KOTA-KOTA JILID 9
Diterbitkan oleh:
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)
Rasuna Office Park Lantai 3 Unit WO. 06-09
Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan - Kuningan
Jakarta 12960 - Indonesia
Tel. +62 (0)21 8370 4703, 9390 3890
Fax. +62 (0)21 8370 4733
Email: info@apeksi.or.id
Website: www.apeksi.or.id
Penanggung Jawab:
Dr. H. Sarimun Hadisaputra, M.Si
H. Suyanto
Tim Penulis:
Sri Indah Wibi Nastiti
Tri Utari
Dian Anggreini
Heffy Octaviani
Teguh Ardhiwiratno
Imam Yulianto
KOTA-KOTA JILID 9
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau
memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 100,000,000 (Seratus Juta Rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
50,000,000 (Lima Puluh Juta Rupiah).
All right reserved under International Copyright Convention. No part of this book may be reproduced or
transmitted in many form or by means, electronic or mechanical, including photocopy, recording, or any other
information storage and retrieval system, without written permission from publisher.
PENGANTAR
Tim Penulis
SAMBUTAN
KETUA DEWAN PENGURUS
DAFTAR ISI
PENGANTAR .................................................................................................................. IV
SAMBUTAN KETUA DEWAN PENGURUS ................................................................. V
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... VI
PEMBERDAYAAN PENGRAJIN TENUN TRADISIONAL SEBAGAI
UPAYA MENOPANG EKONOMI LOKAL KOTA DENPASAR ................................... 1
KOTA LAYAK ANAK KOTA DENPASAR .................................................................. 12
PROGRAM MULTIGUNA (JAMINAN KESEHATAN) KOTA
TANGERANG................................................................................................................. 24
SISTEM KOMPUTERISASI PELAYANAN KESEHATAN DASAR
PUSKESMAS (PROGRAM LAYANAN KESEHATAN BERBASIS IT
SIMPUSKOTA TEGAL)................................................................................................. 38
TAMAN PINTAR YOGYAKARTA ALTERNATIF LAYANAN PUBLIK
PENDIDIKAN KOTA YOGYAKARTA .......................................................................... 48
REVITALISASI KAWASAN KOTA LAMA, SAWAHLUNTO MENUJU
KOTA WISATA .............................................................................................................. 58
DARI AMPAS TAHU TERBITLAH ENERGI BARU, KOTA
PEKALONGAN .............................................................................................................. 76
PEMANFAATAN LIMBAH MINYAK JELANTAH MENJADI
BIODIESEL DI KOTA BOGOR..................................................................................... 86
PENGELOLAAN SAMPAH KOTA MALANG MELALUI BANK
SAMPAH ......................................................................................................................... 96
Profil Kota
Kota Denpasar terdiri dari 4 kecamatan dan 43 desa/kelurahan dengan luas wilayah
12.780 km2 atau 2,18% luas Pulau Bali. Berdasarkan data BPS tahun 2010, jumlah
penduduk Denpasar adalah 649.762
jiwa, dengan 329.718 laki-laki dan
320.044 perempuan. Data tahun
2010 juga memperlihatkan bahwa
terdapat 3.348 perempuan yang
menjadi kepala rumah tangga.
Dilihat dari aspek jenjang
pendidikan, untuk siswa dan lulusan
SD dan SMP masih didominasi laki-
laki dan untuk SMA didominasi
perempuan.
Kendati demikian, keterpurukan tenun yang terjadi paska krisis ekonomi dan tragedi
bom Bali menjadi tantangan besar bagi Denpasar untuk bisa bangkit memanfaatkan
potensi yang ada ini. Beberapa aspek mengapa tenun mengalami keterpurukan,
selain akibat krisis dan tragedi bom, adalah:
1. Tenun endek dianggap eksklusif hanya untuk kepentingan formal dan khusus
2. Tenun endek mempunyai harga yang cukup mahal, karena tingkat pembuatan
yang lama serta dibutuhkannya ketelatenan dan ketrampilan khusus.
3. Bahan baku benang yang masih merupakan produk impor, karena produk
lokal masih belum mampu menghasilkan produk yang kualitasnya memadai.
4. Mayoritas pekerja tenun adalah generasi tua dan semakin langka
5. Tenun endek belum mampu merambah pasar nasional, bahkan sangat
terbatas dijumpai pada pasar lokal.
6. Tenun endek juga belum dikembangkan menjadi produk jadi seperti baju
maupun produk lain seperti taplak meja, sandal, hiasan dinding, dompet, tas
dan sebagainya.
Dalam praktik pelayanan publik oleh Pemerintah Kota Denpasar khususnya dalam
pengembangan tenun tradisional untuk peningkatan ekonomi lokal di Kota Denpasar
masih banyak terdapat kelemahan maupun kendala yang dihadapi, antara lain yaitu:
1. Pemerintah kota belum cukup mampu membaca potensi unggulan yang
mampu mengangkat perekonomian daerah.
2. Pemerintah kota belum cukup kapasitas dalam membaca tren pasar yang
berkembang dengan mengoptimalkan potensi daerah yang dimiliki.
3. Pemerintah kota belum memiliki kapasitas yang memadai dalam memfasilitasi
pengrajin/industri kecil yang memiliki potensi unggulan untuk lebih
berkembang.
4. Pemerintah kota belum mampu membangun sinergi antarlembaga yang
berpotensi berperan dalam pengembangan ekonomi lokal.
Inisiatif
Berangkat dari persoalan di atas, Pemerintah Kota Denpasar dalam hal ini Walikota
Denpasar memiliki gagasan untuk membangkitkan geliat tenun endek baik melalui
penguatan pengrajin maupun promosi tenun endek secara gencar ke berbagai
kalangan. Pemikiran ini lahir sebagai wujud keprihatinan pemerintah atas
terpuruknya industri tenun endek, kurang populernya endek di kalangan lokal
sendiri, dan sulitnya pemasaran. Gagasan ini sekaligus bertujuan untuk mengangkat
perekonomian para pengrajin tenun.
1. Terfasilitasinya sejumlah
pengrajin industri tenun
endek, bordir, dan
songket Bali melalui
bantuan alat tenun
songket sebanyak 19
buah dan 1 buah
persiapan lusi/pakan dan
4 tahap pelatihan tenun
songket yang diikuti oleh
perajin tenun di Kota
Denpasar serta
melibatkan generasi
muda.
2. Seluruh kantor Penenun songket Bali yang menggunakan
pemerintah dan swasta di alat tenun bantuan Pemerintah kota
Pengrajin tenun yang minim fasilitas dan Pengrajin tenun telah terpenuhi fasilitas
kapasitas untuk mampu merambah pasar lokal pengembangan produknya dengan dukungan
bantuan alat dan promosi gencar hingga pasar
internasional
Budaya pembuatan tenun yang hanya ditekuni Mulai merambahnya minat pembuatan tenun
generasi tua dengan jumlah terbatas oleh generasi muda yang telah mendapat
peningkatan wawasan dalam pelatihan
maupun terinformasi melalui promosi bahkan
akan diperkenalkan kepada siswa sekolah
melalui kurikulum dalam sekolah-sekolah
kejuruan
Tenun endek dianggap eksklusif dengan harga Pemakaian tenun endek sebagai seragam
mahal, tidak banyak dijumpai di beberapa pemerintah kota bahkan himbauan melalui
pasar wisata lokal Surat Edaran W alikota untuk kantor
BUMN/BUMD, swasta dan sekolah
menjadikan tenun endek semakin populer
dan permintaan akan produk semakin tinggi
Tenun endek semakin populer di kalangan
lokal dengan upaya promosi gencar seperti
Denpasar Festival, dsb.
Tenun endek belum mampu merambah pasar Dengan promosi kuat pemerintah kota, tenun
nasional endek sudah merambah pasar nasional
bahkan internasional yaitu dengan mengikuti
berbagai even pameran nasional maupun
internasional hampir setiap tahun.
Pengusaha tenun belum memiliki Terbentuknya Asosiasi Bordir, Endek dan
kapasitas/pengetahuan yang memadai terkait Songket (Asbest) menjadikan para pengusaha
promosi dan pasar tenun dan pengrajin tenun memiliki wadah untuk
meningkatkan wawasan, kapasitas, dan ruang
untuk promosi.
Aparat pemkot yang kurang peka dengan Dengan dibangunnya gagasan oleh
kebutuhan dan kurang memfasilitasi pengrajin pimpinan untuk mengangkat tenun
tenun tradisional maka jajaran aparat Pemkot
Denpasar khususnya Disperindag dan
Bagian Ekbang Setda lebih tanggap dan
lebih berkemampuan untuk memfasilitasi
para pengusaha dan pengrajin tenun.
Jajaran aparat Pemkot Denpasar semakin
bersinergi untuk mengangkat tenun
tradisional sebagai ikon daerah yang
mampu meningkatkan ekonomi lokal.
Keberlanjutan
Upaya pemerintah kota ini dalam rangka menyelamatkan budaya tenun tradisional
agar tidak punah dilakukan untuk menguatkan pengrajin, penenun endek dan
songket Bali, dan pembordir agar dapat terus bertahan. Ini dilakukan dengan
mengajak generasi muda agar mengenal, mencintai dan membangun kemampuan
untuk membuat tenun sebagai peluang untuk membangun lapangan kerja serta
upaya mempromosikan tenun endek di kalangan masyarakat Bali dan masyarakat
Indonesia. Upaya yang dilakukan sudah melibatkan berbagai kalangan, termasuk
usia sekolah.Dalam proses keberlanjutannya Pemerintah Kota Denpasar akan
mengenalkan praktik pembuatan kain tenun kepada generasi muda melalui
ekstrakurikuler, khususnya di sekolah-sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota
Denpasar.
Upaya memperkenalkan tenun ke berbagai kalangan, yang sudah dirintis sejak lama
oleh walikota sebelumnya, bahkan terus dikembangkan oleh walikota saat ini.
Dengan Surat Edaran yang dikeluarkan, himbauan pemakaian tenun endek sebagai
seragam kerja tidak hanya terbatas untuk kalangan pemerintah kota namun juga
untuk kalangan swasta.
Setiap daerah di Indonesia memiliki produk dan tradisi lokal yang mempunyai nilai
sejarah maupun nilai jual yang tinggi. Pengalaman baik Kota Denpasar dengan
upaya serius mengangkat tenun tradisional dalam berbagai upaya promosi menjadi
pembelajaran penting bagi daerah lain. Untuk pengembangan potensi lokal, ini tentu
baik untuk menjadi pelajaran bagi daeran lain. Untuk dapat mereplikasi kegiatan ini
setidaknya terdapat beberapa prakondisi yang dapat dilihat dari faktor sukses utama
yang teridentifikasi di bawah ini.
Dalam pengembangan program ini tidak lepas dari berbagai tantangan yang
dihadapi, antara lain:
1. Rendahnya minat generasi muda untuk terlibat dalam upaya pelestarian
budaya tradisional khususnya tenun sehingga penenun mayoritas masih dari
kalangan generasi tua.
2. Bahan baku tenun yang masih merupakan barang impor sehingga
menyebabkan masih mahalnya harga tenun.
3. Proses pembuatan tenun dan alat yang masih tradisional masih
membutuhkan waktu lama sehingga target produksi masih belum mampu
memenuhi permintaan pasar.
Seperti dengan Denpasar maupun Bali secara umum, daerah di Indonesia lainnya
memiliki kekayaan tradisional yang tak ternilai yang belum tentu dimiliki wilayah lain.
Kekayaan tersebut salah satunya adalah kerajinan tradisional seperti tenun
tradisional. Jika bisa dioptimalkan keberadaan, pengembangan, dan
pemanfaatannya, kerajinan tradisional bisa menaikkan harkat martabat daerah juga
mampu meningkatkan perekonomian lokal khususnya masyarakat. Hal ini yang
menyebabkan praktik pengembangan tenun endek oleh Kota Denpasar dalam
berbagai upaya hingga mampu mengangkat geliat endek baik di pasar lokal maupun
nasional sangat potensial untuk dilakukan di wilayah lain Indonesia, yang masing-
masing sangat kaya dengan kerajinan tradisionalnya.
Tentunya untuk bisa mengembangkan hal yang hampir senada perlu ada prakondisi
yang perlu diperhatikan :
1. Komitmen kuat daerah terutama pemimpin atau pengambil kebijakan untuk
upaya mengangkat potensi daerahnya untuk mengangkat harkat martabat
daerah disamping untuk peningkatan ekonomi daerahnya
2. Adanya dukungan yang kuat dari berbagai pihak baik swasta, akademisi
terutama masyarakat dalam pencapaian upaya tersebut
3. Aparat pemerintah daerah perlu membenahi diri dengan menyusun kerangka
program yang jelas, kapasitas yang memadai, dan pengembangan kreativitas
serta kemauan mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak yang
mendukung.
Kontak
Sebagai karunia Tuhan, dalam diri anak melekat harkat dan martabat sebagai
manusia seutuhnya. Di dalam masyarakat, anak memiliki kedudukan yang sangat
penting karena mereka merupakan generasi penerus bangsa dan sumberdaya
manusia yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan masa mendatang.
Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak merupakan hal yang
sangat penting, di samping ini merupakan hak asasi anak itu sendiri. Kemajuan
suatu bangsa dapat diukur dari tingkat kesejahteraan anaknya sebagai salah satu
komponen penting masyarakat. Karena itu, merupakan salah satu tugas pemerintah
untuk memenuhi kebutuhan anak sebagai bagian dari masyarakat.
Kota Denpasar terdiri dari 4 kecamatan dan 43 desa/kelurahan dengan luas wilayah
12.780 km2 atau 2,18% luas Pulau Bali. Penduduk Kota Denpasar mencapai
788.589 jiwa (2010) dengan usia 0-19 tahun sejumlah 183.513 jiwa (tahun 2010).
Tingkat pertumbuhan penduduk di Denpasar sesungguhnya tidak terlalu besar,
namun sebagai kota besar, Denpasar memiliki tingkat urbanisasi yang cukup tinggi.
Hal ini cukup dimaklumi mengingat Denpasar mempunyai daya tarik bagi sebagian
masyarakat baik dari kabupaten di Bali maupun daerah lain di Indonesia, mengingat
potensinya di bidang pariwisata, pendidikan, jasa, dan sebagainya.
Sebagai ibukota dari pulau yang mempunyai sebutan Pulau Dewata, Denpasar
memiliki visi: “Denpasar kreatif berwawasan budaya dalam keseimbangan menuju
keharmonisan”, dengan salah satu misinya adalah: Meningkatkan pelayanan publik
menuju kesejahteraan masyarakat.
Dengan kondisi demografi di atas, Kota Denpasar tidak lepas dari permasalahan
yang terjadi di kalangan anak-anak. Permasalahan tersebut antara lain: pertama,
masih belum semua anak mempunyai akta kelahiran; kedua, masih belum semua
anak diasuh oleh orang tua, keluarga, maupun orang tua asuh atau wali dengan
baik; ketiga, masih belum semua anak mendapatkan pendidikan yang memadai;
keempat, masih belum semua anak mempunyai kesehatan yang optimal; kelima,
masih belum semua anak-anak dalam pengungsian, daerah konflik, korban bencana
alam, anak-anak korban eksploitasi, kelompok minoritas, dan anak yang
berhadapan dengan hukum mendapat perlindungan khusus.
Selama ini ketersediaan data mengenai permasalahan anak masih sangat terbatas,
sehingga hal ini menyulitkan para penentu kebijakan untuk menyusun program-
program yang sesuai untuk mengatasi masalah kesejahteraan dan perlindungan
anak (KPA).
Inisiatif
Sehubungan dengan hal itu, Kota Denpasar juga merumuskan Visi Denpasar Kota
Layak Anak yang berbunyi: Denpasar Kota Kreatif Layak Anak Berwawasan Budaya
dalam Keseimbangan Menuju Keharmonisan.
Sementara, misi KLA Denpasar adalah:
1. Penguatan jati diri anak Kota Denpasar berlandasan budaya Bali.
2. Memberdayakan anak Kota Denpasar berlandasan kearifan lokal melalui
budaya kreatif.
3. Mewujudkan pemerintahan yang baik untuk anak (good governance) melalui
menegakkan dan perlindungan hukum.
4. Meningkatkan pelayanan publik untuk anak menuju kesejahteraan
masyarakat melalui kegiatan bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan
sosial, lingkungan hidup, ekonomi dan pariwisata, dan peningkatan
infrastruktur.
5. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat
khususnya anak dari kalangan miskin melalui sistem ekonomi kerakyatan.
Sebagai wujud pelaksanaannya, Denpasar menyusun visi dan misi Denpasar Kota
Layak Anak. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
merupakan leading sector pelaksana program ini. Dalam pengembangan program
ini melalui beberapa program kerja, Badan KB dan PP melakukan koordinasi
dengan SKPD lain, seperti Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dispora), Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Kesehatan, Dinas Infokom,
serta berbagai instansi maupun pihak lain di luar pemerintah seperti perguruan
tinggi, LSM, dan media massa.
SKPD selama liburan sekolah adalah latihan tabuh, latihan rebab, latihan
suling, kemah budaya, lomba pesantian sekolah, fasilitas perkembangan
keragaman budaya, serta pembinaan dan pelatihan seni rupa. Selain kegiatan
camping, melalui Badan KB dan PP juga diselenggarakan berbagai lomba
pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) seperti melukis bersama orang
tua untuk anak TK, lari sambil menggendong anak untuk anak TK, lomba
menyalin aksara Bali, lomba menulis aksara Bali di atas daun lontar, dan
lomba melukis. Pada saat liburan sekolah anak-anak TK, SD, SMP, dan SMA
mengisi liburannya dengan latihan marching band dan ini akan ditampilkan
pada saat puncak peringatan HAN.
Dalam upaya pelestarian budaya kepada generasi muda, sudah selama enam
tahun Dinas Pendidikan dan Olah Raga menyelenggarakan Kemah Budaya
yang melibatkan seluruh sekolah SMA/SMK Se-kota Denpasar. Hingga kini,
program yang digagas Walikota IB Rai D. Mantra dalam rangka mengisi
liburan panjang ini mendapat sambutan luar biasa dari pihak sekolah,
terutama kalangan generasi muda. Ini terbukti dari terus bertambahnya jumlah
peserta setiap tahun. Hingga kini telah tercatat 350 orang kader pelestari
budaya yang tersebar di seluruh sekolah negeri maupun swasta, dengan
agenda berbagai kegiatan lomba budaya seperti lomba karya tulis, membuat
canang sari, kwangen, dan ngelawar. Dari kegiatan ini nantinya para generasi
muda diharapkan semakin paham tentang karakteristik budayanya sekaligus
mencintai budayanya sendiri.
Menyelenggarakan Pekan Seni Remaja (PSR) tingkat SMP dan SMA/SMK
serta Lomba Seni tingkat TK dan SD Kota Denpasar setiap tahun. Kegiatan ini
merupakan pembinaan dan pembibitan anak didik sejak usia dini agar lebih
mencintai kesenian, mengingat Bali melekat dengan faktor unggulannya, yaitu
seni budaya. Selain itu, inisiatif ini juga mendukung Kota Denpasar sebagai
kota berwawasan budaya. Kegiatan ini juga sebagai upaya mempersiapkan
artis-artis seni sebagai duta kontingen Kota Denpasar dalam rangkaian
Porsenijar Provinsi Bali dan Pesta Kesenian Bali (PKB) yang akan datang.
PKK Kota Denpasar melaksanakan berbagai lomba bidang kewanitaan yang
dikaitkan dengan PKB ke-35 Kota Denpasar. Di mana peserta lomba adalah
siswa-siswi SD, diadakan lomba busana. Ada juga lomba pakaian endek
untuk undangan ulang tahun tingkat anak-anak TK. Lomba merangkai bunga
lokal untuk podium ditujukan untuk tingkat SMA/SMK, sedangkan lomba
membuat peras pengambaian melibatkan untuk PKK desa.
Lomba-lomba tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan dan
melestarikan budaya lokal khususnya di kalangan anak-anak, karenanya
salah satunya termasuk pembuatan sarana persembahyangan yang
dibutuhkan sehari-hari. Terdapat lomba untuk membuat kulit ketupat yang
diikuti anak-anak SMP serta SLB, serta lomba membuat kuangen dan
membuat canang sari yang diikuti anak-anak SD serta SLB. Meski anak-anak
sudah mendapat pelajaran membuat banten dalam ekstrakurikuler di sekolah,
namun ini merupakan bentuk motivasi dalam mengembangkan kreativitas.
Selain lomba yang melibatkan anak-anak, dilaksanakan pula lomba untuk
para kader PKK desa/kelurahan dalam membuat Alat Permainan Edukatif
(APE) tradisional. Alat permainan yang dibuat dari barang-barang bekas yang
tidak membahayakan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk
membuat APE tradisional sehingga tidak harus membeli permainan anak. Di
samping itu, anak-anak akan memiliki lebih banyak pilihan permainan yang
edukatif.
Pemerintah Kota Denpasar juga menjalankan lomba kreativitas belajar siswa
berbasis ICT, yang sejalan dengan program cyberschool. Lomba ini diikuti
guru dan siswa SMP, SMA, dan SMK se-Kota Denpasar. Kegiatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi guru serta siswa dalam
memperkaya media pembelajaran, menyamaratakan content yang ada pada
situs cyberschool serta diharapkan mampu mengubah paradigma dalam
proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered)
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
Sementara, lomba bahan ajar yang diikuti oleh para guru diharapkan mampu
mendorong dan menumbuhkembangkan kreativitas guru di bidang
perancangan (desain), pengembangan (development), pemanfaatan
(utilization), pengelolaan (managemen) dan penilaian (evaluation) multimedia
pembelajaran.
9. Membentuk Forum Anak Kota Denpasar (FAD) di setiap banjar (desa), yang aktif
dalam berbagai kegiatan hingga tingkat kota dengan melakukan kegiatan adat
karena di banjar ditekankan untuk pelestarian budaya, seni, dan tradisi. FAD
berperan untuk
mengadvokasi pemerintah
agar mereka terlibat dalam
proses penyusunan
perencanaan. FAD
mengadakan pertemuan 3
bulan sekali.
Proses pembentukan FAD
diawali dengan bersurat ke
kecamatan dan ke sekolah,
kemudian membuka
pendaftaran melalui internet
kerjasama dengan FAD
Provinsi Bali. Anak-anak Forum Anak Denpasar mengikuti pelatihan untuk
yang terdaftar akan diberi pengembangan wawasan
sosialisasi tentang FAD
kemudian diseleksi dan diwawancara. FAD juga merupakan wadah yang dikelola
dari dan oleh remaja, terutama dalam memberikan informasi dan pelayanan
konseling tentang program genre yang mampu meminimalkan permasalahan-
permasalahan di kalangan remaja. Selain itu, FAD merupakan tempat
menyalurkan bakat dan minat siswa-siswi dalam berorganisasi dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat.
Selain Forum Anak Kota Denpasar, juga terdapat Forum OSIS SMA/K dan juga
Forum OSIS SMP se-Kota Denpasar. Forum ini merupakan perwakilan dari ketua
OSIS masing-masing sekolah dan memiliki kegiatan yang sangat aktif (info lebih
lanjut dapat menghubungi Sdri. Vany (08563722336)).
Payung hukum
Program Kota Layak Anak di Kota Denpasar ini dikuatkan posisinya dengan
pengaturan dalam berbagai peraturan walikota, yaitu antara lain: Perwal No. 25A
Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Perwal No. 8 Tahun 2011 tentang
Pemberian Santunan Kematian Bagi Pemegang Kartu Tanda Penduduk WNI dan
Kartu Identitas Anak WNI Kota Denpasar, Perwal No. 12 Tahun 2011 tentang
Perlindungan Anak, Perwal No. 20 Tahun 2011 tentang Pembebasan Biaya Akta
Kelahiran, Keputusan Walikota No. 188.45/275/HK/2012 tentang Pembentukan
Sekretariat Tetap dan Tim Gugus Tugas Kota Layak Anak Kota Denpasar.
Pengembangan program ini tidak lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi,
antara lain tidak mudahnya merangkul seluruh SKPD dalam mewujudkan tujuan
program ini. Budaya patriarki di masyarakat yang masih kuat juga membuat tidak
mudah untuk membangun pemahaman kesetaraan gender dalam penguatan
kapasitas anak-anak untuk mampu menjawab tantangan masa depan. Dalam hal
internal pemerintahan, tentunya aspek anggaran menjadi tantangan utama,
mengingat kebutuhan daerah yang cukup besar dengan alokasi anggaran daerah
yang terbatas membuat program ini harus bersaing ketat dalam proses
penyusunannya.
Anggaran
No Program/Kegiatan SKPD
2010 2011 2012
1 Penguatan kelembagaan Dikpora, Badan KB 1.294.221.000 6.725.793.790 4,718,183,400
(pelatihan bagi aparat, dan PP, Diskes,
pendamping, kampanye, Capil,
sosialisasi, dll) (Disnakertransos,
BPM dan Pemdes
2 Hak sipil dan kebebasan (akta Capil, Dikpora, 180.345.000 6.115.678.400 8,688,374,200
kelahiran, penyediaan fasilitas Badan KB dan PP,
perpustakaan, fasilitas Disbud, Badan Arsip,
teknologi informasi, fasilitas Kominfo, Bagian
kelompok anak, fasilitas Kesra
kegiatan partisipasi anak, dll)
3 Lingkungan keluarga dan Badan KB dan PP, 306.992.000 1.093.410.200 2,621,031,600
pengasuhan alternatif BPM dan Pemdes,
(pembinaan keluarga balita Dikpora, Diskes,
dan remaja, penyediaan dan Disnakertransos
pemeliharaan fasilitas &
tenaga konsultasi, penyediaan
dan pemeliharaan LKSA/panti,
dll)
4 Kesehatan Dasar dan Diskes, Badan KB 139.106.925 622.664.625 126,149,570,669
Kesejahteraan (gizi, imunisasi, dan PP, BPM,
penanggulangan penyakit, dll) Disnakertransos,
BLH
Dengan program Denpasar Kota Layak Anak ini, beberapa hasil yang telah dicapai
antara lain:
1. Adanya profil Denpasar Kota Layak Anak sebagai acuan untuk penyusunan
kebijakan terkait perlindungan dan pengembangan anak.
2. Seluruh anak di Kota Denpasar telah memiliki akta kelahiran dengan gratis
dan memiliki kartu jamkesda.
3. Tersedianya pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus yang
difasilitasi oleh Pemerintah Kota Denpasar sejak tahun 2010. Saat ini pusat
sudah memfasilitasi sekitar 73 anak, sementara ini daftar tunggu pada tahun
2013 ini sudah mencapai 146 anak.
4. Terintegrasinya peran posyandu, PKK, dan PAUD dalam berbagai program
untuk membangun kondisi yang mendukung terbentuknya lingkungan yang
baik dan berkualitas dalam proses tumbuh kembang anak. Sebanyak 30
Posyandu mendapat dukungan dana APBD setiap tahunnya. Terjadi
peningkatan signifikan jumlah bayi penerima imunisasi, yaitu saat ini sudah
mencapai 100%.
5. Persentase pernikahan usia muda menurun setiap tahunnya. Ini akibat
proses KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) reproduksi, dialog interaktif
di radio, dan sosialisasi di sekolah.
6. Menurunnya angka kematian bayi (2010: 3; 2011: 27; 2012: 0).
Meningkatnya persentase ASI eksklusif (2010: 41,6%; 2011: 65,21%). Ada
konselor ASI di setiap desa/kelurahan/kecamatan, 29 Pojok ASI.
7. Telah terbentuk 199 kelompok BKB (Bina Keluarga Bahagia) dan 35 BKR
(Bina Keluarga Remaja), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A), Pos Curhat, dan Lembaga Konsultasi
Keluarga di Kota Denpasar. Keberadaan lembaga-lembaga ini mampu
meningkatkan peran aktifnya dalam mengembangkan kualitas dan kreativitas
anak/remaja.
8. Terfasilitasinya anak-anak/remaja untuk menyalurkan bakat dan minat pada
waktu liburan sekolah dalam berbagai kegiatan pelatihan sesuai kebutuhan
anak maupun camping, yang disebut Supercamp. Anak-anak merasakan
kepuasan dan hasil positif oleh karenanya mereka meminta acara ini
diadakan secara regular.
9. Sebanyak 40 anak pekerja kasar di Pasar Badung telah terfasilitasi program
baca tulis hitung, pelayanan kesehatan, program calistung, life skill, dan seni
budaya.
Keberlanjutan
Kebijakan KLA ini dipandang akan berkelanjutan, karena telah diatur secara hukum
melalui Perwal No. 12 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak, Perwal No. 20
Tahun 2011 tentang Pembebasan Biaya Akta Kelahiran, dan Keputusan Walikota
No. 188.45/275/HK/2012 tentang Pembentukan Sekretariat Tetap dan Tim Gugus
Tugas Kota Layak Anak Kota Denpasar. Pada tahun 2013 ini sedang diajukan 2
Ranperda yaitu tentang Perlindungan Anak dan Perlindungan Perempuan serta
Anak Korban Kekerasan.
Program Kota Layak Anak Denpasar ini memberikan hasil dan dampak positif yang
signifikan bagi kondisi anak-anak Kota Denpasar pada khususnya dan masyarakat
Kota Denpasar secara umum. Anak-anak sebagai generasi masa depan di kota ini
semakin diakui sebagai bagian dari warga yang mempunyai hak untuk dipenuhi
kebutuhannya oleh negara, dalam hal ini pemerintah kota. Pengakuan keberadaan,
kemampuan, dan peran serta anak-anak dalam berbagai aspek membuat anak-anak
maupun masyarakat keseluruhan merasakan hal ini sebagai kebutuhan yang
berkelanjutan.
Kunci keberhasilan pelaksanaan program Kota Layak Anak di Denpasar ini adalah
komitmen kuat pimpinan daerah dan kesungguhan seluruh aparat untuk saling
bekerjasama dengan tujuan menguatkan kualitas generasi penerus. Selain arahan
yang jelas dari pimpinan daerah, aparat pelaksana baik SKPD kota maupun pihak-
pihak terkait mempunyai konsentrasi yang fokus dalam pelaksanaan program yang
terintegrasi ini. Seluruh komponen mempunyai kesamaan pemahaman bahwa anak
sebagai generasi penerus mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan
berbangsa, dan untuk itu dibutuhkan penanganan dan sentuhan yang mampu
menjadikan mereka sesuatu yang strategis.
Anak-anak adalah komponen vital dalam masyarakat dan menjadi sangat krusial
karena merupakan generasi penerus bangsa. Persoalan yang terjadi tentang anak-
anak niscaya terjadi di hampir seluruh daerah dengan karakteristik yang berbeda.
Persoalan anak-anak tentunya erat kaitannya dengan pendidikan, kesehatan,
ekonomi, kemiskinan dan banyak aspek lainnya. Untuk itu, contoh pengalaman baik
Kota Denpasar ini cukup mampu ditularkan ke daerah lain.
Dalam proses untuk mempelajari proses yang telah terjadi di Denpasar, maka
prakondisi yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Komitmen kuat dari pimpinan dan seluruh jajaran pemerintah daerah
2. Koordinasi yang baik antarlembaga dalam pemerintah daerah serta kemitraan
dengan pihak-pihak yang mendukung
3. Aparat yang siap bekerja penuh dan serius dengan masyarakat.
Pengalaman baik Kota Denpasar ini telah banyak didatangi dan dipelajari oleh
pemerintah-pemerintah daerah lain yaitu, antara lain Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKDB) Kota Magelang, (Politeknik
Kesehatan) Poltekes Surakarta, Kabupaten Tebo Jambi, Kabupaten Bangkinang,
Kabupaten Kampar, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
(BPPKB) Jawa Barat, DPRD dan Sekretariat DPRD Jawa Tengah, Kedutaan Besar
Ameriksa Serikat di Jakarta, DPRD Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan, DPRD Kota
Binjai, serta Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB)
Provinsi Kalimantan Barat.
Kontak
Profil Kota
Kota Tangerang terletak di Provinsi Banten, tepatnya di sebelah utara, selatan dan
barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan di wilayah timur berbatasan
dengan DKI Jakarta. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta
ketiga terbesar di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta. Kota Tangerang
mencakup wilayah seluas 18.378 Ha (termasuk kawasan Bandara International
Soekarno Hatta seluas 1.969 Ha) dan merupakan wilayah dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 30 meter dpl. Secara administratif, kota ini terbagi menjadi 13
kecamatan, yang terdiri dari 104 kelurahan, 931 RW, dan 4.587 RT. Jumlah
Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di Pulau Jawa dan memiliki lebih
dari seribu pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki
pabrik di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung panas dan lembab,
dengan sedikit hutan.
Hingga tahun 2012, peserta yang dijamin dalam Program Jamkesmas tersebut
meliputi:
a. Masyarakat miskin dan tidak mampu, yang telah ditetapkan oleh Surat
Keputusan (SK) Bupati/Walikota tahun 2008 berdasarkan kuota kabupaten/kota
(BPS) yang dijadikan basis data (database) nasional.
b. Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, serta masyarakat miskin yang
tidak memiliki identitas (atau kerap disebut sebagai “peserta non-kartu”).
c. Semua peserta Program Keluarga Harapan (PKH) (baik yang sudah atau yang
belum mempunyai kartu Jamkesmas).
d. Semua penderita penyakit Thalasemia mayor.
e. Semua pasien yang menerima Jaminan Persalinan (Jampersal).
Dengan adanya program ini tidak berarti semua masyarakat memiliki jaminan
kesehatan, karena terdapat kuota dari pemerintah pusat. Hal ini menimbulkan
kesulitan bagi masyarakat karena harus mengurus surat keterangan tidak mampu
dengan tahapan mulai dari tingkat RT, RW, Lurah, Camat dan Puskesmas.
Inisiatif
Program ini juga sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H
dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yang menetapkan
bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap
individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap
kesehatannya, dan negara bertanggung jawab untuk mengatur agar hak hidup sehat
bagi penduduknya, termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu, terpenuhi.
Embrio awal terbitnya program Kartu Multiguna adalah tidak mencukupinya kuota
bagi peserta Jamkesmas, dan hal ini memberi inspirasi dibuatnya program yang
dapat membantu masyarakat miskin dalam bidang kesehatan. Namun, rencana
besar Walikota Tangerang terhadap program kesehatan sebenarnya tidak hanya
sebatas mengobati peserta yang sakit atau tindakan kuratif saja. Pemerintah Kota
Tangerang juga memberikan tekanan lebih pada tindakan preventif, dalam arti
masyarakat diajak untuk bersama-sama belajar mencegah terjangkitnya berbagai
penyakit.
Untuk mengantisipasi
keterbatasan tersebut,
pada tahun 2008
dibangun puskesmas
pembantu, yang
berfungsi untuk
meluaskan jangkauan
puskesmas, sejumlah 13
buah. Ratio puskesmas
pembantu berbanding
puskesmas adalah 0,52.
Artinya, setiap 2 (dua)
buah puskesmas
mempunyai 1 (satu)
buah puskesmas
pembantu. Sementara Puskesmas Pembantu
itu jumlah puskesmas
keliling pada tahun 2008 sebanyak 14 buah. Ratio puskesmas keliling
terhadap puskesmas pada tahun 2008 sebesar 0,56.
2. Program 1000 Posyandu
Selain membangun
sarana prasarana
kesehatan, Pemerintah
Kota Tangerang juga
melakukan upaya
mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada
masyarakat dengan
suatu pendekatan
terpadu di tingkat desa
melalui posyandu
sebagai wadah peran
serta masyarakat yang
dibina oleh puskesmas.
Jumlah posyandu yang Posyandu
ada di Kota Tangerang
pada tahun 2008 ada
979 buah. Dibandingkan
dengan jumlah
puskesmas, maka setiap
puskesmas rata-rata
membina 39 buah
posyandu. Dalam rangka
mengoptimalkan
pelaksanaan posyandu,
maka perlu adanya
koordinasi lintas sektoral
serta melibatkan
masyarakat serta Posyandu Flamboyan Komplek Pengayoman
menggalang Jl. Pidana Raya RT 03/12 Kelurahan Sukasari
Pembudayaan hidup bersih dan sehat sedini mungkin pada anak sekolah
melalui kegiatan UKS dan UKGS, penyuluhan dan sikat gigi bersama
pada murid TK, SD kelas I, II dan III, pemeriksaan dan tindakan
sederhana pada murid TK, SD kelas I, tindakan melapisi Fissure Gigi
untuk mencegah karies / lubang gigi. Ditargetkan terdapat 1 SD
percontohan maupun puskesmas. Saat ini terdapat 30 SDN sebagai SD
percontohan.
5. Klinik Metadon
Klinik Metadon dibentuk dengan latar belakang:
Meningkatkan kewaspadaan terhadap peningkatan kasus HIV AIDS
Resiko penularan tertinggi HIV AIDS pada saat ini sudah bergeser dari
resiko hubungan seks bebas ke arah resiko penggunaan narkoba jarum
suntik
Grafik pengguna
narkoba jarum suntik
yang beresiko terkena
HIV AIDS sebagian
besar berasal dari
golongan usia
produktif yang menjadi
masa depan bangsa
Angka Penderita HIV
AIDS akibat narkoba
jarum suntik semakin
meningkat dan dapat Klinik Metadon
berakhir dengan
kematian
Masih banyak pengguna narkoba suntik yang beresiko tinggi terkena HIV
AIDS yang menutup diri sehingga mempersulit penanggulangan HIV AIDS di
Kota Tangerang
Kilinik ini merupakan klinik pertama di Provinsi Banten (Outlet Metadon
Cibodasari) dan merupakan klinik pertama dengan layanan gratis di Indonesia
serta klinik pertama dengan gedung tersendiri (terpisah dari Puskesmas). Klinik
ini mulai beroperasi pada tanggal 16 Februari 2009 yaitu Outlet Metadon
Cibodasari dan di Outlet Metadon Cipondoh pada tanggal 22 April 2010.
Kegiatannya di Klinik
Metadon ini antara lain:
a. Dalam Gedung
Konsultasi dan
Konseling
Metadon
Pendaftaran (bila
memenuhi syarat)
Pelayanan
Metadon
Analisis Urine Test
Pertemuan Para
Pasien
Pertemuan Orang
Walikota dengan Kader Posyandu
Tua Pasien
Visitasi oleh RS
Pengampu
b. Luar Gedung
Sosialisasi kepada
masyarakat
Home Visit Pasien
Koordinasi dengan
lintas sektoral
Pertemuan RS
Pengampu
dengan satelit-
satelit di RS
Fatmawati
Media sosialisasi dan informasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang
terhadap Program Multiguna diantaranya melalui dialog Walikota Tangerang dengan
masyarakat (forum formal dan informal), media cetak lokal “Koran Kota Benteng”
yang terbit setiap hari Kamis per minggunya, pola seperti “MLM” (Multi Level
Marketing) dengan masyarakat yang sudah merasakan manfaat program akan
bercerita, menyebarkan informasi, dan mengajak para tetangga dan saudara akan
adanya program gratis di Kota Tangerang ini.
Fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Tangerang meliputi rawat jalan
dan rawat inap baik di puskesmas maupun di rumah sakit yang bekerja sama. Jenis
pelayanan yang diterima adalah semua pelayanan diberikan sesuai standar
pelayanan medis yang berlaku, meliputi:
1. Pelayanan rawat jalan, yang mencakup:
Pelayanan haemodialisa
Pelayanan kemoterapi
Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis pada unit rawat jalan
(kontrol paska operasi, kontrol paska non operasi dan kontrol paska
kemoterapi) dengan jangka waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari setelah
pasien pulang
Pelayanan One Day Care (ODC)
2. Pelayanan rawat inap, yang mencakup:
Perawatan kelas III
Pemeriksaan dokter
Pemeriksaan penunjang
Obat-obatan dan alat kesehatan
Tindakan medik
Observasi
Perawatan perinatologi, ICU, HCU, ISOLASI, NICU, dan ICCU.
3. Pelayanan gawat darurat, yang meliputi:
Pemeriksaan dokter
Pemeriksaan penunjang
Obat-obatan dan alat kesehatan
Tindakan medik
4. Pelayanan Kamar Operasi dan Kamar Bersalin, yang meliputi:
Pelayanan dan tindakan di kamar operasi dan kamar bersalin, termasuk kasus
gawat darurat, di mana pasien harus segera dilakukan pertolongan,
dan tindakan dikerjakan sesuai dengan standar medis yang berlaku.
5. Pelayanan kesehatan diberikan kepada peserta pelayanan kesehatan bagi
masyarakat Kota Tangerang di wilayah Kota Tangerang dengan tanpa
membatasi jenis penyakit.
6. Obat-obatan, alat kesehatan, alat kedokteran, dan penunjang medis yang tidak
termasuk dalam tarif kesepakatan, maka harus mendapatkan persetujuan dari
PIHAK PERTAMA.
7. Pelayanan transportasi (ambulance) dapat diberikan di dalam wilayah Kota
Tangerang dan di luar wilayah Kota Tangerang (rumah sakit yang bekerja sama
dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang).
Pemerintah Kota Tangerang sudah mengadakan kerja sama dengan rumah sakit
yang berada di DKI Jakarta (RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati,
RSUD Cengkareng, RS Jiwa Soeharto Heerdjan, RS Jantung Harapan Kita, dan
RSAB Harapan Kita).
Skema pendanaan:
Sumber dana Program Multiguna berasal dari APBD, DPA, Dinas Kesehatan,
dengan mata anggaran program upaya kesehatan masyarakat, kegiatan
pembiayaan kesehatan bagi masyarakat Kota Tangerang.
Selalu membuat SK Parsial (SK baru) setiap bulan karena adanya tambahan
peserta Kartu Multiguna.
Kendala pada fasilitas dan prasarana kesehatan:
Keterbatasan Ruang Perawatan kelas III di Rumah Sakit
Belum semua RS yang bekerja sama memiliki Ruang ICU/Fasilitas
Perawatan Khusus
Belum semua RS memiliki tenaga dokter subspesialis
Masih adanya masyarakat yang tidak memiliki dokumen kependudukan.
Administrasi Pelayanan:
RS yang
Dinas Rumah Sakit (RSCM, RS
Bekerjasama
Kesehatan Fatmawati, RS Jantung dan
Puskesmas dengan
(Surat Pembuluh Darah Harapan Kita,
Pemkot
Jaminan) dll)
(Rujukan)
Keberlanjutan
Mengakomodir keterbatasan
jumlah tempat tidur (pasien
rawat inap) di rumah sakit
yang bekerja sama dengan
Pemerintah Kota Tangerang,
maka sedang dibangun
Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Tangerang dengan
menerapkan Rumah Sakit Non
Kelas (tidak ada kelas 1,2,3),
yang berarti semua tipe kamar
sama. Tujuannya adalah agar
RSUD Kota Tangerang dapat
memberikan pelayanan yang
RSUD Kota Tangerang maksimal terhadap
masyarakat dalam rangka
implementasi Program Multiguna. Pihak yang terlibat dalam pembangunan rumah
sakit ini adalah Dinas Tata Kota Tangerang, Dinas Kesehatan Kota Tangerang,
Bappeda, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD), dan Badan Kepegawaian
Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Tangerang. RSUD Kota Tangerang
diresmikan pada Oktober tahun 2013.
masyarakat Kota Tangerang. Kesehatan adalah hak dasar, semua masyarakat yang
memiliki identitas (KTP dan KK) Kota Tangerang memiliki hak yang sama terhadap
jaminan pemeliharaan kesehatan.
Progam Multiguna Kota Tangerang bisa diterapkan pada kota lain karena setiap
masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama terhadap jaminan pemeliharaan
kesehatan. Kemampuan dan kemauan kepala daerah beserta jajaran aparatur
pemerintahan ditantang untuk mendesain program sesuai dengan karakter dan
kondisi daerah masing-masing. Tersedianya sarana prasarana dan infrastruktur
serta kedisiplinan mengawal jalannya pelaksanaan program, evaluasi, dan
perbaikan yang terus-menerus, mengantarkan pada kesuksesan program di daerah.
Daerah lain yang sudah melakukan kunjungan ke Kota Tangerang adalah Kota
Probolinggo, Kota Bandung, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Bantul, Kabupaten
Sangir Talaud, Kabupaten Bangka Belitung, Kabupaten Padang Barat dan Kota
Semarang.
Kontak
1. Drg. Televisianingsih
Kabid Pengembangan Sumber Daya
Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Tel. 021 55764118
HP: 0816162346
E-mail: jamkesdakotatangerang@yahoo.com
2. Tina Wijaya
Kasubag Pemberitaan Humas dan Protokol
Setda Kota Tangerang
HP: 083699005000
3. Heffy Octaviani
Manager Peningkatan Kapasitas APEKSI
Rasuna Office Park III Lantai 3 Unit WO. 06-09
Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan, Jakarta Selatan 12960
Tel. 021 8370 4703 Fax. 021 8370 4733
HP: 0818 798 037
Email: octaviani.heffy@apeksi.or.id
Profil Kota
Berdasarkan data Kota Tegal Dalam Angka tahun 2007, jumlah penduduk Kota
Tegal adalah 245.728 jiwa dengan kepadatan 6.193 jiwa/km². Jumlah penduduk
terbanyak ada di wilayah Kecamatan Tegal Timur, yakni sejumlah 73.641 jiwa
dengan kepadatan 11.579 jiwa/km². Sementara, jumlah penduduk terendah ada
di Kecamatan Margadana dengan jumlah 51.828 jiwa dan kepadatan 4.407
jiwa/km².
Perdagangan dan jasa merupakan sektor utama perekonomian Kota Tegal. Kota
ini menjadi tempat pengolahan akhir dan pemasaran berbagai produk dari
kawasan Jawa Tengah bagian Barat. Usaha kecil dan menengah yang cukup
pesat kemajuannya adalah industri logam rumahan di kawasan Jalan Cempaka
dan kerajinan Batik Tegalan di Kelurahan Kalinyamat. Untuk mendukung denyut
perekonomian, Pemerintah Kota Tegal telah membangun Pusat Promosi dan
Informasi Bisnis (PPIB). Di bidang pelayanan kesehatan Pemerintah Kota Tegal
telah menyiapkan 1 rumah sakit yakni RSUD KARDINAH, 8 puskesmas, 21
puskesmas pembantu, 1 Balai Pengobatan Paru, serta 1 Laboratorium
Kesehatan Lingkungan, di samping beberapa layanan kesehatan oleh pihak
swasta.
Inisiatif
Pemerintah Kota Tegal dalam hal ini Dinas Kesehatan melakukan langkah-
langkah awal dalam mewujudkan program ini:
Tahap Perumusan
Melakukan identifikasi masalah melalui analisis problem dari hasil telaah tim
audit internal Puskesmas Margadana serta masukan dan keluhan
masyarakat berkaitan dengan waktu tunggu memperoleh pelayanan.
Proses pengambilan keputusan yang diolah oleh Tim Mutu Puksesmas dan
KOICA serta Tim Dinas Kesehatan Kota Tegal dan diserahkan kepada
Walikota Tegal.
Hasil telaah tim dibuat proposal dan rencana kegiatan.
Tahap Pelaksanaan
Pemerintah Kota Tegal melalui Puskesmas Margadana – Dinas Kesehatan
Kota Tegal dan Korea Junior Expert (KJE) menyusun rencana anggaran
yang dibutuhkan dan
membuat proposal.
Proposal dipresentasikan
oleh Kepala Puskesmas
Margadana selaku
perwakilan Pemerintah
Kota Tegal di hadapan
manajemen KOICA
Republik Korea di
Jakarta.
Pengecekan
lapangan/survei oleh
manajemen KOICA ke
Puskesmas Margadana.
Rapat Tim Korea Junior Puskesmas Margadana
Expert (KJE) dan
manajemen KOICA untuk memberikan persetujuan terhadap proposal
Pemerintah Kota Tegal.
Menyiapkan hardware bersama konsultan yang ditunjuk KOICA.
Menyiapkan software (kerjasama puskesmas dan KOICA).
Dana operasional sistem ditanggung Pemerintah Kota Tegal lewat anggaran
Dinas Kesehatan atau sumber lain.
Skema Pendanaan:
Pada awal pelaksanaan program, Puskesmas Margadana dipilih sebagai pilot
project-nya. Program ini bekerja sama dengan KJE/KOICA yang juga berlaku
sebagai penyedia anggaran yang sesuai dengan kebutuhan sistem, namun
hanya selama 2 (dua) tahun. Sementara, pembiayaan operasional dan
pengembangan puskesmas lainnya senilai kurang lebih sebanyak Rp 700 juta
ditanggung oleh Pemerintah Kota Tegal.
menjadi 5 (lima) detik untuk pasien lama dan 3 (tiga) menit untuk pasien
baru. Informasi terhadap urutan antrian/queue system diperoleh oleh pasien
di masing-masing unit layanan melalui monitor di ruang tunggu. Kecepatan
pelayanan dan keakuratan data lebih meningkat, sehingga efisiensi waktu
dan efektifitas kerja meningkat.
Penggunaan Barcode Scanner di kartu pasien dapat mempercepat proses
pelayanan di loket pendaftaran. Penggunaan Barcode Scanner bagi petugas
medis dan paramedis sangat mudah, karena tinggal meng”klik” pada item
pemeriksanaan yang sudah tersedia lengkap pada Simpus termasuk kode
penyakit dengan International Code Diagnostc/ICD X (Laporan audit internal
ISO Puskesmas Margadana Kota Tegal 2011).
Keberlanjutan
Program Sistem Informasi Manajemen (Simpus) berbasis elektronik ini dapat terus
berlanjut karena skema ini dapat diterapkan pada unit pelayanan lainnya selain
bidang kesehatan. Program ini juga mudah untuk dipelajari serta memiliki desain
yang sederhana. Simpus Kota Tegal akan mengalami perkembangan lebih lanjut
dimana semua puskesmas telah menjalankan aplikasi Simpus, maka masing-
masing puskesmas dapat mengirimkan data elektronik ke Dinas Kesehatan Kota
Tegal yaitu SIMDINKES (Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan) dan
semua data puskesmas di Kota Tegal akan terintegrasi dengan Dinas Kesehatan
Kota Tegal.
pelayanan dapat dirasakan baik oleh dokter dan paramedis maupun masyarakat
sebagai penerima manfaat. Pelayanan berbasis elektronik dapat diwujudkan
tanpa harus merasa takut akan menyerap anggaran yang sangat besar, karena
dengan koordinasi, kerjasama, kemauan, dan kemampuan untuk belajar, hal-hal
baru dapat terealisasi. Tidak semua tenaga kesehatan juga harus berlatar
pendidikan komputer atau IT. Teknologi dapat dipelajari dan disesuaikan
dengan kebutuhan manusia.
Kontak
2. Siswoyo, AMK
Staf P3PL, Dinas Kesehatan, Anggota Tim Akselerasi Simpus Kota Tegal
Jl. Proklamasi 16, Tegal
Tel. 0283 353351
HP: 0856 4254 2224
Email: m3siswoyo@gmail.com
3. Heffy Octaviani
Manager Peningkatan Kapasitas APEKSI
Rasuna Office Park III Lantai 3 Unit WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan, Jakarta Selatan 12960
Tel. 021 8370 4703 Fax. 021 8370 4733
HP: 0818 798 037
Email: octaviani.heffy@apeksi.or.id
Profil Kota
Luas Wilayah Administrasi: 32,5 km2 atau 1,02% dari luas wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (Kota Yogyakarta dalam angka Tahun 2009). Jumlah
penduduk di wilayah administrasi: 444.236 (jiwa) atau 88.847 KK (data tahun 2008).
Jumlah penduduk miskin: 81.334 (jiwa). Jumlah kecamatan: 14 Kecamatan. Jumlah
Kelurahan: 45 kelurahan. Jumlah RW: 362 RW. Jumlah RT: 2.523 RT.
Kota Yogyakarta terletak di daerah dataran lereng aliran gunung Merapi dengan
kemiringan 0-2 derajat dan berada pada ketinggian rata-rata 114 meter dari
permukaan laut. Penggunaan lahan paling banyak adalah untuk perumahan yakni
sebesar 106,338 hektar dan bagian terkecil adalah lahan kosong dengan luas
20,041 hektar.
Sebagai ibukota Provinsi DIY, Kota Yogyakarta menjadi pusat kegiatan pelayanan
dan pemerintahan di provinsi ini. Kota Yogyakarta juga memiliki atribut kota budaya,
kota pendidikan, dan kota pariwisata. Sebagai kota pendidikan, aktivitas kota banyak
diwarnai oleh kegiatan pendidikan untuk segala tingkatan. Untuk mendukung
predikat tersebut, Kota Yogyakarta membangun sebuah “icon” yang disebut sebagai
Taman Pintar. Taman Pintar merupakan sebuah wahana atau pusat pembelajaran
sains dan teknologi bagi anak-anak.
Di Taman Pintar, anak-anak dan seluruh kalangan usia dapat mencintai sains dan
teknologi. Pemerintah kota berharap masyarakat dapat memperbaiki kualitas
hidupnya dengan memahami dan mencintai dunia sains dan teknologi.
Sebelum tahun 2004, Kota Yogyakarta yang mempunyai predikat sebagai kota
pendidikan dan kota wisata ini belum memiliki “icon” yang dapat mengemban
sebutan tersebut. Karena itu pemerintah kota memandang perlu adanya sebuah
“tool” untuk mewujudkan fasilitas layanan publik yang dapat mencerminkan
keunggulan kompetitif kota sekaligus untuk menguatkan kapasitas warganya.
Inisitiatif
c. Skema Pembiayaan
Pada awal pengelolaan Taman Pintar, pendanaannya menggunakan
anggaran belanja daerah. Pembangunan gedung Taman Pintar dibebankan
pada Dinas Bangunan dan Aset Daerah, sedangkan pengelolaan dilakukan
oleh Dinas Pendidikan, yang pada tahun 2004 masih berupa UPT. Seiring
dengan perkembangan yang semakin pesat, termasuk dalam kebutuhan
pemeliharaan dan operasional, maka mulai tahun 2007 UPT Taman Pintar
Yogyakarta mulai menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD). Selanjutnya pada tahun 2009, secara kelembagaan
manajemen Taman Pintar ditingkatkan statusnya menjadi Kantor
20 Mei 2006:
Pembangunan dan selanjutnya peresmian pertama (soft opening I) zona
layanan playground dan Gedung PAUD Barat dan Timur, yang dilakukan
oleh Menteri Pendidikan Nasional RI (Bambang Sudibyo)
9 Juni 2007:
Pembangunan dan selanjutnya peresmian soft opening II fasilitas
Gedung Oval Lantai 1 & 2 serta Gedung Kotak lantai 1, yang dilakukan
oleh Menteri Pendidikan Nasional (Bambang Sudibyo) dan Menteri Riset
dan Teknologi (Kusmayanto Kadiman) serta dihadiri oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono X.
16 Desember 2008:
Grand opening dilaksanakan oleh Presiden RI (Susilo Bambang
Yudhoyono), meliputi semua fasilitas layanan Taman Pintar termasuk
Gedung Kotak lantai 2 dan 3, Tapak Presiden, dan Gedung Memorabilia.
Taman Pintar ini pada awalnya digagas untuk melayani keinginan warga masyarakat
Kota Yogyakarta mulai dari usia pra sekolah sampai sekolah menengah untuk
memperdalam pemahaman soal materi-materi pelajaran, khususnya sains, dengan
cara yang menarik. Dalam perkembangannya, fungsi Taman Pintar tidak hanya
melayani warga masyarakat di sekitar Yogyakarta, tetapi juga memenuhi kebutuhan
pengetahuan tentang sains dan teknologi untuk para turis domestik maupun luar
negeri dari berbagai kalangan dan usia.
Secara sederhana, indikator keberhasilan Taman Pintar dapat dilihat dari grafik
pergerakan jumlah pengunjung setiap tahunnya. Dalam satu tahun rata-rata
masyarakat yang berkunjung ke Taman Pintar Yogyakarta mencapai 1 juta orang,
dan tidak terbatas dari wilayah Pulau Jawa, namun juga dari seluruh wilayah di
Indonesia, bahkan juga para wisatawan mancanegara. Dari sisi keuangan, target
kinerja keuangan atau pendapatan Taman Pintar tidak pernah kurang dari yang
telah ditentukan pada setiap tahunnya.
140,000
120,000
100,000 2011
80,000 2012
60,000 2013
40,000
20,000
0
Belum mengacu
2010 - - 76,2
KEP/25/M.PAN/2/2004
Berdasar
2011 150 responden Januari – Juli 2011 79,57
KEP/25/M.PAN/2/2004
Oktober – Berdasar
2012 1.000 responden 81,53
November 2012 KEP/25/M.PAN/2/2004
Keberlanjutan
Secara umum keberadaan Taman Pintar sudah dikenal dalam skala nasional,
maupun internasional (Taman Pintar tergabung dalam Asia Pacific Network of
Science and Technology Center (ASPAC) sejak tahun 2008). Dan sejak berdiri
sampai saat ini sudah banyak lembaga pemerintah dari seluruh wilayah
Indonesia yang melakukan studi banding ke Taman Pintar untuk mempelajari
dan mengembangkan lembaga sejenis di daerah masing-masing, misalnya
Pemerintah Provinsi Lampung, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta,
Kabupaten Belitung, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Surabaya, Kementerian
Pekerjaan Umum, dan museum. Replikasi juga sudah dilakukan diantaranya oleh
Bali (Rumah Pintar), Bandung (Taman Pintar Olympic), dan Kalimatan Selatan.
Bagi kota atau daerah lain yang ingin mengembangkan konsep taman pintar di
daerahnya, Pemerintah Kota Yogyakarta menjelaskan bahwa pada awal
pembentukannya, Taman Pintar Yogyakarta mengalami keterbatasan untuk
melakukan pengembangan program, kemitraan, dan promosi. Hal ini disebabkan
karena Taman Pintar merupakan instansi pemerintah yang harus tunduk dan
patuh pada peraturan yang berlaku, sehingga hal ini dipandang sedikit
“menghambat” adanya inovasi dan kreatifitas yang ingin diterapkan. Untuk
mengatasi hal ini maka Pemerintah Kota Yogyakarta sepakat untuk terus
menerus melakukan konsultasi, koordinasi, dan diskusi dengan instansi terkait,
baik di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, maupun
Pemerintah Pusat.
Kontak
3. Tri Utari
Manajer Advokasi APEKSI
Rasuna Office Park III Lantai 3 Unit WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan, Jakarta Selatan 12960
Tel. 021 8370 4703 Fax. 021 8370 4733
Email: triutari@apeksi.or.id
Profil Kota
Kota Sawahlunto dikenal sebagai kota tambang dengan luas wilayah 27.345 Ha
atau 273.45 Km2. Secara administrasi terdiri dari 4 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 27
desa. Jarak dari Kota Sawahlunto
ke Kota Padang (Ibu Kota Provinsi)
adalah 95 Km yang dapat dicapai
melalui jalan darat dengan kondisi
baik dalam waktu 2 jam dengan
kendaraan roda empat. Dari luas
wilayahnya, yang terluas yakni
Kecamatan Talawi dengan 9.939
Ha, disusul Kecamatan Barangin
8.854,7 Ha Kecamatan Lembah
Segar dengan 5.528 Ha dan terakhir
Kecamatan Silungkang dengan luas
3.293 Ha.
PT Bukit Asam Unit Penambangan Ombilin (PT BA UPO) terus mengalami kerugian
belasan hingga puluhan miliar rupiah per tahun. Pada tahun 2012 saja sudah merugi
Rp 34 miliar akibat bertambah turunnya harga batu bara di pasar dunia hingga 25%.
Pemerintah daerah dan masyarakat setempat merasa terpukul perekonomian
mereka goncang. Kota Sawahlunto hampir seperti daerah mati. Pada siang hari
sepi, dan malam harinya sunyi.
Kota penambangan tertua ini akan kehilangan sumber ekonomi utamanya semenjak
perusahaan penambangan yang saat itu beroperasi, yakni PT Bukit Asam telah
membawa eksploitasi terowongan tambang ini kepada suatu kesimpulan akan
ditutup dan telah mengurangi jumlah tenaga kerjanya secara bertahap.
Inisiatif
Di sisi lain, Sawahlunto dikelilingi oleh alamnya yang indah dan dikarenakan
beroperasinya industri penambangan sejak zaman Belanda, kotanya memiliki
koleksi bangunan historis yang cukup banyak.
Pada masa Walikota Subari Sukardi keistimewaan ini sudah disadari oleh
Pemerintah Kota Sawahlunto untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata di
masa datang, sehingga dapat menghasilkan sumber ekonomi utama yang baru. Hal
ini terbukti dikeluarkannya Perda visi dan misi Nomor 2 Tahun 2001. yaitu
“Mewujudkan Sawahlunto tahun 2020 menjadi Kota Wisata Tambang yang
Berbudaya”. Kemudian di tahun yang sama, dalam menyikapi perumusan visi dan
misi tersebut, maka dilakukanlah langkah kedua, yaitu Penyusunan Buku Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP). Penyusunan buku ini bekerjasama dengan
Pada tahun 2004, pemerintah kota melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
menghubungi “Program Pengiriman Manajer” Belanda (PUM : Programma
Uitzending Managers) dengan aplikasi yang menaruh perhatian kepada revitalisasi
kawasan historis pusat kota.
Singkat cerita, PUM mendukung aplikasi dari pemerintah kota dan mengirimkan Mr.
Peter van Dun, seorang ahli dalam bidang perencanaan konservasi terpadu dan
merupakan pensiunan dari Departemen Konservasi Belanda, untuk membantu
pemerintah kota. Hal terpenting dalam kegiatan ini pula adalah dukungan kerjasama
dan informasi yang disediakan oleh Badan Warisan Sumatera Barat (BWSB). BWSB
merupakan LSM yang mempunyai kepedulian terhadap bangunan dan benda-benda
bersejarah di wilayah Sumatera Barat. BWSB telah melakukan inventori khusus
terhadap bangunan-bangunan tua di Kota Sawahlunto pada tahun 2002, yang
bermanfaat untuk dipergunakan sebagai titik awal yang efektif bagi proyek tersebut.
Adapun program yang telah dilaksanakan oleh Kota Sawahlunto pada lima
tahun terakhir terkait penataan dan pelestarian pusaka lengkapnya sebagai
berikut:
4. Perencanaan dan
pembangunan outdoor iptek
center
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Namun semua yang telah dilakukan oleh pemerintah kota, sepertinya belum banyak
ditangkap peluangnya oleh masyarakat. Hal ini terbukti dari masih banyak
masyarakat yang memilih tutup usahanya dan pulang kampung saat liburan,
padahal pada hari itulah para wisatawan berkunjung ke Sawahlunto.
Selain itu, dengan program tersebut, beberapa penghargaan telah diraih oleh Kota
Sawahlunto, seperti :
1. Pada tahun 2007 meraih Invesment Award;
2. Pada tahun 2008 meraih penghargaan Perdagangan, Pariwisata, dan
Investasi Daerah dari PT Asahan Aluminium;
3. Pada tahun 2011 meraih penghargaan Indonesia Tourism Award;
4. Pada tahun 2012 meraih anugerah kunjungan wisata sebagai kota paling
berinovasi dalam pengembangan pariwisata.
Keberlanjutan
Bagi kota-kota lain yang akan mencontoh keberhasilan Kota Sawahlunto, maka
terdapat beberapa prasyarat, seperti:
1. Komitmen yang sangat kuat dari kepala daerah.
2. Dukungan sumber daya manusia yang cukup.
Dari program tersebut, Pemerintah Kota Sawahlunto telah menjadi salah satu
percontohan kota yang berhasil mengelola kawasan kota lamanya menjadi daya
tarik. Oleh karenanya telah banyak kota-kota, baik dalam maupun luar negeri yang
berkunjung ke kota tersebut. Kota-kota itu diantaranya, Kota Surakarta, Kota
Semarang, Kota Bukittinggi dan lain sebagainya.
Kontak
1. Kurnia Febra, ST
Plt Kepala Bidang Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman
Kantor Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Pemkot Sawahlunto
Jl. Abdulrahman Hakim No. 1, Sawahlunto
Tel. 0754 61985
2. Rahmat Gino, ST
Kepala Seksi Peninggalan Bersejarah
Kantor Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Pemkot Sawahlunto
Jl. Abdulrahman Hakim No. 1, Sawahlunto
Tel. 0754 61985
3. Imam Yulianto
Manajer Humas dan Kerjasama APEKSI
Rasuna Office Park III Lantai 3 Unit WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan, Jakarta Selatan 12960
Tel. 021 8370 4703 Fax. 021 8370 4733
Email: imam@apeksi.or.id
Profil Kota
Kota Pekalongan terbagi atas 4 (empat) kecamatan yang terbagi lagi menjadi 47
kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai 45,25 Km² atau sekitar 0,14% dari
luas wilayah Jawa Tengah.
o o o
Kota Pekalongan membentang antara 6 50’42” - 6 55’44” LS dan 109 37’55” -
109o42’19” BT. Batas wilayah administrasi Kota Pekalongan, yaitu:
Utara : Laut Jawa
Selatan: Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang
Barat : Kabupaten Pekalongan
Timur : Kabupaten Batang
Jumlah Penduduk Kota Pekalongan pada tahun 2009 adalah 276.158 jiwa, yang
terdiri dari 134.332 jiwa laki-laki (48,64%) dan 141.826 jiwa perempuan (51,36%).
Dengan jumlah rumah tangga sebanyak 82.473 KK dan setiap rumah tangga rata-
rata beranggotakan 3-4 jiwa, Kota Pekalongan memiliki penduduk dalam kategori
rumah tangga kecil. Rata-rata kepadatan penduduk adalah sebesar 6.484 jiwa per
km², yang termasuk tingkat kepadatan tinggi relatif terhadap Provinsi Jawa Tengah
secara keseluruhan (1.002 jiwa/km²).
Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan hasil tangkapan laut oleh
para nelayan dari berbagai daerah. Selain itu di Kota Pekalongan banyak terdapat
perusahaan pengolahan hasil laut, seperti ikan asin, terasi, sarden, dan kerupuk
ikan, baik perusahaan berskala besar maupun industri rumah tangga.
Limbah tahu yang ditengarai merupakan salah satu kontributor gas rumah kaca
berusaha dikurangi dampaknya dengan memanfaatkannya sebagai sumber energi
bagi masyarakat di daerah penghasil tahu.
Inisiatif
yang positif. Reaktor pertama pengolah limbah tahu yang dibangun di kota hanya
berfungsi selama setahun setelah pembangunan sehingga limbah tahu kembali
mencemari sungai. Akhirnya setelah berkonsultasi ditemukan bahwa terjadi
kesalahan dalam pembangunan reaktor pertama. Oleh karena itu, setelah
berkonsultasi dengan beberapa universitas, ditemukan solusi bentuk dome yang
lebih sederhana dan tertutup untuk pembangunan reaktor selanjutnya. Jadi,
pembangunan reaktor selanjutnya menggunakan bentuk reaktor dome aerob.
Adapun total jumlah industri kurang lebih 13 unit dengan penyebaran sebagai
berikut:
Pengolahan limbah ampas tahu dari industri yang ada di atas merupakan bagian
dari upaya penataan lingkungan yang kumuh akibat aktivitas industri tahu,
pemanfaatan limbah menjadi biogas yang akan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar, dan pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat perekonomian
masyarakat.
Selain itu, pemerintah kota juga menggandeng lembaga pemerintahan lain untuk
membangun jaringan dan reaktor pengolahan limbah tahu. Sebagai contoh, untuk
membangun sebuah instalasi pengolahan limbah tahu beserta jaringannya di
Kelurahan Duwet, Kecamatan Pekalongan Selatan, dana pembangunan IPAL
diperoleh dari DAK sebesar 99 juta rupiah dan Dana Hibah sebesar 150 juta rupiah.
Adapun pengadaan lahan tempat instalasi diperoleh melalui sumbangan dari warga
setempat.
Anggaran
No Tahun Lokasi DAK Pedamping Total
AUSAID
Proses pengolahan dan pemanfaatan gas metan sari ampas tahu menjadi
Biogas
Proses pembuatan tahu banyak menggunakan air sehingga limbah cair lebih banyak
dibandingkan limbah padat tahu. Limbah cair dari industri tahu banyak mengandung
bahan organik yang baik untuk perkembangan zat yang dapat dimanfaatkan untuk
menciptakan energi alternatif yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
Pada industri tahu, sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi
pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses, dan lantai. Karakter
limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit, selaput
lendir, dan bahan organik lain). Kunci untuk mengurangi pencemaran adalah
mencegah bahan-bahan yang masih bermanfaat terbawa limbah cair. Larutan bekas
pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air
pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan tahu
yang terbentuk; ini harus dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein yang
terbawa dalam air dadih.
Limbah cair industri tahu sendiri sebenarnya sebagian dimanfaatkan kembali untuk
membuat nata de coco sedangkan sisanya dibuang. Sisa yang dibuang ini yang
kemudian mencemari air dan tanah karena mengandung metana. Perombakan
(degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida,
dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik
maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara,
sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar.
Air limbah yang dibuang dari para pengrajin kemudian ditampung pada bak pengurai
yang kedap udara anaerob. Dari bak tersebut air dialirkan beberapa kali ke bak
pengolahan lanjutan yang kemudian memisahkan air dan gas. Gas yang terkumpul
dialirkan ke rumah penduduk melalui pipa-pipa gas. Di tiap rumah penduduk
dilengkapi dengan pengukur tekanan gas. Jika tekanan gas di alat pengukur
tersebut mencapai 7 bar penduduk dapat memanfaatkan gas dari reaktor.
Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun
sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah
cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak
berbau, tidak berwarna, dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya metana di
alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun dalam campuran dengan gas lain
yaitu 65% metana, 30% karbondioksida, 1% hidrogen disulfida, dan gas-gas lain
dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai
nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon butana (1 US gallon=3,785 liter) atau
5,2 galon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada
rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup digunakan 150 ft3 metana per
hari.
Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu sekitar 8 sampai
10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa mikroorganisme baik bakteri
maupun jamur, antara lain:
a. Bakteri selulolitik
Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang
dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan.
Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida,
air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa
karbondioksida, etanol, dan panas.
b. Bakteri pembentuk asam
Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti
asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari substansi-substansi
polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan
suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam
pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.
c. Bakteri pembentuk metana
Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan
karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana
yang anaerob, di mana
pH tidak boleh terlalu
asam karena dapat
mematikan bakteri
metanogenik.
5 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 5.65 6.70
20 m³/ton 20 m³/ton 10 m³/ton 10 m³/ton
6 Debit Maksimum - - m³/ton
kedelai kedelai kedelai kedelai
*METODE UJI MENGACU PADA: SNI untuk pengujian kualitas air dan air limbah
5 pH 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 6,0 - 9,0 3.39 7.55
20 m³/ton 20 m³/ton 10 m³/ton 10 m³/ton
6 Debit Maksimum - - m³/ton
kedelai kedelai kedelai kedelai
*METODE UJI MENGACU PADA: SNI untuk pengujian kualitas air dan air limbah
Keberlanjutan
Instansi pengelola lingkungan hidup juga akan terus berusaha untuk mencegah
penurunan kualitas lingkungan dari beberapa aspek. Berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan Dana Alokasi
Khusus (DAK) Bidang Lingkungan Hidup selama beberapa tahun, kegiatan
pembangunan sarana prasarana biogas, baik dari limbah ampas tahu maupun
limbah kotoran ternak termasuk dalam prioritas kegiatan yang dapat didanai dari
DAK-LH. Dengan adanya potensi yang belum dibuatkan instalasi biogas pada
beberapa sentra, pendanaannya dapat diajukan melalui DAK-LH untuk beberapa
tahun ke depan.
Terkait rencana pengembangan berdasarkan potensi sentra IKM tahu yang belum
terolah, beberapa tahun ke depan Pemerintah Kota Pekalongan masih dapat
melaksanakan kegiatan sejenis. Selain pengolahan limbah tahu menjadi biogas, ada
potensi biogas dari kotoran ternak serta pengembangan biogas dari program
sanitasi berbasis masyarakat.
Untuk memelihara komitmen dari masyarakat untuk IPAL dan pengolahan limbah
tahu, pemilik tanah yang tanahnya dijadikan tempat instalasi pengelolaan limbah
dibuatkan surat perjanjian peminjaman tanah antara Kepala BLH dan pemilik tanah
atau bahwa pemilik tanah memberikan tanahnya sebagai hibah.
Masih adanya potensi pada sentra industri tahu yang belum terbangun instalasi
pengolahan limbahnya menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota Pekalongan
untuk dapat merealisasikannya. Pemerintah Kota Pekalongan akan mengusahakan
setiap sentra IKM tahu dapat diolah limbahnya menjadi biogas agar dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan tetap mengawal dan memelihara
keberlangsungan proses di setiap instalasi agar dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
Berdasarkan potensi yang belum digarap, masih ada peluang pemanfaatan limbah
tahu menjadi biogas dengan pembangunan instalasinya menggunakan pendanaan
dari berbagai sumber. Penanganan yang serius akan mendatangkan manfaat dalam
penataan lingkungan sekitar industri dari kekumuhan, pemanfaatan energi yang
dihasilkan, serta penurunan emisi gas rumah kaca.
Kendati bukan sesuatu yang baru, yang perlu ditekankan di sini adalah pengolahan
limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan sekaligus membawa keuntungan bagi
masyarakat, pelaku bisnis, perekonomian, dan teknologi.
Setiap kota memiliki sentra industri tahu karena makanan tersebut merupakan
makanan populer sehari-hari masyarakat Indonesia. Umumnya tahu dihasilkan oleh
industri kecil dan menengah yang seringkali kesulitan mengelola limbah cair yang
dihasilkannya. Oleh karena itu perlu upaya dari masyarakat, pemerintah daerah,
akademisi dan pihak swasta untuk bekerja sama membangun fasilitas pengelolaan
limbah tersebut. Program pengembangan destinasi pariwisata seperti yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan sangat mungkin untuk dilakukan oleh
kota-kota lainnya. Dari upaya pengembangan pariwisata melalui Kampung Wisata
Batik, sudah banyak daerah yang melakukan kunjungan untuk belajar langsung, di
antaranya dari Banjar, Bumiayu, Blitar, Tegal, dan Provinsi Kepulauan Riau.
Kontak
2. H. Imron Rosadi
Pengelola Biogas Tahu Duwet
Kelurahan Duwet, Pekalongan Selatan
HP: 085701286499
3. Dian Anggreini
Manager Pembangunan Perkotaan APEKSI
Rasuna Office Park III Lantai 3 Unit WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan, Jakarta Selatan 12960
Tel. 021 8370 4703 Fax. 021 8370 4733
E-mail: diananggreini@apeksi.or.id
Profil Kota
Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106o48’ BT dan 6o26’ LS. Luas
wilayah Kota Bogor adalah 11.850 Ha, yang secara administratif terbagi ke dalam 6
wilayah kecamatan, dengan 31 kelurahan dan 37 desa, 210 dusun, 623 RW dan
2.712 RT.
Wilayah Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor, dan berbatasan
dengan kecamatan-kecamatan sebagai berikut di kabupaten tetangganya tersebut:
Jumlah penduduk Kota Bogor menurut data tahun 2006 adalah 750.250 jiwa,
dengan penduduk laki-laki sebanyak 379.446 jiwa dan penduduk perempuan
sebanyak 370.804 jiwa. Kota Bogor memiliki potensi yang strategis bagi
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, dan merupakan pusat kegiatan
nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.
Krisis minyak bumi di dunia memang tidak mungkin terhindarkan, karena suatu saat
bahan bakar fosil itu tidak akan dapat diproduksi lagi. Salah satu alternatif yang
masing memungkinkan untuk dikembangkan adalah biodiesel, yakni bahan bakar
alternatif untuk mesin diesel yang dibuat dari minyak tumbuh-tumbuhan atau lemak
binatang. Pengembangan biodiesel di Indonesia dan dunia menjadi sangat penting
seiring dengan semakin menurunnya cadangan bahan bakar diesel berbasis minyak
bumi, isu pemanasan global, serta isu tentang polusi lingkungan. Pengembangan
biodiesel di dunia sudah dilakukan sejak tahun 1980-an sehingga pada saat ini di
beberapa bagian dunia telah dilakukan komersialisasi bahan bakar ramah
lingkungan ini.
Biodiesel yang dibuat dari reaksi kimia antara alkohol dan minyak nabati,
menggunakan process transesterification, bisa digunakan dengan mudah. Bahan
bakar ini dapat bercampur dengan minyak solar dengan segala komposisi,
mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa, dan karenanya dapat
diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi.
Bahan bakar ini juga dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali
tidak beracun dibanding minyak solar biasa, memiliki angka setana yang lebih baik
dari minyak solar biasa, asap buangannya tidak hitam, tidak mengandung sulfur
serta senyawa aromatic sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan ramah
lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer.
Dengan demikian, penggunaan biodiesel berdampak mengurangi efek pemanasan
global karena memiliki emisi CO2 yang rendah.
Salah satu bahan yang dapat diolah menjadi biodiesel seperti disebut di muka
adalah limbah minyak jelantah. Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah sisa dari
minyak goreng (CPO) yang telah dipakai lebih dari 3 kali. Masyarakat Indonesia
pada umumnya, termasuk di Kota Bogor, sangat menyukai masakan yang digoreng,
baik untuk lauk seperti ayam goreng dan ikan goreng, maupun untuk makanan kecil
seperti pisang dan singkong goreng. Dengan demikian, minyak jelantah adalah hal
yang jamak ditemui, dan masyarakat terbiasa menggunakannya untuk menggoreng
secara berulang-ulang.
Sementara, diketahui bahwa penggunaan minyak goreng lebih dari 3 kali akan
menyebabkan kerusakan minyak goreng secara kimia. Minyak Goreng yang
digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-3000°C akan
mengalami kerusakan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuhnya, sehingga
tinggal asam lemak jenuh saja. Minyak goreng yang dipanaskan hingga 3000°C
kemudian teroksidasi, dan dapat memacu pertumbuhan sel kanker pada hati dan
merusak fungsi hati. Penggunaan minyak goreng lebih dari 3 kali juga
mengakibatkan tercampurnya
minyak dengan air yang berasal
dari bahan makanan yang
digoreng. Fungsi nutrisi dari
minyak goreng menurun, dan
bahkan bisa berpengaruh
negatif terhadap tubuh, yaitu
meningkatnya kolesterol darah.
Kondisi inilah yang
menyebabkan minyak jelantah
memiliki sifat karsinogenik.
Karena itu, dampak negatif dari
penggunaan minyak jelantah
secara berlebihan ini benar-
Minyak jelantah pedagang gorengan
benar perlu disosialisasikan
yang berwarna gelap pekat
kepada masyarakat.
Inisiatif
Sejak Tahun 2007 Kota Bogor sudah menjadi anggota dari International Council for
Local Environment (ICLEI), yaitu asosiasi dari kurang lebih 600 kota sedunia yang
berkomitmen untuk melestarikan lingkungan hidup dengan mengendalikan
pemanasan global, melalui Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, yang salah
satunya berasal dari emisi kendaraan bermotor. Bertitik tolak dari hal tersebut, sejak
tahun 2007 pula Pemerintah Kota Bogor melaksanakan kegiatan pengolahan limbah
minyak jelantah menjadi bahan bakar (biodiesel), dimana biodiesel yang dihasilkan
dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar alat transportasi ramah lingkungan
(bus Trans Pakuan). Dinas yang pertama kali mengusulkan inisiatif tersebut adalah
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor.
Langkah ini dilakukan sejak tahun 2007 hingga sekarang dan melibatkan Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor, Bagian Perekonomian Sekretariat
Daerah Kota Bogor, sekolah-sekolah di Kota Bogor, mayarakat umum,
pengusaha kuliner, kerja sama dengan Chevron Geothermal Salak Ltd, PT
Carrefour Indonesia, PT Fast Food Indonesia, koperasi pasar, dan PKK Kota
Bogor.
Tahapan pelaksanaan:
Langkah-langkah pelaksanaan Program:
1. Persiapan awal.
2. Penentuan sasaran (sumber potensi minyak jelantah).
3. Menetapkan strategi pencapaian program.
4. Sosialisasi program kepada seluruh pemangku kepentingan di Kota Bogor.
5. Pelaksanaan program pengumpulan minyak jelantah menjadi biodiesel.
6. Monitoring dan evaluasi.
Pada tahun 2007 dan 2008 dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan
inventarisasi potensi sumber minyak jelantah di Kota Bogor. Pengumpulannya
direalisasikan sejak tahun 2009.
Biodiesel hasil olahan tersebut dibeli oleh PD Jasa Transportasi untuk bahan bakar
Bus Trans Pakuan dengan kombinasi dengan bahan bakar solar dengan komposisi
biodiesel : solar = 20 : 80.
Bus Trans Pakuan Bogor yang menggunakan bahan bakar campuran biodiesel
dari minyak jelantah
Hasil yang telah dirasakan dari program ini adalah sebagai berikut:
Adanya upaya pemanfaatan minyak jelantah menjadi bahan bakar alternatif yaitu
biodiesel menjadi pioner sebagai upaya energi alternatif di luar energi fosil yang
semakin berkurang pasokannya.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya minyak jelantah bagi
kesehatan.
Meningkatnya kesadaran masyarakat atas nilai ekonomis minyak jelantah untuk
didaur ulang.
Pengumpulan minyak jelantah tahun 2013 menghasilkan 6400 liter biodiesel dan
bisa memfasilitasi 8 Bus Trans Pakuan dari 10 bus yang ditargetkan.
Keberlanjutan
Pemerintah Kota Bogor menyadari tantangan dan kendala yang dihadapi masih
sangat besar, yaitu pasokan minyak jelantah yang masih sangat kurang. Namun
Pemerintah Kota Bogor terus optimis bahwa program ini akan berkelanjutan,
mengingat aspek ekonomis bagi masyarakat penghasil minyak jelantah serta
aspek ekologis yang sangat baik bagi lingkungan terutama kualitas udara. Untuk
itu Pemerintah Kota Bogor terus melakukan sosialisasi secara rutin kepada
masyarakat, sekolah, dan pelaku ekonomi serta menjalin kerja sama/kemitraan
kepada pihak ketiga.
Upaya Kota Bogor untuk mendapatkan energi alternatif bahan bakar kendaraan
ini perlu mendapat apresiasi tinggi mengingat Indonesia maupun dunia saat ini
sudah pada titik kritis akan ketersediaan bahan bakar minyak/fosil. Walaupun
upaya di Kota Bogor ini masih belum mampu memenuhi konsumsi bahan bakar
kendaraan di Kota Bogor, namun upaya ini telah mampu memberikan angin
segar bahkan inspirasi bagi daerah lain dalam upaya penerapan energi alternatif
serta upaya pengurangan emisi dengan penggunaan bahan bakar yang lebih
ramah lingkungan.
Upaya ini dapat terlaksana atas komitmen serius Pemerintah Kota Bogor untuk
melakukan pengurangan emisi dari kendaraan bermotor dengan penggunaan
energi alternatif agar terwujud kualitas lingkungan khususnya udara yang lebih
bersih dan sehat. Selain itu upaya ini juga bertujuan mengurangi konsumsi
minyak jelantah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Bahkan minyak
jelantah ini mampu memberikan nilai tambah ekonomis bagi masyarakat dengan
menjualnya kepada pemerintah kota. Dengan kemitraan berbagai pihak maka
proses pengumpulan minyak jelantah ini diharapkan mampu memenuhi target
pasokan untuk menjadi bahan bakar biodiesel di Kota Bogor.
Pemanfaatan minyak jelantah ini tidak sulit; untuk itu daerah lain yang ingin
melakukan hal yang sama perlu memperhatikan prakondisi yang dibutuhkan untuk
menerapkan, yaitu:
Komitmen serius untuk meningkatkan kualitas lingkungan atau udara secara
khusus dengan pengurangan emisi.
Perlunya kajian tentang kebutuhan pasokan minyak jelantah yang ada di
wilayahnya serta potensi lainnya untuk dimanfaatkan.
Pelibatan seluruh lapisan masyarakat dalam proses pengumpulan minyak
jelantah dan dilakukannya kemitraan dengan pihak swasta dalam proses
pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel.
Pengalaman Kota Bogor ini sudah banyak dipelajari oleh daerah lain yaitu antara
lain Provinsi Kalimantan Timur, Kota Surabaya, Kota Palembang, dan Kota
Pontianak. Praktik ini bahkan sudah diterapkan di Kota Bontang, Kota Palembang,
dan Kota Surabaya. Pengalaman Kota Bogor ini juga telah disampaikan dalam
beberapa konferensi internasional, di antaranya di Republik Korea Selatan.
Kontak
2. Teguh Ardhiwiratno
Manager Informasi dan Komunikasi APEKSI
Rasuna Office Park III Lantai 3 Unit WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan, Jakarta Selatan 12960
Tel. (021) 83704703, Fax. (021) 83704733
Email: teguh@apeksi.or.id.
Profil Kota
Dengan jumlah penduduk 895.338 jiwa, Kota Malang merupakan kota kedua
terbesar di wilayah Provinsi Jawa Timur setelah ibukota provinsi ini, Kota Surabaya.
Luas wilayah Kota Malang adalah 110.056 Km², yang secara administratif terbagi
menjadi 5 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Klojen, Kecamatan Blimbing,
Kecamatan Kedung Kandang, Kecamatan Sukun, dan Kecamatan Lowokwaru. Lima
kecamatan tersebut terbagi menjadi 57 kelurahan.
Terkenal sebagai kota yang beriklim sejuk, kota ini juga dikenal dengan buah apel
dan makanan bakso/bakwan malangnya termasuk supporter sepak bolanya yang
fanatik (Aremania).
Sebelum tahun 2011, Kota Malang belum menerapkan pengelolaan sampah dengan
metode 3R (reduce, reuse and recycle) mulai dari sumbernya. Untuk sampah rumah
tangga, umumnya masyarakat langsung membuang sampah ke tempat-tempat
sampah untuk diambil oleh petugas gerobak, baik yang dikelola oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) maupun yang merupakan partisipasi
masyarakat/RW. Dari sini sampah akan diangkut ke tempat pembuangan sementara
(TPS), di mana petugas DKP akan mengangkutnya ke TPA Supiturang. Jumlah
sampah yang diangkut ke TPA Supiturang setiap harinya mencapai kurang lebih 400
ton. Tanpa metode 3R, masih banyak terlihat tumpukan sampah di lingkungan
masyarakat dan TPS. Kondisi ini membuat lingkungan menjadi kotor dan dapat
menjadi sumber penyakit.
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan dari DKP Kota Malang dan Kader Lingkungan
Kota Malang. Bersama-sama dengan Tim Penggerak PKK Kota Malang, mereka
langsung terjun ke masyarakat untuk mengajak menumbuhkembangkan kepedulian
sosial untuk lingkungan.
Setelah dilakukan pemilahan dan pemanfaatan sampah ini, muncul persoalan lain,
yakni belum adanya pasar untuk menampung atau membeli sampah an-organik.
Sementara, disadari bahwa sampah an-organik perlu ditampung dengan orientasi
tidak semata-mata mencari keuntungan atau bisnis, namun juga untuk mendapatkan
nilai tambah bagi masyarakat dari aspek lingkungan (bersih dan sejuk), aspek sosial
(munculnya kegotong-royongan/kepedulian), dan aspek ekonomi (penambahan
pendapatan) dengan adanya transaksi sampah an-organik tersebut.
Inisiatif
Beranjak dari tantangan tersebut, inisiator program bersama beberapa orang dari
Kader Lingkungan Kota Malang mencari pengalaman ke daerah-daerah lain serta
belajar dari para pemulung tentang pengelolaan sampah. Mereka akhirnya sepakat
untuk mendirikan Bank Sampah Malang atau disingkat BSM pada tanggal 26 Juli
2011 dengan bentuk kelembagaan koperasi. BSM diaktekan ke Notaris pada
tanggal 12 Agustus 2011 dan mendapat pengesahan dari Walikota Malang pada
tanggal 16 Agustus 2011, sebelum diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup pada
tanggal 15 November 2011.
Dengan berbadan hukum koperasi, maka BSM diperuntukkan sebagai wadah untuk
membina, mengumpulkan, dan mengelola sampah rumah tangga yang bertujuan
sebagai berikut:
Aspek Lingkungan:
1. Membantu pemerintah kota dalam mengurangi volume sampah yang ada di
Kota Malang, terutama TPS dan TPA.
2. Mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap sampah, di
mana dahulu sampah dijauhi atau dimusuhi, sekarang didekati dengan
mengolah dan memanfaatkannya serta menjadi “rupiah” dengan ditabung di
BSM. Dengan demikian, nantinya diharapkan masyarakat tidak membuang
sampah sembarangan lagi.
Aspek Sosial:
Lahirlah rasa kepedulian dan kegotongroyongan masyarakat dengan dibentuk unit
BSM di masing-masing RT/RW dan kelurahan guna membentuk lingkungannya
menjadi bersih dan sejuk.
Aspek Pendidikan:
Terdapat pendidikan lingkungan pada masyarakat dan siswa-siswa sekolah yang
tergabung dalam unit BSM, sehingga mereka akan mengetahui bahaya dari sampah
yang tidak terolah dan manfaat sampah dari pengelolaan sampah yang langsung
dari sumbernya (rumah tangga).
Aspek Pemberdayaan:
Terdapat pemberdayaan di semua unsur di tingkat keluarga (orang tua, anak)
sampai di tingkat lingkungan RT/RW dengan bergabung dalam unit BSM dalam
pengelolaan sampah.
Selanjutnya pemerintah kota dan kader lingkungan mendirikan BSM yang berbentuk
koperasi fungsional kader lingkungan. Dengan bentuk koperasi dan memiliki
AD/ART, lembaga lebih fokus
pada misi sosial. Jumlah
Struktur Organisasi BSM
personil BSM adalah 21 orang
yang terdiri dari lima orang
dari DKP dan 16 orang dari
masyarakat dengan
periodisasi kepengurusan
selama 3 (tiga) tahun. Untuk
mengetahui sejauh mana
manfaat dan keuntungan
sampah dengan adanya BSM,
maka DKP membentuk tim
untuk melakukan need
assesment ke masyarakat
pada bulan April 2011.
Pada satu tahun pertama, BSM masih mengalami kerugian yang cukup besar,
karena BSM masih banyak terlibat sosialisasi dan masih belum memiliki sistem
pengambilan, pemilahan, dan pengemasan sampah. Saat itu DKP telah membantu
menyediakan mesin pencacah plastik, alat timbangan, buku tabungan, serta
seragam untuk petugas BSM. BSM mendapatkan dana hibah pada awal
pendiriannya pada tahun 2011 dari Pemerintah Kota Malang sebesar Rp
250.000.000. Pada tahun 2012 BSM telah dapat mencapai Break Event Point (BEP),
artinya selisih biaya antara operasional dan pendapatan sama dengan nol.
biogas, kerajinan daur ulang, pemilahan sampah layak jual, dll) dan
pengelolaan penghijauan (pembibitan dan penanaman tanaman hias, bunga,
toga, produktif, dll).
3. Pengurus Kelompok Binaan/unit akan mendapatkan keuntungan finansial
dari BSM, karena terdapat selisih harga sampah untuk anggota
binaan/masyarakat dengan harga BSM.
Dari paparan di atas, nampak bahwa nasabah BSM terdiri dari kelompok binaan,
individu, sekolah, dan instansi. Kepada seluruh nasabah, BSM selalu mengadakan
pembinaan agar semakin bertambah kepedulian mereka terhadap pengelolaan
sampah. Nasabah BSM memiliki hak antara lain mendapatkan pelatihan-pelatihan,
seperti pelatihan daur ulang sampah, pelatihan pemilahan sampah untuk nilai
tambah, pelatihan pembuatan kompos dan biogas, dan pelatihan budidaya cacing.
Sedangkan kewajiban nasabah hanya satu, yaitu menabung sampah ke BSM.
BSM melakukan pembinaan rutin, minimal 2 (dua) kali pertemuan dalam satu tahun.
Selain itu, untuk memelihara dan mengembangkan semangat masyarakat agar
peduli kebersihan lingkungannya, diadakan berbagai lomba setiap tahun, seperti
lomba gerak jalan sampah, dimana masyarakat mendaftar dengan menukarkan
sampah sebagai alat pembayarannya, lomba RW BERSINAR (bersih, sehat, indah,
dan rapi), dengan berbagai hadiah.
10 PP Aqua Gelas Bersih P10 4,500 5,000 5,000 5,500 500 500
11 PP Gelas Aqua Kotor P11 4,100 4,300 4,300 4,500 200 200
13 PET Botol Bening Bersih P13 4,400 4,600 4,600 4,800 200 200
14 PET Botol Bening Kotor P14 3,400 3,600 3,600 3,800 200 200
15 PET Botol Warna Bersih P15 2,600 2,800 2,800 3,000 200 200
16 PET Botol Warna Kotor P16 2,100 2,300 2,300 2,500 200 200
25 Tutup Aqua Galon P25 1,800 2,000 2,000 2,200 200 200
26 Tutup Botol Warna P26 1,700 1,850 1,850 2,000 150 150
34 Plastik Keras Bening P35 2,200 2,350 2,350 2,500 150 150
39 AKI Besar Mobil 50 Jet AK 3 18,000 19,000 19,000 20,000 1,000 1,000
4 Besi Biasa/Monel Maspion BS2 1,400 1,550 1,550 1,700 150 150
8 Beling/Kg B8 50 50 50 50 - -
Harga Sewaktu-waktu dapat berubah sesuai kondisi pasar & Informasi pengambilan, Hubungi 0341 341618, 7779914
Upaya serius Pemerintah Kota Malang ini mampu sedikit demi sedikit mengubah
cara pandang dan perilaku masyarakat Kota Malang dalam mengelola sampah.
Sampai bulan April 2013, sudah ada 282 unit BSM masyarakat, 169 unit BSM
sekolah, 23 BSM instansi baik pemerintah maupun swasta, 420 BSM individu, dan
nasabahnya mencapai 21 ribu.
Sedangkan sampah di Kota
Malang yang terambil per hari
mencapai 2,5 ton dari nasabah
BSM, dari lapak 0,5 ton, dan
transaksi per hari dari BSM ini
sebesar 3-4 juta rupiah. Dalam
konteks ini, BSM telah menjadi
percontohan nasional.
BSM telah mendapatkan dukungan dana CSR dari PT PLN Distribusi Jawa Timur
sebesar Rp 30 juta pada tahun 2011, Rp 93 juta pada tahun 2012, dan Rp 150 juta
pada tahun 2013. Oleh BSM, dana tersebut diperuntukkan untuk pembelian mobil
pick up dan mesin pencacah plastik. Secara aset, BSM saat ini telah memiliki 4
mobil pick up, 3 mesin pencacah plastik, dan Rp 230.000.000 dana nasabah.
Saat ini BSM juga telah memiliki Sistem Informasi Manajemen (SIM), yang berisikan
aplikasi input pembelian dan output penjualan sampah terekam dalam komputer,
baik secara berat maupun secara rupiah, baik harian, mingguan, maupun bulanan,
serta transaksi-transaksi nasabah, baik pengambilan, peminjaman, dan lain-lain.
SIM pun dapat dipergunakan untuk analisa keuangan dan evaluasi untung-rugi
sekaligus dapat juga dibuat menjadi SIM keuangan yang terintegrasi dengan SIM
bank sampah. Seluruh informasi tersebut dapat diakses oleh pegawai BSM sesuai
kewenangannya dan nasabah untuk transaksi tabungannya.
Program ini telah berhasil mengantarkan Kota Malang meraih piala Adipura
Kencana pada tahun 2013, setelah terakhir kali meraihnya pada tahun 1993.
Kepastian meraih Adipura Kencana ini tertuang dalam SK Menteri Lingkungan Hidup
No. 192 Tahun 2013 tentang Penghargaan Adipura 2013. Yang terbaru, Kota
Malang mendapatkan penghargaan AMPL 2013 bidang terobosan manajemen pada
KSAN 2013.
Keberlanjutan
program ini. Dalam penanganan masalah sampah yang menyeluruh dari hulu hingga
hilir, pemerintah kota mengklasifikasikannya sebagai berikut:
1. Di tingkat hulu, pemerintah kota mendirikan BSM, kompos yang dibuat oleh
masyarakat akan dibeli oleh DKP, kemudian saat ini pun sedang
dikembangkan budidaya cacing, dan diadakan berbagai lomba kebersihan.
2. Di tingkat antara/TPS, dari 73 TPS yang ada, pemerintah kota mendampingi
12 TPS, rumah-rumah kompos, dan mengadakan pembinaan bagi para
pemulung.
3. Di tingkat hilir, mulai tahun 2012 pemerintah kota secara swakelola telah
memanfaatkan penangkapan gas metan yang dihasilkan oleh timbunan
sampah di TPA Siputurang. Pemanfaatan gas metan ini telah disalurkan ke
300 KK menggantikan fungsi gas elpiji di sekitar TPA Siputurang, bahkan ada
yang memanfaatkannya untuk usaha tambal ban. DKP sedang melakukan uji
coba memasukkan gas metan ke tabung gas dan sebagai sumber bahan
bakar motor.
Selain itu, saat ini sedang dilakukan sinergi dengan budidaya cacing dengan
pakannya dari sampah organik, selain dijadikan kompos. Cacing ini nantinya dijual
ke perusahaan kosmetik di Jawa Timur sebagai bahan pelembab kulit dan lipstick,
yang sampai sekarang permintaannya belum dapat dicukupi. Dengan harga cacing
mencapai Rp 30.000/kg, pemerintah giat menggalakkan budidaya cacing ke
masyarakat dengan pelatihan-pelatihan dan pemberian modal bibit cacing. Dengan
demikian, akan semakin sedikit sampah organik yang dibuang dan malah sampah
dapat memberikan nilai ekonomi bagi yang mengolahnya.
Secara hukum, BSM telah memiliki akte, SIUP, TDP, HO dan ijin usaha industri
(IUI). BSM pun sedang merintis pembentukan paguyuban lapak-lapak dengan
harapan agar terbentuk etika dalam usaha.
BSM terus melakukan pengembangan sistem. Saat ini BSM tengah bekerjasama
dengan Sekolah Politeknik Malang untuk membuat sistem informasi online, dan
dengan Universitas Machung Malang untuk teknologi sms gateway.
Adanya rekaman keberhasilan di atas tidak berarti bahwa program ini berjalan tanpa
kendala. Kendala yang termasuk sulit adalah menjaga agar semangat masyarakat
tidak turun, karena nilai sampah tidak seberapa. Selain itu, terdapat tantangan
dalam hal pendanaan, karena BSM hanya sekali mendapatkan dukungan dana
hibah dari pemerintah kota, sebesar Rp 250 juta. Di luar itu BSM memperoleh dana-
dana CSR, seperti dari PT PLN dan sedang dijajaki dengan PT Philips. BSM
mengharapkan tetap adanya alokasi anggaran rutin oleh pemerintah kota,
mengingat biaya operasional BSM per bulan adalah sebesar Rp 16 – 20 juta.
Bagi pemerintah daerah lain yang akan mencontoh program ini, maka pra kondisi
yang perlu menjadi perhatian adalah:
1. Komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah
di daerahnya. Agar bank sampah tidak menjadi pengepul barang bekas,
diperlukan pendampingan pemerintah sehingga jenis sampah yang diterima
oleh bank sampah tidak dibatasi.
2. Bila bank sampahnya berbentuk koperasi, maka disarankan untuk menjadi
koperasi fungsional DKP. Hal ini akan mengikat personil DKP untuk selalu
menjadi bagian penting dari bank sampah sekaligus refresentasi dari
keterwakilan pemerintah daerah. Kalau bank sampah ke depannya akan
diharapkan memberikan kontribusi pada PAD, maka tidak menutup
kemungkinan dapat dijadikan BUMD.
3. Memiliki pengetahuan mengenai sampah, baik jenis, pemilahan,
pengemasan, dan pemasarannya.
4. Memiliki gudang, alat timbang, kendaraan angkut dan lain sebagainya.
5. Mengetahui manajemennya, seperti bagaimana pemberdayaannya, sistem
menabungnya, administrasinya, peminjamannya, pembentukan kelompoknya,
sampai daftar harga barangnya.
6. Agar memperoleh dana dari luar, seperti dana CSR, maka lembaga harus
mampu menunjukkan program yang nyata, selain melakukan proses lobi
secara kontinyu.
Hingga saat ini telah banyak lapisan masyarakat yang berkunjung untuk belajar
mengenai bank sampah ke BSM, baik dari pemerintahan (di antaranya Pemerintah
Kota Yogyakarta, Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Pemerintah Kota
Probolinggo, Pemerintah Kabupaten Pamekasan); lembaga pendidikan, seperti ITB,
IPB, Unbraw; serta LSM peduli lingkungan.
Kontak
2. Rahmat Hidayat, ST
Ketua Bank Sampah Malang
Jl. S. Supriyadi No. 38, Malang
Tel. 0341 341618
HP: 0812 35214545
3. Imam Yulianto
Manajer Humas dan Kerjasama APEKSI
Rasuna Office Park III Lantai 3 Unit WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum
Jl. Taman Rasuna Selatan, Jakarta Selatan 12960
Tel. 021 8370 4703 Fax. 021 8370 4733
Email: imam@apeksi.or.id