang Kelas- kelas di SMK.

6. Produk SMK yang kurang dukungan

Terlalu banyak hambatan, kurang kepedulian pemerintah dalam dana maupun


promosi, serta masyarakat masih kurang mencintai produk dalam negeri.

Departemen Pendidikan Nasional menetapkan sejumlah kriteria untuk sekolah yang unggul, hal ini
menjadi rambu- rambu yang harus dipenuhi SMK.

1. Masukan( Input) siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan
prosedur yang dapat dipertanggung jawabkan.
2. Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar
dan menyalurkan bakatnya.
3. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi
lingkungan yang nyata baik lingkungan fisik maupun psikologi
4. Guru dan Tenaga Kependidikan yang menangani harus unggul dan baik dari segi
penguasaan materi pelajaran, metode pembelajaran, metode mengajar, maupun
komitmen dalam melaksanakan tugas.
5. Kurikulum dipercaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai
dengan tuntutan belajar.
6. Kurun waktu belajar lebih lama dibandingkan sekolah lain. Karna itu perlu ada asrama
untuk memaksimalkan pembinaan dan menampung para siswa dari berbagai lokasi
7. Proses belajar mengajar harus berkualitas dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
baik pada siswa, lembaga atau masyarakat.
8. Sekolah unggul tidak hanya memberikan manfaat pada peserta didik di sekolah tersebut,
tetapi harus memiliki resonansi sosial pada lingkungan sekitaranya.
9. Nilai lebih sekolah unggul terletak pada perlakuan tamban di luar kurikulum nasional
melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan perluasan, pengajaran
medial, kualitas pembinaan, kreatifitas dan disiplin

Anda mungkin juga menyukai