Anda di halaman 1dari 124

STUDI DESKRIPTIF GAYA HIDUP DAN KUALITAS HIDUP

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI


TERAPI HEMODIALISA DI RSUD KRATON
KABUPATEN PEKALONGAN

Skripsi

KOMANG SETIA ANANTA


NIM. 11. 0769. S

YUSUF MARDIYANTO
NIM. 11. 0791. S

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN PEKALONGAN
2014
STUDI DESKRIPTIF GAYA HIDUP DAN KUALITAS HIDUP
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
TERAPI HEMODIALISA DI RSUD KRATON
KABUPATEN PEKALONGAN

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan

KOMANG SETIA ANANTA


NIM. 11.0769.S

YUSUF MARDIYANTO
NIM. 11.0791.S

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN PEKALONGAN
2014

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien

Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan” yang disusun oleh Komang Setia Ananta dan Yusuf

Mardiyanto, telah diteliti dan disetujui untuk dipertahankan dalam uji skripsi pada

Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah

Pekajangan Pekalongan.

Pekajangan, Februari 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Sigit Prasojo, M.Kep. Dafid Arifianto, M.Kep.,Sp.KMB


NIK. 90.001.007 NIK. 97.001.017

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi
STUDI DESKRIPTIF GAYA HIDUP DAN KUALITAS HIDUP PASIEN
GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI
HEMODIALISA DI RSUD KRATON
KABUPATEN PEKALONGAN

Disusun oleh

Komang Setia Ananta Yusuf Mardiyanto


NIM. 11.0769.S NIM. 11.0791.S

Telah dipertahankan di depan dewan penguji


Pada tanggal 28 Maret 2014

Dewan penguji
Penguji I Penguji II Penguji III

Wiwiek Natalya, M.Kep., Sp. Kom Sigit Prasojo, M.Kep. Dafid Arifianto M.Kep., Sp.KMB
NIK. 10.001.072 NIK. 90.001.007 NIK. 97.001.017

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

Pekajangan, Mei 2014


Ketua STIKES Muhammadiyah Pekajangan

Mokhamad Arifin, M.Kep


NBM. 851.815

iv
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam skripsi “Studi

Deskriptif Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang

Menjalani Terapi Hemodialisa Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan” adalah

benar adanya dan merupakan hasil karya kami sendiri. Segala kutipan karya pihak

lain telah kami tulis dengan menyebutkan sumbernya. Apabila dikemudian hari

ditemukan adanya plagiasi maka kami rela gelar kesarjanaan kami di cabut.

Pekajangan, Mei 2014

Peneliti I Peneliti II

Komang Setia Ananta Yusuf Mardiyanto


NIM. 11.0769.S NIM. 11.0791.S

v
MOTTO

o ” Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kemampuannya” (Al Baqarah : 286).

o Dengan iman & akhlak saya menjadi kuat, tanpa iman dan akhlak

saya menjadi lemah (Achmad Ridwan).

o Tiada kelezatan kecuali setelah mengalami kepahitan karena

perjuangan (Dr. Sayid Qordhowi).

o Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolong, dan sesungguhnya

yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang

khusyuk (Al Baqarah : 45).

o Kesalahan adalah pelajaran menuju kebijaksanaan. Masalalu tidak

dapat diubah dan masa depan adalah kekuatan kita.

o Orang pintar tidak akan mengatakan segala hal yang diketahui,

tetapi ia akan tahu segala hal yang dikatakan.

o Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya bertambah ilmu,

umur, ataupun pangkat jabatan, kita bertambah dewasa justru ketika

mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik.

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan untuk:

• Tuhanku, Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

anugrah-Nya kepadaku hingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

• Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik-adikku tersayang yang tidak pernah

henti dan letih memberikan dorongan dan dukungan secara moril,

kasih sayang, serta doa yang selalu mengiringi perjalanan hidupku.

• Istri dan anakku tercinta yang tiada henti-hentinya memberikan

semangat dan doa yang selalu menguatkanku dikala aku akan

putus asa dan lelah ingin berhenti berusaha

• Sahabat-sahabatku yang senantiasa bersedia dan berusaha membantu

dalam penyusunan skripsi ini (Dedi Irfanto, Keluarga mbletengers;

Ikin, Atik, Heri, Ita’, Kurdi)

vii
KATA PENGANTAR

‫ﷲا ﱠ نا ﱠ‬

‫ﷲو ر‬ ‫و‬ ‫ا ﱠ‬

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Studi Deskriptif Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal

Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, akan tetapi berkat bimbingan semua pihak akhirnya skripsi penelitian

ini dapat terselesaikan. Dengan kerendahan hati, perkenankanlah peneliti

menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan pengarahan, bimbingan serta semangat kepada peneliti, antara lain:

1. Mokhammad Arifin, M.Kep. selaku Ketua STIKES Muhammadiyah

Pekajangan.

2. Dafid Arifianto, M.Kep., Sp.KMB selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan STIKES Muhammadiyah Pekajangan sekaligus pembimbing II

3. Sigit Prasojo, M.Kep. selaku pembimbing I

4. Segenap dosen dan staf yang telah membantu selama proses pembelajaran

5. Kepala Ruang Hemodialisa RSUD Kraton dan RSUD Kajen, serta seluruh staf

yang telah membantu dalam pengumpulan data guna penyusunan proposal

penelitian

viii
6. Seluruh keluargaku yang telah memberikan doa dan dukungan

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan positif baik yang disadari atau

pun tidak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat.

‫ﷲ‬ ‫م‬ ‫و ﱠ م‬

Pekalongan, Mei 2014

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN ............................................................................. v

MOTTO ....................................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii

KATA PENGANTAR .................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

INTISARI ..................................................................................................... xvi

ABSTRACT ................................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 10

E. Keaslian Penelitian .................................................................. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronik ................................................................ 13

1. Pengertian .......................................................................... 13

2. Etiologi .............................................................................. 14

x
3. Patofisiologi ...................................................................... 14

4. Manifestasi Klinik ............................................................. 16

5. Penatalaksanaan ................................................................. 17

B. Hemodialisa ............................................................................ 20

1. Pengertian .......................................................................... 20

2. Tujuan Hemodialisa ........................................................... 20

3. Prinsip Dasar Hemodialisa ................................................ 20

C. Gaya Hidup ............................................................................. 22

1. Pengertian .......................................................................... 22

2. Faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup .......................... 23

3. Alat Ukur Gaya Hidup ...................................................... 26

4. Gaya Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisa........................................................................ 28

D. Kualitas Hidup ........................................................................ 33

1. Pengertian .......................................................................... 33

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ...... 33

3. Domain Kualitas Hidup ..................................................... 38

4. Alat Ukur Kualitas Hidup ................................................. 41

5. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang

Menjalani Hemodialisa ..................................................... 42

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL, DAN

DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep .................................................................... 44

B. Variabel Penelitian .................................................................. 45

xi
C. Definisi Operasional ................................................................ 45

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ..................................................................... 48

B. Populasi dan Sampel ............................................................... 48

C. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 50

D. Etika Penelitian ....................................................................... 50

E. Instrumen Penelitian ................................................................ 52

F. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................. 54

G. Prosedur Pengumpulan Data ................................................... 58

H. Pengolahan Data ...................................................................... 59

I. Teknik Analisa Data ................................................................ 60

J. Keterbatasan Penelitian ........................................................... 60

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ....................................................................... 62

B. Pembahasan ............................................................................. 68

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN ............................................................................ 81

B. SARAN ................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Nilai terendah, tertinggi, skor range domain WHOQoL ............ 41

Tabel 2.3 Perhitungan Skor Kualitas Hidup WHOQoL ............................. 42

Tabel 2.4 Transformasi Skala Kualitas Hidup WHOQoL-BREF .............. 43

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................... 45

Tabel 4.1 Jadwal Rencana Penelitian ......................................................... 50

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteriktik Umur .................................. 62

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteriktik Jenis Kelamin ..................... 63

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteriktik Pendidikan .......................... 63

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteriktik Pekerjaan ............................ 64

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteriktik Lama Hemodialisa .............. 64

Tabel 5.6 Deskripsi Statistik Variabel Gaya Hidup ................................... 65

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Gaya Hidup Pasien Hemodialisa .............. 65

Tabel 5.8 Deskripsi Statistik Variabel Kualitas Hidup .............................. 66

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa ......... 66

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien
Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik ..................................... 66

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gb. 2.1 Pendekatan AIO Inventory ...................................................... 28

Gb. 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................... 44

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 Data Demografi Responden

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian Gaya Hidup

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian Kualitas Hidup

Lampiran 6 Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas dari Bappeda

Lampiran 7 Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas dari RSUD Kajen

Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian dari Bappeda

Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian dari RSUD Kraton

Lampiran 10 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Lampiran 11 Hasil Penelitian

xv
Program Studi S1 Keperawatan
STIKES Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan
Mei, 2014

INTISARI

Komang Setia Ananta, Yusuf Mardiyanto


Studi Deskriptif Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan
xvii + 82 halaman + 17 tabel + 2 gambar + 11 lampiran

Gagal ginjal kronik adalah penyakit renal tahap akhir dan hemodialisa merupakan
salah satu terapi pengganti bagi pasien gagal ginjal kronik. Sehingga terjadi
ketergantungan terhadap terapi hemodialisa pada pasien yang berpengaruh
terhadap gaya hidup dan kualitas hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bagaimana gaya hidup dan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik dengan terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kraton
Kabupaten Pekalongan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan cross sectional terhadap 31 pasien dengan metode
pengambilan sampel menggunakan total sampling. Untuk pengolahan data dan
analisa data menggunakan program statistic deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa
sebagian besar masih memiliki gaya hidup buruk yaitu 51,61%, dan sisanya
memiliki gaya hidup baik yaitu 48,39% (mean=68,48; SD=11,08). Untuk kualitas
hidup pasien sebagian besar memiliki tingkat kualitas hidup tinggi yaitu 54,84%
dan sisanya 45,16% memiliki kualitas hidup rendah (mean=221; SD=41,27).
Implikasi dari penelitian ini menyarankan bahwa perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan perlu menyadari dan memperhatikan dengan baik aspek-aspek gaya
hidup dan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa. Pengkajian yang
terus menenus dan berkesinambungan sangat diperlukan oleh perawat guna
menentukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Kata Kunci: Gaya Hidup, Kualitas Hidup, Gagal Ginjal Kronik, Hemodialisa
Daftar Pustaka: 61 (2000-2014)

xvi
Bachelor Science of Nursing Program
Institute of Health Science of Muhammadiyah Pekajangan
May, 2014

ABSTRACT

Komang Setia Ananta, Yusuf Mardiyanto


Descriptive Study of Lifestyle and Quality of Life Patients with Chronic
Renal Failure Undergoing Hemodialysis Therapy in Kraton General Hospital
Pekalongan
xvii + 82 page + 17 table + 2 schemes + 11 appendix

Chronic renal failure is the end stage renal disease and hemodialysis is a
replacement therapy for patients with chonic renal failure. Resulting in
dependence on hemodialysis therapy patients whose influence on lifestyle and
quality of life. This study aims to describe how the lifestyle and quality of life of
patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy at the Kraton
General Hospital Pekalongan. The design used in this study is descriptive with a
cross-sectional approach to 31 patients with using total sampling method. For data
processing and analysis using descriptive statistics program. The results of this
indicate tha patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy
most had a bad lifestyle that is 51.61%, and 48.39% had a good lifestyle
(mean=68.48; SD=11.08). For the quality of life of most patients had a high level
of quality of life that is 54.84% and 45.16% had a low quality of life
(mean =221; SD =41.27). The implications of this study suggest that nurses as
nursing care providers need to be aware of and pay attention to both aspects of
lifestyle and quality of life of patients undergoing hemodialysis. Continued
assessment is needed to determine the appropriate action to improve the quality of
life of patients.

Keywords: Lifestyle, Quality of Life, Chronic Renal Failure, Hemodialysis


Bibliography: 61 (2000-2014)

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian tentang kualitas hidup masih merupakan hal yang menarik di

bidang penelitian kesehatan karena kualitas hidup adalah salah satu indikator

health outcomes sehingga penilaian tentang kualitas hidup dan pengetahuan

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi memiliki pengaruh penting bagi

intervensi kesehatan dalam rangka memperbaiki tingkat kesehatan nasyarakat.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kualitas hidup. Berdasarkan

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor karakteristik, sosio-

demografi, dan kondisi penyakit kronis mempengaruhi tingkat kualitas hidup

seseorang secara signifikan (Dewi, 2013). Penyakit kronis seperti penyakit

kardiovaskular, metabolik, urogenital, digestif, pernafasan, muskuloskeletal,

dan keganasan, merupakan penyakit yang berkepanjangan dan jarang sembuh

sempurna yang memerlukan perawatan dan rehabilitasi yang lama. Walaupun

tidak semua penyakit kronis mengancam jiwa, tetapi akan tetap

mempengaruhi dan menjadi beban individu, keluarga, dan masyarakat secara

keseluruhan. Penyakit kronis akan menyebabkan masalah medis, sosial, dan

psikologis yang berpotensi membatasi status aktivitas dan produktivitas

individu sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas hidup (Yenny dan

Herwana, 2006). Berdasarkan hasil penelitian dari Centers of Chronic Disease

and Prevention, USA (2003) dari bagian epidemiologi dan gaya hidup

1
2

dilaporkan bahwa beberapa kondisi yang paling mempengaruhi kualitas hidup

adalah penyakit jantung dan stroke, penyakit persendian/arthritis, diabetes,

dan kondisi kelemahan dan penyakit lain seperti epilepsi, kanker, dan

gangguan mental.

Penyakit ginjal adalah salah satu penyakit yang bisa disebabkan karena

kondisi penyakit kronis lain seperti diabetes dan hipertensi. Ginjal merupakan

organ tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam sistem metabolik

tubuh manusia. Selain berperan sebagai organ penyaring racun dan zat-zat sisa

dalam darah, ginjal juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan volume dan

komposisi cairan tubuh, mengatur keseimbangan asam-basa, konsentrasi

elektrolit, dan pengaturan tekanan darah (Hanggara, 2012; Cahyaningsih

2008, h.7). Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan permasalahan di bidang

nefrologi dengan angka kejadiannya masih cukup tinggi, penyebab gagal

ginjal kronik (GGK) sangat luas dan kompleks, dari penyebab akut sampai

kronis seperti penyakit degeneratif, yang sering tanpa keluhan maupun gejala

klinik kecuali sudah masuk ke stadium terminal (gagal ginjal terminal). Hasil

studi epidemiologi klinik di Indonesia menunjukkan bahwa gagal ginjal

terminal (GGT) terjadi akibat efek langsung dari gagal ginjal kronik dan

menempati urutan pertama dari semua penyakit ginjal (Sukandar 2006, h.42).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2007 (dikutip dalam

Setiawan, 2012), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit

gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup bergantung

pada cuci darah. Menurut United State Renal Data System (USRDS, 2012) di

Amerika Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kronik tahun 2005-2010


3

berdasarkan estimation of glomerular filtrastion rate (eGFR) sebesar 6,3 %,

sedangkan berdasarkan urine albumin/creatinin ratio (ACR) lebih tinggi

dibandingkan berdasarkan eGFR yaitu sebesar 9,2 %. Menurut Susalit (2012)

(dikutip dalam Butar, 2012) di Indonesia penderita gagal ginjal kronik tahun

2010 terbilang tinggi, mencapai 300.000 orang tetapi belum semua pasien

dapat tertangani oleh para tenaga medis, baru sekitar 25.000 orang pasien

yang dapat ditangani, artinya ada 80 % pasien tidak mendapat pengobatan

sama sekali.

Menurut Siswono (2008) prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia

meningkat setiap tahun, penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa rata-

ratanya telah meningkat dari 1 pada setiap 10 orang menjadi 1 pada setiap 7

atau 8 orang. Jumlah penderita gagal ginjal kronik yang menjadi terminal terus

meningkat dan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Saat ini terdapat

sekitar 70.000 penderita gagal ginjal kronik yang memerlukan cuci darah.

Kasus gagal ginjal di Jawa Tengah yang tertinggi adalah kota Surakarta 1497

kasus (25.22 %) dan yang kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 742 kasus

(12.50 %) (Dinkes Jateng, 2008). Sementara itu Dharmeizar (2010) (dikutip

dalam Bekti, 2012) dalam studi populasi yang dilakukan di empat kota, yakni

Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali, yang melibatkan sekitar 10.000

pasien dengan metode Modification Diet in Renal Disease (MDRD)

menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis sebesar 8,6% dari total

penduduk Indonesia, dan sekarang hampir satu dari tujuh orang menderita

penyakit ginjal.
4

Di Kabupaten Pekalongan prevalensi gagal ginjal kronik juga terjadi

peningkatan. Data menunjukkan pada tahun 2011 tercatat telah dilakukan

tindakan hemodialisa sebanyak 2896 tindakan dengan rata-rata 43 pasien

setiap bulannya. Pada tahun 2012 tercatat sudah dilakukan tindakan

hemodialisa sebanyak 2913 tindakan, dengan rata-rata jumlah pasien sebanyak

52 pasien setiap bulannya. Pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan

Agustus 2013 tercatat telah dilakukan tindakan hemodialisa sebanyak 1378

tindakan, dengan pasien rata-rata perbulan 83 orang. Biaya yang harus

dikeluarkan apabila pasien bukan peserta Asuransi atau Jaminan Kesehatan

untuk sekali cuci darah pada saat pertama adalah Rp. 995.000,00, dan untuk

tindakan selanjutnya sebesar Rp. 750.000,00 (Rekam Medik RSUD Kraton,

2013). RSUD Kajen pada tahun 2011 tercatat sebanyak 548 tindakan

hemodialisa yang telah dilakukan, meningkat menjadi 841 tindakan yang

sudah dilakukan pada tahun 2012, dan pada tahun 2013 dari bulan Januari

sampai bulan Agustus 2013 tercatat telah dilakukan tindakan sebanyak 1015

tindakan dengan rata-rata 41 pasien per bulan (Rekam Medik RSUD Kajen,

2013).

Penderita yang didiagnosa mengalami gagal ginjal kronik tetapi tidak

menjalani transplantasi maka seumur hidupnya akan tergantung pada alat

dialisa (Lubis, 2006). Pasien dengan gejala gagal ginjal kronis yang meningkat

dirujuk ke pusat dialisis dan transplantasi sedini mungkin sejak penyakit renal

mulai berkembang. Dialisis biasanya dimulai ketik penderita tidak mampu

mempertahankan gaya hidup normal dengan penanganan konservatif

(Smeltzer & Bare 2002, h.1451). Peterson (1995) (dikutip dalam Lubis, 2006)
5

mengemukakan bahwa terapi pengganti yang sering dilakukan adalah

hemodialisa dan peritoneal dialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang

menjadi pilihan utama dan tindakan perawatan yang umum bagi penderita

gagal ginjal kronik adalah hemodialisa.

Hemodialisa bagi penderita gagal ginjal kronis merupakan satu-satunya

cara untuk dapat bertahan hidup. Pasien gagal ginjal kronik harus menjalani

terapi hemodialisis sepanjang hidupnya (tiga kali seminggu paling sedikit 3

atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi

pencakokan yang berhasil. Masalah-masalah yang dominan berhubungan

dengan indikasi dialisis sering berdampak pada perubahan gaya hidup yang

drastis. Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dapat

mengalami komplikasi selama dilakukan hemodialisa diantaranya hipotensi,

kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,

demam, dan menggigil. (Smeltzer & Bare 2002, hh.1397-1401). Masalah ini

dihadapi oleh setiap individu dengan melakukan respon yang berbeda-beda

tergantung pada pemahaman individu terhadap penyakit yang dialaminya dan

persepsi pasien terhadap kemungkinan dampak terhadap kehidupan, keluarga

dan gaya hidup pasien (Avillion, 2005).

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan

dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

“keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya

(Kotler 2002, h.92). Pola pola perilaku (behavioral patterns) akan selalu

berbeda dalam situasi atau lingkungan sosial yang berbeda, dan senantiasa

berubah, tidak ada yang menetap (fixed). Gaya hidup individu, yang dicirikan
6

dengan pola perilaku individu, akan memberi dampak pada kesehatan individu

dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam “kesehatan” gaya hidup

seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah

gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada individu saja, tetapi juga

merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang mempengaruhi pola

perilakunya (Ari, 2010).

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis jangka panjang,

sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan

gangguan dalam kehidupannya. Gaya hidup terencana berhubungan dengan

terapi hemodialisis, pembatasan cairan, diit rendah protein dan penurunan

aktivitas sering menghilangkan semangat hidup pasien dan keluarganya.

Dialisis juga menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga, waktu yang

diperlukan untuk terapi dialisis mengurangi waktu yang tersedia untuk

melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustrasi, rasa

bersalah serta depresi di dalam keluarga (Smeltzer & Bare 2002, h.1402).

Gaya hidup pasien akan berubah, perubahan diet dan pembatasan air akan

membuat pasien berupaya untuk melakukan perubahan pola makannya.

Keharusan untuk kontrol atau melakukan dialisis di rumah sakit juga akan

membuat keseharian pasien berubah. Terkadang karena adanya komplikasi

pasien harus berhenti bekerja dan diam di rumah. Hal-hal ini yang perlu

mendapatkan dorongan untuk pasien agar lebih mudah beradaptasi (Andri,

2012).

Pasien percaya bahwa akibat penyakit yang dideritanya pasien

dimungkinkan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Davita (2010)


7

mengatakan bahwa aktivitas yang dilakukan teratur tetapi terbatas, tidak hanya

dapat meningkatkan aktivitas fisik dari penderita, tetapi juga dapat

meningkatkan kualitas hidup penderita secara keseluruhan. Kualitas hidup

adalah persepsi setiap individu terhadap posisinya dalam kehidupan yang

meliputi konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tersebut hidup dan

dalam hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian individu.

Kualitas hidup memiliki empat domain yaitu domain fisik, domain psikologis,

domain sosial, dan domain lingkungan (WHO, 2000).

Secara fisik pasien gagal ginjal kronik keadaan tubuhnya dipengaruhi

oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan

gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat

kerusakan ginjal, kondisi lain yang medasari, dan usia pasien. Gangguan fisik

pada pasien akan menurunkan kemampuan dalam melakukan aktivitas dan

meningkatkan tingkat ketergantungan pasien (Nephrol, 2005). Pada kondisi

psikologis pasien gagal ginjal kronik yang memerlukan pengobatan dan rawat

jalan dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan perubahan atau

ketidakseimbangan psikologis pasien, seperti perilaku penolakan, marah,

perasaan takut, cemas, rasa tidak berdaya, putus asa, bahkan bunuh diri. Untuk

itu diperlukan penanganan yang terpadu baik untuk kondisi psikologis pasien

(Davita, 2010).

Gangguan pada fungsi ginjal dan perawatannya serta penyesuaian diri

terhadap kondisi sakit menyebabkan pasien hemodialisa mengalami stress.

Stress ini mengakibatkan kualitas kesehatan pasien tersebut menurun sehingga

menambah beban stress yang telah ada sebelumnya. Dukungan sosial yang
8

tepat dapat membantu pasien dalam menghadapi hal-hal yang menimbulkan

stress (Lubis, 2006). Selain dukungan sosial, keadaan lain yang meliputi

sumber finansial, kebebasan, kenyamanan fisik dan keamanan, kesehatan dan

perhatian sosial, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan informasi

dan keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan dalam rekreasi, lingkungan

fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim), dan transportasi, juga sangat

mempengaruhi kualitas hidup pasien (WHO, 2000).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Prasetya (2011) tentang pengaruh

depresi terhadap kualitas hidup pasien penyakit gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan hasil

penelitian ditemukan proporsi pasien penyakit ginjal kronis (PGK) yang

menjalani hemodialisis dan mengalami depresi adalah sebesar 64,8%. Rata-

rata skor Beck Depression Inventory Second Edition (BDI-II) pasien adalah

19,3 (SD=10,7) dan skor tingkat kesehatan secara umum Kidney Disease

Quality of Life Short Form (KDQOL-SF) rata-rata 56,46 (SD=11,19). Hasil

uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan antara depresi dan kualitas

hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis (p <0,0001).

Kualitas hidup pasien harus mendapatkan perhatian dari para tenaga

kesehatan karena dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dari suatu

tindakan atau intervensi yang telah dilakukan. Selain itu juga dapat digunakan

sebagai data awal untuk acuan dalam memberikan intervensi kepada pasien

(Priambodo, 2007). Namun, harus diperhatikan pula perubahan pola hidup

pada penderita gagal ginjal yang berdampak pada pasien dan keluarganya

(Davita, 2010).
9

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Studi deskriptif gaya hidup dan kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun

suatu rumusan masalah yaitu “ bagaimana deskriptif/gambaran gaya hidup dan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di

RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian yang peneliti lakukan adalah untuk memperoleh

gambaran tentang gaya hidup dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan.

2. Tujuan Khusus

a. Memperoleh gambaran tentang karakteristik pasien berdasarkan umur,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lama menjalani hemodialisa

pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di

RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.


10

b. Memperoleh gambaran tentang gaya hidup pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan.

c. Memperoleh gambaran tentang kualitas hidup pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang peneliti lakukan diharapkan dapat memberi manfaat:

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan gambaran tentang gaya hidup dan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

2. Bagi Rumah Sakit

Dapat dijadikan sebagai masukan bagi rumah sakit untuk dapat

meningkatkan pelayanan rumah sakit kepada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani terapi hemodialisa.

3. Bagi Perawat

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada perawat,

khususnya perawat ruang hemodialisa dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisa, terutama dalam memotivasi pasien untuk menjaga gaya

hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.


11

4. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat manjadi tambahan pustaka dan

memberi sumber informasi bagi kalangan pendidikan sehingga lebih

memahami lebih jelas tentang gaya hidup dan kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

5. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumber informasi atau

referensi tentang gaya hidup dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

dengan terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan peninjauan berbagai sumber pustaka, peneliti menemukan

penelitian yang terkait dengan penelitian yang dilakukan yaitu :

1. Penelitian oleh Muharni (2009) tentang Pola Hidup Penderita Gagal Ginjal

Kronik Sebelum Menjalani Terapi Hemodialisa di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Langsa. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif

eksploratif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah

sampel 40 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Berdasarkan

analisa data didapatkan pola hidup sebelum menjalani terapi hemodialisa

mayoritas tidak baik (80%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Muharni

menggunakan satu variabel (univariat) pada penelitiannya, yaitu pola/gaya

hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani hemodialisa.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah variabel yang


12

diteliti, yaitu pola/gaya hidup pasien gagal ginjal kronik. Sedangkan

perbedaannya adalah desain penelitian yang akan dilakukan yaitu

deskriptif, peneliti menggunakan dua variabel independen yaitu gaya

hidup dan kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan Muharni dilakukan

untuk mengetahui pola/gaya hidup sebelum pasien menjalani hemodialisa,

sedangkan peneliti melakukan penelitian tentang pola/gaya hidup dan

kualitas hidup setelah pasien gagal ginjal kronik menjalani hemodialisa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Prasetya (2011) tentang Pengaruh Depresi

Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik yang

Menjalani Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel terdiri

atas 23 laki-laki dan 14 perempuan ditemukan proporsi pasien PGK yang

menjalani hemodialisis dan mengalami depresi adalah sebesar 64,8%

dengan rincian depresi ringan sebesar 21,6%, depresi sedang 27,0%, dan

depresi berat 16,2%. Rata-rata skor BDI-II pasien adalah 19,3 (SD=10,7).

Skor tingkat kesehatan secara umum KDQOL-SF rata-rata pasien PGK

yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan adalah

56,46 (SD=11,19). Hasil uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan

antara depresi dan kualitas hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis

(p <0,0001). Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti dari

penelitian yang dilakukan oleh Prasetya adalah pada variabel yang diteliti,

yaitu kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini bersifat

deskriptif dan mempunyai dua variabel independen yaitu gaya hidup dan

kualitas hidup pasien gagal ginjal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian

Gagal Ginjal Kronik merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible sehingga menyebabkan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia

(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare

2002, h.1448). Secara konseptual, GGK juga berarti ketidakmampuan

ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang

muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap

akhir (Sukandar 2006, h.43). Gagal ginjal kronik merupakan sebutan bagi

kondisi gagal ginjal yang ditandai dengan keadaan klinik yang

menunjukkan penurunan progresif fungsi ginjal secara perlahan tapi pasti,

yang dapat mencapai 60% dari kondisi normal, menuju ketidakmampuan

ginjal. Perbedaan antara gagal ginjal akut dengan gagal ginjal kronik

adalah perkembangan pada gagal ginjal kronik yang berbentuk progresif

(meningkat dalam kuantitas maupun kualitas secara bertahap) dan

melibatkan mekanisme adaptif dimana ginjal masih dapat mengatur

keseimbangan cairan dalam derajat yang cukup untuk bertahan dengan

pemasukan makanan yang normal (Lubis, 2006).

13
14

2. Etiologi

Gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik difus dan

menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan

berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glumerulonefritis, hipertensi dan

pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik,

kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit

ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-25% (Sukandar 2006,

h.45). Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal

kronis mencakup timah, kadmium, merkuri, dan kromium (Smeltzer &

Bare 2002, h.1448). Selain itu, pada individu yang rentan, nefropati

analgesik, destruksi papila ginjal yang terkait dengan pemakaian harian

obat-obat analgesik selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal

ginjal kronik (Corwin 2009, h.729).

3. Patofisiologi

Gagal ginjal kronik (GGK) terjadi bila fungsi ginjal sudah sangat

buruk, dan penderita mengalami gangguan metabolisme protein, lemak,

dan karbohidrat. Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein darah

(albumin) yang seharusnya dilepaskan ke urin. Awalnya dalam jumlah

sedikit (mikro-albuminuria). Bila kondisinya semakin parah akan terdapat

pula protein lain (proteinuria).

Kemampuan ginjal menyaring darah dinilai dengan penghitungan

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau juga dikenal sebagai glomerular

filtration rate (GFR). Menurut National Kidney Foundation – Kidney


15

Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-KDOQI), gangguan fungsi

ginjal dapat dikelompokkan menjadi lima stadium menurut tingkat

keparahannya (Alam & Hadibroto 2007, h.26), yaitu:

a. Stadium 1: kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal. Ginjal

berfungsi di atas 90%. Nilai GFR di atas 90 ml/menit/1,73 m2.

b. Stadium 2 : kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR,

belum terasa gejala yang mengganggu. Gunjal berfungsi 60-89%. Nilai

GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2.

c. Stadium 3 : kerusakan sedang, masih bisa dipertahankan. Ginjal

berfungsi 30-59%. Nilai GFR 30-59 ml/menit/1,73 m2.

d. Stadium 4 : kerusakan berat, sudah tingkat membahayakan. Ginjal

berfungsi 15-29%. Nilai GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2.

e. Stadium 5 : kerusakan parah, harus cuci ginjal. Fungsi ginjal kurang

dari 15%. Nilai GFR kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein tidak

dapat diekskresi dan tertimbun dalam darah. Sehingga menyebabkan

uremia yang mempengaruhi semua sistem tubuh. Semakin banyak

timbunan produk sampah dalam darah, maka gejala akan semakin berat

(Smeltzer & Bare 2002, h.1448).


16

4. Manifestasi Klinik

Penderita penyakit gagal ginjal pada stadium awal umumnya tidak

merasa sakit atau menderita keluhan apapun. Namun yang menderita

penyakit ginjal kronik stadium 4 dan 5 akan memperlihatkan gejala fisik

seperti lemah dan lelah, mual, muntah-muntah, nafsu makan berkurang,

meningkatnya tekanan darah tinggi, bengkak pada kelopak mata, tungkai

atau tangan serta berkurangnya keinginan buang air kecil. Semakin tinggi

stadium maka semakin besar kemungkinan munculnya komplikasi berupa

kardiovaskular dan otak yang bisa menimbulkan stroke (Dharmeizar,

2010, dalam Andriza, 2013).

Karena GGK setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,

maka setiap pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala.

Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan

ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien. Mekanisme yang

pasti untuk setiap manifestasi tersebut belum dapat diidentifikasi. Namun

demikian, produk sampah uremik sangat dimungkinkan sebagai

penyebabnya. Menurut Smeltzer & Bare (2002, h.1449) berikut tanda dan

gejala yang sering dijumpai pada gagal ginjal kronis:

1) Kardiovaskuler

Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,

friction rub perikardial, pembesaran vena leher.


17

2) Integumen

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,

ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

3) Pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.

4) Gastrointestinal

Napas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,

mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan pada saluran GI.

5) Neurologi

Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan

pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.

6) Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.

7) Reproduktif

Amenore, atrofi testikuler.

5. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi

ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan

pada gagal ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis.,

obstruksi) diidentifikasi dan ditangani (Smeltzer & Bare 2002, h. 1449).

Sebagian besar pasien GGK harus menjalani program terapi simtomatik

untuk mencegah atau mengurangi populasi gagal ginjal terminal (GGT).


18

Banyak faktor yang perlu dikendalikan untuk mencegah/memperlambat

progresivitas penurunan faal ginjal (LFG). Protein hewani,

hiperkolesterolemia, hipertensi sistemik, gangguan elektrolit

(hipokalsemia & hipokalemia) merupakan faktor-faktor yag memperburuk

faal ginjal. Kelainan hemodinamik intrarenal (hipertensi intraglomerulus)

seperti terdapat pada hipertensi esensial dan nefropati diabetik merupakan

faktor yang harus diantisipsi dan dikendalikan untuk mencegah peyakit

ginjal terminal. Intervensi terhadap perubahan-perubahan patogenesis dan

patofisiologi ini merupakan kunci keberhasilan upaya untuk

mencegah/mengurangi progresivitas penurunan faal ginjal (LFG) yang

berakhir dengan penyakit ginjal terminal (Sukandar 2006, h.74).

Aktivitas olahraga juga dapat membantu pasien untuk

mengembalikan kembali setidaknya sebagian dari kemampuan untuk

melakukan aktivitas yang mereka nikmati sebelum didiagnosa penyakit

GGK. Hal ini tidak hanya menguntungkan secara fisik namun juga secara

emosional. Apakah untuk kembali bekerja, melanjutkan kehidupan rumah

tangga yang normal, melakukan aktivitas seks yang sehat, bagi pasien

yang telah melakukan aktivitas olahraga secara teratur merasakan hidup

jauh lebih normal (Davita, 2010).

Raharjo (1996) menuturkan bahwa dialisa, yang lebih popular

dengan sebutan cuci darah, merupakan tindakan terapi perawatan yang

harus dilakukan untuk penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik.

Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti karena fungsinya
19

yang menggantikan sebagian fungsi ginjal, yaitu membuang zat-zat

berbahaya dari tubuh hasil sisa metabolisme. Dialisa saat ini hanya

mengeluarkan 48 sampai maksimum 52% saja dari toksin uremi. Oleh

karena itu penderita tetap memerlukan pembatasan pemasukan makanan

dan minuman yang ketat serta intervensi obat-obatan untuk mengatur

aspek-aspek dari kegagalan fungsi ginjal yang lain serta untuk mencegah

terjadinya akumulasi sisa-sisa metabolisme diantara waktu dialisa (Lubis,

2006). Ada dua jenis dialisis, yaitu: hemodialisis (cuci darah dengan mesin

dialiser) dan dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut). Cara yang

umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia adalah

menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal

buatan (Alam & Hadibroto 2007, hh.55-56).

Transplantasi ginjal merupakan upaya terakhir dalam penanganan

penderita gangguan ginjal. Hal ini terutama dilakukan apabila fungsi ginjal

yang tersisa sangat sedikit sekali bahkan tidak ada. Prinsip utamanya

adalah mengganti ginjal yang rusak dengan donor yang sehat melalui

prosedur operasi. Penanganan ini memerlukan biaya yang mahal dan

waktu yang panjang karena harus melalui serangkaian pengujian

laboratorium untuk mengetahui apakah ginjal donor cocok dengan

penderita dan perawatan pasca operasi. Walaupun demikian, transplantasi

ginjal tidak menjamin penderita sembuh total karena pada banyak kasus

ditemukan bahwa mereka yang sudah menjalani transplantasi ginjal

kembali menjalani dialisa (Lubis, 2006).


20

B. Hemodialisa

1. Pengertian

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah yang didasarkan

pada pertukaran ion-ion dan partikel cairan darah melalui suatu membran

dengan mengunakan fungsi ginjal buatan (alat dialisa) untuk mengeluarkan

sampah dan racun hasil dari metabolisme tubuh ( Tuty, 2011). Sedangkan

Baradero (2009, h.136) mendefinisikan hemodialisis adalah suatu

pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang terjadi secara

difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh

pasien.

2. Tujuan Hemodialisa

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen

toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Smeltzer

& Bare 2002, h.1398). Sukandar (2006, h.163) menjelaskan bahwa

hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan yang

bertujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan

koreksi gangguan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan

dialisat melalui selaput membran semipermeabel yang berperan sebagai

ginjal buatan.

3. Prinsip Dasar Hemodialisa

Hemodialisis merupakan salah satu TPG buatan dengan tujuan

untuk eleminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi


21

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah

dan dialisat melalui selaput membran semipermiabel yang berperan

sebagai ginjal buatan. Materi prinsip dasar hemodalisis terdiri: mekanisme

transport zat terlarut (solute), proses absorbsi, konsep hemofiltrasi dan

hemodiafiltrasi, evaluasi membran dializer, peranan konveksi untuk

transport zat terlarut (solute), penentuan eleminasi solute mass (Alam &

Hadibroto 2007, hh.56-58).

Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat

artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus yang

bekerja sebagai membran semipermiabel. Aliran darah akan melewati

tubulus tersebut, sementara cairan dialisat bersirkulasi disekelilingnya.

Pertukaran limbah dari darah ke cairan dialisat akan terjadi melalui

membran semipermeabel tubulus. Air yang berlebihan dikeluarkan dari

tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan

menciptakan gradient tekanan. Dengan kata lain, air bergerak ke daerah

dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih

rendah (tekanan dialysis). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui

tambahan tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin

dialisa. Tekanan negative diterapkan dalam alat ini sebagai kekuatan

penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena

pasien tidak dapat mengekskresi air, kekuatan ini diperlukan untuk

mengeluarkan cairan hingga mencapai isovolemia (keseimbangan cairan)

(Smeltzer & Bare 2002, h.1398).


22

C. GAYA HIDUP

1. Pengertian

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang

diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup

menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan

lingkungannya (Kotler 2002, h.92). Menurut Suratno dan Rismiati (2001,

h.174, dalam Ridwan, 2011) gaya hidup adalah pola hidup seseorang

dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat

dan pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan

pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. “Dean et al. (1995) describe

lifestyle as a sociocultural phenomenon. They argue that patterns of

behaviour interact with the situational context to create a lifestyle.

Cultural values and beliefs shape behavioural practices which are either

constrained or encouraged by specific socioeconomic conditions. Both of

these authors hold a view of lifestyle as a pattern of behaviours”. Dean et

al tahun 1995 (dikutip dalam Thirlaway 2009, h.7) menggambarkan gaya

hidup sebagai fenomena sosiokultural. Dean et al berpendapat bahwa pola

perilaku berinteraksi dengan konteks situasional untuk menciptakan gaya

hidup. Nilai dan keyakinan budaya membentuk praktek-praktek perilaku

yang baik dibatasi atau didorong oleh kondisi spesifik sosial ekonomi

tertentu. Pada prinsipnya gaya hidup diartikan sebagai pola perilaku.


23

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup

Pola hidup merupakan salah satu faktor internal yang

mempengaruhi kesehatan seseorang. Perilaku untuk meningkatkan

kesehatan dapat dikontrol dan dipilih. Pilihan sesorang terhadap sehat

tidaknya akivitas yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor sosiokultural

karakteristik individu. Perilaku yang bersifat negatif tehadap kesehatan

dikenal dengan faktor resiko (Kozier, 2004). Gaya hidup yang berpotensi

memberikan efek negatif antara lain makan berlebihan atau nutrisi yang

buruk, kurang tidur dan istirahat, dan kebersihan pribadi yang buruk.

kebiasaan lain yang beresiko menyebabkan seseorang menderita penyakit

yaitu kebiasan merokok atau minum-minuman beralkohol, dan

penyalahgunaan obat. Individu dengan berat badan berlebih dapat juga

meningkatkan resiko terjadinya berbagai macam penyakit. Stress

emosional dapat menjadi faktor resiko bila bersifat berat, terjadi dalam

kurun waktu yang lama, atau jika seseorang yang mengalaminya tidak

memiliki koping yang adekuat dapat meningkatkan peluang terjadinya

sakit (Potter & Perry 2005, h.17). Faktor – faktor seperti nilai, demografi,

kelas sosial, kelompok referensi dan keluarga, serta karakteristik individu

seperti motif, emosi, dan kepribadian juga ikut berperan dalam

pembentukan gaya hidup seseorang (Hawkins, 2010, h.435).

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani

hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak

tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang


24

bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai

racun dan toksin. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup

dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak

penderita gagal ginjal kronis. Jika pembatasan ini diabaikan, komplikasi

yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan udema paru dapat

terjadi (Smeltzer & Bare 2002, h.1400).

Menurut pendapat Amstrong (2011, hh.135-150) faktor – faktor

yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang

berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar

(eksternal). Faktor internal yaitu sikap, pengalaman dan pengamatan,

kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi, sedangkan faktor eksternal

adalah kelompok referensi, keluarga, dan kelas sosial.

a. Faktor Internal

1) Sikap

Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang

dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek

yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara

langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi

oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

2) Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam

tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya

dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat
25

memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat

membentuk pandangan terhadap suatu objek.

3) Kepribadian

Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara

berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap

individu.

4) Konsep diri

Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep

diri. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan

menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan

hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang

menjadi awal perilaku.

5) Motif

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk

merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa

contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan

akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang

cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.

6) Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan

menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar

yang berarti mengenai dunia.


26

b. Faktor Eksternal

1) Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh

langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku

seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah

kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling

berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak

langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota

didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan

menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

2) Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam

pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh

orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak

langsung mempengaruhi pola hidupnya.

3) Kelas sosial

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan

bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam

sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu

memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama.

3. Alat Ukur Gaya Hidup

Menurut Hawkins (2010, hh.435-436) gaya hidup memiliki

beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur gaya hidup


27

seseorang, atau disebut juga dengan psikografis. Psikografis memberikan

pengukuran kuantitatif dengan menggunakan sampel sebagai alat

penelitiannya. Dimensi – dimensi dalam psikografis meliputi activities,

interest, opinions, value, dan demography.

a. Aktivitas (Activities)

Dimensi aktivitas meliputi apa yang dilakukan dan bagaimana

seseorang menghabiskan waktunya. Dikatakan oleh Hughes, Ginnet,

& Curphy (dikutip dalam Fazriach, 2011) dimensi ini berkaitan

dengan values yang dianut seseorang, seperti motives, values and

preferences inventory.

b. Minat (Interest)

Dimensi minat meliputi bagaimana sesorang memilih sesuatu yang

dianggap penting (preferensi dan prioritas) baginya dan hal ini

berkaitan dengan motivasi.

c. Opini (Opinions)

Dimensi opini merupakan pandangan dan perasaan seseorang

terhadap dirinya atau orang lain serta terhadap dunia sekitarnya yang

dapat dihubungkan dengan persepsi.

d. Nilai (Value)

Dimensi nilai secara luas meliputi keyakinan tentang apa yang

diterima dan diinginkan.


28

e. Demografis (Demography)

Dimensi demografis meliputi usia, pendidikan, pendapatan,

pekerjaan, latar belakang budaya, struktur dalam keluarga, serta

lokasi geografis dari seseorang.

Lebih lanjut Hawkins menjelaskan pada penelitian tentang gaya hidup

dapat menggunakan tiga dari lima dimensi pertama dari psikografis di

atas yang sering disebut AIO Inventory ( Activities, Interest, Opinions).

Sumarwan tahun 2003 (dikutip dalam Lystiorini, 2009) juga

menyebutkan bahwa dalam mengukur gaya hidup seseorang dapat

menggunakan AIO inventory, seperti dijelaskan pada gambar berikut ini :

Studi Gaya Hidup Pendekatan


AIO Inventory

Activity (Aktivitas) Interest ( Minat ) Opinion (Opini )

1. Bekerja 1. Media informasi 1. Masa depan

2. Kegiatan sosial 2. Pola makan 2. Diri sendiri

3. Rekreasi 3. Keluarga 3. Budaya

4. Ekonomi

Gb. 2.1 Pendekatan AIO Inventory

4. Gaya Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa

Menurut Alam & Hadibroto (2007, h.65) Gagal ginjal kronik tidak

dapat disembuhkan atau dilenyapkan sampai tuntas sekalipun gejala-


29

gejalanya dapat dikendalikan. Usaha yang bisa dilakukan bila sudah kena

gagal ginjal adalah mengandalikan dan meringankan gejalanya. Selain

strategi medis, terdapat banyak hal yang dapat dilakukan oleh pasien gagal

ginjal kronik. Cara untuk mengendalikan dan meringankan gejala gagal

ginjal kronik adalah dengan merubah dan menjaga pola hidup antara lain:

a. Diit

1) Pola makan rendah protein

Pengaturan makanan dan minuman menjadi sangat penting

bagi penderita gagal ginjal kronik, konsumsi protein yang terlalu

banyak dapat memperburuk kondisi kerusakan ginjal. Karena

meningkatkan kadar BUN (blood urea nitrogen) dalam darah.

Konsultasikan dengan dokter berapa banyak protein yang boleh

dikonsumsi sesuai kondisi pasien. Selain itu, lakukan pola makan

rendah kolesterol, garam, penyedap masakan (MSG), terapkanlah

pola makan gizi seimbang (Alam & Hadibroto 2007, h.66).

2) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Pasien gagal ginjal kronik perlu belajar mengenal tanda

ketidakseimbangan cairan, pasien harus memantau asupan dan

haluaran cairannya, agar tidak terjadi penumpukan cairan didalam

tubuh. Penambahan berat badan secara tiba-tiba dapat

menunjukkan retensi cairan yang disebabkan kelebihan asupan

natrium, yang menyebabkan rasa haus, dan membuat pasien


30

banyak minum (Alam & Hadibroto 2007, h.67; Baradero 2009,

h.143).

3) Menghindari obat-obatan yang membahayakan ginjal

Terdapat beberapa jenis obat-obatan yang dapat

mempengaruhi ginjal, seperti analgesik yang mengandung

ibuprofen atau obat-obatan herbal yang tidak jelas kandungannya.

Obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi ginjal, yang akan

memperberat kerja ginjal pasien gagal ginjal kronik. Konsumsi

obat-obatan sesuai petunjuk dokter (Alam & Hadibroto 2007,

h.69).

b. Aktivitas

Pasien gagal ginjal kronik, tetap dapat melakukan aktivitas

seperti biasanya. Aktivitas yang dapat dilakukan diantaranya adalah

berolah raga ringan seperti joging. Selain itu dengan beraktivitas dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Aktivitas yang

dapat dilakukan oleh pasien gagal ginjal kronik harus sesuai dengan

kewajaran, mematuhi aktivitas yang boleh dilakukan, seberapa berat

dan frekuensi yang dianjurkan (Alam & Hadibroto 2007, h.65).

Penelitian yang dialakukan oleh Susanne Heiwe dari Carollineska

Institute di Stockholm Swedia menemukan penderita gagal ginjal

kronik yang tetap melakukan olah raga justru mampu meningkatkan

kualitas hidup, karena tubuhnya lebih bugar ditengah kondisi sakitnya.

Penderita gagal ginjal kronik yang melakukan aktivitas fisik secara


31

teratur mendapatkan manfaat secara signifikan dibandingkan dengan

penderita gagal ginjal kronik yang tidak melakukannya (Ratnadita,

2011).

Olahraga yang disarankan pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa adalah intensitas olahraga aerobic rendah ke

menengah, selama 3 – 4 kali per minggu. Lamanya olahraga

diperkirakan selama 10-20 menit setiap sesi (olah raga sesi singkat),

atau dapat dilakukan olahraga dengan penekananan pada kekuatan,

khususnya pada pasien dengan kelemahan pada otot atau performa

fisik yanng buruk seperti sulit berjalan, sulit menaiki kursi atau bangkit

dari kursi. Jenis olahraga yang direkomendasikan adalah berjalan kaki.

Setiap melakukan olahraga diperlukan melewati tahap-tahap penting

yaitu sesi pemanasan dan sesi pendinginan sekitar 5-10 menit setelah

olahraga. Untuk melatih kekuatan dapat juga disarankan olahraga yoga

(Sazli 2012, h.11). Hal terpenting yang harus diingat oleh pasien

adalah kapan harus berhenti berolahraga. Beberapa indikasi yang

merupakan tanda pasien haarus berhenti berolahraga yaitu merasa

lelah, pusing, timbul sesak nafas, dada terasa sakit, detak jantung

sangat cepat, perut terasa sakit, dan kaki terasa kram (Yayasan Ginjal

Diatrans Indonesia [YGDI] , 2009).

c. Istirahat

Pasien gagal ginjal kronik sering kali mengalami insomnia pada

malam hari. Perubahan pola tidur disebabkan oleh kecemasan tentang


32

proses penyakit, pruritus dan uremia. Pasien yang mengalami anemia

berat juga akan mengalami kelelahan yang sangat dan sesak nafas.

Keluhan tersebut dapat diminimalisir dengan cara mengurangi

kecemasan, mengatur pola makan dan menjalani dialisis secara teratur

(Baradero 2009, h.145).

d. Pola seksual

Fungsi seksual pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik

akan sering terpengaruh. Hal ini bisa disebabkan karena faktor organik

(perubahan hormonal/karena insufisiensi vaskuler pada kasus gagal

ginjal dengan diabetes melitus), psikososial (perubahan harga diri, citra

diri dan perasaan tidak menarik lagi) atau masalah fisik (distensi

abdomen, perasaan tidak nyaman dan keluhan-keluhan fisik akibat

uremia). Masalah pengobatan yang mengganggu fungsi seksual juga

bisa menjadi masalah (Andri , 2012).

e. Psikososial

Harvey tahun 2007 (dikutip dalam Andri, 2012) aspek

psikososial menjadi penting untuk diperhatikan, karena perjalanan

penyakit yang kronis dan sering membuat pasien tidak ada harapan.

Pasien sering mengalami ketakutan, frustasi dan timbul perasaan

marah dalam dirinya. Tujuan terapi pada pasien gagal ginjal kronik,

tidak hanya memepertahankan hidup pasien, tetapi juga memulihkan

kualitas hidup yang optimal. Masalah psikososial yang mungkin terjadi

antara lain, cemas, depresi, frustasi, marah, gangguan citra tubuh,


33

gangguan harga diri, dan krisis bunuh diri. Masalah perilaku yang

sering terjadi antara lain : ketidakpatuhan terhadap modifikasi diit,

pengobatan, uji diagnostik dan pembatasan cairan. Masalah sosial yang

mungkin dialami pasien meliputi ketegangan dalam hubungan intim,

pembatasan kegiatan sosial dan hiburan, perubahan peran (Baradero

2009, h.146).

D. KUALITAS HIDUP

1. Pengertian

Kualitas hidup adalah persepsi setiap individu terhadap posisinya

dalam kehidupan yang meliputi konteks kebudayaan dan sistem nilai

dimana mereka hidup dan dalam hubungannya dengan tujuan, harapan,

standar, dan perhatian mereka (WHO, 1996). Menurut Ketua Yayasan

Ginjal Diatrans Indonesia, kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien

kendati penyakit yang dideritanya, dapat tetap merasa nyaman secara fisik,

psikologis, sosial, maupun spiritual, serta secara optimal memanfaatkan

hidupnya untuk kebahagiaan dirinya maupun orang lain. Kualitas hidup

tidak terkait dengan lamanya seseorang akan hidup karena bukan domain

manusia untuk menentukannya (YGDI, 2008).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisis

Beberapa penelitian melaporkan bahwa kualitas hidup pasien

hemodialisis lebih buruk dibandingkan dengan populasi secara umum,


34

dimana hal tersebut berhubungan dengan perubahan fisik, psikologis, dan

sosial yang terjadi pada pasien dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai

berikut :

a. Karakteristik pasien

Karakteristik pasien dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien

hemodialisis, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama

menjalani terapi hemodialisis, dan status pernikahan (Ibrahim, 2005;

Moreno, 2000; Young, 2009).

1) Usia

Usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak

dilahirkan atau diadakan). Usia meningkatkan atau menurunkan

kerentanan terhadap penyakit tertentu. Pada umumnya kualitas

hidup menurun dengan meningkatnya umur. Penderita gagal ginjal

kronik usia muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik

oleh karena biasnya kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan

yang berusia tua. Penderita yang dalam usia produktif merasa

terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda mempunyai

harapan hidup yang lebih tinggi, sebagai tulang punggung

keluarga, sementara yang tua menyerahkan keputusan pada

keluarga atau anak-anaknya (Butar, 2012)


35

2) Jenis Kelamin

Gender adalah pembagian peran kedudukan dan tugas antara

laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat

berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas

sesuai dengan norma – norma dan adat istiadat, kepercayaan atau

kebiasaan masyarakat (Butar, 2012). Penelitan Yuliaw tahun 2009

(dikutip dalam Butar, 2012) menyatakan bahwa responden

memiliki karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari

jenis kelamin, bahwa perempuan lebih banyak menderita penyakit

gagal ginjal kronik, sedangkan laki – laki lebih rendah dan

responden laki – laki mempunyai kualitas hidup lebih jelek

dibandingkan perempuan, semakin lama menjalani terapi

hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita.

3) Pendidikan

Hemalik (2008, dalam Butar, 2012) menyatakan bahwa

pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses

pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu

sendiri. Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk

mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan

pembangunan sektor ekonomi, yang satu dengan lainnya saling

berkaitan dan berlangsung dengan bersamaan.


36

4) Pekerjaan

Lase tahun 2011 (dikutip dalam Butar, 2012) menyatakan

bahwa pekerjaan adalah sesuatu kegiatan atau aktivitas seseorang

yang bekerja pada orang lain atau instasi, kantor, perusahaan untuk

memperoleh penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang

maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan maupun pencegahan.

5) Lama Menjalani Terapi

Lamanya pasien menjalani hemodialisa mempengaruhi

kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis. Semakin lama

pasien menjalani hemodialisis, pasien mudah mengalami stres dan

depresi (Butar, 2012).

6) Status Pernikahan

Perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu.

Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang

ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula

dalam hal perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu

aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya merekapun

juga mempunyai tujuan tertentu (Butar, 2012).


37

b. Terapi hemodialisis yang dijalani

Kualitas hidup pasien hemodialisis dipengaruhi oleh

keadekuatan terapi hemodialisis yang dijalani dalam rangka

mempertahankan fungsi kehidupannya. Efektivitas hemodialisis dapat

dinilai dari bersihan ureum selama hemodialisis karena ureum

merupakan indikator pencapaian adekuasi hemodialisis. Agar

hemodialisis yang dilakukan efektif perlu dilakukan pengaturan

kecepatan aliran darah (Qb) dan akses vaskuler yang adekuat

(Moreno, 2000; Young, 2009).

c. Status kesehatan (anemia)

Penurunan kadar Hb pada pasien hemodialisis menyebabkan

penurunan level oksigen dan sediaan energi dalam tubuh, yang

mengakibatkan terjadinya kelemahan dalam melakukan aktivitas

sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa penurunan kualitas hidup pasien

hemodialisis disebabkan oleh anemia dengan kadar Hb < 11 gr/dL

(Zadeh, 2003).

d. Depresi

Ketergantungan pasien terhadap mesin hemodialisis seumur

hidup, perubahan peran, kehilangan pekerjaan dan pendapatan

merupakan stressor yang dapat menimbulkan depresi pada pasien

hemodialisis (Moreno, 2000; Young, 2009; Farida, 2010). Bayat et.al


38

(2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa pasien yang menjalani

hemodialisa dapat memliki beberapa gangguan pada fisio-psikologis.

Sifat kronis pada gagal ginjal kronis dapat mempengaruhi hubungan

pasien dengan keluarga dan hubungan sosial sehingga dapat

mengantarkan pasien ke keadaan depresi.

e. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga akan mempengaruhi kesehatan secara fisik

dan psikologis, dimana dukungan keluarga tersebut dapat diberikan

melalui dukungan emosional, informasi ataupun memberikan nasehat.

Dukungan keluarga pada psien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisa terdiri dari dukungan instrumental, dukungan

informasional, dukungan emosional, dukungan pengharapan dan

dukungan harga diri yang diberikan sepanjang hidup pasien.

Dukungan keluarga yang didapat oleh pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa menyangkut dukungan dalam masalah

financial, mengurangi tingkat depresi dan ketakutan terhadap

kematian serta pembatasan asupan cairan (Smeltzer & Bare 2002,

h.1398).

3. Domain Kualitas Hidup

Kualitas hidup menurut The World Health Organization Quality of

Life (1996) memiliki empat domain. Empat domain tersebut yaitu sebagai

berikut:
39

a. Domain Fisik

Domain fisik meliputi: Aktivitas sehari-hari, ketergantungan

terhadap obat, energi dan kelelahan, nyeri dan tidak nyaman, istirahat

dan tidur, dan kapasitas kerja (WHO, 2000). Pasien biasanya

mengalami komplikasi selama dilakukan hemodialisa diantaranya

hipotensi, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit

punggung, gatal, demam, dan menggigil (Rahardjo, 2006). Gangguan

fisik pada pasien akan menurunkan kemampuan dalam melakukan

aktivitas dan meningkatkan tingkat ketergantungan pasien (Nephrol,

2005).

b. Domain Psikologis

Domain psikologis meliputi: gambaran diri dan penampilan,

perasaan negatif, perasaan positif, harga diri, kepercayaan/spirituality,

dan pikiran, belajar, memori, dan konsentrasi (WHO, 2000). Kondisi

pasien gagal ginjal kronik yang memerlukan pengobatan dan rawat

jalan dalam jangka waktu yang lama tentu saja menimbulkan perubahan

atau ketidakseimbangan psikologis pasien, seperti perilaku penolakan,

marah, perasaan takut, cemas, rasa tidak berdaya, putus asa, bahkan

bunuh diri. Untuk itu diperlukan penanganan yang terpadu baik untuk

kondisi psikologis pasien (Davita, 2012). Jika penyakitnya mengganggu

hobi, waktu bersenang-senang, serta aktivitas kerja maka dapat

mengganggu ataupun merusak konsep diri pasien (Nephrol, 2005).


40

c. Domain Sosial

Domain sosial meliputi: hubungan personal, dukungan sosial, dan

aktivitas seksual (WHO, 2000). Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa individu yang memiliki interaksi yang dekat dengan teman dan

kerabat lebih dapat menghindari penyakit sedangkan untuk mereka yang

sedang dalam massa penyembuhan akan sembuh lebih cepat apabila

mereka memiliki keluarga yang menolong mereka. Gangguan pada

fungsi ginjal dan perawatannya serta penyesuaian diri terhadap kondisi

sakit menyebabkan pasien hemodialisa mengalami stress. Stress ini

mengakibatkan kualitas kesehatan pasien tersebut menurun sehingga

menambah beban stress yang telah ada sebelumnya. Dukungan sosial

yang tepat dapat membantu pasien dalam menghadapi hal-hal yang

menimbulkan stress (Lubis, 2006).

d. Domain Lingkungan

Domain lingkungan meliputi: sumber finansial; kebebasan,

kenyamanan fisik dan keamanan; kesehatan dan perhatian sosial;

lingkungan rumah; kesempatan untuk mendapatkan informasi dan

keterampilan baru; partisipasi dan kesempatan dalam rekreasi;

lingkungan fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim); dan transportasi

(WHO, 2000). Peningkatan dalam pengeluaran, karena lamanya terapi,

diet spesial, transportasi, dan hospitalisasi, maka dapat menyebabkan

keadaan genting dalam finansial (Nephrol, 2005).


41

4. Alat Ukur Kualitas Hidup

Dalam pengukuran kualitas hidup banyak instrument yang dapat

digunakan, namun tetap saja para ahli belum menentukan cara mana yang

terbaik. Hampir seluruh penelitian mengenai kualitas hidup menggunakan

interview dan questionnaire. Dalam pengukuran kualitas hidup fokus

pengukuran dibagi menurut pengukuran kesehatan diri sendiri dan aspek

lain dari kehidupan seseorang seperti spiritual atau keyakinan dan

pekerjaan yang menjadi lebih komprehensif.

Alat untuk mengukur kualitas hidup dapat menggunakan kuesioner

The World Health Organization Quality of Life-BREF (WHOQoL-BREF).

Instrument ini merupakan alat ukur kualitas hidup yang paling sederhana,

namun instrument ini dapat mengakomodasi ukuran dan kualitas hidup

seseorang. Seperti yang ditujukan pada hasil pemeriksaan internasional,

versi WHOQoL-BREF ini lebih sesuai, praktis, dan tidak memakan waktu

dibandingkan WHOQoL-100 item atau instrument lainnya. WHOQoL-

BREF berisi 26 buah pertanyaan yang terdiri dari 5 skala poin.

Tabel 2.1
Nilai terendah, tertinggi, skor range domain WHOQoL-BREF

Domain Terendah Tertinggi Range

1. Fisik 7 35 28
2. Psikologis 6 30 24
3. Hubungan Sosial 3 15 12
4. Lingkungan 8 40 32

Sumber: WHO, 2000


42

Tabel 2.2
Perhitungan Skor Kualitas Hidup WHOQoL-BREF

Raw
Domain Penghitungan
Skor

1. Fisik (6-Q3)+(6-Q4)+Q10+Q15+Q16+Q17+Q18 7-35


2. Psikologis Q5+Q6+Q7+Q11+Q19+(6-Q26) 6-30
3. Hubungan
Q20+Q21+Q22 3-15
Sosial
4. Lingkungan Q8+Q9+Q12+Q13+Q14+Q23+Q24+Q25 8-40
Total Raw Skor 24-120

Sumber: WHO, 2000

Tingkat kualitas hidup diukur dengan menggunakan kuesioner

WQOL-BREF, yang diisi responden dengan bantuan peneliti. Kemudian

hasil scoring pada setiap domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan

sosial dan lingkungan, ditransformasikan menjadi skala 0-100. Tingkat

kualitas hidup didapatkan dari jumlah keempat domain tersebut dengan

rentang nilai 0-400 (WHO, 2000).

5. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa

Perubahan kepribadian sering dialami pasien hemodialisis regular

dapat mengganggu peningkatan kualitas hidup optimal. Pasien cenderung

mengalami depresi dengan perilaku menentang terhadap sekitarnya

terutama terhadap pengobatan termasuk terapi hemodialisis. Konsultasi

dengan psikiater sangat penting untuk membantu masalah kejiwaan ini

(Sukandar 2006, h.220).


43

Tabel 2.3
Transformasi Skala Kualitas Hidup WHOQoL-BREF
Domain 1 Domain 2 Domain 3 Domain 4
Raw Transformed Raw Transformed Raw Transformed Raw Transformed
Score scores Score scores Score scores Score scores
4-20 0-100 4-20 0-100 4-20 0-100 4-20 0-100
7 4 0 6 4 0 3 4 0 8 4 0
8 5 6 7 5 6 4 5 6 9 5 6
9 5 6 8 5 6 5 7 19 10 5 6
10 6 13 9 6 13 6 8 25 11 6 13
11 6 13 10 7 19 7 9 31 12 6 13
12 7 19 11 7 19 8 11 44 13 7 19
13 7 19 12 8 25 9 12 50 14 7 19
14 8 25 13 9 31 10 13 56 15 8 25
15 9 31 14 9 31 11 15 69 16 8 25
16 9 31 15 10 38 12 16 75 17 9 31
17 10 38 16 11 44 13 17 81 18 9 31
18 10 38 17 11 44 14 19 94 19 10 38
19 11 44 18 12 50 15 20 100 20 10 38
20 11 44 19 13 56 21 11 44
21 12 50 20 13 56 22 11 44
22 13 56 21 14 63 23 12 50
23 13 56 22 15 69 24 12 50
24 14 63 23 15 69 25 13 56
25 14 63 24 16 75 26 13 56
26 15 69 25 17 81 27 14 63
27 15 69 26 17 81 28 14 63
28 16 75 27 18 88 29 15 69
29 17 81 28 19 94 30 15 69
30 17 81 29 19 94 31 16 75
31 18 88 30 20 100 32 16 75
32 18 88 33 17 81
33 19 94 34 17 81
34 19 94 35 18 88
35 20 100 36 18 88
37 19 94
38 19 94
39 20 100
40 20 100
Sumber: WHO, 2000
BAB III

KERANGKA KONSEP, VARIABEL, DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmodjo 2005, h.69). Kerangka konsep dalam penelitian

dikembangkan berdasarkan rumusan masalah dengan dua variabel, yaitu Studi

Deskriptif Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang

Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan, yang

dapat dilihat dalam skema berikut ini:

Karakteristik
Responden
Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan,
Lama Menjalani HD

Gaya Hidup
Pasien Gagal Ginjal 1. Activity (Aktivitas)
Kronik dengan 2. Interest (Minat)
Terapi Hemodialisa
3. Opinion ( Opini)

Kualitas Hidup
1. Domain Fisik
2. Domain Psikologis
3. Domain Sosial
4. Domain Lingkungan

Gb. 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

44
45

B. Variabel Penelitian

Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok

yang lain (Notoatmodjo 2005, h.70). Dalam penelitian ini menggunakan dua

variabel independen, yaitu gaya hidup dan kualitas hidup pasien gagal ginjal

kronik dengan terapi hemodialisa.

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 Variabel Gaya hidup Kuesioner gaya hidup yang gaya hidup Nom
gaya hidup adalah pola terdiri dari 25 pertanyaan. buruk bila skor inal
pasien gagal hidup Kuesioner gaya hidup < 68,48 ; gaya

ginjal berisi tentang Aktivitas,


seseorang hidup baik bila
Minat dan Opini.
kronik yang skor < 68,48.
Kuesioner ini terdiri dari
dengan diekspresikan
15 pertanyaan positif
terapi dalam domain
(favourable) dan 10
hemodialisa Aktivitas,
pertanyaan negatif
Minat, Opini
(unfavourable).
2 Variabel Kualitas Kuesioner kualitas hidup Kualitas hidup Nom
kualitas hidup adalah dengan menggunakan tinggi jika total inal
hidup persepsi kuesioner WHOQOL- skornya > 221.
pasien gagal setiap BREEF yang terdiri dari Kualitas hidup
ginjal individu 26 pertanyaan. yang yang rendah
kronik terhadap akan diukur dengan jika total
dengan posisinya menggunakan skala skornya < 221.
terapi dalam likert. Kuesioner ini Pada pertanyaan
hemodialisa no 1 dan 2 tidak
46

kehidupan terdiri dari 21 pertanyaan dikaitkan dalam


yang memiliki positif (favourable) dan perhitungan,
4 domain, yaitu 3 pertanyaan negatif karena
fisik, merupakan jenis
(unfavourable).
psikologis, pertanyaan
sosial, dan umum.
lingkungan.
3 Umur Umur adalah Lembar observasi 1 : Produktif Nom
lama waktu pengumpulan data. (<45th) inal
hidup 2 : Non
responden
Produktif
sejak
(>45th)
dilahirkan
sampai
penelitian
dilakukan
dinyatakan
dalam tahun
4 Jenis Identitas Lembar observasi 1 : Laki-laki Nom
Kelamin seksual pengumpulan data. 2 : Perempuan inal

responden
sejak lahir
5 Pendidikan Pendidikan Lembar observasi 1 : Pendidikan Nom
formal yang pengumpulan data. rendah (tidak inal
sudah dilalui sekolah, SD,
oleh dan SMP)
responden 2 : Pendidikan
tinggi (SMA
dan PT)
6 Pekerjaan Pekerjaan Lembar observasi 1 : Tidak Nom
yang dijalani pengumpulan data. Bekerja inal

responden 2 : Bekerja
untuk
47

mendapatkan
uang/upah
yang
digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
hidup
7 Lama Lama Lembar observasi 1 : Belum Lama Nom
menjalani responden pengumpulan data. (<24 bln) inal
hemodialisa menjalani 2 : Lama (>24
hemodialisa bln)
dalam bulan,
dari pertama
menjalani
hemodialisa
sampai
penelitian
dilakukan
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan

dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan

secara objektif (Notoatmodjo 2005, h.138). Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan gaya hidup dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari subjek dalam penelitian atau

objek yang diteliti (Notoatmodjo 2005, h.93). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

secara rutin di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Kraton.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, jumlah pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa secara rutin di RSUD kraton dan yang

memenuhi kriteria inklusi sejumlah 31 orang.

48
49

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah subyek atau sebagian dari populasi yang

dinilai/karakteristiknya diukur oleh peneliti dan nantinya dipakai untuk

menduga karakteristik dari populasi (Hastono 2010, h.177). Sampel terdiri

dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek

penelitian melalui sampling (Nursalam 2008, h.91).

Teknik sampling merupakan tekhnik pengambilan sampel untuk

menentukan sampel dalam penelitian (Sugiyono 2011, h.62 ). Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan non propability

sampling, dengan metode sampel jenuh (total sampling). Sampel jenuh

adalah teknik menentukan sampel bila semua anggota populasi digunakan

sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan jika jumlah populasi relatif kecil

(Sugiyono 2011, hh.126-127). Jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian ini sesuai dengan jumlah populasi yaitu sebanyak 31 orang.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yang sudah

terjadwal secara rutin (minimal 1 kali dalam 1 minggu dan telah

menjalani hemodialisa minimal selama 3 bulan)

2) Pasien sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik

3) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien drop out karena meninggal dunia

2) Pasien yang tidak patuh menjalani hemodialisa sesuai jadwal


50

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah

Kraton Kabupaten Pekalongan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 – 8 Januari 2014 di Unit

Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan

dengan jadwal penelitian sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jadwal Rencana Penelitian


Sept Okt 2012- Mar-
Agust Jan- Feb
No Kegiatan Mei
2012 Juli 2013 2013 2014
2014

1 Persiapan/ perencanaan

2 Pembuatan proposal

3 Ujian Proposal

4 Penelitian

5 Pembuatan Laporan

6 Uji Hasil

7 Revisi akhir

D. Etika Penelitian

Peneliti sebelumnya mengajukan proposal penelitian untuk

mendapatkan rekomendasi dari Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan.

Setelah mendapat rekomendasi, selanjutnya peneliti mengajukan ijin kepada

pihak-pihak yang terkait dengan proposal ini yaitu pada Direktur RSUD
51

Kraton dan pihak yang berwenang dengan tempat penelitian dimana

responden berada dan kepada calon responden itu sendiri untuk mendapatkan

persetujuan responden. Setelah mendapatkan ijin dari pihak tempat responden,

peneliti dengan memperhatikan pada etika penelitian (Hidayat 2007, h. 82),

yaitu:

1. Informed consent

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu

menjelaskan tentang prosedur penelitian. Peneliti terlebih dahulu meminta

persetujuan / informed consent dengan tanpa memberikan paksaan kepada

responden. Hal ini penting agar responden mengerti untuk bebas

berpartisipasi atau menolak. Informed consent ini diberikan maksud dan

tujuan penelitian serta mengetahui dampak yang ditimbulkan. Responden

mempunyai hak menolak untuk menjadi responden, sebelum penelitian

dilakukan. Setelah responden setuju, responden mengisi lembar

persetujuan yang telah disiapkan peneliti untuk menjadi responden.

2. Anonimity

Dalam menjamin privasi responden maka peneliti hanya

mencantumkan kode berupa angka pada lembar kuesioner tanpa

mencantumkan nama responden.

3. Confidentiality

Pada dokumen yang mencantumkan identitas responden dan yang

berhubungan dengan penelitian hanya diketahui oleh peneliti dan

pembimbing dan hanya diperlukan untuk pengolahan data.


52

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo 2010, h.152). Instrument yang digunakan

dalam penelitian ini ada dua jenis yang berupa kuesioner. Instrument pertama

yaitu kuesioner gaya hidup yang terdiri dari 25 pertanyaan. Kuesioner gaya

hidup berisi tentang Aktivitas, Minat dan Opini. Kuesioner ini terdiri dari 15

pertanyaan positif (favourable) yaitu pada pertanyaan nomor 1, 4, 5, 6, 8, 9,

13, 14, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25. dan 10 pertanyaan negatif

(unfavourable) yaitu pada pertanyaan nomor 2, 3, 7, 10, 11, 12, 15, 16, 17,

dan 18. Adapun pengkategorian skala likert untuk pertanyaan positif

(favourable) sebagai berikut : Skor 1: tidak pernah; Skor 2: kadang-kadang;

Skor3: sering; Skor 4: selalu. Dan pengakategorian skala likert untuk

pertanyaan negatif (unfavourable) sebagai berikut Skor 4: tidak pernah; Skor

3: kadang-kadang ; Skor 2: sering; dan Skor 1: selalu. Kuesioner gaya hidup

dengan nilai terendah 25 dan nilai tertinggi 100. Kategori untuk tingkat gaya

hidup pasien yaitu apabila < 68,48 adalah buruk, apabila > 68,48 adalah baik.

Kuesioner kualitas hidup diadaptasi dari WHO QoL-BREF,

instrument ini dikembangkan oleh Bagian Kesehatan Mental WHO sebagai

perbandingan kualitas hidup yang dapat dipakai secara nasional dan secara

antar budaya. Kuesioner terdiri dari dua bagian, bagian pertama merupakan

karakteristik responden yang terdiri dari 7 pertanyaan, yaitu jenis kelamin,

usia, status pendidikan terakhir, pekerjaan, dan lama menjalani hemodialisa.

Sedangkan bagian kedua merupakan kualitas hidup responden, terdiri dari 26


53

pertanyaan yang akan diukur dengan menggunakan skala likert, dengan

pengkatagorian skala sebagai berikut: Untuk pertanyaan nomor 1 dan 15 skor

1: sangat buruk; skor 2: buruk; skor 3: biasa saja; skor 4: baik dan skor: 5

sangat baik. Pertanyaan nomor 2, 16-25 skor 1: sangat tidak memuaskan; skor

2:sangat memuaskan; skor 3: biasa saja; skor 4: memuaskan dan skor 5 :

sangat memuaskan. Pertanyaan nomor 3-9 skor 1: tidak sama sekali; skor 2:

sedikit; skor 3: dalam jumlah sedang; skor 4: sangat sering; dan skor 5: dalam

jumlah berlebihan, kecuali untuk soal nomor 3 dan 4 pengkatagorian skala

terbalik. Pertanyaan nomor 10-14 skor 1: tidak sama sekali ; skor 2: sedikit;

skor 3: sedang; skor 4: seringkali ; dan skor 5: sepenuhnya dialami dan untuk

Pertanyaan nomor 26 skor 1: selalu; skor 2: sangat sering; skor 3: cukup

sering; skor 4: jarang; dan skor 5: tidak pernah. Dengan aspek yang tidak

dinilai meliputi data umum terdiri dari 2 pertanyaan pada nomor 1 dan 2.

Tingkat kualitas hidup diukur dengan menggunakan kuesioner WQOL-

BREF, yang diisi responden dengan bantuan peneliti. Kemudian hasil scoring

pada setiap domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan, ditransformasikan menjadi skala 0-100. Tingkat kualitas hidup

didapatkan dari jumlah keempat domain tersebut dengan rentang nilai 0-400.

Skor meliputi: Dikatakan memiliki tingkat kualitas hidup tinggi jika total

skornya > 221. Dikatakan memiliki tingkat kualitas hidup yang rendah jika

total skornya < 221 (WHO, 2000).


54

F. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang di ukur (Notoatmojo 2005, h.129).

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono 2011,

h.348).

Pada penelitian ini, instrument yang digunakan untuk mengukur

gaya hidup dan kualitas hidup adalah dengan menggunakan kuesioner.

Kuesioner gaya hidup telah disusun oleh peneliti dengan berlandaskan

teori yang ada, terdiri dari 25 pertanyaan yang terdiri dari 3 dimensi yaitu

dimensi aktivitas, minat, dan opini. Sedangkan kuesioner kualitas hidup

dengan menggunakan kuesioner WHOQoL-BREF yang terdiri dari 2

pertanyaan umum dan 24 pertanyaan berkaitan dengan kualitas hidup yang

terdiri dari 4 dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, lingkungan dan

sosial.

Uji validitas yang digunakan adalah dengan cara pengujian

validitas isi (content validity). Pengujian validitas isi itu dilakukan dengan

cara mengkonsultasikan instrument dengan para ahli (pembimbing),

selanjutnya instrument yang sudah disetujui oleh pembimbing

diujicobakan. Kemudian hasil dari uji coba instrument dianalisis dengan

analisis item. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi antara

skor butir instrument dengan skor total (Sugiyono 2011, h.353). Uji
55

validitas instrument penelitian ini sudah dilakukan di Unit Hemodialisa

RSUD Kajen karena memiliki karakteristik pasien sama dengan

karakteristik pasien di tempat penelitian yang akan dilakukan. Besarnya

responden uji coba menurut Notoatmodjo (2005, h.129) adalah paling

sedikit 20 responden agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran

mendekati normal.

Menurut Arikunto (2006) rumus korelasi yang dapat digunakan

adalah yang dikemukakan oleh Pearson, yang dikenal dengan rumus

korelasi product moment sebagai berikut:

N (∑ XY ) − (∑ X )(∑ Y )
rxy =
{N ∑ X 2
}{
− (∑ X ) N ∑ Y 2 − (∑ Y )
2 2
}
Keterangan:

rxy = korelasi antara variabel X dan Y

X = skor pertanyaan
Y = skor total

Keputusan pada sebuah butir pertanyaan atau faktor pada suatu penelitian

dianggap valid dan memenuhi syarat adalah:

a. Jika nilai r hitung > r tabel berarti valid

b. Jika nilai r hitung < r tabel berarti tidak valid

c. Untuk r tabel α = 0,05 derajat kebebasan (df = N – 2)

Hasil dari uji validitas dengan jumlah responden sebanyak 21

responden dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05, df = 19) diperoleh

rtabel sebesar 0,433. Nilai koefisien korelasi product moment dan koefisien

reliabilitas dihitung dengan menggunakan program komputer tertentu.


56

Hasil rhitung dari masing-masing pertanyaan dalam kuesioner gaya

hidup diperoleh rhitung > rtabel antara 0,456 - 0,818 yaitu pada pertanyaan

nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22,

23, 24, 25, 26, dan 27 artinya pertanyaan tersebut dinyatakan valid,

sedangkan pertanyaan nomor 2, 13, dan 28 menunjukkan rhitung < rtabel

yaitu masing – masing 0,328, 0,158, dan 0,257 yang artinya bahwa

pertanyaan tersebut tidak valid. Peneliti kemudian mengubah bentuk

pertanyaan nomor 2, 13, dan 28 dengan tidak mengubah jenis dan isi

pertanyaan dan menguji kembali ke tiga pertanyaan tersebut. Hasil uji

ulang diperoleh ke tiga pertanyaan tersebut tetap tidak valid. Pertanyaan

nomor 2 sudah diwakili pertanyaan nomor 1, pertanyaan nomor 13 sudah

diwakili pertanyaan nomor 12, pertanyaan nomor 28 sudah diwakili

pertanyaan nomor 27 sehingga pertanyaan nomor 2, 13, dan 28 harus

dibuang. Hasil rhitung dari masing-masing pertanyaan dalam kuesioner

kualitas hidup diperoleh nilai rhitung > rtabel, yaitu antara 0,449 - 0,893 pada

semua butir pertanyaan yang artinya pertanyaan – pertanyaan pada

kuesioner WHOQoL-BREF tersebut semua dinyatakan valid.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan suatu alat pengukur

dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo 2005, h.133). Instrumen

yang reliabel adalah instrumen bila digunakan beberapa kali untuk

mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono

2009, h.121).
57

Pada penelitian ini uji reliabilitas yang dilakukan yaitu dengan

menggunakan pengujian reliabilitas internal consistency. Pengujian

reliabilitas dengan internal consistency dilakukan dengan cara menguji

cobakan instrumen sekali saja, kemudian yang diperoleh dianalisis dengan

teknik tertentu (Sugiyono 2011, h.359). Teknik analisis yang digunakan

adalah dengan teknik Alfa Cronbach.

Rumus koefisien reliabilitas Alfa Cronbach :

1- ∑ Si2
K
ri= (k-1) St2

Keterangan:

ri : Reliabilitas instrument ∑Si2 : Mean kuadrat kesalahan


k : Mean kuadrat antara subyek St2 : Varians total

Analisa keputusan untuk dapat dianggap reliabel jika ri > rtabel (0,433)

dengan df = N-2, α = 0,05 dan jika ri < rtabel dianggap tidak reliabel.

Hasil uji reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih

dahulu, Jika sebuah pertanyaan tidak valid maka pertanyaan tersebut harus

dibuang. Pertanyaan yang sudah valid kemudian secara bersama diukur

reliabilitasnya. Dalam uji reliabilitas sebagai rhasil adalah ralpha, dengan

ketentuan bila ralpha > rtabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.

Hasil uji reliabilitas instrumen gaya hidup didapatkan nilai ralpha

sebesar 0,923. Nilai ralpha (0,923) > rtabel (0,433) dari masing - masing item

kuesioner, maka ke 25 pertanyaan tersebut reliabel, sedangkan uji

reliabilitas untuk instrumen kualitas hidup didapatkan nilai ralpha 0,964.


58

Nilai ralpha (0,964) > rtabel (0,433) dari masing-masing item kuesioner, maka

ke 26 pertanyaan tersebut reliabel.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek (data) yang diperlukan dalam

penelitian (Nursalam 2008, h.115). Langkah-langkah yang digunakan peneliti

dalam melakukan pengumpulan data adalah :

1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin untuk melakukan penelitian

kepada Kepala Program Pendidikan S1 Keperawatan STIKES

Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

2. Setelah mendapatkan surat ijin dari STIKES Muhammadiyah pekajangan,

kemudian peneliti meminta ijin mencari data kepada Bappeda dan

diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan, kemudian

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pekalongan. Setelah

mendapat ijin dari Bappeda, peneliti mengajukan ijin kepada Direktur

Rumah Sakit Umum Daerah Kraton untuk melakukan penelitian di ruang

hemodialisa melalui bagian diklat serta tembusan kepada kepala ruang

hemodialisa.

3. Melakukan pencatatan data-data pasien yang diteliti meliputi jumlah, usia,

dan tingkat pendidikan.

4. Melakukan pendekatan dengan responden dan menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian bagi responden.


59

5. Menjamin kerahasiaan responden kemudian memberi lembar persetujuan

untuk menjadi responden dan meminta menandatangani informed consent.

6. Membagikan kuesioner dan menjelaskan cara pengisian.

7. Setelah responden mengisi kuesioner, kemudian mengumpulkan kembali

kuesioner dan memeriksa kelengkapannya.

H. Pengolahan Data

Menurut Imron & Munif (2010) pengolahan data kuantitatif diolah melalui

tahapan sebagai berikut:

1. Editing

Editing berfungsi untuk meneliti kembali apakah dalam lembar kuesioner

sudah lengkap. Editing dilakukan untuk mengecek apakah terjadi

kekurangan atau kesalahan data, sehingga dapat mudah meminta

responden untuk melakukan perbaikan.

2. Coding

Langkah ini dilakukan dengan memberikan kode berupa angka pada tiap

kuesioner untuk memudahkan pengelompokkan agar proses pengolahan

data lebih mudah.

3. Proccessing

Pemrosesan dilakukan dengan cara memasukan data-data ke program

komputer maupun perhitungan dengan ilmu statistik dengan menggunakan

program SPSS untuk dianalisis.


60

4. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan pemeriksaan kembali data yang sudah

dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan itu

dimungkinkan terjadi saat melakukan entry data ke komputer.

I. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa univariat yang

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dan variabel

yang diteliti (Hastono 2001, h.69). Pada umumnya analisa ini hanya

menghasilkan distribusi dari variabel (Notoatmodjo 2005, h.188). Hasil

prosentase tiap sub variabel tersebut dalam bentuk variabel univariat yaitu

suatu tabel yang menggambarkan penyajian data untuk satu variabel saja

(Notoatmojo 2005, h.196). Dari hasil analisa akan diperoleh distribusi gaya

hidup dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa.

J. Keterbatasan Penelitian

1. Responden

Responden diambil dengan menggunakan metode total sampling

yang sesuai dengan kriteria inklusi. Pada saat penelitian berlangsung

sebagian besar responden sedang menjalani terapi hemodialisa sehingga

ada responden yang belum/tidak berkenan untuk diwawancara. Peneliti

perlu menunggu hingga pasien bersedia atau menunggu sampai jadwal


61

hemodialisa pada hari berikutnya sehingga waktu penelitian menjadi

bertambah.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan kuesioner,

sehingga responden hanya diberikan pilihan jawaban secara garis besar

tentang gaya hidup dan kualitas hidup. Penggalian data menggunakan

kuesioner tertutup dimana kuesioner tertutup ini mempunyai kelemahan

yaitu data yang diambil tidak dapat sepenuhnya menggambarkan keadaan

reponden yang sesungguhnya.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan pada tanggal 2 – 8 Januari 2014 meliputi analisa univariat yang

bertujuan untuk menjelaskan atau mendekripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian (Notoatmodjo 2010, h. 182), yaitu menggambarkan karakteristik

pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lama

menjalani hemodialisa; gaya hidup yang meliputi domain activity (aktivitas),

interest (minat), dan opinion (opini); dan menggambarkan kualitas hidup yang

meliputi domain fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dari pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan.

1. Deskripsi Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronik

yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan

Tahun 2014

a. Umur

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pasien Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik Umur
Umur Frekuensi Prosentase (%)

Produktif 17 54,84
Non Produktif 14 45,16

Total 31 100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2014

62
63

Tabel 5.1 menunjukkan 17 orang (54,84 %) berumur produktif,

dan 14 orang (45,16 %) memiliki umur non produktif. Hal ini berarti

sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisa di RSUD Kraton berumur produktif (< 45th).

b. Jenis Kelamin

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pasien Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)

Laki – laki 19 61,29


Perempuan 12 38,71

Total 31 100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2014

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, 19 orang (61,29 %) berjenis

kelamin laki – laki, dan 12 orang (38,71 %) berjenis kelamin

perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton

berjenis kelamin laki – laki.

c. Pendidikan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pasien Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik
Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)

Rendah 17 54,84
Tinggi 14 45,16

Total 31 100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2014


64

Tabel 5.3 menunjukkan 17 orang (54,84 %) berpendidikan

rendah (tidak sekolah/SD, SMP), dan 14 orang (45,16 %)

berpendidikan tinggi (SMA, PT). Hal ini berarti bahwa sebagian besar

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD

Kraton berpendidikan rendah.

d. Pekerjaan

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pasien Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik
Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)

Tidak Bekerja 3 9,68


Bekerja 28 90,32

Total 31 100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2014

Tabel 5.4 di atas menunjukkan 3 orang (9,68 %) tidak bekerja,

dan 28 orang (90,32 %) bekerja. Hal ini berarti sebagian besar pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton

memiliki pekerjaan.

e. Lama Menjalani Hemodialisa

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Pasien Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik
Lama Hemodialisa
Lama Hemodialisa Frekuensi Prosentase (%)

Belum Lama 14 45,16


Lama 17 54,84

Total 31 100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2014


65

Tabel 5.5 menunjukkan 14 orang (45,16 %) belum lama

menjalani terapi hemodialisa, dan 17 orang (54,84 %) sudah lama

menjalani hemodialisa. Hal ini berarti sebagian besar pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton

sudah lama menjalani hemodialisa (> 24 bln).

2. Deskripsi Variabel Gaya Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang

Menjalani Hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan Tahun

2014

Tabel 5.6
Deskripsi Statistik Gaya Hidup Pasien Hemodialisa

Variabel Mean Median SD Min-Max Shapiro-Wilk


Gaya Hidup 68,48 68 11,08 48-89 0,498
Sumber: Data primer yang diolah, 2014

Berdasarkan tabel 5.6 di atas menunjukkan hasil uji normalitas

sebesar 0,498 > 0,05. Dari hasil uji tersebut berarti bahwa distribusi data

dari variabel gaya hidup adalah normal sehingga cut off point untuk

membagi variabel tingkat gaya hidup pasien menggunakan nilai mean

sebesar 68,48. Berarti apabila > 68,48 gaya hidup pasien dikatakan baik

dan bila ≤ 68,48 dikatakan buruk.

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Gaya Hidup Pasien Hemodialisa

Gaya Hidup Frekuensi Prosentase (%)

Baik 15 48,39
Buruk 16 51,61

Total 31 100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2014


66

Berdasarkan tabel 5.7, 15 orang (48,39 %) memiliki tingkat gaya

hidup yang baik sedangkan 16 orang (51,61 %) memiliki tingkat gaya

hidup yang buruk dengan nilai mean 68,48 dan nilai SD 11,08. Hal ini

berarti pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di

RSUD Kraton lebih banyak yang memiliki gaya hidup buruk.

3. Deskripsi Variabel Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang

Menjalani Hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan Tahun

2014

Tabel 5.8
Deskripsi Statistik Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa

Variabel Mean Median SD Min-Max Shapiro-Wilk


Kualitas
221 225 41,27 94-282 0,058
Hidup
Sumber: Data primer yang diolah, 2014

Berdasarkan tabel 5.8 di atas menunjukkan hasil uji normalitas

sebesar 0,058 > 0,05. Dari hasil uji tersebut berarti bahwa distribusi data

dari variabel kualitas hidup adalah normal sehingga cut off point untuk

membagi variabel tingkat kualitas hidup pasien menggunakan nilai mean

sebesar 221. Dikatakan memiliki kualitas hidup tinggi bila skor > 221, dan

dikatakan memiliki kualitas hidup rendah bila skor < 221.

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa

Kualitas Hidup Frekuensi Prosentase (%)

Tinggi 17 54,84

Rendah 14 45,16

Total 31 100,00

Sumber: Data primer yang diolah, 2014


67

Tabel 5.9 menunjukkan 17 orang (54,84 %) memiliki tingkat

kualitas hidup yang tinggi dan 14 orang (45,16 %) memiliki tingkat

kualitas hidup rendah dengan niai mean 221 dan SD 41,27. Hal ini berarti

sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisa di RSUD Kraton memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi.

4. Distribusi Frekuensi Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal

Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan Tahun 2014 Berdasarkan Karakteristik Pasien

Tabel 5.10

Distribusi Frekuensi Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa

Berdasarkan Karakteristik Pasien

Variabel Gaya Hidup Kualitas Hidup


Karakteristik Buruk Baik Rendah Tinggi
Umur (n=31)
Non Produktif 7 7 3 11
Produktif 9 8 4 13
Jenis Kelamin (n=31)
Laki-Laki 8 11 7 12
Perempuan 8 4 7 5
Pendidikan (n=31)
Rendah 10 7 7 10
Tinggi 6 8 7 7
Pekerjaan (n=31)
Tidak Bekerja 0 3 2 1
Bekerja 16 12 12 16
Lama Hemodialisa (n=31)
Belum Lama 9 5 6 8
Lama 7 10 8 9
Sumber: Data primer yang diolah, 2014

Tabel 5.10 di atas menunjukkan data distribusi frekuensi gaya

hidup dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
68

hemodialisa berdasarkan karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, dan lama menjalani hemodialisa.

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data penelitian yang telah disajikan

sebelumnya di atas maka dapat dibahas berdasarkan hasil penelitian:

1. Karekteristik Pasien

Karakteristik pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa

dalm penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

dan lama menjalani terapi hemodialisa.

a. Umur

Dari hasil penelitian ini responden yang berumur produktif

jumlahnya lebih banyak yaitu 17 orang (54,84%) dibandingkan yang

berumur non produktif yaitu 14 orang (45,16%), dimana rata-rata umur

pasien adalah 43,94 tahun. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa

fungsi renal akan berubah bersamaan dengan pertambahan usia.

Sesudah usia 40 tahun akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus

secara progresif hingga usia 70 tahun kurang lebih 50% dari

normalnya (Smeltzer & Bare 2002, h. 1382). Insidens penyakit

sistemik seperti aterosklerosis, hipertensi, gagal jantung, diabetes, dan

malignansi meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan akan

menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap penyakit ginjal

(Smeltzer & Bare 2002, h. 1456).


69

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan

oleh Anees et.al (2011) di Rumah Sakit Mayo, Rumah Sakit Shalimar,

dan Doctor’s Hospital and Medical Center di Lahore Pakistan, dari 125

responden terdapat 75 orang (60%) yang berusia diatas 45 tahun.

Disampaikan pula oleh Anees, pada studi pendahuluan masyarakat

Pakistan memiliki resiko tinggi terkena gagal ginjal kronis, sekitar 15-

20% penduduk yang berusia diatas 40 tahun telah mengalami

penurunan GFR, hal ini sesuai dengan prevalensi penderita diabetes

dan hipertensi yang menjadi penyebab utama penyakit gagal ginjal

kronik.

b. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa jenis kelamin

laki-laki lebih banyak yaitu 19 orang (61,29 %) dibandingkan dengan

jumlah perempuan sebanyak 12 orang (38,71 %). Hasil penelitian

yang sama d i l a k u k a n oleh Siallagan (2011) di Rumah Sakit Martha

Friska Medan menunjukkan bahwa proporsi jenis kelamin laki-laki

53,7% lebih tinggi dibandingkan perempuan 46,3%. Lopes et.al (2006)

dalam penelitiannya di 7 negara didapatkan bahwa dari 9.526 pasien

yang diteliti sebanyak 58,5% orang adalah laki-laki dan sisanya adalah

perempuan. Hal ini dapat dikarenakan pola hidup pasien laki-laki yang

cenderung kurang baik, sehingga ketika terkena gagal ginjal menjadi

cenderung lebih serius dan harus menjalani hemodialisis. Berdasarkan

penelitian salah satu perilaku yang memiliki risiko serius terhadap

kesehatan adalah merokok. Perilaku merokok menyebabkan seseorang


70

berisiko menderita gagal ginjal kronik 2,2 kali lebih tinggi

dibandingkan individu yang tidak merokok (Latifah, 2012).

c. Pendidikan

Dari hasil penelitian, berdasarkan tingkat pendidikan sebanyak

17 orang (54,84 %) berpendidikan rendah dan 14 orang (45,16 %)

berpendidikan tinggi. Menurut Notoatmojo (2013) tingkat pendidikan

merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang lebih luas. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki

orang tersebut, informasi dan pengalaman yang bisa diperoleh akan

semakin banyak. Hasil penelitian yang sama didapatkan oleh Siallagan

(2011) di Rumah Sakit Martha Friska Medan dengan jumlah penderita

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yang memiliki

pendidikan rendah sebanyak 8 orang (4%) dan sebanyak 193 orang

(96%) sudah berpendidikan tinggi. Pada penderita yang memiliki

pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas

juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam

mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang

tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat

bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang

dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan

sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan

(Kamaludin, 2009).
71

d. Pekerjaan

Hasil penelitian ini menunjukkan 3 orang (9,68 %) tidak

bekerja, dan 28 orang (90,32 %) bekerja/memiliki pekerjaan. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Butar (2012) menyatakan berbagai jenis

pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal ini

disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan

berbagai suasana lingkungan yang berbeda. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Morton et.al (2011) di Rumah Sakit Royal Prince

Alfred and Concord New South Wales, Australia juga didapatkan hasil

yang serupa yaitu sebanyak 4 orang (23,50%) dan 13 orang (76,50%)

bekerja/memiliki pekerjaan.

Kejadian gagal ginjal bisa terjadi karena faktor pekerjaan yang

tanpa disadari menuntun ke arah gaya hidup tidak sehat. Stres,

kelelahan, konsumsi minuman suplemen, makanan mengandung

pengawet serta kurangnya minum air putih bisa menjadi faktor pemicu.

Disisi lain seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

ada mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat

atau membayar tranportasi (Notoatmodjo, 2010).

e. Lama Menjalani Terapi

Dari 31 responden sebanyak 14 orang (45,16%) belum lama

menjalani hemodialisa dan 17 orang (54,84%) yang sudah lama

menjalani hemodialisa. Hasil penelitian oleh Wurara et.al (2013) di

ruang hemodialisis Rumah Sakit PROF.Dr.R.D Kandou Manado

berdasarkan lama menjalani terapi hemodialisis, didapatkan bahwa


72

responden yang terbanyak adalah yang telah menjalani terapi

hemodialisis antara <20 bulan bulan yaitu 48 orang (81,40%) dan 11

orang (18,60%) sudah menjalani hemodialisis >20 bulan. Rentang

waktu lama menjalani hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik

sangat berpengaruh terhadap keadaan dan kondisi pasien baik fisik

maupun psikisnya, perasaan takut adalah ungkapan emosi dari pasien

yang paling sering diungkapkan. Pasien sering merasa takut akan masa

depan yang akan dihadapi dan perasaan marah yang berhubungan

dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya.

Ketakutan dan keputusasaan juga kerap datang karena harus

tergantung dengan alat hemodialisis.

Ketika seseorang terdiagnosis penyakit ginjal kronik, umumnya

nilai kualitas kesehatan mental (MCS) pasien akan turun dan masuk

dapat masuk pada level mild depression. Setelah satu bulan, nilai MCS

pasien dengan hemodialisis pada umumnya akan mengalami

peningkatan seiring adanya proses adaptasi. Hal ini dapat disebabkan

oleh faktor psikologis pasien yang mulai dapat menerima kenyataan

akan penyakit tersebut, dan adanya pikiran positif dari pasien itu

sendiri juga berkontribusi pada proses adaptasi tersebut. Setelah pasien

mencapai tahap adaptasi, nilai MCS pasien akan cendrung meningkat.

Tingginya nilai MCS akibat faktor adaptasi ini dapat berkontribusi

pada peningkatan kualitas hidup pasien (Rahman et.al, 2012).

Semakin lama pasien menjalani hemodialisa maka pasien akan

semakin patuh dalam menjalani terapi karena pasien telah mencapai


73

tahap menerima, ditambah mereka telah banyak mendapatkan

informasi/pengetahuan tentang penyakit dan pentingnya terapi

hemodialisa secara teratur. Hal ini tentu akan mempengaruhi gaya

hidup dan tingkat kualitas hidupnya. Luana (2012) dalam

penelitiannya bahwa analisis terhadap frekuensi dan periode

hemodialisis pada berbagai derajat kecemasan menunjukkan tidak

adanya pola perburukan tingkat cemas dengan peningkatan frekuensi

dan periode hemodialisis. Kelompok dengan frekuensi tersering dan

periode terlama justru hanya mengalami cemas ringan. Hal ini

diasumsikan terjadi karena penderita PGK yang sudah lama menjalani

hemodialisis telah mampu beradaptasi dengan kondisi penyakitnya.

2. Gaya Hidup

Dari hasil penelitian didapatkan hasil dari 31 responden diketahui

bahwa 15 orang (48,39 %) memiliki tingkat gaya hidup yang baik

sedangkan 16 orang (51,61 %) memiliki tingkat gaya hidup yang buruk.

Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar pasien masih banyak yang

memiliki gaya hidup yang buruk/kurang baik. Perawat berperan sangat

penting dalam penyuluhan pasien penyakit ginjal tahap akhir. Terdapat

sejumlah informasi yang harus dipahami oleh pasien dan keluarga tentang

gagal ginjal dalam rangka untuk memelihara kesehatan dan menghindari

komplikasi yang berhubungan dengan gagal ginjal. Mengkaji status cairan

dan mengidentifikasi sumber potensial yang mengakibatkan

ketidakseimbangan, mengimplementasikan program diet yang sesuai

dalam batas-batas program penanganan, dan meningkatkan perasaan


74

positif akan mendorong peningkatan perawatan diri dan kemandirian yang

membantu memperbaiki gaya hidup pasien gagal ginjal (Smeltzer & Bare

2002, h. 1451).

Ketika seseorang terdiagnosa gagal ginjal kronik, ginjal sudah tidak

bisa berfungsi normal, hasil akhir metabolik, seperti urea, menumpuk di

dalam darah, dan pasien masuk dalam kondisi uremia. Manifestasi klinik

dari uremia berbeda dengan kondisi medis pasien, diantaranya kerusakan

sistem pencernaan, penurunan konsentrasi, kelemahan, perasaan kosong

dan bingung, penurunan daya tahan tubuh, gangguan sistem saraf,

gangguan kulit, gatal pada kulit, anemia, ketakutan, dan gangguan sistem

kardiovaskular. Pemberian program terapi yang berkesinambungan

terhadap pasien hemodialisis seperti pemberian obat, pengawasan diet,

terapi okupasi, fisioterapi, dan dukungan sosial dapat memperbaiki gejala

yang dialami dan pasien biasanya dapat kembali bekerja dan beraktivitas

(Chau et.al., 2003). Gaya hidup sehat merupakan pilihan setiap individu

untuk dapat berperilaku sehat. Perubahan gaya hidup seperti konsumsi

makanan cepat saji, pola makan yang tidak baik, kebiasaan merokok dan

kurangnya aktivitas fisik, aktivitas fisik yang serba praktis,

penyalahgunaan obat, kehidupan seksual merupakan salah satu pemicu

untuk timbulnya penyakit berbahaya seperti diabetes mellitus, hipertensi,

penyakit jantung dan stroke yang merupakan faktor pendukung terjadinya

gagal ginjal (Thrilaway 2009, h.9).

Ditinjau dari karakteristik pasien, gaya hidup pasien yang sebagian

besar buruk/kurang baik lebih banyak berada di umur produktif (9 orang),


75

pendidikan rendah (10 orang), pasien yang bekerja (16 orang), dan pasien

yang belum lama menjalani terapi hemodialisa (9 orang). Wurara et.al

(2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada kondisi saat ini

dengan gaya hidup yang kurang sehat dimana terdapat banyaknya bahan

makanan dan minuman yang mengandung bahan kimia yang sering

dikonsumsi oleh kalangan muda maupun dewasa, diduga sebagai pemicu

terjadinya penyakit ginjal kronik. Merokok, minuman beralkohol,

penggunaan obat-obatan, serta makanan siap saji ( fast food) yang sering

dikonsumsi juga dapat berakibat munculnya penyakit ginjal kronik yang

dapat menyerang berbagai kalangan usia. Tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan penderita mengenai faktor resiko

gagal ginjal kronik, komplikasi, dan gejala klinis. Dengan tingkat

pendidikan yang rendah, akan mempengaruhi kesadaran dan keinginan

pasien untuk menjalani terapi yang sesuai dengan kondisi penyakitnya

(Siallagan, 2011). Faktor pekerjaan juga ikut mempengaruhi gaya hidup

pasien yang buruk/kurang baik. Sebagian besar pasien (16 orang) yang

memiliki pekerjaan mempunyai gaya hidup yang buruk. Tuntutan

pekerjaan dan perekonomian keluarga seringkali memaksa seseorang

untuk memiliki pola hidup yang kurang teratur/kurang baik, mulai dari

makan/minum, istirahat, hingga resiko dari pekerjaan yang dijalani.

Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi

penyakit. Hal ini disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat

pekerjaan sehingga tanpa disadari akan terus terpapar oleh zat-zat yang

dapat mempengaruhi kondisi kesehatan (Butar, 2012). Pada awal


76

seseorang terdiagnosa gagal ginjal kronis dan keharusan menjalani

hemodialisa sepanjang hidupnya, pada umumnya keadaan tersebut akan

mempengaruhi kondisi fisik maupun psikologis. Perasaan takut, denial,

marah, hingga masuk dalam kondisi depresi masih sering terjadi karena

keharusan dan ketergantungan pada terapi hemodialisa. Dibutuhkan waktu

yang cukup untuk proses adaptasi sehingga seseorang dapat menerima

kondisinya dan mulai memperbaiki gaya hidup dan meningkatkan kualitas

hidupnya (Wurara et.al, 2013; Rahman et.al, 2012).

3. Kualitas Hidup

Kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit yang

dideritanya, dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial,

maupun spiritual, serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk

kebahagiaan dirinya maupun orang lain. Berdasarkan hasil penelitian,

menunjukkan bahwa sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton memiliki tingkat kualitas

hidup yang tinggi 17 orang (54,84 %). Dalam hal ini yang dimaksud

dengan kualitas hidup tinggi berarti bahwa responden merasa puas dan

sebagian besar kebutuhan sehari-harinya dapat terpenuhi, yang meliputi

Aktivitas sehari-hari, ketergantungan terhadap obat, energi dan kelelahan,

nyeri dan tidak nyaman, istirahat dan tidur, dan kapasitas kerja, gambaran

diri dan penampilan, perasaan negatif, perasaan positif, harga diri,

kepercayaan/spirituality, pikiran, belajar, memori, dan konsentrasi,

hubungan personal, dukungan sosial, aktivitas seksual, sumber finansial;

kebebasan, kenyamanan fisik dan keamanan; kesehatan dan perhatian


77

social; lingkungan rumah; kesempatan untuk mendapatkan informasi dan

keterampilan baru; partisipasi dan kesempatan dalam rekreasi; lingkungan

fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim); dan transportasi.

Literatur menjelaskan bahwa hemodialisis merupakan salah satu

terapi pengganti ginjal buatan yang bertujuan untuk mengeliminasi sisa-

sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan cairan dan

elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membran

semipermeabel yang berperan sebagai ginjal buatan (Sukandar 2006,

h.163). Oleh karena itu kualitas hidup pasien hemodialisis sangat

dipengaruhi oleh keadekuatan terapi hemodialisis dan rutinitas terapi

hemodialisa yang dijalani dalam rangka mempertahankan fungsi

kehidupannya. Efektivitas hemodialisis merupakan indikator pencapaian

adekuasi hemodialisis yang akan mempengaruhi tingkat kualitas hidup

pasien (Rahman, 2013). Hasil yang serupa dinyatakan oleh Septiwi (2010)

di RS Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dalam penelitiannya

didapatkan hasil 53,5 % kualitas hidup responden adalah baik, sedangkan

sisanya kurang baik. Walaupun secara fisik pasien mengalami gangguan

tetapi dengan kepatuhan terhadap pengobatan/terapi pasien biasanya akan

dapat kembali beraktivitas, bekerja, hingga istirahat/tidur yang berkualitas

walaupun tidak seoptimal sebelumnya. Penderita gagal ginjal kronik yang

melakukan aktivitas fisik secara teratur mendapatkan manfaat secara

signifikan dibandingkan dengan penderita gagal ginjal kronik yang tidak

melakukannya (Ratnadita, 2011).


78

Dilihat dari karakteristik pasien, hasil penelitian menunjukkan

pasien yang memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi lebih banyak

berada pada pasien yang sudah lama menjalani hemodialisa (9 orang).

Kelompok pasien dengan periode menjalani terapi hemodialisa tersering

dan terlama justru menunjukkan kualitas fisik dan psikologis yang lebih

baik. Proses adaptasi yang sudah dijalani selama menjalani terapi

menempatkan pasien pada tingkat kualtas hidup yang tinggi (Luana,

2012). Kimmel et.al (1996) (dikutip dalam Rahman et.al, 2012)

melaporkan bahwa secara psikologis pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan perilaku

pasien dalam pengobatan dan terapi, gambaran diri dan penampilan,

perasaan negatif, perasaan positif, harga diri, kepercayaan/spirituality, dan

pikiran, belajar, memori, dan konsentrasi. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya hubungan yang erat antara dukungan sosial, pengetahuan tentang

penyakit, dan tingkat depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 99

pasien hemodialisa di tiga tempat pusat hemodialisa di Washington DC

didapatkan bahwa ada perbedaan antara nilai mean psikologis dan

dukungan sosial dengan angka kejadian pasien hemodialisis. Hasil yang

sama didapatkan pada nilai pasien umum, dukungan sosial, dan angka

kejadian yang berhubungan dalam skor depresi. Namun, hubungan antara

persepsi pasien terhadap kualitas hidupnya dan penyesuaian terhadap

kondisi sakit dan kehidupan seksual pasien menunjukkan nilai yang lebih

baik pada angka kejadian daripada pada jumlah pasien umum.


79

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kualitas hidup tinggi juga di

dominasi oleh kelompok pasien dengan rentang umur produktif (13

orang), demikian pula dengan pasien yang berjenis kelamin laki-laki (12

orang), dan pasien yang memiliki pekerjaan (16 orang). Butar (2012)

dalam penelitiannya menjelaskan bahwa penderita gagal ginjal kronik usia

muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik oleh karena

biasanya kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan yang berusia tua.

Penderita yang dalam umur produktif merasa terpacu untuk sembuh

mengingat dia masih muda mempunyai harapan hidup yang lebih tinggi,

sebagai tulang punggung keluarga, sementara yang tua menyerahkan

keputusan pada keluarga atau anak-anaknya. Berdasarkan jenis kelamin,

hasil penelitian yang sama didapatkan oleh Septiwi (2011) yaitu diperoleh

hasil 29 orang laki-laki memiliki kualitas hidup yang baik, sedangkan 25

orang perempuan yang memiliki kualitas hidup yang baik. Namun dari

hasil analisis lebih lanjut pada alpha 5% didapatkan hasil tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kualitas hidup

(p=0,408). Dilihat dari karakteristik pekerjaan, lebih lanjut Septiwi (2011)

dalam penelitiannya menjelaskan bahwa responden yang bekerja ternyata

sebagian besar (85,7%) memiliki kualitas hidup yang baik. Hal ini

disebabkan karena dengan bekerja maka kemampuan responden dalam

menjalankan peran dirinya akan meningkat dan akan berdampak pula pada

peningkatan harga diri dan kualitas hidupnya, karena dengan bekerja

responden tetap memiliki penghasilan, memiliki dukungan yang lebih


80

banyak dari lingkungan kerjanya, dan akan meminimalkan konflik peran

yang terjadi akibat perubahan kondisi fisik pada pasien hemodialisis.

Penurunan daya tahan/kondisi atau gangguan fisik yang diderita

oleh pasien gagal ginjal kronik akan berpengaruh dan menghambat

terhadap hubungan sosialnya, misalnya pada aktivitas seksual, ataupun

hubungan sosialnya dengan orang lain. Hasil penelitian menyatakan

bahwa gangguan seksual pada pasien yang menjalani hemodialisis

memiliki prevalensi yang cukup tinggi. >80% laki-laki dilaporkan

mengalami gangguan ereksi, dan hasil yang sama tinggi, yaitu dari survei

66 orang perempuan sebanyak 53 orang (80%) mengalami disfungsi

seksual (Mor et.al, 2014). Penyakit yang berat yang mengancam hidupnya

menimbulkan dampak pada pasien dan keluarga, perasaan takut mati,

tekanan keuangan serta timbulnya stres karena pengobatan juga

menimbulkan gangguan psikologis. Banyak diantara pasien yang

menjalani hemodialisa mengalami depresi karena keterbatasan fisik serta

ketergantungan terhadap mesin dan pada orang lain. Semua faktor di atas

menyebabkan meningkatnya gangguan fungsi seksual (Tobing 2006,

h.74). Kondisi lingkungan, baik tempat tinggal, perhatian keluarga dan

sosial, pelayanan kesehatan ataupun kebebasan juga mempengaruhi

tingkat kualitas hidup pasien hemodialisis. Tidak adanya dukungan sosial

akan mempengaruhi psikologis pasien yang mengakibatkan keadaan

depresi. Masalah psikologis yang dialami pasien biasanya akan diikuti

dengan kecemasan, penurunan interaksi sosial, dan terganggunya kualitas

hidup (Bayat et.al, 2012).


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Hasil penelitian studi deskriptif gaya hidup dan kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan karakteristik pasien, sebagian besar pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Kraton memiliki rentang

umur produktif yaitu 17 orang (54,84%), berjenis kelamin laki-laki yaitu

19 orang (61,29 %), memiliki pendidikan yang masih rendah yaitu 17

orang (54,84%), masih bekerja/memiliki pekerjaan yaitu 28 orang

(90,32%), dan sebagian besar pasien telah lama menjalani terapi

hemodialisa yaitu 17 orang (54,84%).

2. Sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di

RSUD Kraton masih memiliki gaya hidup yag buruk yaitu 16 orang

(51,61%), dengan nilai mean=68,48; SD=11,08.

3. Sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di

RSUD Kraton memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi yaitu 17 orang

(77,42%) dengan nilai mean=221; SD=41,27.

81
82

B. SARAN

1. Rumah Sakit

Sebaiknya rumah sakit meningkatkan pelayanan seperti memberikan

informasi (inform consent) terutama tentang terapi hemodialisa dan

managemen symptom, misalnya kemungkinan yang mungkin terjadi pada

saat hemodialisa, sehingga pasien dapat memahami keadaannya, karena

dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar (51,61 %) pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Kraton masih

memiliki gaya hidup yang buruk sehingga diharapkan dengan adanya

pemberian informasi dapat membantu memperbaiki gaya hidup dan

meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik dengan terapi

hemodialisa.

2. Peneliti lain

Diharapkan untuk peneliti lain dapat melakukan penelitian selanjutnya

tentang gaya hidup dan kualitas hidup pasien dengan metode penelitian

secara kualitatif/wawancara terbuka sehingga kondisi dan pengalaman

pasien tentang gaya hidup dan kualitas hidup semakin terkaji lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Andri 2012, Aspek psikososial pada gagal ginjal, diakses pada tanggal 18
november 2012, www.kesehatankompasiana.com/kejiwaan/2012/07/08
/aspek-psikososial-pasien-gagal-ginjal-476262.html

Annes, M, et.al 2011, Dialysis-Related Factors Affecting Quality of Life in


Patients on Hemodialysis, diakses tanggal 31 Januari 2014, http://www.
ijkd.org/index.php/ijkd/article/viewFile/355/246

Alam, S & Hadibroto, I 2007, Gagal ginjal, PT Gramedia Pustaka Ilmu, Jakarta

Ambari 2013, penderita gagal ginjal terus meningkat di indonesia, diakses pada
tanggal 18 Maret 2013, www. Indonesianyanews.com/kesehatan/03-18-
2013-05-03/penderita-gagal-ginjal-terus-meningkat-di-indonesia

Arikunto, S 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis Revisi Edisi VI,
Jakarta, Rineka Cipta

Armstrong, G 2011, Principles of Marketing 14th Edition, Prentice Hall, New


Jersey

Baradero, M, et.al 2009, Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal,


EGC, Jakarta

Bayat, A et.al 2012, Psychological Evaluation in Hemodialysis Patients, diakses


tanggal 29 Januari 2014, http://www.jpma.org.pk/PdfDownload/
supplement_24.pdf

Bekti 2012, Sayangi Ginjal dengan Menjaga Kesehatannya, diakses tanggal 24


Oktober 2012, www.medicastore.com/index.php?mod=printPage&page
=berita&id=199

Brunner & Suddarth 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal-Bedah, EGC, Jakarta

Butar, A 2012, Karakteristik Pasien dan Kualitas Hidup Pasien gagal Ginjal
Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa, diakses pada tanggal 18
Maret 2013, http://jurnal.usu.ac.id/index.php/jkk/article/view/1058/641

Cahyaningsih 2008, Hemodialisis (cuci darah); Panduan Praktis Perawatan


Gagal Ginjal, MITRA CENDIKIA Press, Jogjakarta

Center for Disease Control and Prevention, 2003, Health-Related Quality of Life
Reveals Full Impact of Chronic Disease, diakses tanggal 3 Maret 2014,
http://www.cdc.gov/hrqol/pdfs/CDNRwinter03.pdf
Chau K.F. et.al 2003, Rehabilitation of Patients with End-stage Renal Disease,
diakses tanggal 8 Februari 2014, http://www.fmshk.org/database/articles/
771.pdf

Corwin, E.J 2009, Buku Saku Patofisiologi Ed.3, EGC, Jakarta

Davita 2010, Berolahraga Bagi Pasien gagal Ginjal bolehkah?, diakses pada
tanggal 24 Oktober 2012, http://www.dialife.nl//wpcontent/uploads
/2010/10/dialife-april-2009.pdf

Dewi, N.S 2013, Apakah Aktivitas Pemberdayaan Masyarakat Mempengaruhi


Kualitas Hidup Masyarakat di Kabupaten Bangka dan Belitung timur,
Indonesia?, diakses tanggal 3 Maret 2014, http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/11/Nora-SD_ARTIKEL-CISRAL.pdf

Farida, A 2010, Pengalaman klien hemodialisa terhadap kualitas hidup klien di


RS Fatmawati Jakarta, Tesis, diakses pada tanggal 09 April 2013,
http//www.mkb.online

Hastono, S 2010, Statistik Kesehatan, Rajawali Pers, Jakarta

Hawkins, D.I. & Mothersbaugh, D.L. 2010, Consumer behavior: Building marketing
strategy 11th edition, New York, NY: Mc-Graw-Hill Irwin

Herwana dan Herwana, E 2006, Prevalensi Penyakit Kronis dan Kualitas Hidup
Pada Lanjut Usia di Jakarta Selatan, diakses tanggal 3 Maret 2014,
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/Yenny.pdf

Hidayat, A 2009, Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data,


Salemba Medika, Jakarta

Ibrahim, K 2005, Kualitas hidup pasa pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa, diakses pada tanggal 09 April 2013, http//www.mkb.online

Ivey, T & Lane, B 2010, Quality of Life in Patients with End-Stage Renal Disease
on Hemodialysis, diakses tanggal 29 Januari 2014, http://www.lagrange.
edu/resources/pdf/citations/2011/16_Ivey_and_Lane_Nursing.pdf

Kamaludin, R 2009, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Asupan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, diakses tanggal 31
Januari 2014, http://jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/
viewFile/175/40

Kotler, P 2002, Marketing Management Millenium Edition; Tenth Edition,


Prentice Hall, New Jersey
Latifah, I et.al 2012, Hubungan Antara Kadar Hemoglobin, Kadar Albumin,
Kadar Kreatinin, dan Status Pembayaran dengan Kematian Pasien Gagal
Ginjal Kronik di RSUD dr. Moewardi Surakarta, diakses tanggal 16
Februari 2014, http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/1234567
89/3070/10.%20ISMATUL.pdf?sequence=1

Lopes, AA et.al 2006, Factors Associated with Health-Related Quality of Life


Among Hemodialysis Patients in the DOPPS, Springer Science+Business
Media B.V., 16:545-557

Luana, NA 2012, Kecemasan pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang


Menjalani Hemodialisis di RS Universitas Kristen Indonesia, diakses
tanggal 31 Januari 2014, http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article
/view/4571/4163

Lubis, A, J 2006, Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang
Melakukan Terapi Hemodialisa, Medan, Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara, diakses pada tanggal 24 Oktober
2012, http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/1920

Lystiorini, S 2009, Analisis faktor-faktor gaya hidup dan pengaruhnya terhadap


pembelian rumah sehat sederhana, Malang, Program Studi Pasca Sarjana
Universitas Brawijaya Malang, diakses pada tanggal 23 februari 2013,
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/janis/article/view/4314

Muharni, S.I 2010, Pola Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum menjalani
Terapi Haemodialisa Di BPK RSU Langsa Kota, diakses tanggal 24
Oktober 2012, http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17097

Mor, MK et.al 2014, Sexual Function, Activity, and Satisfaction among Women
Receiving Maintenance Hemodialysis, diakses tanggal 28 Januari 2014,
http://cjasn.asnjournals.org/content/9/1/128.full.pdf

Moreno, F et.al 2000, Increasing the Hematocrit Has a Beneficial Effect on


Quality of Life and Is Safe in Selected Hemodialysis Patient, diakses
tanggal 9 April 2013, http://jasn.asnjournals.org/content/11/2/335.
full.pdf+html?sid=91e03608-470e-4fa3-818f-f2338e5a3c17

Morton, RL et.al 2011, Characteristics of Dialysis Important to Patients and


Family Caregivers: a Mixed Methods Approach, diakses tanggal 29
Januari 2014, http://ndt.oxfordjournals.org/content/early/2011/04/11/ndt.
gfr177.full.pdf#page=1&view=FitH

Nephrol, I 2005, Guidelines for the phsychological management of cronic kidney


disease patients (for the phsychologist), diakses pada tanggal 03 maret
2013, www.medind.nic.in/iav/t05/s1/iavt0ss1p103.pdf
Notoatmodjo, S 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, ed. Ref, Rineka Cipta,
Jakarta

___________ 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Nurchayati, S 2010, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas


Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di
Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

Nursalam 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta

Potter PA & Perry AG 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik, EGC, Jakarta

Prasetya, K 2011, Pengaruh Depresi Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit


Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis, diakses pada tanggal 24
Oktober 2012, Http://repositoryusu.ac.id/handle/123456789/21451

Priambodo 2007, Kualitas Hidup Pasien yang Menjalani Pemasangan Stoma


Usus di Wilayah Kota Bandung, artikel ilmiah Bandung, Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjajaran, diakses pada tanggal 5 maret 2013,
http://id.scribd.com/doc/84877752/2a-artikel-ilmiah

Price, S.A & Lorraine M.W 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, ed.S keenam, vol.1, EGC, Jakarta

Rahman, ARA et.al 2012, Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dan Kualitas
Hidup Pasien di RSUD Ulin Banjarmasin, diakses tanggal 24 Oktober
2013, http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk/article/download/674/630

Retnadita, A 2011, pasien gagal ginjal kronik lebih bagus jika berolahraga,
diakses pada tanggal 18-03-2012. www. Healthdetik.com/read/2011/10/07
/163358/1739229/766/pasien-gagal-ginjal-kronik-lebih-bagus-jika
berolahraga/1771108

Sazli, B 2012, Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK-USU, Medan

Septiwi, C 2011, Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas


Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto, Tesis, FIK UI, Jakarta
Setiawan, Y 2012, Mengenal Cuci Darah (Hemodialisa), diakses pada tanggal 1
Januari 2013, http://www.lkc.or.id/2012/06/11/mengenal-cuci-darah-
hemodialisa

Siallagan, H 2011, Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Dirawat Inap
di RS Martha Friska Medan, diakses tanggal 9 Januari 2014,
http://download.portalgaruda.org/article.php? article=51533 &val=4108

Sugiyono 2011, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, cet.


Kedelapan belas, Alfabeta, Bandung

Sukandar, E 2006, Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis Tahun 2006, Pusat
Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UNPAD / RS.Dr.Hasan Sadikin, Bandung

Thirlaway, K 2009, The Psychology of Lifestyle : Promoting Healthy Behaviour,


Routledge, United States of America

Tobing, NL 2006, Seks Tuntunan bagi Pria, PT Elex Media Komputindo: Jakarta

Tuty 2011, Pasien Hemodialisa Butuh Dukungan Keluarga, diakses pada tanggal
18 Maret 2013, http://lifestyle.okezone.com/read/2011/11/28/27/535001
/pasien-hemodialisa-butuh-dukungan-keluarga

World Health Organization 2000, General Guidelines For Methodologies On


Research On Evaluation Of Traditional Medicion, diakses pada tanggal 24
Mei 2013, http://www.whqlibdoc.who.int/hq/2000/who_edm_trm_2000.
1.pdf

___________ 2004, WHO Quality of Life-BREF (WHOQOL-BREF), diakses


tanggal 24 Mei 2013, http://www.who.int/substace_abuse/research_tools
/whoqolbref/en

Wurara, YGV et.al 2013, Mekanisme Koping pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado, diakses tanggal 24 Januari 2014, http://ejournal.unsrat.ac.id/index.
php/ jkp / article/download/2254/1811

Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia 2009, Olah Raga Bagi Pasien Dialisis, diakses
pada tanggal 27 Mei 2013, http//www.ygdi.org/_kidneydiseases.php?view=
detail&kat=dialisis3&id=30

Young, S 2009, Rethinking and Integrating Nephrology Palliative Care: a


Nephrology Nursing Perspective, diakses pada tanggal 09 April 2013,
http://www.thefreelibrary.com/Rethinking+and+integrating+nephrology+pa
lliative+care%3A+a+nephrology...-a0195162892
Zadeh, K.K et.al 2001, Association among SF-36 Quality of Life Measure and
Nutrition Hospitalitation an Mortality in Hemodialisis, diakses pada tanggal
09 April 2013, http//www.asnjournal.org
Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth. Bapak/Ibu Calon Responden Penelitian


Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan

Dengan hormat
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Komang Setia Ananta
Yusuf Mardiyanto
NIM : 11. 0769.S
11.0771.S
Institusi : STIKES Muhammadiyah Pekajangan
Adalah mahasiswa program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Muhammadiyah
Pekajangan yang sedang melaksanakan penelitian dengan judul “Studi Deskriptif
Gaya Hidup dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan”.
Penelitian ini akan dirahasiakan dan hanya untuk kepentingan penelitian
saja. Dan apabila Bapak/Ibu bersedia menjadi responden, kami mohon untuk
menandatangani surat kesanggupan menjadi responden yang saya sertakan.
Kemudian Bapak/Ibu mengisi pertanyaan yang telah disediakan. Atas kesediaan
dan partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini, kami ucapkan terima kasih.

Peneliti

Komang Setia Ananta Yusuf Mardiyanto


NIM. 11.0769.S NIM. 11.0117.S
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda di bawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dan sanggup menjadi
responden pada penelitian yang dilakukan oleh Komang Setia Ananta dan Yusuf
Mardiyanto, dengan judul “Studi Deskriptif Gaya Hidup dan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan”.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya, tanpa
ada paksaan dari pihak manapun.

Pekalongan , 2014

Responden

( )
Lampiran 3

INSTRUMEN PENELITIAN
STUDI DESKRIPTIF GAYA HIDUP DAN KUALITAS HIDUP PASIEN
GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI
HEMODIALISA DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN

A. DATA DEMOGRAFI

1. Nomer Kode :

2. Umur responden : _______ tahun ( Tanggal lahir...............................)

3. Jenis kelamin : Laki-laki

Perempuan

4. Pendidikan : Tidak Sekolah

SD

SMP

SMA

PT (Perguruan Tinggi )

5. Pekerjaan :

6. Lama menjalani HD :
Lampiran 4

KUESIONER A
GAYA HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI TERAPI HEMODIALISA

Petunjuk pengisian : berilah tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai dengan

mengikuti petunjuk/ pilihan seperti di bawah ini sesuai dengan keadaan bapak, ibu

saudara.

SL : Selalu

S : Sering

K : Kadang-kadang

TP : Tidak pernah

I. Aktivitas Fisik

No Pertanyaan TP K S SL

1 Saya berolah raga tiga kali dalam seminggu

2 Saya meminta bantuan orang lain ketika

beraktivitas

3 Saya mudah lelah ketika beraktivitas

4 Saya dapat tidur nyenyak setiap hari

5 Saya aktif mengikuti setiap kegiatan yang

diadakan di lingkungan masyarakat (Rapat

RT, kerja bakti, pengajian, dan lain-lain)


No Pertanyaan TP K S SL

6 Saya menggunakan waktu luang saya untuk

bercengkerama dengan keluarga, nonton TV,

mendengarkan musik, dan lain-lain

7 Saya tidak dapat bepergian / melakukan

perjalanan jauh karena harus menjalani terapi

hemodialisa secara rutin

II. Minat (interest)

No Pertanyaan TP K S SL

8 Saya berkonsultasi dengan dokter/tenaga

kesehatan tentang penyakit saya, dan terapi

yang harus saya jalani

9 Saya mencari informasi mengenai penyakit,

diit dan terapi yang harus dijalani melalui

majalah, surat kabar, TV dan sumber

informasi lain

10 Saya merokok

11 Bila sakit, Saya mengkonsumsi obat-obatan

yang dijual bebas tanpa resep dokter

12 Saya mengkonsumsi makanan-makanan

berlemak
No Pertanyaan TP K S SL

13 Saya mengkonsumsi sayuran setiap hari

14 Saya mengkonsumsi buah-buahan setiap hari

15 Saya mengkonsumsi kopi setiap hari

16 Saya mengkonsumsi makanan/minuman

instan setiap hari

17 Saya mengkonsumsi makanan dengan kadar

gula tinggi setiap hari

18 Saya mengkonsumsi makanan dengan kadar

protein tinggi

19 Saya membatasi asupan cairan saya

20 Keluarga dan orang-orang disekeliling saya

memberikan dukungan untuk menjaga

kesehatan

III. Opini (Opinion)

No Pertanyaan TP K S SL

21 Saya merasa bisa menjalani hidup seperti

ketika saya sehat

22 Saya bersyukur dengan kondisi kesehatan

saya saat ini


No Pertanyaan TP K S SL

23 Saya masih dibutuhkan oleh keluarga dan

orang-orang disekitar saya

24 Saya memiliki semangat hidup yang tinggi

25 Saya merasa nyaman dengan lingkungan di

sekitar saya
Lampiran 5

KUESIONER B

KUALITAS HIDUP
WHOQOL-BREF

Pertanyaan berikut ini menyangkut perasaan anda terhadap kualitas hidup, kesehatan dan hal-hal lain dalam hidup anda. Saya

akan membacakan setiap pertanyaan kepada anda, bersamaan dengan pilihan jawaban. Pilihlah jawaban yang menurut anda

paling sesuai dengan hati anda. Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada empat minggu

terakhir.

No Pertanyaan Sangat Buruk Buruk Biasa Saja Baik Sangat Baik

1 Bagaimana menurut anda

kualitas hidup anda?

Sangat Tdk Tdk Biasa Saja Memuaskan Sangat

Memuaskan Memuaskan Memuaskan

2 Seberapa puas anda terhadap

kesehatan anda?
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini dalam empat minggu terakhir.

Tdk Sama Dlm Jumlah Dlm Jumlah


No Pertanyaan Sedikit Sangat Sering
Sekali Sedang Berlebihan
3 Seberapa jauh rasa sakit fisik anda

mencegah anda dalam beraktivitas

sesuai kebutuhan anda?

4 Seberapa sering anda membutuhkan

terapi medis untuk dpt berfungsi dlm

kehidupan sehari-hari anda?

5 Seberapa jauh anda menikmati hidup

anda?

6 Seberapa jauh anda merasa hidup anda

berarti?

7 Seberapa jauh anda mampu

berkonsentrasi?
Tdk Sama Dlm Jumlah Dlm Jumlah
No Pertanyaan Sedikit Sangat Sering
Sekali Sedang Berlebihan
8 Secara umum, seberapa aman anda

rasakan dlm kehidupan anda sehari-

hari?

9 Seberapa sehat lingkungan dimana anda

tinggal (berkaitan dgn sarana dan

prasarana)

Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini dalam 4 minggu terakhir?

Tdk Sama Sepenuhnya


No Pertanyaan Sedikit Sedang Seringkali
Sekali Dialami
10 Apakah anda memiliki vitalitas yang
cukup untuk beraktivitas sehari-hari?
11 Apakah anda dapat menerima
penampilan tubuh anda?
Tdk Sama Sepenuhnya
No Pertanyaan Sedikit Sedang Seringkali
Sekali Dialami
12 Apakah anda memiliki cukup uang
untuk memenuhi kebutuhan anda?
13 Seberapa jauh ketersediaan informasi
bagi kehidupan anda dari hari ke hari?
14 Seberapa sering anda memiliki
kesempatan untuk bersenang-senang
/rekreasi?
Sangat Buruk Buruk Biasa Saja Baik Sangat Baik
15 Seberapa baik kemampuan anda dalam
bergaul?
Sangat Tdk Tdk Sangat
Biasa Saja Memuaskan
Memuaskan Memuaskan Memuaskan
16 Seberapa puaskah anda dgn tidur anda?
17 Seberapa puaskah anda dengan
kemampuan anda untuk menampilkan
aktivitas kehidupan anda sehari-hari?
Sangat Tdk Tdk Sangat
Biasa Saja Memuaskan
Memuaskan Memuaskan Memuaskan
18 Seberapa puaskah anda dengan
kemampuan anda untuk bekerja?
19 Seberapa puaskah anda terhadap diri
anda?
20 Seberapa puaskah anda dengan
hubungan personal / sosial anda?
21 Seberapa puaskah anda dengan
kehidupan seksual anda?

22 Seberapa puaskah anda dengan


dukungan yg anda peroleh dari teman
anda?

23 Seberapa puaskah anda dengan kondisi


tempat anda tinggal saat ini?
Sangat Tdk Tdk Sangat
Memuaskan Memuaskan Biasa Saja Memuaskan Memuaskan

24 Seberapa puaskah anda dengan akses


anda pada layanan kesehatan?

25 Seberapa puaskah anda dengan


transportasi yang harus anda jalani?

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal berikut dalam empat minggu terakhir.

No Pertanyaan Tidak Pernah Jarang Cukup Sering Sangat Sering Selalu


26 Seberapa sering anda memiliki perasaan
negatif seperti ‘feeling blue’ (kesepian),
putus asa, cemas dan depresi?
Lampiran 10

HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

Variabel Gaya Hidup

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.920 28

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

X1 77.10 106.090 .509 .918

X2 77.48 107.962 .328 .920

X3 76.57 103.657 .517 .917

X4 76.67 104.933 .462 .918

X5 76.86 103.529 .456 .919

X6 76.57 103.857 .502 .918

X7 76.33 104.033 .473 .918

X8 76.76 102.090 .502 .918

X9 76.00 104.300 .532 .917

X10 76.67 104.733 .477 .918

X11 76.05 104.348 .546 .917

X12 76.38 104.048 .671 .916

X13 76.52 109.262 .158 .922

X14 76.62 105.748 .577 .917

X15 76.19 104.762 .513 .917

X16 76.67 104.233 .459 .918

X17 76.19 103.862 .586 .916

X18 76.14 105.329 .515 .917

X19 76.57 105.657 .614 .917


X20 76.76 104.690 .472 .918

X21 76.29 103.014 .515 .917

X22 76.05 103.748 .471 .918

X23 76.48 102.562 .631 .916

X24 76.10 96.890 .818 .912

X25 76.33 100.933 .688 .914

X26 76.00 98.400 .751 .913

X27 76.10 105.390 .577 .917

X28 76.29 109.114 .257 .920

Variabel Kualitas Hidup

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.964 26

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

Y1 72.05 246.048 .723 .962

Y2 71.86 244.029 .773 .962

Y3 72.14 239.129 .785 .961

Y4 72.52 258.862 .497 .964

Y5 71.52 243.362 .780 .962

Y6 71.57 238.257 .839 .961

Y7 71.86 248.429 .804 .962

Y8 71.43 242.157 .838 .961

Y9 71.00 255.700 .476 .964

Y10 72.19 238.362 .860 .961

Y11 71.95 244.148 .701 .962


Y12 72.38 251.348 .557 .963

Y13 72.00 253.000 .489 .964

Y14 71.48 247.262 .487 .965

Y15 72.05 239.448 .773 .962

Y16 71.81 242.162 .710 .962

Y17 72.00 241.200 .803 .961

Y18 72.14 242.129 .822 .961

Y19 72.00 235.900 .893 .960

Y20 71.43 236.657 .766 .962

Y21 72.57 250.557 .825 .962

Y22 70.86 248.329 .722 .962

Y23 70.95 255.648 .486 .964

Y24 70.67 249.333 .782 .962

Y25 71.33 254.633 .449 .964

Y26 70.52 237.162 .716 .962


Lampiran 11

HASIL PENELITIAN

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Aktivitas 31 12 26 18.03 3.271 .275 .421 .225 .821

Minat 31 26 46 36.10 5.647 .178 .421 -.825 .821

Opini 31 8 20 14.35 3.251 .064 .421 -.935 .821

Gaya 31 48 89 68.48 11.078 .000 .421 -.629 .821

Fisik 31 12 27 19.52 4.202 -.074 .421 -.762 .821

Psikologis 31 14 27 22.90 2.599 -1.165 .421 3.358 .821

Sosial 31 6 11 9.71 1.243 -1.628 .421 3.544 .821

Lingkungan 31 14 27 23.74 2.543 -1.824 .421 6.141 .821

QoL 31 94 282 221.00 41.268 -.895 .421 1.648 .821

Usia 31 24 63 43.55 9.615 .137 .421 -.431 .821

Hemodialisa 31 12 68 30.84 16.517 .945 .421 .058 .821

Valid N (listwise) 31
Frequency Table

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Produktif 17 54,8 54,8 54,8
NonProduktif 14 45,2 45,2 100,0
Total 31 100,0 100,0

Gender

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 19 61,3 61,3 61,3
Perempuan 12 38,7 38,7 100,0
Total 31 100,0 100,0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 17 54.8 54.8 54.8

Tinggi 14 45.2 45.2 100.0

Total 31 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TdkBekerja 3 9,7 9,7 9,7
Bekerja 28 90,3 90,3 100,0
Total 31 100,0 100,0

LamaHD

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BlmLama 14 45,2 45,2 45,2
Lama 17 54,8 54,8 100,0
Total 31 100,0 100,0
Gaya Hidup

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Buruk 16 51.6 51.6 51.6

Baik 15 48.4 48.4 100.0

Total 31 100.0 100.0

Kualitas Hidup

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Rendah 14 45.2 45.2 45.2

Tinggi 17 54.8 54.8 100.0

Total 31 100.0 100.0

Descriptive Statistics

Gaya Hidup Kualitas Hidup


N
Buruk Baik Rendah Tinggi
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic
Umur 31
Non Produktif 7 7 3 11
Produktif 9 8 4 13
Jenis Kelamin 31
Laki-Laki 8 11 7 12
Perempuan 8 4 7 5
Pendidikan 31
Rendah 10 7 7 10
Tinggi 6 8 7 7
Pekerjaan 31
Tidak Bekerja 0 3 2 1
Bekerja 16 12 12 16
Lama Hemodialisa 31
Belum Lama 9 5 6 8
Lama 7 10 8 9

Anda mungkin juga menyukai